Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

  

PERBEDAAN TINGKAT MOBILITAS PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR

EKSTREMITAS BAWAH SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN

PENYULUHAN KESEHATAN DI RUANG BOEGENVILLE

DAN TERATAI RSUD DR. SOEGIRI

LAMONGAN

…………......……….…… …… . .…. …… … ......………. …… …… . .….

Diah Puji Astutik, Ilkafah , Ihda Mauliyah

ABSTRAK

  Mobility is an important thing that must be done by the postoperative fracture of the lower

extremity patient to prevent postoperative complications. One of the factors that affect mobility is

education. This problem changing is any postoperative fracture of the lower extremity patient that

do not perform mobility. The purpose of this study is to analyze the differences in levels of mobility

to postoperative fractures of the lower extremity patient before and after health education.

The design of this study is pre-experimental with one group pre-post test design approach. The

population of this study are the entire the postoperative fracture of the lower extremity patient in

RSUD dr. Soegiri Lamongan and the sample taken are 42 respondents with Simple random

sampling technique. The data are collected by using observation sheet then tabulated and analyzed

by Wilcoxon signed rank test with p = 0.05.

The result of the study show that the level of mobility to patients before education, the mostly at

level 3 and after education the mostly at level 1, there is a difference in the level of mobility before

and after health education obtained p = 0.000 where p <0.05. In conclusion, H1 accepted it means

there is different degrees of mobility in the postoperative fracture of the lower extremity patient

before and after health education.

Based on the result of this study, it is necessary for the nurses to give health education to the

patients and their families especially about the importance to do mobility post operation based on

the procedure given to minimalize unsuccessful on the improvement mobility of post operation

fracture of extremity patients.

  Keywords: Health Education, Level Mobility PENDAHULUAN …… … …

  Perry (2005), kegawatan fraktur diharuskan . . . segera dilakukan tindakan untuk

  Semakin pesatnya kemajuan teknologi menyelamatkan pasien dari kecacatan fisik. saat ini, memberikan berbagai kemudahan

  Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara dengan tercapainya berbagai sarana dan bertahap melalui mobilitas persendian yaitu prasarana dalam berbagai bidang. Sementara dengan latihan Range Of Motion (ROM) dan di balik kemajuan tersebut, mengakibatkan mobilitas dini. Hal tersebut perlu dilakukan sering terjadi berbagai kecelakaan yang sedini mungkin pada pasien post operasi disebabkan oleh kesalahan manusia terutama untuk mengembalikan kelainan fungsi pasien kecelakaan kendaraan bermotor yang dapat seoptimal mungkin atau melatih pasien dan menyebabkan fraktur atau patah tulang menggunakan fungsi yang masih tertinggal

  (Ikrima, 2008). Fraktur merupakan patah seoptimal mungkin (Smeltzer & Bare, 2002). tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan

  Menurut Susan (2001), di Amerika Serikat, tulang dan ditentukan sesuai jenis dan fraktur terdapat hampir 10% dari seluruh luasnya (Suratun, 2008). Penanganan fraktur cedera yang dilaporkan. Badan kesehatan pada ekstremitas dapat dilakukan secara dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat

  konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat

  lebih dari 7 juta orang meninggal keparahan fraktur dan sikap mental pasien dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2

  (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Potter & juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi (Depkes RI, 2007).Menurut laporan penelitian Moesbar (2007), kejadian fraktur di Indonesia periode tahun 2005 sampai dengan 2007 terdapat 864 kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas yang datang berobat ke rumah sakit dari jumlah tersebut yang mengalami patah tulang pada anggota gerak bawah dari sendi panggul sampai ke jari kaki yaitu 549 kasus (63,5%), kemudian anggota gerak atas dari sendi bahu sampai ke jari tangan sejumlah 250 kasus (28,9%) diikuti daerah tulang panggul sejumlah 39 kasus (4,5%) dan tulang rekam medik RSUD dr. Soegiri Lamongan di ruang Ruang Bougenville dan Teratai tahun 2010 terdapat 272 kasus pasien yang mengalami fraktur. Hasil survey awal di Ruang Bougenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan tanggal 31 Januari 2011, dari 4 pasien post operasi fraktur ekstremitas didapatkan 1 pasien atau 25% yang melakukan mobilitas meskipun dengan bantuan dan 3 pasien atau 75% yang tidak melakukan mobilitas karena takut. Dari data di atas maka masalah penelitian ini adalah masih ada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah yang tidak melakukan mobilitas. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mobilitas antara lain tingkat usia dan status perkembangan, keadaan fisik (proses penyakit/cedera), gaya hidup, emosi, tingkat energi, pekerjaan, keadaan nutrisi, kebudayaan dan pengetahuan (Hesti, 2010) dimana pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan, dan informasi (Wahit, 2007). Perawat harus mampu menjalankan perannya dalam memberikan pelayanan kesehatan, misalnya dalam bentuk pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan berupa penyuluhan kesehatan (Effendy, 2003).

