9 Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Nega

SENGKETA KEWENANGAN
LEMBAGA NEGARA
Oleh
Jazim Hamidi
(Sumber: Maruarar Siahaan)

 INDONESIA NEGARA HUKUM  DAN DEMOKRASI

 Indonesia,  negara  hukum,  dan  didasarkan  pada  kedaulatan  rakyat 
yang  dilaksanakan  berdasar  UUD  1945,  sebagaimana  ditentukan 
dalam  Pasal  1  ayat  (2)  dan  ayat  (3),  yang  lazim  disebut  sebagai 
constitutional democracy dan democratische rechtsstaat. 

 Indonesia menganut ajaran pemisahan kekuasaan secara lebih 
tegas.  Hal  tersebut  dimaksudkan  agar  tidak  ada 
penyalahgunaan  kekuasaan,  sehingga  kekuasaan  harus 
diawasi  oleh  kekuasaan.  (So  that  one  can  not  abuse  power, 
power  must  check  power  by  arrangement  of  things­
Montesquieu) 

SEPARATION OF POWERS


• Cabang-cabang kekuasaan tidak diletakkan
dalam satu tangan tetapi harus dibatasi dengan
memisahkan satu dengan yang lain secara tegas

• Keterpisahan dapat dikenali dari kewenangan
yang dilakukan dan orang yang
melaksanakannya tidak saling mencampuri.
• Tidak diterapkan secara kaku dalam isolasi
komplit, melainkan terhubung satu dengan yang
lain agar penyelenggaraan kekuasaan negara
terkoordinasi secara efektif untuk mencapai
tujuan bersama.

.

Pasal 1 ayat (1) UUD 1945
“ Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik”


Dalam negara kesatuan, kekuasaan negara
terbagi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah
Pemerintah Daerah disusun dalam Pemerintah
Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kekuasaan
aslinya berada di tingkat pusat, dan daerah
mendapat kekuasaan oleh pusat dengan
penyerahan sebagian kekuasaan yang ditentukan
dengan tegas

Kewenangan yang disebut sebagai
authority,
diartikan
sebagai
hak
untuk
bertindak dan mengeluarkan perintah dengan
kekuasaan yang dimiliki oleh pejabat umum
atau
lembaga

negara
untuk
meminta
kepatuhan
orang
pada
perintah
yang
dikeluarkan secara sah dalam ruang lingkup
tugas publiknya (public duties).
Pembedaan lembaga negara sebagai organ
konstitusi yang memperoleh wewenangnya
dari UUD 1945 dan yang bukan, sangat
penting untuk dIperhatikan bahwa sumber
kewenangan tersebut merupakan tolok-ukur
atau ukuran untuk menentukan corak lembaga
negara yang bersengketa menyangkut
kewenangannya

Dengan ukuran yang jelas demikian belum

dapat dikatakan bahwa satu lembaga negara
yang memperoleh kewenangannya dari UUD,
tidak mungkin bersengketa dengan lembaga
negara yang memperoleh kewenangan dari
undang-undang, meskipun lembaga negara
demikian disebut dalam UUD 1945 dengan
kewenangan
pokok
ditentukan
dalam
konstitusi, tetapi diatur lebih lanjut dalam
undang-undang,
sehingga
sumber
kewenangan secara tidak langsung dari UUD
45.

Mukhtie Fajar berpendapat bahwa
mengundang beberapa penafsiran, yaitu


:

hal

tersebut

bisa

A. penafsiran luas, sehingga
mencakupsemua lembaga negara
yang nama dan kewenangannya
disebut/tercantum dalam UUD 1945
B. penafsiran moderat, yakni yang
hanya membatasi pada apa yang dulu
dikenal sebagai lembaga tertinggi dan
tinggi negara
C. penafsiran sempit, yakni penafsiran
yang merujuk secara implisit dari
ketentuan pasal 67 UU MK


