BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOETANOL (C

  2 H

  5 OH)

  Bioetanol (C H OH) merupakan senyawa etanol yang didapatkan dari rekayasa

  2

  5

  biomassa (tanaman) yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa melalui proses biologis (enzimatik dan fermentasi) [17]. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu) [33].

  Pemanfaatan tanaman ekonomis seperti jagung, gandum, dan tebu memiliki banyak masalah karena persaingannya sebagai sumber bahan makanan untuk manusia, yang mempengaruhi kelangsungan proses [4]. Oleh karena itu, penelitian yang lebih mendalam dan perkembangan dalam beberapa dekade terakhir lignoselulosa akan lebih banyak dijadikan bahan baku penting dalam pembuatan etanol di masa depan [44]. Gambar 2.1 menunjukkan bahan lignoselulosa tersusun atas 3 polimer utama: selulosa yang disusun oleh unit-unit glukosa, hemiselulosa disusun beberapa gula (xilosa dan arabinosa), dan lignin yang tersusun unit fenilpropan yang terhubung dengan ikatan yang kuat [7].

Gambar 2.1 Biomassa Lignoselulosa [27]

  Selulosa adalah polimer glukosa rantai lurus yang berhubungan dengan rantai

  β

  (1

  

4)-glikosidik, membentuk selubiosa berulang dalam rantai. Fraksi selulosa dapat diubah

  menjadi glukosa dengan hidrolisis enzimatik, menggunakan selulase, atau cara kimia, menggunakan asam seperti asam sulfat, yang selanjutnya dapat difermentasikan menjadi etanol. Hemiselulosa adalah heterosakarida yang tersusun atas heksosa (D-glukosa, D- galaktosa, dan D-mannosa), pentosa (D-xilosa dan D-arabinosa, asam asetat, asam D- glucuronic, dan unit asam and 4-O-methyl-D-glucuronic. Hemiselulosa umumnya diklasifikasikan sesuai gula yang hadir dalam rantai utama polimer: xylan, glucomannan, dan galactan. Hemiselulosa pada hakekatnya berbeda dari selulosa kelarutan yang membuatnya mudah untuk dihidrolisis daripada selulosa. Fraksi hemiselulosa dapat dihilangkan dari lignoselulosa dengan beberapa pretreatment, seperti hidrolisis asam dan hidrotermal, dan pembebasan gula yang sebagian besar xilosa, yang selanjutnya dapat difermentasikan menjadi etanol [10].

  Biomassa lignoselulosa sangat sulit untuk dibiotransformasi, baik dengan mikroba maupun enzim. Hal ini yang membatasi penggunaannya dan menghambat konversinya menjadi produk bernilai tambah. Pada limbah lignoselulosa terdapat lignin yang berperan sebagai pelindung selulosa terhadap serangan enzim pemecah selulosa [21]. Lignin adalah makromolekul aromatik kompleks yang terbentuk dari polimerisasi radikal tiga fenil-propan alkohol yaitu p-coumarilic, coniferilic, and synapilic [10]. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras, sedangkan adanya ikatan hidrogen menyebabkan selulosa tidak larut dalam air [21]. Gambar 2.2 memperlihatkan struktur dasar komponen lignoselulosa. a.Selulosa b.Hemiselulosa c.Lignin

Gambar 2.2 Struktur dasar lignoselulosa a.Selulosa, b.Hemiselulosa, c.Lignin [46]

  Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, bahan-bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar bioetanol [33]. Berikut ini Standar Nasional Indonesia untuk etanol nabati diperlihatkan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Etanol Nabati [6]

  Persyaratan Mutu No Uraian

  Satuan Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 % v/v Min. 96,3 Min. 96,1 Min. 95,0

  o

  1 Kadar etanol pada 15 C % b/b Min 94,4 Min 94,1 Min. 92,5

  Bahan yang dapat

  o

  2 Dioksidasikan, pada 15 C Menit Min. 30 - Min. 15 (waktu uji permanganat)

  • 3 Minyak fusel mg/L Maks. 4 Maks. 15

  4 Aldehid (sebagai asetaldehid) mg/L Maks. 4 Maks. 10 - Keasaman (sebagai asam 5 mg/L Maks. 20 Maks. 30 Maks. 60 asetat)

  6 Sistem penguapan maksimum mg/L Maks. 25 Maks. 25 Maks.50

  7 Metanol mg/L Maks. 10 Maks.30 Maks.100

2.2 POTENSI BIOETANOL DARI AMPAS TEBU DI INDONESIA Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas.

  Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan limbah bagas tebu sebesar 47 juta ton. Potensi bagas di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2012, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas (bagas) 32 persen, tetes 4,5 persen, dan gula 7,05 persen serta abu 0,1 persen [50]. Gambar 2.3 menunjukkan industri gula khususnya di Sumatera menghasilkan bagas yang yang cukup melimpah.

