Petunjuk Teknis Pendirian BUMDes
Petunjuk Teknis Pendirian BUMDes
DRAF PETUNJUK TEKNIS PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA
(BUMDes) PROGRAM PEMBERDAYAAN DESA BADAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN DESA TAHUN 2010 DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAPTAR ISTILAH I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2. Peranan BUMDes dalam Perekonomian Desa 1.3.
Pengertian BUMDes 1.4. Tujuan Pendirian BUMDes II. LANDASAN HUKUM
III. TATA CARA PENDIRIAN BUMDes 3.1. Prinsip Pendirian BUMDes 3.2.
Tata Nilai Pendirian BUMDes 3.3. Tahapan Pendirian BUMDes 3.4. Permodalan
BUMDes IV. KELEMBAGAAN BUMDes 4.1. Struktur Organisasi BUMDes 4.2.
Tata Kelola BUMDes 4.3. Proses Tata Kelola (Good Corporate Governance)
BUMDes 4.4. Rencana Pengembangan BUMDes 4.5. Rekrutmen dan
Pemberhentian Pengelola BUMDes 4.6. Rapat-Rapat BUMDes V
PENGEMBANGAN USAHA BUMDes 5.1. Perencanaan Usaha BUMDes 5.2.
Proses Penyusunan Perencanaan Usaha BUMDes 5.3. Pengembangan Usaha
BUMDes DAFTAR ISTILAH 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi
Riau, 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah, 3. Bupati adalah Bupati di Provinsi Riau, 4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten di Provinsi Riau, 5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai
Perangkat Daerah Kabupaten di Provinsi Riau, 6. Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, 7. .Pemerintah Desa adalah Kepala Desa
dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, 8. Badan
Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, 9.
Dana perimbangan adalah pengertian sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, 10. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan
oleh Pemerintah Kabupaten untuk desa yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten, 11.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APB Des
adalah adalah keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Desa,
12. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh BPD
bersama Kepala Desa, 13. Keputusan Kepala Desa adalah pelaksanaan Peraturan
Desa, 14. Badan Usaha Milik Desa ( BUMDes ) adalah suatu Lembaga / Badan
Perekonomian desa yang dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Desa, dikelola
secara ekonomis, mandiri dan professional dengan modal seluruhnya atau
sebagian besar merupakan kekayaan desa yang dipisahkan dan ditetapkan dalam
Peraturan Desa, 15. Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDes, 16. Keuangan Desa
adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut, 17.
Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan
pengawasan keuangan desa. 18. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Desa adalah Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa, 19. Pelaksana Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat
desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan
desa, 20. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk
menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan
mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
21. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang selanjutnya disebut
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah
masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
periode 1 (satu) tahun. 22. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang
selanjutnya disingkat RPJMDes adalah dokumen perencanaan desa untuk periode
5 (lima) tahun. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu misi
pemerintah adalah membangun daerah pedesaan yang dapat dicapai melalui
pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan
keanekaragaman usaha pedesaan, ketersediaan sarana dan fasilitas untuk
mendukung ekonomi pedesaan, membangun dan memperkuat institusi yang
mendukung rantai produksi dan pemasaran, serta mengoptimalkan sumber daya
alam sebagai dasar pertumbuhan ekonomi pedesaan. Sebagai akibat dari misi
diatas, pemerintah juga merubah fungsinya dari penyedia menjadi fasilitator,
regulator dan koordinator untuk pemberdayaan masyarakat. Tujuannya, adalah
untuk memberi peluang bagi kemampuan daerah dan pedesaan sebagai tulang
punggung ekonomi regional dan nasional. Ini akan menjamin penyelenggaraan
pemerintahan yang baik untuk diterapkan di semua tingkat pembangunan dan
keputusan berdasarkan kebutuhan nyata dari masyarakat. Pembangunan pedesaan
merupakan salah satu strategi dalam upaya mengentaskan kemiskinan di
Indonesia. Sejak 1993 pemerintah telah membuat program IDT (Instruksi
Presiden untuk pengembangan Desa Tertinggal) guna mengentaskan kemiskinan
di pedesaan tertinggal, yang selanjutnya diikuti program P3DT di tahun 1995
untuk mendukung dan meningkatkan implementasi IDT. Program P3DT
mempunyai tujuan utama membangun sarana di pedesaan tertinggal. Kemudian
pada tahun 1998 pemerintah meluncurkan program PPK (sekarang PNPM
Mandiri) yang pada dasarnya merubah tingkat pembangunan dari tingkat desa
ketingkat kecamatan. Program ini memfokuskan pada penyediaan dana berputar
(revolving block grants) dengan menggunakan lembaga keuangan yang dimiliki
masyarakat. Paralel dengan konsep pembangunan pedesaan dan program
pengentasan kemiskinan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (Bangda),
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah telah membuat reformasi organisasi
untuk menitikberatkan ketersediaan panduan pembangunan, supervisi dan
pelatihan. Tugas tersebut merupakan implementasi empat fungsi birokrasi yaitu
pelayanan, pemberdayaan, pembangunan dan jaringan usaha. Pembangunan pada
hakekatnya bertujuan membangun kemandirian, termasuk pembangunan
pedesaan, sehingga dapat keluar dari kemiskinan dan keterisoliran atas kekuatan
sendiri. Untuk itu, membangun desa mandiri membutuhkan perekonomian yang
mapan sehingga mampu memenuhi sendiri kebutuhan yang paling pokok. Desa
mandiri juga dicirikan oleh adanya kerjasama yang baik, tidak tergantung dengan
bantuan pemerintah, sistem administrasi baik, dan pendapatan masyarakat cukup.
Konsep pembangunan desa harus dimulai dengan membuat Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Des). Perencanaan Desa
merupakan dokumen dasar untuk mengintegrasikan seluruh kebutuhan
pembangunan desa yang akan dilaksanakan. Rencana pembangunan disusun
dengan memperhatikan kemampuan masyarakat dan pemanfaatan sumber daya
pembangunan yang ada, guna menjawab permasalahan dan kebutuhan
masyarakat. Tujuan penyusunan RPJM-Des adalah agar desa memiliki rencana
induk pembangunan yang berkesinambungan dalam jangka waktu menengah.
RPJM-Des berisikan: kondisi umum desa, Visi dan Misi Desa, Peta Permasalahan
dan Potensi, Prioritas masalah dan pilihan-pilihan tindakan, dan rencana tindak
lanjut kegiatan pembangunan. RPJM-Des ditetapkan sebagai peraturan desa.
