BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernoniaamygdalina) Sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar Terhadap Enterococcus Faecalis(Secarain Vitro)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Terdapat berbagai macam penyebab kegagalan perawatan saluran akar, antara lain preparasi

  saluran akar yang kurang memadai ataupun obturasi saluran akar yang tidak adekuat atau tidak sempurna. Diantara faktor-faktor tersebut, mikroorganisme baik yang tersisa setelah perawatan saluran akar maupun yang timbul setelah obturasi saluran akar memegang peranan yang sangat penting dan merupakan etiologi utama penyebab kegagalan perawatan saluran akar.Tujuan utama perawatan saluran akar adalah mendesinfeksi saluran akar dan mencegah terjadinya reinfeksi.Kalsium hidroksida merupakan bahan desinfeksi saluran akar untuk perawatan endodontik masa kini. Namun di dalam tubulus dentin, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan dari

  16

  medikamen intrakanal tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan bahan medikamen saluran akar dengan daya antimikroba yang maksimal, namun dengan toksisitas yang minimal. Ekstrak etanol daun Afrika diharapkan dapat digunakan sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar yang memiliki kemampuan untuk membunuh mikroba secara maksimal.

2.1 Penggunaan Bahan Medikamen Saluran Akar

  Bahan medikamen saluran akar ialah suatu medikamen yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan biokompatibilitas yang baik. Dengan adanya medikamen saluran akar dapat

  17

  mengurangi atau menghilangkan flora mikrobial di dalam saluran akar. Tujuan utama penggunaan bahan medikamen saluran akar yaitu untuk mengeliminasi bakteri-bakteri yang mungkin masih

  1

  tersisa setelah dilakukannya instrumentasi mekanis maupun irigasi. Syarat suatu bahan medikamen saluran akar adalah harus memiliki aktivitas antibakteri, membantu menghilangkan eksudat apikal,

  1 mengontrol nyeri pasca perawatan, mampu mencegah reinfeksi dan juga bersifat biokompatibel.

  Medikamen saluran akar yang digunakan dalam perawatan endodontik dapat dibagi dalam beberapa kelompok besar yaitu golongan fenol (Eugenol, CMCP, Parachlorofenol, Camphorated

  

Parachlorofenol , Cresatin, Cresol, Creosote dan Thymol) golongan aldehid/formaldehida

  (formokresol dan glutaradehid), golongan halida/halogen (sodium hipoklorit dan iodine-potassium

  18 iodide), steroid, kalsium hidroksida, antibiotik, dan kombinasi.

  Bahan medikamen golongan fenol merupakan bahan kristalin putih mempunyai bau khas batubara.Fenol adalah racun protoplasma dan menyebabkan nekrosis jaringan lunak.Medikamen golongan fenol seperti salah satumya formokresol merupakan kombinasi formalin dan

  17

  kresol.Formokresol adalah suatu medikamen bakterisidal yang tidak spesifik. Antibiotik yang paling umum yaitu pasta Ledermix dan Septomixine Forte. Keduanya sama-sama mengandung kortikosteroid sebagai agen anti-inflamasi, namun belum sesuai untuk digunakan pada perawatan

  1 saluran akar karena spektrum kerja kedua jenis antibiotik tersebut kurang luas.

  Kalsium hidroksida (Ca(OH)

  2 ) telah digunakan secara luas di bidangendodontik dan dikenal

  19

  sebagai salah satu bahan desinfeksi saluran akar yangpaling efektif. Sebagai bahan sterilisasi saluran akar atau medikamen, kalsium hidroksida diaplikasikan dalam bentuk pasta non setting atau konus padat. Kalsium hidroksida harus dikombinasikan dengan cairan karena serbuk kalsium hidroksida sulit dimasukkan ke saluran akar dan cairan juga diperlukan untuk melepas ion hidroksilnya. Kalsium hidroksida dapat melepaskan ion hidroksil sehingga terjadi peningkatan pH yang menyebabkan rusaknya membran sitoplasma dari bakteri sehingga terjadi proses denaturasi protein yang akan menghambat replika DNA dari bakteri dan menyebabkan terhambatnya

  16 pertumbuhan bakteri.

