Tugas Fitofarmaka Tahapan Pengembangan F

FITOFARMAKA
Tahapan Pengembangan Fitofarmaka Tanaman Unggulan Kunyit
Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Fitofarmaka
Tahun Akademik 2013/2014

Disusun Oleh
Zulfah Firdita

10060310121

Maulana Malik Ibrahim

10060310122

Lismawanti Lesmana Suryadilaga

10060310124

Maziatul Ilma

10060310126


Neng Nisatul Khoriah

10060310129

Kurnia

10060310130

Arfiah Tuankotta

10060310134

Annisha Imania

10060310135

Putri Andini

10060310139


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
KOTA BANDUNG
2014

Pendahuluan
Sebagian besar penduduk di Indonesia masih banyak yang tinggal di pedesaan
atau di daerah pegunungan yang pada umumnya masih belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan yang memadai, baik dari pemerintah maupun swasta. Mereka
masih banyak yang berekonomi lemah atau kurang mampu. Di daerah seperti itu
umumnya masih sedikit atau sulit ditembus dengan peredaran obat yang harganya
semakin mahal. Padahal problem kesehatan disana sangat bervariasi dan ada kalanya
sulit pula cara penanggulangannya.
Posisi semacam inilah obat tradisional ditampilkan sebagai salah satu
pengobatan

alternatif


yang

sangat

penting

artinya,

khususnya

untuk

penanganan/pelayanan kesehatan primer (PKP), baik sebagai obat preventif maupun
sebagai pengobatan (kuratif).
Pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman obat tidaklah asing bagi
masyarakat Indonesia, karena sebelum rakyat Indonesia merdeka pun, masyarakat
pelosok desa sudah menggunakan tanaman obat tersebut hingga sekarang, pengobatan
tradisonal masih diakui keberadaannya di kalangan masyarakat luas. Ini sejalan dengan
kebijakan


pemerintah

yang

terus

membina

dan

mengembangkannya

penanganan/pelayanan kesehatan primer (PKP), baik sebagai obat preventif maupun
sebagai pengobatan tradisonal.
Tanaman obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya pelaksanaan
pengendalian kesehatan. Tanaman obat sudah dikenal sejak dahulu dalam pengobatan
tradisional, namun pengunaannya sebagai bahan baku belum dimanfaatkan secara
optimal, sedangkan upaya yang telah dilakukan masih tertuju kepada khasiat dan
kegunaannya saja.
Hal ini didukung oleh kebijakan Departemen Kesehatan RI tentang pengobatan

tradisional seperti yang tercantum dalam UU No 23 tahun 1992 pasal 47 tentang
pengobatan tradisional dan dalam Kepmenkes No 1076/SK /VII/2003 tentang
penyelenggaraan pengobatan tradisional yang menggunakan tanaman obat-obatan.
Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan kawasan yang kaya dengan
keanekaragaman hayati. Sampai saat ini telah diketahui sekitar 30.000 jenis tumbuhan
yang merupakan tumbuhan liar maupun yang sudah dibudidayakan sebagai tanaman
obat tradisonal. (BPOM, 2003).

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Deskripsi tanaman

Gambar 1. Tanaman Kunyit
Klasifikasi ilmiah
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi


: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Bangsa

: Zingiberales

Suku

: Zingiberaceae

Marga

: Curcuma

Spesies


: Curcuma longa Linn.

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
Habitus

: Semak, tinggi ± 70 cm.

Batang

: Semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, hijau kekuningan.

Daun

: Tunggal, lanset memanjang, helai daun 3-8, ujung dan pangkal runcing,
tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip,
hijau pucat.

Bunga

: Majemuk, berambut, bersisik, tangkai panjang 16-40 cm, mahkota

panjang ± 3 cm, lebar ± 1,5 cm, kuning, kelopak silindris, bercangap
tiga, tipis, ungu, pangkal daun pelindung pulih, ungu.

Akar

: Serabut, coklat muda

(Depkes RI, 2002).