RPJM-Des disusun secara partisipatif dengan metoda Community Action Plan
(CAP) melalui pelibatan aktif seluruh komponen masyarakat dalam desa tersebut.
Fasilitasi dan pendampingan sangat diperlukan dalam proses penyusunan RPJMDes untuk mendorong dan menjamin partisipasi penuh seluruh komponen
masyarakat, termasuk dalam pengambilan keputusan atau kesepakatan. Pilar
pokok pembangunan desa adalah peningkatan kapasitas masyarakat,
pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan peningkatan kapasitas kelembagaan
desa. Penekanan pada tiga pilar ini merupakan langkah awal untuk
mengkondisikan pembangunan desa agar menjadi desa yang mandiri dan otonom.
Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pedesaan bertujuan agar masyarakat
mampu membangun dirinya sendiri, menggali potensi diri dan lingkungannya
untuk meraih kesempatan ekonomi, politik, dan menempatkan diri dalam
lingkungan sosial yang lebih baik. Ketidakmampuan membangun kapasitas diri
mengakibatkan masyarakat pedesaan tertinggal dan terjerat dalam lingkaran
kemiskinan, dan sulit untuk keluar dari jeratan tersebut, karena ketidakmampuan
membangun kapasitas generasinya. Rendahnya kapasitas masyarakat berdampak
pada kondisi kemiskinan multidimensional yaitu kemiskinan “martabat” yang
mencakup rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengeluarkan pendapat
(voicelessness) akibat rendahnya pendidikan; ketidakberdayaan (powerlessness)
karena rendahnya pendidikan dan tingkat keterampilan, sehingga tidak berdaya
untuk meraih peluang-peluang ekonomi, sosial dan politik dalam kehidupannya.
Pemberdayaan ekonomi dalam pembangunan pedesaan diharapkan dapat
menciptakan diversifikasi usaha produktif sehingga dapat meningkatkan perluasan
kesempatan kerja di perdesaan, terutama lapangan kerja baru di bidang kegiatan
agribisnis off-farm dan industri serta jasa berskala kecil dan menengah (non-farm)
sesuai dengan potensi desa. Dengan demikian akan berdampak pada berkurangnya
angka pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produktivitas dan
pendapatan masyarakat pedesaan. Pemantapan kelembagaan masyarakat dan
pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan juga diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat serta kelembagaan sosialekonomi pedesaan dalam mendorong kemajuan pembangunan pedesaan yang
berkelanjutan. Oleh sebab itu, pola pengelolaan lembaga ini berbentuk korporasi
yang dapat menangani seluruh kepentingan masyarakat, mulai dari penyediaan
modal, penyediaan sarana produksi, pengelolaan alat dan mesin pertanian,
pengolahan hasil, dan pemasaran produksi, serta mengembangkan usaha lainnya
(off farm dan non farm) sesuai dengan potensi dan perkembangan desa. BUMDes
merupakan lembaga ekonomi desa harus berperan mulai dari sektor hulu (upstream) sampai ke sector hilir (down-stream) dari aktivitas pengembangan usaha
perkebunan dan aktivitas ekonomi produktif lain yang dilakukan oleh masyarakat
sesuai dengan potensi lokal desa. Dengan demikian, BUMDes yang professional,
mandiri, dan memiliki jejaring kerja yang baik dengan berbagai pihak diharapkan
sebagai upaya konsolidasi kekuatan ekonomi pedesaan menuju desa mandiri dan
otonom. Pendirian dan pengembangan BUMDes sebagai upaya konsolidasi
perekonomiam pedesaan berorientasi pada kebutuhan dan potensi desa, dan
memprioritaskan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarkat seperti
pemenuhan pasokan barang pokok masyarakat, fasilitas pemenuhan hajat hidup
seperti sarana air bersih, sarana komunikasi, dan mobilitas agar masyarakat
memiliki aksesbilitas yang baik untuk interaksi dengan luar desa. Potensi desa
yang layak dikembangkan dan dikelola memalui BUMDes adalah sumberdaya
pedesaan yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan, usaha-usaha
masyarakat pedesaan yang secara parsial belum terakomodasi dan terkendala oleh
banyak hal seperti permodalan, pengolahan hasil (industri pedesaan), pemasaran,
dan lain- ain, serta usaha-usaha yang belum optimal dieskplorasi. Pendirian dan
pengembangan BUMDes di pedesaan dimaksudkan untuk memfasilitasi desa
menjadi desa otonom dan mandiri. Pembentukan BUMDes akan menjadi
instumen pembentukan dan peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa).
Pembentukan dan peningkatan PADesa akan menjadi modal pembentukan
kegiatan-kegatan pembangunan melalui prakarsa lokal (desa), sehingga secara
bertahap akan mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah daerah. Hal inilah yang dimaksud dengan pemberdayaan
yang berorientasi pada self sufficient dan kemandirian dengan tersedianya dana
pengelolaan dan pembiayaan pembangunan untuk desa tersebut. Apabila
pembangunan pedesaan dapat berjalan dengan baik, maka diharapkan berdampak
pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan. Dengan tersedianay
PADesa maka pemerintah desa akan memiliki kemampuan untuk merencanakan
dan melaksanakan pembangunan pedesaan untuk keluar dari kemiskinan karena
telah memiliki kemampuan untuk penyediaan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas
penting lainnya dengan tidak hanya menunggu pembangunan dari pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah. 1.2. Peranan BUMDes dalam
Perekonomian Desa Pendekatan pembangunan pedesaan selama ini terkesan
menjadikan desa sebagai obyek pembangunan, dan selalu diperlakukan dengan
model pembangunan dengan bantuan. Pola kebijakan yang sentralistik dan
seragam tidak sesuai dengan kebutuhan lokal dan mematikan konteks sosial yang
beragam. Konsep pembangunan melalui bantuan tidak memberdayakan, dan
sebaliknya malah menciptakan kultur ketergantungan atau kultur meminta dari
masyarakat pedesaan. Dasar pemikiran ini menuntut adanya upaya sistematis
untuk memberdayakan dan memandirikan desa. BUMDes dari aspek ekonomi
merupakan lembaga yang dapat diberdayakan menjadi basis kekuatan ekonomi
masyarakat pedesaan melalui konsolidasi kekuatan ekonomi pedesaan. BUMDes
sebagai lembaga ekonomi perdesaan merupakan bagian penting dari proses
pembangunan desa, namun diakui masih banyak titik lemah dalam rangka
mendukung penguatan ekonomi pedesaan. Oleh karena itu diperlukan upaya
sistematis dan berkelanjutan untuk mendorong organisasi pedesaan agar mampu
mengelola aset ekonomi strategis di pedesaan sekaligus mengembangkan jaringan
ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi perdesaan. BUMDes pada
dasarnya merupakan upaya konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga
ekonomi pedesaan. Hal-hal penting yan harus dilakukan dalam rangka penguatan
lembaga BUMDes sebagai basis kekuatan ekonomi pedesaan adalah: 1.