  Kalsium hidroksida memiliki daya larut yang rendah di dalam air dan memiliki pH yang sangat tinggi (sekitar 12.5-12.8), serta larut di dalam alkohol.Daya larutnya yang rendah di dalam air merupakan karakteristik yang berguna karena periode yang panjang sangat diperlukan sebelum kalsium hidroksida larut dalam cairan jaringan ketika berkontak langsung dengan jaringan-jaringan vital.Ion-ion kalsium juga memiliki peran dalam stimulasi, migrasi, proliferasi, dan mineralisasi sel. Kalsium hidroksida juga dapat menonaktifkan LPS (lipopolisakarida) dan dapat membantu perbaikan jaringan periapikal. Sifat-sifat biologis dari kalsium hidroksida meliputi biokompatibilitas (memiliki daya larut yang rendah dalam air dan difusi yang terbatas), kemampuan untuk merangsang perbaikan jaringan keras periapikal disekitar kanal gigi yang terinfeksi, serta

  1 menghambat resorbsi akar dan menstimulasi perbaikan periapikal akibat trauma.

  Penggunaan kalsium hidroksida telah dianggap sebagai salah satu faktor yang berkontribusi dalam kembalinya bakteri Enterococcus faecalis setelah perawatan endodontik karena kurang efisien digunakan sebagai agen antimikroba terhadap mikroorganisme tersebut. Larutan kalsium hidroksida yang jenuh terbukti tidak dapat membunuh bakteri Enterococcus faecalis karena adanya

  1

  dentin, hidroksiapatit, dan bovin serum albumin. Haapasalo dkk.menunjukkan bahwa serbuk dentin memiliki daya hambat terhadap seluruh medikamen saluran akar karena kemampuannya untuk menjadi penyangga kondisi alkali dari kalsium hidroksida. Daya antibakteri dari larutan kalsium hidroksida jenuh terhadap Enterococcus faecalis hilang secara total setelah 24 jam dengan adanya

  20 dentin, hiroksiapatit, dan bovin serum albumin.

2.2 Bakteri Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Berperan dalam Infeksi Saluran Akar

  Bakteri Enterococcus faecalis merupakan suatu bakteri fakultatif gram positif yang berbentuk kokus, dan dikenal sebagai spesies yang paling resisten pada rongga mulut dan paling sering ditemukan pada kasus dengan kelainan setelah perawatan saluran akar. Bakteri Enterococcus

  

faecalis juga merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dengan ada maupun tidak adanya

  oksigen dan merupakan flora normal pada manusia yang biasanya terdapat rongga mulut, saluran gastrointestinal, dan saluran vagina.Bakteri ini dapat menginfeksi saluran urin, pembuluh darah, endokardium, lambung, saluran empedu, luka bakar, dan lain-lain. Bakteri ini tidak membentuk spora, fermentatif, berbentuk ovoid, berdiameter 0,5-

  1 μm. Tampak sebagai kokus tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai pendek dan permukaan koloni pada agar darah berbentuk bulat

  17

  dan halus. Bakteri ini juga ditemukan lebih banyak pada saluran akar gigi (38%) daripada di saliva (19%), juga lebih sedikit pada cairan bekas kumur-kumur (10%) daripada di lidah (42%) maupun di sulkus gingiva (14%), dan bukan merupakan koloni rongga mulut yang umum ditemukan pada

  6 orang dengan gigi yang sehat atau belum pernah dilakukan perawatan endodontik.

  21 Berdasarkan taksonominya, Enterococcus faecalis diklasifikasikan atas:

  Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Famili : Enterococcaceae Genus : Enterococcus Spesies : Enterococcus faecalis

  Gambar 1. Sel bakteri Enterococcus faecalis

  20

  dengan pembesaran 4000x

  Enterococcus faecalis ditemukan sebanyak 20 dari 30 kasus infeksi endodontik yang

  persisten pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar. Spesies ini ditemukan pada 18% dari kasus infeksi endodontik primer, prevalensinya pada gigi dengan pengisian saluran akar lebih

  7,16

  tinggi yaitu 67% dari kasus yang ada. Enterococcus faecalis sangat resisten terhadap medikasi selama perawatan saluran akar dan menyebabkan kegagalan perawatan saluran akar. Bakteri ini 9 kali lebih banyak terdapat pada infeksi pasca perawatan saluran akar dibandingkan pada infeksi

  16 primer.

