Spatial Analisis Jabodetabekpunjur dengan Pende

LAPORAN FINALANALIS DATA SPASIAL UNTUK KSN (Individual Report - Selengkapnya dan Keterkaitan dengan Analis Kebijakan ada dalam Laporan FinalKonsolidasi)

Pendekatan Kajian Risiko Bencana Untuk Perencanaan Kawasan Strategis Nasional (Studi Kasus: Perpres 54/2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur)

Project Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR-D) Phase II Juli 2013

1. P ENDAHULUAN

1.1. Peran Data Spasial dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pengurangan Risiko

Bencana

Informasi Geospasial (IG) sangat berguna sebagai sistem pendukung pengambilan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan ketahanan nasional, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang, perencanaan lokasi investasi dan bisnis perekonomian, penentuan garis batas wilayah, pertanahan, dan kepariwisataan. IG juga merupakan informasi yang amat diperlukan dalam penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan hidup, dan pertahanan keamanan.

Data Spasial digunakan untuk Perencanaan Tata Ruang Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam bentuk peta-peta kondisi eksisting dan yang direncanakan. Data-data spasial yang di sintesiskan berupa Peta

Pola Ruang dan Struktur Ruang, peta-peta jaringan (jalan, drainase, listrik, sampah) dan peta-peta rencana lainnya. Selain itu biasanya didukung juga oleh peta-peta tematis lain, misalnya risiko bencana dan penggunaan lahan.

Perencanaan tata ruang sebagai suatu bentuk intervensi pembangunan yang multidimensi memungkinkan berbagai bentuk kegiatan mitigasi risiko bencana untuk diintegrasikan, baik yang bersifat fisik (struktural) maupun non fisik (non struktural). Dalam menentukan bentuk kegiatan mitigasi yang akan digunakan akan bergantung kepada jenis bencana dan tujuan kegiatan tersebut.

BNPB sudah menyelesaikan peta Risiko bencana untuk 33 provinsi yang menggambarkan banyaknya bencana yang mengancam Indonesia.Memasukkan kajian risiko bencana kedalam Perencanaan dan manajemen Tata Ruang harus ditempatkan sebagai prioritas, termasuk framework program-program kebijakan pro rakyat miskin, pro-pertumbuhan, pro-penyediaan lapangan pekerjaan dan pro- lingkungan hidup.Perencanaan Tata Ruang beruurusan dengan lokasi spasial dimana bencana dapat terjadi, informasi mengenai multi risiko bencana di lokasi tersebut adalah penting, dan harus dimasukkan secara formal ke Tata Ruang. BNPB sebagai mitra implementasi dalam proyek ini dan kemitraan strategis dengan Bappenas (melalui BKPRN) dan kementrian dalam Negeri akan dilanjutkan.

1.2. Peraturan Perundangan Terkait Data dan Informasi Spasial

1.2.1. Undang-Undang No.04 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial

UU nomor 4/2011 tentang IG dimaksudkan agar informasi geospasial dapat terselenggaradengan tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya gunasehingga terjamin keakuratan, kemutakhiran, dankepastian

hukum, maka perlu pengaturan mengenaipenyelenggaraan informasi geospasial.Disamping itu UU ini juga menjamin ketersediaan dan akses terhadap informasi geospatial yang dapat dipertanggungjawabkan. Informasi geospatial sangat diperlukan untuk mendukung hukum, maka perlu pengaturan mengenaipenyelenggaraan informasi geospasial.Disamping itu UU ini juga menjamin ketersediaan dan akses terhadap informasi geospatial yang dapat dipertanggungjawabkan. Informasi geospatial sangat diperlukan untuk mendukung

UU nomor 4/2011 tentang Informasi Geospasial menguraikan bahwa secara umum IG terbagi menjadi Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT).IGD mencakup acuan posisi dan peta dasar, adapun IGT mencakup berbagai ragam tema, seperti kehutanan, pertanian, perikanan,

dan pertambangan. Peta dasar yang sangat diperlukan bagi perencanaan terdiri dari Peta Rupabumi yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat; Peta Lingkungan Pantai yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir dan Peta Lingkungan Laut Nasional yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.

Penyelenggaraan IGD dilaksanakan oleh Badan Informasi Geospasial sebagai pengganti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) sesuai dengan amanat UU nomor 4/2011.Khususnya untuk keperluan penanggulangan bencana, setiap individu diwajibkan memberikan IGT yang dimilikinya apabila diminta oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang diberi tugas dalam urusan penanggulangan bencana.

Peta Dasar dengan segala karakteristik ketelitiannya, menjadi dasar bagi pembuatan Peta rencana tata ruang wilayah.Peta rencana tata ruang wilayah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan rencana tata ruang wilayah harus mengandung tingkat ketelitian yang sesuai dengan skala penggambarannya.PP nomor 8/2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang juga mengatur tentang sistem referensi geospasial; skala peta dasar minimal, unit pemetaan yang dapat digunakan dan ketelitian muatan ruang.

1.3 Tujuan Penugasan Tujuan Penugasan adalah menyediakan perspektif mitigasi bencana dan keseluruhan manajemen

risiko ke dalam Greater Jakarta/Jabodetabekpunjur sebagai Kawasan Strategis Nasional, dengan memasukan analisis Risiko Bencana kedalam Rencana Tata Ruang. Menghasilkan sebuah gambaran

mengenai level risiko yang dapat diterima dan rekomendasi untuk strategi manajemen risiko dengan mitigasi berorientasi pencegahan untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, khususnya Jabodetabekpunjur.

Pekerjaan ini dilakukan dengan supervisi dari Bappenas, BNPB dan UNDP Synergy dan koordinasi dan petunjuk dari BKPRN.Pekerjaan ini dilakukan bersama antara konsultan Analis Kebijakan dan konsultan Analis Data Spasial untuk Kawasan Strategis Nasional.

1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan

1.4.1 Ruang Lingkup W ilayah

Ruang lingkup wilayah adalah Kawasan Jabodetabekpunjur sebagaimana ditetapkan dalam Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur

(lihat Gambar 1). Kawasan Jabodetabekpunjur ini juga terkait dengan 3 Provinsi yaitu : DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten (lihat Gambar 2).

1.4.2 Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian dalam pekerjaan ini adalah menerapkan kajian risiko bencana dari BNPB terhadap RTR KSN Jabodetabekpunjur.

Gambar 1Peta Administrasi Kabupaten/Kota Lingkup Wilayah Kajian KSN Jabodetabekpunjur

Sumber: Diko mpilasi Peta Admin BPS, 2009; Perpres 54/2008; Peta RTRW P rovinsi dan Kab/Kota Kawasan Jabodetabekpunjur

Gambar 2Peta Administrasi PropinsiLingkup Wilayah Kajian KSN Jabodetabekpunjur

Sumber: Dikompilasi dariPeta Admin BPS, 2009; Perpres 54/2008; Peta RTRW P rovinsi dan Kab/Kota Kawasan Jabodetabekpunjur

1.4.3 Lingkup P ekerjaan Analis Data Spasial

Analisis Data Spatial akan bekerjasama dan berkoordinasi dengan Bappenas melalui BKPRN, BNPB dan Instansi Terkait. Pekerjaan yang dilakukan meliputi :

1. Melakukan digitasi dan analisis data spasial untuk provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat (data spasial dan informasi untuk merencanakan penggunaan lahan berdasarkan pertimbangan aspek judicial, biophysical, ecological, social ekonomi dan budaya dan kesesuaiannya dengan UU no 4/2011 mengenai Informasi Geospasial.

