ARTIKEL PANCASILA Inkonsistensi Nilai Ni

ARTIKEL PANCASILA
Inkonsistensi Nilai- Nilai Pancasila
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila

Disusun Oleh:
Nama

: Novi Artha Liasari

NIM

: 142210101106

Kelas

: PCL 67

UNIVERSITAS JEMBER
Jalan Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto
Telp. (0331) 33024, 336579,333147, 334267, 339029
website : www.unej.sch.id Jember 68121

2014

Abstrak
Penulisan artikel ini merupakan perwujudan dari rasa ingin mengetahui bagaimana
inkonsistensi terhadapat nilai- nilai pancasila lalu apakah revitalisasi sudah sangat perlu
dilakukan pada segala aspek kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Kita dapat
mengetahuinya dengan meneliti dan memahami fenomena nilai-nilai kehidupan berbangsa,
bermasyarakat dan bernegara di berbagai aspek. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan,
kondisi yang telah terjadi sudah sangat parah. Kondisi ini membutuhkan penyegaran kembali
nilai-nilai pancasila di segala aspek kehidupan. Apabila penyegaran nilai-nilai pancasila tidak
dilakukan, inskonsistensi pancasila akan semakin bertambah parah. Peranan pancasila sebagai
dasar negara sudah tidak dihiraukan lagi, tentu menimbulkan berbagai konflik dan masalah. Dari
keadaan ini, lambat laun identitas bangsa akan berubah, identitas bangsa akan menghilang dan
tergerus seiring perkembangan zaman dan nilai-nilai pancasila hanya akan menjadi nilai saja
tanpa ada pengamalan atau bisa disebut disintegasi. Pancasila hanya dijadikan sebuah status
tanpa adanya kesadaran bahwa pancasila benar- benar dasar negara Indonesia.

Kata kunci : Inkonsistensi pancasila, revitalisasi, nilai-nilai pancasila, sila-sila pancasila.
Latar Belakang
Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) kata pancasila pertama kali diajukan. Presiden Soekarno
mengajukan kata itu yang dibisikan oleh teman disebelahnya yaitu, Muhammad Yamin. Dan
pada tanggal 18 Agustus 1945 Undang-Undang Dasar 1945 disahkan yang di dalamnya berisikan
ke-lima dasar negara indonesia (Pancasila). Ke -lima sila pancasila ini tidak berasal dari
pemikiran satu orang saja dan bukan sembarangan dalam menentukannya.
Sila-sila atau nilai-nilai dalam pancasila merupakan karakter khas Indonesia yang di
junjung tinggi oleh Indonesia. Dengan karakter ini pula Indonesia ingin mencapai tujuan satu
secara bersama-sama. Selain sebagai cara mencapai tujuan bersama, Pancasila merupakan jati
diri bangsa Indonesia, sebagai pemersatu bangsa dan juga kepribadian bangsa. pancasila

merupakan jiwa suatu bangsa. Sehingga nilai-nilai yang dikandung pancasila menjadi nilai-nilai
kehidupan atau pedoman dalam berkehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara.
Nilai dianggap bernilai atau berharga yang menjadi landasan, pedoman, pegangan dan
semangat seseorang dalam melakukan sesuatu. Pancasila merupakan satu kesatuan nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sebagaimana yang terkandung
dalam lima silanya. Nilai-nilai yang terkristal dari agama dan budaya bangsa tersebut meruapkan
satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Terlepas salah satu
nilai tersebut dari nilai-nilai lain tidak lagi bermakna Pancasila.
Aplikasi Pancasila dalam kehidupan artinya adalah praktik sikap dan perilaku manusia
yang sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila dalam kehidupan sehari-hari baik lingkungan