  Tabel 1. Bakteri yang diisolasi dari saluran akar yang telah dilakukan perawatan

  4

  dengan periodontitis apikalis yang persisten Bakteri Frekuensi (%)

  Enterococcus faecalis

  77 Pseudoramibacteralactolyticus

  55 Propionibacterium propionicum

  50 Filifactor alocis

  48

  46 Dialister pneumosintes

  Streptococcus spp.

  23 Tannerella forsythia

  23 Dialister invisus

  14 Campylobacter rectus

  14 Porphyromonas gingivalis

  14 Treponema denticola

  14 Fusobacterium nucleatum

  10 Prevotella intermedia

  10 Candida albicans

  9 Campylobacter gracilis

  5 Actinomyces radicidentis

  5 Porphyromonas endodontalis

  5 Micromonas micros

  5 Synergistes oral clone BA121

  5 Olsenella uli

  5 Tingginya prevalensi Enterococcus faecalis disebabkan antara lain karena Enterococcus

  

faecalis dapat beradaptasi pada kondisi yang kurang menguntungkan seperti hiperosmolariti, panas,

  etanol, hidrogen peroksida, asam, dan basa. Enterococcus faecalis dapat menginvasi tubulus dentin untuk perlindungan dari preparasi saluran akar kemomekanikal, dan teknik dressing intrakanal.Selanjutnya Enterococcus faecalis dapat terlepas dari tubulus dentin menuju ruang saluran akar dan menjadi sumber infeksi ulang. Beberapa studi telah melaporkan rendahnya sensitivitas Enterococcus faecalis terhadap cairan irigasi dan medikamen saluran akar seperti

  7 kalsium hidroksida, diperkirakan efek basanya dapat meningkatkan sifat adhesif dari bakteri.

  Enterococcus faecalis diperkirakan dapat berpenetrasi antara 50-

  300μm ke dalam dentin manusia, sehingga apabila penetrasi cukup dalam, bakteri Enterococcus faecalis dapat menghindari

  1,22

  instrumen dan irigan endodontik ketika preparasi kemomekanikal berlangsung. Enterococcus

  

faecalis dapat bertahan hidup di dalam kanal melalui ramifikasi apikal atau ruang antara bahan

  pengisi saluran akar dengan dinding kanal, sehingga sangat diperlukan adanya bahan medikamen saluran akar yang digunakan antar kunjungan yang diharapkan dapat berpenetrasi ke dalam jaringan

  1

  gigi. Faktanya, bakteri Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup selama 6 – 12 bulan pada lingkungan yang kekurangan nutrisi sekalipun dan kemudian tumbuh dengan subur pada saat

  6,22 sumber nutrisi kembali tersedia.

  Pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis adalah melalui pembentukan biofilm yang merupakan tempat perlekatan mikroorganisme dan mikroorganisme akan memperbanyak diri pada

  8

  permukaan biofilm tersebut. Tidak seperti patogen endodontik lainnya yang biasanya ditemukan pada infeksi primer, bakteri Enterococcus faecalis dapat berkolonisasi di dalam saluran akar melalui infeksi tunggal, dan kemampuannya untuk bertahan hidup tanpa nutrisi menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangannya di dalam saluran akar yang telah dilakukan perawatan. Pada akhirnya, kondisi lingkungan tersebut dapat meregulasi keluarnya gen di dalam bakteri

  

Enterococcus faecalis dan memberi bakteri tersebut kemampuan untuk beradaptasi pada kondisi

  yang bervariasi sehingga bakteri yang tertinggal pada saat pengisian saluran akar dapat menjadi

  22 sarang yang bertahan lama untuk terjadinya reinfeksi.