Nama daerah kunyit
Inggris

: turmeric

Belanda

: kurkuma

Malaysia


: kunyit

Sumatr a

: Kakunye (Enggano), Kunyet (Adoh), Kuning (Gayo), Kunyet (Alas),
Hunik (Batak), Odil (Simalur), Undre, (Nias), Kunyit (Lampung),
Kunyit (Melayu)

Jawa

: Kunyir (Sunda), Kunir (Jawa Tengah), Temo koneng (Madura)

Kalimantan

: Kunit (Banjar), Henda (Ngayu), Kunyit (Olon Manyan), Cahang
(Dayak Panyambung), Dio (Panihing), Kalesiau (Kenya), Kunyit
(Tidung)

Nusa Tenggara: Kunyit (Sasak), Huni (Bima), Kaungi (Sumba Timur), Kunyi (Sumba
Barat), Kewunyi (Sawu), Koneh, (Flores), Kuma (Solor), Kumeh

(Alor), Kunik (Roti), Hunik kunir (Timor)
Sulawesi

: Uinida (Talaud), Kuni (Sangir), Alawaha (Gorontalo), Kolalagu (Buol),
Pagidon (Toli-toli), Kuni (Toraja), Kunyi (Ujungpandang), Kunyi
(Selayar), Unyi (Bugis), Kuni (Mandar)

Maluku

: Kurlai (Leti), Lulu malai (Babar), Ulin (Tanimbar), Tun (Kayi), Unin
(Ceram), Kunin (Seram Timur), Unin, (Ambon), Gurai (Halmanera),
Garaci (Ternate)

Irian

: Rame (Kapaur), Kandeifa (Nufor), Nikwai (Windesi), Mingguai
(Wandamen), Yaw (Arso)

Asal tanaman kunyit
Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.) adalah

termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman
kunyit tumbuh subur dan liar disekitar hutan/bekas kebun. Diperkirakan berasal dari
Binar pada ketinggian 1300-1600 m dpl, ada juga yang mengatakan bahwa kunyit
berasal dari India. Tanaman ini kemudian mengalami penyebaran ke daerah Malaysia,
Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta
bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai
pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.

Gambar 2. Rizoma kunyit

1.2. Kandungan kimia
Kunyit memiki kandungan kimia yang berguna untuk kesehatan tubuh, antara lain :
Kurkuminoid

(terdiri

dari

kurkumin,

10%

desmetoksikurkumin,

dan

1-5%

bisdesmetoksikurkumin ), minyak asitri 2 – 5% yang terdiri dari seskuiterpen dan
turunan fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), keton
sesquiterpen, 60% tumeon, 25% zingiberen, sabinen, felandren, sineil, borneol, kurlon,
kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, aril kurkumen, humulen, 1-3% lemak,
3% Karbohidrat, 30% Protein, 8% Pati, 45-55% Vitamin C, arabinosa, fruktosa,
glukosa, pati, tanin, dammar, serta garam-garam mineral (zat besi, fosfor, magnesium,
mangan, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, alumunium, bismuth dan kalsium).
Kurkumin
Curcumin (1,7-bis(4′ hidroksi-3 metoksifenil)-1,6 heptadien, 3,5-dion merupakan
komponen penting dari Curcuma longa Linn. yang memberikan warna kuning yang
khas (Jaruga et al., 1998 dan Pan et al., 1999). Curcumin termasuk golongan senyawa
polifenol dengan struktur kimia mirip asam ferulat yang banyak digunakan sebagai
penguat rasa pada industri makanan (Pan et al., 1999). Serbuk kering rhizome
(turmerik) mengandung 3-5% Curcumin dan dua senyawa derivatnya dalam jumlah
yang kecil yaitu desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya
sering disebut sebagai kurkuminoid (Tonessen dan Karlsen, 1995). Curcumin tidak larut
dalam air tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO). Degradasi Curcumin
tergantung pada pH dan berlangsung lebih cepat pada kondisi netral-basa (Aggarwal et
al., 2003). Curcumin dapat mengganggu siklus sel kanker paru A549 dan menekan
pertumbuhan sel. Efek penekanan tergantung pada konsentrasi. Efek tidak hanya
bergantung dari sitotoksik nonspesifik, tetapi juga dari induksi apoptosis (Zhang, et al.,
2004).

