Kebiasaan Menyirih dan Kesehatan Rongga Mulut Lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias
KEBIASAAN MENYIRIH DAN KESEHATAN RONGGA
MULUT LANSIA DI DESA HILIBADALU
KABUPATEN NIAS
SKRIPSI
Oleh:
Elvis Sofyan Lombu 101101035
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
Title : Betel Chewing Habit and Oral Health in Elderly in the Village of Hilibadalu Nias Regency
Name of Student : Elvis Sofyan Lombu
Student Number : 101101035
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Betel chewing is part of tradition that completes the structure of culture and usually closely related to habits in the community in certain areas in Indonesia. This habit is a tradition made hereditary in the majority of the rural population which was originally closely related to local customs. But this habit can lead to health problems in the oral cavity. This research aims to find out how betel chewing betel and oral health by using a descriptive research design. The population in this research is the elderly who chew betel in village of Hilibadalu of Nias Regency by the number of samples 29 people. Research Instrument consists of questionnaire data demographics, habits of betel chewing and oral health assessment tool (OHAT) form. The research results concluded that betel chewing habit of elderly in village of Hilibadalu is poorly. The research results showed that the material used is betel leaf, areca nut Gambier and tobacco lime (72.4%). Chewing betel habits has been conducted when people are still under 15 years (82.8%) with frequency > 10 times a day (72.4 %). The driving factor of chewing betel is their own accord (96.6 %) where the elderly do it only as a custom course (48.3 %). Although they often do it, all elderly has less attention to their oral health. Based on the results of the study using OHAT, oral health status of the elderly who chew betel in the village of Hilibadalu ranges from 6.79 from 0 (very healthy) to 16 (very unhealthy). The research results showed that oral health of elderly in village of Hilibadalu is poorly. It is advisable to heath care officers to do health counseling about the health of oral cavity and habits that can interfere with the oral health.
(4)
Judul : Kebiasaan Menyirih dan Kesehatan Rongga Mulut Lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias
Nama Mahasiswa : Elvis Sofyan Lombu
NIM : 101101035
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014
Abstrak
Menyirih adalah bagian yang melengkapi struktur kebudayaan dan biasanya berkaitan erat dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat di daerah tertentu di Indonesia. Kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun pada sebagian besar penduduk pedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan setempat. Namun, kebiasaan menyirih dapat menimbulkan masalah kesehatan pada rongga mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang menyirih di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias dengan jumlah sampel 29 orang. Instrumen penelitian terdiri dari kuisioner data demografi, kebiasaan menyirih dan formulir pengkajian kesehatan rongga mulut lansia (OHAT). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebiasan menyirih lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Pada umumnya bahan yang digunakan adalah daun sirih, kapur, pinang, gambir dan tembakau (72,4%). Kebiasaan menyirih telah dilakukan >15 tahun (82,8%) dengan frekuensi >10 kali sehari (72,4%). Faktor pendorong utama menyirih adalah kemauan sendiri (96,6%) dimana lansia menyirih hanya sebagai kebiasaan saja (48,3%). Walaupun sering menyirih, semua lansia kurang memperhatikan kesehatan rongga mulut mereka. Berdasarkan hasil pengkajian menggunakan OHAT, nilai status kesehatan rongga mulut lansia yang menyirih di Desa Hilibadalu adalah 6,79 dari rentang nilai 0 (sangat sehat) sampai 16 (sangat tidak sehat). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Disarankan kepada petugas puskesmas untuk melakukan penyuluhan kesehatan terkait kesehatan rongga mulut dan kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan rongga mulut.
(5)
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Tuhan atas segala berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kebiasaan Menyirih dan Kesehatan Rongga Mulut Lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias”.
Pengerjaan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan selesainya skripsi, dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu dekan satu Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Evi Karota, S.Kp, MNS selaku pembantu dekan dua Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Ikhsannudin Harahap, S.Kp, MNS selaku pembantu dekan tiga Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes, CWCCA selaku dosen pembimbing yang telah mendukung, membimbing dan memberi banyak masukan selama menyelesaikan skripsi ini.
6. Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku dosen penguji I. 7. Lufthiani, S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen penguji II
8. Kedua orangtua yang tidak henti-hentinya memberi doa, dukungan dan semangat untuk mengerjakan skripsi ini.
(6)
9. Teman-teman yang selalu memberi semangat dan bantuan untuk mengerjakan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.
Medan, 11 Juli 2014
(7)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan Skripsi ... ii
Abstrak ... iii
Prakata ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Skema ... ix
Bab 1. Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 5
2.1 Menyirih ... 5
2.2 Lansia ... 13
2.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia ... 15
Bab 3. Kerangka Konseptual ... 20
3.1 Kerangka Konsep ... 20
3.2 Definisi Operasional ... 21
Bab 4. Metodologi Penelitian ... 22
4.1 Desain Penelitian ... 22
4.2 Populasi dan Sampel ... 22
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
4.4 Pertimbangan Etik ... 23
4.5 Instrumen Penelitian ... 23
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 25
4.7 Pengumpulan Data ... 26
4.8 Analisa Data ... 27
Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 28
5.1 Hasil Penelitian ... 28
5.1.1 Data demografi ... 28
5.1.2 Kebiasaan menyirih ... 39
5.1.3 Kesehatan rongga mulut ... 31
5.2 Pembahasan ... 34
5.2.1 Kebiasaan menyirih ... 34
(8)
Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 39
6.1 Kesimpulan ... 39
6.2 Saran ... 40
Daftar Pustaka ... 41 Lampiran
1. Informed Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Hasil Analisa Data 4. Master Tabel
5. Jadwal Tentatif Penelitian 6. Taksasi Dana
7. Surat Uji Validitas
8. Lembar Persetujuan Komisi Etik 9. Surat Izin Reliabilitas
10.Surat Izin Penelitian
11.Surat Keterangan Selesai Penelitian 12.Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan 13.Riwayat Hidup
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 21
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan data demografi ... 29
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan kebiasaan menyirih ... 30
Tabel 5.3 Kebiasaan menyirih lansia ... 31
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan hasil pengkajian menggunakan Oral Health Assessment Tool ... 32
(10)
DAFTAR SKEMA
(11)
Title : Betel Chewing Habit and Oral Health in Elderly in the Village of Hilibadalu Nias Regency
Name of Student : Elvis Sofyan Lombu
Student Number : 101101035
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Betel chewing is part of tradition that completes the structure of culture and usually closely related to habits in the community in certain areas in Indonesia. This habit is a tradition made hereditary in the majority of the rural population which was originally closely related to local customs. But this habit can lead to health problems in the oral cavity. This research aims to find out how betel chewing betel and oral health by using a descriptive research design. The population in this research is the elderly who chew betel in village of Hilibadalu of Nias Regency by the number of samples 29 people. Research Instrument consists of questionnaire data demographics, habits of betel chewing and oral health assessment tool (OHAT) form. The research results concluded that betel chewing habit of elderly in village of Hilibadalu is poorly. The research results showed that the material used is betel leaf, areca nut Gambier and tobacco lime (72.4%). Chewing betel habits has been conducted when people are still under 15 years (82.8%) with frequency > 10 times a day (72.4 %). The driving factor of chewing betel is their own accord (96.6 %) where the elderly do it only as a custom course (48.3 %). Although they often do it, all elderly has less attention to their oral health. Based on the results of the study using OHAT, oral health status of the elderly who chew betel in the village of Hilibadalu ranges from 6.79 from 0 (very healthy) to 16 (very unhealthy). The research results showed that oral health of elderly in village of Hilibadalu is poorly. It is advisable to heath care officers to do health counseling about the health of oral cavity and habits that can interfere with the oral health.
(12)
Judul : Kebiasaan Menyirih dan Kesehatan Rongga Mulut Lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias
Nama Mahasiswa : Elvis Sofyan Lombu
NIM : 101101035
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014
Abstrak
Menyirih adalah bagian yang melengkapi struktur kebudayaan dan biasanya berkaitan erat dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat di daerah tertentu di Indonesia. Kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun pada sebagian besar penduduk pedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan setempat. Namun, kebiasaan menyirih dapat menimbulkan masalah kesehatan pada rongga mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang menyirih di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias dengan jumlah sampel 29 orang. Instrumen penelitian terdiri dari kuisioner data demografi, kebiasaan menyirih dan formulir pengkajian kesehatan rongga mulut lansia (OHAT). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebiasan menyirih lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Pada umumnya bahan yang digunakan adalah daun sirih, kapur, pinang, gambir dan tembakau (72,4%). Kebiasaan menyirih telah dilakukan >15 tahun (82,8%) dengan frekuensi >10 kali sehari (72,4%). Faktor pendorong utama menyirih adalah kemauan sendiri (96,6%) dimana lansia menyirih hanya sebagai kebiasaan saja (48,3%). Walaupun sering menyirih, semua lansia kurang memperhatikan kesehatan rongga mulut mereka. Berdasarkan hasil pengkajian menggunakan OHAT, nilai status kesehatan rongga mulut lansia yang menyirih di Desa Hilibadalu adalah 6,79 dari rentang nilai 0 (sangat sehat) sampai 16 (sangat tidak sehat). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Disarankan kepada petugas puskesmas untuk melakukan penyuluhan kesehatan terkait kesehatan rongga mulut dan kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan rongga mulut.
(13)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menyirih merupakan proses meramu campuran dari unsur-unsur yang telah terpilih yang dibungkus dalam daun sirih kemudian dikunyah dalam waktu beberapa menit. Menyirih merupakan suatu kebiasaan yang yang popular di Asia. Menurut catatan sejarah, kebiasan menyirih telah dilakukan lebih dari 2000 tahun lalu di China dan India (Hasibuan dkk., 2003). Kebiasaan ini sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu dan diperkirakan muncul sebelum abad ke-4 Masehi (Hamzuri, 1997 dalam Susiarti, 2005).
