Perencanaan Pesan Materi Pembelajaran da
TUGAS INDIVIDU
“Perencanaan Pesan/ Materi Pembelajaran dan Media Pembelajaran”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Instruksional
Dosen:
Dra.Sukaesih, M.Si
Di susun oleh:
Tiara Desyanti Raharja
210210120056
DEPARTEMEN ILMU INFORMASI DAN PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
Perencanaan Pesan/ Materi Pembelajaran dan Media Pembelajaran.........................................1
1.
Perencanaan Pembelajaran.................................................................................................1
1.1
Pengertian Perencanaan Pembelajaran............................................................................1
1.2
Prinsip-prinsip Perencanaan Pembelajaran.....................................................................3
1.3
Prosedur Perencanaan Pembelajaran...............................................................................6
1.4 Kurikulum Subject Matter..................................................................................................12
1.4.1 Penerapan Kurikulum Subject Matter.............................................................................13
1.4.2
Disain Kurikulun Subject Matter...............................................................................17
2.Media Pembelajaran..............................................................................................................17
2.1 Pengertian Media Pembelajaran.........................................................................................17
2.2 Kriteria dan Langkah-Langkah Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran............18
2.2.1 Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran.........................................................................18
2.2.2 Langkah-Langkah Pemilihan Media...............................................................................22
2.2.3 Langkah-Langkah Penggunaan Media Pembelajaran.....................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................26
Perencanaan Pesan/ Materi Pembelajaran dan Media Pembelajaran
1. Perencanaan Pembelajaran
1.1 Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Briggs dalam Gafur memberikan definisi disain atau rencana pembelajaran sebagai
berikut : Keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan
sistem penyampaiannya untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan belajar, termasuk
di dalamnya pengembangan paket pembelajaran, kegiatan pembelajaran, uji coba dan revisi
paket pembelajaran, dan terakhir kegiatan mengevaluasi program dan hasil belajar (Gafur,
2010).
Disain pembelajaran merupakan salah satu komponen kegiatan teknologi pendidikan.
Hal ini dapat dipahami kalau diingat bahwa teknologi pendidikan merupakan “Suatu bidang
garapan yang ikut serta berusaha untuk memberikan fasilitas (kemudahan) proses belajar
manusia dengan jalan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber belajar melalui fungsi
pengembangan dan fungsi pengelolaan”. (Gafur dalam Gafur). Sesuai dengan definisi
tersebut komponen kegiatan dalam rangka mengaplikasikan konsep teknologi pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Memahami warga belajar (the learner) dengan segala karakteristik dan kebutuhannya.
Teknologi pendidikan sangat memperhatikan karakteristik, keadaan individual, dan
kebutuhan masing-masing siswa. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa keunikan
masing-masing individu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar.
2. Memanfaatkan secara penuh segala sumber belajar untuk meningkatkan proses
pembelajaran. Sumber belajar ini meliputi : pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan
lingkungan atau “setting”. Sumber belajar meliputi sumber belajar yang direncanakan
(learning resource by design) dan sumber belajar yang digunakan (learning resource by
utilization).
3. Melakukan kegiatan pengembangan; di sini kegiatan itu meliputi : riset, mengembangkan
disain, produksi paket pengajaran, evaluasi, pengadaan bahan, alat dan biaya, serta
pemanfaatannya .
4. Mengelola semua kegiatan mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan monitoring,
revisi dan evaluasi. Pengelolaan ini meliputi pengelolaan organisasi dan personel.
1
5. Mengevaluasi hasil dan proses pembelajaran (Gafur, 2010).
Ada pendapat lain yang berbeda dengan apa yang telah dikemukakan di atas. Kalau
tadi dikatakan bahwa disain pembelajaran merupakan salah satu komponen kegiatan
teknologi pendidikan, maka Ackerman dalam Gafur berpendapat bahwa disain pembelajaran
merupakan nama lain teknologi pendidikan. Ackerman lebih memilih menggunakan istilah
“disain pembelajaran” dari pada istilah “teknologi pendidikan” karena dengan menggunakan
istilah “teknologi pendidikan” orang sering mengasosiasikan istilah “teknologi” dengan
peralatan (hardware) seperti radio, komputer, televisi, dan “software” seperti transparansi,
film, kaset, slide dan sebagainya. Alasan Ackerman memang dapat dipahami, sebab dalam hal
ini ia mendefinisikan disain pembelajaran sebagai “keseluruhan proses perencanaan yang
diperlukan untuk menyampaikan pengajaran, termasuk di dalamnya penggunaan baik
“hardware” maupun “software” (Gafur, 2010).
Sejalan dengan pendapat Ackerman ini ialah pendapat Merril dalam Gafur yang
menyatakan bahwa “esensi teknologi pendidikan adalah disain dan pengembangan sistem
pembelajaran”. Ia berpendapat bahwa tugas pokok seorang ahli teknologi pendidikan ialah
menyusun disain dan mengembangkan sistem pembelajaran. Media yang biasanya selalu
diasosiasikan dengan teknologi pendidikan, menurut Merril mempunyai kedudukan sekunder.
Yang primer adalah disain pembelajaran. Artinya, kalau disain pembelajaran telah ditentukan
maka media apapun yang digunakan bukanlah merupakan soal yang pokok. Ia berpendapat
bahwa persoalan pemilihan dan penggunaan media, lebih merupakan persoalan ada tidaknya
biaya serta persoalan tersedia tidaknya media yang akan digunakan untuk menyampaikan
disain pembelajaran yang telah disusun. Pendapat Merril tersebut sebenarnya mengandung
kontroversi kalau diingat ia sendiri dalam menyusun disain pembelajaran sebagai aplikasi
atas teorinya yang terkenal dengan nama “Teaching Concept” menggunakan komputer
sebagai bagian yang integral dari teori pembelajaran yang dikembangkannya. Artinya, sejak
mulai pertama kali mendisain, media yang akan digunakan adalah komputer (Gafur, 2010).
Sementara itu Lumsdaine dalam Gafur mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh atas pertumbuhan konsep pengembangan sistem dan disain pembelajaran
tersebut sebagai berikut :
1. Psikologi pendidikan yang menaruh perhatian terhadap perbedaan-perbedaanindividual
antar siswa. Dari sini kemudian lahir konsep belajar sesuai dengan kecepatan dan
kesempatan masing-masing siswa, mesin belajar yang digunakan baik pada lembaga
pendidikan maupun perindustrian untuk keperluan penataran atau pelatihan (training.)
2
2. Teori belajar berdasar ilmu jiwa perilaku laku (Behavioral psychology) yang
menekankan pentingnya penguat (reinforcement) untuk meningkatkan perilaku belajar
siswa.
3. Hasil teknologi permesinan yang memungkinkan diciptakannya peralatan yang dapat
dipakai untuk menerapkan teori-teori belajar seperti mesin belajar, komputer, dan
sebagainya.
4. Perkembangan peralatan audiovisual (radio, film, slide, kaset video) yang dimanfaatkan
untuk keperluan belajar dan mengajar. Timbulnya konsep teknologi pendidikan,
pengembangan sistem pembelajaran, disain pembelajaran, dan lain-lain konsep semacam
itu, tidak lain adalah merupakan usaha para ahli pendidikan dan pengajaran untuk
memecahkan masalah-masalah belajar manusia. Masalah-masalah itu antara lain
meledaknya jumlah siswa dengan tenaga pengajar, peralatan dan ruangan yang terbatas,
jumlah lulusan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat, kualitas
lulusan yang rendah, dan sebagainya (masalah pemerataan, relevansi, efisienasi, dan
mutu) (Gafur, 2010).
1.2 Prinsip-prinsip Perencanaan Pembelajaran
Yang dimaksudkan dengan “prinsip” di sini ialah “tesis”, “asumsi”, ataupun “teori” yang
mendasari disusunnya disain pembelajaran. Pertama-tama disain pembelajaran ini
dikembangkan atas dasar tesis yang menyatakan bahwa “pengajaran dapat didisain secara
lebih sistematis berbeda dengan cara-cara tradisional” (Brigss dalam Gafur, 2010). Minimal
hal tersebut berarti bahwa tujuan pembelajaran, materi, metode, dan teknik evaluasi dapat
didisain sedemikian rupa sehingga masing-masing komponen tersebut satu sama lain saling
berpengaruh dalam meningkatkan proses pembelajaran. Kegiatan mendisain tersebut dapat
dilakukan baik oleh seseorang pengajar secara individual ataupun oleh beberapa tenaga
pengajar sebagai satu tim. Kegiatan itu dapat juga dilakukan baik dalam keadaan di mana
paket pengajaran seperti buku teks dan media telah tersedia, maupun belum (Gafur, 2010).
Dalam keadaan di mana paket pengajaran telah tersedia dan telah dipilih, misalnya
sebuah buku teks atau buku paket , maka secara sederhana seorang guru dapat merencanakan
pengajaran dengan cara merumuskan tujuan pembelajaran dalam mempelajari salah satu bab
buku tersebut. Setelah tujuan ditentukan, kemudian ditentukan kegiatan – kegiatan khusus
dalam mempelajari bab tersebut (misalnya setelah membaca lalu membuat ikhtisar dengan
3
kalimat sendiri, mengkritik atau memberi komentar, dan sebagainya) kemudian membuat tes
untuk mengukur apakah tujuan pembelajaran dalam mempelajari bab tersebut telah tercapai
(Gafur, 2010).
Dalam keadaan dimana paket pengajaran belum tersedia, seorang pengajar dapat
menentukan tujuan pembelajaran terlebih dahulu, kemudian mencari materi atau bahan-bahan
pelajaran serta kegiatan belajar untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan tadi. Terakhir adalah menyusun alat evaluasi untuk mengukur apakah tujuan yang
telah ditentukan tadi telah dapat dicapai dengan menggunakan bahan dan melakukan kegiatan
belajar yang telah dirancang sebelumnya (Gafur, 2010).
Prinsip-prinsip tersebut berlaku pula bagi sebuah tim yang mempunyai tugas untuk
menyusun disain pembelajaran untuk berbagai jenis matapelajaran. Prinsip tersebut berlaku
pula untuk mengembangkan matapelajaran yang sama sekali baru ataupun yang ingin
diperbaharui. Prinsip utama yang dimaksud ialah relevansi, konsistensi dan keselarasan
antara komponen pengajaran yang meliputi tujuan pembelajaran, materi pelajaran, strategi
pembelajaran atau metode, dan prosedur evaluasi untuk mengukur prestasi belajar siswa
(Gafur, 2010).
Team pengembang sistem pembelajaran, penyusun disain pembelajaran atau pengembang
kurikulum dapat terdiri atas para guru, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli
media, ahli disain pembelajaran, dan sebagainya. Betapapun besarnya team, atau tingkat
pengajaran yang dikembangkan (satu mata kuliah, satu unit pelajaran, ataupun satu topik),
prinsip-prisip relevansi, konsistensi dan keselarasan antara komponen pengajaran tersebut
tetap memegang peranan penting (Gafur, 2010).
Kedua, asumsi yang mendasari dikembangkannya disain pembelajaran seperti
dikemukakan oleh Merril dalam Gafur adalah sebagai berikut :
1. Bahwa hasil pembelajaran dapat dirumuskan secara operasional sehingga dapat diamati
dan diukur.
2. Bahwa tercapainya tuuan pembelajaran dapat diukur dengan menggunakan instrumen
yang disebut penilaian acuan patokan (Criterion Referenced Test), yaitu tes yang
didasarkan atas kriteria atau patokan tertentu (dalam hal ini ialah tujuan pembelajaran
khusus). Dengan demikian akan dapat dibedakan antara siswa yang dapat mencapai hasil
yang diharapkan, dengan siswa yang tidak dapat mencapai tujuan atau hasil yang telah
ditentukan sebelumnya.
3. Bahwa untuk menjamin efektivitas proses pembelajaran, paket pengajaran yang akan
digunakan perlu mempunyai status “valid”. Hal ini berarti bahwa paket tersebut baik
4
yang berupa media cetak (seperti modul, buku teks, buku kerja, dan sebagainya) serta
media yang bukan cetak (seperti film, kaset, program radio, program televisi, dan
sebagainya) sebelum digunakan untuk kegiatan belajar mengajar , perlu diujicobakan
dulu secara empirik terhadap siswa yang diambil sebagai sampel dari populasi yang akan
menggunakan paket tersebut (Gafur, 2010).
Ketiga, disain pembelajaran didasari oleh teori sistem (systems theory). Disain
pembelajaran pada hakekatnya merupakan penerapan “systems theory” secara khusus, dalam
hal ini penerapan teori sistem terhadap proses belajar dan mengajar (Gafur, 2010).
