BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Rongga Mulut - Dampak Kesehatan Rongga Mulut Terhadap Kualitas Hidup Menggunakan Indeks OIDP Pada Siswa SMP Al-Azhar Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Rongga Mulut

  Masalah kesehatan rongga mulut diketahui sebagai faktor penting yang berdampak negatif terhadap kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi kualitas hidup

  4 karena dapat mempengaruhi seseorang untuk menikmati hidup dan bersosialisasi.

  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa penyakit mulut dapat menyebabkan rasa sakit, penderitaan, kendala psikologis, dan, gangguan dalam

  4 berinteraksi sosial.

  Feitosa et al. menemukan bahwa karies gigi, yang merupakan masalah utama di masyarakat akan menyebabkan gangguan mengunyah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, gangguan tidur, perubahan perilaku, dan kinerja sekolah yang rendah. Selain itu, kesehatan mulut yang buruk pada anak-anak dapat mengganggu kesejahteraan keluarga karena orang tua merasa bersalah terhadap masalah anak-anak mereka sehingga mereka memiliki ketidakhadiran kerja dan

  4 biaya perawatan gigi.

  Di Brazil, Cortes et al. menunjukkan bahwa anak-anak sekolah yang mengalami traumatik pada gigi anterior dan tidak dirawat, akan mengalami dampak traumatik pada gigi anterior. Dampak negatif pada anak yang mengalami fraktur gigi anterior mengalami kesulitan makan, membersihkan gigi, tersenyum, tertawa tanpa malu, mempertahankan keadaan emosional yang stabil, dan ketidaknyamanan berinteraksi sosial dibandingkan dengan anak-anak yg tidak memiliki cedera

  4 traumatik anterior.

  Selain gigi fraktur, lesi jaringan lunak, maloklusi, dan fluorosis gigi juga merupakan masalah gigi yang dijumpai pada remaja , tetapi masih sedikit dilakukan penelitian pada keadaan tersebut karena beberapa penelitian memfokuskan terhadap

  4 fungsi, sosial, dan emosional pada anak-anak.

2.2 Kualitas hidup

  Berdasarkan perspektif kesehatan, kualitas hidup mengacu pada kehidupan sosial, emosional dan kesejahteraan pasien, sedangkan WHO mendefinisikannya sebagai dampak dari penyakit dan pengobatan terhadap kecacatan dan fungsi sehari- hari. Sehat biasanya dihubungkan dengan tidak adanya penyakit (diseases), keluhan sakit (illness) dan tidak ada gangguan dalam menjalankan peranan sosial sehari-

  11 hari.

  Menurut WHO, kesehatan bukan hanya merupakan ada tidaknya suatu penyakit, tetapi juga meliputi kesehatan fisik, psikologi, dan kesejahteraan sosial. Slade dan S‘pencer mengembangkan indeks berskala untuk mengukur dampak sosial gangguan rongga mulut. Indikator ini selanjutnya menjadi alat ukur terhadap besarnya pengaruh ketidakseimbangan keadaan rongga mulut terhadap fungsi sosial dan psikologis pada seseorang individu yang dikelompokkan ke dalam 7 dimensi dampak sosial yaitu keterbatasan fungsi, nyeri fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan

  6 hambatan.

  Kesehatan juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup. Untuk penyakit, fungsi fisik (pengunyahan), fungsi psikis (rasa malu), fungsi sosial (peranan sosial sehari-hari), dan kepuasan terhadap dirinya. Untuk lebih menjelaskan definisi sehat dalam pengertian positif maka konsep sehat dihubungkan dengan

  6,11 kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health releted quality of life).

  Kualitas hidup (quality of life) didefinisikan sebagai persepsi individual tentang kondisi kehidupannya dalam konteks sistem budaya dan nilai di mana mereka tinggal dan berhubungan dengan tujuan, harapan dan perhatiannya. Kesehatan rongga mulut dihubungkan dengan kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi seseorang bagaimana kesehatan rongga mulut mempengaruhi kualitas

  12 hidup dan kesehatan secara keseluruhan dari individu tersebut.

2.2.1 Karies dan kualitas hidup anak

  Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai timbulnya white spot pada permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa

  13 mati.