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Aplikasi Pancasila dalam kehidupan didukung oleh
media yang memadai dalam bentuk tampilan nyata sikap dan perilaku. Aplikasi nilai moral
Pancasila mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila menjadi acuan dalam setiap kehidupan
manusia.
Namun kenyataan yang ada di Indonesia sungguh memilukan. Nilai-nilai yang
diharapkan dapat amalkan oleh masyarakat dengan benar mengalami penyimpanganpenyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan ini dikarenakan memudarnya dan bergesernya arti
dari nilai-nilai kehidupan tersebut. Sehingga terjadi inskonsistensi pada nilai-nilai pancasila. Dari
adanya fenomena inskonsistensi pancasila di dalam kehidupan masyarakat Indonesia rasa cinta
Indonesia mulai memudar. Rasa persatuan dan kesatuan juga sudah mulai memudar sehingga
mengakibatkan pertengkaran antar suku, pelajar bahkan adanya daerah yang ingin lepas dari
Indonesia. Inilah proses yang ke-dua yaitu, disintregasi bangsa. Adanya fenomena inskonsistensi
dan disintregasi bangsa perlu adanya pergerakan utuk mengubah keadaan yang terjadi.
Revitalisasi adalah salah satu cara untuk mengembalikan jiwa masyarakat Indonesia yang mulai
memuudar.

Pembahasan
Indonesia adalah suatu negara yang memiliki kekayaan dalam perbedaan. Namun dari
perbedaan itu Indonesia harus menjadikannya suatu kebanggaan dan motivasi untuk mencapai
suatu tujuan yang dapat memajuan bangsa Indonesia. Perbedaan-perbedaan itu dirangkum dalam
Pancasila yang kemudian pancasila dijadikan dasar dan pedoman atau ideologi Indonesia.

Nilai-nilai yang ada di dalam pancasila dijadikan sebagai nilai-nilai kehidupan
masyarakat Indonesia. Namun pada era globalisasi ini, nilai-nilai kehidupan dalam jiwa
masyarakat Indonesia tersebut mulai memudar dan tergeser oleh budaya-budaya asing. Sehingga
moral bangsa Indonesia tidak mencerminkan bangsa Indonesia lagi. Bila jiwa yang
mencerminkan bangsa Indonesia mulai memudar, apa yang akan terjadi?. Apakah jiwa yang
memudar akan memudarkan juga sikap kita kepada Negara Indonesia? Jawabannya pasti “IYA”.
Tanpa ada jiwa yang mencintai Indonesia, mustahil individu itu akan berperilaku yang
mencerminkan cinta kepada Negara Indonesia.
Pada kenyataannya, ada masyarakat yang tak mengamalkan nilai-nilai dari pancasila.
Bahkan ada yang tidak mengerti bagaimana menyikapi pancasila Pancasila yang terdiri dari lima
sila memang begitu mudah untuk dihafalkan, tapi bagaimana untuk menerapkannya agar
senantiasa sejalan dengan nafas dan gerak setiap manusia Indonesia?
Banyak yang tidak mengetahui bagaimana pastinya praktik kehidupan yang ber-Pancasila
itu dengan sebenar-benarnya. Pendidikan Pancasila yang diajarkan di sekolah-sekolah serasa
tidak mengena, masih berkisar seputar teori lahirnya Pancasila, moral, dan perilaku baik-buruk
yang orang tidak belajar Pancasila pun sudah mengetahuinya. Di sisi lain, masih banyak orang
yang terang-terangan menolak Pancasila sebagai dasar hidup bangsa, masih banyak orang yang
menghendaki untuk mengubah atau mengganti Pancasila agar sesuai dengan ideologi yang
diyakininya.
Pancasila dalam perjalanannya seiring dengan gerak hidup bangsa pasca kemerdekaan

NKRI, cenderung diterapkan secara tidak konsisten. Sebagaimana diketahui, Pancasila
merupakan sintesis dari dua ideologi besar yang mendominasi dunia pada awal berdirinya NKRI.
Pancasila berusaha mencari jalan tengah dari ideologi sosialis-komunis dan ideologi liberal-