Seperti diketahui “perencanaan sistem adalah suatu perencanaan yang integral tentang
aktivitas keseluruhan komponen (sub sistem) dari suatu sistem yang didisain untuk
memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan” (Kaufman dalam Gafur, 2010).
Dari contoh tadi, pengajaran yang komponennya terdiri atas tujuan pembelajaran,
materi pelajaran, metode, alat dan evaluasi adalah merupakan sub sistem misalnya, dari suatu
sekolah atau universitas. Komponen-komponen tersebut tidak boleh didisain secara terpisahpisah, melainkan kesemuanya harus merupakan suatu kesatuan yang integral (Gafur, 2010).
Di samping perlu ada perencanaan yang integral antar keseluruhan komponen suatu
sistem, perencanaan yang disusun menurut pendekatan sistem menghendaki adanya analisis
dan sintesis komponen tersebut secara logis dan berurutan. Adalah tidak sesuai dengan
pendekatan sistem bila misalnya seorang guru mendisain pengajaran dengan tujuan
pembelajaran agar siswa dapat membuat karya tulis yang laku dimuat di majalah ilmiah,
tetapi evaluasinya berupa penugasan kepada siswa tersebut untuk berpidato di depan kelas.
Keseluruhan komponen perlu dibuat sedemikian rupa sehingga kesemuanya menuju ke arah
tercapainya tujuan (Gafur, 2010).
Terakhir, dalam proses perencanaan yang sistematis dikehendaki adanya langkahlangkah tertentu yang secara urut namun fleksibel. Dalam rangka inilah maka dikenal adanya
berbagai macam model disain pembelajaran. “Model adalah serangkaian langkah-langkah
yang disarankan untuk diikuti secara tetap tetapi fleksibel dalam melakukan suatu tugas”
(Briggs dalam Gafur, 2010). Banyak model disain pembelajaran yang pada umumnya diberi
nama sesuai dengan ahli penemunya, atau lembaga yang mengembangkan disain
pembelajaran tersebut. Sebagai contoh model PPSI yang terkenal di Indonesia sebenarnya
adalah adaptasi dari Model Pengembangan Sistem Pembelajaran yang dikembangkan oleh
Banathy dalam Gafur, Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan menggunakan Model
“Instructional Development Institut” (IDI Model). Di USA, hampir setiap universitas
mempunyai model sendiri-sendiri dalam penyusunan disain pembelajaran (Gafur, 2010).
5
Meskipun terdapat berbagai variasi, namun ada kesamaan di antara berbagai model
tersebut, yaitu kesamaan dalam pendekatannya (dalam hal ini pendekatan sistem atau
“systems approach”). Salah satu model sederhana yang dapat digunakan Guru secara
individual dalam merencanakan pembelajaran adalah Model Disain Pembelajaran Kemp
(Gafur, 2010).
Langkah-langkah sistematis menyusun disain pembelajaran menurut Kemp dalam
Gafur:
1. Menentukan topik dan tujuan pembelajaran umm
2. Menentukan karakteristik siswa
3. Menentukan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
4. Menentukan materi pelajaran
5. Menentukan pre-tes
6. Menentukan kegiatan pembelajaran, sumber, dan media
7. Koordinasi sarana pendukung
8. Evaluasi
9. Revisi
1.3 Prosedur Perencanaan Pembelajaran
Disain pembelajaran, sebelum disusun kemudian diaplikasikan dalam proses
pembelajaran, perlu dipelajari terlebih dahulu. Timbul persoalan, apakah langkah-langkah
mempelajarinya harus sejalan dengan langkah-langkah penyusunan dan penerapannya?
Samakah langkah-langkah penyusunannya kalau disain pembelajaran itu disusun oleh
seorang secara individual (seorang guru misalnya) dengan suatu team yang terdiri atas
banyak orang ? Persoalan pertama sebenarnya sejalan dengan persoalan seseorang yang ingin
mengendarai mobil. Apakah langkah yang harus ia tempuh mempelajari peraturan lalu lintas
dulu, baru belajar dan mengendarai mobil atau sebaliknya ? Pada banyak literatur, umumnya
disarankan agar langkah-langkah mempelajari disain pembelajaran sejalan dengan langkahlangkah penyusunan dan penerapannya. Dengan mengikuti salah satu model disain
pembelajaran yang dikembangkan oleh Briggs dalam Gafur misalnya, langkah-langkah itu
akan tampak dalam tabel sebagai berikut :
6
Tabel 1 Langkah-langkah Mempelajari, Menyusun, dan Menggunakan Disain
Pembelajaran
Mempelajari
1. Belajar mengidentifikasi
tujuan
pembelajaran
Penyusunan (Model Disain
Kegiatan Pengajaran di
Pembelajaran)
1. Identifikasi tujuan
Kelas
1. Kegiatan pembelajaran
pembelajaran umum
umum
pendahuluan (menyampaikan
TPK kepada siswa)
2. Belajar menulis tujuan
2. Mengorganisasikan
2.Penyampaian
materi
pembelajaran khusus topik-
3.
Belajar
mengorganisasikan
topiktopik pelajaran
4. Belajar menganalisis
tujuan pembelajaran
3. Menuliskan tujuan
topik pelajaran pelajaran
3. Memberikan latihan dan
pembelajaran khusus
umpan balik
4.
Menyiapkan
untuk
insrumen
4.Mengevaluasi hasil belajar
mengevaluasi
5. Belajar mengevaluasi
hasil belajar
5. Menganalisis tujuan
hasil belajar
6. Belajar menyusun
pembelajaran
6. Menyusun strategi
strategi pembelajaran
7. Belajar memilih dan
pembelajaran
7. Memilih materi,
mengembangkan materi ,
media, dan
media, dan paket
mengembangkan paket
pengajaran
8. Belajar merencanakan
pembelajaran
8. Merencanakan dan
dan melaksanakan evaluasi
melaksanakn evaluasi
formatif dan sumatif
formatif
5. Memberikan tindak lanjut
(pengayaan dan remedial)
Pada tabel tersebut, kegiatan pengajaran di kelas hanya dituliskan sedikit. Hal ini
bukan berarti kegiatan tersebut tidak penting, namun kegiatan pemebelajarn di kelas tersebut
lebih banyak menjadi perhatian dari pengelola kelas. Sedangkan titik berat disain adalah pada
kolom langkah-langkah disain. Dari tabel tersebut juga dapat dikatakan bahwa kegiatan
pengajaran tersebut sedemikian sederhana. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa ada
7
kesejajaran antara langkahlangkah mempelajari cara menyusun disain pembelajaran dengan
cara-cara melaksanakan penyusunan disain pembelajaran, meskipun tidak persis sama (Gafur,
2010).
Tabel tersebut juga menunjukkan salah satu model atau langkah-langkah penyusunan
disain pembelajaran (mulai identifikasi tujuan sampai dengan evaluasi formatif). Mengenai
persoalan kedua, memang terdapat dua mekanisme yang berbeda dalam penerapan disain
pembelajaran. Kedua mekanisme itu adalah (a) jika disain pembelajaran disusun oleh seorang
guru atau dosen sebagai tenaga pengajar sekaligus, (b) jika disain pembelajaran disusun oleh
sebuah tim yang terdiri atas banyak anggota yang belum tentu sekaligus sebagai pengajar
(Gafur, 2010).
Masing-masing mekanisme kerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Bila
seorang guru, bekerja sendirian, sekaligus sebagai “designer” maupun sebagai pengajar, guru
tersebut biasanya lebih banyak “memilih”, bukannya “mengembangkan atau membuat” paket
pengajaran yag akan digunakan oleh siswa. Beberapa sebab antara lain karena guru tersebut
kurang mempunyai waktu atau kurang mendapatkan latihan khusus untuk tugas-tugas
pengembangan paket pengajaran. Namun demikian asal prinsip-prinsip disain pembelajaran
itu dikuasai, sebenarnya guru tersebut dapat memilih berbagai sumber atau bahan seperti
buku-buku teks, majalah ilmiah, surat kabar dan lain-lain sumber yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan diajarkan. Dengan memperhatikan cara mengurutkan langkahlangkah kegiatan mempelajari suatu materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran ,
menyusun soal-soal latihan, soal tes, dan sebagainya seorang guru akan mampu menyusun
disain pembelajaran. Dengan menerapkan prinsip serta langkah-langkah disain pembelajaran,
keterarahan dan variasi dalam berinteraksi siswa terhadap sumber-sumber belajar akan dapat
diwujudkan (Gafur, 2010).
Terarah berarti jelas yang harus dikerjakan oleh siswa. Misalnya dalam menghadapi
buku teks yang tebal-tebal, siswa akan tahu bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran ia
harus membaca bab sekian, dan setelah membaca ia harus memberi kritik atau komentar atau
membandingkan dengan bacaan yang lain, bahwa ia akan dites berdasar atas bahan tersebut,
dan sebagainya. Bervariasi, berarti dalam kegiatan belajar siswa tidak hanya rutin mengikuti
uraian guru yang bersumber dari sebuah buku yang juga dimiliki oleh para siswa, tanpa
menggunakan berbagai sumber dan tanpa berbuat lain kecuali mendengarkan dan mencatat
(Gafur, 2010).
Dalam kedudukannya yang demikian Leslie Briggs dalam Gafur menyebutkan bahwa
“Guru tersebut, bukan hanya sebagai “designer” dan “manajer” kegiatan belajar mengajar,
8
tetapi ia sekaligus juga sebagai penghubung antara pembuat sumber belajar dengan para
siswa. Pendapat tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa banyak buku-buku teks yang harus
dipelajari oleh siswa, namun belum tentu buku-buku tersebut memberi petunjuk secara jelas
mengenai apa yang mesti dikerjakan kecuali hanya sekedar membaca. Belum jelas pula
sejauh mana keseluruhan atau sebagian buku tersebut relevan dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh siswa (Gafur, 2010).
Mekanisme yang kedua terjadi bila suatu team bekerjasama mengembangkan atau
membuat materi atau paket pengajaran dalam rangka pengembangan kurikulum baru atau
pengembangan pengajaran untuk bidang studi tertentu. Team ini biasanya terdiri dari para
guru atau dosen, administrator, ahli media, ahli evaluasi, ahli disain, dan sebagainya. Tugas
team ini bukannya memilih, tetapi membuat paket pembelajaran baru. Hasilnya misalnya
berupa silabus, satuan pelajaran, model program, modul, pengajaran berprogram, program
radio, program kaset, program televisi, komputer, film, program multimedia, dan sebagainya
(Gafur, 2010).
Tugas team, selain membuat paket pengajaran tersebut adalah melakukan uji coba
agar paket yang dihasilkan valid, menyusun petunjuk pemakaiannya (karena team tersebut
belum tentu bertindak sebagai pengajar), melatih para guru atau dosen bagaimana mengajar
dengan menggunakan paket pengajaran tadi, membantu menyusun program evaluasi
pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan paket yang telah valid tadi, dsb. Di Indonesia
team yang mempunyai tugas tersebut misalnya Team Pengembangan Kurikulum pada
Balitbang Dkinas yang menyusun kurikulum baru diikuti dengan pengembangan silabus dan
rencana pembelajaran, dan sistem pengujiannya. Pada Pustekkom Diknas, kegiatan
pengembangan pembelajaran dilakukan oleh Tim TKPD, Tim SLTP, dsb. Tugas Tim tersebut
adalah menyusun kurikulum siaran pendidikan, Bahan Penyerta, Naskah SRP, dsb. Di USA
misalnya, Team Pengembang Pembelajaran terdapat pada hampir setiap perguruan tinggi.
Tugasnya tidak hanya melayani keperluan perguruan tinggi yang bersangkutan, melainkan
secara profesional dan komersial melayani juga masyarakat industri dan militer yang ingin
mendapatkan program penataran lengkap dengan paket dan media penatarannya (Gafur,
2010).
Tanpa memandang jenis lembaga atau jenis pengajaran yang akan dikembangkan,
prinsip-prinsip umum disain pembelajaran tersebut dapat diterapkan. Sudah barang tentu
dengan beberapa variasi misalnya perbedaan usia dan latar belakang keadaan siswa, tersedia
tidaknya berbagai sumber dan dana, perbedaan mengenai tujuan suatu lembaga pendidikan
dan sebagainya, kesemuanya perlu mendapatkan perhatian bagi anggota team (Gafur, 2010).