Menyirih adalah bagian yang melengkapi struktur kebudayaan dan biasanya berkaitan erat dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat di daerah tertentu yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia seperti Karo, Batak, Simalungun, Aceh, Nias, Jawa, dan yang lain-lain (Ginting, 2011). Kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun pada sebagian besar penduduk di pedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan setempat. Adat kebiasaan ini dilakukan pada saat upacara kedaerahan atau pada acara yang bersifat ritual keagamaan (Andriyani, 2005).
Kebiasaan menyirih juga berfungsi sebagai salah satu cara untuk merawat gigi. Diketahui bahwa daun sirih (Piper betle Linn), mengandung kandungan minyak atsiri yang berfungsi sebagai zat antibakteri. Masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengenal daun sirih sebagai bahan untuk menyirih dengan keyakinan bahwa daun sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di
(14)
mulut, menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan sebagai obat kumur. Daun sirih juga digunakan sebagai antimikroba terhadap Streptococcus mutans yang merupakan bakteri yang paling sering mengakibatkan kerusakan pada gigi (Astuti, 2007).
Namun, hasil penelitian Samura (2009) pada masyarakat suku Karo di Desa Biru-biru Kab. Deli Serdang menunjukkan bahwa keadaan status kesehatan periodontal masyarakat dengan kebiasaan menyirih masuk kategori parah sebanyak 74 orang (80,4%) dan sangat parah sebanyak 18 orang (19,6%), berarti seluruh responden mengalami masalah kesehatan periodontal akibat dari kebiasaan menyirih.
Penelitian yang dilakukan di desa Gurukinayan, Payung, Sinaman, dan Semangat di Kabupaten Karo, menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan menyirih dengan adanya lesi-lesi di mukosa mulut. Hasil penelitian melaporkan bahwa lesi mukosa penyirih 47,9%, preleukoplakia 14,3% , leukoplakia tipe homogen 7,1%, oral submukusfibrosis 8,2% (Ginting, 2011).
Dari hasil pengamatan peneliti, kebanyakan lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias memiliki kebiasaan menyirih dimana kaum pria lebih banyak dari kaum wanita. Kebiasaan menyirih ini menjadi suatu hal yang akan sering terlihat terutama ketika lansia sedang bersantai atau berada di warung/kedai minuman.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias.
(15)
1.2 PERTANYAAN PENELITIAN Pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana kebiasaan menyirih (bahan yang digunakan, frekuensi, lama menyirih, faktor pendorong, tujuan dan kebersihan rongga mulut) lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias?
1.2.2 Bagaimana kesehatan rongga mulut lansia yang menyirih di Desa
Hilibadalu Kabupaten Nias?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.3.1 Mengetahui bagaimana kebiasaan menyirih (bahan yang digunakan,
frekuensi, lama menyirih, faktor pendorong, tujuan dan kebersihan rongga mulut) lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias.
1.3.2 Mengetahui bagaimana kesehatan rongga mulut lansia yang menyirih di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan praktik keperawatan, pendidikan keperawatan, dan bagi penelitian keperawatan antara lain:
(16)
1.4.1 Bagi praktik keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan sumber informasi bagi perawat untuk mengetahui kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan dan kondisi rongga mulut lansia yang menyirih. Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan dengan memperhatikan kebiasaan menyirih lansia.
1.4.2 Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi mahasiswa keperawatan tentang kebiasaan menyirih serta kondisi kesehatan rongga mulut lansia yang menyirih.
1.4.3 Bagi penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya terkait kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut lansia.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MENYIRIH
2.1.1 Pengertian Menyirih
Menyirih merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat yang secara turun temurun dilakukan. Sirih adalah jenis tumbuhan yang mirip dengan tanaman lada, dengan nama ilmiahnya adalah Piper Betle. L, dan ada beberapa daerah di Indonesia memberikan nama lain terhadap sirih yaitu Suruh, Sedah (Jawa), Seureuh (Sunda), Ranup (Aceh), Belo (Batak Karo), Cambai (Lampung), Uwit (Dayak), dan Afo (Nias) (Samura, 2009).
Menyirih merupakan proses meramu campuran dari unsur-unsur yang telah terpilih yang dibungkus dalam daun sirih kemudian dikunyah dalam waktu beberapa menit. Menyirih dilakukan dengan cara yang berbeda dari satu negara dengan negara lainnya dan satu daerah dengan daerah lainnya dalam satu negara. Meskipun begitu komposisi terbesar relatif konsisten, yang terdiri dari biji buah pinang, daun sirih, kapur dan gambir (Hasibuan, dkk., 2003).
Menyirih merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia. Kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun pada sebagian besar penduduk di pedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Pada mulanya menyirih digunakan sebagai suguhan kehormatan untuk orang-orang/tamu-tamu yang dihormati pada upacara pertemuan atau pesta pernikahan. Dalam perkembangannya menyirih menjadi kebiasaan memamah selingan di saat-saat santai. Beberapa pengkonsumsi sirih
(18)
melakukan setiap hari sementara orang lain mungkin makan sirih sesekali. Frekuensi menyirih mungkin berkaitan dengan beberapa faktor, seperti: pekerjaan dan pertimbangan sosial ekonomi (Dentika, 2004 dalam Samura, 2009)
Para pengunyah sirih memiliki alasan dan sebab mengapa kebiasaan tersebut dilakukan secara terus menerus. Dilaporkan bahwa mengunyah sirih memiliki beberapa pengaruh yang menjadi daya tarik pada para penggunanya seperti efek stimulant atau efek euphoria, efek untuk menstimulasi air ludah, obat untuk saluran pernapasan, menghilangkan rasa lapar serta kemungkinan memiliki efek untuk menguatkan gigi serta gusi dan sebagai penyegar nafas. Kepercayaan bahwa mengunyah sirih dapat melawan penyakit mulut kemungkinan telah benar-benar mendarah daging diantara para penggunanya (Prayitno, 2003 dalam Samura, 2009).
2.1.2 Bahan yang digunakan untuk Menyirih
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk menyirih adalah daun sirih, gambir, kapur sirih dan buah pinang
a. Daun sirih
Sirih termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dengan ukuran panjang antara 8-12 cm, lebar antara 10-15 cm dan tangkai agak panjang. Daun sirih biasanya digunakan sebagai pembungkus untuk menyirih. Dulu, daun sirih digunakan juga sebagai obat kumur bagi yang sakit gigi, gargarisma bagi orang yang sakit tenggorokan dan bahkan obat cuci mata bagi orang yang sakit mata
(19)
(Sundari,1992). Selain itu, dapat digunakan sebagai obat sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi dan penghilang bau mulut (Syukur dan Hernani, 1999 dalam Hermawan, 2007).
Menurut Supartinah (1985) dalam Astuti (2007), komponen yang terurai dari daun sirih adalah eugenol (26,8%-42,5%), eugenol metir eter (8,2%-15,85%), kariofilen (6,2%-11,9%), kavikol (5,1%-8,2%) dan antifungi karvakol (4,8%). Daun sirih bersifat bakteriostatik terhadap S. mutans, yang merupakan salah satu bakteri penyebab karies dalam mulut. Efek bakteriostatik dari daun sirih disebabkan oleh komponen yang terurai yaitu kavikol yang memiliki efek lima kali lebih besar dari fenol (Astuti, 2007).
Daun sirih mengandung phenolic yang menstimulasi katekolamin, sehingga mempengaruhi fungsi simpatik dan parasimpatik. Daun sirih juga memiliki manfaat sebagai bahan obat, antara lain sebagai obat batuk, menghilangkan bau badan, keputihan dan sebagainya. Bahkan, rebusan daun sirih juga sangat bermanfaat untuk obat sariawan, pelancar dahak, pencuci luka dan obat gatal-gatal (Sembiring, 2007).
b. Gambir
Gambir merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan dan di tempat-tempat lain yang bertanah agak miring dan cukup mendapatkan sinar matahari. Gambir yang kita kenal biasanya dalam bentuk ekstrak kering yang diambil dari daun dan ranting. Tanaman ini mengandung zat lemak yaitu catechin yang bersifat anti-oksidan (Andriyani, 2005). Pada masyarakat tradisional di berbagai daerah, gambir merupakan bahan tambahan untuk menyirih. Selain untuk
(20)
menambah rasa, gambir juga memberi manfaat lain, yaitu untuk mencegah berbagai penyakit di daerah kerongkongan.
Gambir juga digunakan untuk mencuci luka bakar dan luka pada penyakit kudis. Selain itu digunakan untuk menghentikan diare, tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari bukan sekedar menghentikan diare tetapi akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama beberapa hari. Gambir dapat mengakibatkan atrisi dan abrasi pada gigi karena adanya kandungan yang bersifat abrasif yaitu catechin (Katno, 2008 dalam Sinuhaji, 2010)
c. Kapur sirih
Kapur atau curam (kapur mati) berwarna putih kilat seperti krim yang dihasilkan dari cengkerang siput laut yang telah dibakar. Hasil dari debu cengkerang tersebut dicampur dengan air untuk memudahkan pada saat kapur disapukan keatas daun sirih (Andriyani, 2005).
Penggunaan kapur sirih dapat menyebabkan penyakit periodontal. Penyebab terbentuknya penyakit periodontal adalah karang gigi akibat stagnasi saliva penguyah sirih karana adanya kapur. Gabugan kapur dan pinang mengakibatkan respon primer terhadap formasi oksigen reaktif dan mungkin mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA di bukal mukosa penyirih (Chiba, 2001 dalam Sinuhaji, 2010)
d. Buah pinang
Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya, yang
(21)
di dunia Barat dikenal sebagai betel nut. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih, selain gambir dan kapur (Andriyani, 2005).