Gambar 3. Struktur kimia kurkumin
[1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-diena-3,5-dion]

1.3. Pengobatan tradisional
1. Diabetes mellitus
Bahan: 3 rimpang kunyit, 1/2 sendok teh garam.
Cara membuat: kedua bahan tersebut direbus dengan 1 liter air sampai mendidih,
kemudian disaring.
Cara menggunakan: diminum 2 kali seminggu 1/2 gelas.
2. Tifus
Bahan: 2 rimpang kunyit, 1 bonggol sere, 1 lembar daun sambiloto.
Cara membuat: Semua bahan tersebut ditumbuk halus dan dipipis, kemudian
ditambah 1 gelas air masak yang masih hangat, dan disaring.
Cara menggunakan: diminum, dan dilakukan selama 1 minggu berturut-turut.
3. Usus buntu
Bahan: 1 rimpang kunyit, 1 butir buah jeruk nipis, 1 potong gula kelapa/aren dan
garam secukupnya.
Cara membuat: Kunyit diparut dan jeruk nipis diperas, kemudian dicampur
dengan bahan yang lain dan disedu dengan 1 gelas air panas, kemudian disaring.
Cara menggunakan:diminum setiap pagi setelah makan, secara teratur.
4. Disentri
Bahan: 1-2 rimpang kunyit, gambir dan kapur sirih secukupnya.
Cara membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 2 gelas air sampai
mendidih hingga tinggal 1 gelas kemudian disaring.
Cara menggunakan:diminum dan diulangi sampai sembuh.
5. Sakit Keputihan

Bahan: 2 rimpang kunyit, 1 genggam daun beluntas, 1 gagang buah asam, 1
potong gula kelapa/aren.
Cara membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 1 liter air sampai
mendidih, kemudian di saring.
Cara menggunakan:diminum 1 gelas sehari.
6. Haid tidak lancar
Bahan: 2 rimpang kunyit, 1/2 sendok Teh ketumbar, 1/2 sendok The biji pala,
1/2 genggam daun srigading.
Cara membuat: semua bahan tersebut ditumbuk halus kemudian direbus dengan
1 liter air sampai mendidih, kemudian disaring.
Cara menggunakan:diminum 1 gelas sehari.
7. Perut mulas pada saat haid
Bahan: 1 rimpang kunyit sebesar 4 cm, 1 rimpang jahe sebesar 4 cm, 1/2
rimpang kencur sebesar 4 cm.
Cara membuat: semua bahan tersebut dicuci bersih dan diparut untuk diambil
airnya, kemudian di tambah dengan perasan jeruk nipis, diseduh dengan 1/2
gelas air panas dan disaring.
Cara menggunakan:ditambah garam dan gula secukupnya dan diminum pada
hari pertama haid.
8. Memperlancar ASI
Bahan: 1 rimpang kunyit.
Cara membuat: kunyit ditumbuk sampai halus.
Cara menggunakan: dioleskan sebagai kompres diseputar buah dada 1 kali setiap
2 hari.
9. Amandel
Bahan: 1 rimpang kunyit, 1 butir jeruk nipis, 2 sendok madu.
Cara membuat: Kunyit diparut, jeruk diperas untuk diambil airnya, kemudian
dicampur dengan madu dan 1/2 gelas air hangat, diaduk sampai merata dan
disaring.
Cara menggunakan:diminum secara rutin 2 hari sekali.
10. Berak lendir
Bahan: 1 rimpang kunyit, 1 potong gambir, 1/4 sendok makan kapur sirih.