9
Dengan memperhatikan kedua mekanisme dalam penerapan disain pembelajaran tadi,
berikut dikemukakan suatu bagan yang menunjukkan kesamaan dan perbedaan langkah
langkah penyusunan disain pembelajaran. Bagan berikut dikembangkan oleh Briggs dalam
Gafur dan sekaligus menunjukkan model disain pembelajaran yang lebih terperinci. Tujuh
langkah pertama adalah sama di antara kedua mekanisme tersebut (baik dikerjakan oleh guru
secara individual maupun oleh suatu team). Perbedaan langkah terjadi pada tahap ke 8 s/d 11
(untuk kerja individual) dan ke 14 (untuk kerja team). Perbedaan itu ialah bahwa pada
langkah ke-8 guru atau dosen mulai memilih materi (buku) yang sudah ada, sedang team
mulai membuat paket atau materi baru. Selanjutnya mulai langkah ke 15 terdapat kesamaan
antara kedua mekanisme tersebut.
Tabel 2 Mekanisme Penyusunan Disain Pembelajaran
1. Penentuan kebutuhan dan tujuan belajar.
2. Pengorganisasian unit dan topik pelajaran.
3. Penulisan tujuan pembelajaran khusus dan menyusun urutannya (sequencing.)
4. Analisis tujuan pembelajaran khusus.
5. Penyiapan instrumen evaluasi hasil belajar siswa.
6. Menentukan urutan-urutan kegiatan pembelajaran untuk setiap tujuan pembelajaran
khusus.
7. Menentukan kegiatan pembelajaran untuk setiap sub tujuan
8. pembelajaran khusus.
Guru/dosen sebagai disainer
Tim sebagai disainer
Rencana Pelajaran
8a. Memilih materi pelajaran
8b. Memilih jenis stimulus dan respons
9a. Merencanakan kegiatan
9b. Memilih media
pembelajaran
10b. Memilih situasi pembelajaran
10a. Mengelola kegiatan
11b. Menuliskan preskripsi
10
pembelajaran
kegiatan pembelajaran
11a. Melaksanakan evaluasi
12b. Mengembangkan paket
pengajaran
13b. Mengembangkan instrumen
evaluasi
14b. Membuat petunjuk dan bahan
Penataran Guru
15. Memonitor bersama jalannya pengajaran
16. Mengadakan uji coba lapangan dan mengadakan revisi berdasar atas ujicoba tersebut
17. Melaksanakan evaluasi sumatif.
Pada bagian akhir uraian ini dikemukakan ringkasan sebagai berikut :
1. Konsep disain pembelajaran erat tak terpisahkan dengan konsep teknologi pendidikan
dan pengembangan sistem pembelajaran. Inti dari konsep disain pembelajaran ialah
proses sistematis dan logis untuk memecahkan masalah-masalah pengajaran dengan
cara mengembangkan, memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber belajar secara
maksimal untuk meningkatkan proses belajar manusia.
2. Disain pembelajaran didasarkan atas teori sistem. Disain pembelajaran pada
hakekatnya merupakan penerapan pendekatan sistem terhadap masalah-masalah
pendidikan dan pengajaran.
3. Tesis dan asumsi yang mendasari dikembangkannya disain pembelajaran ialah :
a. Proses belajar-mengajar dapat didisain secara lebih sistematis sehingga
tercapai keserasian antara tujuan, materi, media dan alat evaluasi.
b. Bahwa tujuan pengajaran dapat dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat
diamati dan diukur. Bahwa dengan demikian maka dapat diciptakan instrumen
untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan tersebut.
c. Bahwa materi atau paket pengajaran (seperti buku, modul, program radio,
slide, film dan sebagainya) yang diperlukan untuk kegiatan belajar dan
mengajar untuk efektifitasnya perlu mempunyai status valid melalui uji coba
secara empirik.
11
4. Langkah-langkah penerapan disain pembelajaran tercermin dalam model-model
disain pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli disain secara individual
maupun oleh lembaga-lembaga atau team pengembang disain pembelajaran.
Penerapan pengembangan disain pembelajaran oleh guru atau dosen secara individual
lebih bersifat memilih materi atau bahan pelajaran yang telah ada, sedang bila hal itu
dikerjakan oleh sebuah team maka tugas team tersebut adalah lebih bersifat membuat
materi petunjuk atau latihan dalam pemanfaatannya (Gafur, 2010).
1.4 Kurikulum Subject Matter
Subject matter curriculum atau Kurikulum Subject Matter (kurikulum mata
pelajaran), merupakan organisasi kurikulum yang tertua dan banyak digunakan di setiap
negara. Subject matter curriculum adalah organisasi isi pendidikan dalam bentuk mata
pelajaran yang disajikan dan diberikan kepada para siswa secara terpisah-pisah satu sama
lain. Sekalipun hakikat isinya ada relasi antara mata pelajaran yang satu dengan mata
pelajaran lainnya. (Dr. Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim).
Kurikulum subject matter bersumber dari pendidikan klasik yang berorientasi pada
masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Isi pendidikan diambil
dari setiap disiplin ilmu. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka
pendidikannya lebih bersifat intelektual. (Nana Syaodiah dalam Lukmanul Hakim).
Dalam buku Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Dr. Nana
Sudjana, 1989: 51), menyebutkan bahwa dalam dunia pendidikan, dikenal ada tiga jenis
pola organisasi kurikulum yakni: Subject matter curriculum, Activity curriculum, dan
Core curriculum. Namun pada prakteknya tidak pernah dijumpai satu bentuk kurikulum
murni, melainkan modifikasi-modifikasi dari ketiga bentuk tersebut.
1.4.1 Penerapan Kurikulum Subject Matter
Mata pelajaran dalam organisasi kurikulum ini digabung dalam kelompok
pengetahuan/disiplin ilmu pengetahuan. Dalam bentuk yang tidak ekstrim penyajiannya
dimungkinkan adanya sejenis relasi di antara mata pelajaran. Misalnya melalui bentuk
korelasi suatu mata pelajaran dapat menyumbang mata pelajaran lain agar diperoleh
pemahaman yang lebih baik. (Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim).
1. Ciri-ciri yang membedakan antara organisasi Subject Matter curriculum dengan
organisasi lainnya menurut, Dr. Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim adalah:
12
a. Mata pelajaran diklasifikasikan serta diorganisasikan sesuai dengan bidang
keilmuan / pengetahuan ilmiah.
Isi dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga mendisiplinasi para pelajar
sesuai dengan tuntutan yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah tersebut.
Pengetahuan disusun tidak atas dasar perkembangan kebutuhan anak didik. Dengan
kata lain soal-soal yang berhubungan dengan kebutuhan sosial para siswa banyak
diabaikan, sebab isi kurikulum dipilih dan diorganisasi sesuai dengan kepentingan
para ahli ilmu pengetahuan. Tujuan utama organisasi kurikulum ini ialah
mengembangkan kapasitas belajar untuk menguasai fakta, konsep, prinsip, yang
terdapat dalam mata pelajaran.
b. Tekanan yang diberikan dalam subject matter pada penyajian isi pelajaran dan teknik
memberikan penjelasan.
Gagasan-gagasan yang hendaknya dikuasai siswa dijelaskan terlebih dahulu
oleh guru. Percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh siswa relatif tidak ada.
Ada empat jenis cara menyajikan pelajaran yang sering dijumpai dalam subject
curriculum ini, yaitu:
a. dimulai dari yang sederhana menuju kepada yang lebih sulit dan kompleks.
b. cara penyajian didasarkan kepada pengetahuan prasarat. Cara ini ditemukan pada
penyajian mata pelajaran yang berisikan hukum dan prinsip, seperti fisika, tata
bahasa, ilmu pasti, dan lain-lain.
c. Dimulai dari keseluruhan menuju kepada bagian-bagian. Pengajaran geografi
dimulai dari globe bumi kemudian baru dipelajari bagian-bagian dari belahan
bumi.
d. Penyajian yang bersifat kronologis. Fakta dan gagasan disusun dalam rangkaian
waktu sehingga penyajian peristiwa yang muncul kemudian selalu diawali oleh
kejadian yang mendahuluinya. Prosedur mengajar beserta tekniknya didasarkan
kepada aktivitas bahasa seperti kuliah, ceramah, diskusi, tanya jawab, laporan
tertulis, laporan lisan, dll. Yang dianggap penting dalam kurikulum ini ialah proses
menerima dan menghafalkan mata pelajaran yang disajikan.
2. Ciri-ciri esensial
Ciri esensial adalah ciri yang tidak dapat dijadikan ukuran untuk membedakan jenis
organisasi kurikulum yang satu dengan organisasi yang lain tetapi merupakan ciri
keseluruhan organisasi tersebut. Ciri-ciri esensial adalah:
13
a. Mata pelajaran dapat diwajibkan bagi semua siswa, diwajibkan untuk kelompok atau
dipilih oleh kelompok tertentu, dipilih oleh siswa tertentu atau semua siswa.
Perencanaan kurikulum menetapkan beberapa pelajaran wajib, pelajaran pilihan, dan
pelajaran-pelajaran khusus berdasarkan pertimbangan urgensi mata pelajaran untuk
tujuan tertentu. Pola subject matter curriculum inilah yang memperkenalkan adanya
pelajaran wajib dan pilihan sekalipun pola organisasi kurikulum yang lain pun ada
yang menggunakan sistem ini.
b. Mata pelajaran umumnya bersifat konstan (tetap) tidak banyak berubah-ubah.
Pengajaran yang diwajibkan merupakan bagian yang terbesar dari program
pendidikan umum yang sifatnya konstan.
c. Tuntutan mata pelajaran yang sama tidak berarti pengalaman yang sama bagi setiap
murid. Dalam ciri ini perbedaan-perbedaan individual sebenarnya masih diperhatikan.
d. Perencanaan program pelajaran disusun terlebih dahulu. Mata pelajaran wajib dan
pilihan ini ditentukan terlebih dahulu. Artinya, ditetapkan mana yang termasuk
pelajaran wajib dan termasuk pelajaran pilihan. Demikian pula dalam penyajian mana
yang perlu diberikan apakah ditingkat pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Berapa
banyak pelajaran wajib dan pelajaran pilihan, baik jumlah maupun kualitasnya
terlebih dahulu ditetapkan oleh perencana kurikulum.
e. Menyediakan kesempatan pelayanan atas dasar perbedaan individual. Adanya
pelajaran pilihan, tugas-tugas yang berbeda dan program khusus untuk melayani
perbedaan individual.
3. Sarana yang diperlukan
Sarana diperlukan untuk memperoleh hasil yang sempurna. Beberapa sarana yang
diperlukan antara lain, menurut Dr. Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim adalah:
a. Guru yang terlatih dan terdidik dalam tugas-tugasnya.
Guru hendaknya mendapat latihan yang sebaik-baiknya untuk mengajar,
sekurang-kurangnya untuk satu mata pelajaran. Guru juga harus memahami susunan
logis dari bahan yang akan diajarkannya. Ia harus mengetahui cara mendidik anak
dan memiliki wawasan yang luas mengenai kurikulum.
b. Setiap guru harus mempunyai ruang kelas khusus.
Setiap guru harus mendapat ruangan kelas untuk dirinya sesuai dengan mata
pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Ruangan kelas itu dilengkapi dengan
sumber-sumber yang berhubungan dengan keperluan pengajaran mata pelajaran
14
tersebut. Perpustakaan, alat peraga, tempat praktek, laboratorium, dll harus ada
dalam ruangan tersebut. Setiap guru mata pelajaran mendiami kelasnya dan murid
mengikuti kelas atau ruangan guru.
c. Lamanya waktu belajar untuk setiap mata pelajaran.
Penentuan banyaknya waktu jam pelajaran ditentukan oleh anggapan
penting tidaknya materi mata pelajaran tersebut. Pembagian untuk setiap kali
mengerjakan pelajaran tergantung dari jenis mata pelajaran dan cara penyajian
pelajaran.
d. Penyediaan pelayanan.
Syarat ini artinya mengadakan kesempatan khusus untuk memenuhi tuntutan
kepentingan siswa. Dewasa ini banyak diberikan perhatian terhadap kepentingan
siswa dalam bntuk bimbingan penyuluhan, sekalipun hal ini tidak mudah
melaksanakannya
dalam
program
pengajaran
berdasarkan
subject
matter
curriculum.
4. Persoalan yang Muncul
Dengan munculnya orientasi baru, konsep psikologis baru, maka bentuk organisasi
kurikulum yang lama menjadi goyah kedudukannya, sedangkan bentuk-bentuk baru akan
muncul. Oleh karena itu para perencana kurikulum penting memahami kritik-kritik
terhadap kekurangan dari setiap organisasi kurikulum. Beberapa kritik subject matter
curriculum, antara lain:
a. Kurikulum ini terlalu fragmentaris
Guru yang diarahkan menjadi spesialis tertentu sering kehilangan pengetahuan
secara menyeluruh. Selain itu kurikulum semacam ini sering menyebabkan tidak
terintegrasinya kepribadian siswa.
b. Pengabaian minat dan bakat para siswa.