Secara tradisonal, biji pinang (Areca catecu) sudah digunakan secara luas sejak ratusan tahun lalu. Penggunaan paling populer adalah kegiatan menyirih dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih, dan kapur. Ada juga yang mencampurnya dengan tembakau. Sebelum dikonsumsi, pinang diproses terlebih dahulu dengan dibakar, dijemur, dan dipanaskan. Pinang diduga dapat menghasilkan rasa senang, rasa lebih baik, sensasi hangat di tubuh, keringat, menembah saliva, menambah stamina kerja, menahan rasa lapar. Selain tersebut di atas, pinang juga mempengaruhi sistem saraf pusat dan otonom (Gandhi, 2001 dalam Sinuhaji, 2010).
Komponen penting dari pinang adalah tannin (11-26%) dan alkoloid (0,15-0,67%). Sedangkan komposisi kecilnya adalah arakaidin, guakin guvokalin, dan arekolidin (kandungan alkoloid terbesar), yang dapat digunakan sebagai obat cacing. Namun penggunaan pinang berlebihan justru membahayakan kesehatan. Karena arekolin merupakan senyawa alkoloid aktif yang mempengaruhi syaraf parasimpatik dengan merangsang reseptor muskarinik dan nikotinik sehingga harus digunakan dalam jumlah kecil. Sebanyak 2 mg arekolin murni sudah dapat menimbulkan efek stimulan yang kuat, sehingga dosis yang dianjurkan tidak melebihi 5 mg untuk sekali pakai. Penggunaan serbuk biji sebaiknya tidak lebih dari 4 kg untuk sekali pakai. Jika digunakan pada dosis 8 g, akan segera berakibat fatal karena arekolin bersifat sebagai sitoksik dan sastatik kuat. Secara in vitro (dalam tabung reaksi), penggunaan arekolin dengan konsentrasi 0,042 mM
(22)
(milimol) mengakibatkan penurunan daya hidup sel serta penurunan kecepatan sintesis DNA dan protein. Arekolin juga menyebabkan terjadinya kegagalan glutationa, yaitu sejenis enzim yang berfungsi melindungi sel dari efek merugikan (Agusta, 2001 dalam Sinuhaji, 2010).
Biji pinang juga mengandung senyawa golongan fenolik dalam jumlah relatif tinggi. Selama proses pengunyahan biji pinang di mulut, oksigen reaktif (radikal bebas) akan terbentuk senyawa fenolik itu. Adanya kapur sirih yang menciptakan kondisi pH alkali akan lebih merangsang pembentukan oksigen reaktif itu. Oksigen reaktif inilah salah satu penyebab terjadinya kerusakan DNA atau genetik sel epiteltial dalam mulut (Chiba, 2001 dalam Sinuhaji, 2010).
Kandungan berbahaya lain pada biji pinang adalah senyawa turunan nitroso, yaitu N-nitrosoguvakolina, N-nitrosoguvasina, 3-(N-nitrosometilamino) propinaldehidida dan 3-(N-nitrosometillamino) propianitrile. Keempat turunan nitroso ini merupakan senyawa bersifat sitotosik (meracuni sel) dan geneositoksik (meracuni gen) pada sel ephithialbuccal, dan dapat juka menyebabkan terjadinya tumor pada pankreas, paru-paru dan hati. Pada hewan percobaan, senyawa nitroso biji pinang juga terbukti dapat menyebabkan efek diabetogenik yaitu pemunculan diabetes secara spontan (Agusta, 2001 dalam Sinuhaji, 2010).
Daun sirih, gambir, kapur sirih dan buah pinang merupakan bahan-bahan yang lebih sering digunakan. Selain bahan-bahan tersebut, terkadang ditambahkan juga cengkeh (Eugenia Aromatica) atau kayu manis (Cinnamomum Seylanicum
(23)
B1) dan tembakau (Nicotiana Tabaccum L) yang hanya digunakan sebagai sugi atau susur dan tidak dimasukkan dalam ramuan yang dikunyah (Andriyani, 2005).
2.1.3 Frekuensi dan Lama Menyirih
Menyirih berkaitan dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat tertentu. Kuantitas, frekuensi dan usia saat mulai menyirih bergantung oleh tradisi setempat. Beberapa pengunyah sirih melakukannya setiap hari, sementara orang lain mungkin menguyah sirih sesekali. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lim (2007) di Kecamatan Pancur Batu dijumpai kebiasaan menyirih sebagian besar dilakukan setiap hari (68,38%) dan dilakukan sesekali saja (37,34%). Frekuensi menyirih lima kali dalam sehari adalah sebesar 81,25%.
2.1.4 Faktor Pendorong, Tujuan Menyirih dan Kebersihan Rongga Mulut Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2007) di Kecamatan Berastagi dijumpai kebiasaan menyirih diperoleh dari orangtua, keluarga maupun teman sejawat. Sirih digunakan pada acara pertunangan dan pernikahan sebagai lambang kehormatan dan komunikasi. Suku Karo juga menganggap bahwa menyirih mempuyai dampak positif yang lebih banyak dari pada dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan kapur, gambir dan tembakau hanyalah berupa stein dan iritasi mukosa mulut.
Tujuan mengunyah sirih paling banyak adalah untuk menenangkan pikiran, mengurangi rasa sakit gigi, agar gigi kuat dan sehat dan sekedar kebiasaan saja. Sebagian besar penguyah sirih menggunakan tembakau untuk
(24)
menggosok gigi setelah menyirih, rongga mulut kemudian dibersihkan dengan cara menggosok gigi dan kumur-kumur dengan air (Lim, 2007).
2.1.5 Efek Menyirih Terhadap Kesehatan Rongga Mulut
Kebiasaan menyirih menyebabkan perubahan atau pengaruh pada kesehatan rongga mulut. Perubahan terjadi pada gigi, gingiva dan mukosa mulut. a. Efek menyirih terhadap gigi
Efek positif dari kebiasaan menyirih adalah terhambatnya proses pembentukan plak atau karies. Daya antibakteri daun sirih terutama minyak atsiri disebabkan oleh senyawa fenol dan senyawa chavicol yang memiliki daya bakterisida. Sementara efek negatifnya adalah terbentuknya stein atau perubahan warna menjadi merah yang terjadi karena oksidasi polifenol dari buah pinang dalam lingkungan alkalis. Selain itu, gigi juga mengalami atrisi dan abrasi yang kemungkinan besar disebabkan oleh gambir dan kapur (Andriyani, 2005).
b. Efek menyirih terhadap gingiva
Gingiva juga mengalami perubahan warna atau terbentuknya stein yang diakibatkan oleh penggunaan yang lama dan tetap. Kebiasaan menyirih akan menimbulkan masalah periodontal. Freud dkk (1964) menyatakan bahwa gigi menjadi coklat, terjadi penimbunan kapur pada gigi, leher gigi terpisah dari gusi dan gigi dapat tanggal akibat menyirih (Samura, 2009). Penyakit periodontal terjadi karena adanya karang gigi yang terdapat pada bagian subgingiva. Karang gigi terbentuk karena stagnasi saliva dan adanya kapur Ca(OH)2 di dalam saliva (Andriyani, 2005).
(25)
c. Efek menyirih terhadap mukosa mulut
Menyirih menyebabkan terjadinya lesi-lesi di mukosa mulut. Faktor yang mendukung timbulnya kelainan pada mukosa mulut antara lain zat-zat dalam bahan ramuan sirih, iritasi yang terus-menerus dari bahan ramuan sirih pada selaput lendir rongga mulut serta kemungkinan tingkat kebersihan rongga mulut. Menyirih juga menyebabkan oral higiene yang buruk akibat lapisan kotor yang didapat dari menyirih (Andriyani, 2005). Selain itu, mukosa mulut mengalami kekeringan, adanya atropi papila di lidah serta lobul pada seluruh maupun sebagian dari dorsum lidah (Hasibuan, 2003).
2.2 LANSIA 2.2.1 Definisi Lansia
Lanjut usia (lansia) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam, 2008). Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sementara itu WHO menyatakan bahwa lanjut usia mulai dari usia pertengahan (45-59 tahun) (Nugroho, 2008).
2.2.2 Batasan Lansia
Menurut WHO, lansia digolongkan menjadi empat tahap berdasarkan usia, yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia
(26)
(elderly) antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
2.2.3 Teori Penuaan
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 1994 dalam Nugroho, 2008)
Teori Biologis
Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Teori biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara yang berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur panjang, perlawanan terhadap organisme dan kematian atau perubahan seluler. Teori biologi mencakup teori genetika, teori wear and tear (dipakai dan rusak), teori lingkungan, teori imunitas dan teori neuroendokrin (Stanley, 2006).
(27)
Teori Psikososial
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Teori psikososial mencakup teori kepribadian, teori tugas perkembangan, teori disengagement (pemutusan hubungan), teori aktivitas, teori kontinuitas dan teori ketidakseimbangan sistem (Stanley, 2006)
2.3 Status Kesehatan Rongga Mulut Lansia
Lansia mengalami proses penurunan fungsi alamiah yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia, dimana terjadi perubahan jaringan tubuh yang sangat kompleks. Proses ini juga mempengaruhi keadaan rongga mulut pada lansia (Hasibuan, 1998). Pada lansia biasanya terjadi penurunan higiene mulut, berkurangnya jumlah gigi dan penurunan sensitivitas mukosa rongga mulut terhadap iritasi. Selain itu juga terjadi kelemahan pada jaringan penyangga gigi sehingga kemampuan mengunyah berkurang. Infeksi serta keganasan sering terjadi dalam rongga mulut sehubungan dengan proses penuaan. Status kesehatan gigi dan mulut pada lansia berbeda dengan orang muda. Pada lansia terjadi perubahan-perubahan dalam rongga mulutnya yang mencakup perubahan pada jaringan keras (gigi, tulang dan sendi rahang), jaringan lunak (mukosa mulut, lidah, kelenjar saliva dan otot-otot pengunyahan) dan jaringan periodontal (Winasa, 1995).