2. Melakukan analisis spasial untuk mengukur level risiko yang terkait ke semua jenis risiko, ancaman dan kerentanan bencana untuk KSN Jabodetabekpunjur.

3. Menyediakan rekomendasi untuk tool monitoring dan evaluasi terhadap pengurangan level risiko sebagai hasil dari implementasi yang efektif dari penataan ruang berorientasikan manajemen risiko.

1.5 Keluaran Yang Diharapkan

Keluaran dari Analis Data Spasial akan mendukung keluaran dari Analis Kebijakan terutama untuk Review tentang Perpres 54/2008. Selain itu Keluaran yang diharapkan dari konsultan analisis data

spasial adalah sebagai berikut: • Laporan yang menggambarkan latar belakang konteks, metodologi, dan rencana kerja.

• Laporan mengenai temuan dan analisis terhadap: (1.) Kesesuaian spasial data yang digunakan untuk Rencana Tata Ruang dan analisis Risiko Bencana. (2). Kesesuaian dengan UU no. 4 tahun

2011 mengenai informasi Geospasial dan (3). Level risiko sebagai hasil analisis multirisiko terhadap Penggunaan lahan existing dan yang di rencanakan dalam sebuah laporan yang terkonsolidasi.

• Laporan sintesis yang menggambarkan rekomendasi: a). Data Penggunaan Lahan yang sudah di sinkronisasikan/diolah berdasarkan aspek-aspek pertimbangan Yudisial, biofisik, ekologikal, sosial

ekonomi dan budaya. (b). Menggunakan data dan informasi kedalam pengetahuan yang bisa diakses untuk monitoring dan evaluasi terhadap implementasi yang efektif terhadap Tata ruang berorientasi manajemen risiko bencana dalam sebuah Final report yang terkonsolidasi.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Penulisan Laporan Pendahuluan ini terdiri atas 4 (empat) bab, yakni:

• Bab 1 Pendahuluan

Bab 1 membahas mengenai latar belakang penyusunan pekerjaan, serta tujuan, ruang lingkup dan keluaran yang diharapkan.

• Bab 2 Analisis Spasial dan Analisis Risiko Bencana terhadap Rencana Penggunaan Lahan dan Penggunaan Lahan Saat Ini

Pada bab 2 mengulas secara singkat tentang Kesamaan Data Yang Digunakan, Kesesuaian dengan UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial, Kondisi LandUse Eksisting terhadap Arahan Pola dan Struktur Ruang Jabodetabekpunjur, Tingkat Risiko Bencana di Kawasan Jabodetabekpunjur berdasarkan Peta Risiko BNPB, Analisis Spasial Penyerapan RTR KSN ke RTRW Kabupaten/Kota, dan Kajian Risiko Bencana untuk RTRW-P yang terkait KSN Jabodetabekpunjur (RTRW Provinsi Jawa Barat, RTRW Provinsi DKI Jakarta, RTRW Provinsi Banten)

• Bab 3 Rekomendasi Awal

Bab 3 memberikan rekomendasi singkat terkait data spasial yang digunakan dalam RTR KSN.

• Bab 4 Lampiran Album Peta

Bab 4adalah kumpulan Peta-peta yang di buat untuk analisis ini dan pendukungnya.

2. A NALISIS K ETERSEDIAAN DATA S PASIAL

2.1. Kesamaan Dat a Yang Digunakan

Kesamaan data yang digunakan dapat dilihat dalam bentuk format, jenis data, kedetilan/skala data sehingga memungkinkan dilakukan overlay. Agar dapat dilakukan proses tumpang susun dan analisis

data-data spasial yang dikumpulkan harus berada dalam GIS. Untuk data dengan format Vektor yang berupa shapefile (SHP) dan untuk data dengan format raster bisa berupa file JPG, Tiff atau GRID yang sudah memiliki sistem koordinat baik terproyeksi (UTM) atau tidak terproyeksi (Geographic/Latitude- Longitude).

Tabel 1 Ketersediaan Data Spasial untuk Analisis Tata Ruang berbasis Risiko Bencana

Sumber Nama Data

Peta Risiko Bencana

Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal

Peta Keren tanan Bencana

Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal

Peta Ancaman Bencana

Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal

Basemap (Titik Tinggi, Fasum,

Hanya View, tidak Sungai, Jaringan Jalan, Kontur,

bisa diolah di PC lokal Penggunaan Lahan)

Batas Admin BPS 2009

Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal

SRTM dan Topo

Hanya View, tidak bisa diolah di PC lokal

Direktorat

Land Use Existing

Dapat diolah dengan

Perkotaan

UTM_Z_48S

GIS

PU

Landuse Planning

Dapat diolah dengan

GIS Admin BPS 2009

UTM_Z_48S

Dapat diolah dengan GIS

SPOT + ALOS Image

Raster

2,5m dan 5

WGS_1984

Dapat diolah dengan

meter

UTM_Z_48S

GIS

BKPRN

RTRW Provinsi Banten

PDF, JPG

WGS 84

Perlu Proses

RTRW

rektifikasi, Dapat diolahdengan GIS

RTRW Propinsi DKI Jakarta

PDF, JPG, SHP

WGS 84

Perlu Proses rektifikasi, Dapat diolahdengan GIS

RTRW Propinsi Jawa Barat

PDF, JPG, SHP

WGS 84

Dapat diolahdengan GIS

RTRW Kota Bekasi

PDF, JPG

Perlu Proses rektifikasi, Dapat diolahdengan GIS

RTRW Kota Tangerang

PDF, JPG,SHP

WGS 84

Dapat diolahdengan GIS

Sumber Nama Data

RTRW Kota Tangerang Selatan RTRW Kota Bogor

RTRW Kab Bogor

SHP, DWG

WGS 84

Dapat diolahdengan GIS

RTRW Kab Bekasi RTRW Kab Tanggerang

Sumber : Pengolahan Team Tata Ruang - 2013 Dari ketersediaan data di atas, tumpang susun peta dapat dilakukan pada skala 1 : 250.000 yang

berarti dapat dilakukan untuk level KSN Jabodetabekpunjur dan RTRW Provinsi. Sedangkan untuk level kabupaten/kota yang membutuhkan kedetilan setara dengan skala 1 : 50.000 tidak dapat di tumpang susunkan dengan data Ancaman, Kerentanan dan Risiko dari BNPB yang saat ini masih pada skala 1 : 250.000.

2.2. Kesesuaian dengan UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial

UU nomor 4/2011 tentang Informasi Geospasial menguraikan bahwa secara umum IG terbagi menjadi Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT).IGD mencakup acuan posisi dan peta dasar, adapun IGT mencakup berbagai ragam tema, seperti kehutanan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. Peta dasar yang sangat diperlukan bagi perencanaan terdiri dari Peta Rupabumi yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat; Peta Lingkungan Pantai yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir dan Peta Lingkungan Laut Nasional yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.

UU tersebut juga mengamanatkan adanya referensi tunggal, ketersediaan akses yang dapat dipertanggung jawabkan, keberhasilgunaan dan mendorong penggunaan Informasi Geospasial dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Referensi tunggal yang dimaksud, Secara praktis untuk data gis dalam format shapefile harus dibuat dalam Geodatabase dengan katalog unsur geografis menggunakan sistem datum wgs 84 baik menggunakan sistem koordinat tidak terproyeksi latitude/longitude atau dalam sistem koordinat terproyeksi UTM (Universal transverse mercator). Data yang memiliki informasi ini sehingga data dari berbagai sistem koordinat dan proyeksi tetap dapat ditumpangtindihkan. Bila ada perbedaan misal garis pantai, batas administrasi maka harus kembali ke acuan dari BIG untuk IGD.