Gambar 2.3 Potensi Biomassa di Indonesia [25].

  Tebu merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia. Produksi gula dunia adalah 70% dari tebu, sisanya dari beet. Indonesia berpotensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi sebesar 4,2 – 4,7 juta ton/tahun [16].

  Batang tebu digiling untuk menghasilkan air tebu yang selanjutnya digunakan untuk produksi gula (sukrosa) dan alkohol (etanol). Limbah sisa penggilingan batang tebu disebut ampas/bagas [10]. Ampas tebu mengandung substrat lignoselulostik potensial untuk produksi bioetanol, karena mengandung kandungan gula tinggi, dapat diperbaharui, murah, dan banyak tersedia [4].

  Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Menurut rumus Pritzelwitz tiap kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5 % akan memiliki kalor sebesar 1825 kkal [50]. Ampas tebu dapat menggambarkan biomassa lignoselulotik utama dalam banyak negara tropis karena tersedia di industri gula tanpa tambahan biaya dan mengandung gula tinggi dan rendah kandungan lignin [4].

  Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton, sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 10 juta ton [47]. Tabel 2.2 dan 2.3 menampilkan komposisi ampas tebu dan perbandingannya dengan limbah agrikultural lain. Ampas tebu merupakan bahan baku pembuatan etanol terbaik dibandingkan dengan jerami padi dan jerami jagung [21].

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu [3]

  Kandungan Kadar (%) Abu 3,82

  Lignin 22,09 Selulosa 37,65

  Sari 1,81 Pentosa 27,97

  SiO 3,01

  2 Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Agrikultural [40]

  Selulosa Hemiselulosa Lignin Protein Debu Substrat

  (%) (%) (%) (%) (%) Batang padi 32-47 - 19-27 5-24 12,4

  Batang gandum 35-45 20-30 8-15 3,1 10,1 Batang jagung 42,6 21,3 8,2 5,1 4,3

  Ampas tebu 65 (Total karbohidrat) 18,4 3 2,4

2.3 KEGUNAAN BIOETANOL

  Dalam pemanfaatannya, bioetanol bukan hanya sebagai bahan bakar atau untuk memasak semata, namun dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan lain. Tabel 2.4 menampilkan manfaat bioetanol berdasarkan persen kadar etanol.

Tabel 2.4 Market Bioetanol [67]

  Grade Bioetanol Manfaat Pemakai Kadar 20% Digunakan untuk saos rokok dan Pabrik rokok, makanan, campuran minuman juga parfum home industry, pembersih dan deodorasi lantai dan parfum.

  Kadar 20%-60% Substitusi minyak tanah 1 liter Masyarakat dan rumah untuk digunakan 3 jam tangga Kadar 70%-80%

  Sterilisasi di rumah sakit Para medis

  Pabrik obat

  • dan balai
  • Reparasi elektro farmasi dan jamu
  • Bahan baku obat

  Kadar 90% keatas Perdagangan umum di Masyarakat luas

  Luar negri

  • toko-toko kimia
  • Perdagangan ekspor

  Kadar 99% keatas Campuran bensin E-10 Transportasi dan masyarakat umum

2.4 PROSES PEMBUATAN ETANOL DARI LIGNOSELULOSA

  Dengan tujuan untuk memproduksi etanol dari bahan lignoselulosa, kita harus (a)membuka ikatan lignoselulosa untuk mengakses rantai polimer selulosa dan hemiselulosa dengan proses pendahuluan, (b)menghidrolisis polimer untuk mencapai monomer larutan gula, (c)fermentasi gula menjadi larutan etanol (bubur) dengan mikroorganisme, dan (d)memurnikan etanol dengan distilasi [44].