(28)
2.3.1 Gigi
Pada lansia gigi berubah menjadi lebih rapuh dan lebih kering serta adanya abrasi. Warna gigi kelihatan lebih tua dengan migrasi gigi kearah apikal. Dalam pulpa terjadi peningkatan jaringan kolagen, sel adontoblast berkurang, terbentuk rangka jaringan ikat dan sel pulpa menjadi berkurang. Disamping itu terbentuknya sekunder dentin dan pengapuran pada saluran akar yang mempersempit ruang saluran akar. Foramen apikal menjadi sangat kecil yang disebabkan oleh peningkatan sel semen. Karies yang sering terjadi pada lansia adalah karies sekunder dan karies pada akar (Winasa, 1995). Selain itu, terjadi kehilangan substansi gigi akibat atrisi yang disebabkan oleh karena pemakaian gigi terus-menerus. Hal ini tergantung konsistensi makanan dan kekerasan gigi (Carranza, 1986 dalam Hasibuan, 1998)
2.3.2 Tulang, Sendi Rahang dan Otot-Otot Wajah
Ditemukan adanya atrofi senilis tulang alveolar maxilla dan mandibula. Pada beberapa kasus, tulang rahang berada di bawah alveolar berubah menjadi lebih padat. Pada keadaan yang lain dapat dijumpai pula adanya osteoporosis senilis secara bersamaan yang terlihat pada bagian tulang lainnya (Winasa, 1995). Sendi rahang dapat mengalami berbagai perubahan seseuai dengan bertambahnya usia. Pada usia lanjut dijumpai adanya pengerasan dan berkurangnya elastisitas ligamen kapsul dan diskus interartikularis. Zona artikulasi berubah menjadi bertambahnya fibrous. (Kaplan, 1997 dalam Winasa, 1995). Otot wajah yang berfungsi menelan, mengunyah dan berbicara mengalami atropi, menurunnya
(29)
tonus otot dan kadang dijumpai fibrosis otot. Akibatnya fungsi mengunyah dan menelan menjadi berkurang (Lynch, 1984 dalam Hasibuan, 1998).
2.3.3 Mukosa Mulut
Mukosa mulut manusia dilapisi oleh lapisan sel epitel yang berfungsi sebagai barrier terhadap pengaruh dari dalam dan luar mulut. Pada lansia, lapisan tersebut mengalami penipisan, berkurangnya keratinasi, berkurangnya supali darah dan serabut kolagen yang terdapat pada lamina propia mengalami penebalan. Akibatnya, mukosa mulut menjadi lebih pucat, tipis dan kering, proses penyembuhan menjadi lebih lambat, mukosa mulut lebih mudah iritasi (Pedersen dan Loe, 1986 dalam Winasa, 1995).
Selain itu, perubahan yang sering dijumpai pada mukosa mulut adalah atrofi dengan warna yang pucat dan jaringan yang kering. Populasi sel pada lamina propia jumlahnya mengalami penurunan, terutama sel fibrolas menjadi menyusut dengan inti yang memadat dan memanjang. Semua perubahan tersebut merupakan proses degenerasi yang menyebabkan menurunnya resistensi mukosa. Mukosa menjadi mudah terluka oleh karena makanan yang keras dan diperberat karena mulut kering akibat menurunnya produksi saliva (Winasa, 1995).
2.3.4 Lidah
Sering dijumpai bentuk lidah yang melebar karena tidak adanya tahanan oleh lengkung geligi. Lidah mengalami proses kehilangan tonus otot dan penurunan serabut otot tetapi bersifat tidak konstan. Jumlah papila berkurang dan
(30)
terjadi penurunan di dalam sensitivitas perasa terhadap rasa manis, asam, pahit dan asin. Berkurangnya jumlah putik pengecap disertai menurunnya produksi saliva dapat mengakibatkan menurunnya nafsu makan pada lansia (Winasa, 1995).
2.3.5 Kelenjar Saliva
Perubahan morfologi kelenjar saliva pada lansia berupa meningkatnya infiltrasi kelenjar parenkim oleh jaringan lemak dan jaringan penyambung. Akumulasi granula autophagik, didapatinya sel oncosit dan perubahan sel-sel yang jinak. Akibatnya terlihat kelenjar saliva minor yang terdapat di rongga mulut dengan beberapa acini yang masih berfungsi. Pada usia 45 tahun keatas ditemukan pula adanya infiltrasi sel limfosit yang tersebar pada lebih dari 70% kelenjar. Penurunan fungsi pada kelenjar saliva ini menimbulkan mulut kering yang bersifat absolut atau relatif (Winasa, 1995).
2.3.6 Otot-otot Pengunyahan
Seperti halnya yang terjadi pada otot-otot skeletal, otot di daerah orofasial mengalami proses atrofi, menurunnya tonus dan kadang-kadang dijumpai fibrosis otot. Kekuatan gigit otot pengunyahan menurun dari 300 lb per inchi kuadrat menjadi 50 lb per inchi kuadrat (Kaplan,1971 dalam Winasa,1995).
(31)
2.3.7 Jaringan Periodontal
Penyakit periodontal sebagian besar bersifat inflamatif dengan penyebab utamanya plak dan bakteri didukung oleh faktor lokal dan faktor sistemik. Kadang-kadang sulit membedakan kerusakan fisiologik dengan kerusakan patologik suatu jaringan pada usia lanjut. Tanda-tanda klinis yang berhubungan dengan dengan jaringan periodontal pada usia lanjut adalah atrisi, resesi, migrasi, kegoyangan gigi, pedalaman poket, supurasi dan tanggalnya gigi (Winasa, 1995).
(32)
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 KERANGKA PENELITIAN
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada skema di bawah ini:
Skema 3.1 Kerangka Penelitian Kebiasaan Menyirih dan Kesehatan Rongga Mulut Lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias
Kebiasaan menyirih - Bahan yang digunakan - Frekuensi menyirih - Lama menyirih - Faktor pendorong - Tujuan menyirih
- Kebersihan rongga mulut setelah menyirih
Lansia yang menyirih
Kesehatan rongga mulut
(33)
3.2 DEFINISI OPERASIONAL Tabel 3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Kebiasaan menyirih Sesuatu yang biasa dilakukan lansia terkait dengan aktivitas menyirih yang meliputi bahan, frekuensi, lama menyirih, faktor pendorong, tujuan, kebersihan rongga mulut setelah menyirih Menggunakan kuisioner berjumlah 6 item
- Baik: 4-6
- Kurang baik: 0-3
Ordinal Kesehatan rongga mulut lansia Kondisi rongga mulut lansia saat dilakukan pemeriksaan Formulir pemeriksaan OHAT (Oral Health Assessment Tool)
Rentang nilai 0 (sangat sehat) sampai 16 (sangat tidak sehat)
(34)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 DESAIN PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias.
4.2 POPULASI DAN SAMPEL 4.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang memiliki kebiasaan menyirih di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias berjumlah 29 orang. Jumlah ini diambil dari data lansia yang menyirih bulan Oktober 2013 di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias.
4.2.2 Sampel
Pada penelitian ini sampel dipilih dengan metode total sampling, dimana seluruh anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 29 orang.
4.3 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias pada bulan Februari 2014 sampai Maret 2014 dengan pertimbangan Desa Hilibadalu memiliki banyak lansia dengan kebiasaan menyirih dan belum pernah dilakukan penelitian di daerah tersebut.
(35)
4.4 PERTIMBANGAN ETIK
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan surat permohonan institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU untuk mendapatkan izin persetujuan penelitian. Setelah mendapatkan izin untuk melakukan penelitian, peneliti memulai penelitian dengan mempertimbangkan etik, yaitu : Informed consent atau lembar persetujuan, anonimity, dan confidentialty.
Lembar persetujuan diserahkan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta penelitian yang dilakukan dan manfaat penelitian. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut. Peneliti tidak memaksa calon responden yang menolak dan tetap menghormati hak-haknya.
Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasian informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4.5 INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dan lembar observasi. Kuisioner terdiri dari 2 bagian yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner kebiasaan menyirih. Kuisioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Kuisioner kebiasaan menyirih terdiri
(36)
dari 6 pertanyaan yang masing-masing pertanyaan mewakili sub variabel. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Pertanyaan nomor 1 bernilai 0 jika alternatif jawaban yang dipilih adalah “daun sirih, kapur, pinang , gambir, tembakau” dan bernilai 1 jika alternatif jawaban yang dipilih “daun sirih, kapur, pinang, gambir” atau “alternatif lain (disebutkan)”. Pertanyaan nomor 2 bernilai 0 jika alternatif jawaban yang dipilih “7-10 kali sehari” atau “>10 kali sehari” dan bernilai 1 jika alternatif jawaban yang dipilih “1-3 kali sehari” atau “4-6 kali sehari”. Pertanyaan nomor 3 bernilai 0 jika alternatif jawaban yang dipilih “11-15 tahun” atau “>15 tahun” dan bernilai 1 jika alternatif jawaban yang dipilih “0-5 tahun” atau “6-10 tahun”. Pertanyaan nomor 4 bernilai 0 jika alternatif jawaban yang dipilih “orang tua/keluarga” atau “teman” dan bernilai 1 jika alternatif jawaban yang dipilih “kemauan sendiri” atau “alternatif lain (disebutkan). Pertanyaan nomor 5 bernilai 0 jika alternatif jawaban yang dipilih “untuk menenangkan pikiran” atau “agar gigi menjadi kuat dan sehat” dan diberi nilai 1 jika alternatif jawaban yang dipilih “hanya kebiasaan saja (tanpa tujuan)” atau “adat-istiadat” atau “alternatif lain (disebutkan). Pertanyaan nomor 6 bernilai 0 jika alternatif jawaban yang dipilih “tidak” dan bernilai 1 jika alternatif jawaban yang dipilih “ya”.