kapitalis. Ringkasnya, Pancasila, secara teori merupakan perpaduan nilai-nilai positif dari
ideologi sosialis-komunis dengan ideologi liberial-kapitalis itu.
Masalahnya, karena berada di tengah-tengah dua ideologi besar yang amat berseberangan
itu, penerapan Pancasila menjadi cenderung diterapkan dengan tidak konsisten, bergantung pada
arah pembangunan politik dan ekonomi rezim penguasa serta kedekatan rezim penguasa itu
dengan negara-negara besar dengan ideologinya masing-masing. Sesekali waktu, Pancasila
didekatkan dengan ideologi sosialis-komunis (etatis), di lain waktu Pancasila begitu dekat
dengan ideologi liberal-kapitalis.
Saat Orde Lama misalnya, Pancasila sangat dekat dengan komunisme. Nasakom menjadi
cirinya. Saat Orde Baru, Pancasila seperti terbelah, secara politik kekuasaan dipraktikkan secara
etatisme, sementara secara ekonomi mulai dijalankan secara liberal-kapitalis. Di era reformasi
kini, banyak pihak yang berpendapat bahwa Pancasila telah semakin dekat dengan ideologi
liberal-kapitalis, baik secara politik maupun ekonomi.
Inkonsistensi itu barangkali yang membuat pembangunan bangsa menjadi cenderung
tidak fokus. Karena berjalan dalam platform ideologi jalan tengah itu, Pancasila menjadi rebutan
dua ideologi yang besar dan telah lama eksis. Baik itu ideologi komunis maupun kapitalis

berusaha untuk merangkul bangsa Indonesia agar mau sejalan dengan ideologi mereka. Disadari
atau tidak, fokus pembangunan dan pembentukan karakter bangsa menjadi sering berubah arah
tergantung pada para pemimpin bangsa serta ideologi yang dekat dengannya itu.
Terjadinya inkonsistensi ini membawa pengaruh yang besar bagi bangsa Indonesia.
Rakyat seperti ttidak mempunyai pedoman yang kuat dalam menjalankan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Hal ini tentu ber efek besar, bahwa jika rakyatnya sendiri sudah mulai rusak
dengan mental dan pribadinya yang seharusnya didasarkan pancasila , apalagi negara yang akan
dibangun nantinya. Itu jelas membawa efek yang buruk.
Sila-Sila Pancasila
Untuk mengetahui beberapa permasalahan hidup bangsa Indonesia dan kaitannya dengan
Pancasila akan lebih baik jika kita menyelami sila-sila Pancasila kemudian membandingkannya

dengan realita kehidupan yang terjadi dalam bangsa Indonesia. Kira-kira seberapa berhasilkan
nilai-nilai Pancasila itu diterapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia mengakui dan meyakini adanya Tuhan. Tuhan yang dimaksud adalah
Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti hanya ada satu Tuhan menurut bangsa Indonesia. Dia-lah
pencipta dan pengatur kehidupan seluruh umat manusia.
Bangsa Indonesia juga meyakini bahwa atas kuasa Tuhan pula lah, bangsa ini merdeka.
Hal ini terbukti dari Pembukaan UUD 1945 yang salah satu alineanya diawali dengan kalimat

atas berkat rahmat Allah…..maka telah sampai lah bangsa Indonesia ke depan pintu
kemerdekaan… Dengan sendirinya, berdasarkan rumusan dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut,
bangsa Indonesia selain menganut teori kedaulatan rakyat juga menganut teori kedaulatan Tuhan.
Artinya, bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi pertiwi serta negara Indonesia merupakan
anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya dan akan
dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya kelak.
Bangsa yang meyakini adanya kuasa Tuhan, seharusnya memiliki nilai moral dan
spiritual yang tinggi. Nilai moral dan spiritual yang tinggi diwujudkan dengan kehidupan
masyarakat yang memiliki tingkat relijius tinggi.Tingkat relijius yang tinggi sejatinya mampu
mewujudkan masyarakat yang aman, damai, dan tertib. Faktanya, keyakinan terhadap Tuhan
yang direpresentasikan dengan agama belum cukup mampu merelijiuskan masyarakat. Agama
sering dipraktikkan sebagai rangkaian ritualitas belaka, sementara nilai-nilai luhur agama belum
cukup mampu merasuk ke dalam hati dan pemikiran umatnya. Tak heran, Indonesia bahkan
termasuk negara dengan tingkat kejahatan yang tinggi.
Yang lebih menyedihkan adalah banyak sekali tindak kekerasan yang mengatasnamakan
Tuhan. Karena perintah Tuhan yang ditafsirkan seenaknya sendiri, pembunuhan dan terorisme
masih sering terjadi di Indonesia.Korupsi yang merupakan sebuah kejahatan kemanusiaan masih
dan terus saja merajalela. Sementara negara-negara yang jelas-jelas menggunakan sistem liberalsekuler justru memiliki indeks yang tinggi dan menempati urutan-urutan atas. Bangsa Indonesia
yang mencantumkan nama Tuhan sebagai bagian dari dasar negara justru terpuruk dan terjebak