  Kemampuan bertahan hidup dan virulensi dari Enterococcus faecalis antara lain berasal dari enzim litik, sitolisin, senyawa agregasi, feromon, dan asam lipoteikoat (LTA). Untuk melekat pada sel host, bakteri ini mengekspresikan protein untuk berkompetisi dengan sel bakteri lain dan mengubah respon host. Enterococcus faecalis mampu menekan aksi limfosit, yang mempunyai potensi untuk berkontribusi dalam kegagalan endodontik.Enterococcus faecalis mempunyai serin protease, gelatinase, dan protein pengikat kolagen yang membantu pengikatan dentin.Enterococcus

  16

faecalis akan menginvasi dan bertahan di tubulus dentin. Protease berperan dalam menyediakan

  nutrisi peptida pada organisme dan menyebabkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan pejamu dan termasuk ke dalam faktor virulensi. Faktor virulensi terkait dengan kolonisasi pada pejamu, kompetisi dengan bakteri lain, resistensi dalam merespon mekanisme kekebalan pejamu, dan produksi bahan patologis yang dapat mempengaruhi pejamu secara langsung dengan menghasilkan toksin atau secara tidak langsung yakni dengan cara

  23

  menginduksi terjadinya proses inflamasi. Faktor-faktor virulensi tersebut yakni terdiri dari: a.

  Substansi agregasi Substansi agregasi (AS) merupakan plasmid-encoded pada bakteri yang memediasi hubungan antara bakteri donor dan bakteri resipien serta memfasilitasi pertukaran plasmid. Ketika

  AS dilepaskan oleh bakteri donor, maka terjadilah proses konjugasi bakteri yang mana bakteri resipien akan mengekspresikan substansi binding (BS) pada permukaan selnya. AS juga berperan dalam memediasi perikatan matriks ekstraseluler (ECM), termasuk kolagen tipe I yang merupakan komponen organik utama dentin. Perikatan kolagen tipe I dengan bakteri inilah yang berperan

  23 penting terhadap terjadinya infeksi endodontik.

  b. Sex pheromones Sex pheromones merupakan encoded kromososm yang kecil dan merupakan peptida 23 hidrofobik yang berfungsi untuk memberikan sinyal peptida pada Enterococcus faecalis.

  c.

   Lipoteichoic acid Lipoteichoic acid (LTA) umumnya terdapat pada permukaan sel bakteri gram

  positif.Molekul LTA dapat berikatan dengan sel eukariot, termasuk platelet, eritrosit, PMN leukosit, dan sel-sel epitel. Adanya LTA pada Enterococcus faecalis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis pada beberapa sel, seperti osteoblas, osteoklas,sel-sel fibroblast ligamen periodontal, makrofag, dan neutrofil. Selain itu, LTA pada Enterococcus faecalis juga dapat menstimulasi leukosit untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi yang berperan dalam perusakan jaringan, seperti TNF-

  α, interleukin 1 beta(IL-1ß), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), prostaglandin (PGE2), enzim lisosom, dan superoxide anion.

  d. Extracellular superoxide Superoxide anion pada extracellular superoxide merupakan radikal oksigen yang sangat

  reaktif yang berperan dalam kerusakan sel dan jaringan pada proses inflamasi. Superoxide anion

  23 juga dihasilkan oleh osteoklas dan berperan pada resorpsi.

  e.

  Gelatinase Gelatinase merupakan metaloprotein ekstraseluler pada Enterococcus faecalis. Gelatinase berperan dalam proses resorpsi tulang dan degradasi matriks organik dentin. Selain itu, gelatinase juga dapat menghidrolisis kolagen yang merupakan proses yang berperan penting terhadap

  23 terjadinya inflamasi periapikal.

  f.

  Hialuronidase Hialuronidase merupakan enzim degradatif yang berperan pada proses perusakan jaringan. Hialurodinase dapat mendepolarisasi komponen mukopolisakarida yang terdapat pada jaringan ikat, dan meningkatkan invasivitas bakteri. Peran lain dari hialuronidase adalah untuk menyuplai nutrisi kepada bakteri yang mana nutrisi tersebut diperoleh dari produk yang dihasilkan dari proses degradasi, yakni berupa disakarida yang dapat diangkut dan dimetabolisme secara intraseluler oleh

  23 bakteri. g. Sitolisin Sitolisin merupakan toksin yang dihasilkan oleh Enterococcus faecalis.Dulu, sitolisin disebut juga hemolisin. Sel yang menjadi target sitolisin adalah eritrosit, PMN, dan makrofag.

  Toksin ini juga dapat menghambat proses fagositosis dan berperan pada proses perusakan jaringan.