Untuk menentukan panjang kelas dipakai rumus: P = rentang/banyak kelas
Dimana P adalah panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi dikurang dengan nilai terendah dan dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi adalah 6 dan nilai terendah adalah 0 sehingga didapat panjang kelas = (6–0)/ 2 = 3. Jadi hasil
(37)
penilaian total skor adalah skor 0-3 kebiasaan kurang baik dan skor 4-6 adalah kebiasaan baik.
Penilaian terhadap kesehatan rongga mulut dilakukan dengan pemeriksaan (observasi) langsung terhadap responden. Pengukurannya menggunakan instrumen yang telah dikembangkan sebelumnya, yaitu Oral Health Assessment Tool (OHAT). Instrumen ini terdiri dari 8 item yang menilai status kesehatan dan fungsi rongga mulut (bibir, lidah, gusi dan jaringan sekitarnya, saliva, gigi asli, gigi palsu, kebersihan mulut dan sakit gigi). Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala ordinal 0-2, dengan nilai 0 mengindikasikan keadaan normal (sehat), nilai 1 mengindikasikan adanya perubahan dari keadaan normal dan nilai 2 mengindikasikan keadaan tidak sehat. Skor akhir adalah jumlah skor dari 8 item dengan rentang nilai 0 (sangat sehat) sampai 16 (sangat tidak sehat). Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemeriksaan adalah : sarung tangan, kain kasa, pen light (sumber cahaya) dan tongue spatel. Pemeriksaan memerlukan waktu sekitar 10-20 menit.
4.6 UJI VALIDITAS DAN RELIABILTAS
Instrumen penelitian tentang kebiasaan menyirih dibuat oleh peneliti sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur.
Uji validitas pada penelitian ini adalah uji validitas isi yang dilakukan oleh dosen yang berkompeten dari Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas dan
(38)
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Dasar Fakultas Keperawatan USU. Berdasarkan uji validitas isi tersebut, pertanyaan dan pilihan jawaban dalam kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pernyataan yang mengukur sasaran yang ingin diukur sesuai dengan tinjauan pustaka dan kerangka konsep.
Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama (Siswanto dkk, 2013). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji rumus Cronbach Alpha. Peneliti melakukan uji reliabilitas di Desa Tuhembuasi Kabupaten Nias kepada 10 responden. Hasil uji reliabilitas instrumen adalah 0,724.
Instrumen penelitian tentang kesehatan rongga mulut adalah instrumen yang telah dikembangkan sebelumnya yaitu Oral Health Assessment Tool. Instumen ini telah diuji oleh para ahli dengan hasil reliabilitas instrumen menggunakan derajat kesesuaian Kappa dalam rentang 0,61-0,80 dan nilai korelasi Pearson adalah 0,74. Peneliti telah mendapatkan izin penggunaan dari Halton Region Health Department.
4.7 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dimulai setelah mendapat izin penelitian dari institusi pendidikan serta Komisi Etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Pemerintah Desa Hilibadalu. Peneliti langsung mendatangi tiap responden dan memberi penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan
(39)
penelitian serta meminta kesediaan responden dengan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Kemudian peneliti melakukan pengambilan data kepada responden.
Dalam mengisi kuisioner kebiasaan menyirih, peneliti membacakan pertanyaan dan membimbing responden dalam mengisi kuisioner. Sedangkan instrumen kesehatan rongga mulut diisi dengan melakukan pengamatan langsung kepada responden.
4.8 ANALISA DATA
Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap yang terdiri dari editing untuk memeriksa kelengkapan data responden serta memastikan bahwa semua pernyataan telah diisi. Selanjutnya setiap kuesioner diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data. Pengolahan data dilakukan dengan teknik komputerisasi untuk analisis data deskriptif yaitu analisis distribusi frekuensi. Data yang telah diolah selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase untuk mendeskripsikan data demografi, kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut lansia.
(40)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2014 terhadap 29 lansia yang menyirih di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias. Penyajian data meliputi data demografi, kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut.
5.1.1 Data Demografi
Deskripsi data demografi mencakup umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Jumlah responden terbanyak berada pada kelompok usia 60-74 tahun (elderly) yaitu sejumlah 14 orang (48,2%). Berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki lebih banyak yaitu sejumlah 18 orang (62,1%). Berdasarkan tingkat pendidikan, responden lebih banyak tamatan SD yaitu sejumlah 19 orang (65,5%) dan lebih banyak yang bekerja sebagai petani/buruh yaitu sejumlah 20 orang (69%).
(41)
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan data demografi di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias, pada bulan Februari 2014 sampai bulan Maret 2014 (n=29 orang)
Data demografi Frekuensi Presentase (%)
Umur
45-59 tahun (midle age) 12 41,4
60-74 tahun (elderly) 14 48,2
75-90 tahun (old) 2 6,9
>90 tahun (very old) 1 3,5
Jenis kelamin
Laki-laki 18 62,1
Perempuan 11 37,9
Pendidikan
Tidak sekolah 6 20,7
SD 19 65,5
SMP 2 6,9
SMA 2 6,9
Pekerjaan
Petani / buruh 20 69,0
Pegawai swasta / wiraswasta 1 3,5
Tidak bekerja / ibu rumah tangga 7 24,0
Pensiunan 1 3,5
5.1.2 Kebiasaan Menyirih
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden sejumlah 21 orang (72,4%) menyirih dengan komposisi daun sirih, kapur, pinang, gambir dan tembakau. Berdasarkan frekuensi mayoritas responden sejumlah 21 orang (72,4%) menyirih dengan frekuensi >10 kali sehari dengan lama kebiasaan menyirih lebih dari >15 tahun yaitu sejumlah 24 orang (82,8%). Faktor pendorong menyirih mayoritas responden sejumlah 28 orang (96,5%) adalah kemauan sendiri dengan tujuan mayoritas responden sejumlah 14 orang (48,3%) menyirih karena
(42)
kebiasaan saja (tanpa tujuan). Semua responden tidak membersihkan mulut setelah menyirih.
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan kebiasaan menyirih lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias, pada bulan Februari 2014 sampai bulan Maret 2014 (n=29 orang)
Kebiasaan menyirih Frekuensi Presentase (%)
Bahan yang digunakan
Daun sirih, kapur, pinang, gambir, tembakau 21 72,4
Daun sirih, kapur, pinang, gambir 8 27,6
Frekuensi
>10 kali sehari 21 72,4
7-10 kali sehari 1 3,5
4-6 kali sehari 6 20,6
1-3 kali sehari 1 3,5
Lama
>15 tahun 24 82,8
11-15 tahun 3 10,3
6-10 tahun 2 6,9
0-5 tahun 0 0
Faktor pendorong
Orangtua/keluarga 1 3,5
Teman 0 0
Kemauan sendiri 28 96,5
Tujuan
Untuk menenangkan pikiran 9 31,0
Agar gigi menjadi kuat dan sehat 4 13,8
Hanya kebiasaan saja (tanpa tujuan) 14 48,3
Adat-istiadat 2 6,9
Kebersihan rongga mulut setelah menyirih
Tidak 29 100
(43)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden sejumlah 25 orang (86,2%) memiliki kebiasaan menyirih yang kurang baik.
Tabel 5.3 Kebiasaan menyirih lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias, pada bulan Februari 2014 sampai bulan Maret 2014 (n=29 orang)
Kebiasaan menyirih Frekuensi Presentase (%)
Baik 4 13,8
Kurang baik 25 86,2
5.1.3 Kesehatan Rongga Mulut
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi bibir lebih banyak responden sejumlah 17 orang (58,6%) dalam keadaan sehat dan 12 responden (12%) mengalami perubahan dari keadaan normal. Lidah mayoritas responden sejumlah 23 orang (79,3%) mengalami perubahan dari keadaan normal dan kondisi lidah 4 orang responden (13,8%) tidak sehat. Gusi dan jaringan lebih banyak responden sejumlah 19 orang (65,5%) mengalami perubahan dari keadaan normal dan 6 orang responden (20,7%) memiliki kondisi gusi dan jaringan yang tidak sehat. Saliva mayoritas responden sejumlah 26 orang (89,7%) dalam keadaan sehat, hanya 3 orang responden (10,3%) yang mengalami perubahan. Gigi mayoritas responden sejumlah 22 orang (75,9%) tidak sehat dan 7 orang responden (24,1%) mengalami perubahan. Semua responden tidak memiliki gigi palsu. Kebersihan mulut mayoritas responden sejumlah 26 orang (89,7%) tidak sehat dan 3 orang responden (10,3%) mengalami perubahan. Mayoritas responden sejumlah 17 orang (58,6%) tidak mengalami sakit gigi, hanya 2 orang responden (6,9%) yang menderita sakit gigi.
(44)
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan hasil pengkajian menggunakan Oral Health Assessment Tool di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias, pada bulan Februari 2014 sampai bulan Maret 2014 (n=29 orang)
Kesehatan rongga mulut Frekuensi Presentase (%) Bibir
Sehat 17 58,6
Mengalami perubahan 12 41,4
Tidak sehat 0 0
Lidah
Sehat 2 6,9
Mengalami perubahan 23 79,3
Tidak sehat 4 13,8
Gusi dan jaringan
Sehat 4 13,8
Mengalami perubahan 19 65,5
Tidak sehat 6 20,7
Saliva
Sehat 26 89,7
Mengalami perubahan 3 10,3
Tidak sehat 0 0
Gigi asli
Sehat 0 0
Mengalami perubahan 7 24,1
Tidak sehat 22 75,9
Gigi palsu
Sehat 29 100
Mengalami perubahan 0 0
Tidak sehat 0 0
Kebersihan mulut
Sehat 0 0
Mengalami perubahan 3 10,3
Tidak sehat 26 89,7
Sakit gigi
Sehat 17 58,6
Mengalami perubahan 10 34,5
(45)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah nilai rata-rata status kesehatan rongga mulut responden adalah 6,79 dari rentang nilai 0 (sangat sehat) sampai 16 (sangat tidak sehat) dengan standar deviasi 1,677. Nilai terendah adalah 2 dan nilai tertinggi adalah 10.