Cara membuat: semua bahan tersebut direbus bersama dengan 2 gelas air sampai
mendidih hingga tinggal 1 gelas dan disaring.
Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari 1/2 gelas, pagi dan sore.
11. Menghilangkan bau amis saat menstruasi.
Ambil 1 jari kunyit kuning, cuci bersih iris tipis. Ambil asam Jawa 1/2 sendok teh.
Campur kunyit dan asam dengan gula aren atau gula Jawa sesuai selera. Seduh
dengan air satu gelas, saring, minum setelah makan siang. Lakukan selama Anda
mengalami menstruasi.
12. Mengurangi sakit maag
Ambil 1 jari kunyit kuning, parut, peras, saring. Tambahkan 1/2 gelas air hangat dan
madu sesuai selera. Minum setelah makan siang. Lakukan 7-10 hari.
13. Menyembuhkan bronchitis atau batuk kronis
Ambil 1 jari rimpang kunyit kuning iris tipis-tipis, 1 jari jahe iris tipis-tipis dan gula
merah secukupnya. Rebus semuanya dengan 2 gelas air hingga tinggal 1 gelas,
saring. Minum sehari sekali setelah makan. Lakukan selama 5-7 hari. Jika belum
sembuh, dapat diulang.
14. Menyembuhkan tifus
Ambil 2 rimpang kunyit kuning, 1 batang sereh, dan 1 lembar daun sambiloto.
Tumbuk semua bahan sampai halus, beri 1 gelas air matang, saring. Minum 1 hari
sekali setelah makan. Lakukan selama 7 hari.
15. Menyembuhkan usus buntu
Ambil 1 rimpang kunyit, kupas dan parut, ambil airnya. Ambil 1 buah jeruk nipis,
peras, ambil airnya. Campur air kunyit dan air jeruk nipis dengan sedikit garam,
gula aren atau gula kelapa dan segelas air matang. Minum 1 hari sekali setelah
makan. Lakukan 5-7 hari, dapat diulang.
16. Menyembuhkan amandel
Ambil 1 rimpang kunyit kuning, 1 buah jeruk nipis, 2 sendok makan madu. Kupas
dan parut kunyit kuning. Peras jeruk nipis ambil airnya. Campur air kunyit, air jeruk
nipis, madu dengan 1/2 gelas air matang. Minum sehari sekali. Lakukan selama 7
hari, dapat diulang.

Khasiat Farmakologi
1. Sebagai antidiabetes

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ame (2011) kombinasi ekstrak
bulbus bawang putih (Allium sativum Linn.) dan rimpang kunyit (Curcumma
domestica Val.) dapat digunakan sebagai obat antidiabetes oral pada penderita
diabetes melitus (DM) tipe 2, dan secara klinis telah terbukti dapat menurunkan
kadar glukosa darah dengan dosis 2,4 g/hari. Penggunaan kombinasi ekstrak
menunjukkan penurunan kadar glukosa darah puasa rata-rata 9,25 mg/dL,
glukosa darah 2 jam postprandial (PP) 22,25 mg/dL, HbA1c 1,30%, serta insulin
12,57 mg/dL bila dibandingkan dengan baseline glibenklamid rata-rata kadar
glukosa darah puasa 72,37 mg/dL, glukosa darah 2 jam PP 114,25 mg/dL, dan
HbA1c 4,12%, tetapi meningkatkan insulin 3,34 mg/ dL. Kombinasi ekstrak
tidak mempengaruhi fungsi hati, ginjal, dan profil hematologi. Kesimpulannya
kombinasi ekstrak memiliki efek antidiabetes tetapi efek yang ditimbulkan tidak
sebaik glibenklamid.
2. Sebagai antimikroba
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmi (2013), rimpang kunyit
dapat digunakan sebagai antimikroba terhadap pertumbuhan Candida albicans,
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Respon daya hambat pertumbuhan
mikroba yang dihasilkan dipengaruhi oleh kandungan senyawa aktif yang
terdapat dalam rimpang Curcuma seperti minyak atsiri, alkaloid, flavonoid,
tanin, kurkuminoid dan terpenoid (Rukmana, 2004). Menurut Heinrich, et al.,
(2009) senyawa flavonoid mampu merusak dinding sel sehingga menyebabkan
kematian sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sundari et. al., (1996) bahwa
flavonoid dapat menghambat pembentukan protein sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba. Selain flavonoid kandungan senyawa lain seperti
senyawa tanin juga dapat merusak membran sel. Cowan (1999) menyatakan
bahwa senyawa tanin dapat merusak pembentukan konidia jamur. Kandungan
senyawa lain seperti alkaloid dalam rimpang Curcuma mampu mendenaturasi
protein sehingga merusak aktivitas enzim dan menyebabkan kematian sel
(Robinson, 1991).
3. Sebagai antikanker