  23 Gambar 2. Sebuah model penyakit endodontik terkait dengan

  faktor-faktor virulensi Enterococcus faecalis yang menunjukkan patogenesis Enterococcus faecalis pada infeksi saluran akar.Faktor-faktor virulensi dari Enterococcus faecalis dalam tubulus dentin dan saluran akar yang dilepas menuju daerah periradikular sehingga merangsang leukosit untuk menghasilkan mediator inflamasi atau enzim litik.Sebagian bakteri tersebut juga dapat berpindah ke lesi periradikular.Faktor-faktor virulensi yang merugikan dan produk leukosit ditampilkan pada zona antara garis potong.Nama dalamkotak hitam

  20 Gambar 2 menunjukkan sebuah model penyakit saluran akar terkait dengan faktor-faktor virulensi Enterococcus faecalis.Faktor-faktor tersebut ditemukan pada sampel periapikal dan diketahui dapat merusak serta menarik leukosit.Hal ini menyebabkan apoptosis pada sel-sel (osteoblas, osteoklas, jaringan ikat ligamen periodontal, makrofag dan neutrofil) sehingga berakibat terjadinya lesi periradikular.Faktor virulensi yang menyebabkan perubahan patogen secara langsung adalah gelatinase, hyalurodinase, cytolysin dan extracelullar superoxide anion.Gelatinase berperan terhadap terjadinya resorpsi tulang dan degradasi dentin matrik organik sehingga berkontribusi terhadap timbulnya inflamasi periapikal.Hyaluronidase membantu degradasi hyaluronan yang terdapat pada dentin untuk menghasilkan energi organisme, sedangkan extracellular superoxide dan cytolysin berperan aktif terhadap kerusakan jaringan. Selain berperan dalam perlekatan di

  anion

  kolagen, AS juga berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mekanisme pertahanan host (induk) melalui mekanisme media reseptor dengan cara pengikatan neutrofil sehingga Enterococcus

  24 faecalis menjadi tetap hidup walaupun mekanisme fagositosis aktif berlangsung.

  Enterococcus faecalis resisten terhadap banyak antibiotik spektrum luas. Resistensi

Enterococcus faecalis terhadap antimikroba diperoleh secara intrinsik maupun acquired (didapat)

  melalui transfer gen. Resistensi acquired diperoleh dari mutasi DNA atau dapat juga dari gen yang baru melalui transfer plasmid dan transposons.Selain itu, adanya mekanisme yang mempertahankan level pH sitoplasma tetap optimal menyebabkan bakteri tersebut juga resisten terhadap antimikroba kalsium hidroksida. Seperti diketahui bahwa dalam lingkungan alkali Enterococcus faecalis akan menjaga homeostasis melalui pH internal yang berfungsi untuk menjaga agar enzim dan protein berfungsi normal. Prinsip homeostasis terdiri dari dua komponen, yaitu fungsi pasif dan aktif. Fungsi pasif terdiri dari permeabilitas membran yang rendah dan kemampuan buffer sitoplasma. Sedangkan mekanisme aktif melalui kontrol transport kation ( kalium, natrium dan proton) melalui membran sel. Pada lingkungan asam, sistem antiport kation akan meningkatkan pH internal dengan keluarnya proton melalui membran sel. Pada keadaan basa kation/proton akan dipompa ke dalam sel agar pH internal lebih rendah. Fungsi pompa proton intraseluler merupakan faktor utama dari

  24 resistensi Enterococcus faecalis terhadap pH.

2.3 Daun Afrika (Vernonia amygdalina)

  Genus Vernonia memiliki sekitar 1000 spesies dan keseluruhan tumbuhan dengan genus tersebut telah digunakan secara luas sebagai makanan dan obat.Penelitian yang telah dilakukan terhadap 109 spesies Vernonia menunjukkan adanya kandungan sebagai medikamen. 105 dari spesies tersebut dihubungkan kepada perawatan dan manajemen 44 penyakit atau kondisi kesehatan yang diderita manusia, 2 jenis spesiesnya dapat digunakan sebagai medikasi untuk hewan simpanse dan gorilla. Penelitian secara in vitro dan in vivo melaporkan validasi adanya kandungan medikamen dari beberapa spesies. 103 jenis senyawa bioaktif juga diperoleh dari berbagai spesies

  

Vernonia dan Vernonia Amygdalina merupakan salah satu jenis dari genus Vernonia yang paling

  25 sering digunakan.