Empat karakeristik utama sebuah kewenangan
yang berbasis peraturan, yaitu

1

2

• Hak untuk membuat keputusan-keputusan yang
berkekuatan hukum. Hal ini sangat berkaitan
dengan pelaksanaan kewenangan yang
dikeluarkan sebagai bagian dari pelaksanaan
kewenangannya. Potensi sengketa kewenangan
lembaga negara sangat mungkin lahir dari
produk hukum yang dikeluarkan oleh sebuah
lembaga negara yang kemudian mengikat
lembaga negara lain.
• kepada
Perbedaan pelegitimasian antara kekuasaan
dengan kewenangan. Hal tersebut berkaitan
dengan beberapa lembaga negara yang secara

legitimatif kekuasaannya diberikan dalam
landasan hukum yang berbeda dengan landasan
hukum kewenangannya. Hal itu menimbulkan
perbedaan tafsiran antara kekuasaan, fungsi,
tugas, wewenang dan kewajiban maupun
penjabaran terhadap unsur-unsur tersebut.
Akibatnya sering suatu lembaga negara merasa
lebih memiliki kekuasaan ataupun kewenangan
terhadap satu hal daripada lembaga negara lain

Lanjutan

3

4

• Aturan hirarkis yang jelas, seperti lex
specialis derogat legi generalis, lex
superiori derogat legi inferiori, yg
diperlukan dalam menjamin kepastian

hukum, dapat membingungkan ketika
beberapa jenis peraturan sudah
tercabut dengan
tersebut
•Kewenangan
yangazas
terbagi.
Beberapa
kewenangan dimiliki lembaga negara
secara bersamaan dengan lembaga
negara lain. Kerancuan timbul ketika
wilayah kewenangan mulai ditafsirkan
antara satu lembaga negara dengan
lembaga negara lain

6.

SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG
MEMPEROLEH KEWENANGANNYA DARI UUD 1945 ADALAH
SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG HUKUM TATA

NEGARA
SEBAGAI
AKIBAT
SATU
LEMBAGA
NEGARA
MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN UUD 1945
PADANYA, TELAH MENGHILANGKAN, MERUGIKAN ATAU
MENGGANGGU KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA

Sengketa
(dispute)
itu
dapat
terjadi
karena
digunakannya kewenangan lembaga negara yang
diperolehnya dari UUD 1945, dan kemudian dengan
penggunaan kewenangan tersebut terjadi kerugian
kewenangan konstitusional lembaga negara lain


Checks and Balances.
Check      : Pengawasan (control)
To Check = menguji
  To Check = menunda, menghambat, mengerem
Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau 
jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya 
keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang 
dilindungi konstitusi
pemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang 
kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan 
lain, sehingga tidak  dapat  mencapai tujuan bersama
Checks and balance hrs menyertai separation of powers utk 
mencegah bahaya kekuasaan di satu tangan dan bergeraknya 
kekuasaan tidak terkordinasi  sehingga  tidak efektif.

Checks and Balances.
Check      : Pengawasan (control)
To Check = menguji
  To Check = menunda, menghambat, mengerem

Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau 
jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya 
keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang 
dilindungi konstitusi
pemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang 
kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan 
lain, sehingga tidak  dapat  mencapai tujuan bersama
Checks and balance hrs menyertai separation of powers utk 
mencegah bahaya kekuasaan di satu tangan dan bergeraknya 
kekuasaan tidak terkordinasi  sehingga  tidak efektif.

Carl Schmitt:
Konsekwensi Pemisahan Kekuasaan yang kaku
(strict,complete)
1. Eksekutif tidak memiliki hak inisiatif UU
2. Tidak dikenal persetujuan bersama dalam
pembentukan undang-undang.
3. Tidak mengenal delegasi kewenangan dalam legislasi
kepada eksekutif.
4. Eksekutif tidak mempunyai hak veto atas
pembentukan UU sebagai kewenangan legislatif.
5. Legislatif tidak mempunyai hak memberhentikan
(impeachment) /kepala negara.
6. Judikatif tidak mempunyai wewenang judicial review
yang
menjadi kewenangan legislatif.

Oleh karenanya tidak dilakukan pemisahan
kekuasaan secara kaku, melainkan cabang
kekuasaan terhubungkan dan terkoordinasi

GRAPH 1
Lembaga Negara Menurut UUD 1945
Sebelum Amandemen – Vertikal Hirarkis

GRAPH 2

Lembaga Negara Menurut UUD 1945
Setelah di Amendemen
-------UUD – 1945

MA
Pasal 24
ayat (2)

MK
Pasal 24C
(1)

KJ

BPK
Pasal 23E

PRESIDEN
Pasal 4

MPR
Pasal 2

DPR
Pasal 19

Pasal 24B

DPD
Pasal 4
DPD

NOTE :
1.