  Karies gigi disebabkan banyak faktor seperti host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu. Beberapa faktor risiko karies adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higine, jumlah bakteri, saliva, pola

  13

  makan, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi. Klasifikasi angka keparahan karies gigi menurut WHO: sangat rendah 0,0-1,1, rendah 1,2-2,6, cukup 2,7- 4,4, tinggi

  14 4,5-6,5, sangat tinggi >6,5 tinggi.

  Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 dilaporkan bahwa prevalensi karies di Indonesia telah mencapai 90,05% dengan rata- menderita karies gigi. Angka ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara

  13 berkembang.

  Di Indonesia, penelitian Situmorang pada tahun 2005 didapat bahwa, kelompok orang dewasa dengan jumlah pengalaman karies gigi lebih tinggi (DMFT>3) mempunyai risiko 5,29 kali dan lebih sering mengalami gangguan kualitas hidup. Karies yang tinggi dapat mengurangi kualitas hidup seorang anak, mereka merasakan sakit, ketidaknyamanan, profil wajah yang tidak harmonis, infeksi

  5 akut serta kronis, gangguan makan dan tidur. Bahkan karies yang parah juga dapat meningkatkan risiko untuk diopname, sehingga anak tidak dapat hadir di sekolah dan dapat mempengaruhi proses

  5 pembelajaran anak.

2.2.2 Stomatitis Aphthous Recurrent (RAS) dan kualitas hidup

  RAS terbagi atas 3 jenis : minor (Miras), mayor (Maras), dan herpetiform (HU) atau borok. Minor Reccurent Stomatitis (Miras) mempengaruhi sekitar 80% penderita RAS, dan ditandai dengan ulkus yang dangkal, bulat atau oval biasanya kurang dari 5 mm, dengan warna putih abu-abu dengan adanya pseudomembran yang diselimuti oleh eritematosa tipis. Miras biasanya terjadi pada bagin labial dan bukal mukosa dan dasar mulut, tetapi jarang pada pada gingiva, langit-langit, atau dorsum lidah. Lesi ini sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa bekas luka. Filed et al.

  9 menyatakan miras adalah bentuk paling umum terjadidari masa kanak-kanak.

  Mayor Reccurent Stomatitis (Maras) adalah bentuk RAS yang langkah,

  dikenal juga sebagai Peridenitis Mukosa Necrotica Recurrens. Lesi ini oval dan dapat melebihi 1 sampai 3 cm. Maras biasanya timbul di daerah bibir, langit-langit dan tenggorokan, tetapi maras juga dapat timbul pada seluruh daerah rongga mulut. Scully dan Porter menyatakan luka pada Maras bertahan sampai 6 minggu dan seringkali sembuh dengan jaringan parut. Maras biasanya memiliki onset setelah

  9,15 pubertas, bertahan hingga 20 tahun.

  (HU), ditandai banyak luka kecil dan berulang. Borok ini menimbulkan rasa sakit , dan dapat meluas ke seluruh rongga mulut. Kadang-kadang bisa timbul 100 bisul pada waktu tertentu, masing-masing berukuran 2 - 3 mm, meskipun mereka cenderung menyatu, besar dan tidak teratur. Lehner, Scully dan Petter menyatakan HU mungkin memiliki kecenderungan dijumpai pada perempuan dan memiliki usia

  9,15 lanjut.

  Etiologi RAS ini belum jelas, perubahan yang mudah dilihat tetapi tidak terbukti adanya penyakit autoimmun atau reaksi immunologi klasik. Mungkin berupa perubahan respons cell-mediated immune dan reaksi silang dengan Streptokokus

  sanguis. Faktor-faktor predisposising pada penyakit ini adalah kekurangan

  haemanitik (zat besi, folat atau vitamin B

  12 ). Pada 10% kasus, dijumpai adanya

  hubungan dengan tahap luteal mentruasi (jarang ditemukan), stres, alergi makanan

  15 (kemungkinan besar) dan AIDS.

  Menurut penelitian Sudaduang Krisdapong, Aubrey Sheiham dan Tsakos, anak yang memiliki RAS pada usia 12 tahun sebanyak 79,8% dan usia 15 tahun sebanyak 86,8%, masing-masing memiliki dampak pada makan sebanyak 81,0%,

  16 membersihkan gigi 84,4% dan stabilitas emosional 60,3%.