2.4.1 Proses Pendahuluan (Pretreatment)

  Serat-serat selulosa melekat diantara campuran dari hemiselulosa dan lignin, maka dari itu untuk mengurai lignoselulosa diperlukan suatu teknologi pretreatment [50]. Tanpa adanya metode pendahuluan, konversi selulosa menjadi gula sangatlah lambat, karena selulosa dilindungi dengan baik oleh matriks lignin dan hemiselulosa dalam makrofibril [44].

  Proses pendahuluan lignoselulosa bertujuan untuk mengacaukan struktur kristalin dari makro dan mikrofibril, untuk membebaskan rantai polimer selulosa dan hemiselulosa, dan/atau memodifikasi pori di material untuk memudahkan enzim masuk kedalam serat untuk membuatnya dapat menerima reaksi hidrolisis enzimatik (Gambar 2.5) [44]. Biomassa lignoselulotik tidak mudah diserang enzim [4]. Metode pendahuluan yang tepat dapat meningkatkan konsentrasi gula yang terfermentasi setelah sakarifikasi enzimatik, dengan demikian meningkatkan efisiensi keseluruhan proses [40].

Gambar 2.4 Efek Pretreatment Bahan Lignoselulosa [7]

  Idealnya, metode pendahuluan biomassa lignoselulosa harus (1)meningkatkan akses area permukaan dan dekristalisasi selulosa, (2)depolimerisasi parsial selulosa, (3)melarutkan hemiselulosa dan/atau lignin, (4)memodifikasi struktur lignin, (5)memaksimalkan pencernaan enzimatik bahan pendahuluan, (6)minimalisasi kehilangan gula, (7)minimalisasi modal dan biaya operasi [10].

  Perlakuan pendahuluan dapat dilakukan secara fisika, fisiko-kimia, kimia, biologis, maupun kombinasi dari cara –cara tersebut :

  1. Perlakuan pendahuluan secara fisika antara lain berupa pencacahan secara mekanik, penggilingan, dan penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan mengurangi kristalinitas selulosa 2. Perlakuan pendahuluan secara fisikokimia antara lain steam explosion, ammonia fiber

  explosion (AFEX), dan CO 2 explosion. Pada metode ini, partikel biomassa dipaparkan

  pada suhu dan tekanan tinggi, kemudian tekanannya diturunkan secara cepat sehingga bahan mengalami dekompresi eksplosif

3. Perlakuan pendahuluan secara kimia,diantaranya ozonolisis, hidrolisis asam, hidrolsis alkali, delignifikasi oksidatif, proses organosolv.

  4. Perlakuan secara biologis. Pada metode ini, digunakaan mikroorganisme jamur pelapuk coklat, jamur pelapuk putih, dan jamur pelunak untuk mendegradasi lignin dan hemiselulosa yang berada dalam bahan lignoselulosa. Diantara ketiga jamur tersebut, yang paling efektif untuk perlakuan pendahuluan pada bahanlignoselulosa adalah jamur pelapuk putih (white-rot fungi) [23].

  Penggunaan metode pretreatment secara mekanis seperti penggilingan dapat meningkatkan terhidrolisisnya lignoselulosa sebesar 5% - 25%. Pretreatment secara kimiawi pada umumnya menggunakan asam, basa atau pelarut organik. Tujuan utama dari pretreatment secara kimiawi adalah untuk menghilangkan lignin dari serat komplek lignoselulosa pada dinding sel tanaman dan untuk memisahkan serat dari bagian tengah lapisan tipis tanpa menyebabkan kerusakan mekanis pada dinding sel tanaman. Basa yang sering digunakan untuk pretreatment secara kimiawi adalah NaOH dan Ca(OH) [50].

  2 Sebuah metode pendahuluan yang efisien harus menawarkan sebanyak mungkin gula

  dengan minimum pembentukan inhibitor [12]. Lebih lanjut, harus dipahami bahwa pemilihan metode pendahuluan harus sesuai dengan metode hidrolisis. Sebagai contoh, jika digunakan hidrolisis asam, metode pendahuluan dengan alkali mungkin tidak menguntungkan [44].