Peningkatan kapasitas dan pengembangan kemampuan masyarakat pedesaan, 2.
Mengintegrasikan produk-produk ekonomi di pedesaan agar memiliki posisi tawar
yang baik dalam jaringan pasar, 3. Mengelompokkan masyarakat dalam kelompok
usaha tertentu agar tercipta skala ekonomi, 4. Meningkatkan kapasitas
kelembagaan ekonomi desa dan lembaga desa, 5. Mengembangkan usahausaha
pedesaan melalui penyediaan permodalan dengan perkreditan mikro, 6. Menjaring
informasi pasar dan komunikasi pembinaan dengan pihak-pihak berwenang, dan
menjaring dukungan teknologi dan manajemen dengan pihak eksternal desa.
Dengan demikian, secara bertahap namun sistematis kekuatan ekonomi pedesaan
akan muncul dan menuju pada kemandirian. BUMDes sebagai lembaga ekonomi
milik desa akan dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan sumber
pendapatan asli desa (PADes), sehingga desa memiliki kemampuan melaksanakan
pembangunan melalui prakarsa lokal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan secara mandiri. Pendirian BUMDes bukan merupakan ide
baru dalam pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, mengamanatkan dalam Bab VII bagian kelima
agar Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa.
Operasionalisasi pelaksanaan pendirian BUMDes, pada PP 72 Tahun 2005
Tentang Desa pada Pasal 78, dijelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Sesuai dengan amanat UU 32 tahun 2004 pasal 206 bahwa urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan desa mencakup: a) urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan hak asal-usul desa, b) urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, c) tugas
pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota, dan d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan
perundang-perundangan diserahkan kepada desa. Bahkan dalam PP No. 72/2005
(turunan dari UU No. 32/2004) justru yang memperkenalkan perencanaan Desa,
tetapi konsep perencanaan Desa yang dikemukakan bukanlah perencanaan
otonom (self planning), melainkan perencanaan Desa sebagai bagian dari
perencanaan daerah. Dalam hal ini, Desa hanya menyampaikan usulan sebagai
bahagian perencanaan daerah, bukan berwenang mengambil keputusan secara
otonom untuk menyusun perencanaan Desa. Hal ini disebabkan oleh Desa tidak
memiliki pembiayaan untuk menyusun perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan secara otonom. Pengembangan bidang usaha yang akan
dilaksanakan BUMDes harus diarahkan pada pengembangan usaha-usaha yang
berfungsi untuk menfasilitasi dan memberdayakan usaha ekonomi yang
dikemnbagkan oleh masyarakat Desa, melindungi kepentingan umum,
menfasilitsi kegiatan pelayanan publik Desa. Beberapa contoh bidang usaha yang
apat dilaksanakan oleh BUMDes adalah penyediaan input dan alat oduksi, layanan
keuangan (micro finance), layanan jasa sewa alat dan esin pertanian, pemasaran
hasil pertanian, industri pedesaan, mengelola ampah dan pasar Desa sebagai
kelanjutan dari pelayanan sosial di Desa. engembangan bidang usaha yang
demikian akan menjadikan BUMDes ebagai kekuatan ekonomi baru pedesaan
yang dapat menjamin esejahteraan masyarakat pedesaan. Peranan BUMDes dalam
penyelanggaraan pemerintahan berfungsiuntuk menstimuli, menfasilitasi dan
melindungi dan memberdayakan esejahteraan ekonomi masyarakat pedesaan.
BUMDes dibentuk dengan kepentingan untuk mendukung kegiatan ekonomi
pedesaan yang menjadi hajat hidup orang banyak di Desa. BUMDes merupakan
usaha milik Desa yang dikelola secara otonom oleh warga Desa, dimana
keuntungan usaha BUMDes sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan dialokasikan di bidang pelayanan Desa dan mendukung
perkembangan BUMDes. Dengan demikian pengembangan BUMDes harus
mendukung usaha ekonomi masyarakat Desa. 1.3. Pengertian BUMDes Badan
Usaha Milik Desa atau disingkat dengan BUMDes adalah kegiatan ekonomi yang
dimiliki oleh pemerintahan Desa yang dikelola oleh warga masyarakat. BUMDes
dimaksudkan untuk mengelola usaha usaha di pedesaan untuk menfasilitasi dan
memberdayakan usaha ekonomi yang dikemnbagkan oleh warga Desa,
melindungi kepentingan umum, dan menfasilitsi kegiatan pelayanan publik Desa.
BUMDes sebagai lembaga ekonomi perdesaan merupakan bagian penting dari
proses pembangunan desa melalui penguatan ekonomi perdesaan. BUMDes pada
dasarnya merupakan upaya konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga
ekonomi pedesaan. Sebagai lembaga ekonomi milik desa akan dapat memberikan
sumbangan bagi peningkatan sumber Pendapatan Asli Desa (PADes), sehingga
desa memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat pedesaan secara mandiri (prakarsa desa). BUMDes
merupakan instrumen pendayagunaan potensi ekonomi lokal untuk peningkatan
kesejahteran ekonomi masyarakat pedesaan melalui pengembangan usaha
ekonomi (Pendorong Pembangunan Ekonomi Pedesaan) dan mendukung
kemampuan pemerintahan desa dalam melaksanakan tugas pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara optimal (Pemandirian
Pemerintahan Desa dan Desa). UU No. 32 tahun 2004 pada pasal 213 ayat 1,
menjelaskan bahwa Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan
kebutuhandan potensi desa. Kemudian Pasal 78 ayat 1, PP 72 tahun 2005
menegaskan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa,
Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi Desa. Berdasarkan pengertian dan ketentuan hukum yang
berlaku, maka keberadaan BUMDes di Desa berbeda dengan lembaga ekonomi
lainnya (seperti koperasi) karena BUMDes merupakan lembaga ekonomi milik
desa yang harus memberikan kontrbusi terhadap seluruh aspek pembangunan desa
sesuai dengan kebutuhan desa dan masyarakat desa melalui PADes. Oleh sebab
itu, setiap desa boleh mendirikan BUMDes sesuai dengan potensi setiap desa.