Penyusunan kurikulum diarahkan kepada penguasaan mata pelajaran, maka
hanya individu yang mempunyai minat terhadap soal-soal akademis yang menaruh
perhatian khusus terhadap kurikulum ini. Kepatuhan anak didik bukan karena
motivasinya tapi sekedar mengelakkan diri dari sanksi. Ini yang menyebabkan
pelajaran tidak diterima dengan sungguh-sungguh.
c. Penyusunan kurikulum tidak efisien.
15
Mata pelajaran disusun secara logis dan diajarkan menurut rangkaian-rangkaian
yang logis pula menyebabkan belajar tidak merangsang siswa. Memisahkan pusat
perhatian yang mempunyai peranan penting bagi anak didik merupakan hal yang
merugikan anak.
d. Pengabaian persoalan sosial.
Subject matter curriculum lebih banyak berorientasi kepada masa lampau
sehingga terabaikannya isu dan konflik sosial yang sedang berlangsung, yang
seharusnya sekolah turut membantu memecahkan persoalan-persoalan tersebut.
e. Gagal untuk mengembangkan kebiasaan berfikir kreatif.
Kurikulum ini memberikan tekanan kepada penguasaan kesimpulan hasil
pemikiran orang lain bukan penguasaan proses yang memungkinkan siswa
mengambil kesimpulan dan membuktikannya sendiri.
5. Beberapa Modifikasi Subject Matter Curriculum
Akibat kritik terhadap subject matter curriculum dan perkembangan konsep-konsep
baru dalam psikologi serta ketidakpuasan dari organisasi kurikulum ini maka diadakan
beberapa usaha memodifikasi bentuk kurikulum ke dalam dua bentuk, yakni corelated
curriculum dan broad field curriculum. Kedua modifikasi ini merupakan usaha ke arah
penyempurnaan subject matter curriculum.
Corelated curriculum
Corelated curriculum ialah kurikulum yang menekankan perlunya hubungan di
antara dua atau lebih mata pelajaran tanpa menghilangkan batas-batas setiap mata
pelajaran. Misalnya: Sejarah dan Geografi dapat diajarkan untuk saling memperkuat,
demikian pula halnya dengan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Ilmu Pasti dapat
dijadikan alat untuk memperjelas kedua mata pelajaran tersebut.
Beberapa keuntungan dari korelasi adalah, bahwa siswa lebih besar minatnya
untuk mempelajari mata pelajaran secara korelasional bila dibandingkan dengan
penyajian secara konvensional.
Broad field curriculum
Broad field ini pada dasarnya menyatukan beberapa mata pelajaran yang
sejenis. Dalam sistem pendidikan nasional prinsip broad field dikembangkan dengan
nama bidang studi seperti bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan
16
Alam, Bahasa, Matematika, dll. Ilmu Pengetahuan Sosial adalah kesatuan dari matamata pelajaran Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi, dll yang ada dalam rumpun Ilmu
Sosial. Broad field bukan lagi korelasi tetapi integrasi.
1.4.2
Disain Kurikulun Subject Matter
• Asumsi-asumsi; tujuan (melatih peserta didik menggunakan ide-ide), sumber tujuan
(pendidikan klasik), karakteristik peserta didik (anak sebagai tabung kosong), hakekat
pembelajaran (ekspositorik dan inkuiri)
• Ciri-ciri umum; berdasarkan atas suatu struktur ilmu, pola kerja mekanik, dan
memperhatikan isi dan proses belajar
• Komponen-komponen; tujuan (mengemukakan ide-ide), materi (struktur disiplin ilmu),
proses pembelajaran (ekspositorik dan inkuiri), evaluasi (bervariasi sesuai tujuan
dan sifat mata pelajaran)
• Kelebihan; cocok di Perguruan Tinggi , logis dan sistematis, dan isi komprehensif.
Kelemahannya; mengabaikan karakter peserta didik dan kurang memperhatikan proses
(Anif Ghufron, 2006).
2.Media Pembelajaran
2.1 Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah,
perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan
dari pengirim kepada penerimapesan (Azhar Arsyad, 2011:3). Menurut Gerlach dan Ely yang
dikutip oleh Azhar Arsyad (2011), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah merupakan media. Sedangkan menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto (2011:4)
media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa media adalah segala sesuatu benda atau komponen yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.
17
Media pembelajaran adalah sarana penyampaian pesan pembelajaran kaitannya
dengan model pembelajaran langsung yaitu dengan cara guru berperan sebagai penyampai
informasi dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai.
Media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Menurut Heinich yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2011:4), media pembelajaran
adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima (Anonim, 2012).
2.2 Kriteria dan Langkah-Langkah Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran
2.2.1 Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran, guru
hendaknya perlu cermat dalam pemilihan dan atau penetapan media yang akan digunakannya
dalam proese pembelajaran. Kesesuaian dan ketepatan dalam pemilihan media akan
menunjang efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Media
pembelajaran yang beraneka ragam jenisnya tentunya tidak akan digunakan seluruhnya
secara serentak dalam kegiatan pembelajaran, namun hanya beberapa saja. Untuk itu perlu di
lakukan pemilihan media tersebut. Agar pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka
perlu dipertimbangkan faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media.
Disamping itu juga kegiatan pembelajaran menjadi menarik sehingga dapat menimbulkan
motivasi belajar, dan perhatian siswa menjadi terpusat kepada topik yang dibahas dalam
kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Kesesuaian dan ketepatan dalam memilih media
pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti luas sempitnya pengetahuan dan
pemahaman guru tentang kriteria dan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan serta
prosedur pemilihan media pembelajaran. Bahasan berikut akan membahas hal-hal dimaksud
agar kita dalam memilihan media pembelajaran lebih tepat.
Media dan sumber belajar memiliki banyak jenis dan klasifikasinya. Masingmasing
jenis media tersebut memiliki kelebihan dan keterbatasan, oleh karena itu ketika anda
menggunakan media dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran,
karakter materi, ketersediaan, biaya dan lain sebagainnya. Begitu juga dari sisi peserta didik,
18
harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih media yang akan digunakan. Sebagai
contoh, anak SD kelas 1 untuk tidak digunakan media yang tajam dan berbahaya si anak,
begitu juga aspek penggunaan dan pemilihan warna, karena warna menjadi sangat dominan
bagi anak kelas 1-3. Warna dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi siswa sekolah dasar
kelas rendah. Oleh karena itu, pemilihan media menjadi penting dipertimbangkan oleh guru
dalam menentukan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran.
Ada
sejumlah
faktor
yang
perlu
anda
pertimbangkan
dalam
memilih,
mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar. Dasar
pemilihan media dan sumber belajar sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi kebutuhan
atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Mc. Conel (1974) mengatakan bila media
itu sesuai pakailah, if the medium fits, use it! yang menjadi pertanyaan adalah apa ukuran atau
kriteria tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media
misalnya; tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan
belajar yang diinginkan, keadaan atau latar kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang
ingin dilayani.
Pemilihan media dan sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional
secara keseluruhan. Oleh sebab itu, meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor
lain seperti siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan
sumber, serta prosedur penilaiannya perlu dipertimbangkan.
Dick dan Carrey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku
belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
1) Ketersediaan sumber setempat, apabila tidak ada maka harus dibeli atau dibuat sendiri.
2) Dana, tenaga, dan fasilitas dalam membeli atau membuat sendiri.
3) Keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media untuk waktu lama
4) Efektivitas biaya dalam jangka waktu panjang.
5) Pandai memilih media yang tepat.
Menurut Degeng (1993), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih,
mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran adalah:
1) Tujuan instruksional. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan
instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Mungkin ada sejumlah alternative media
yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah yang paling cocok.
Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik tujuan dan karakteristik media
pembelajaran yang akan dipakai.
19
2) Keefektifan. Dari beberapa alternative media yang sudah dipilih, mana yang dianggap
paling efektif (tepat guna) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Siswa. Apakah media yang dipilih sudah sesuai dengan kemampuan, perbendaharaan
pengalaman, dan menarik perhatian siswa? Digunakan untuk siapa? Apakah secara individual
atau kelompok kecil, kelas atau massa? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh?
4) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalau belum, apakah
media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada beberapa alternatif
yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersamasama siswa, meminjam,
menyewa, membeli dan mungkin dapat “dropping” dari pemerintah.
5) Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah tersedia biaya
untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan hasil penggunaannya?
Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi memiliki keefektifan setara?
6) Kualitas teknis. Apakah media yang dipilih itu kualitasnya baik? Jika menggunakan media
gambar misalnya, apakah memenuhi syarat sebagai media pembelajaran? Bagaimana keadaan
daya tahan media yang dipilih itu?
Sudono (2000) mengatakan, dalam pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran,
yang perlu diperhatikan adalah media pembelajaran untuk perkembangan emosi dan social
anak, motorik halus, motorik kasar, berbahasa, persepsi penglihatan (pengamatan dan
ingatan), persepsi pendengaran, dan keterampilan berpikir. Menurut Degeng, dkk (1993),
pemilihan dan penggunaan sumber belajar haruslah didasarkan pada hal-hal berikut ini:
1) Analisis karakteristik siswa.
2) Adanya tujuan dan isi instruksional.
3) Adanya strategi pengorganisasian pembelajaran.
4) Adanya strategi penyampaian.
5) Adanya strategi pengelolaan pembelajaran.
6) Adanya pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Sedangkan menurut Sudono (2000), pemilihan dan pemanfaatan sumber belajar harus
memperhatikan lingkungan terdekat dengan anak, ruang sumber belajar, serta media cetak
dan perpustakaan. Hakikat dari pemilihan media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk
memakai, tidak memakai, atau mengadaptasi media yang bersangkutan. Berkaitan dengan
pemilihan media ini, Azhar Arsyad (1997: 76-77) menyatakan bahwa kriteria memilih media
yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai;
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran;
20
3. Praktis, luwes, dan tahan;
4. Guru terampil menggunakannya;
5. Pengelompokan sasaran; dan
6. Mutu teknis.
Selanjutnya Brown, Lewis, dan Harcleroad (1983: 76-77) menyatakan bahwa
dalam memilih media perlu mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: 1) content;
2) purposes; 3) appropriatness; 4) cost; 5) technical quality; 6) circumstances of uses;
7) learner verification, dan 8) validation.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipertegas bahwa pada dasarnya pendapatpendapat tersebut memiliki kesamaan dan saling melengkapi. Selanjutnya dapat disimpulkan
bahwa hal yang perlu yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu tujuan
pembelajaran, keefektifan, keefisienan, peserta didik, ketersediaan, kualitas teknis, biaya,
fleksibilitas, dan kemampuan orang yang menggunakannya serta alokasi waktu yang tersedia.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan pembelajaran. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, mungkin ada sejumlah alternatif yang
dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah yang paling cocok.
Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik tujuan yang akan dicapai dengan
karakteristik media yang akan digunakan.
2) Keefektifan. Dari beberapa alternatif media yang sudah dipilih, mana yang dianggap
paling efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Keefisienan. Penggunaan media pembelajaran harus membuat proses pembelajaran
menjadi lebih efisien sehingga kegiatan yang dilakukan didalam kelas tidak banyak
membuang waktu.
4) Peserta didik. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan ketika kita memilih media
pembelajaran berkait dengan peserta didik, seperti: apakah media yang dipilih sudah sesuai
dengan karakteristik peserta didik, baik itu kemampuan atau taraf berpikirnya,
pengalamannya, menarik tidaknya media pembelajaran bagi peserta didik? Digunakan untuk
peserta didik kelas dan jenjang pendidikan yang mana? Apakah untuk belajar secara
individual, kelompok kecil, atau kelompok besar/kelas? Berapa jumlah peserta didiknya? Di
mana lokasinya? Bagaimana gaya belajarnya? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh?
Pertanyaanpertanyaan tersebut perlu dipertimbangkan ketika memilih dan menggunakan
media dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran harus disesuaikan
21
dengan karakteristik peserta didik sehingga dapat diterima dengan baik baik oleh peserta
didik.
5) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalu belum, apakah
media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada beberapa alternatif
yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersamasama dengan peserta didik,
meminjam menyewa, membeli dan mungkin bantuan.
6) Kualitas teknis. Apakah media media yang dipilih itu kualitas baik? Apakah memenuhi
syarat sebagai media pendidikan? Bagaimana keadaan daya tahan media yang dipilih itu?.