METODOLOGI PENELITIAN

  Tujuan penelitian diatas untuk mengetahui Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan

  Penyuluhan Kesehatan di Ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan.

  Jenis Penelitian ini adalah pra eksperimental dengan pendekatan One-group pra-post test design. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan pada bulan Maret sampai Mei 2011 dengan jumlah 46 orang, sedangkan sampel penelitian adalah Sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan selama bulan Maret sampai Mei 2011 sebanyak 42 responden. Dalam penelitian ini menggunakan varibel tunggal yaitu tingkat mobilitas, sedangkan sebagai perlakuan adalah penyuluhan kesehatan. Pengumpulan data penelitian menggunakan metode observasi untuk mengetahui tingkat mobilitas pasien. Analisis penelitian menggunakan uji Wilcoxon sign rank test .

  HASIL .

  PENELITIAN

  a. Data Umum 1) Karakteristik Jenis Kelamin Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan Tahun 2011 No.

  Jenis Kelamin Jumlah

  Prosentase (%)

  1

  2 Laki-laki Perempuan

  27

  15 64,3 35,7

  Jumlah 42 100 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah berjenis kelamin laki-laki sebesar 64,3%.

  2) Karakteristik umur

  b. Data Khusus

Tabel 2 Distribusi Karakteristik 1) Tingkat mobilitas post operasi fraktur

Responden Berdasarkan ekstremitas bawah sebelum dilakukan

  Umur penyuluhan kesehatan.

  No. Umur Jumlah Prosentase (%) Tabel 5 Distribusi Karakteristik

  1 <20thn 14 33,3 2 20-35thn 17 40,5

  Responden Berdasarkan Tingkat 3 >35thn 11 26,2

  Mobilitas Post Operasi sebelum Jumlah 42 100 dilakukan penyuluhan kesehatan

  Dari tabel 2 menunjukkan bahwa hampir Tingkat Prosentase sebagian pasien post operasi fraktur

  No. mobilitas Jumlah (%) ekstremitas bawah berumur 20-35 tahun

  1 Tingkat 0 sebesar 40,5%.

  2 Tingkat 1

  3 Tingkat 2 7 16,7

  3) Karakteristik pendidikan

  4 Tingkat 3 23 54,8

  5 Tingkat 4 12 28,6 Jumlah 42 100

  Responden Berdasarkan Pendidikan

  Pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa

  No Pendidikan Jumlah Prosentase

  sebagian besar pasien post operasi fraktur

  (%)

  ekstremitas bawah melakukan mobilitas pada

  1 SD/sederajat 8 19,1

2 SMP/sederajat 16 38,1 tingkat 3 sebesar 54,8%.

  3 SMA/sederajat 14 33,3

  4 Akademik/Sarjana 4 9,5 2) Tingkat mobilitas post operasi fraktur

  Jumlah 42 100 ekstremitas bawah setelah dilakukan penyuluhan kesehatan

  Dari tabel 3 dapat dijelaskan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur

  Tabel 6 Distribusi Karakteristik

  ekstremitas bawah berpendidikan

  Responden Berdasarkan SMP/sederajat sebesar 38,1%. Tingkat Mobilitas Post Operasi Setelah Dilakukan 4) Karakteristik pekerjaan Penyuluhan Kesehatan

  Tingkat Prosentase

  Tabel 4 Distribusi Karakteristik

  No. mobilitas Jumlah (%)

  Responden Berdasarkan

  1 Tingkat 0 3 7,1

  Pekerjaan

  2 Tingkat 1 22 52,4

  No. Pekerjaan Jumlah Prosentase (%)

  3 Tingkat 2 10 23,8

  1 Petani 7 16,7

  4 Tingkat 3 7 16,7

  2 Wiraswasta 11 26,2

  5 Tingkat 4

  3 PNS 1 2,4

  Jumlah 42 100

  4 Tidak bekerja 5 11,9 5 pedagang

  Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan

  6 Ibu rumah tangga bahwa sebagian besar pasien post operasi

  7 Pelajar 18 42,9

  fraktur ekstremitas bawah melakukan

  Jumlah 42 100 mobilitas pada tingkat 1 sebesar 52,4%.