Namun tidak menutup kemungkinan pendirian BUMDes dilakukan melalui
kerjasama antar desa. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pendirian
BUMDes bukan menjadi alat rente bagi penyelenggara pemerintahan Desa, tetapi
menjadi alat penting bagi Desa untuk melindungi dan memberdayakan
masyarakat, menjadi arena bagi warga Desa untuk bekerjasama membangun
ekonomi wilayah, dan tidak menjebakkan diri pada berbagai bentuk kerjasama
dengan pihak luar yang justru mengancam ekonomi Desa, khususnya lapisan
bawah. Oleh sebab itu, pendirian BUMDes melalui kerjasama antar desa
dimaksudkan untuk mengkonsolidasi kekuatan ekonomi masyarakat desa dengan
potensi yang sama atau saling mendukung (integrated) agar tercipta skala
ekonomi yang dapat mendorong kerjasama yang lebih kuat dengan pihak-pihak
luar desa. Pandangan ini lebih ditujukan untuk pengembangan ekonomi wilayah
yang dapat menjadi kekuatan ekonomi berbasis masyarakat yang dapat
mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah. Konsep-konsep ini
tentunya menjadi pemikiran bagi pemerintah kabupaten dan pemerintah desa dan
masyarakat dalam pendirian BUMDes. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
kelembagaan BUMDes yang mengedepankan kepentingan masyarakat dan desa
dapat didirikan dalam dua bentuk berdasarkan cakupan wilayah kerjanya, yaitu: 1.
BUMDes didirikan di setiap desa, dimana kepemilikan modalnya sebahagian
besar (minimal 51%) dimiliki oleh desa itu sendiri dan wilayah kerjanya pada
desa itu sendiri, dan pengaturan pengelolaan diatur oleh desa itu sendiri. 2.
BUMDes didirikan melalui kerjasama antar desa atau disebut dengan BUMDes
Kawasan, dimana sebahagian besar kepemilikan modalnya dimiliki oleh lebih dari
1 (satu) desa dan wilayah kerjanya meliputi desa-desa yang menjadi pemilik
modal, dan pengaturan pengelolaan diatur oleh desa pemilik modal. Beberapa hal
yang menjadi ciri khas BUMDes dan menjadi perbedaannya dengan lembaga
ekonomi lain di pedesaan adalah: a. Didirikan berdasarkan kebutuhan masyarakat
dan untuk melindungi kepentingan pengembangan ekonomi masyarakat, b.
Berfungsi untuk menstimulasi, menfasilitasi, melindungi dan memberdayakan
kesejahteraan ekonomi masyarakat, serta mendukung kegiatan ekonomi pedesaan
yang menjadi hajat hidup orang banyak, c. Dibentuk melalui proses pengambilan
keputusan antar pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan
wakil-wakil warga masyarakat desa, d. Merupakan usaha milik Desa yang
dikelola secara otonom oleh warga Desa, e. Sebahagian besar modalnya dimiliki
oleh desa, dan sebahagian kecil dapat dimiliki oleh masyarakat, atau lembaga
ekonomi lain di desa, f. Keuntungan usaha BUMDes sebesar-besarnya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dialokasikan dibidang pelayanan
Desa dan mendukung perkembangan BUMDes. 1.4. Tujuan Pendirian BUMDes
Pengembangan kawasan dan pembangunan Desa dengan memanfaatkan
sumberdaya alam sangat dibutuhkan untuk mendukung kesejahetaraan masyarakat
pedesaan. Pengembangan kawasan harus melibatkan partisipasi masyarakat serta
memperhatikan aspek keberlanjutan ekologis dan proteksi terhadap masyarakat.
Tujuan-tujuan pengembangan ekonomi kawasan dilandasi pemahaman bahwa
partisipasi (akses, voice dan kontrol) merupakan prinsip dasar yang mampu
membuka ruang negosiasi bagi Desa dan tercermin dalam kebijakan
pembangunan. Untuk mendorong pengelolaan ekonomi pedesaan, maka BUMDes
merupakan lembaga ekonomi pedesaan yang memberikan ruang partisipasi bagi
seluruh masyarakat. Untuk itu, pendirian BUMDes bertujuan: (1) Tujuan umum
pembentukan BUMDes adalah mengkoordinir kegiatan usaha-usaha di desa untuk
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Desa. (2) Tujuan
khusus pembentukan BUMDes adalah : a. Memantapkan kelembagaan
perekonomian desa; b. Menciptakan kesempatan berusaha; c. Mendorong peran
pemerintahan desa dalam menanggulangi kemiskinan; d. Meningkatkan
pendapatan asli desa; e. Mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat desa;
f. Memberikan kesempatan usaha; dan g. Memberikan kesempatan usaha dan
membuka lapangan kerja Pemahaman desa dengan prinsip dasar mengenai
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan
masyarakat, maka dorongan, memotivasi, menciptakan akses agar masyarakat
lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan, maka perlu upaya dan usaha
sistematis untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat desa dengan meningkatkan
pendapatan desa. Partisipasi dan perberdayaan masyarakat, pedesaan sangat
diperlukan dalam mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai
kebutuhan dan potensi desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BUMDes sebagai lembaga
ekonomi desa yang dmiliki oleh desa dan masyarakat desa harus dijadikan sarana
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui usaha yang berorientasi
keuntungan. Agar BUMDes tidak dikuasai oleh individu-individu di pedesaan
yang mempunyai modal untuk memperkaya diri, maka peran Pemerintah Desa
menjadi sangat penting dalam melakukan regulasi dalam pengelolaan BUMDes.
Pemerintah Desa harus menjadi pelindung dan pelayan masyarakat harus
mengarahkan pengelolaan BUMDes yang mengedepankan praktek-praktek
berusaha yang berakar nilai-nilai dan norma-dorma yang dihormati oleh
masyarakat di pedesaan. BAB II LANDASAN HUKUM Pendirian BUMDes
sebagai lembaga ekonomi milik desa telah diatur dalam ketentuan hukum yang
berlaku, yaitu: a. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu pada
Pasal 213 yang berbunyi : 1. Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa
sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa 2. Badan usaha milik desa sebagimana
yang disebutkan pada ayat 3. berpedoman pada peraturan perundang-undangan 4.