UU nomor 4 Tahun 2011 juga mengamanatkan penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia pada berbagai skala yang tentunya juga akan menjadi acuan penyelenggaraan skala pada peta-peta

tematik, sebagaimana pada tabel 8 berikut.

Tabel 2Penyelenggaraan Peta Rupabumi Indonesia

BIG

BIG bekerjasama dengan K/L

Dapat dilaksanakan K/L

1:1.000 Sumber: Badan Informasi Geospasial, 2011

Sedangkan PU juga telah membuat aturan mengenai skala penyelenggaran data spasial untuk KSN berdasarkan tipologinya.

Tipologi KSN

Skala Peta

Kawasan pertanahan dan

a. Kawasan perbatasan negara:

keamanan (kawasan perbatasan

1) Kawasan perbatasan darat:

negara dan wilayah pertanahan)

a) Yang didominasi kawasan terbangun : 1:25.000 – 1: 10.000

b) Yang didominasi kawasan nonterbangun : 1 : 250.000 – 1:50.000

1) Kawasan perbatasa laut:

a) Yang keseluruhan merupakan laut 1 : 500000 – 1: 250.000

b) Yang mencakup pula pulau-pulau kecil 1:25.000 – 1 : 10.000

a. Wilayah pertahanan : skala peta ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kawasan perkotaan yang

Minimal 1 : 50.000

merupakan kawasan metropolitan KAPET

Minimal 1 : 100.000

Kawasan ekonomi khusus kawasan inti dan kawasan penyangga: 1:25.000–1:10.000 (nonKAPET) Kawasan warisan budaya/adat

a. kawasan inti: minimal 1:5.000

tertentu

b. kawasan penyangga: 1:25.000–1:10.000

Kawasan teknologi tinggi

a. kawasan inti: minimal 1:5.000

b. kawasan penyangga: 1:25.000–1:10.000

Kawasan SDA di darat

minimal 1:50.000

Kawasan hutan lindung-taman 1:250.000 –1:50.000 nasional

Kawasan rawan bencana

Kawasan ekosistem termasuk

a. kawasan kritis lingkungan: 1:50.000–1:25.000

kawasan kritis lingkungan

b. kawasan ekosistem: 1:250.000 –1:50.000

Sumber : PermenPU 15-PRT-M-2012 Pedoman RTRKSN Dalam kaitannya dengan Perpres 54/2008, 3 Peta yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam

perpres itu diselenggarakan dalam skala 1 : 50.000.

Perpres 54/2008 Pasal 13 ayat (4) : Arahan pengembangan sistem pusat permukiman digambarkandalam Peta Struktur dan Pola Ruang Kawasan Jabodetabekpunjurdengan skala peta 1:50.000 sebagaimana tercantum dalamLampiran III yang merupakan bagian tak terpisahkan dariPeraturan Presiden ini.

Data spasial yang digunakan pada Perpres 54/2008 tercetak pada Peta-Peta Lampiran I, II dan III. Lampiran ini berupa peta cetak pada skala 1 : 150.000 dan dalam bagian sumber Peta-Peta itu disebutkan menggunakan acuan Peta RBI Bakosurtanal skala 1 : 25.000. Hal ini menunjukkan adanya generalisasi dari skala yang detil ke skala yang lebih umum, yaitu dari peta dasar 1 : 25.000 kemudian proses zonasi dan perencanaan dilakukan pada skala 1 : 50.000 dan disajikan sesuai ukuran kertas 1 : 150.000. Sehingga secara kaidah kartografi tidak ada masalah dan pertentangan dengan penyelenggaraan skala yang umum dilakukan di BIG.

Tantangan pada penyusunan kajian ini adalah mendapatkan data spasial asli yang digunakan pada penyusunan Perpres tersebut.Beberapa instansi terkait yang dihubungi sudah tidak menyimpan data spasial asli/mentahnya, mengingat pada saat penyusunan belum ada infrastruktur penyimpanan data geospasial yang handal. Untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan proses rektifikasi/register image yang kemudian didigitasi ulang untuk menghasilkan data spasial turunan. Sehingga data spasial tersebut dapat di tumpang tindihkan dengan peta lainnya yaitu ancaman, kerentanan dan risiko bencana dalam skala 1 : 250.000. Digitasi ulang inidilakukan untuk data-data zonasi dan titik-titik PKN mengingat ketidaktersediaan data mentah.

Data ancaman, kerentanan dan risiko bencana dari BNPB dapat diakses on-line melalui http://geospasial.bnpb.go.id . Data tersebut dalam format GRID (Raster data) dengan unit piksel 1 ha dan unit administrasi kecamatan. Dapat dikatakan setara dengan kedetilan peta skala 1 : 250.000. Sehingga dapat digunakanuntuk ditumpangtindihkan dengan Peta Tata Ruang untuk level KSN (1:

250.000), RTRW Provinsi (1 : 250.000). Dan data ini tidak dapat di tumpang tindihkan dengan RTRW

Kabupaten ( 1: 50.000) dan tidak dapat dibuat digunakan untuk membuat rute evakuasi. Infomasi ancaman, kerentanan dan risiko di tunjukkan dalam gradasi warna dari hijau ke merah,

dimana hijau menunjukkan ancaman, kerentanan dan/atau risiko yang rendah sedangkan merah menunjukkan ancaman, kerentanan dan/atau risiko yang tinggi.Selain itu data ini juga tidak menutupi seluruh wilayah, tergantung unit analisisnya.Misalnya peta ancaman abrasi hanya menutupi sepanjang zona buffer garis pantai.

3. A NALISIS S PASIAL DAN A NALISIS R ISIKO B ENCANA TERHADAP R ENCANA

P OLA R UANG DAN P ENGGUNAAN L AHAN S AAT I NI

3.1. Tinjauan Struktur Ruang dan Analisis Jarak Antar Titik-Titik PKN

Rencana struktur ruang merupakan rencana pengembangansusunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasaranayang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial dan ekonomimasyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional. Rencana struktur ruang tersebut terdiri atas sistem pusat permukiman dan sistem jaringanprasarana, yang meliputi:

a. sistem transportasi darat;

b. sistem transportasi laut;

c. sistem transportasi udara;

d. sistem penyediaan air baku;

e. sistem pengelolaan air limbah;

f. sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;

g. sistem drainase dan pengendalian banjir;

h. sistem pengelolaan persampahan;

i. sistem jaringan tenaga listrik; dan j. sistem jaringan telekomunikasi.

Pusat Kegiatan Nasional adalah Kawasan Perkotaan Jakarta, dengan kotainti adalah Jakarta dan kota satelit adalah Bogor, Depok,Tangerang, Bekasi, dan kota lainnya.Dalam arahan struktur ruang dikembangkan Jalan Lingkar LuarJakarta Kedua (Jakarta Outer Ring Road 2) dan jalan radialnyasebagai pembentuk struktur ruang Jabodetabekpunjur dan untukmemberikan pelayanan pengembangan sub pusat perkotaanantara lain Serpong/Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, Cinere,Cimanggis, Cileungsi, Setu, dan Tambun/Cikarang.