  Dibandingkan dengan bahan lignoselulosa lain yang banyak tersedia sebagai hasil samping industri pertanian dan perkebunan, misalnya jerami padi dan tandan kosong kelapa sawit, Ampas tebu memiliki kelebihan, terutama dalam hal bentuk dan ukuran bahan. Ampas tebu dari pabrik gula sudah merupakan hasil partikel kecil yang tidak lagi memerlukan proses perlakuan pendahuluan secara berupa pencacahan atau penggilingan untuk memperkecil ukuran bahan. Ampas tebu dapat langsung diberi perlakuan pendahuluan lanjutan untuk mendegradasi lignin dalam bahan [23].

2.4.2 Proses Hidrolisis

  Metode yang dapat digunakan untuk mendegradasi komponen penyusun biomassa adalah proses hidrolisis. Sejauh ini telah dikenal beberapa jenis proses hidrolisis, antara lain hidrolisis dengan enzim, hidrolisis ozon, hidrolisis dengan menggunakan asam, hidrolisis dengan menggunakan basa, serta hidrolisis termal [26].

  Pada hidrolisis termal digunakan medium pemanas berupa air. Dengan penggunaan medium air tadi maka korosi terhadap perangkat hidrolisis lebih dapat diminimalisasi dibandingkan dengan penggunaan asam. Jenis hidrolisis ini juga hanya sedikit menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan serta limbah yang dihasilkan bersifat ramah lingkungan. Keunggulan dari hidrolisis termal dibandingkan dengan jenis hidrolisis lain adalah proses hidrolisis dengan perlakuan panas tidak memerlukan tahap lebih lanjut seperti tahap pemurnian, tidak perlu dilakukan penyesuaian pH, maupun penggunaan katalis. Alasan itulah yang mendukung penggunaan hidrolisis termal dalam upaya produksi bioetanol [26]. o

  Untuk temperatur dibawah 100

  C, tidak ada pengaruh hidrolitik pada material,

  o o

  dimana diatas 220 C terjadi degradasi selulosa. Diantara 240-250

  C, reaksi pirolisis menjadi penting [8]. Disisi lain, hidrolisis enzimatik memiliki masalah dibandingkan hidrolisis asam. Dibutuhkan waktu beberapa hari untuk hidrolisis enzimatik dimana hanya beberapa menit untuk hidrolisis asam. Harga enzim lebih mahal dibandingkan dengan asam sulfat yang digunakan dalam hidrolisis asam. Dalam hidrolisis asam, produk akhir tidak menggangu hidrolisis. Akan tetapi, dalam reaksi enzimatis, pembebasan gula dapat menghambat reaksi hidrolisis [44]. Selama hidrolisis tidak hanya gula yang terbentuk, tetapi juga inhibitor. Contohnya : furfural, 5-hidroksimetil furfural (HMF), asam karboksilat, dan senyawa fenol [31].

2.4.3 Fermentasi

  Pada proses ini, gula-gula sederhana yang terbentuk difermentasi menjadi etanol dengan bantuan khamir seperti Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi biasanya dilakukan

  o

  pada suhu 30

  C, pH 5, dan sedikit anaerobik. Pada proses fermentasi glukosa, satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul etanol dan dua molekul karbon dioksida (CO

  2 ) [23].

  C

  6 H

  12 O

  6

  2 C

  2 H

  5 OH + 2 CO

  2 Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan

  secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF). SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi et al, 1977, yaitu kombinasi antara hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast S. cerevisiae untuk fermentasi gula menjadi etanol secara simultan. Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan dengan proses yang terpisah antara hidrolisis dengan enzim dan proses fermentasi, hanya dalam proses SSF hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor [39].

  Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan yang digunakan [39].

  Perbedaaan antara proses SHF dan SFF adalah proses Separate-Hydrolysis- Fermentation (SHF) merupakan proses pembuatan etanol dimana tahap hidrolisis dan tahap fermentasi berlangsung terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengontrolan terhadap tiap tahap, agar tercapai hasil yang diinginkan [49].

  Reaksi-reaksi lain yang dapat diintegrasikan adalah fermentasi heksosa dan pentosa yan disebut co-fermentation (CF), reaksi sakarifikasi, fermentsi heksosa dan pentosa yang disebut simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF) serat reaksi SSCF ditambah dengan produksi selulase yang disebut consolidated bioprocessing (CBP). Diantara keempat proses integrasi reaksi tersebut, proses SSF adalah yang paling banyak dilakukan.

Tabel 2.5 menampilkan perbandingan teknik SFF dan SHF.Tabel 2.5 Perbandingan antara dua teknik fermentasi utama [40].