2.2.3 Maloklusi dan kualitas hidup

  Penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga mulut, salah satunya kelainan susunan gigi atau yang disebut maloklusi. Maloklusi merupakan kelainan gigi yang menduduki posisi kedua setelah penyakit karies gigi. Maloklusi adalah salah satu kelainan dentofasial yang kebanyakan bersifat morfogenik dan merupakan masalah dibidang kesehatan gigi dan akan terus menerus meningkat sehingga penelitian-penelitian dibidang ilmu

  10 kedokteran gigi masih tetap diperlukan.

  Faktor-faktor yang dapat menyebabkan maloklusi adalah kelainan gigi yaitu kelainan letak, ukuran, bentuk, dan jumlah gigi dan ciri-ciri. Yang termasuk (disto oklusi), gigitan menyilang (crossbite) dan gigi jarang (diastema). Hal ini dapat memberikan efek terhadap penampilan estetis, berbicara atau kenyamanan dalam

  10,17 mengunyah.

  Maloklusi dapat mengakibatkan beberapa gangguan atau hambatan dalam diri penderitanya. Dilihat dari segi fungsi, gigi crowded amat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan gigi berlubang (caries) dan penyakit gusi (ginggivitis) bahkan kerusakan jaringan pendukung gigi (periodontitis) sehingga gigi menjadi goyang dan terpaksa harus dicabut. Bila dilihat dari segi fungsi fisik, maloklusi yang berlebihan pada tulang penunjang dan jaringan gusi. Kesulitan dalam menggerakkan tulang rahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi temporomandibular yang dapat menimbulkan sakit kepala. Apabila dilihat fungsi psikis, maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan penampilan seseorang. Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, apalagi pada saat remaja.

  Dampak sosial maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan berbicara seseorang. Apabila maloklusinya disto oklusi akan terjadi hambatan pengucapan hurup p, b dan m. Apabila maloklusinya mesio oklusi akan terjadi hambatan pengucapan s, z, t dan

  17 n.

2.2.4 Pengukuran Kualitas Hidup

  Ada beberapa macam kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas

  4

  hidup antara lain (Tabel 1) : 1.

  Oral Health Impact Profile (OHIP) Slade GD dan Spencer AJ melakukan riset untuk pengembangan dan pengujian Oral Health Impact Profil (OHIP) yang terdiri atas 49 pertanyaan (OHIP-

  49) dan kemudian diringkas menjadi 14 pertanyaan (OHIP-14) untuk mengukur persepsi individu mengenai status kesehatan rongga mulut yang dihubungkan dengan kualitas hidup.

  Oral Impact on Daily Performance (OIDP) Guerunpong mengadaptasi OIDP yang terdiri atas 8 item untuk anak usia 11- 12 tahun yang bertujuan mengevaluasi dampak kesehatan mulut pada kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk pengukuran dimensi fisik,

  4 psikologis dan sosial.

  Skor dari dampak masalah kesehatan rongga mulut terhadap beberapa aktivitas di ukur dari skor keparahan dan frekuensi. Hasil skor untuk satu dampak

  1

  intensitas berkisar 0-9. Ukuran skor dampak intesitas: 1.

  Sangat parah: jumlah skor 9 (keparahan skor 3 x frekuensi skor 3)

  2. Parah : jumlah skor 6 (keparahan skor 2 x frekuensi skor 3 /keparahan skor 3 x frekuensi 2)

  3. Cukup : jumlah skor 3-4 (keparahan skor 2 x frekuensi skor 2 / keparahan skor 3 x frekuensi skor 1)

4. Rendah : jumlah skor 2 (keparahan skor 2 x frekuensi skor 1) 5.

  Sangat rendah : jumlah skor 1 (keparahan skor 1 x frekuensi skor 1) 3.

  The Early Childhood Oral Health Impact Scale (ECOHIS) Locker menggunakan indeks ECOHIS untuk mengukur penyakit, kecacatan, keterbatasan fungsional dan kerugian sosial yang saling berhubungan tetapi dapat dimodifikasi oleh kondisi psikologis dan sosial yang berbeda-beda.