Titik Pusat Kegiatan Nasional

Kota

Kota Inti

Jakarta

Kota Satelit

Bogor Depok Tangerang

Bekasi

Sub Pusat Perkotaan Serpong/Kota Mandiri Bumi Serpong Damai Cinere Cimanggis Cileungsi Setu Tambun/Cikarang

Sumber : Perpres 54/2008 Struktur Ruang kawasan Jabodetabekpunjur di representasikan dengan titik-titik PKN (Pusat Kegiatan

Nasional). Titik terbesar adalah PKN DKI Jakarta yang dikelilingi oleh titik-titik PKN yang merupakan Kota Satelit dan sub Pusat Perkotaan. Selain kota Bekasi dan Kota Bogor, titik-titik PKN berpola radial mengelilingi DKI Jakarta sebagai pusat PKN.

Perkiraan jarak dan kedekatan antar titik-titik PKN dapat dilakukan dengan analisis geometrik sederhana. Dengan melihat jarak euclidan/jarak udara akan didapatkan gambaran umum jarak pada jalan (on-road) dengan mengabaikan barrier-barrier lain seperti perbedaan ketinggian, kemacetan dan sebagainya. Pola hubungan jarak udara antar PKN pada kawasan Jabodetabekpunjur dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013 Dari peta di atas dengan perhitungan menggunakan GIS didapatkan tabel jarak antar PKN. Untuk

Jarak tersebut yang kami anggap cukup penting adalah jarak terhadap PKN Utama yaitu DKI Jakarta, Jarak paling pendek antar titik pusat PKN dan Jarak paling jauh antara titik pusat PKN.

Perhitungan Jarak PKN ke Pusat DKI Jakarta

Distance

InputID PKN

Distance (m) (km)

Kota Jakarta Serpong

Kota Jakarta Kota Bekasi

Kota Jakarta Cinere

Kota Kota Jakarta Tanggerang

Kota Jakarta Kota Depok

Kota Jakarta Cimanggis

Distance

InputID PKN

Distance (m) (km)

Kota Jakarta Cileungsi

Kota Jakarta Tambun

Kota Jakarta Setu

Kota Jakarta Kota Bogor

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Jarak Ke Titik Pusat Jakarta (km)

Distance (km)

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013 Dengan melihat hubungan antara titik –titik pusat PKN terhadap Pusat PKN DKI Jakarta terlihat bahwa

jarak hampir sama dan terdistribusi merata antar PKN Satelit maupun sub satelit. Jarak udara terdekat adalah dari kota Serpong dan kota Bekasi dan Cinere. Sedangkan yang paling jauh adalah dengan Kota Bogor.

Jarak Terdekat antar Titik Pusat PKN

Distance

PKN1 PKN2

Distance (m)

(km)

Cimanggis Kota Depok

Cinere Kota Depok

Cileungsi Cimanggis

Setu Tambun

Kota Bekasi Tambun

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Jarak terdekat antar PKN ini penting diperhatikan agar pada saat perkembangan kota/PKN tidak terjadi aglomerasi dan problem lain seperti masalah jaringan transportasi dan kemacetan. Solusi yang dapat diusulkan antara lain dilakukan penggabungan untuk yang terlalu dekat.

Jarak Terjauh Antar Titik Pusat PKN

Distance (km) Kota Jakarta

PKN1

PKN2

Distance (m)

47.51 Setu

Kota Bogor

49.04 Tambun

Kota Tanggerang

49.47 Kota Tanggerang

Kota Bogor

49.83 Tambun

Kota Bogor

Kota Tanggerang

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013

Untuk jarak terjauh perlu diperhatikan terkait efisiensi dalam hal trasportasi atau pergerakan manusia.Misalnya prioritas untuk jalur transportasi massal antar PKN, sehingga mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang menempuh jarak jauh.Jarak terjauh ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membentuk jalur lingkar luar yang menghubungkan PKN terjauh dengan PKN lainnya.

3.2. Tinjauan Arahan Zona Pola Ruang dan Analisis Luasan

Dalam analisis ini kita akan menganggap bahwa arahan penggunaan lahan dan zonasinya dalam peta Struktur dan Pola Ruang pada Perpres 54/2008 adalah sebagai framework dalam memahami kondisi

landuse saat ini. Peta Struktur dan Pola Ruang tersebut juga akan digunakan sebagai framework untuk memahami ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang dikompilasi BNPB. Dan selanjutnya digunakan untuk melihat sejauh mana RTRW Provinsi sudah memasukkan pengurangan bencana kedalam rencana dan arahan tata ruangnya.Bila didalam RTRW Provinsi tersebut sudah memasukkan unsur mitigasi Bencana maka bisa dilakukan perbandingan untuk melihat gapnya.

Zona yang digunakan dalam Perpres 54/2008 ada 3 zona utama.Yaitu Zona N yang merupakan kepanjangan dari Non-Budidaya (Non-Developed), Zone B yang merupakan kepanjangan dari Budidaya (Developed) dan zone P yang merupakan kepanjangan dari Penyangga (buffer).Zona-zona ini digambarkan dalam peta Struktur dan Pola Ruang bersama dengan Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Setiap zona utama tadi dibagi lagi menjadi kategori yang lebih detil sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 3Rincian Zoning dalam Kawasan Jabodetabekpunjur

Kode

Arahan Pembangunan, Penggunaan Lahan atau Fungsi

N (Non Budi daya) N-1

Tidak Untuk dibangun, Lahan Terbangun yang sudah ada akan dihapus; Hutan Lindung, Hutan Sempadan Sungai, kawasan sekitar Danau, waduk dan Situ, kawasan sekitar Mata Air, Sempadan pantai, Daerah Curam dengan kemiringan di atas 40%, Kawasan Resapan air, Rawa, Mangrove; konservasi air dan tanah.

N-2 Tidak untuk Dibangun; taman wisata alam; cagar budaya, cagar alam dan suaka marga satwa; Penelitian

B (Budi daya) B-1

perumahan hunian padat,perdagangan dan jasa, serta industri ringan nonpolutan danberorientasi pasar

B-2 perumahan hunian sedang,perdagangan dan jasa, industri padat tenaga kerja, dandiupayakan berfungsi sebagai kawasan resapan air.

B-3 perumahan hunian rendah,pertanian, dan untuk mempertahankan fungsi kawasan resapan air.

B-4 perumahan hunian rendah, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, dan hutan produksi

B-4/HP Zona B-4 yang di tetapkan sebagai hutan produksi terbatas. B-5

pertanian lahan basah beririgasi teknis.

B-6 permukiman dan fasilitasnyadan/atau penyangga fungsi Zona N1; koefisien zonaterbangun paling tinggi 50% (lima puluh persen);

B-7 permukiman dan fasilitasnya,penjaga dan penyangga fungsi Zona N1, serta berfungsi sebagaipengendali banjir terutama dengan penerapan sistem polder; koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (lima puluh persen)

B-7/HP Zone B-7 ditetapkan sebagai hutan produksi dibawah peraturan; hutan produksi terbatas.

P (Penyangga) P-1

menjagafungsi ZonaN-1.

P-2

menjagafungsi ZonaN-1 dan P-5.

P-3

menjagafungsi Zona B-1.

P-4

menjagafungsi ZonaB-2 dan B-4.

P-5

menjagafungsi Zona N-1 dan B-1.

Sumber : Perpres 54 Tahun 2008

Untuk pembahasan/kajian selanjutnya zona-zona ini yang akan banyak dibahas, baik untuk mengkaji landuse eksisting maupun terkait ancaman, kerentanan dan risiko bencana.

