UPAYA PENINGKATAN PERAN PONDOK PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI NUSANTARA

UPAYA PENINGKATAN PERAN PONDOK PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI NUSANTARA

  Indonesia bukan merupakan negara islam, seperti negara-negara yang berada di

wilayah timur tengah. Namun, sebagaimana yang telah diketahui, mayoritas penduduk

indonesia memeluk agama islam. Fakta tersebut telah berlangsung cukup lama dan

masih melekat pada indonesia sampai saat ini. Berbicara mengenai islam di indonesia

memang merupakan suatu hal yang menarik, karena kegiatan-kegiatan bernafaskan

islam sangat jelas terlihat dalam kehidupan masyarakat yang memeluk agama islam.

Kegiatan keagamaan tidak hanya yang bersifat wajib, melainkan banyak kegiatan

semarak yang di agungkan oleh muslim ditanah air. Hal tersebut merupakan fakta yang

cukup menakjubkan, walaupun sebenarnya banyak faktor yang dapat mempengaruhi

kekuatan islam di indonesia.

  Fakta sejarah mengungkapkan bahwa lembaga pendidikan islam merupakan

faktor yang cukup berpengaruh dalam dinamika perkembangan islam di nusantara.

Salah satu pendidikan islam tradisional yang sampai saat ini masih memberikan

konstribusi positif bagi dinamika islam di nusantara adalah pondok pesantren. Pondok

pesantren sendiri merupakan lembaga pendidikan islam yang didirikan pertama kali di

indonesia. Sampai dengan periode modern pada saat ini, pondok pesantren tetap mampu

menunjukkan vitalitasnya sebagai kekuatan sosial, kultural, dan keagamaan yang turut

membentuk bangunan dari kebudayaan indonesia modern.

  Lahirnya pondok pesantren sebenarnya tidak terlepas dari sejarah masuknya

islam ke nusantara. Islam hadir ke nusantara, melalui interaksi yang terbangun dalam

aktivitas perdagangan internasional antara nusantara dengan orang-orang atau suku

bangsa yang berasal dari timur tengah. Islam mampu bertahan di nusantara, bukan

hanya dikarenakan akan masuknya kaum sufisme timur tengah ke nusantara, akan tetapi

karena adanya feedback dari penduduk nusantara, yang pergi dan belajar mengenai

islam di arab (timur tengah). Para pelajar nusantara ini, sekembalinya dari arab,

  

pendidikan islam dilaksanakan di langgar, masjid atau pelataran rumah sang guru.

Namun seiring perjalanan waktu, aktivitas pembelajaran dilakukan dengan sistem

asrama atau mondok.

  Bukti dari kuatnya islam di indonesia karena pondok pesantren dapat di ketahui

melalui peran serta kyai dan santri pondok pesantren. Zamaksyari Dhofier (1981: 81)

pernah mengangkat tulisan mengenai peran kyai sebagai pemimpin pondok pesantren,

Yang ia katakan sebagai salah satu kelompok pemimpin yang menonjol bagi kebutuhan

kepemimpinan moral bagi bangsa indonesia. Sebagai pemimpin pondok pesantren, kyai

berupaya membangun sistem pendidikan yang tepat. Sebagai contoh, selain

  menyelenggarakan pendidikan islam, umumnya pondok pesantren memiliki sistem ekonomi mandiri dengan dilakukan cara mengelola sumber daya alam yang ada di sekitar pesantren. Sehingga, untuk dapat menimba ilmu di pesantren, santri tidak dipungut biaya pendidikan dengan jumlah yang besar. Namun, sebagai gantinya, santri diarahkan untuk mampu mengelola sumber daya alam yang ada di sekitar pesantren untuk dapat menghidupkan roda ekonomi pesantren. Sistem ekonomi mandiri yang dikembangkan oleh pondok pesantren tersebut cukup efektif untuk menghidupkan ekonomi pondok pesantren, bahkan terdapat beberapa pesantren yang telah mampu menjalin kerjasama dengan perusahaan besar untuk dapat memasarkan hasil olahan pondok pesantren, seperti pondok pesantren Al-Ittifaq yang ada di wilayah Bandung- Jawa Barat.

  Peran lain di tunjukkan oleh santri pondok pesantren yang di kenal sebagai agen

pondok pesantren. Yang di maksud agen disini adalah santri yang dianggap sudah

mumpuni ilmu agamanya, di harapkan mampu hidup di lingkungan masyarakat untuk

mensyiarkan agama islam. Umumnya santri yang dinyatakan telah lulus diminta untuk

tinggal di tengah-tengan masyarakat untuk mensyiarkan agama islam. Kemudian

sebagai kontrol dari keberhasilan agen pesantren, dalam beberapa bulan sekali santri

yang telah lulus tersebut, mengadakan pertemuan untuk melaporkan dan mendiskusikan

dinamika masyarakat dilingkungan syiarnya. Hal tersebut menjadi salah satu cara

pengawasan terhadap kualitas lulusan pondok pesantren dalam mengamalkan ilmunya

  Syiar atau penyebaran agama islam yang dilakukan oleh agen-agen pondok pesantren, saat ini telah meluas. Selain mengenyam pendidikan di pesantren, banyak santri yang juga mendalami ilmu pengetahuan lain di lembaga-lembaga

  