Badan usaha milik desa sebagimana yang disebutkan pada ayat (1) dapat
melakukan pinjaman sesuai peraturan perundangundangan . b. PP No.72 Tahun
2005 tentang Desa, Pasl 78 – 81 yaitu : Pasal 78 : 1. Dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat dan Desa,Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan
Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. 2. Pernbentukan
Badan Usaha Milik Desa sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundangundangan. 3. Bentuk Badan
Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Pasal 79 : 1. Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat
(1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa. 2. Permodalan Badan
Usaha Milik Desa dapat berasal dari : a. Pemerintah Desa; b. tabungan
masyarakat; c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota; d. pinjaman; dan/atau e. penyertaan modal pihak lain atau kerja
sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. 3. Kepengurusan Badan Usaha
Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat. Pasal 80 : 1. Badan
Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundangundangan. 2. Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
mendapat persetujuan BPD. Pasal 81 : 1. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata
Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat : a. bentuk
badan hukum; b. kepengurusan; c. hak dan kewajiban; d. permodalan; e. bagi hasil
usaha; f. kerjasama dengan pihak ketiga; g. mekanisme pengelolaan dan
pertanggungjawaban; c. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, pasal 19 huruf h, yang
menyebutkan bahwa: .Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa
melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) d. Peraturan Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir Nomor : 09 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembentukan Badan
Usaha Milik Desa (Bumdes) Di Kabupaten Indragiri Hilir BAB III TATA CARA
PENDIRIAN 3.1. Prinsip Pendirian BUMDes Pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan harus difokuskan pada pengembangan lembaga ekonomi
desa yang dibentuk yaitu BUMDes. Keberadaan BUMDes merupakan intervensi
kelembagaan ekonomi yang menyatu dengan masyarakat pedesaan. BUMDes
harus dijadikan sebagai lembaga ekonomi yang mandiri untuk menunjang seluruh
aktivitas pengembangan ekonomi produktif di pedesaan. BUMDes bukan milik
sekelompok masyarakat, tetapi merupakan milik desa yang dikelola oleh
masyarakat pedesaan secara professional dan mandiri agar memberikan manfaat
bagi seluruh peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Oleh sebab itu,
pendirian BUMDes harus memperhatikan prinsip-prinsip: a. Berbasis Lokal
Pendirian BUMDes harus disesuaikan dengan potensi, kapasitas, dan kebutuhan
masyarakat desa. Bidang usaha yang akan dilakukan harus didasarkan pada daya
dukung lokal desa, baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam, teknologi,
permodalan, pasar dan akses informasi. Usaha-usaha yang dilakukan juga harus
didasarkan pada kebutuhan aktivitas ekonomi masyarakat dan permasalahan yang
dihadapi masyarakat pedesaan, untuk menjamin peningkatan kualitas hidup
seluruh warga desa. b. Pemberdayaan Prinsip pemberdayaan harus dikedepankan
dalam pengembangan BUMDes, yang menempatkan masyarakat sebagai kekuatan
anggota masyarakat secara keseluruhan yang disebut tujuan kolektif dalam
pembangunan ekonomi. Pendirian dan pengembangan BUMDes yang
mengedepankan pemberdayaan masyarakat agar BUMDes tersebut ditunjang oleh
sturktur sosial yang tidak berpengaruh negatif terhadap kekuasaan (powerful).
Pentingnya pemberdayaan agar seluruh masyarakat dapat berpartisipasi lebih
efektif dalam pengembangan BUMDes, untuk menciptakan kekuatan ekonomi
masyarakat dan desa yang kokoh. Prinsip pemberdayaan dalam pendirian dan
pengembangan BUMDes juga dimaksudkan sebagai proses pengambilan
keputusan oleh orang-orang yang secara konsekwen melaksanakan keputusan
tersebut, sehingga BUMDes menjadi lembaga ekonomi yang mandiri dan
profesional melalui usaha masyarakat dan pemerintah desa dengan akumulasi
pengetahuan, keterampilan dan sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan tanpa
bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal, terutama pemerintah. c.
Partisipasi Pembentukan dan pendirian BUMDes harus dilakukan secara
partisipatif dan inisiatif masyarakat desa. Hal ini menjadi penting karena
BUMDes harus menjadi stimulasi bagi pengembangan ekonomi masyarakat
pedesaan dan harus memberikan dampak pada peningkatan pelayanan publik bagi
seluruh masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan lebih mengetahui secara pasti
dan terinci tentang semua potensi dan sumberdaya desa. Pelibatan secara aktif
seluruh masyarakat pedesaan dalam pendirian dan pelaksanaan BUMDes menjadi
penting untuk menggalang partisipasi seluruh masyarakat dalam pembangunan
desa. Pentingnya partisipasi karena potensi dan sumberdaya yang dikembangkan
oleh BUMDes berasal dari seluruh komponen masyarakat. Partisipasi seluruh
masyarakat akan menjadi kekuatan besar untuk membangun perekonomian desa
secara berkesinambungan. a. Berpihak pada Masyarakat BUMDes yang didiirikan
dan dikelola harus memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi masyarakat
pedesaan, dan bermanfaat bagi seluruh proses pembangunan pedesaan dan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, dan memberikan
perhatian khusus kepada kelompok masyarakat miskin. Keuntungan BUMDes
harus diarahkan pada pembangunan yang melayani seluruh kehidupan masyarakat
pedesaan, termasuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan
pembangunan pedesaan lainnya. BUMDes yang didirikan bukan sebagai saingan
atau mematikan usaha masyarakat yang sudah ada, namun harus menjadi lembaga
ekonomi desa yang mampu memperkuat dan mendukung aktivitas ekonomi
masyarakat pedesaan. b. Demokrasi Pendirian dan pengembangan BUMDes harus
menerapkan prinsip demokratisasi dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang
dimasyarakat. Demokrasi seharusnya menjiwai pendirian dan pengelolaan
BUMDes, agar dapat melayani kepentingan masyarakat pedesaan. Dengan
semangat demokrasi, maka segala aktivitas BUMDes harus disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat, dan pengambilan keputusannya melibatkan masyarakat
secara aktif. Dengan demikian BUMDes akan menjadi lembaga ekonomi
pedesaan yang memiliki semangat melayani, menghormati setiap orang,
menjunjung kejujuran dan harga diri, menghargai kontribusi setiap orang,
mengutamakan kepentingan umum, dan tidak diskriminatif. c. Akuntabel
BUMDes yang didirikan dan dikelola secara dengan taransparansi dan akuntabel.