  Proses Fermentasi Keuntungan Kerugian Sakarifikasi dan -Rendah biaya -temperatur operasi Fermentasi Serentak -Hasil etanol yang tinggi karena optimum yang berbeda penghilangan inhibitor proses sakarifikasi

  • Mengurangi reaktor yang digunakan

  Hidrolisis dan -setiap langkah dapat diproses pada - inhibitor produk akhir Fermentasi Terpisah kondisi operasi optimal menurunkan kadar

  • langkah terpisah meminimalisasi etanol interaksi tiap langkah -kesempatan
  • bahan baku lignoselulosa berupa kontaminasi selama ampas membutuhkan waktu untuk proses terurai menjadi glukosa kemudian bioetanol

  Hasil etanol keseluruhan dan kecepatan produksi etanol tidak hanya bergantung kepada hasil gula, tetapi juga larutan fermentasi. Ini mempengaruhi konsentrasi material terlarut terbebaskan selama pretreatment. Adanya mekanisme penghambatan proses fermentasi oleh produk (etanol) yang dihasilkan akan mengakibatkan penurunan kinerja dari khamir dalam mengkonversi gula menjadi etanol. Pada media dimana khamir bekerja mengubah gula menjadi etanol, jika konsentrasi etanol mencapai 12%, sel khamir akan mati dan proses fermentasi berhenti [23]. Oleh karena itu, etanol yang ada dalam media harus dikeluarkan dahulu dengan proses distilasi, kemudian gula yang ada pada ampas tebu dimanfaatkan kembali sebagai media fermentasi dengan melakukan daur ulang.

2.4.4 Distilasi

  Proses distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari larutan hasil fermentasi dengan cara memanaskan larutan tersebut dengan menjaga suhu pemanasan pada titik didih etanol yaitu 78ºC, sehingga etanol lebih dahulu menguap dan penguapan tersebut dialirkan pada pipa, terkondensasi dan kembali lagi menjadi etanol cair [28].

  Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed

  

distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga

  tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi. Dengan tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian

  o o bawah kolom adalah 35 C dan 20 C di bagian atas [30].

2.5 HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI FERMENTASI

  Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan etanol adalah: sumber karbon, gas karbondioksida, pH substrat, nutrien, temperatur, dan oksigen.

  2.5.1 pH

  pH dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme mempunyai pH minimal, maksimal, dan optimal untuk pertumbuhannya. Untuk yeast, pH optimal untuk pertumbuhannya ialah berkisar antara 4,0 sampai 4,5. Pada pH 3,0 atau lebih rendah lagi fermentasi alkohol akan berjalan dengan lambat

  2.5.2 Nutrien

  Dalam pertumbuhannya mikroba memerlukan nutrient. Nutrien yang dibutuhkan digolongkan menjadi dua yaitu nutrien makro dan nutrien mikro. Nutrien makro meliputi unsur C, N, P, K. Unsur C didapat dari substrat yang mengandung karbohidrat, unsur N didapat dari penambahan urea, sedang unsur P dan K dari pupuk NPK. Unsur mikro meliputi vitamin dan mineral-mineral lain yang disebut trace element seperti Ca, Mg, Na, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Co, Bo, Zn, Mo, dan Al.

  2.5.3 Temperatur

  Mikroorganisme mempunyai temperatur maksimal, optimal, dan minimal untuk

  o

  pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk yeast berkisar antara 25-30 C dan temperatur

  o o

  maksimal antara 35-47

  C. Beberapa jenis yeast dapat hidup pada suhu 0

  C. Temperatur selama fermentasi perlu mendapatkan perhatian, karena di samping temperatur mempunyai efek yang langsung terhadap pertumbuhan yeast juga mempengaruhi komposisi produk akhir. Pada temperatur yang terlalu tinggi akan menonaktifkan yeast. Pada temperatur yang terlalu rendah yeast akan menjadi tidak aktif. Selama proses fermentasi akan terjadi pembebasan panas sehingga akan lebih baik apabila pada tangki fermentasi dilengkapi dengan unit pendingin

  2.5.4 Oksigen

  Berdasarkan kemampuannya untuk mempergunakan oksigen bebas, mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: aerob apabila untuk pertumbuhannya mikroorganisme memerlukan oksigen, anaerob apabila mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada keadaan tanpa oksigen, dan fakultatif apabila dapat tumbuh dengan baik pada keadaan ada oksigen bebas maupun tidak ada oksigen bebas. Sebagian besar yeast merupakan mikroorganisme aerob. Yeast dari kultur yang memakai aerob akan menghasilkan alkohol dalam jumlah yang lebih besar apabila dibandingkan dengan yeast kultur yang tanpa aerasi. Akan tetapi efek ini tergantung yeast yang dipergunakan [42].