dalam jejaring korupsi sementara negara-negara yang jelas memisahkan unsur agama dengan
negara justru bisa terbebas dari korupsi.
Sila 2: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari masing-masing kata yang
berkaitan dan menjadi unsur penyusun sila 2 ini antara lain:
Perikemanusiaan

: 1. sifat-sifat yang layak bagi manusia, seperti tidak bengis, suka
menolong, bertenggang rasa.
2. keadaan manusia pada umumnya.

Adil

: 1. sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak
2. berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran;
3. sepatutnya; tidak sewenang-wenang.

Adab

: kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak.

Sila ke-2 ini merupakan cerminan watak bangsa Indonesia secara intrapersonal (individu

masing-masing) yang diterapkan secara lebih luas dalam praktik kehidupan bangsa, termasuk
oleh para penyelenggara negara. Secara umum nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keadaban
itu saya yakin masih melekat dalam benak bangsa Indonesia. Meskipun fakta di lapangan, ketiga
unsur di atas sulit untuk diterapkan sepenuhnya. Manusia Indonesia banyak yang sudah
kehilangan kemanusiaannya, diwakili dengan banyaknya angka kejahatan kejam yang terjadi.
Hakim dan jaksa banyak yang berpihak pada mereka yang bersedia membayar, nilai-nilai
kesopanan dan akhlak pun banyak yang mulai memudar.
Karena sangat terkait dengan masalah watak individu masing-masing orang, maka terlalu
banyak contoh kasus untuk menjelaskan hal ini. Barangkali, yang paling banyak disorot adalah
masalah penegakan hukum yang lamban, serta hakim dan jaksa yang acapkali terlibat kasus
suap-menyuap, hingga keputusannya cenderung tidak adil dan terkesan tebang pilih.
Sila 3: Persatuan Indonesia

Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau, ratusan suku, bahasa, budaya, dan beberapa
agama. Atas dasar sila ke-3 inilah semua elemen bangsa pada saat itu bersepakat bersatu dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari kesemua sila, sila ke-3 inilah yang saya pikir dipraktikkan dengan paling baik,
meskipun itu masih dibumbui dengan banyak kendala. Masih banyak kepentingan golongan yang

didahulukan daripada kepentingan umum yang lebih besar. Masih banyak politisi dan pejabat
yang lebih menghamba pada partai politiknya daripada mengabdi kepada konstituen/rakyatnya.
Hal ini sangat merugikan rakyat, karena semua aspirasi yang mereka sampaikan pada akhirnya
akan kalah dengan kepentingan pribadi seorang wakil rakyat.
Yang paling berbahaya, praktik separatisme masih sering kali muncul di penjuru tanah
air. Ketimpangan yang terjadi antar daerah sering menjadi akar dalam masalah ini. Kurang nya
kepedulian pemimpin kepada rakyat dan praktik sewenang wenang seorang pemimpin.Konflik
antarsuku dan agama pun masih sering tak terelakkan. Nasionalisme baru terlihat ketika ada
”pencurian” khasanah budaya bangsa oleh asing, pencaplokan wilayah oleh asing, atau ketika
wakil Indonesia tengah berjuang dalam pertandingan olahraga. Kita akan merasa perlu bersatu
dalam melawan penjajahan saat kita sudah terdesak dengan keadaan . Selebihnya, masyarakat
Indonesia masih berpikiran egois, mengutamakan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri.
Rasa individualisme antar rakyat, kurangnya rasa persatuan antar bangsa dan rasa ingin
memiliki semua kekuasaan masih sangat melekat di beberapa sifat rakyat Indonesia. Hal ini
disebabkan telah ditinggalnya nilai dan dasar dari sila ke 3 , mereka lebih mementingkan sifat
individualis . Semestinya nilai nilai yang terkandung dalam sila ke 3 ini , lebih didalami dan
diterapkan dalam kehidupan sehari hari .
Sila 4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan.
Sila keempat ini menjadi dasar musyawarah dan pengakuan hakikat demokrasi bangsa

Indonesia. Setiap kebijakan yang dibuat pemerintah harus dilakukan dengan penuh
kebijaksanaan dengan mengutamakan musyawarah mufakat terlebih dahulu. Setiap kebijakan
pemerintah harus prorakyat dan sejalan dengan kepentingan rakyat.