Menurut arief (2004) senyawa kurkumin yang terdapat dalam kunyit dapat
dijadikan sebagai antikanker. Hal ini dikarenakan senyawa kurkumin memiliki
mekanisme kerja sebagai senyawa penangkal radikal (radical scavenger) dan
antioksidan, inhibitor si klooksigenase(COX), kurkumin sebagai senyawa
antiproliferasi, dan kurkumin sebagai senyawa pemacu apoptosis.
4. Mencegah terjadinya kerusakan ginjal
Bagus (2008) telah melakukan pengujian pengaruh pemberian ekstrak kunyit
terhadap gambaran mikroskopis ginjal mencit balb/c yang diberi parasetamol.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa terjadi degenerasi albuminosa pada
tubulus proksimal ginjal mencit yang telah diberi perlakuan kunyit sebelum
pemberian parasetamol yang terlihat berupa penutupan lumen tubulus. Dengan
demikian, kerja kunyit di dalam melindungi ginjal dari efek toksik parasetamol
dapat melalui dua cara. Pertama, yaitu dengan penghambatan kerja sitokrom P450 di ginjal terutama di sel epitel tubulus proksimal.18 Hal ini akan berakibat
menurunnya proses hidroksilasi yang terjadi antara parasetamol dengan sitokrom
P450 tersebut, sehingga terjadi penurunan jumlah metabolit toksik yang
dihasilkan.18 Kedua, dengan cara menginduksi aktivitas dan memperbanyak
glutathione S-transferase di ginjal yang berperanan penting dalam proses
detoksifikasi suatu xenobiotik. Dengan meningkatnya jumlah dan aktivitas
glutathione ini maka, cadangan glutathione akan tetap terjaga. Sehingga semua
NAPQI yang dihasilkan akan dapat dikonjugasikan menjadi substansi nontoksik
(asam merkapturik).
5. Mencegah terjadinya peradangan gout
Kunyit dapat digunakan untuk mencegah peradangan gout. Hal ini diperkuat
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lailatul (2010). Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan Lailatul (2010), minyak atsiri kunyit dapat
digunakan sebagai anti radang pada penderita gout artritis dengan diet tinggi
purin. Minyak atsiri kunyit mempunyai komponen senyawa aktif. Empat fraksi
relatif yang dominan adalah 1-Phellandrene (C10H16), 1,8 Cineole (C10H18O),
ARTurmeron (C15H20O), dan Bicyclo (C9H14O). Pemberian minyak atsiri
kunyit dosis 25 mg/kg BB selama satu minggu pada penderita gout artritis

ditemukan dapat menurunkan kadar urea darah secara signifikan dan secara
parsial menurunkan konsentrasi TNF-α pada kelompok perlakuan.
6. Sebagai antioksidan
Berdasarkan penelitian Nurfina (2004) kunyit memiliki khasiat sebagai
antioksidan.

Semakin

tinggi

konsentrasi

semakin

tinggi

pula

daya

antioksidannya. Daya antioksidan ini dapat dipastikan antaralain berasal dari
senyawa kurkumin, demetoksi kurkumin, dan bisdemetoksi kurkumin.