Untuk Luasan masing-masing Zone dapat dihitung menggunakan GIS dengan hasil sebagai berikut ;

Tabel2 Rincian Luasan dan Persentase Zona-Zona Kawasan Jabodetabek Punjur

KodeZona LuasHA

LuasKM2

Persentase(%)

B4/HP 40184.40

B7/HP 4487.94

N-1 20416.71

N-2 44079.05

P1 164.65

P2

P3

P4

P5

Sumber : Pengolahan data Spasial Peta Struktu r dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Ta ta Ruang 2013 Dari tabel tersebut terlihat persentase tertinggi adalah Zona B1, Perumahan Hunian Padat,

perdagangan dan jasa, serta industri ringan nonpolutan danberorientasi pasar.Disusul zona B2, B3 dan B4 yang juga memiliki persentase cukup besar. Sedangkan zona lindung N-1 dan N-2 hanya sebesar

2,9% dan 6,31%. Sedangkan Zona penyangga juga memiliki persentase yang sangat kecil bila dibandingkan dengan luasan kawasan Jabodetabekpunjur secara keseluruhan.

Luasan per Zone tersebut dapat di detilkan per propinsi sehingga dapat dilihat komposisi dan distribusinya per propinsi sebagaimana di tabel berikut ini :

Tabel 3 Rincian Luasan dan Persentase Per Propinsi Zona-Zona Kawasan Jabodetabek Punjur

PROPINSI KodeZona

LuasHA

LuasKM2

Persentase (%)

68.24 10.49 B4 9.70 0.10 0.01 DKI JAKARTA

33.40 JAWA BARAT

B4/HP

1.36 0.03 B7/HP

B7 135.91

44.88 0.90 N-1

PROPINSI KodeZona

Persentase (%) N-2

LuasHA

LuasKM2

100 Sumber : Pen golahan data Spasial Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres 54/2008, Team Tata Ruang 2013

Propinsi DKI Jakarta memiliki Persentase B1 paling tinggi yaitu 84.57% sedangkan kawasan lindung N-

1 dan N-2 tertinggi dimiliki Jawa Barat (dalam kawasan Jabodetabekpunjur) sebanyak N-1 3,8% dan N-

3.3.Kondisi LandUse Eksisting terhadap Arahan Pola dan Struktur Ruang Jabodetabekpunjur

Data Landuse yang digunakan adalah hasil interpretasi citra SPOT 5 yang memiliki resolusi 2,5 meter untuk 1 pikselnya. Hasil interpretasi tersebut dapat digunakan untuk membuat peta dengan kedetilan skala hingga 1 : 10.000 dan saat ini digunakan oleh PU untuk melakukan Spatial Gap Analisys.

Informasi landuse dalam shapefile hasil digitasi disajikan dalam bentuk kode sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 4 Land Use Code

Kode Penggunaan

Deskripsi

Lahan

21 Rumah di bangun

22 Permukiman Kepadatan Tinggi

23 Permukiman Kepadatan Rendah

24 Industri dan Gudang

25 Komersil dan Bisnis

26 Pendidikan dan Fasilitas Umum

27 Fasilitas Pemerintahan

28 Taman dan Pemakaman

29 Pertanian dan Ruang Terbuka

30 Rawa, Sungai dan Kolam

31 Fasilitas Transportasi

32 Semak-Semak dan Hutan

33 Mangrove

35 Fasilitas Rekreasi

Tidak Diketahui

Sumber : ROI Bappenas – JICA (2004c)

Gambar 3 Peta Penggunaan Lahan 2010 Terhadap Zonasi Perpres 54/2008

Sumber: Kompilasi dari Peta Admin BPS 2009; Landuse Eksisting PU 2010; Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres 54/2008 Untuk analisis data landuse eksisting ini di tampalkan dengan Zonasi dari peta Struktur dan Pola Ruang

Perpres 54/2008.Perkembangan kawasan Non-Budidaya di daerah selatan dan utara terlihat tidak banyak berubah dan masih sesuai dengan arahan Pola ruang.Hanya saja ada beberapa pengurangan/degradasi menjadi pertanian dan ruang terbuka.Kondisi kawasan Non Budidaya di bagian utara juga terlihat masih sesuai hanya saja dari segi jumlah dan sebaran tidak terlalu dominan.Untuk itu zona non Budidaya di Utara Perlu dipertimbangkan juga untuk ditambah.

Gambar 4Peta Perbandingan Land-use Jabodetabekpunjur 2000 dan 2010

Sumber : Landuse PU 2010; hasil interpretasi SPOT 5

Trend perubahan landuse untuk wilayah Jabodetabekpunjur dapat dilihat dalam perbandingan peta landuse 2010 dan 2000 di atas.Peningkatan yang signifikan adalah penambahan Permukiman kepadatan tinggi (kuning) yang semakin melebar ke luar. Dari Jakarta Pusat Permukiman kepadatan tinggi ini merambah ke Jakarta Barat, timur, Utara dan selatan pada tahun 2000, dan di tahun 2010 menjalar ke Kota Tanggerang, Tanggerang Selatan (Serpong), Kota Depok, Kota Bekasi dan melebar ke kabupaten bekasi. Bila melihat rumah yang dibangun (oranye), trend ini juga menjalar ke Kota Bogor, hingga tidak lama lagi (sekitar 5 tahun) akan ada interkoneksi permukiman kepadatan tinggi dari Bogor ke Kota depok dan DKI Jakarta. Bisa di katakan trend perkembangan permukiman kepadatan tinggi ini adalah ke Barat, Selatan dan Timur DKI Jakarta.

Selain itu Industri dan Gudang (Abu-abu gelap) juga mengalami peningkatan yang signifikan di bagian selatan kawasan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat dalam bidang industri, komersil dan bisnis dengan trend mengarah ke timur (kota bekasi dan kabupaten bekasi).

Hal ini menunjukkan Beban yang semakin meningkat yang ditanggung oleh kawasan Jabodetabekpunjur, yang juga menuntut peningkatan daya dukung lingkungan. Di satu sisi kebutuhan yang meningkat atas pasokan air tanah dari hulu ke hilir, peningkatan lahan terbangun di wilayah hulu (Kota dan kabupaten Bogor) justru mengurangi pasokan ini. Belum lagi meningkatnya koeffisien limpasan akibat pembangunan tersebut yang akhirnya bermuara pada masalah banjir.

Semak-semak dan hutan (hijau) justru tidak terlihat mengalami perubahan yang signifikan. Posisinya dominan di daerah hulu (kabupaten Bogor) dan manggrove (hijau tua) sedikit di daerah pantai (utara). Padahal kawasan ini merupakan pemasok air tanah, paru-paru dan pendukung kegiatan di PKN dan sekitarnya.Dalam perspektif bencana kadang daerah hulu ini juga di jadikan sebagai arah evakuasi, terutama bila dikaitkan bencana yang datangnya dari arah pantai.Seperti Tsunami dan kenaikan muka air laut.