Proses dan tahapan kegiatan yang dilakukan BUMDes dapat
dipertanggungjawabkan dengan benar, baik pada pemerintah desa maupun pada
masyarakat. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala
informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan
dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara
moral, teknis, legal maupun administratif. d. Keberagaman Pendirian dan
pengembangan BUMDes pada dasarnya dimaksudkan untuk mengembangkan
potensi perekonomian di wilayah perdesaan guna mendorong kemampuan
ekonomi masyarakat desa secara keseluruhan. Dengan demikian, BUMDes
berperan mengembangkan ekonomi produktif pedesaan yang mampu membuka
lapangan kerja dalam rangka mengatasi pengangguran, untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kebergaman potensi dan sumberdaya desa
(sumberdaya alam dan sumberdaya manusia) mengimplikasikan bahwa pendirian
BUMDes juga beragam sesuai dengan potensi dan sumberdaya desa tersebut.
Keberagaman BUMDes ini dapat dalam hal bidang usaha, organisasi, sumber
permodalan, dan lain-lain yang berkaitan. Selain prinsip-prinsip diatas, maka
pendirian dan pengelolaan BUMDes juga harus mengedepankan norma dan
kearipan lokal yang berlaku secara lokal di pedesaan. Pengelolaan BUMDes harus
dilandasi oleh prinsip keanggotaan bagi seluruh masyarakat desa dan saling
membantu. Hal ini menjadi penting untuk mencegah timbulnya penciptaan
BUMDes sebagai lembaga rente pedesaan, dan mencegah penguasaan oleh
sekelompok tertentu terhadap aktivitas ekonomi pedesaan. Pendirian BUMDes
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa. Melalui BUMDes dapat
mengatur sirkulasi moneter (peredaran uang) di desa, dan bahkan menarik dana ke
desa. Peredaran uang yang semakin besar di desa akan mendorong kondisi
perekonomian desa yang lebih dinamis. Dengan demikian, maka kehidupan
masyarakat desa akan semakin baik sebagai efek ganda dari perkembangan
perekonomian desa. Pendirian BUMDes yang dilatarbelakangi oleh permasalahan
pokok usaha masyarakat pedesaan, dimana selama ini menjadi permasalahan
usaha di masyarakat pedesaan adalah kepastian pasar. Masalah ini berawal dari
masih lemahnya jaringan pasar yang ada dan pada gilirannya produksi yang
dihasilkan masyarakat sebagian besar dikuasai para tengkolak (broker). Kondisi
seperti ini tidak bisa dibiarkan terus menerus dan perlu adanya upaya merubah
jaringan pasar secara bertahap sejalan dengan adanya penguatan kelembagaan dan
penguatan permodalan. Jejaring pemasaran yang perlu dibentuk dan dikuatkan
adalah jejaring pasar input (sektor hulu) dan jejaring pemasaran produk yang
dihasilkan oleh masyarakat (sektor hilir). Secara grafis bentuk jejaring ekonomi
yang dikoordinir oleh BUMDes adalah: 3.2. Tata Nilai Pendirian BUMDes Tata
nilai pendirian BUMDes menjadi hal penting untuk menjamin terselenggaranya
tujuan pendirian BUMDes sebagai lembaga ekonomi yang mampu mengayomi
seluruh aktivitas ekonomi masyarakat secara professional dan mandiri. Tata nilai
yang harus diperhatikan dalam pendirian BUMDes adalah: 1. Clean (Bersih)
BUMDes yang didirikan harus dikelola secara professional dan mandiri,
menghindari benturan kepentingan antar kelompok masyarakat, menjunjung
tinggi kepercayaan dan integritas, dan berpedoman pada asas-asas tata kelola
perusahaan yang baik. 2. Competitive (Kompetitif) BUMDes sebagai perusahaan
desa harus mampu berkompetisi dalam skala daerah (regional) pada tingkat
kabupaten dan provinsi, bahkan nasional, harus mampu mendorong pertumbuhan
perekonomian masyarakat desa melalui aktivitas ekonomi produktif yang
mendukung dan terintegrasi dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa,
membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja. 3. Confident (Percaya
Diri) Pengelolaan BUMDes harus diyakinkan untuk mendorong dan memperkuat
perkembangan ekonomi masyarakat pedesaan untuk mendukung pembangunan
ekonomi desa, pembangunan desa, dan menjadi pelopor pembangunan ekonomi
masyarakat yang mandiri menuju perwujudan otonomi desa dan kemandirian
masyarakat desa, dalam rangka mendukung percepatan pembangunan daerah dan
nasional. 4. Commnunity Focused (Fokus pada Masyarakat) Pengembangan usaha
BUMDes harus diorientasikan pada kepentingan masyarakat, dan berkomitmen
untuk memberikan kontibusi pada pembangunan desa untuk meningkatkan
pelayanan publik dan mendorong kemandirian ekonomi dan pembangunan desa.
5. Commercial (Komersial) Pengembangan usaha BUMDes harus menciptakan
nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip bisnis yang sehat, dengan tujuan memperoleh keuntungan. 6.
Capable (Berkemampuan) BUMDes harus dikelola oleh orang-orang dan pekerja
yang professional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis, berkomitmen
dalam membangun kemampuan untuk mendukung pengelolaan dan
pengembangan usaha BUMDes. 3.3. Tahapan Pendirian BUMDes Pendirian
BUMDes harus dilakukan melalui inisiatif desa yang dirumuskan secara
partisipatif oleh seluruh komponen masyarakat desa. Pendirian BUMDes juga
dimungkin atas inisiatif Pemerintah Kabupaten sebagai bentuk intervensi
pembangunan pedesaan untuk mendukung pembangunan daerah. Pendirian
BUMDes sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan insiatif desa harus melalui
tahapan berikut: Tahap I : Membangun kesepakan antar masyarakat desa dan
pemerintah desa untuk pendirian BUMDes yang dilakukan melalui musyawarah
desa atau rembug desa, dengan merumuskan hal-hal berikut: a. Nama, kedudukan,
dan wilayah kerja BUMDes, b. Maksud dan tujuan pendirian BUMDes, c. Bentuk
badan hukum BUMDes, d. Sumber permodalan BUMDes, e. Unit-Unit usaha
BUMDes, f. Organisasi BUMDes, g. Pengawasan BUMDes, h.