Tabel 5.5 Status kesehatan rongga mulut di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias, pada bulan Februari 2014 sampai bulan Maret 2014 (n=29 orang)
Mean Standar deviasi
Status kesehatan rongga mulut 6,79 1,677
Nilai terendah = 2 Nilai tertinggi = 10
(46)
5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Kebiasaan Menyirih
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 29 responden menunjukkan bahwa kebiasaan menyirih lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Selain itu, kebiasaan menyirih lansia tersebut memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan masyarakat daerah lain.
Komposisi bahan yang digunakan pada umumnya adalah daun sirih, kapur, pinang, gambir dan tembakau (72,4%) dan daun sirih,kapur, pinang dan gambir (27,6%). Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Samura (2009), dimana komposisi terbanyak adalah daun sirih, kapur, pinang, gambir dan tembakau (65,2%). Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa semua responden laki-laki menggunakan tembakau. Perempuan tidak suka menambahkan tembakau dalam campurannya. Bagi laki-laki, tembakau memberikan rasa yang lebih enak. Hal ini sedikit dipengaruhi oleh kebiasaan laki-laki merokok dimana mereka sering terpapar dengan tembakau .
Berbeda dengan kebiasaan masyarakat Batak Karo yang menggunakan tembakau untuk menyuntil, lansia di Desa Hilibadalu mengunyah tembakau sebagai bahan campuran menyirih walaupun dalam jumlah yang sedikit. Kebiasaan ini juga dilakukan oleh penyirih di Kamboja, mereka selalu menambahkan tembakau ke dalam ramuannya dan dikunyah bersama-sama (Reichart, 1996 dalam Hasibuan, 2003).
Kebiasaan menyirih dilakukan >10 kali sehari (72,4%). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang (2008) di
(47)
China dimana kebiasaan menyirih dilakukan hanya 3-10 kali sehari (61,5%). Dari hasil ini, dapat dilihat bahwa responden memiliki tingkat kecanduan yang tinggi. Hal ini mungkin berhubungan dengan kandungan dalam bahan menyirih. Kebiasaan menyirih tetap dilakukan di tengah-tengah aktivitas/pekerjaan mereka. Menyirih sudah menjadi kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sehari-hari sama halnya dengan makan.
Lamanya kebiasaan menyirih adalah >15 tahun (82,8%). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Samura (2009) di Desa Sibiru-biru dimana kebiasaan menyirih dilakukan 1-5 tahun (82,6%). Hal ini mungkin disebabkan karena responden adalah lansia dimana kebiasaan menyirih telah dilakukan sejak remaja.
Kemauan sendiri merupakan faktor pendorong responden untuk menyirih (96,6%). Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Lim (2007) dimana faktor pendorong terbanyak untuk menyirih berasal dari diri sendiri (46,87%). Kemungkinan para responden awalnya hanya ingin mencoba-coba akibat terdorong dari lingkungan yang memiliki kebiasaan serupa.
Mayoritas responden menyirih karena kebiasaan saja (48,3%). Hal ini dilakukan karena menyirih membuat mereka nyaman dan mulut terasa kurang nyaman apabila tidak menyirih. Sebagian responden (31%) menyirih untuk menenangkan pikiran. Hal ini mungkin dipengaruhi kandungan yang terdapat dalam pinang dan tembakau. Pinang mengandung Arecoline yang menstimulasi sistem saraf pusat yang dikombinasikan dengan daun sirih menghasilkan euphoria ringan (Andriyani, 2005). Sedangkan tembakau mengandung nikotin yang
(48)
menimbulkan ketagihan atau adiksi. Namun, ada 4 orang responden (13,8%) yang menyirih dengan tujuan agar gigi menjadi kuat dan sehat. Hal ini mungkin disebabkan oleh kavikol dalam daun sirih yang bersifat bakteriostatik terhadap S. mutans yang merupakan salah satu bakteri penyebab karies dalam mulut (Astuti, 2007).
Walaupun kebiasaan menyirih menimbulkan kebersihan rongga mulut tidak baik, semua responden tidak membersihkan mulut setelah menyirih. Hal ini berbeda dengan pengunyah sirih pada masyarakat Batak Karo di Kecamatan Pancur Batu, dimana mayoritas pengunyah sirih menggunakan tembakau untuk menggosok gigi setelah menyirih, rongga mulut kemudian dibersihkan dengan cara menggosok gigi dan kumur-kumur dengan air (Lim, 2007). Frekuensi menyirih yang sering dan dilakukan terus menerus membuat lansia malas untuk membersihkan mulut. Buruknya pemeliharaan kebersihan rongga mulut mungkin juga dipengaruhi oleh pengetahuan tentang pentingnya kebersihan mulut. Latar belakang pendidikan menyebabkan kurangnya pengetahuan akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden berpendidikan SD dan tidak sekolah.
5.2.2 Kesehatan Rongga Mulut
Secara umum, nilai status kesehatan rongga mulut responden adalah 6,79 dari rentang nilai 0 (sangat sehat) sampai 16 (sangat tidak sehat). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Kebanyakan gigi busuk/tanggal dan kebersihan rongga
(49)
mulut buruk. Hal ini dapat disebabkan karena kurang menjaga kebersihan rongga mulut, kurangnya pengetahuan mengenai cara menjaga kesehatan rongga mulut, adanya kebiasaan menyirih ataupu proses fisiologis tubuh lansia sendiri akibat dari proses penuaan. Latar belakang pendidikan berperan penting terhadap kondisi kesehatan rongga mulut seseorang. Latar belakang pendidikan yang rendah pada lansia menyebabkan kurangnya pengetahuan akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut.
Pada lansia, gigi berubah menjadi lebih rapuh dan lebih kering serta adanya abrasi. Kehilangan substansi gigi terjadi akibat atrisi yang disebabkan oleh karena pemakaian gigi terus-menerus. Hal ini tergantung konsistensi makanan, kebiasaan dan kekerasan gigi (Carranza, 1986 dalam Hasibuan, 1998).
Masalah pada gusi/jaringan dan lidah memiliki presentase yang cukup banyak dan perlu untuk diperhatikan. Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut merupakan proses degenerasi yang menyebabkan menurunnya resistensi mukosa. Mukosa menjadi lebih mudah terluka oleh karena makanan yang keras. Keadaan tersebut dapat diperberat karena mulut kering akibat menurunnya produksi saliva (Winasa, 1995).
Pada lansia di Desa Hilibadalu, masalah pada gusi/jaringan dan lidah dipengaruhi oleh beberapa hal, terutama oral hygiene yang buruk dan konsumsi makanan atau zat yang dapat memperburuk kesehatan rongga mulut. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Samura (2009) dimana status kesehatan periodontal pada masyarakat suku karo yang menyirih adalah parah (80,4%) dan sangat parah (19,6%), berarti seluruh responden menderita
(50)
periodontal akibat menyirih. Pada penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan periodontal adalah komposisi menyirih.
(51)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Menyirih merupakan salah satu kebiasaan lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kebiasan menyirih lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Pada umumnya, bahan yang digunakan adalah daun sirih, kapur, pinang, gambir dan tembakau. Kebiasaan menyirih umumnya telah dilakukan >15 tahun dengan frekuensi >10 kali sehari. Faktor pendorong utama menyirih adalah kemauan sendiri dimana lansia menyirih hanya sebagai kebiasaan saja. Walaupun sering menyirih, lansia kurang memperhatikan kesehatan rongga mulut mereka.
Secara umum, nilai status kesehatan rongga mulut lansia yang menyirih di Desa Hilibadalu adalah 6,79 dari rentang nilai 0 (sangat sehat) sampai 16 (sangat tidak sehat). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu kurang baik. Masalah utama yang ditemukan pada lansia adalah tanggal/busuknya gigi serta kondisi lidah dan gusi/jaringan yang kurang baik. Hal ini diperburuk dengan kondisi rongga mulut yang kotor.
(52)
6.2 SARAN
6.2.1 Praktik Keperawatan
Hasil ini diharapkan menjadi informasi bagi tenaga perawat khususnya yang ada di daerah dengan budaya menyirih khususnya Desa Hilibadalu Kabupaten Nias dalam melakukan penyuluhan kesehatan. Perawat perlu menekankan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut dengan kebersihan yang mulut yang baik dan membatasi makanan yang mengandung bahan yang dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut.
6.2.2 Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi informasi yang berguna bagi pendidikan keperawatan dalam asuhan keperawatan lansia khususnya kesehatan rongga mulut.
6.2.3 Penelitian Keperawatan
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menilai hubungan antara kebiasaan menyirih dengan kesehatan rongga mulut serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut lansia.
(53)
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani. (2005). Efek Menyirih terhadap Gigi dan Jaringan Lunak Mulut. Skripsi : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Astuti, Dyah H., dkk. (2007). Efek Aplikasi Topikal Laktoferin dan Piper Betle Linn pada Mukosa Mulut terhadap Perkembangan Karies Gigi. Jurnal M.I Kedokteran Gigi, 22(1): 28-31.
Chalmers JM, dkk. (2005). The Oral Health Assessment Tool – Validity and reliablity. Australian Dental Jurnal, 50(3): 191-199.
Chalmers JM, dkk. (2009). Caring for oral health in Australian residential care. Dental statistics and research series, (48). Canbera: AIHW.
Chen JW, dkk. (1996). A study on betel quid chewing behavior among Kaousiung resident age 15 years and above. J Oral Pathol Med 1996, (240): 140-143. Ginting, Mediawati. (2011). “Man Belo” (Sebuah Etnografi Kegiatan Menyirih
Sebagai Identitas Sosial Generasi Muda Karo di Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, Medan. Skripsi : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politim Universitas Sumatera Utara.