MPR:

MAJELIS

PERMUSYAWARATAN

RAKYAT

8.KJ:KOMISI

YUDISIAL
2.

PRESIDEN

3.

DPR:

Catatan:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

KPU:KOMISI

PEMILIHAN
4.

DPD:

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

5.

BPK:

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

6.

MA:

MAHKAMAH AGUNG

UMUM ?

15

I

UUD 1945

bank
sentra
l

kp
u

Presiden/
Wakil
Presiden
Kementeria
n Negara

dewan
pertimbang
an
TNI/POLRI

PERWAKILAN
BPK PROVINSI

PEMDA
PROVINSI
KPD

DPRD

PEMDA
KAB/KOTA
KPD

DPRD

DPR

MPR

DPD

MA

MK

badan-badan
lain yang
fungsinya
berkaitan
dengan
kekuasaan
kehakiman

KY
PUSAT

Lingkungan
Peradilan

DAERA
H

Umum
Agama
Militer
TUN

LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN
16
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

I

BPK

7.

28 lembaga negara yang disebut secara eksplisit
maupun secara tidak langsung disebut dalam UUD
1945 tetapi kewenangannya dirujuk akan diatur
lebih lanjut, atau lembaga negara yang diatur
secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945
maupun yang sekedar disebut saja,yaitu

1) Majelis Permusyawaratan Rakyat.(MPR).
2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
4) Presiden.
5) Wakil Presiden.
6) Dewan Pertimbangan Presiden.
7) Kementerian Negara.
8) Duta.
9) Konsul.
10)Pemerintahan Daerah Propinsi, yang
mencakup

Lanjutan

11) Jabatan Gubernur.
12) DPRD Propinsi
13) Pemerintahan Daerah Kabupaten,
yang mencakup
14) Jabatan Bupati
15) DPRD Kabupaten
16) Pemerintahan Daerah Kota, yang
mencakup
17) Jabatan Walikota
18) DPRD Kota.
19) Komisi Pemilihan Umum)KPU), yang
akan diatur lebih lanjut dalam
undang-undang.
20) Bank Sentral, yang akan diatur lebih
lanjut dalam undang-undang.

lanjutan

21)
22)
23)
24)
25)
26)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisi Yudisial.(KY)
Tentara Nasional Indonesia(TNI).
Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
27) Pemerintah Daerah Khusus atau
istimewa.
(Jimly Asshidiqie SH, Sengketa Kewenangan
28)
Kesatuan Masyarakat hukum adat

Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi Press
& PT Syaamil Cipta Media, 2006 hal 15.)

(8) Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian
diadopsi sebagai syarat legal standing dalam
pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
08/PMK/2006, menetetapkan tiga syarat untuk
legal standing tersebut yaitu :

Pemohon adalah lembaga negara yang
menganggap kewenangan konstitusionalnya
diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan,
dan/atau dirugikan oleh lembaga negara
yang lain

1.

2. Pemohon harus mempunyai kepentingan
langsung terhadap kewenangan yang
dipersengketakan
3. Termohon adalah lembaga negara yang
dianggap telah mengambil, mengurangi,
menghalangi, mengabaikan, dan/atau
merugikan pemoh

LEGAL STANDING - SENGKETA
LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU
MK
Pemohon adalah lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
mempunyai kepentingan langsung terhadap
kewenangan yang dipersengketakan Perorangan
warga negara Indonesia

• Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945
• Ada kewenangan konstitusional yang
dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon
diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon
• Pemohon harus memiliki kepentingan langsung
dengan kewenangan yang dipersengketakan

LEGAL STANDING - SKLN JURISPRUDENSI MK



Putusan MK Nomor 001/SKLN - II/2004
Putusan MK Nomor 002/SKLN – IV/2006

……Bahwa KPU Kota Depok merupakan KPUD yang
kewenangannya
diberikan oleh undang-undang dalam hal ini UU Pemda. Dalam
pemilihan kepala daerah (Pilkada), menurut UU Pemda dan
sebagaimana juga diakui oleh Pemohon, KPUD bukanlah
bagian dari
KPU yang dimaksudkan Pasal 22E UUD 1945. Dengan
demikian,
meskipun KPUD adalah lembaga negara, namun dalam
penyelenggaraan
Pilkada
kewenangannya
bukanlah
kewenangan yang
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, sebagaimana dimaksud
dalam

9.