  Vernonia amygdalina atau yang secara umum disebut dengan bitter leaf dan memiliki

  26

  sinonim Gymnanthemum amygdalinum adalah salah satu jenis tanaman atau pohon kecil dari famili Asteraceae dengan ketinggian 2 sampai 5 meter atau bahkan dapat mencapai 10 meter dan memiliki daun yang berwarna hijau dengan bau yang khas dan rasanya yang pahit. Tidak ada benih yang dihasilkan sehingga untuk mendistribusi atau memperbanyak tanaman tersebut dilakukan

  13,27,28

  dengan cara pemotongan. Beberapa studi menyatakan bahwa bunga Vernonia amygdalina yang berwarna putih, harum dan menarik kedatangan lebah-lebah tersebut akan terbentuk pada

  29 lingkungan dengan pertumbuhan yang drastis atau sangat banyak.

  Gambar 3. Bunga Vernonia amygdalina Tanaman Vernonia amygdalina dalam bahasa Inggris disebut bitter leaf, di Malaysia disebut

  

South Africa leaf , dan dalam bahasa lokal orang Nigeria disebut sebagai ewuro (Yoruba), etidot

  (Efik), uzi (Ebira), onugbu (Igbo), dan chusar duki (Hausa). Sedangkan di Afrika dikenal sebagai

  13,14,27,29

  atau ndole (Cameroon), tuntwano (Tanzania) dan mululuza (Uganda). Klasifikasi

  muop 13,29

  Vernonia amygdalina adalah sebagai berikut:

  Synonym : Gymnanthemum amygdalinum Kingdom : Plantae Division : Angiosperms Classes : Dicotyledons Order : Asterales Family Genus : Vernonia Species : V. amygdalina Botanical Name : Vernonia amygdalina

  Vernonia Amygdalina tumbuh di daerah ekologi di Afrika termasuk Zimbabwe dan Nigeria

  yang beriklim tropis, dapat tumbuh secara liar ataupun ditanam di sepanjang Sub-saharan

  26,27,30

  Afrika. Tanaman tersebut dapat menghasilkan sejumlah besar makanan ternak dan berfungsi untuk menoleransi terjadinya kekeringan. Vernonia Amygdalina dapat juga ditemukan di rumah-

  27 rumah maupun desa-desa sebagai tanaman pagar dan pot.

  Tanaman Vernonia amygdalina merupakan sayuran yang umum dan populer diantara

  26,28

  masyarakat Afrika Barat. Tanaman tersebut juga digunakan sebagai rempah-rempah. Di Nigeria, Ghana, dan Cameroon tanaman ini juga ditanam di kebun dan di sekitar rumah sebagai persediaan. Daun dari tanaman ini dijadikan sayuran dan dikonsumsi setelah melalui proses penghilangan rasa pahit untuk menghilangkan komponen astringent yang terkandung di dalamnya. Sebagai tambahan, tanaman ini juga sering dimanfaatkan untuk pengganti makanan ayam karena dapat menggantikan sebanyak 300gr/kg makanan dari jagung tanpa mempengaruhi intake makanan, berat badan, dan efisiensi makannya. Peran tanaman ini dalam penggunaannya sebagai obat tradisional dan

  26,31 pemenuhan nutrisi sangatlah besar dan telah banyak dibuktikan. Gambar 4. Tanaman Vernonia

  amygdalina

  Dalam penggunaannya untuk kepentingan pengobatan, daun Afrika (Vernonia amygdalina) dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti demam, malaria, diare, disentri,

  26,28,32

  hepatitis, eksema, batuk, hemoroid dan mempertahankan kadar gula darah yang sehat. Ekstrak akar tanaman Vernonia amygdalina juga digunakan untuk menangani malaria dan penyakit saluran pencernaan. Salah satu penggunaannya yang paling umum dalam hal pengobatan yaitu sebagai obat cacing usus termasuk cacing nematoda. Ekstrak akar dan daunnya menunjukkan adanya aktivitas

  26 antimalaria terhadap plasmodium berghei.