Nyatanya, banyak sekali kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil oleh
rakyat. Dalam kasus lumpur Lapindo misalnya, sudah terang-terangan bahwa luapan lumpur
Lapindo terjadi karena kesalahan pihak Lapindo. Akan tetapi, oleh pemerintah dianggap sebagai
bencana alam. Uang negara pun terpaksa dikeluarkan untuk menangani.
Selain itu, banyak pula produk Undang-Undang yang dinilai tidak sejalan dengan
kepentingan rakyat. Yang juga menjadi catatan adalah kenyataan bahwa para wakil rakyat
umumnya adalah juga pengusaha. Maka tak heran, banyak sekali produk Undang-Undang
maupun kebijakan yang dikeluarkan sangat sarat dengan kepentingan pribadi mereka. Yang lebih
parah, banyak pula Undang-Undang yang rancangannya ternyata dibuat oleh pihak asing yang
tentu saja lebih berpihak pada kepentingan asing di negeri ini. Banyak yang menilai UU tersebut
jauh dari semangat kerakyatan dan penuh dengan intervensi asing dan pengusaha berkedok wakil
rakyat.
Secara demokrasi, banyak yang berpendapat bahwa demokrasi Indonesia adalah
demokrasi yang asal jiplak. Sistem pemilihan langsung tidak selamanya merefleksikan kehendak
rakyat. Rakyat masih begitu gampang terbeli suaranya oleh selembar dua lembar rupiah.
Akibatnya, suara rakyat pun tidak menjadi suara Tuhan, tapi suara setan yang membisikkan
kebusukan, korupsi, dan kolusi bagi penguasa terpilihnya.
Demokrasi biaya tinggi hanya dimanfaatkan oleh beberapa kecil individu yang mampu
secara finansial untuk mengikuti Pemilu. Akibatnya, tidak sedikit diantara mereka yang tega
membeli suara rakyat yang pada akhirnya ketika mereka berkuasa, orientasinya adalah untuk
mengembalikan modal yang telah dikeluarkan itu, bukan untuk menyejahterakan rakyat.
Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila kelima menjadi dasar dari hak-hak sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini,
berusaha menjamin bahwa setiap individu Indonesia berhak memperoleh kesejahteraan yang
berkeadilan, pembangunan, dan pendidikan yang merata.
Sayangnya, cita-cita mulia dari sila ini seperti terlalu mustahil untuk diwujudkan
sepenuhnya. Kesenjangan sosial antarmasyarakat masih sangat tinggi. Perekonomian Indonesia