Sebuah media pembelajaran harus memiliki kualitas teknis yang bagus sehingga selama
penggunaan
“Perencanaan Pesan/ Materi Pembelajaran dan Media Pembelajaran”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Instruksional
Dosen:
Dra.Sukaesih, M.Si
Di susun oleh:
Tiara Desyanti Raharja
210210120056
DEPARTEMEN ILMU INFORMASI DAN PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
Perencanaan Pesan/ Materi Pembelajaran dan Media Pembelajaran.........................................1
1.
Perencanaan Pembelajaran.................................................................................................1
1.1
Pengertian Perencanaan Pembelajaran............................................................................1
1.2
Prinsip-prinsip Perencanaan Pembelajaran.....................................................................3
1.3
Prosedur Perencanaan Pembelajaran...............................................................................6
1.4 Kurikulum Subject Matter..................................................................................................12
1.4.1 Penerapan Kurikulum Subject Matter.............................................................................13
1.4.2
Disain Kurikulun Subject Matter...............................................................................17
2.Media Pembelajaran..............................................................................................................17
2.1 Pengertian Media Pembelajaran.........................................................................................17
2.2 Kriteria dan Langkah-Langkah Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran............18
2.2.1 Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran.........................................................................18
2.2.2 Langkah-Langkah Pemilihan Media...............................................................................22
2.2.3 Langkah-Langkah Penggunaan Media Pembelajaran.....................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................26
Perencanaan Pesan/ Materi Pembelajaran dan Media Pembelajaran
1. Perencanaan Pembelajaran
1.1 Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Briggs dalam Gafur memberikan definisi disain atau rencana pembelajaran sebagai
berikut : Keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan
sistem penyampaiannya untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan belajar, termasuk
di dalamnya pengembangan paket pembelajaran, kegiatan pembelajaran, uji coba dan revisi
paket pembelajaran, dan terakhir kegiatan mengevaluasi program dan hasil belajar (Gafur,
2010).
Disain pembelajaran merupakan salah satu komponen kegiatan teknologi pendidikan.
Hal ini dapat dipahami kalau diingat bahwa teknologi pendidikan merupakan “Suatu bidang
garapan yang ikut serta berusaha untuk memberikan fasilitas (kemudahan) proses belajar
manusia dengan jalan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber belajar melalui fungsi
pengembangan dan fungsi pengelolaan”. (Gafur dalam Gafur). Sesuai dengan definisi
tersebut komponen kegiatan dalam rangka mengaplikasikan konsep teknologi pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Memahami warga belajar (the learner) dengan segala karakteristik dan kebutuhannya.
Teknologi pendidikan sangat memperhatikan karakteristik, keadaan individual, dan
kebutuhan masing-masing siswa. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa keunikan
masing-masing individu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar.
2. Memanfaatkan secara penuh segala sumber belajar untuk meningkatkan proses
pembelajaran. Sumber belajar ini meliputi : pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan
lingkungan atau “setting”. Sumber belajar meliputi sumber belajar yang direncanakan
(learning resource by design) dan sumber belajar yang digunakan (learning resource by
utilization).
3. Melakukan kegiatan pengembangan; di sini kegiatan itu meliputi : riset, mengembangkan
disain, produksi paket pengajaran, evaluasi, pengadaan bahan, alat dan biaya, serta
pemanfaatannya .
4. Mengelola semua kegiatan mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan monitoring,
revisi dan evaluasi. Pengelolaan ini meliputi pengelolaan organisasi dan personel.
1
5. Mengevaluasi hasil dan proses pembelajaran (Gafur, 2010).
Ada pendapat lain yang berbeda dengan apa yang telah dikemukakan di atas. Kalau
tadi dikatakan bahwa disain pembelajaran merupakan salah satu komponen kegiatan
teknologi pendidikan, maka Ackerman dalam Gafur berpendapat bahwa disain pembelajaran
merupakan nama lain teknologi pendidikan. Ackerman lebih memilih menggunakan istilah
“disain pembelajaran” dari pada istilah “teknologi pendidikan” karena dengan menggunakan
istilah “teknologi pendidikan” orang sering mengasosiasikan istilah “teknologi” dengan
peralatan (hardware) seperti radio, komputer, televisi, dan “software” seperti transparansi,
film, kaset, slide dan sebagainya. Alasan Ackerman memang dapat dipahami, sebab dalam hal
ini ia mendefinisikan disain pembelajaran sebagai “keseluruhan proses perencanaan yang
diperlukan untuk menyampaikan pengajaran, termasuk di dalamnya penggunaan baik
“hardware” maupun “software” (Gafur, 2010).
Sejalan dengan pendapat Ackerman ini ialah pendapat Merril dalam Gafur yang
menyatakan bahwa “esensi teknologi pendidikan adalah disain dan pengembangan sistem
pembelajaran”. Ia berpendapat bahwa tugas pokok seorang ahli teknologi pendidikan ialah
menyusun disain dan mengembangkan sistem pembelajaran. Media yang biasanya selalu
diasosiasikan dengan teknologi pendidikan, menurut Merril mempunyai kedudukan sekunder.
Yang primer adalah disain pembelajaran. Artinya, kalau disain pembelajaran telah ditentukan
maka media apapun yang digunakan bukanlah merupakan soal yang pokok. Ia berpendapat
bahwa persoalan pemilihan dan penggunaan media, lebih merupakan persoalan ada tidaknya
biaya serta persoalan tersedia tidaknya media yang akan digunakan untuk menyampaikan
disain pembelajaran yang telah disusun. Pendapat Merril tersebut sebenarnya mengandung
kontroversi kalau diingat ia sendiri dalam menyusun disain pembelajaran sebagai aplikasi
atas teorinya yang terkenal dengan nama “Teaching Concept” menggunakan komputer
sebagai bagian yang integral dari teori pembelajaran yang dikembangkannya. Artinya, sejak
mulai pertama kali mendisain, media yang akan digunakan adalah komputer (Gafur, 2010).
Sementara itu Lumsdaine dalam Gafur mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh atas pertumbuhan konsep pengembangan sistem dan disain pembelajaran
tersebut sebagai berikut :
1. Psikologi pendidikan yang menaruh perhatian terhadap perbedaan-perbedaanindividual
antar siswa. Dari sini kemudian lahir konsep belajar sesuai dengan kecepatan dan
kesempatan masing-masing siswa, mesin belajar yang digunakan baik pada lembaga
pendidikan maupun perindustrian untuk keperluan penataran atau pelatihan (training.)
2
2. Teori belajar berdasar ilmu jiwa perilaku laku (Behavioral psychology) yang
menekankan pentingnya penguat (reinforcement) untuk meningkatkan perilaku belajar
siswa.
3. Hasil teknologi permesinan yang memungkinkan diciptakannya peralatan yang dapat
dipakai untuk menerapkan teori-teori belajar seperti mesin belajar, komputer, dan
sebagainya.
4. Perkembangan peralatan audiovisual (radio, film, slide, kaset video) yang dimanfaatkan
untuk keperluan belajar dan mengajar. Timbulnya konsep teknologi pendidikan,
pengembangan sistem pembelajaran, disain pembelajaran, dan lain-lain konsep semacam
itu, tidak lain adalah merupakan usaha para ahli pendidikan dan pengajaran untuk
memecahkan masalah-masalah belajar manusia. Masalah-masalah itu antara lain
meledaknya jumlah siswa dengan tenaga pengajar, peralatan dan ruangan yang terbatas,
jumlah lulusan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat, kualitas
lulusan yang rendah, dan sebagainya (masalah pemerataan, relevansi, efisienasi, dan
mutu) (Gafur, 2010).
1.2 Prinsip-prinsip Perencanaan Pembelajaran
Yang dimaksudkan dengan “prinsip” di sini ialah “tesis”, “asumsi”, ataupun “teori” yang
mendasari disusunnya disain pembelajaran. Pertama-tama disain pembelajaran ini
dikembangkan atas dasar tesis yang menyatakan bahwa “pengajaran dapat didisain secara
lebih sistematis berbeda dengan cara-cara tradisional” (Brigss dalam Gafur, 2010). Minimal
hal tersebut berarti bahwa tujuan pembelajaran, materi, metode, dan teknik evaluasi dapat
didisain sedemikian rupa sehingga masing-masing komponen tersebut satu sama lain saling
berpengaruh dalam meningkatkan proses pembelajaran. Kegiatan mendisain tersebut dapat
dilakukan baik oleh seseorang pengajar secara individual ataupun oleh beberapa tenaga
pengajar sebagai satu tim. Kegiatan itu dapat juga dilakukan baik dalam keadaan di mana
paket pengajaran seperti buku teks dan media telah tersedia, maupun belum (Gafur, 2010).
Dalam keadaan di mana paket pengajaran telah tersedia dan telah dipilih, misalnya
sebuah buku teks atau buku paket , maka secara sederhana seorang guru dapat merencanakan
pengajaran dengan cara merumuskan tujuan pembelajaran dalam mempelajari salah satu bab
buku tersebut. Setelah tujuan ditentukan, kemudian ditentukan kegiatan – kegiatan khusus
dalam mempelajari bab tersebut (misalnya setelah membaca lalu membuat ikhtisar dengan
3
kalimat sendiri, mengkritik atau memberi komentar, dan sebagainya) kemudian membuat tes
untuk mengukur apakah tujuan pembelajaran dalam mempelajari bab tersebut telah tercapai
(Gafur, 2010).
Dalam keadaan dimana paket pengajaran belum tersedia, seorang pengajar dapat
menentukan tujuan pembelajaran terlebih dahulu, kemudian mencari materi atau bahan-bahan
pelajaran serta kegiatan belajar untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan tadi. Terakhir adalah menyusun alat evaluasi untuk mengukur apakah tujuan yang
telah ditentukan tadi telah dapat dicapai dengan menggunakan bahan dan melakukan kegiatan
belajar yang telah dirancang sebelumnya (Gafur, 2010).
Prinsip-prinsip tersebut berlaku pula bagi sebuah tim yang mempunyai tugas untuk
menyusun disain pembelajaran untuk berbagai jenis matapelajaran. Prinsip tersebut berlaku
pula untuk mengembangkan matapelajaran yang sama sekali baru ataupun yang ingin
diperbaharui. Prinsip utama yang dimaksud ialah relevansi, konsistensi dan keselarasan
antara komponen pengajaran yang meliputi tujuan pembelajaran, materi pelajaran, strategi
pembelajaran atau metode, dan prosedur evaluasi untuk mengukur prestasi belajar siswa
(Gafur, 2010).
Team pengembang sistem pembelajaran, penyusun disain pembelajaran atau pengembang
kurikulum dapat terdiri atas para guru, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli
media, ahli disain pembelajaran, dan sebagainya. Betapapun besarnya team, atau tingkat
pengajaran yang dikembangkan (satu mata kuliah, satu unit pelajaran, ataupun satu topik),
prinsip-prisip relevansi, konsistensi dan keselarasan antara komponen pengajaran tersebut
tetap memegang peranan penting (Gafur, 2010).
Kedua, asumsi yang mendasari dikembangkannya disain pembelajaran seperti
dikemukakan oleh Merril dalam Gafur adalah sebagai berikut :
1. Bahwa hasil pembelajaran dapat dirumuskan secara operasional sehingga dapat diamati
dan diukur.
2. Bahwa tercapainya tuuan pembelajaran dapat diukur dengan menggunakan instrumen
yang disebut penilaian acuan patokan (Criterion Referenced Test), yaitu tes yang
didasarkan atas kriteria atau patokan tertentu (dalam hal ini ialah tujuan pembelajaran
khusus). Dengan demikian akan dapat dibedakan antara siswa yang dapat mencapai hasil
yang diharapkan, dengan siswa yang tidak dapat mencapai tujuan atau hasil yang telah
ditentukan sebelumnya.
3. Bahwa untuk menjamin efektivitas proses pembelajaran, paket pengajaran yang akan
digunakan perlu mempunyai status “valid”. Hal ini berarti bahwa paket tersebut baik
4
yang berupa media cetak (seperti modul, buku teks, buku kerja, dan sebagainya) serta
media yang bukan cetak (seperti film, kaset, program radio, program televisi, dan
sebagainya) sebelum digunakan untuk kegiatan belajar mengajar , perlu diujicobakan
dulu secara empirik terhadap siswa yang diambil sebagai sampel dari populasi yang akan
menggunakan paket tersebut (Gafur, 2010).
Ketiga, disain pembelajaran didasari oleh teori sistem (systems theory). Disain
pembelajaran pada hakekatnya merupakan penerapan “systems theory” secara khusus, dalam
hal ini penerapan teori sistem terhadap proses belajar dan mengajar (Gafur, 2010).