Putusan
MK
menyatakan :

Nomor

04/SKLN-IV/2006,

”Keseluruhan kewenangan tersebut diatur
dalam undang-undang yang melaksanakan
pasal 18, Pasal 18A dan pasal 18B UUD
1945. Pasal 18 ayat (6) adalah
kewenangan yang diberikan oleh undangundang dasar kepada pemerintahan
daerah dan sekaligus juga perintah
kepada pembuat undang-undang agar
kewenangan tersebut tidak diabaikan
dalam melaksanakan ketentuan pasal 18,
pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945”

10. Pasal 2 PMK Nomor 08/PMK/ 2006
menentukan :
Lembaga Negara yang dapat menjadi pemohon
atau
termohon
dalam
perkara
sengketa
kewenangan konstitusional lembaga negara
adalah :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Presiden
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) .
Pemerintahan Daerah (Pemda); atau
Lembaga negara lain yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945.

11. Pasal 17 ayat (3) UUD 1945

“Setiap Menteri membidangi
urusan tertentu dalam
pemerintahan”
Menteri Kehutanan adalah lembaga Negara, yang
menjadi pembantu Presiden

12.

Pasal 18 ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5), dan ayat (6) UUD 1945, mengatur sebagai
berikut:
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang di atur
dengan undang-undang
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.

Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan

13. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 21 UU No.
32 Tahun 2004, menyatakan
“Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, daerah
mempunyai hak:
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahanya
b. Memilih pimpinan daerah
c. Mengelola aparatur daerah
d. Mengelola kekayaan daerah
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya lainya yang berada di
daerah
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain
yang sah
Mendapatkan hak lainya yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. “

h.

OTONOMI DAERAH
• Pasal 1 .5 UU 32/2004:

• “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”.
• Pasal 1.6 UU 32/2004 :
• “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
system Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

URUSAN PEMERINTAHAN







Pasal 10 UU 32/2004 :
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan menjadi urusan pemerintah.
Dalam menjalankan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan.
Urusan Pemerintahan yang menjadi urusan
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
– Politik luar negeri
– Pertahanan;
– Keamanan;

TITIK SINGGUNG MK-PTUN
• SATU KEPUTUSAN (BESCHIKKING) SEBAGAI
HASIL PELAKSANAAN SATU WEWENANG
MENURUT UUD 1945, MENYEBABKAN ADA
TITIK SINGGUNG KEWENANGAN MK DAN PTUN,
KRN SATU KEPUTUSAN TUN YANG INDIVIDUAL,
KONKRIT DAN FINAL DIUJI OLEH PTUN, TETAPI
SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
YG MEMPEROLEH KEWENANGAN DR UUD 1945
MERUPAKAN KEWENANGAN MK;
• AKIBATNYA TERDAPAT PILIHAN FORUM DAN
PILIHAN HUKUM BAGI PEMOHON.

LEGAL STANDING - SENGKETA
LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU
MK
Pemohon adalah lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
mempunyai kepentingan langsung terhadap
kewenangan yang dipersengketakan Perorangan
warga negara Indonesia

• Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945
• Ada kewenangan konstitusional yang
dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon
diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon
• Pemohon harus memiliki kepentingan langsung
dengan kewenangan yang dipersengketakan

Mahkamah Agung Lembaga Negara
Sebagai Pihak SKLN
• Pasal 65 UU MK : “MA tidak dapat menjadi
pihak dalam SKLN.
• Pasal 2 ayat (3) PMK 08/2006 : “MA tidak
dapat
menjadi
pihak,
baik
sebagai
Pemohon
ataupun
Termohon
dalam
sengketa kewenangan teknis peradilan.
• Pendirian ini lahir dari permohonan uji
materi yang diajukan 31 Hakim Agung, yg
substansi
sesungguhnya
dianggap
sengketa kewenangan lembaga negara.