BAB III

TAHAPAN PENGEMBANGAN FITOFARMAKA
3.1 Pengolahan Tanaman Obat
Supriyanto (2006) mengatakan bahwa para petani dan masyarakat tidak hanya
dituntut untuk tahu cara menanam tanaman obat saja, tapi juga harus tahu bagaimana
cara mengolah tanaman obat yang baik serta mengetahui pula fungsi dan kegunaan
tanaman obat tersebut.
Beberapa faktor masyarakat kurang memahami cara pengolahan tanaman obat
yang baik adalah akibat dari kurangnya pengetahuan masyarakat dan minimnya bukubuku serta literatur yang membahas dan mengupas permasalahan tentang cara mengolah
, mengetahui fungsi dan kegunaan dari tanaman obat itu sendiri.
Selain itu juga dibutuhkan sosialisasi yang berkelanjutan dari pemerintah dan
pihak terkait agar tidak terjadi salah tafsir dikemudian hari tentang cara pengolahan
tanaman obat, karena hal yang demikian sangat diperhatikan oleh masyarakat,
disebabkan tanaman obat berperan penting dalam mengatsi masalah kesehatan keluarga.
Pengetahuan tentang tata cara pengolahan tanaman obat menjadi dasar
pemahaman masyarakat karena dalam proses ini terjadi pembelajaran tentang
bagaimana fungsi dan kegunaan dari tanaman obat.
Beberapa cara mengolah tanaman obat:
- Memeras : Biasanya bahan yang digunakan bahan yang masih segar. Bahan
tersebut dihaluskan dengan ditambahkan sedikit air kemudian diperas hingga ¼
-

cangkir. Jika kurang air matang ditambahkan pada ampas kemudian diperas lagi.
Merebus : Tanaman obat direbus agar zat-zat yang berkhasiat dalam tanaman
larut kedalam air (air bersih). Pada awal perebusan digunakan api besar hingga

-

mendidih, setelah mendidih api dikecilkan dan dibiarkan selama 5 menit.
Menyeduh : Bahan yang telah diramu diseduh dengan air panas dan di didihkan
selama kurang lebih 5 menit kemudian hasil seduhan disaring.

BAB IV
KENDALA PENGEMBANGAN FITOFARMAKA
Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan tanaman obat untuk pelayanan
kesehatan formal dan sebagai sumber devisa di Indonesia adalah:
1. Belum ada dukungan politik yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan
tanaman obat menjadi obat resmi dan salah satu sumber kesejahteraan rakyat
2. Belum ada program menyeluruh dan terpadu dari hulu hingga hilir untuk
pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat nasional
3. Kurangnya koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi pemerintah,
swasta dan litbang, sehingga program yang ada menjadi kurang terarah, kurang
efektif dan kurang efisien
4. Undang-undang kesehatan yang ada belum kondusif bagi pemanfatan tanaman
obat dalam pelayanan kesehatan formal.
Program yang dibutuhkan untuk pengembangan tanaman obat unggulan adalah:
1. Penetapan wilayah pengembangan berdasarkan potensi, kesesuaian lahan dan
agroklimat, sumberdaya manusia dan potensi serapan pasar
2. Peningkatan produksi, mutu dan daya saing melalui:
a. Penggunaan varietas unggul yang ditanam di tempat yang sesuai dengan
penerapan praktek pertanian yang baik (GAP, Good Agricultural Practices)
yang didasarkan atas SOP (Standard Operational Procedures) untuk masingmasing komoditas
b. Panen dan pengolahan produk sesuai dengan GMP (Good Manufacturing
Practices)
3. Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia melalui:
a. Pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam penyediaan bahan baku
obat dan sistem pelayanan kesehatan