Seperti diketahui “perencanaan sistem adalah suatu perencanaan yang integral tentang
aktivitas keseluruhan komponen (sub sistem) dari suatu sistem yang didisain untuk
memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan” (Kaufman dalam Gafur, 2010).
Dari contoh tadi, pengajaran yang komponennya terdiri atas tujuan pembelajaran,
materi pelajaran, metode, alat dan evaluasi adalah merupakan sub sistem misalnya, dari suatu
sekolah atau universitas. Komponen-komponen tersebut tidak boleh didisain secara terpisahpisah, melainkan kesemuanya harus merupakan suatu kesatuan yang integral (Gafur, 2010).
Di samping perlu ada perencanaan yang integral antar keseluruhan komponen suatu
sistem, perencanaan yang disusun menurut pendekatan sistem menghendaki adanya analisis
dan sintesis komponen tersebut secara logis dan berurutan. Adalah tidak sesuai dengan
pendekatan sistem bila misalnya seorang guru mendisain pengajaran dengan tujuan
pembelajaran agar siswa dapat membuat karya tulis yang laku dimuat di majalah ilmiah,
tetapi evaluasinya berupa penugasan kepada siswa tersebut untuk berpidato di depan kelas.
Keseluruhan komponen perlu dibuat sedemikian rupa sehingga kesemuanya menuju ke arah
tercapainya tujuan (Gafur, 2010).
Terakhir, dalam proses perencanaan yang sistematis dikehendaki adanya langkahlangkah tertentu yang secara urut namun fleksibel. Dalam rangka inilah maka dikenal adanya
berbagai macam model disain pembelajaran. “Model adalah serangkaian langkah-langkah
yang disarankan untuk diikuti secara tetap tetapi fleksibel dalam melakukan suatu tugas”
(Briggs dalam Gafur, 2010). Banyak model disain pembelajaran yang pada umumnya diberi
nama sesuai dengan ahli penemunya, atau lembaga yang mengembangkan disain
pembelajaran tersebut. Sebagai contoh model PPSI yang terkenal di Indonesia sebenarnya
adalah adaptasi dari Model Pengembangan Sistem Pembelajaran yang dikembangkan oleh
Banathy dalam Gafur, Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan menggunakan Model
“Instructional Development Institut” (IDI Model). Di USA, hampir setiap universitas
mempunyai model sendiri-sendiri dalam penyusunan disain pembelajaran (Gafur, 2010).
5
Meskipun terdapat berbagai variasi, namun ada kesamaan di antara berbagai model
tersebut, yaitu kesamaan dalam pendekatannya (dalam hal ini pendekatan sistem atau
“systems approach”). Salah satu model sederhana yang dapat digunakan Guru secara
individual dalam merencanakan pembelajaran adalah Model Disain Pembelajaran Kemp
(Gafur, 2010).
Langkah-langkah sistematis menyusun disain pembelajaran menurut Kemp dalam
Gafur:
1. Menentukan topik dan tujuan pembelajaran umm
2. Menentukan karakteristik siswa
3. Menentukan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
4. Menentukan materi pelajaran
5. Menentukan pre-tes
6. Menentukan kegiatan pembelajaran, sumber, dan media
7. Koordinasi sarana pendukung
8. Evaluasi
9. Revisi
1.3 Prosedur Perencanaan Pembelajaran
Disain pembelajaran, sebelum disusun kemudian diaplikasikan dalam proses
pembelajaran, perlu dipelajari terlebih dahulu. Timbul persoalan, apakah langkah-langkah
mempelajarinya harus sejalan dengan langkah-langkah penyusunan dan penerapannya?
Samakah langkah-langkah penyusunannya kalau disain pembelajaran itu disusun oleh
seorang secara individual (seorang guru misalnya) dengan suatu team yang terdiri atas
banyak orang ? Persoalan pertama sebenarnya sejalan dengan persoalan seseorang yang ingin
mengendarai mobil. Apakah langkah yang harus ia tempuh mempelajari peraturan lalu lintas
dulu, baru belajar dan mengendarai mobil atau sebaliknya ? Pada banyak literatur, umumnya
disarankan agar langkah-langkah mempelajari disain pembelajaran sejalan dengan langkahlangkah penyusunan dan penerapannya. Dengan mengikuti salah satu model disain
pembelajaran yang dikembangkan oleh Briggs dalam Gafur misalnya, langkah-langkah itu
akan tampak dalam tabel sebagai berikut :
6
Tabel 1 Langkah-langkah Mempelajari, Menyusun, dan Menggunakan Disain
Pembelajaran
Mempelajari
1. Belajar mengidentifikasi
tujuan
pembelajaran
Penyusunan (Model Disain
Kegiatan Pengajaran di
Pembelajaran)
1. Identifikasi tujuan
Kelas
1. Kegiatan pembelajaran
pembelajaran umum
umum
pendahuluan (menyampaikan
TPK kepada siswa)
2. Belajar menulis tujuan
2. Mengorganisasikan
2.Penyampaian
materi
pembelajaran khusus topik-
3.
Belajar
mengorganisasikan
topiktopik pelajaran
4. Belajar menganalisis
tujuan pembelajaran
3. Menuliskan tujuan
topik pelajaran pelajaran
3. Memberikan latihan dan
pembelajaran khusus
umpan balik
4.
Menyiapkan
untuk
insrumen
4.Mengevaluasi hasil belajar
mengevaluasi
5. Belajar mengevaluasi
hasil belajar
5. Menganalisis tujuan
hasil belajar
6. Belajar menyusun
pembelajaran
6. Menyusun strategi
strategi pembelajaran
7. Belajar memilih dan
pembelajaran
7. Memilih materi,
mengembangkan materi ,
media, dan
media, dan paket
mengembangkan paket
pengajaran
8. Belajar merencanakan
pembelajaran
8. Merencanakan dan
dan melaksanakan evaluasi
melaksanakn evaluasi
formatif dan sumatif
formatif
5. Memberikan tindak lanjut
(pengayaan dan remedial)
Pada tabel tersebut, kegiatan pengajaran di kelas hanya dituliskan sedikit. Hal ini
bukan berarti kegiatan tersebut tidak penting, namun kegiatan pemebelajarn di kelas tersebut
lebih banyak menjadi perhatian dari pengelola kelas. Sedangkan titik berat disain adalah pada
kolom langkah-langkah disain. Dari tabel tersebut juga dapat dikatakan bahwa kegiatan
pengajaran tersebut sedemikian sederhana. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa ada
7
kesejajaran antara langkahlangkah mempelajari cara menyusun disain pembelajaran dengan
cara-cara melaksanakan penyusunan disain pembelajaran, meskipun tidak persis sama (Gafur,
2010).
Tabel tersebut juga menunjukkan salah satu model atau langkah-langkah penyusunan
disain pembelajaran (mulai identifikasi tujuan sampai dengan evaluasi formatif). Mengenai
persoalan kedua, memang terdapat dua mekanisme yang berbeda dalam penerapan disain
pembelajaran. Kedua mekanisme itu adalah (a) jika disain pembelajaran disusun oleh seorang
guru atau dosen sebagai tenaga pengajar sekaligus, (b) jika disain pembelajaran disusun oleh
sebuah tim yang terdiri atas banyak anggota yang belum tentu sekaligus sebagai pengajar
(Gafur, 2010).
Masing-masing mekanisme kerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Bila
seorang guru, bekerja sendirian, sekaligus sebagai “designer” maupun sebagai pengajar, guru
tersebut biasanya lebih banyak “memilih”, bukannya “mengembangkan atau membuat” paket
pengajaran yag akan digunakan oleh siswa. Beberapa sebab antara lain karena guru tersebut
kurang mempunyai waktu atau kurang mendapatkan latihan khusus untuk tugas-tugas
pengembangan paket pengajaran. Namun demikian asal prinsip-prinsip disain pembelajaran
itu dikuasai, sebenarnya guru tersebut dapat memilih berbagai sumber atau bahan seperti
buku-buku teks, majalah ilmiah, surat kabar dan lain-lain sumber yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan diajarkan. Dengan memperhatikan cara mengurutkan langkahlangkah kegiatan mempelajari suatu materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran ,
menyusun soal-soal latihan, soal tes, dan sebagainya seorang guru akan mampu menyusun
disain pembelajaran. Dengan menerapkan prinsip serta langkah-langkah disain pembelajaran,
keterarahan dan variasi dalam berinteraksi siswa terhadap sumber-sumber belajar akan dapat
diwujudkan (Gafur, 2010).
Terarah berarti jelas yang harus dikerjakan oleh siswa. Misalnya dalam menghadapi
buku teks yang tebal-tebal, siswa akan tahu bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran ia
harus membaca bab sekian, dan setelah membaca ia harus memberi kritik atau komentar atau
membandingkan dengan bacaan yang lain, bahwa ia akan dites berdasar atas bahan tersebut,
dan sebagainya. Bervariasi, berarti dalam kegiatan belajar siswa tidak hanya rutin mengikuti
uraian guru yang bersumber dari sebuah buku yang juga dimiliki oleh para siswa, tanpa
menggunakan berbagai sumber dan tanpa berbuat lain kecuali mendengarkan dan mencatat
(Gafur, 2010).
Dalam kedudukannya yang demikian Leslie Briggs dalam Gafur menyebutkan bahwa
“Guru tersebut, bukan hanya sebagai “designer” dan “manajer” kegiatan belajar mengajar,
8
tetapi ia sekaligus juga sebagai penghubung antara pembuat sumber belajar dengan para
siswa. Pendapat tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa banyak buku-buku teks yang harus
dipelajari oleh siswa, namun belum tentu buku-buku tersebut memberi petunjuk secara jelas
mengenai apa yang mesti dikerjakan kecuali hanya sekedar membaca. Belum jelas pula
sejauh mana keseluruhan atau sebagian buku tersebut relevan dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh siswa (Gafur, 2010).
Mekanisme yang kedua terjadi bila suatu team bekerjasama mengembangkan atau
membuat materi atau paket pengajaran dalam rangka pengembangan kurikulum baru atau
pengembangan pengajaran untuk bidang studi tertentu. Team ini biasanya terdiri dari para
guru atau dosen, administrator, ahli media, ahli evaluasi, ahli disain, dan sebagainya. Tugas
team ini bukannya memilih, tetapi membuat paket pembelajaran baru. Hasilnya misalnya
berupa silabus, satuan pelajaran, model program, modul, pengajaran berprogram, program
radio, program kaset, program televisi, komputer, film, program multimedia, dan sebagainya
(Gafur, 2010).
Tugas team, selain membuat paket pengajaran tersebut adalah melakukan uji coba
agar paket yang dihasilkan valid, menyusun petunjuk pemakaiannya (karena team tersebut
belum tentu bertindak sebagai pengajar), melatih para guru atau dosen bagaimana mengajar
dengan menggunakan paket pengajaran tadi, membantu menyusun program evaluasi
pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan paket yang telah valid tadi, dsb. Di Indonesia
team yang mempunyai tugas tersebut misalnya Team Pengembangan Kurikulum pada
Balitbang Dkinas yang menyusun kurikulum baru diikuti dengan pengembangan silabus dan
rencana pembelajaran, dan sistem pengujiannya. Pada Pustekkom Diknas, kegiatan
pengembangan pembelajaran dilakukan oleh Tim TKPD, Tim SLTP, dsb. Tugas Tim tersebut
adalah menyusun kurikulum siaran pendidikan, Bahan Penyerta, Naskah SRP, dsb. Di USA
misalnya, Team Pengembang Pembelajaran terdapat pada hampir setiap perguruan tinggi.
Tugasnya tidak hanya melayani keperluan perguruan tinggi yang bersangkutan, melainkan
secara profesional dan komersial melayani juga masyarakat industri dan militer yang ingin
mendapatkan program penataran lengkap dengan paket dan media penatarannya (Gafur,
2010).
Tanpa memandang jenis lembaga atau jenis pengajaran yang akan dikembangkan,
prinsip-prinsip umum disain pembelajaran tersebut dapat diterapkan. Sudah barang tentu
dengan beberapa variasi misalnya perbedaan usia dan latar belakang keadaan siswa, tersedia
tidaknya berbagai sumber dan dana, perbedaan mengenai tujuan suatu lembaga pendidikan
dan sebagainya, kesemuanya perlu mendapatkan perhatian bagi anggota team (Gafur, 2010).