Hasibuan, Sayuti. (1998). Keadaan-keadaan di Rongga Mulut yang perlu diketahui pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi Usu, (4): 40-45. Hasibuan, S., Pernama, G., Aliyah, S. (2003). Lesi-lesi Mukosa Mulut yang
Dihubungkan dengan Kebiasaan Menyirih di Kalangan Penduduk Tanah Karo, Sumatera Utara. Jurnal Dentika, 8(2): 67-73.
Hermawan, Anang. (2007). Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Artikel Ilmiah: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.
Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Kayser-Jones, Jeanie, dkk. (1995). An Instrument To Assess the Oral Health Status of Nursing Home Resident. The Gerontologist, 35(6): 814-824. Lim, Emerson. (2007). Kebiasaan menguyah sirih dan lesi yang dijumpai pada
mukosa oral masyarakat batak karo. Skripsi : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
(54)
Nugroho, Wahyudi H. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC. Samura, Jul A. (2009). Pengaruh Budaya Makan Sirih terhadap Status Kesehatan
Periodontal pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2009. Tesis: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Sembiring, Bernadetta. (2007). Perilaku penggunaan sirih pada suku karo : Studi kasus di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Skripsi: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Sinuhaji, L. N. (2010). Perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan yang dirasakan wanita karo di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Siswanto, Susila & Suyanto. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Stanley, Mickey dan Beare Patricia G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sundari, Siti, dkk. (1992). Minyak Atsiri Daun Sirih dalam Pasta Gigi; Stabilitas Fisis dan Daya Antibakteri. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1(1): 5-6. Susiarti, Siti. (2005). Jenis-jenis Pengganti Pinang dan Gambir dalam Budaya
Menginang Masyarakat di Kawasan Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua. Jurnal Biodiversitas, 6(3): 217-219.
Wahyuni, A.S. (2010). (2011). Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Commnunication.
Winasa, I. G. (1995). Perubahan Jaringan Rongga Mulut pada Usia Lanjut. The Indonesian Journal of Dental Health, 1(4): 15-18.
Zhang, Xiaolin, dkk. (2008). Areca Chewing in Xiangtan, Hunan province, China: interviews with chewers. J Oral Pathol Med (2008), 37: 423-429.
(55)
Penjelasan Tentang Penelitian
Judul: Kebiasaan Menyirih dan Kesehatan Rongga Mulut Lansia di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias.
Saya bernama Elvis Sofyan Lombu, mahasiswa S-1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan. Saya ingin melakukan penelitian di Desa Hilibadalu Kabupaten Nias dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut lansia.
Penelitian ini adalah salah satu kegiatan untuk menyelesaikan tugas skripsi di Program Studi S-1 Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara. Peneliti menjamin bahwa penelitian yang dilakukan tidak akan menimbulkan dampak negatif kepada Bapak/Ibu sebagai responden. Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi pengembangan pelayanan dan ilmu keperawatan.
Peneliti juga menghargai dan menghormati hak responden dengan cara menjaga kerahasiaan identitas diri dan data yang diberikan responden selama pengumpulan data hingga penyajian data. Peneliti sangat mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu sebagai responden dalam penelitian ini, namun jika Bapak/Ibu tidak bersedia maka Bapak/Ibu berhak untuk menolak karena tidak ada unsur paksaan dalam pengisian kuesioner penelitian. Demikianlah informasi ini saya sampaikan, atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu saya ucapkan terimakasih.
Medan, Februari 2014
(56)
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama:
Umur:
Jenis kelamin:
Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul “Kebiasaan menyirih dan kesehatan rongga mulut lansia di Desa Hilibadalu”, maka saya dengan sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian tersebut.
Medan, Februari 2014 Responden
(57)
KUISIONER PENELITIAN KEBISAAN MENYIRIH LANSIA DI DESA HILIBADALU KABUPATEN NIAS
Nomor responden
A. Data demografi Petunjuk pengisian :
Di bawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas responden penelitian. Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu yang sebenarnya, dengan memberi tanda check list (√) pada kotak yang telah disediakan.
1. Usia : tahun
2. Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
3. Pendidikan Tidak sekolah
SD SMP SMA D3/S1
4. Pekerjaan Petani / Buruh
PNS / Polri Pegawai swasta / Wiraswasta
Tidak bekerja / Ibu rumah tangga
(58)
B. Kuisioner kebiasaan menyirih
Petunjuk pengisian :
Pertanyaan berikut ini berkaitan dengan kebiasaan menyirih Bapak/Ibu selama ini. Pilihlah jawaban yang paling sesuai menurut Bapak/Ibu, dengan memberi tanda check list (√) pada kotak yang telah disediakan.
1. Apa bahan-bahan yang bapak/ibu gunakan untuk menyirih? Daun sirih, kapur, pinang, gambir, tembakau
Daun sirih, kapur, pinang, gambir Lain-lain (sebutkan) ...
2. Berapa kali dalam satu hari bapak/ibu menyirih? >10 kali sehari
7-10 kali sehari 4-6 kali sehari 1-3 kali sehari
3. Berapa lama bapak/ibu sudah menyirih? >15 tahun
11-15 tahun 6-10 tahun 0-5 tahun
4. Siapa yang mendorong bapak/ibu menyirih? Orangtua/keluarga
Teman
Kemauan sendiri
Lain-lain (sebutkan) ...
5. Apa tujuan bapak/ibu makan sirih? Untuk menenangkan pikiran Agar gigi menjadi kuat dan sehat Hanya kebiasaan saja (tanpa tujuan) Adat-istiadat
Lain-lain (sebutkan) ...
6. Setelah menyirih, apakah gigi dan mulut dibersihkan? Tidak
(59)
Oral Health Assessment Tool (modified from Kayser-Jones et al (1995) by Chalmers (2000)
No Responden ___________ TOTAL SCORE _________
KATEGORI 0 = sehat 1 = berubah 2 = tidak sehat Skor
BIBIR
Halus, berwarna merah muda dan
lembab
Kering, pecah-pecah atau merah di
bagian sudut
Benjolan atau gumpalan, bercak putih/merah/ ulkus; berdarah/ulkus di
bagian sudut LIDAH Normal, kekasaran lembab, warna merah muda Berbercak, pecah-pecah, merah, berlapis
Bercak berwarna merah dan/atau putih, ulkus,
bengkak
GUSI DAN JARINGAN
Warna merah muda, lembab, halus, tidak
berdarah
Kering, berkilau, kasar, merah, bengkak, satu ulkus/ titik sakit di
bawah gigi palsu
Bengkak, berdarah, ulkus, bercak merah/putih, kemerahan
merata di bawah gigi palsu
SALIVA
Jaringan lembab, berair, air liur mengalir bebas
Kering, jaringan lengket, air liur
sedikit, lansia berpikir mulut mereka kering
Jaringan sangat kering dan merah, air liur sangat
sedikit/tidak ada, air liur pekat, lansia berpikir mulut mereka kering
GIGI ASLI
Tidak ada gigi/akar yang busuk atau
patah
1-3 gigi/akar yang busuk atau patah
4 atau lebih gigi/akar busuk dan tanggal, atau gigi sangat aus, kurang
dari 4 gigi
GIGI PALSU
Tidak ada daerah atau gigi palsu yang
rusak
1 daerah/gigi rusak, atau hanya dipakai
selama 1-2 jam sehari
Lebih dari 1 daerah/gigi rusak, gigi palsu lepas
atau tidak dipakai, membutuhkan perekat
gigi palsu
KEBERSIHAN MULUT
Bersih, tidak ada sisa makanan/tartar
di mulut/gigi palsu
Sisa makanan/tartar/plak
di satu atau dua area dalam mulut atau pada gigi palsu
Sisa makanan/tartar pada banyak tempat di dalam
mulut atau pada gigi palsu
SAKIT GIGI
Tidak ada perilaku, ungkapan atau tanda fisik sakit
gigi
Ada ungkapan atau perilaku nyeri
seperti wajah merenggut, bibir
bergerak, tidak makan, agresif
Adanya tanda fisik nyeri (pipi/gusi bengkak, gigi
rusak, ulkus), tanda verbal/perilaku nyeri (wajah merenggut, tidak
(60)
Oral Health Assessment Tool (modified from Kayser-Jones et al (1995) by Chalmers (2000))
Resident’s Name _________ TOTAL SCORE ____ _____
CATEGORY 0=healthy 1=changes 2=unhealthy Skor
LIPS Smooth, pink,
moist
Dry, chapped, or red at corners
Swelling or lump, white/red/ulcerated patch, bleeding/ulcer at
corners
TONGUE Normal, moist
roughness, pink
Patchy, fissured, red, coated
Patch that is red &/or white, ulcerated, swollen
GUMS AND TISSUES
Pink, moist, smooth, no
bleeding
Dry, shiny, rough, red, swollen, one ulcer/sore spot under
dentures
Swollen, bleeding, ulcers, white/red patches,
generalised redness under dentures
SALIVA
Moist tissues, watery and free
flowing saliva
Dry, sticky tissues, little saliva present, resident thinks they have dry mouth
Tissues parched and red, very little/no saliva present, saliva is thick, resident thinks they have
a dry mouth
NATURAL TEETH
No decayed or broken teeth/roots
1-3 decayed or broken teeth/roots*
4 or more decayed or broken teeth/roots, or
less than 4 teeth
DENTURES
No broken areas or teeth, dentures regularly worn,
and named
1 broken are/tooth or dentures only worn for 1-2 hrs daily, or dentures not named
More than 1 broken area/tooth, denture missing or not worn, needs denture adhesive
or not named
ORAL CLEANLINESS
Clean, no food particles/tartar in mouth or dentures
Food particles/tartar/plaque in one or two areas of the mouth or dentures
Food
particles/tartar/plaque in most areas of the mouth or on most of dentures
DENTAL PAIN
No behavioural, verbal, or physical
signs of dental pain
Are verbal &/or behavioural signs of pain such as pulling at face, chewing lips, not eating, aggression
Are physical pain signs (swelling of cheek or
gum, broken teeth, ulcers), as well as verbal
&/or behavioural signs (pulling at face, not
(61)
IZIN PENGGUNAAN INSTRUMEN
Hello Mr. Elvis Sofyan Lombu
Thank you for your request to use the Oral Health Assessment Tool.