3.4. Tingkat Risiko Bencana di Kawasan Jabodetabekpunjur berdasarkan P eta Risiko BNP B

Tabel dibawah ini digunakan untuk memahami peta ancaman, kerentanan dan risiko BNPB.Ada 13 jenis ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang di tumpangtindihkan dengan peta Struktur dan Pola ruang dari perpres 54/2008.Semua peta ancaman, kerentanan dan risiko tersebut memiliki gradasi dari hijau ke merah. Untuk ancaman, kita dapat melihat komponen indikator apa saja yang digunakan, memperkirakan kelas indeks berdasarkan indikasi warna baik itu rendah, sedang dan tinggi. Kunci lainnya adalah untuk ancaman menunjukkan bahwa bahaya bencana tertentu itu ada, sedangkan kerentanan sudah ada faktor eksposure terhadap kerugian jiwa (manusia) dan materiil.Sedangkan risiko bencana sudah mempertimbangkan kapasitas. Sehingga ancaman menunjukkan ada/tidaknya potensi bencana di suatu lokasi, sedangkan kerentanan menunjukkan potensi kerugian yang mungkin akan terjadi bila bencana tersebut ada dan risiko merupakan ancaman dan kerentanan yang dibagi kapasitas lokasi tersebut untuk menghadapi bencana. Dalam kaitannya dengan Perpres 54/2008, untuk perencanaan zona Budidaya maka peta kerentanan sangat relevan.Sedangkan untuk zona Non-Budidaya dan pengurangan risiko bencana, maka peta risiko sangat relevan.

Tabel 5 Komponen Indeks Ancaman Bencana

KELAS INDEKS

NO BOBOT BENCANA KOMPONEN/ BAHAN INDIKATOR

TO TAL RUJUKAN

1. Peta Bahay a Gempa SNI y ang Bumi

merujuk pada

panduan y ang 1. Gempa bumi

2. Peta Zonasi Gempa Bumi 2010 (div alidasi

(pga v alue

(pga v alue 0,2501 (pga v alue > 100% diterbitkan

oleh Badan dengan data kejadian)

Geologi Nasional

Panduan dari Peta Estimasi Ketinggian

Badan Genangan Tsunami/ Peta 2. Tsunami

100% Geologi Nasional- ESDM dan BMKG

Bahay a Tsunami

(< 1 m)

(1-3 m)

(> 3 m)

KELAS INDEKS

NO BOBOT BENCANA KOMPONEN/ BAHAN INDIKATOR

TO TAL RUJUKAN

Panduan dari Peta Zonasi Daerah raw an Rendah

Kementerian 3. Banjir

Sedang

Tinggi

100% PU, BMKG kejadian)

banjir (div alidasi dengan data

(< 1 m)

(1-3 m)

(> 3 m)

dan Bakosurtanal

Panduan dari Tanah

Peta Bahay a Gerakan Tanah

(zona kerentanan

Badan 4. Longsor

gerakan tanah

(zona kerentanan

(zona

(div alidasi dengan data

sangat rendah –

Nasional- ESDM

Panduan dari Letusan

Peta KRB (div alidasi dengan Badan 5. Gunung Api

data kejadian)

100% Geologi Nasional- ESDM

Panduan dari 6. Kekeringan

Zona bahay a

Zona bahay a

Zona bahay a

Peta Bahay a Kekeringan

sangat rendah

Sedang

tinggi – Sangat 100% BMKG –

Tinggi

Kementerian Pertanian

Gel. Ekstrim 1 Tinggi gelombang

30% Panduan dari 7. & Abrasi

< 1m

1-2.5 m

> 2.5 m

BMKG dan Dishidros

2 Arus (current) Panduan dari

30% BMKG dan Dishidros

3 Tutupan lahan/v egetasi 15% Panduan dari pesisir (%)

Kementerian Kehutanan

4 Bentuk garis pantai

15% Panduan dari Bakosurtanal

Cuaca 8. Ekstrim

33.33% Panduan dari (Angin

1 Lahan terbuka Putting

BMKG Beliung)

Skor Bahay a=0.3333*Lahan Terbuka+0.3333*(1-

Kemiringan Lereng)+0.3333*((Curah Hujan Tahunan)/5000)

2 Kemiringan Lereng 33.33%

3 Curah Hujan Tahunan 33.33%

Skor Bahay a

Padang rumput

Kebakaran

Panduan dari 9. Hutan &

1 Jenis Hutan dan lahan 40% Lahan

pertanian Panduan dari

2 Iklim

Penghujan

Penghujankemara u

Kemarau 30% BMKG

Panduan dari 3 Jenis tanah

Non

organik/non

Organik/ 30% Puslitanah-

gambut

Semi organik

gambut

Kementerian Pertanian

KELAS INDEKS

NO BAHAN BENCANA KOMPONEN/ BOBOT INDIKATOR

TO TAL RUJUKAN

10. Kebakaran Gedung &

1 Frekuensi (sejarah kejadian) Pemukiman

Panduan dari Dampak (40 %)

15% Damkar- Kerugian Ekonomi)

Kementerian Dalam Negeri

3 (Korban) : meninggal

4 Luka berat

< 5 orang

5-10 orang

> 10 orang 15%

25% Panduan dari Peny akit

11. Epidemi & Wabah Kepadatan timbulny a

Skor

Bahay a=(0.25*KTM/10+0.25*KTDB/5+0.25*

malaria(KTM)

KTHIV/AIDS /(0.05)+0.25*KTC/5)*(Log(Kepa

Kementerian

Kesehatan Kepadatan timbulny a demam

datan penduduk/0.01)/Log(100/0.01) )

25% berdarah (KTDB)

25% Kepadatan timbulny a campak

Kepadatan timbulny a HIV/AIDS (KTHIV/AIDS)

25% (KTC)

Kepadatan penduduk Skor Bahay a

Panduan dari Gagal

BPPT, 12. Teknologi

Industri kimia

Jenis Industri (60 %)

Industri manufaktur

100% LAPAN, Kemen.Perind

& Kemen Perhubungan

Kapasitas (40 %)

Industri kecil

Industri Menengah

1 Panduan dari 13. Konflik Sosial

Frekuensi kejadian

100% Kementerian (historical) -60%

Sosial dan Polri

2 Dampak akibat kejadian (historical)

< 5 org

5-10 orang

orang

Sumber: Perka BNP B No. 02/2012 tentang Pedoman Umu m Pengkajian Risiko Bencana

Kemudian untuk memahami warna baik pada peta Ancaman, kerentanan dan risiko, dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini.

Gambar 5Matriks Penentuan Tingkat Ancaman

INDEKS PENDUDUK TERPAPAR TINGKAT ANCAMAN C SEDANG S AN K D TINGGI IN

Sumber : Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana – BNPB 2012

Gambar 6Matriks Penentuan Tingkat Kerugian

INDEKS KERUGIAN TINGKAT KERUGIAN G AM C TINGGI IN T AN

Sumber : Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana – BNPB 2012

Gambar 7Matriks Penentuan Tingkat Risiko Bencana

TINGKAT KAPASITAS TINGKAT RISIKO BENCANA G TINGGI IN T

Sumber : Pedoman Nasional Pengkajian Risiko Bencana – BNPB 2012

Sedangkan untuk analisis spasial dari data RTRW dan peta ancaman, kerentanan dan risiko dari BNPB dapat dilakukan secara visual dengan memperhatikan aspek-aspek pada matriks di bawah ini (Tabel 6).