Kondisi tersebut semakin memberikan peluang dalam menghidupkan syiar

  islam kepada masyarakat. Karena tidak jarang di lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti universitas, di adakan kajian-kajian mengenai islam, yang di balut dengan nuansa akademis. Melalui kajian-kajian tersebut, manfaat yang didapatkan tidak hanya pengetahuan mengenai agama islam, melainkan budaya akademik yang juga dikembangkan. Karena pada dasarnya, agama dan budaya keilmuan bersifat saling melengkapi dan bukan bertentangan. Pemandangan bersatunya kajian keagamaan dan budaya akademik seperti yang telah disampaikan, menjadi pemandangan yang sangat indah yang dihidupkan oleh sebagian besar lembaga-lembaga formal Indonesia. Hal tersebut dapat menjadi bekal bagi kaum muslim Indonesia untuk lebih memahami segala sesuatu menjadi lebih bijak.

  Namun, dalam dinamika kehidupan saat ini, pondok pesantren harus terus meninjau keberadannya sebagai lembaga pendidikan islam. Dalam hal ini, penulis berpandangan bahwa pesantren perlu meninjau aspek epistemologi dan aksiologi pendidikan islam. Qomar Mujamil (2005: 270) menyatakan bahwa pendidikan islam pada saat ini perlu mengembangkan bangunan ilmu pengetahuan islam, yang dilakukan dengan pemantapan epistemologi pendidikan islam. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan tinjauan terhadap dinamika pendidikan islam yang telah berjalan, dan kemudian disusun langkah-langkah pembaruan dalam dinamika pendidikan islam. Dalam hal ini, Qomar Mujamil mengharapkan, pondok pesantren dapat mengembangkan pola pendidikan yang merekatkan agama dengan budaya ilmu pengetahuan. Hal tersebut dilakukan agar kaum muslim semakin berkualitas karena kehidupannya didampingi oleh iman dan ilmu.

  Kemudian, pada aspek aksiologi, pondok pesantren seharusnya dapat lebih masif untuk membangun kerjasama dengan masyarakat. Pondok pesantren beserta santri lulusan pondok pesantren yang merupakan agen dari pendidikan islam perlu menjalin tempat-tempat ibadah dapat secara masif menjadi pusat pembelajaran islam di lingkungan masyarakat. Karena akan sangat disayangkan jika masjid-masjid dibangun dengan sangat indah dan mewah namun hanya dijadikan tempat untuk melaksanakan ibadah shalat berjamaah saja, sedangkan potensi masjid yang ada di lingkungan masyarakat sangat besar untuk menjadi pusat lembaga keagamaan. Pengembangan masjid sebagai pusat lembaga keagamaan bagi masyarakat pada saat ini menjadi hal yang sangat penting peranannya, karena masyarakat yang telah disibukkan dengan aktivitas keseharian, tetap memerlukan pendalaman-pendalaman ilmu agama untuk meningkatkan keimanannya.

  Iman yang terus terpupuk melalui aktivitas keagamaan, mengupayakan agar masyarakat tidak hanya memahami ibadah sebagai kegiatan ritual semata. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Muhammad Haekal (1986: 610-611) bahwa ibadah memiliki makna yang perlu dikaji sehingga adab diri pun turut berpengaruh karena ketekunan beribadah. Makna ini memang tidak pernah menampakan dirinya secara tersurat, melainkan perlu perenungan. Sehingga keimanan itu menjadi utuh. Karena semuanya ditujukkan kepada penalaran dan daya akal pikiran manusia, menyuruh manusia menilainya, merenungkannya agar imannya didasarkan akal pikiran, keyakinan yang jelas. Al-Qur’an mengingatkan manusia agar jangan menerima apa saja yang ada pada nenek moyang tanpa penalaran, tanpa meneliti lebih jauh serta dengan keyakinan pribadi akan kebenaran yang dicapainya itu. Iman demikian inilah yang dianjurkan oleh islam, yakni iman intelektual yang sudah meyakinkan, yang sudah direnungkan lagi, kemudian dipikirkan matang-matang, sesudah itu dengan perenungan dan penalarannya itu ia sampai pada keyakinan tentang Allah.

  Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pondok pesantren dan civitas pondok pesantren memiliki peran yang besar dalam dinamika masyarakat. Maka untuk dapat berpearan dalam dinamika masyarakat, pesantren perlu meninjau aspek epistemologi dan aksiologinya. Hal tersebut perlu, karena selain berkaitan dengan perannya bagi masyarakat, keberadaan pondok pesantren memiliki potensi untuk menjadi lembaga pendidikan islam yang mengenalkan masyarakat islam secara kaffah tidak hanya bagi bangsa indonesia melainkan bangsa lain. Sehingga bukan tidak mungkin bangsa lain yang ingin mempelajari islam, dapat mempelajarinya melalui pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan islam dengan corak indonesia.

  Daftar Pustaka Dhofier, zamakhsyari. Tradisi pesantren : suatu studi tentang peranan kyai dalam memelihara dan mengembangkan ideologi islam tradisional. Prisma 2 februari 1981.

  Haekal, Muhammad Husain. 1986. Sejarah hidup Muhammad. Gramedia : jakarta. Qomar, mujamil. 2005. Epistimologi pendidikan islam. Erlangga : jakarta.