4. The Child Perceptions Questionnare (CPQ 11-14)

  7 Penelitian Kota Indeks Umur Jumlah

  keuangan

  Foster menggunakan indeks untuk mengukur sejauh mana dampak kesehatan rongga mulut terhadap kualitas hidup yang dilaporkan pada anak-anak. Indeks ini terdiri atas 37 pertanyaan yang di kategorikan atas 4 kelompok yaitu gejala oral, keterbatasan fungsional, kesejateraan emosional dan sosial yang baik.

  CPQ11-14 11-14 tahun 37 item Gejala oral, keterbatasan fungsional, kesejahteran emosional, sosial dan kesejahteraan

  New Zeala nd

  dan emosi dari orang tua Foster Page et al., 2005 (8)

  ,

  konflik dalam keluarga

  ,

  ,

  item Dimensi Kualitas Hidup

  14 item Kegiatan keluarga

  Canad a COHQOL 6-14 tahun

  Tabel 1. Karakteristik beberapa instrumen untuk menilai dampak kesehatan mulut pada kualitas hidup anak-anak.

  11-12 tahun 8 item Kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan kinerja, psikologi, fisik, dan sosial.

  Thaila nd Child- OIDP

  Guerunpon g et al., 2004 (34)

  USA COHIP 8-14 tahun 34 item Gejala oral, fungsi kesejahteran, emosional, harga diri dan harapan

  Broder et al., 2005 (32).

  Jokovic et al., 2002 (10)

  Talekar et USA ECOHIS 2-5 Orang fungsional, psikologis, dan al., 2005 tahun tua kondisi sosial (9) 4item/ anak

  9item Berbagai indeks digunakan untuk menentukan hubungan kualitas hidup dengan kesehatan mulut. Oral Health Impact Performance (OHIP) dan Oral impact

  on Daily Performance (OIDP) diadaptasi untuk digunakan pada anak-anak. Child-

  OIDP (Child-Oral Impact on daily Performance) digunakan untuk perencanaan

  4 masyarakat didukung program penyuluhan kesehatan untuk anak-anak .

  4 Indikator ini menggunakan dua langkah:

  Langkah pertama terdiri atas menentukan masalah kesehatan rongga mulut yang diikuti dengan menjawab daftar pertanyaan yang berisi sebagian besar tentang kondisi patologis rongga mulut yang terjadi selama masa kanak-kanak.

  Langkah kedua terdiri atas mengevaluasi dampak kondisi rongga mulut pada kualitas hidup anak melalui pengisian kuesioner yang dibantu dengan wawancara tunggal dari indikator Child-OIDP yang berfokus pada delapan bidang yaitu: mengunyah, berbicara, kebersihan mulut, relaksasi (termasuk tidur), tersenyum, emosional (termasuk kelas kehadiran dan belajar di rumah) dan hubungan sosial

  4 yang baik.

2.3 Karakteristik anak usia SMP

  Pada umumnya masyarakat lebih mengagumi atau menyanjung seseorang yang mempunyai penampilan wajah yang menarik dan daya tarik itu dipandang sebagai sesuatu yng berhubungan dengan status sosial, harga diri dan kedudukan sosial yang sukses. Mengingat banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat kesehatan rongga mulut pada anak remaja SMP, yang mementingkan penampilan estetis dan perkembangan untuk kehidupan sosial dengan teman sebayanya dalam rangka mencari identitas diri, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui

  18 pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari pada anak remaja. Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk. yaitu antara umur 12

  • –21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir. Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh

  18 teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan.

  Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan

  18 jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, dan tindakan kekerasan.

  Secara umum penampilan sering diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung

  18 dikucilkan.

2.4 Kerangka Konsep

  Maloklusi

  • - Prot
  • Retrusi - Prognasi -Retrognasi

  Kualitas Baik hidup

  • Diastema anterior

  Cukup

  • Diastema posterior -Dimensi

  fungsi

  • Crowdeed anterior

  Kesehatan rongga fisik Buruk

  • Crossbite anterior

  mulut

  • Dimensi

  r

  • Crossbite posterio

  psikososial

  Sariawan Abses

  Gigi persistensi DMFT