9
Dengan memperhatikan kedua mekanisme dalam penerapan disain pembelajaran tadi,
berikut dikemukakan suatu bagan yang menunjukkan kesamaan dan perbedaan langkah
langkah penyusunan disain pembelajaran. Bagan berikut dikembangkan oleh Briggs dalam
Gafur dan sekaligus menunjukkan model disain pembelajaran yang lebih terperinci. Tujuh
langkah pertama adalah sama di antara kedua mekanisme tersebut (baik dikerjakan oleh guru
secara individual maupun oleh suatu team). Perbedaan langkah terjadi pada tahap ke 8 s/d 11
(untuk kerja individual) dan ke 14 (untuk kerja team). Perbedaan itu ialah bahwa pada
langkah ke-8 guru atau dosen mulai memilih materi (buku) yang sudah ada, sedang team
mulai membuat paket atau materi baru. Selanjutnya mulai langkah ke 15 terdapat kesamaan
antara kedua mekanisme tersebut.
Tabel 2 Mekanisme Penyusunan Disain Pembelajaran
1. Penentuan kebutuhan dan tujuan belajar.
2. Pengorganisasian unit dan topik pelajaran.
3. Penulisan tujuan pembelajaran khusus dan menyusun urutannya (sequencing.)
4. Analisis tujuan pembelajaran khusus.
5. Penyiapan instrumen evaluasi hasil belajar siswa.
6. Menentukan urutan-urutan kegiatan pembelajaran untuk setiap tujuan pembelajaran
khusus.
7. Menentukan kegiatan pembelajaran untuk setiap sub tujuan
8. pembelajaran khusus.
Guru/dosen sebagai disainer
Tim sebagai disainer
Rencana Pelajaran
8a. Memilih materi pelajaran
8b. Memilih jenis stimulus dan respons
9a. Merencanakan kegiatan
9b. Memilih media
pembelajaran
10b. Memilih situasi pembelajaran
10a. Mengelola kegiatan
11b. Menuliskan preskripsi
10
pembelajaran
kegiatan pembelajaran
11a. Melaksanakan evaluasi
12b. Mengembangkan paket
pengajaran
13b. Mengembangkan instrumen
evaluasi
14b. Membuat petunjuk dan bahan
Penataran Guru
15. Memonitor bersama jalannya pengajaran
16. Mengadakan uji coba lapangan dan mengadakan revisi berdasar atas ujicoba tersebut
17. Melaksanakan evaluasi sumatif.
Pada bagian akhir uraian ini dikemukakan ringkasan sebagai berikut :
1. Konsep disain pembelajaran erat tak terpisahkan dengan konsep teknologi pendidikan
dan pengembangan sistem pembelajaran. Inti dari konsep disain pembelajaran ialah
proses sistematis dan logis untuk memecahkan masalah-masalah pengajaran dengan
cara mengembangkan, memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber belajar secara
maksimal untuk meningkatkan proses belajar manusia.
2. Disain pembelajaran didasarkan atas teori sistem. Disain pembelajaran pada
hakekatnya merupakan penerapan pendekatan sistem terhadap masalah-masalah
pendidikan dan pengajaran.
3. Tesis dan asumsi yang mendasari dikembangkannya disain pembelajaran ialah :
a. Proses belajar-mengajar dapat didisain secara lebih sistematis sehingga
tercapai keserasian antara tujuan, materi, media dan alat evaluasi.
b. Bahwa tujuan pengajaran dapat dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat
diamati dan diukur. Bahwa dengan demikian maka dapat diciptakan instrumen
untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan tersebut.
c. Bahwa materi atau paket pengajaran (seperti buku, modul, program radio,
slide, film dan sebagainya) yang diperlukan untuk kegiatan belajar dan
mengajar untuk efektifitasnya perlu mempunyai status valid melalui uji coba
secara empirik.
11
4. Langkah-langkah penerapan disain pembelajaran tercermin dalam model-model
disain pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli disain secara individual
maupun oleh lembaga-lembaga atau team pengembang disain pembelajaran.
Penerapan pengembangan disain pembelajaran oleh guru atau dosen secara individual
lebih bersifat memilih materi atau bahan pelajaran yang telah ada, sedang bila hal itu
dikerjakan oleh sebuah team maka tugas team tersebut adalah lebih bersifat membuat
materi petunjuk atau latihan dalam pemanfaatannya (Gafur, 2010).
1.4 Kurikulum Subject Matter
Subject matter curriculum atau Kurikulum Subject Matter (kurikulum mata
pelajaran), merupakan organisasi kurikulum yang tertua dan banyak digunakan di setiap
negara. Subject matter curriculum adalah organisasi isi pendidikan dalam bentuk mata
pelajaran yang disajikan dan diberikan kepada para siswa secara terpisah-pisah satu sama
lain. Sekalipun hakikat isinya ada relasi antara mata pelajaran yang satu dengan mata
pelajaran lainnya. (Dr. Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim).
Kurikulum subject matter bersumber dari pendidikan klasik yang berorientasi pada
masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Isi pendidikan diambil
dari setiap disiplin ilmu. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka
pendidikannya lebih bersifat intelektual. (Nana Syaodiah dalam Lukmanul Hakim).
Dalam buku Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Dr. Nana
Sudjana, 1989: 51), menyebutkan bahwa dalam dunia pendidikan, dikenal ada tiga jenis
pola organisasi kurikulum yakni: Subject matter curriculum, Activity curriculum, dan
Core curriculum. Namun pada prakteknya tidak pernah dijumpai satu bentuk kurikulum
murni, melainkan modifikasi-modifikasi dari ketiga bentuk tersebut.
1.4.1 Penerapan Kurikulum Subject Matter
Mata pelajaran dalam organisasi kurikulum ini digabung dalam kelompok
pengetahuan/disiplin ilmu pengetahuan. Dalam bentuk yang tidak ekstrim penyajiannya
dimungkinkan adanya sejenis relasi di antara mata pelajaran. Misalnya melalui bentuk
korelasi suatu mata pelajaran dapat menyumbang mata pelajaran lain agar diperoleh
pemahaman yang lebih baik. (Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim).
1. Ciri-ciri yang membedakan antara organisasi Subject Matter curriculum dengan
organisasi lainnya menurut, Dr. Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim adalah:
12
a. Mata pelajaran diklasifikasikan serta diorganisasikan sesuai dengan bidang
keilmuan / pengetahuan ilmiah.
Isi dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga mendisiplinasi para pelajar
sesuai dengan tuntutan yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah tersebut.
Pengetahuan disusun tidak atas dasar perkembangan kebutuhan anak didik. Dengan
kata lain soal-soal yang berhubungan dengan kebutuhan sosial para siswa banyak
diabaikan, sebab isi kurikulum dipilih dan diorganisasi sesuai dengan kepentingan
para ahli ilmu pengetahuan. Tujuan utama organisasi kurikulum ini ialah
mengembangkan kapasitas belajar untuk menguasai fakta, konsep, prinsip, yang
terdapat dalam mata pelajaran.
b. Tekanan yang diberikan dalam subject matter pada penyajian isi pelajaran dan teknik
memberikan penjelasan.
Gagasan-gagasan yang hendaknya dikuasai siswa dijelaskan terlebih dahulu
oleh guru. Percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh siswa relatif tidak ada.
Ada empat jenis cara menyajikan pelajaran yang sering dijumpai dalam subject
curriculum ini, yaitu:
a. dimulai dari yang sederhana menuju kepada yang lebih sulit dan kompleks.
b. cara penyajian didasarkan kepada pengetahuan prasarat. Cara ini ditemukan pada
penyajian mata pelajaran yang berisikan hukum dan prinsip, seperti fisika, tata
bahasa, ilmu pasti, dan lain-lain.
c. Dimulai dari keseluruhan menuju kepada bagian-bagian. Pengajaran geografi
dimulai dari globe bumi kemudian baru dipelajari bagian-bagian dari belahan
bumi.
d. Penyajian yang bersifat kronologis. Fakta dan gagasan disusun dalam rangkaian
waktu sehingga penyajian peristiwa yang muncul kemudian selalu diawali oleh
kejadian yang mendahuluinya. Prosedur mengajar beserta tekniknya didasarkan
kepada aktivitas bahasa seperti kuliah, ceramah, diskusi, tanya jawab, laporan
tertulis, laporan lisan, dll. Yang dianggap penting dalam kurikulum ini ialah proses
menerima dan menghafalkan mata pelajaran yang disajikan.
2. Ciri-ciri esensial
Ciri esensial adalah ciri yang tidak dapat dijadikan ukuran untuk membedakan jenis
organisasi kurikulum yang satu dengan organisasi yang lain tetapi merupakan ciri
keseluruhan organisasi tersebut. Ciri-ciri esensial adalah:
13
a. Mata pelajaran dapat diwajibkan bagi semua siswa, diwajibkan untuk kelompok atau
dipilih oleh kelompok tertentu, dipilih oleh siswa tertentu atau semua siswa.
Perencanaan kurikulum menetapkan beberapa pelajaran wajib, pelajaran pilihan, dan
pelajaran-pelajaran khusus berdasarkan pertimbangan urgensi mata pelajaran untuk
tujuan tertentu. Pola subject matter curriculum inilah yang memperkenalkan adanya
pelajaran wajib dan pilihan sekalipun pola organisasi kurikulum yang lain pun ada
yang menggunakan sistem ini.
b. Mata pelajaran umumnya bersifat konstan (tetap) tidak banyak berubah-ubah.
Pengajaran yang diwajibkan merupakan bagian yang terbesar dari program
pendidikan umum yang sifatnya konstan.
c. Tuntutan mata pelajaran yang sama tidak berarti pengalaman yang sama bagi setiap
murid. Dalam ciri ini perbedaan-perbedaan individual sebenarnya masih diperhatikan.
d. Perencanaan program pelajaran disusun terlebih dahulu. Mata pelajaran wajib dan
pilihan ini ditentukan terlebih dahulu. Artinya, ditetapkan mana yang termasuk
pelajaran wajib dan termasuk pelajaran pilihan. Demikian pula dalam penyajian mana
yang perlu diberikan apakah ditingkat pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Berapa
banyak pelajaran wajib dan pelajaran pilihan, baik jumlah maupun kualitasnya
terlebih dahulu ditetapkan oleh perencana kurikulum.
e. Menyediakan kesempatan pelayanan atas dasar perbedaan individual. Adanya
pelajaran pilihan, tugas-tugas yang berbeda dan program khusus untuk melayani
perbedaan individual.
3. Sarana yang diperlukan
Sarana diperlukan untuk memperoleh hasil yang sempurna. Beberapa sarana yang
diperlukan antara lain, menurut Dr. Nana Sudjana dalam Lukmanul Hakim adalah:
a. Guru yang terlatih dan terdidik dalam tugas-tugasnya.
Guru hendaknya mendapat latihan yang sebaik-baiknya untuk mengajar,
sekurang-kurangnya untuk satu mata pelajaran. Guru juga harus memahami susunan
logis dari bahan yang akan diajarkannya. Ia harus mengetahui cara mendidik anak
dan memiliki wawasan yang luas mengenai kurikulum.
b. Setiap guru harus mempunyai ruang kelas khusus.
Setiap guru harus mendapat ruangan kelas untuk dirinya sesuai dengan mata
pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Ruangan kelas itu dilengkapi dengan
sumber-sumber yang berhubungan dengan keperluan pengajaran mata pelajaran
14
tersebut. Perpustakaan, alat peraga, tempat praktek, laboratorium, dll harus ada
dalam ruangan tersebut. Setiap guru mata pelajaran mendiami kelasnya dan murid
mengikuti kelas atau ruangan guru.
c. Lamanya waktu belajar untuk setiap mata pelajaran.
Penentuan banyaknya waktu jam pelajaran ditentukan oleh anggapan
penting tidaknya materi mata pelajaran tersebut. Pembagian untuk setiap kali
mengerjakan pelajaran tergantung dari jenis mata pelajaran dan cara penyajian
pelajaran.
d. Penyediaan pelayanan.
Syarat ini artinya mengadakan kesempatan khusus untuk memenuhi tuntutan
kepentingan siswa. Dewasa ini banyak diberikan perhatian terhadap kepentingan
siswa dalam bntuk bimbingan penyuluhan, sekalipun hal ini tidak mudah
melaksanakannya
dalam
program
pengajaran
berdasarkan
subject
matter
curriculum.
4. Persoalan yang Muncul
Dengan munculnya orientasi baru, konsep psikologis baru, maka bentuk organisasi
kurikulum yang lama menjadi goyah kedudukannya, sedangkan bentuk-bentuk baru akan
muncul. Oleh karena itu para perencana kurikulum penting memahami kritik-kritik
terhadap kekurangan dari setiap organisasi kurikulum. Beberapa kritik subject matter
curriculum, antara lain:
a. Kurikulum ini terlalu fragmentaris
Guru yang diarahkan menjadi spesialis tertentu sering kehilangan pengetahuan
secara menyeluruh. Selain itu kurikulum semacam ini sering menyebabkan tidak
terintegrasinya kepribadian siswa.
b. Pengabaian minat dan bakat para siswa.