  Dari tabel 4 dapat dijelaskan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah bekerja sebagai pelajar sebesar 42,9%.

  3) Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan Kesehatan. Tabel 7 Distribusi Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan

  No. Keterangan Jumlah Prosentase

  (%)

  1 Meningkat 39 92,9

  2 Tetap 2 4,8

  3 Menurun 1 2,4 Jumlah 42 100

  Dari tabel 7 menunjukkan bahwa hampir seluruh pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah mobilitasnya meningkat sebesar 92,9%. Dengan menggunakan uji Wilcoxon sign rank

  test hasil analisis data dengan bantuan SPSS

  versi 16,0 dengan hasil sebagai berikut p = 0,000 dimana p<0,05 sehingga H1 diterima artinya terdapat perbedaan tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan.

  PEMBAHASAN .… .…

  Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah melakukan mobilitas pada tingkat 3 sebesar 54,8%.

  Menurut Hesti (2010), mobilitas dapat dipengaruhi oleh faktor tingkat usia dan status perkembangan, keadaan fisik (proses penyakit/cedera), gaya hidup, emosi, tingkat energi, pekerjaan, keadaan nutrisi, kebudayaan dan pengetahuan dimana pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan, dan informasi. Kesehatan Fisik (Proses Penyakit/Cedera) dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya sehingga dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas pasien. Pengetahuan merupakan salah satu sumber dari pendidikan, dan tingkat pendidikan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang sehat. Emosi, keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat, yang kemudian sering dimanifestasikan dengan kurang aktivitas. Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas kurang bebas. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.

  Pasien enggan melakukan mobilitas dikarenakan pasien tidak mampu melakukan mobilitas secara bebas karena dipengaruhi adanya gangguan pada sistem tubuh yang disebabkan fraktur ekstremitas bawah sehingga mobilitas pasien terganggu. Pasien tidak mampu mengontrol anggota tubuhnya sehingga membatasi pergerakan tubuhnya. Pasien beranggapan apabila melakukan mobilitas meskipun hanya pergerakan sendi pada area yang tidak mengalami fraktur akan memperparah fraktur yang diderita. Pengetahuan tentang pentingnya mobilitas post operasi juga berpengaruh pada kemauan pasien dalam melakukan mobilitas. Kurangnya pengetahuan serta belum diberikannya intervensi yaitu pendidikan kesehatan tentang mobilitas menyebabkan pasien enggan melakukan mobilitas karena takut. Selain itu juga, gangguan sistem tubuh dapat menimbulkan nyeri sehingga pasien enggan untuk bergerak secara bebas karena merasakan nyeri pada bagian tubuh yang terkena fraktur. Emosi pasien juga berpengaruh pada kemampuan mobilitas pasien. Saat sakit dan harus menjalani perawatan di rumah sakit menyebabkan emosi pasien tidak stabil sehingga pasien kehilangan semangat untuk melakukan

1) Tingkat Mobilitas Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Dilakukan Penyuluhan Kesehatan

  mobilitas. Nutrisi yang cukup merupakan sumber energi utama yang akan digunakan untuk melakukan mobilitas. Bila nutrisi pasien tidak mencukupi, kondisi tubuh pasien akan lemah sehingga tidak mampu melakukan mobilitas. Gaya hidup juga berpengaruh pada kemampuan mobilitas pasien karena kebiasaan pasien melakukan mobilitas. Pasien yang terbiasa melakukan mobilitas setiap hari, saat menderita fraktur ekstremitas bawah akan tetap melakukan mobilitas walaupun mobilitas yang minimal begitu juga sebaliknya pasien yang sehari- harinya kurang melakukan mobilitas saat menderita fraktur ekstremitas bawah akan enggan untuk melakukan mobilitas.

  ekstremitas bawah setelah dilakukan penyuluhan kesehatan.

  Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah melakukan mobilitas pada tingkat 1 yaitu memerlukan bantuan alat sebesar yaitu 52,4%. Mobilitas dapat dipengaruhi oleh faktor tingkat usia dan status perkembangan, keadaan fisik (proses penyakit/cedera), gaya hidup, emosi, tingkat energi, pekerjaan, keadaan nutrisi, kebudayaan dan pengetahuan dimana pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan, dan informasi.