hanya dikuasai oleh segelintir orang-orang kaya, umumnya pengusaha yang berkongsi dengan
penguasa.
Pemimpin masih sering mempraktikkan ketidakadilan dalam kehidupan , contohnya
dalam bidang hukum , masing sering terjadi istilah seorang penguasa dan seorang yang berduit
akan mendapat keadilan yang lebih daripada mereka yang tidak berkuasa . praktik dalam
membangun fasilitas rakyat juga masih sering diselewengkan , rakyat tidak mendpat keadilan
yang seharusnya lebih penting daripada para penguasa lainnya.
Hal ini menunjukkan pemerataan pendapatan yang masih timpang. Pembangunan di Jawa
masih mendominasi, sementara pembangunan sosial ekonomi di luar Pulau Jawa masih stagnan.
Padahal, kalau mau jujur, dari luar Pulau Jawa itulah kekayaan alam terus dikeruk. Kesenjangan
ekonomi antarwilayah pun tidak banyak berubah.. Terlihat dengan jelas bahwa pembangunan
ekonomi belumlah merata dan meyakinkan.
Yang juga parah, ternyata hampir 90 persen dari pertambangan di Indonesia dikuasai oleh
Multinational Corporate, perbankan dan pasar saham pun ternyata sebagian besar dikuasai oleh
asing.Di sisi lain, kemiskinan masih terus mendera dan menyandera rakyat.
Revitalisasi
Dari kondisi ini perlu adanya penerapan dan pemahaman kembali atau revitalisasi agar
keadaan ini tak berlanjut terus-menerus pada generasi selanjutnya. Revitalisasi yang telah
dilakukan adalah revitalisasi melalui dunia pendidikan. Pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Namun pada saat ini revitalisasi telah dilakukan juga pada perguruan tinggi. Yang di
mulai saat disahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) tanggal 8 Juli 2003. Dengan memasukan substansi Pendidikan Pancasila dalam
Perguruan Tinggi.Pendidikan Pancasila ini adalah salah satu mata kuliah yang bertujuan
membentuk kepribadian. Agar kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik dapat sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Pemberian mata kuliah pendidikan di perguruan tinggi merupakan revitalisasi pada ruang
lingkup perguruan tinggi. Namun revitalisasi tidak hanya dilakukan secara formal ( Ruang

lingkup pendidikan dasar,menengah dan tinggi). Namun revitalisasi dapat dilakukan secara
nonformal (Ruang lingkup pada lembaga-lembaga masyarakat, atau organisasi masyarakat) dam
secara informal (Ruang lingkup keluarga dan pergaulan masyarakat).
Di lingkup sekolah atau pendidikan revitalisasi tidak hanya dapat dilakukan melalui jam
pelajaran, namun dapat juga melalui ekstrakulikuler yang dapat memberikan penyegaran nilainilai pancasila. Misal saja ekstrakulikuler Pramuka dan Paskibra. Pramuka mengajarkan
bagaimana mengajarkan hidup mandiri dan mengarahkan hidup untuk mengamalkan niai-nilai
pancasila. Sedangkan Paskibra mengajarkan tentang kedisiplinan, rasa nasionalisme, dan
memberi rasa bagaimana sulitnya menjaga Bendera Negara Indonesia. Diantara kedisiplinan dan
rasa untuk menjaga Sang Saka Merah Putih, nilai-nilai pancasila diteguhkan dalam menjalani
kedua hal tersebut.
Revitalisasi melalui sarana media massa (sosial) juga perlu ditetapkan. Ini dikarenakan
media masa adalah salah satu sarana pemberi informasi kepada masyarakat yang sangat sering
digunakan sehari-hari. Semakin sering revitalisasi ada di sekitar masyarakat, hasil yang terjadi
akan semakin baik lagi. Misalnya televisi, radio, internet, koran, dan lain-lain.
Di samping itu revitalisasi pada aspek kebudayaan Indonesia perlu juga diberi perhatian.
Karena semakin lama kebudayaan Indonesia yang beragam mulai di geser oleh budaya asing
yang masuk ke Indonesia. Sehingga rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia semakin menipis.
Selain cinta pada kebudayaan mulai menipis, rasa cinta pada produk Indonesia mulai menipis
juga. Ini mengakibatkan produk Indonesia kalah saing dengan produk yang berasal dari luar
Indonesia. Kenyataan ini mengakibatkan podusen-produsen Indoneia mengalami kesulitan dalam
memasarkan produk-produknya.
Revitalisasi pada era globalisasi ini perlu lebih di tingkatkan di segala aspek, dikarenakan
kenyataan yang terjadi sungguh mengenaskan. Terlihat bagaimana moral sebagian besar
masyarakat mulai bergeser. pergeseran moral pada generasi penerus bangsa kita, seperti
pergaulan bebas, seks bebas, narkoba, budaya konsumerisme dan lain sebagainya. Rasa gotong
royong atau rasa kebersamaan mulai minipis. Juga didukung terjadinya inskonsistensi pancasila
dan disintregasi di berbagai bidang.
Sudah banyak bukti yang menyatakan bagaimana revitalisasi sudah sangat diperlukan.
Namun tidak hanya segelintir orang yang melakukan dan mendapatkan program revitalisasi

tersebut, tetapi seluruh masyarakat Indonesia. Karena semua akan sia-sia apabila revitalisasi
hanya dilakukan oleh dan pada segelintir orang. Bila hanya segelintir orang saja, kemungkinan
inskonsistensi pancasila dan disintregasi akan kembali mengancam.