KETENTUAN
HUKUM ACARA UMUM
1.
2.
3.
4.

PLENO DAN KORUM
PIMPINAN PLENO
PANEL
SIDANG PEMERIKSAAN DAN
PENGUCAPAN PUTUSAN TERBUKA UNTUK
UMUM
5. RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM
(RPH) TERTUTUP

PEMERIKSAAN
PENDAHULUAN. Pasal 11
(2) PMK 08/2006
1. Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan oleh
Panel, sekurangnya 3 orang hakim;
2. Dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya;
3. Dalam hal ada permohonan putusan sela,
pemeriksaan pendahuluan dihadiri Termohon;

Penarikan Permohonan
• Pasal 18 PMK 08/2006
• 1.Penarikan dpt dilakukan
sebelum/selama pemeriksaan.
• 2.Apabila penarikan yg dilakukan
setelah pemeriksaan, harus lebih
dahulu mendengar keterangan
termohon.
• 3. Permohonan penarikan dapat
ditolak, dan pemeriksaan dilanjutkan.

Akibat hukum Penarikan
Permohonan.(Pasal 19/PMK 08/2006)
Jika ditarik tdak dapat diajukan
kembali dengan permohonan baru,
kecuali apabila :
1. Substansi sengketa memerlukan
penyelesaian secara konstitusional;
2. Tidak terdapat forum lain untuk
menyelesaikan sengketa dimaksud;
3. Ada
kepentingan
umum
yang
memerlukan kepastian hukum.

PUTUSAN SELA YG MENGHENTIKAN
SEMENTARA PELAKSANAAN
KEWENANGAN YG DISENGKETAKAN :
• Dapat dijatuhkan apabila :
• 1. Terdapat kepentingan hukum yang
mendesak
yg,
apabila
pokok
permohonan
dikabulkan,
dapat
menimbulkan akibat hukum yg
serius;
• 2. Kewenangan yg dipersoalkan
bukan
mengenai
pelaksanaan
putusan
Pengadilan
yg
tlh
mempunyai kekuatan hukum tetap.

 
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
 
• Putusan Akhir adalah
putusan yg
mengakhiri sengketa kewenangan
lembaga negara yang diajukan
kehadapan Mahkamah Konstitusi,
sebagai putusan tingkat pertama dan
terakhir
yang mengikat
secara
umum.
• Putusan Mahkamah atau putusan
Pengadilan
pada
umumnya
didefinisikan
”perbuatan
hakim
sebagai perjabat yang berwenang
yang
diucapkan
dalam
sidang

Putusan Hakim
• Oleh karena sifatnya yang mengakhiri
sengketa, maka putusan demikian disebut
juga sebagai putusan akhir.
• M.P. Stein yang mengatakan : een vonnis
dient men te verstaan de door de Rechters als
bevoegd
overheids
orgaan
verrichte
rechtshandeling, strekkend tot beslissing van
het aan hen voorgelegde geschill tussen
partijen.(Compendium Van Het Burgerlijke
Processrecht,4e druk, Kluwer, 1977 hal 119123).

KESIMPULAN
1. Sengketa kewenangan sebagai objectum litis MK,
masih berkembang dinamis, dan pandangan yang
baku tentang kewenangan harus secara rinci dan
jelas diatur dalam UUD 45, boleh jadi
berkembang secara dinamis karena kebutuhan
forum untuk penyelesaian sengketa sebagai
solusi nasional;
2. Pihak Pemohon(subjectum litis) yang hanya
disebut
dalam
UUD
dan
kewenangannya
kemudian dirumuskan lebih rinci dalam undangundang, di masa depan sangat dimungkinkan,
meski hanya Termohon yang memperoleh
kewenangan dari UUD 1945; dipersoalkan
penggunaan kewenangannya yg merugikan
Termohon
3.Dengan
karakter
kewenangan
berdasar

Kesimpulan (Cont).

4. Hanya Aturan ttg SKLN yang
mengatur
secara
tegas
adanya
kewenangan menjatuhkan Putusan sela.
5. Terdapat titik singgung antara
kewenangan MK dengan Peradilan TUN,
karena
kewenangan
yang
dipersengketakan,
menghasilkan
keputusan TUN, sehingga terdapat
pilihan forum (Choice of forum), bagi