Can you please clarify whether you would like to make use of the tool as it is, or if you would like to make modifications to the tool?
Once you provide me with this information, I will be able to provide a response for you.
Thank you.
Kellie Bogle
Halton Region Health Department Dental Health Educator
Thank you for letting me know this information Mr. Lombu. Please feel free to use the tool.
(62)
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 10 100.0
Excludeda 0 .0
Total 10 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.724 6
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
soal1 2.70 .483 10
soal2 2.70 1.418 10
soal3 3.70 .675 10
soal4 2.60 .843 10
soal5 1.90 1.101 10
(63)
Data Demografi
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid usia pertengahan (midle age) 12 41.4 41.4 41.4
lanjut usia (elderly) 14 48.3 48.3 89.7
lanjut usia tua (old) 2 6.9 6.9 96.6
usia sangat tua (very old) 1 3.4 3.4 100.0
Total 29 100.0 100.0
Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid laki-laki 18 62.1 62.1 62.1
perempuan 11 37.9 37.9 100.0
Total 29 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid belum sekolah 6 20.7 20.7 20.7
SD 19 65.5 65.5 86.2
SMP 2 6.9 6.9 93.1
SMA 2 6.9 6.9 100.0
(64)
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Petani / buruh 20 69.0 69.0 69.0
Pegawai swasta / wiraswasta 1 3.4 3.4 72.4
Tidak bekerja / Ibu rumah
tangga 7 24.1 24.1 96.6
Pensiunan 1 3.4 3.4 100.0
Total 29 100.0 100.0
Kebiasaan menyirih
bahan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid daun sirih, kapur, pinang,
gambir, tembakau 21 72.4 72.4 72.4
daun sirih, kapur, pinang,
gambir 8 27.6 27.6 100.0
Total 29 100.0 100.0
frekuensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >10 kali sehari 21 72.4 72.4 72.4
7-10 kali sehari 1 3.4 3.4 75.9
4-6 kali sehari 6 20.7 20.7 96.6
1-3 kali sehari 1 3.4 3.4 100.0
(65)
lama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >15 tahun 24 82.8 82.8 82.8
11-15 tahun 3 10.3 10.3 93.1
6-10 tahun 2 6.9 6.9 100.0
Total 29 100.0 100.0
Faktor pendorong
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid orangtua/keluarga 1 3.4 3.4 3.4
kemauan sendiri 28 96.6 96.6 100.0
Total 29 100.0 100.0
tujuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid untuk menenangkan pikiran 9 31.0 31.0 31.0
agar gigi menjadi kuat dan
sehat 4 13.8 13.8 44.8
hanya kebiasaan saja (tanpa
tujuan) 14 48.3 48.3 93.1
adat-istiadat 2 6.9 6.9 100.0
(66)
Kebersihan mulut
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak 29 100.0 100.0 100.0
Kebiasaan menyirih
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid baik 4 13.8 13.8 13.8
kurang baik 25 86.2 86.2 100.0
Total 29 100.0 100.0
Kesehatan rongga mulut
Statistics
Skortotal
N Valid 29
Missing 0
Mean 6.79
Std. Deviation 1.677
Minimum 2
(67)
Master Tabel
Nores Usia J. Kelamin Pendidikan Pekerjaan Bahan Frekuensi Lama F. Pendorong Tujuan Kebersihan Bibir Lidah Gusi Saliva G. Asli G. Palsu K. Mulut Sakit Gigi Skor OHAT
1 55 L SD Petani 1 1 1 3 1 1 1 1 1 0 2 0 2 0 7
2 57 L SD Petani 1 1 1 3 1 1 1 1 1 0 2 0 2 0 7
3 64 L SMA Pensiunan 1 3 2 3 2 1 0 0 0 0 1 0 1 1 3
4 66 P SD Petani 1 1 1 1 4 1 0 1 2 0 2 0 2 1 8
5 54 P SD Petani 2 1 2 3 1 1 0 2 2 0 2 0 2 2 10
6 50 L SD Petani 1 1 1 3 1 1 0 1 1 0 2 0 2 0 6
7 50 L SMP Petani 1 1 3 3 3 1 0 1 2 0 1 0 2 0 6
8 50 L SD Petani 1 1 1 3 1 1 0 1 1 0 2 0 2 0 6
9 66 L SD Petani 1 1 1 3 1 1 1 2 2 0 2 0 2 0 9
10 72 L SD Petani 1 1 1 3 3 1 0 1 1 0 2 0 2 0 6
11 75 L SD Petani 1 1 1 3 2 1 0 2 2 0 1 0 2 2 9
12 52 L SMP Wiraswasta 1 2 1 3 2 1 0 1 1 0 1 0 2 1 6
13 69 P Tidak Sekolah Tidak bekerja 2 1 1 3 3 1 0 1 1 0 2 0 2 1 7
14 70 P Tidak Sekolah Petani 1 1 1 3 3 1 1 1 1 0 2 0 2 1 8
15 50 P Tidak Sekolah Petani 2 3 3 3 3 1 0 0 0 0 1 0 1 0 2
16 77 P Tidak Sekolah Tidak bekerja 2 1 1 3 3 1 1 1 1 1 2 0 2 0 8
17 55 L SD Petani 1 1 1 3 3 1 0 2 1 0 2 0 2 0 7
18 61 L SD Petani 1 1 1 3 3 1 0 1 1 0 2 0 2 1 7
19 64 P SD Petani 2 3 1 3 3 1 0 1 1 0 2 0 2 1 7
20 90 P SD Tidak bekerja 2 1 1 3 4 1 1 1 0 1 2 0 1 0 6
21 63 L SMA Petani 1 1 2 3 1 1 0 1 1 0 2 0 2 0 6
22 63 L SD Petani 1 1 1 3 3 1 1 1 1 0 2 0 2 1 8
23 56 P Tidak Sekolah Petani 2 3 1 3 3 1 0 1 0 0 1 0 2 0 4
(68)
27 54 L SD Petani 1 1 1 3 1 1 1 1 1 0 2 0 2 0 7
28 73 L SD Tidak bekerja 1 3 1 3 3 1 1 1 1 0 2 0 2 1 8
29 71 P SD Tidak bekerja 2 4 1 3 3 1 0 1 1 0 2 0 2 1 7
Keterangan
Bahan : 1. Daun sirih, kapur, pinang, gambir, tembakau 2. Daun sirih, kapur, pinang, gambir
Frekuensi : 1. >10 kali sehari 2. 7-10 kali sehari 3. 4-6 kali sehari 4. 1-3 kali sehari Lama : 1. >15 tahun
2. 11-15 tahun 3. 6-10 tahun
Faktor pendorong : 1. Orangtua/keluarga
2. Teman
3. Kemauan sendiri
Tujuan : 1. Untuk menenangkan pikiran 2. Agar gigi menjadi kuat dan sehat 3. Hanya kebiasaan saja (tanpa tujuan) 4. Adat-istiadat
Kebersihan mulut : 1. Tidak
(69)
JADWAL TENTATIF PENELITIAN
No Kegiatan Sept Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mengajukan judul
2 Menetapkan judul
penelitian
3 Menyusun
proposal penelitian
4 Mengajukan sidang
proposal
5 Sidang proposal
penelitian
6 Revisi proposal
penelitian
7 Mengajukan izin
penelitian
8 Pengumpulan data
9 Analisa data
10 Penyusunan
laporan skripsi
11 Pengajuan sidang
skripsi
12 Sidang skripsi
13 Revisi skripsi
14 Mengumpulkan
(70)
TAKSASI DANA
Keterangan dana yang telah dipakai dan diperlukan untuk pembiayaan kegiatan mulai dari proses pembuatan proposal sampai dengan pembuatan skripsi.
1. Pembuatan Proposal Dana yang telah terpakai :
a. Photocopy bahan : Rp. 100.000,-
b. Internet : Rp. 50.000,-
c. Kertas A4 80 gram : Rp. 30.000,-
d. Perbanyak Proposal : Rp. 50.000,-
e. Konsumsi Dosen Penguji dan Pembimbing : Rp. 150.000,-
f. Dana tak terduga : Rp. 100.000,-
2. Pembuatan Skripsi Dana yang diperlukan :
a. Peralatan instrumen penelitian : Rp. 200.000,-
b. Pembelian souvenir : Rp. 200.000,-
c. Kertas A4 80 gram : Rp. 30.000,-
d. Konsumsi Dosen Penguji dan Pembimbing : Rp. 150.000,-
e. Penggandaan laporan penelitian : Rp. 100.000,-
f. Dana tak terduga : Rp. 100.000,-
+
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
Riwayat Hidup
Nama : Elvis Sofyan Lombu
Tempat Tanggal Lahir : Hiliweto, 02 Februari 1993
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jln. Jamin Ginting Gg. Dipanegara No. 14 Padang
Bulan, Medan
Riwayat Pendidikan
1. SDN 071059 Hilibadalu 1998-2004
2. SMPS Bunga Mawar Gunungsitoli 2004-2007 3. SMAN 3 Gunungsitoli 2007-2010
(1)
(2)
Daftar Universitas Sumatera Utara
(3)
(4)
(5)
(6)
Riwayat Hidup
Nama : Elvis Sofyan Lombu
Tempat Tanggal Lahir : Hiliweto, 02 Februari 1993 Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jln. Jamin Ginting Gg. Dipanegara No. 14 Padang Bulan, Medan
Riwayat Pendidikan
1. SDN 071059 Hilibadalu 1998-2004
2. SMPS Bunga Mawar Gunungsitoli 2004-2007 3. SMAN 3 Gunungsitoli 2007-2010
4. S1 Fakultas Keperawatan USU 2010 – sekarang