Pertanggungjawaban BUMDes, i. Jika dipandang perlu membetuk Panitia Ad-hoc
perumusan Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes. Tahap II Pengaturan
keorganisasian BUMDes yang mengacu kepada rumusan Musyawarah Desa pada
Tahap I oleh Penitia Ad-hoc, dengan menyusun dan pengajuan pengesahan
terhadap hal-hal berikut: a. Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes yang
mengacu pada Peraturan Daerah dan ketentuan hukum lainnya yang berlaku, b.
Pengesahan Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes, c. Aanggaran Dasar
BUMDes, d. Struktur Organisasi dan aturan kelembagaan BUMDes, e. Tugas dan
fungsi pengelola BUMDes, f. Aturan kerjasama dengan pihak lain, g. Rencana
usaha dan pengembangan usaha BUMDes, Tahap III : Pengembangan dan
Pengelolaan BUMDes, dengan aktivitas: a. Merumuskan dan menetapkan sistem
penggajian dan pengupahan pengelola BUMDes, b. Pemilihan pengurus dan
pengelola BUMDes, c. Menyusun sistem informasi pengelolaan BUMDes, d.
Menyusun sistem administrasi dan pembukuan BUMDes, e. Penyusunan rencana
kerja BUMDes. 3.4. Permodalan BUMDes Pasal 79 ayat 2 Peraturan Pemerintah
No. 72 tahun 2005, menjelaskan bahwa permodalan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) dapat berasal dari : a. Pemerintah Desa, b. Tabungan masyarakat, c.
Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, d.
Pinjaman, dan/atau e. Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas
dasar saling menguntungkan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk pendirian dan
pengembangan BUMDes dapat memperoleh modal dari berbagai sumber yaitu: 1.
Modal yang berasal dari kekayaan dan aset desa yang dipisahkan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta dari Lembaga Keuangan yang ada
di desa dan sudah diserahkan kepada BUMDes. 2. Modal yang bersumber dari
bantuan pemerintah, pemerintah daerah, dan pemerintah desa melalui APBDes,
serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Aset atau dana yang ada di desa namun merupakan
pembiayaan program yang digulirkan kepada masyarakat dapat dijadikan modal
BUMDes dengan terlebih dahulu dipindahbukukan sebagai aset desa, dan dicatat
sebagai penyertaan modal dari desa saat pendirian BUMDes. 3. Modal yang
bersumber dari penyertaan modal pihak ketiga yang hakhak kepemilikannya
diatur dalam Anggaran Dasar BUMDes. 4. Modal yang bersumber dari pinjaman
melalui lembaga keuangan, perbankan atau lainnya dengan persetujuan BPD yang
pengaturan pinjamannya dilakukan atas nama pemerintah Desa dan diatur dalam
Peraturan Desa. BAB IV KELEMBAGAAN BUMDes 4.1. Struktur Organisasi
BUMDes BUMDes merupakan sebuah organisasi, maka diperlukan adanya
struktur organisasi yang menggambarkan bidang pekerjaan apa saja yang harus
tercakup di dalam organisasi tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi,
konsultatif, dan pertanggunganjawab) antar personil atau pengelola BUMDes.
Pengorganisasian adalah cara pengaturan pekerjaan dan pembagiannya diantara
pengelola organisasi agar tujuan BUMDes dicapai secara efisien dan efektif.
Setiap organisasi mempunyai tujuan yang hendak dicapainya yaitu pertumbuhan
dan keberlanjutan dengan memanfaatkan atau mengelola sumberdaya yang ada.
Untuk itu perlu suatu sistem agar seluruh aktivitas organiasasi tearah untuk
mencapai tujuan tersebut. Sistem pengendalian manajemen menjadi penting yang
tergambar dari struktur organisasi tersebut. Berikut struktur organisasi BUMDes
yang dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Gambar 2. Struktur Organisasi
BUMDes 4.2. Tata Kelola BUMDes Sesuai dengan struktur organisasi tersebut,
maka tata kelola BUMDes dijelaskan sebagai berikut: 1. Kepala Desa Kepala
Desa sebagai kepala pemerintahan desa merupakan penanggung jawab atas
seluruh aktivitas yang terjadi di desa. Oleh sebab itu, Kepala Desa menjadi
penanggung jawab atas perkembangan dan keberlangsungan BUMDes yang
didirikan. 2. Badan Pengawas Fungsi Badan Pengawas adalah melakukan
pengawasan dan unsurpenyeimbang (check and balance) untuk mendorong
tercapainya efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pengembangan usaha
BUMDes yang dilakukan oleh Direktur. Mengingat BUMDes sebagai lembaga
ekonomi yang didirikan untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat
pedesaan dan meningkatkan kemandirian desa dalam pembangunan, maka
pelaksanaan tugas pengawasan adalah sangat penting. Oleh karena itu Badan
Pengawas wajib memahami dan melaksanakan tugas pengawasan yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan serta Anggaran Dasar dengan
sebaik mungkin. Badan Pengawas adalah organ BUMDes yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum atau khusus dan bertugas mengawasi
kebijaksanaan Direktur dalam menjalankan organisasi BUMDes serta memberi
nasihat kepada Direktur dan pengelola lainnya. Badan Pengawas berwenang
melakukan pengawasan terhadap pengurusan BUMDes, pengawasan kepada
Direktur dan pengelola lainnya yang terdapat dalam susunan organisasi serta
bertanggung jawab kepada musyawarah umum BUMDes dan musyawarah desa.