  Tanaman ini juga dapat digunakan sebagai chewing stick untuk memelihara kesehatan rongga mulut dengan menghilangkan mikroorganisme kariogenik, dimana telah digunakan secara tradisional untuk membersihkan mulut. Saliva yang diekstrak dari chewing stick tersebut dapat memelihara kebersihan oral dengan berkontribusi pada pengaruh penyembuhan gusi, agalgesia, antisakit, hemostasis, aktivitas antimikroba, dan menghambat pembentukan plak. Hal ini didukung oleh adanya penemuan bahwa ekstrak cairan yang dingin dari seluruh ekstrak batang, kulit pohon, dan ampas tanaman Vernonia amygdalina menunjukkan adanya aktivitas bakterisidal terhadap bakteri anaerob rongga mulut yaitu Bacteroides gingivalis, B. asaccharolyticus, B. melaninogenicus,

  

dan B. oralis . Penelitian Taiwo cit Yeap (2010), ekstrak air dari akar tanaman Vernonia

Amygdalina juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus gordoni,

Porphyromonas nigrescens, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Fusobacterium

  29 nucleatum dan P. aeruginosa dengan kadar hambat minimum 100mg/ml.

  Daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan batang dan akar. Ekstrak daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Pada penelitian Oboh dan Masodje (2009) menunjukkan ekstrak air daun Afrika (Vernonia amygdalina) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan zona penghambatan

  33 0.8 cm.

  Pada penelitian terdahulu menyatakan bahwa ekstrak etanol lebih menunjukkan efektivitas daripada ekstrak air. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sule dan Agbabiaka terhadap bakteri Escherichia coli, Klebsiella sp., Salmonella sp. dan Shigella sp menunjukkan

  34, 35 bahwa ekstrak air memiliki daya hambat yang lebih kecil dibandingkan ekstrak etanol.

2.3.1 Analisis Fitokimia Daun Afrika (Vernonia Amygdalina)

  Analisisfitokimia daun Afrika (Vernonia amygdalina) menunjukkan bahwa tanaman tersebut mengandung anthraquinone, saponin, soluble tannin,condensed tannin, terpenoid,

  

glykoside, cyanogenic glycoside alkaloid, indole alkaloid, dan steroidal alkaloid. Flavonoid juga

  ditemukan pada tanaman ini dan 3 jenisnya (luteolin, luteolin 7-0-beta-glukuronosid, dan luteolin 7- 0-beta glukosid) memiliki aktivitas antioksidan dan berguna untuk mencegah kanker, serta dapat melindungi dari diabetes dan aterosklerosis. Selain itu, ditemukan pula kandungan antioksidan

  

13

vitamin C yang tinggi pada Vernonia amygdalina.

  Dengan banyaknya kandungan-kandungan metabolit pada Vernonia amygdalina membuat tanaman tersebut terutama dari ekstrak daunnya jika dimanfaatkan sebagai medikamen mempunyai aktivitas antimalaria, antimikroba, antifungal, antiprotozoa, laksatif, antitrombotik, antikanker,

  13,36

  antidiabetes dan efek hipoglikemia dan hipolipidemia. Penelitian yang dilakukan oleh Ilondu dkk menunjukkan bahwa ekstrak cairan dari daun Afrika (Vernonia amygdalina) dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% dapat mengurangi pertumbuhan jamur (fungi) pathogen pada kulit ikan yang diujicoba. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka potensial inhibisi semakin

  37 besar.

  Dalam jurnal yang ditulis oleh Nwangwu et al. (2011) menyatakan adanya laporan Aregheore (1998) bahwa terdapat kandungan fitokimia yang mempunyai toksin atau beracun serta

  28

  penelitian yang menunjukkan terjadinya hepatotoksisitas pada tikus. Namun Ojiako dan Nwanjo (2006) melaporkan bahwa daun Afrika (Vernonia amygdalina) mungkin mengandung toksin (sama halnya dengan sayuran lainnya) jika dikonsumsi dalam jumlah yang sangat banyak tetapi bahaya yang ditimbulkan tidak lebih parah dari apa yang telah diamati dari sayuran umum lainnya yang

  38

  dikonsumsi secara rutin di Afrika dalam jumlah yang bahkan lebih besar. Penelitian yang dilakukan oleh Nwangwu dkk juga menunjukkan tidak adanya kerusakan yang signifikan pada struktur sel perut, liver, dan ginjal bahkan menjadi lebih terorganisir dengan baik pada hewan yang

  28 diteliti dibandingkan dengan hewan kontrol.