Penyusunan kurikulum diarahkan kepada penguasaan mata pelajaran, maka
hanya individu yang mempunyai minat terhadap soal-soal akademis yang menaruh
perhatian khusus terhadap kurikulum ini. Kepatuhan anak didik bukan karena
motivasinya tapi sekedar mengelakkan diri dari sanksi. Ini yang menyebabkan
pelajaran tidak diterima dengan sungguh-sungguh.
c. Penyusunan kurikulum tidak efisien.
15
Mata pelajaran disusun secara logis dan diajarkan menurut rangkaian-rangkaian
yang logis pula menyebabkan belajar tidak merangsang siswa. Memisahkan pusat
perhatian yang mempunyai peranan penting bagi anak didik merupakan hal yang
merugikan anak.
d. Pengabaian persoalan sosial.
Subject matter curriculum lebih banyak berorientasi kepada masa lampau
sehingga terabaikannya isu dan konflik sosial yang sedang berlangsung, yang
seharusnya sekolah turut membantu memecahkan persoalan-persoalan tersebut.
e. Gagal untuk mengembangkan kebiasaan berfikir kreatif.
Kurikulum ini memberikan tekanan kepada penguasaan kesimpulan hasil
pemikiran orang lain bukan penguasaan proses yang memungkinkan siswa
mengambil kesimpulan dan membuktikannya sendiri.
5. Beberapa Modifikasi Subject Matter Curriculum
Akibat kritik terhadap subject matter curriculum dan perkembangan konsep-konsep
baru dalam psikologi serta ketidakpuasan dari organisasi kurikulum ini maka diadakan
beberapa usaha memodifikasi bentuk kurikulum ke dalam dua bentuk, yakni corelated
curriculum dan broad field curriculum. Kedua modifikasi ini merupakan usaha ke arah
penyempurnaan subject matter curriculum.
Corelated curriculum
Corelated curriculum ialah kurikulum yang menekankan perlunya hubungan di
antara dua atau lebih mata pelajaran tanpa menghilangkan batas-batas setiap mata
pelajaran. Misalnya: Sejarah dan Geografi dapat diajarkan untuk saling memperkuat,
demikian pula halnya dengan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Ilmu Pasti dapat
dijadikan alat untuk memperjelas kedua mata pelajaran tersebut.
Beberapa keuntungan dari korelasi adalah, bahwa siswa lebih besar minatnya
untuk mempelajari mata pelajaran secara korelasional bila dibandingkan dengan
penyajian secara konvensional.
Broad field curriculum
Broad field ini pada dasarnya menyatukan beberapa mata pelajaran yang
sejenis. Dalam sistem pendidikan nasional prinsip broad field dikembangkan dengan
nama bidang studi seperti bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan
16
Alam, Bahasa, Matematika, dll. Ilmu Pengetahuan Sosial adalah kesatuan dari matamata pelajaran Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi, dll yang ada dalam rumpun Ilmu
Sosial. Broad field bukan lagi korelasi tetapi integrasi.
1.4.2
Disain Kurikulun Subject Matter
• Asumsi-asumsi; tujuan (melatih peserta didik menggunakan ide-ide), sumber tujuan
(pendidikan klasik), karakteristik peserta didik (anak sebagai tabung kosong), hakekat
pembelajaran (ekspositorik dan inkuiri)
• Ciri-ciri umum; berdasarkan atas suatu struktur ilmu, pola kerja mekanik, dan
memperhatikan isi dan proses belajar
• Komponen-komponen; tujuan (mengemukakan ide-ide), materi (struktur disiplin ilmu),
proses pembelajaran (ekspositorik dan inkuiri), evaluasi (bervariasi sesuai tujuan
dan sifat mata pelajaran)
• Kelebihan; cocok di Perguruan Tinggi , logis dan sistematis, dan isi komprehensif.
Kelemahannya; mengabaikan karakter peserta didik dan kurang memperhatikan proses
(Anif Ghufron, 2006).
2.Media Pembelajaran
2.1 Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah,
perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan
dari pengirim kepada penerimapesan (Azhar Arsyad, 2011:3). Menurut Gerlach dan Ely yang
dikutip oleh Azhar Arsyad (2011), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah merupakan media. Sedangkan menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto (2011:4)
media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa media adalah segala sesuatu benda atau komponen yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.
17
Media pembelajaran adalah sarana penyampaian pesan pembelajaran kaitannya
dengan model pembelajaran langsung yaitu dengan cara guru berperan sebagai penyampai
informasi dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai.
Media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Menurut Heinich yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2011:4), media pembelajaran
adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima (Anonim, 2012).
2.2 Kriteria dan Langkah-Langkah Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran
2.2.1 Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran, guru
hendaknya perlu cermat dalam pemilihan dan atau penetapan media yang akan digunakannya
dalam proese pembelajaran. Kesesuaian dan ketepatan dalam pemilihan media akan
menunjang efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Media
pembelajaran yang beraneka ragam jenisnya tentunya tidak akan digunakan seluruhnya
secara serentak dalam kegiatan pembelajaran, namun hanya beberapa saja. Untuk itu perlu di
lakukan pemilihan media tersebut. Agar pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka
perlu dipertimbangkan faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media.
Disamping itu juga kegiatan pembelajaran menjadi menarik sehingga dapat menimbulkan
motivasi belajar, dan perhatian siswa menjadi terpusat kepada topik yang dibahas dalam
kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Kesesuaian dan ketepatan dalam memilih media
pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti luas sempitnya pengetahuan dan
pemahaman guru tentang kriteria dan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan serta
prosedur pemilihan media pembelajaran. Bahasan berikut akan membahas hal-hal dimaksud
agar kita dalam memilihan media pembelajaran lebih tepat.
Media dan sumber belajar memiliki banyak jenis dan klasifikasinya. Masingmasing
jenis media tersebut memiliki kelebihan dan keterbatasan, oleh karena itu ketika anda
menggunakan media dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran,
karakter materi, ketersediaan, biaya dan lain sebagainnya. Begitu juga dari sisi peserta didik,
18
harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih media yang akan digunakan. Sebagai
contoh, anak SD kelas 1 untuk tidak digunakan media yang tajam dan berbahaya si anak,
begitu juga aspek penggunaan dan pemilihan warna, karena warna menjadi sangat dominan
bagi anak kelas 1-3. Warna dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi siswa sekolah dasar
kelas rendah. Oleh karena itu, pemilihan media menjadi penting dipertimbangkan oleh guru
dalam menentukan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran.
Ada
sejumlah
faktor
yang
perlu
anda
pertimbangkan
dalam
memilih,
mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar. Dasar
pemilihan media dan sumber belajar sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi kebutuhan
atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Mc. Conel (1974) mengatakan bila media
itu sesuai pakailah, if the medium fits, use it! yang menjadi pertanyaan adalah apa ukuran atau
kriteria tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media
misalnya; tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan
belajar yang diinginkan, keadaan atau latar kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang
ingin dilayani.
Pemilihan media dan sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional
secara keseluruhan. Oleh sebab itu, meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor
lain seperti siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan
sumber, serta prosedur penilaiannya perlu dipertimbangkan.
Dick dan Carrey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku
belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
1) Ketersediaan sumber setempat, apabila tidak ada maka harus dibeli atau dibuat sendiri.
2) Dana, tenaga, dan fasilitas dalam membeli atau membuat sendiri.
3) Keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media untuk waktu lama
4) Efektivitas biaya dalam jangka waktu panjang.
5) Pandai memilih media yang tepat.
Menurut Degeng (1993), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih,
mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran adalah:
1) Tujuan instruksional. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan
instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Mungkin ada sejumlah alternative media
yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah yang paling cocok.
Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik tujuan dan karakteristik media
pembelajaran yang akan dipakai.
19
2) Keefektifan. Dari beberapa alternative media yang sudah dipilih, mana yang dianggap
paling efektif (tepat guna) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Siswa. Apakah media yang dipilih sudah sesuai dengan kemampuan, perbendaharaan
pengalaman, dan menarik perhatian siswa? Digunakan untuk siapa? Apakah secara individual
atau kelompok kecil, kelas atau massa? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh?
4) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalau belum, apakah
media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada beberapa alternatif
yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersamasama siswa, meminjam,
menyewa, membeli dan mungkin dapat “dropping” dari pemerintah.
5) Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah tersedia biaya
untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan hasil penggunaannya?
Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi memiliki keefektifan setara?
6) Kualitas teknis. Apakah media yang dipilih itu kualitasnya baik? Jika menggunakan media
gambar misalnya, apakah memenuhi syarat sebagai media pembelajaran? Bagaimana keadaan
daya tahan media yang dipilih itu?
Sudono (2000) mengatakan, dalam pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran,
yang perlu diperhatikan adalah media pembelajaran untuk perkembangan emosi dan social
anak, motorik halus, motorik kasar, berbahasa, persepsi penglihatan (pengamatan dan
ingatan), persepsi pendengaran, dan keterampilan berpikir. Menurut Degeng, dkk (1993),
pemilihan dan penggunaan sumber belajar haruslah didasarkan pada hal-hal berikut ini:
1) Analisis karakteristik siswa.
2) Adanya tujuan dan isi instruksional.
3) Adanya strategi pengorganisasian pembelajaran.
4) Adanya strategi penyampaian.
5) Adanya strategi pengelolaan pembelajaran.
6) Adanya pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Sedangkan menurut Sudono (2000), pemilihan dan pemanfaatan sumber belajar harus
memperhatikan lingkungan terdekat dengan anak, ruang sumber belajar, serta media cetak
dan perpustakaan. Hakikat dari pemilihan media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk
memakai, tidak memakai, atau mengadaptasi media yang bersangkutan. Berkaitan dengan
pemilihan media ini, Azhar Arsyad (1997: 76-77) menyatakan bahwa kriteria memilih media
yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai;
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran;
20
3. Praktis, luwes, dan tahan;
4. Guru terampil menggunakannya;
5. Pengelompokan sasaran; dan
6. Mutu teknis.
Selanjutnya Brown, Lewis, dan Harcleroad (1983: 76-77) menyatakan bahwa
dalam memilih media perlu mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: 1) content;
2) purposes; 3) appropriatness; 4) cost; 5) technical quality; 6) circumstances of uses;
7) learner verification, dan 8) validation.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipertegas bahwa pada dasarnya pendapatpendapat tersebut memiliki kesamaan dan saling melengkapi. Selanjutnya dapat disimpulkan
bahwa hal yang perlu yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu tujuan
pembelajaran, keefektifan, keefisienan, peserta didik, ketersediaan, kualitas teknis, biaya,
fleksibilitas, dan kemampuan orang yang menggunakannya serta alokasi waktu yang tersedia.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan pembelajaran. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, mungkin ada sejumlah alternatif yang
dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah yang paling cocok.
Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik tujuan yang akan dicapai dengan
karakteristik media yang akan digunakan.
2) Keefektifan. Dari beberapa alternatif media yang sudah dipilih, mana yang dianggap
paling efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Keefisienan. Penggunaan media pembelajaran harus membuat proses pembelajaran
menjadi lebih efisien sehingga kegiatan yang dilakukan didalam kelas tidak banyak
membuang waktu.
4) Peserta didik. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan ketika kita memilih media
pembelajaran berkait dengan peserta didik, seperti: apakah media yang dipilih sudah sesuai
dengan karakteristik peserta didik, baik itu kemampuan atau taraf berpikirnya,
pengalamannya, menarik tidaknya media pembelajaran bagi peserta didik? Digunakan untuk
peserta didik kelas dan jenjang pendidikan yang mana? Apakah untuk belajar secara
individual, kelompok kecil, atau kelompok besar/kelas? Berapa jumlah peserta didiknya? Di
mana lokasinya? Bagaimana gaya belajarnya? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh?
Pertanyaanpertanyaan tersebut perlu dipertimbangkan ketika memilih dan menggunakan
media dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran harus disesuaikan
21
dengan karakteristik peserta didik sehingga dapat diterima dengan baik baik oleh peserta
didik.
5) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalu belum, apakah
media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada beberapa alternatif
yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersamasama dengan peserta didik,
meminjam menyewa, membeli dan mungkin bantuan.
6) Kualitas teknis. Apakah media media yang dipilih itu kualitas baik? Apakah memenuhi
syarat sebagai media pendidikan? Bagaimana keadaan daya tahan media yang dipilih itu?.
Sebuah media pembelajaran harus memiliki kualitas teknis yang bagus sehingga selama
penggunaan