b. pengembangan teknologi produksi bahan tanaman
4. Pengembangan infrastruktur dan kelembagaan melalui:
a. Pembangunan sarana dan prasarana penunjang transportasi, telekomunikasi
ke daerah sentra produksi tanaman obat
b. Pengembangan kemitraan antara petani dengan industri dan pemerintah
5. Peningkatan pelayanan informasi, promosi dan pemasaran melalui:
a. Pengembangan website, publikasi di media masa dan forum-forum terkait
b. Pembentukan jejaring kerja dan sistem informasi pasar
6. Penyusunan kebijakan perpajakan dan insentif investasi yang kondusif di sub
sistem hulu sampai hilir dalam agribisnis dan agroindustri berbasis tanaman obat
melalui:
a. Pengaturan kembali peraturan/perundang-undangan yang tidak sesuai
b. Menciptakan lingkungan usaha agribisnis dan agroindustri yang kondusif
7. Pembentukan data base tanaman obat yang valid sebagai acuan dalam
perencanaan program nasional pengembangan tanaman obat.

BAB V
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan

Tanaman obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya
pelaksanaan pengendalian kesehatan. Tanaman obat sudah dikenal sejak
dahulu dalam pengobatan tradisional, namun pengunaannya sebagai bahan
baku belum dimanfaatkan secara optimal, sedangkan upaya yang telah
dilakukan masih tertuju kepada khasiat dan kegunaannya saja.
Penggunaan tanaman obat tradisional hingga sekarang masih sangat
diwarnai oleh penggunaan sendiri oleh masyarakat, yakni untuk self
medication. Bentuknya adalah yang langsung dapat diminum, seperti jamu
gendong atau jamu dari penjual. di kios-kios. Selain itu, juga jamu
berbungkus yang dibuat oleh industri rumah tangga. Diantara tumbuhan obat
tradisional banyak yang hampir punah, sehingga kalau sewaktu-waktu
dibutuhkan sulit diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Ame.(2011). Efek Antidiabetes Kombinasi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum

Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcumma domestica Val.) dengan Pembanding
Glibenklamid

pada

Penderita

Diabetes

Melitus

Tipe

2.VOL.43,NO.1,

Universitas Padjadjaran, Bandung.
Arief. (2004). Pandangan Baru Kurkumin dan Aktivitasnya sebagai Antikanker. VOL.2,
NO.2, UNS, Surakarta.
Bagus. (2008). Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit Terhadap Gambaran Mikroskopis
Ginjal Mencit Balb/C Yang Diberi Parasetamol.Universitas Diponegoro,
Semarang.
Boediono.(1992).Tanaman Obat Indonesia.Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
BPOM. (2003). Kebijakan Departemen Kesehatan RI tentang pengobatan tradisional
seperti yang tercantum dalam UU No 23 tahun 1992 pasal 47 tentang
pengobatan tradisional dan dalam Kepmenkes No 1076/SK /VII/2003 tentang
peyelenggaraan pengobatan tradisional yang menggunakan tanaman obatobatan.
Dzulkarnain, H.B dkk. (2009). Tanaman Obat Keluarga. Jilid 1 & jilid 2. PT. Intisari
MediaTama. Jakarta.
Irma. (2012). Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Ekstrak Bumbu Dapur terhadap
Pertumbuhan Jamur Curvularia lunata (Wakk.) Boed. dan Aspergillus flavus
LINK.VOL.1,.NO.2,Universitas Udayana, Bali.
Kotler, P. 2007. Manajemen Pemasaran. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Krugman and Obstfeld. (2001). Lima Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian Republik Indonesia.Jakarta.
Marshall, A. (2006). Pengobatan Alternatif. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
Mubyarto.(1994).Pengantar Ekonomi Pertanian.LP3ES.Jakarta.
Nurfina. (2004). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kunyit. Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta.
Poerwadarminta. (2002). Budidaya Tanaman Obat Secara Organik. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Rahmi.(2013). Uji Antimikroba Curcuma spp. Terhadap Pertumbuhan Candida

albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. VOL.2, No.4, Universitas
Andalas,Padang.
Ridwan. (2007). Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga. Pusat Perbukuan DEPTAN.
Jakarta.
Soekartawi. (2001). Pengantar Agroindustri. Grafindo Persada. Jakarta.
Supriyanto. (2006). Proses Pengolahan Tanaman Obat. Jakarta. Tim Lentera.