Tabel 6 Aspek-Aspek Kebencanaan Yang Perlu Diperhatikan pada Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang

Jenis Bencana

B. Rencana Pola Ruang Jabodetabekpunjur

A. Rencana Struktur

KSN JabodetabekPunjur

KSN JabodetabekPunjur

1 Kawasan Lindung 2 Kawasan Budidaya 2. Gempa Bumi

1. Abrasi

1 Sistem Perkotaan

2 Infrastruktur

Kawasan Konservasi Hutan Produksi 3. Tsunami

A Pusat Kegiatan

Transportasi Jalan

Hutan Produksi 4. Angin putting beliung

Nasional (PKN)

Transportasi Udara

Sungai, Danau,

permanen 5. Kebakaran Hutan Lahan

B Pusat Kegiatan

Jalur Pelayaran

Pantai

Hutan Adat 6. Kebakaran Pemukiman

Wilayah (PKW)

Kelistrikan

Daerah Rawan

Pertanian 7. Kegagalan Teknologi

C Pusat Kegiatan

Telekomunikasi

Bencana

Hutan Wisata 8. Epidemi

Lokal (PKL)

Sumber daya air

Permukiman 9. Konflik Sosial

Sanitasi dan Persampahan

Perumahan

10 Longsor 11. Gunung Api 12. Banjir 13. Kekeringan

1 Peta Ancaman Bencana

Pusat kegiatan yang

Infrastruktur yang mana

Zona Lindung yang Kawasan Budidaya

mana yang berada yang mana yang Menunjukkan lokasi yang

mana yang berada di

yang berada di lokasi

pada lokasi rawan berada pada lokasi memiliki potensi untuk terjadi

lokasi yang rawan

Rawan bencana?

rawan bencana? bencana berdasarkan sejarah kejadian bencana,dan analisis secara geografis, geologi, geomorfologi, hidrologi, dan kondisi klimatologi (frekuensi dan intensitas)

bencana?

bencana?

2 Peta Kerentanan Bencana

Sampai batas apa

Sampai batas apa

Kerusakan apa yang Kerusakan apa yang

bisa terjadi di zona bisa terjadi di zona Menunjukkan eksposure dan

orang-orang di pusat

infrastruktur dan

budidaya? sensitivitas dari populasi

kegiatan sensitif

bangunan sensitif

lindung?

dengan bencana ?

terhadap kerusakan ?

(korban), ekonomi (mata pencaharian), infrastruktur (kerusakan) dan lingkungan (degradasi)

3 Peta Risiko Bencana

Bagian mana dari

Bagian mana dari

Bagian mana dari

Bagian mana dari zona

zona proteksi yang budidaya yang Menggabungkan antara Ancaman

sistem perkotaan yang

infrastuktur yang memiliki

memiliki risiko tinggi? bencana dan kerentanan dan

memiliki risikotinggi ?

risiko tinggi?

memiliki risiko

tinggi?

kapasitas dengan formula risiko = (ancaman x kerentanan) / kapasitas . Ancaman yang kecil, kerentanan yang dikurangi dan peningkatan kapasitas menghasilkan risiko yang kecil.

Sumber: Ma trix for Co mparison of disaster Risk Maps and RTRW BDRM – 10 January 2010 dengan Modifikasi

Untuk masuk ke Pengurangan Risiko Bencana dikaitkan dengan Rencana Penggunaan Lahan dan Penggunaaan Lahan saat ini kita akan melihat tingkat ancaman, kerentanan dan risiko bencana yang

signifikan untuk Kawasan Jabodetabekpunjur; sebagaimana dapat dilihat pada tabel-tabel hasil analisis dari hasil overlay Peta Struktur dan Pola Ruang RTR Jabodetabekpunjur dengan Ancaman, Kerentanan dan Risiko bencana dari BNPB dan dikaitkan dengan penggunaan lahan (Landuse). Untuk selanjutnya signifikan untuk Kawasan Jabodetabekpunjur; sebagaimana dapat dilihat pada tabel-tabel hasil analisis dari hasil overlay Peta Struktur dan Pola Ruang RTR Jabodetabekpunjur dengan Ancaman, Kerentanan dan Risiko bencana dari BNPB dan dikaitkan dengan penggunaan lahan (Landuse). Untuk selanjutnya

Peta-petayang digunakan dalam analisis ini dikompilasi dari : - Peta Ancaman, Kerentanan dan Risiko Bencana BNPB 2012 - Peta Struktur dan Pola Ruang Perpres 54/2008 1:150.000 - Administrasi BPS 2009 - Peta RTRW Provinsi dan Kab/Kota Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur - Peta-peta lain dari sumber yang tidak mengikat (PU, BIG, BPS, BPN, Bappenas)

3.4.1. Bencana Gempa Bumi KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL BOGOR 45 TINGGI 50 CIANJUR 52 TINGGI 30

KOTABOGOR 25 SEDANG 123

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA GEMPABUMI

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Berikut adalam peta ancaman bencana Gempa Bumi pada kawasan KSN Jabodetabekpunjur.

Gambar 8 Peta Ancaman Bencana Gempa Bumi

Ancaman gempa bumi signifikan untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.Kondisi ancaman bencana gempa bumi tersebut cenderung sedang.Selain kedua wilayah tersebut sebagian kecil Tanggerang bagian selatan juga memiliki ancaman bencana gempa bumi yang cenderung sedang.

1. Kota Bogor, merupakan daerah hulu dengan karakteristik permukiman yang cenderung padat, zona B1 dan ada kegiatan pembangunan perumahan baru, kecenderungan perkembangan kota menyatu/menuju kota depok sepanjang jalur transportasi dari Kota Bogor menuju Jakarta.

2. Kabupaten Bogor merupakan wilayah hulu dengan karakteristik kawasan lindung, zona N-

1 dan N-2 juga terdapat arahan kawasan budidaya zona B4 dan dominan, B1, B2, dan B3 yang tersebar di seluruh wilayah. Untuk kabupaten bogor ini ada daerah yang diarahkan untuk menjadi zona b4/HP. Bila arahan ini berhasil perlu studi lebih lanjut untuk membuat B4/HP ini masuk sebagai kawasan Non Budidaya.

Kerentanan bencana gempa bumi signifikan untuk Kota Jakarta Timur dan Kota Bogor.Kerentanan di kedua lokasi ini sedang cenderung tinggi.

1. Kota Jakarta Timur, merupakan daerah hilir dengan zona B1 yang dominan, ada konversi dari permukiman padat horizontal menjadi vertikal. Terlihat dari banyaknya pembangunan apartemen dan rumah susun yang cenderung meningkat.

2. Kota Bogor, merupakan wilayah hulu dengan zona B1.

Gambar 9 Peta Kerentanan Bencana Gempa Bumi

Sedangkan untuk Risiko bencana gempa bumi, signifikan untuk Provinsi Banten meliputi ; Kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang termasuk Tanggerang selatan, kemudian Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi.

1. Provinsi Banten, meliputi kabupaten Tanggerang, Kota Tanggerang dan Kota Tanggerang selatan. Untuk Kota Tanggerang dan Tanggerang selatan dominan dengan zona B1, sedangkan Kabupaten Tanggerang dominan zona B5, B2 dan B3.

2. Kota Bogor, dominan zona B1

3. Kabupaten Bogor, merupakan bagian hulu dari KSN Jabodetabekpunjur, meliputi zona budidaya dan non budidaya. Zona N-1 dan N-2 dan diselingi zona-zona B4, B4/HP, B2 dan B3.

4. Kota Depok, dominan zona B1

5. Kota Bekasi, Dominan Zona B1 Melihat risiko bencana gempa bumi ini lebih dominan ke kota satelit dan sub disekeliling PKN DKI

Jakarta. Dan bila dilihat dari hubungan hulu-hilir, maka bagian hulu dan tengah memiliki risiko yang cenderung tinggi untuk bahaya gempa bumi.