  Hal ini sesuai dengan tabel 4.2 yang menyebutkan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah berumur 20-35 tahun sebesar 40,5%. Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa (Wahit, 2007). Umur 20-35 tahun disebut sebagai usia dewasa muda. Umur tersebut termasuk dalam usia produktif, sehingga daya ingat terhadap informasi yang diterima oleh pasien akan lebih mudah diingat dan dipahami, sehingga pasien akan mempunyai pengetahuan cukup khususnya pengetahuan tentang pentingnya melakukan mobilitas

  Selain umur, mobilitas juga dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Hal ini sesuai pada

tabel 4.3 yang menyebutkan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur

  ekstremitas bawah berpendidikan SMP/sederajat sebesar 38,1%. Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diberikan oleh pelaku pendidikan, tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang sehingga mampu menyikapi dan memberikan persepsi terhadap perkembangan ide yang tinggi maka seseorang lebih bisa memahami dan menerima akan perkembangan suatu pengetahuan, informasi dan teknologi.

  SMP merupakan jenjang pendidikan menengah pertama, masa peralihan dari sekolah dasar sehingga dapat mempengaruhi cara berfikir mereka. Mereka berfikir secara lebih kritis dan lebih mudah memahami informasi yang mereka dapat. Pada tingkat pendidikan ini pasien mulai bisa menerima informasi yang diberikan melalui pendidikan kesehatan tentang mobilitas dan mencernanya dengan baik sehingga pasien bisa melakukan mobilitas atas kemauannya sendiri dan sesuai prosedur yang telah ditentukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki khususnya tentang pentingnya melakukan mobilitas, sebaliknya jika pendidikan pasien rendah maka akan menghambat pasien dalam menerima informasi dan akibatnya pengetahuan pasien pun rendah karena selama menempuh pendidikan akan terjadi hubungan antar individu baik secara sosial atau interpersonal yang akan berpengaruh terhadap wawasan, oleh karena itu pendidikan dan pengetahuan pasien post operasi fraktur yang rendah mengenai mobilitas akan menyebabkan pasien tidak melakukan mobilitas secara sehat dan sesuai dengan prosedur.

  Pekerjaan juga dapat mempengaruhi mobilitas pasien. Hal ini sesuai dengan tabel 4.4 menunjukkan bahwa hampir sebagian pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah bekerja sebagai pelajar sebesar 42,9%. Menurut Wahit (2007), lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Dengan bekerja seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerjanya sehingga dapat terjadi pertukaran informasi. Peningkatan pengetahuan juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat seseorang bekerja dan kesesuaian pekerjaan tersebut terhadap adanya lingkungan kerja yang nyaman dan kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki terhadap pekerjaannya maka akan memberikan kesan yang positif dan akan dapat meningkatkan pengetahuan khususnya tentang pentingnya melakukan mobilitas post operasi.

  Sebagai pelajar, pasien dituntut berfikir lebih kritis daripada pekerjaan yang lainnya. Dibangku sekolah banyak informasi yang diperoleh baik melalui ceramah yang disampaikan oleh guru, diskusi, ataupun memperoleh informasi dari buku maupun internet sehingga menambah atau menjadikan sumber informasi yang akan meningkatkan pengetahuan pasien akan pentingnya melakukan mobilitas post operasi selain pendidikan kesehatan yang dilakukan. Kenyataan tersebut juga terjadi karena tingkat kemampuan mobilitas tidak hanya dipengaruhi oleh faktor di atas saja namun masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhinya seperti tingkat energi, emosi dan keadaan nutrisi. Saat sakit dan harus menjalani perawatan di rumah sakit menyebabkan emosi pasien tidak stabil sehingga pasien kehilangan semangat untuk melakukan mobilitas, tetapi setelah diberikan pendidikan kesehatan pasien memahami pentingnya mobilitas post operasi sehingga pasien tidak takut untuk melakukan mobilitas. Begitu juga dengan nutrisi yang cukup merupakan sumber energi utama yang akan digunakan untuk melakukan mobilitas.

  3) Perbedaan Tingkat Mobilitas pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan Kesehatan.

  Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ditemukan pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah mobilitasnya meningkat sebesar 92,9%. Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS for windows

  versi 16,00 dan diuji dengan uji statistik Wilcoxon signed rank test , dengan hasil

  sebagai berikut p = 0,000 berarti p<0,05, sehingga H1 diterima yang artinya ada operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan. Menurut Potter & Perry (2005), penyuluhan kesehatan preoperatif tentang perilaku yang diharapkan dilakukan oleh pasien pada post operasi, yang diberikan melalui format yang sistematik dan terstruktur sesuai dengan prinsip-prinsip belajar mengajar, mempunyai pengaruh yang positif bagi pemulihan pasien.