  2.5.5 Lama Fermentasi

  Waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi adalah 2 - 3 hari. Waktu yang sesuai akan menghasilkan etanol yang optimum. Semakin lama fermentasi kadar alkohol yang dihasilkan akan optimum dan akhirnya akan menurun. Hal ini karena kadar etanol dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Pada tahap awal sel khamir mulai memasuki fase eksponensial dimana etanol sebagai metabolit primer dihasilkan, sedangkan tahap selanjutnya sel khamir mulai memasuki fase stasioner dan kematian sehingga alkohol yang dihasilkan menurun

2.6 RAGI

  Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Ragi adalah anggota dari keluarga jamur bersel satu. Ragi roti serta ragi bir termasuk species

  

Saccharomyces cerevisiae [5]. Saccharomyces cerevisiae efisien mengubah glukosa dan

mannosa menjadi etanol, tetapi tidak dapat mengubah xilosa menjadi etanol.

Tabel 2.6 Efisiensi penggunaan ragi tape dengan S.cereviceae untuk 500 mL fermentasi hasil hidrolisis ampas tebu menjadi bioetanol [36]

  No Jenis Mikroba Ragi Tape Saccharomyces cerevisiae

  1 Jumlah mikroba 50 g 50 mL kultur fasa akhir

  logarithmic

  2 Waktu fermentasi 1 hari 3 hari

  3 Hasil ( Rendemen) 175 mL/Kg 160 mL/Kg

  4 Uji kualitatif Alkohol primer Alkohol primer

  5 Perkiraan harga mikroba Rp. 4.500 Rp. 88.500

2.7 ANALISIS EKONOMI

  Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari ampas tebu dengan cara yang konvensional. Rincian biaya diberikan dalam

Tabel 2.7 berikut.Tabel 2.7 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Ampas Tebu

  Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Ampas tebu 1 kg 200,-/1 kg 200,-

  Air proses

  25 L 1,25,-/L 31,25,- Ragi Roti 87,5 gr 4000,-/12 g 29.166,-

  Urea 0,005 kg 2000/ kg 10,- 33.000,- 33.000,- - Listrik

  Total biaya 62.407,25,-

  Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol per kilogram ampas tebu adalah sebesar Rp. 62.407,25- meskipun bioetanol yang dihasilkan masih rendah kemurniannya dan diperlukan adanya tahap purifikasi lanjutan untuk menjadikan produk tersebut menjadi lebih tinggi kemurniannya.

Dokumen yang terkait

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

14 140 76

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse (Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu Dan Waktu Hidrolisis)

8 104 74

Pengaruh Lama Fermentasi Dan Berat Ragi Roti Terhadap Kadar Bioetanol Dari Proses Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Jerami Padi Dengan Hcl 30%

2 81 61

Pengaruh Penambahan Ragi Roti Dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Ampas Tebu (Saccharum officanarum) Dengan HCl 30% Dalam Pembuatan Bioetanol

4 96 70

Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Dari Campuran Resin Polyester Dan Serat Ampas Tebu

8 89 107

Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Instan Dan Waktu Fermentasi Terhadap Pembuatan Alkohol Dari Pati Gadung (Dioscorea hispida dennst)

1 48 110

Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Instan Dan Waktu Fermentasi Terhadap Pembuatan Alkohol Dari Ampas Ubi Kayu (Manihot utilisima)

0 32 89

View of Pembuatan Bioetanol Dari Biji Jewawut (Setaria italica) Dengan Proses Hidrolisis Enzimatis Dan Fermentasi Oleh Saccharomyces cerevisiae

1 1 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Rasio Molar Substrat Dan Konsentrasi Katalis Pada Pembuatan Surfaktan Decyl Poliglikosida Dari D-Glukosa Dan Dekanol

0 0 11

Pembuatan Bioetanol Dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal Dan Fermentasi: Pengaruh Ph, Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi

0 0 9