Gambar 10 Peta Risiko Bencana Gempa Bumi

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini Gempa Bumi

Peta Ancaman Ancaman Gempa bumi Signifikan untuk kab Semak-semak dan Hutan, Pertanian Bogor sebagian zone N dan B

dan Ruang Terbuka, Komersil dan bisnis, permukiman kepadatan tinggi

Peta Kerentanan bahaya Gempa bumi signifikan Semak-semak dan Hutan, Pertanian Kerentanan

untuk Kota Bogor dan kota Jakarta Timur dan Ruang Terbuka, Komersil dan pada zone B

bisnis, permukiman kepadatan tinggi Peta Risiko

Risiko gempa bumi signifikan untuk Semak-semak dan Hutan, Pertanian sebagian prov Banten dan Jawa Barat untuk dan Ruang Terbuka, Komersil dan zone B maupun N. 8 Pusat kegiatan

bisnis, permukiman kepadatan tinggi Nasional signifikan risiko gempa bumi.

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.2. Bencana Tsunami

Ancaman, Kerentanan dan Risiko Bencana Tsunami cenderung rendah untuk Kawasan jabodetabekpunjur.Tetapi bila dilihat dari provinsi maka Provinsi Banten yang terletak di sebelah barat KSN Jabodetabekpunjur memiliki daerah yang rawan terhadap Bencana Tsunami.Data IRBI juga tidak menunjukkan adanya kerawanan terhadap kawasan Jabodetabekpunjur terhadap bahaya Tsunami.

Berikut adalah peta Ancaman, kerentanan dan Risiko bencana Tsunami di kawasan Jabodetabekpunjur.

Gambar 11 Peta Ancaman Bencana Tsunami

Gambar 12 Peta Kerentanan Bencana Tsunami

Gambar 13 Peta Risiko Bencana Tsunami

Dari hasil pembacaan Peta Ancaman, kerentanan dan Risiko di atas dapat di rangkum menjadi tabel berikut ini:

Bencana Kondisi Bencana Penggunaan Lahan Saat ini Tsunami

Peta Ancaman Bencana Tsunami Tidak Signifikan Perairan Terbuka, Rawa Sungai dan Ancaman

untuk Jabodetabekpunjur, hanya signifikan Kolam, Pertanian dan Ruang mendekati pantai Kota Tanggerang pada zona

Terbuka

P dan B5 dan N Peta

Kerentanan Bencana Tsunami tidak signifikan Perairan Terbuka, Rawa Sungai dan Kerentanan

Kolam, Pertanian dan Ruang Terbuka

Peta Risiko Risiko Bencana Tsunami Tidak Signifikan untuk Perairan Terbuka, Rawa Sungai dan Jabodetabekpunjur, hanya signifikan

Kolam, Pertanian dan Ruang mendekati pantai Kota Tanggerang pada zona

Terbuka

P dan B5 dan N

Sumber : Analisis peta ancaman, kerentanan dan risiko bencana terhadap struktur dan pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur, 2013

3.4.3. Bencana Banjir

KABUPATEN SKOR KELAS RANGKINGNASIONAL KOTATANGERANG 57 TINGGI 19 TANGERANG 68 TINGGI 3 KOTAJAKARTABARAT 52 TINGGI 30 KOTAJAKARTAPUSAT 48 TINGGI 50 KOTAJAKARTASELATAN 58 TINGGI 13

KOTAJAKARTATIMUR 63 TINGGI 6 KOTAJAKARTAUTARA 66 TINGGI 5

BEKASI 57 TINGGI 17 BOGOR 46 TINGGI 65

CIANJUR 27 TINGGI 200 KOTABEKASI 28 TINGGI 192 KOTABOGOR 19 SEDANG 290 KOTADEPOK 31 TINGGI 162

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

SKOR INDEKS RAWAN BENCANA BANJIR

SKOR 10

Sumber : IRBI BN PB Tahun 2011

Berikut adalah peta ancaman bencana banjir berdasarkan overlay dari peta ancaman bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Ancaman bahaya banjir signifikan dibagian utara baik di Prov DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten, meliputi zona Budidaya (B), dan Non budidaya (N);

ancaman juga signifikan untuk 3 titik Pusat Perkotaan (Jakarta Pusat, kota Tangerang, kota Bekasi).

1. Kawasan Barat, termasuk wilayah Kota Tangerang, tingkat ancaman bencana banjir tinggi pada kawasan pertanian dan sawah (zona B5), kawasan bandara (pada zona B2). Sebagian merupakan kawasan industri di sepanjang jalan Daan Mogot dan Kapuk, kawasan pergudangan di daerah Dadap dan Kapuk/Kamal.

2. Kawasan Timur, tingkat ancaman bencana banjir tinggi pada kawasan yang direncanakan pada Perpres 54/2008 sebagai zona B5 (pertanian lahan basah beririgasi teknis). Ada kecenderungan konversi dari B5 ke B1 juga. Ancaman banjir yang cukup luas akibat topografi.

Gambar 14 Peta Ancaman Bencana Banjir

Berikut adalah contoh peta kerentanan bencana banjir berdasarkan overlay dari peta kerentanan bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Terlihat kerentanan banjir signifikan untuk bagian utara Prov DKI Jakarta, sebagian Kota Tangerang dan sebagian Bekasi sebelah timur sebagaimana terlihat pada peta ancaman-nya.

Gambar 15 Peta Kerentanan Bencana Banjir

Berikut ini disampaikan contoh peta risiko bencana banjir berdasarkan overlay dari peta risiko bencana banjir BNPB terhadap peta struktur dan pola ruang Jabodetabekpunjur.

Risiko bencana banjir signifikan dibagian utara baik di Prov DKI Jakarta, Jawa Barat maupun Banten. Meliputi zona Budidaya (B1, B6, B7) dan Non budidaya (N1). Juga signifikan untuk 3 titik Pusat Perkotaan (Jakarta Pusat, kota Tangerang, kota Bekasi).

1. Kawasan Barat; tingkat risiko sedang cenderung rendah akibat kepadatan infrastruktur yang masih rendah terkait juga dengan support area sekitar bandara (zona B2 & B5). Risiko cenderung meningkat apabila ada pembangunan infrastruktur strategis atau konversi dari B2 (perumahan hunian sedang, perdagangan dan jasa, industri padat tenaga kerja), maupun B5 (pertanian lahan basah beririgasi teknis) ke B1 (perumahan hunian padat, perdagangan & jasa, industri ringan non-polutan dan berorientasi pasar).

2. Kawasan Timur; tingkat risiko sedang cenderung tinggi akibat perkembangan kawasan industri, pergudangan dan pusat transportasi di Pulo Gadung dan pertumbuhan permukiman. Banjir juga sampai menyebabkan kerugian di kawasan industri Pulo Gadung tahun 2012 yang lalu. Sebagian kawasan pada tingkat risiko sedang menurut rencana dalam Perpres 54/2008 adalah zona B5 (pertanian lahan basah beririgasi teknis).

Kawasan Tengah; merupakan wilayah DKI Jakarta, tingkat risiko cenderung tinggi, sudah terlampau padat, menurut Perpres direncanakan sebagai zona B1 (perumahan hunian padat, perdagangan & jasa, industri ringan non-polutan dan berorientasi pasar), juga di kawasan pantai utara Jakarta pada

zona B6 (perumahan hunian rendah dengan KZB maksimal 50%), B7 (perumahan hunian rendah dengan KZB maksimal 40%) dan N1 (kawasan hutan lindung, resapan air, kawasan pantai berhutan bakau).

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5