  Dapat disimpulkan bahwa pemberian penyuluhan kesehatan tentang mobilitas sebelum operasi dapat mempengaruhi perilaku pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah. Perilaku tersebut yaitu pasien dapat melakukan mobilitas dengan benar sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan sehingga berdampak sangat baik bagi pemulihan kondisi pasien, dengan melakukan mobilitas pasien mendapatkan banyak manfaat yang mendukung pemulihan kesehatan pasien. Penyuluhan kesehatan yang menyeluruh tidak hanya meningkatkan pemahaman pasien tentang pentingnya mobilitas, tetapi juga mempercepat kembalinya fungsi fisiologis pasien.

  KESIMPULAN DAN SARAN .

  1. Kesimpulan

  1) Tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan sebelum pemberian penyuluhan kesehatan sebagian besar pada tingkat 3. 2) Tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan setelah pemberian penyuluhan kesehatan sebagian besar tingkat 1. 3) Terdapat perbedaan tingkat mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan di ruang Boegenville dan Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan tahun 2011.

2. Saran

  Jakarta: EGC Hesti Widuri.(2010). Kebutuhan Dasar

  7 Januari 2011 jam 10.45 WIB

  http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/21182/1/ruf-nov2007- 2%20%286%29.pdf . Diakses tanggal

  Desember 2010 jam 9.30 WIB Moesbar.(2007). Laporan Penelitian.

  Kemampuan Activities Daily Living (Adl) Pasien Post Operasi Fraktur Femur Di Rsui Kustati Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/890/1/J21 0040026.pdf. Diakses tanggal 22

  Ikrima. (2008). Pengaruh Range Of Motion (ROM) Secara Dini Terhadap

  Keperawatan dan Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika

  Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A.Aziz. Alimul. (2007). Riset

  Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.

  Publishing Hidayat, A. Aziz. Alimul. (2006). Pengantar

  Manusia; Aspek Modlitas dan Istirahat Tidu r.Yogjakarta : Gosyen

  Institusi pendidikan sebagai tempat dalam menempuh ilmu pendidikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk tambahan materi khususnya tentang penyuluhan kesehatan mengenai pentingnya mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah.

  Hendaknya perawat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah dan menjadikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian penyuluhan kesehatan pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah. Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Kesehatan

  EGC Effendy, Nasrul.(2003). Dasar-Dasar

  Asuhan Keperawatan Ed.3 . Jakarta:

  Doenges, Marilynn E.(2000). Rencana

  tanggal 7 Januari 2011 jam 10.55 WIB

  http://www.depkes.go.id. Diakses

  Jakarta.Salemba Medika Depkes RI.(2007). Prevalensi fraktur.

  Keperawatan; Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien .

  Asmadi.(2008). Teknik Prosedural

  . . . DAFTAR PUSTAKA . . .

  Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah responden yang lebih besar dan representatif dengan metode yang lebih akurat, serta meneliti dari faktor lain diluar penyuluhan.

  Hendaknya dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan berkaitan dengan dilakukannya penyuluhan kesehatan tentang mobilitas pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah.

  Keperawatan Kesehatan Masyarakat

  Masyarakat;Ilmu & Seni. Jakarta:

  Jakarta : EGC Sugiyono, (2006). Statistik Untuk Penelitian.

  Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Mengajar dalam Pendidikan . Jakarta:

  WIB Wahit Iqbal Mubarak. (2007). Promosi

  www.trinoval.web.id . Diakses

  Trinoval. (2009). Mobilisasi.

  Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

  Hipokrates Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur

  Dasar-dasar terapi & Rehabilitasi fisik . Jakarta:

  Sistem Muskuloskeletal .jakarta:EGC Susan, J.Garisson. (2001).

  Bandung: Al Fabeta Suratun. (2008). Seri Askep Klien Gangguan

  Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.3 .

  Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode

  Keperawatan Medikal Bedah vol.1 .

  Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar

  Ilmu Bedah Ed.2. Jakarta: EGC

  EGC

  Fundamental Keperawatan. Jakarta :

  Medika Potter & Perry. (2005). Buku Ajar

  Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :Salemba

  Rineka Cipta Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan

  Penelitian kesehatan. Jakarta: PT

  Graha Ilmu.