  Kandungan flavonoid, tannin, dan saponinsebagai metabolit sekunder dari ekstrak daun Afrika (Vernonia Amygdalina) serta anthraquinone memiliki aktivitas biologis dan diduga memiliki

  29,39 peran sebagai antibakteri.

  a.

  Saponin Saponin merupakan zat yang mempunyai sifat seperti sabun yang dapat melarutkan kotoran. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah dengan membentuk senyawa kompleks dengan membran sel bakteri melalui ikatan hidrogen yang kemudian dapat menghancurkan permeabilitas

  39 dinding sel bakteri yang mengakibatkan kematian sel.

  b.Flavonoid Flavonoid yang mengandung sekelompok karbonil. Flavonoid merupakan hasil sintesis tanaman sebagai respon terhadap infeksi mikroba, sehingga secara in vitro merupakan substansi antimikroba yang efektif terhadap mikroorganisme secara luas.Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga

  39 dapat merusak membrane sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler.

  c.

  Tannin Tannin merupakan senyawa polifenol yang larut dalam air, gliserol, metanol, hidroalkoholik, dan propilena glikol, tetapi tidak dapat larut dalam benzene, kloroform, eter, petroleum eter, dan karbon disulfida.Tannin mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Mekanisme penghambatan bakteri pada tannin adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim

  40 essensial dan destruksi fungsi material.

  d. Anthraquinone Golongan quinone merupakan rantai aromatik dengan dua substitusi keton.Dengan kemampuannya untuk menyediakan sumber radikal bebas yang stabil, quinone diketahui dapat melengkapi asam amino nukleofil dalam protein secara irreversibel, yang dapat menon-aktifkan protein dan menyebabkan kehilangan fungsi.Oleh karena itu, quinone memiliki potensi yang tinggi sebagai antimikroba.Sasaran yang terdapat pada sel mikroba adalah adhesin yang terdapat pada permukaan, polipeptida dinding sel, dan enzim yang berikatan dengan membran.Quinone juga dapat

  39 menyebabkan substrat menjadi tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme.

2.4 Kerangka Teori

  Infeksi sekunder saluran akar Bakteri Enterococcus faecalis

  Perawatan ulang saluran akar

  Cleaning and shaping Medikamen saluran akar

  Ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) Aktivitas antibakteri

  Flavonoids Tannins Anthraquinones

  Saponins

  Bersifat Membentuk

  Bersifat Mendenaturasi lipofilik senyawa astringen, protein

  Merusak kompleks membrane melalui

  Masuk mukosa ikatan melalui membran

  Permeabilitas Membentuk mikroba dinding sel kompleks hancur dengan

  Membentuk protein kompleks ekstraseluler dengan ion metal

  Sel Lisis

2.5 Kerangka Konsep

  Penelitian ini dilakukan dengan menguji daya antibakteri ekstrak etanol daun afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap bakteri

  

Enterococcus faecalis dengan penentuan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan nilai Kadar

  Bunuh Minimum (KBM). Suhu inkubasi bakteri, waktu inkubasi bakteri, dan konsentrasi ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) yang digunakan dapat mempengaruhi penentuan KHM dan KBM.

  Ekstrak etanol daun Afrika Pertumbuhan bakteri Enterococcus

  (Vernonia amygdalina) dengan

  faecalis pada media TSB dan TSA

  konsentrasi tertentu dengan penentuan nilai KHM dan KBM

2.6 Hipotesis Penelitian

  Ada daya antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis dengan mencari nilai KHM dan KBM.

Dokumen yang terkait

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

39 299 83

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Fusobacterium Nucleatum (Penelitian InVitro)

12 103 68

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernoniaamygdalina) Sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar Terhadap Enterococcus Faecalis(Secarain Vitro)

21 182 71

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

0 0 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

0 0 12

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

1 2 5

2.1 Bahan Medikamen dalam Perawatan Saluran Akar - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 17

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 12

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Fusobacterium Nucleatum (Penelitian InVitro)

0 3 15

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Fusobacterium Nucleatum (Penelitian InVitro)

0 0 11