Kesimpulan


Beberapa fakta tersebut di atas merupakan kendala tersendiri bagi bangsa Indonesia ke
depan. Pertanyaannya, mampukah bangsa Indonesia mengatasi kendala-kendala itu? Tentu
tetap dengan Pancasila sebagai senjata pamungkasnya.Yang jelas, bukan Pancasila yang
gagal dalam mengawal tercapainya tujuan dan cita-cita nasional. Akan tetapi, bangsa
Indonesia lah yang belum bisa menerapkan Pancasila itu dalam kehidupannya. Sesempurna
apapun ideologi kalau manusia-manusianya tidak baik ya hasilnya tidak akan baik juga.
Akibatnya, tujuan dan cita-cita nasional itu seolah-olah semakin jauh dari kata tercapai.



Inkonsistensi terhadap pancasila terjadi karena beberapa factor antara lain :

1. Kurangnya sikap relijius setiap umat beragama
2. Kurangnya kesadaran dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat
3. Lebih sering mementingkan sikap individualis masing masing individu
4. Kurangnya pendalaman materi dan nilai tiap butir pancasila terhadap semua rakyat
5. Sikap dan mental individu yang masih dikuasai oleh sikap kurang puas dan keinginan terus
menerus untuk mencapai yang terbaik
6. Hilangnya rasa toleranasi antar umat


Revitalisasi sudah sangat diperlukan pada nilai kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan
bernegara di berbagai aspek. Ini dikarenakan inskonsistensi pancasila dan disintregasi sudah



mulai timbul di berbagai aspek kehidupan.
Revitalisasi dapat dilakukan secara :
1.
Formal : Ruang lingkup pada pendidikan dasar,menengah dan tinggi.
2.
Nonformal : Ruang lingkup pada lembaga-lembaga masyarakat, atau ormas.
3.
Informal : Ruang lingkup pada keluarga dan pergaulan masyarakat.

Saran
Kenyataan yang terjadi pada Indonesia di era globalisasi ini cukup mengenaskan. Nilainilai kehidupan yang berasaskan pancasila mulai memudar. Rasa cinta terhadap negara Indonesia
juga sudah tergerus oleh derasnya aliran kemajuan zaman yang merupakan ujung dari globalisasi
. . penerapan dan revitalisasi nilai-nilai pancasila merupakan jalan yang tepat untuk melawan
pengaruh negative globalisasi. Penerapan dan revitalisasi ini dapat melalui pendidikan ataupun
lembaga-lembaga yang terkait. Akan tetapi dapat menjadi lebih efektif lagi apabila sarana dalam
penerapan dan revitalisasi nilai-nilai kehidupan menggunakan sarana yang lain juga seperti :
media massa. Namun dalam melakukan penerapan dan revitalisasi seharusnya memakai semua
masyarakat Indonesia. Karena nilai-nilai pancasila yang akan direvitaliasi merupakann pada,
oleh , dan untuk rakyat. Karena itu revitalisasi seharusnya pada oleh dan untuk rakyat.
Intinya kita harus sadar diri akan keadaan seperti ini, mengawali perubahan dari dalam
jiwa tiap individu . Individu perlu menekankan bahwa pancasila sebagai landasan kehidupan
bernegara , maka apa yang terjadi jika sebuah landasan itu sudah tidak lagi kita pegang dan
dijadikan panutan, dampaknya kehidupan kita sendiri akan jadi goyah dan tak teratur , tak bisa
berjalan selaras dan tertib. Jadi lakukan perubahan dari dalam diri kita sendiri terlebih dahulu .

Daftar Pustaka
Abdulkarim, Aim. 2007. Pendidikan Kewaganegaraan. Bandung : Grafindo Media
Pratama.
http://aparaturnegara.bappenas.go.id/?p=1065
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/ASTIM_RIYANTO/2._KARYA_TULIS_
%2825%29/TAHUN_2009_%288%29/2.pdf
jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/academica/article/download/.../1520