Secara umum tugas pokok Badan Pengawas adalah: a. Melakukan pengawasan
secara umum dan secara khusus terhadap pengelolaan BUMDes. b. Memberikan
nasihat kepada Direktur dan Pengelola lainnya sesuai dengan struktur organisasi
dalam melakukan pengelolaan BUMDes. 2.a. Keanggotaan Badan Pengawas
Kenggotaan dan komposisi Badan Pengawas adalah sebagai berikut: 1. Badan
Pengawas terdiri atas sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan tidak melebihi
jumlah Pengelola BUMDes (sesuai kesepakatan dalam struktur organisasi),
seorang di antaranya diangkat sebagai Koordinator Pengawas. 2. Komposisi
keanggotaan Badan Pengawas BUMDes terdiri dari Kepala Desa (ex-officio),
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (ex-officio), dan Kepala Bidang Usaha
Ekonomi Desa atau sebutan lain, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
(BPMD) atau sebutan lain di Kabupaten (ex-officio), dan anggota Badan
Pengawas BUMDes yang dipilih dari masyarakat desa. 3. Anggota Badan
Pengawas yang berasal dari kalangan di luar Pemerintahan Desa dan Pemerintah
Daerah, dipilih dalam musyawarah desa dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Tidak menjabat sebagai Direktur atau Pengelola perusahaan daerah, b. Tidak
bekerja pada dinas/lembaga atau badan lainnya di lingkungan Pemerintahan Desa
dan Daerah, c. Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun
tidak langsung dengan BUMDes atau perusahaan lain yang menyediakan jasa dan
produk kepada BUMDes dan afiliasinya, d. Bebas dari benturan kepentingan dan
aktivitas bisnis atau hubungan lain yang dapat menghalangi atau mengganggu
kemampuan Badan Pengawas yang bersangkutan untuk bertindak atau berpikir
secara bebas di lingkup BUMDes. Keberadaan Badan Pengawas dari kalangan di
luar Pemerintahan Desa dan Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk dapat
mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih objektif dan
menempatkan kewajaran (fairness) dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan
termasuk kepentingan masyarakat, pemodal (pemegang saham) minoritas, dan
stakeholders lainnya. 2.b. Tugas, Tanggung Jawab dan Kewajiban Badan
Pengawas 1. Tugas-Tugas Badan Pengawas: a. Mengawasi dan memberikan
nasihat kepada Direktur dan Pengelola BUMDes dalam menjalankan kegiatan
BUMDes, b. Mengawasi pelaksanaan Rencana Pengembangan Jangka Panjang
BUMDes serta Rencana Kerja Tahunan danAnggaran Tahunan BUMDes, c.
Memantau dan mengevaluasi kinerja Direktur dan Pengelola BUMDes, d.
Mengkaji pembangunan penyebaran informasi dan transparansi pengelolaan
BUMDes, e. Mengawasi pelaksanaan manajemen risiko, f. Mengawasi efektivitas
penerapan good corporate governance (GCG), g. Memantau kepatuhan BUMDes
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk PERDA dan
PERDES. 2.c. Tanggung Jawab Badan Pengawas: a. Mengusulkan Auditor
Eksternal jika dibutuhkan untuk disahkan dalam Rapat Umum BUMDes dan
memantau pelaksanaan penugasan Auditor Eksternal, b. Menyusun pembagian
tugas di antara anggota Badan Pengawas sesuai dengan keahlian dan pengalaman
masing-masing anggota Badan Pengawas, c. Menyusun program kerja dan target
kinerja Badan Pengawas tiap tahun serta mekanisme review terhadap kinerja
Badan Pengawas, d. Menyusun mekanisme penyampaian informasi dari Badan
Pengawas kepada stakeholders, e. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
Badan Pengawas kepada Rapat Umum BUMDes, 2.c. Kewajiban Badan
Pengawas: a. Memberikan pendapat dan saran secara tertulis kepada Rapan
Umum BUMDes mengenai Rencana Jangka Panjang BUMDes dan Rencana
Kerja dan Anggaran BUMDes yang diusulkan Direktur dan Pengelola, b.
Memberikan pendapat kepada Rapat Umum BUMDes mengenai masalah strategis
atau yang dianggap penting, termasuk pendapat mengenai kelayakan visi dan misi
BUMDes, c. Meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan yang
disiapkan Direktur dan Pengelola, d. Menandatangani Rencana Pengembangan
Jangka Panjang BUMDes dan laporan tahunan, e. Melaporkan dengan segera
kepada Rapat Umum BUMDes tentang terjadinya gejala menurunnya kinerja
BUMDes, 3. Direktur dan Manager Integritas dan kompetensi Direktur dan
Manager BUMDes disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang
dikelola BUMDes, sesuai denga perkembangan usaha yang dilakukan. Ketentuan,
tugas dan tanggung jawab Direktur dijelaskan sebagai berikut : 3.a. Kualifikasi
Direktur dan Manager Direktur dan Manager BUMDes yang dapat diangkat
adalah orang-orang yang memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Memiliki keahlian,
integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, dan perilaku yang baik serta
dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan BUMDes, 2. Tidak pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya, 3. Tidak diperkenankan
memiliki hubungan keluarga sedarah menurut garis lurus maupun garis ke
samping atau hubungan semenda (menantu/ipar) dengan anggota Badan Pengawas
dan Pengelola BUMDes lainnya, 4. Tidak mewakili kepentingan partai politik
tertentu dan tidak memihak golongan atau kelompok masyarakat tertentu, 5.
Memiliki Pendidikan minimal Sarjana (S1) atau dibawahnya tetapi memiliki
kualifikasi yang meyakinkan untuk menjalankan tugas-tugas Direktur dan
Manager, 6. Umur masih produktif dan memiliki kecakapan untuk mengelola
BUMDes. 3.b. Tugas, Tanggung Jawab, dan Kewajiban Direktur dan Manager 1.
Tugas Direktur dan Manager: a. Memimpin dan mengurus BUMDes sesuai
dengan kepentingan dan tujuan BUMDes, b. Menguasai, memelihara, dan
mengurus kekayaan BUMDes, c. Memastikan seluruh aktivitas yang direncanakan
berjalan dengan baik dan tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat. 2.
Tanggung Jawab Direktur dan Manager: a. Mewujudkan pelaksanaan Rencana
Pengembangan Jangka Panjang BUMDes dan Rencana Tahunan BUMDes,
termasuk pencapaian target keuangan dan non keuangan, b. Melaksanakan
manajemen risiko, c. Membangun dan mengembangkan sistem informasi yang
transparan kepada seluruh masyarakat desa, d. Menindaklanjuti saran dan
kebutuhan pengembangan sesuai dengan perkembangan aktivitas ekonomi
masyarakat serta melaporkannya kepada Badan Pengawas, e. Melaporkan
informasi-informasi yang relevan kepada Badan Pengawas, antara lain mengenai
f. suksesi/mutasi/promosi pengelola, program pengembangan SDM, dan program
pengembangan usaha, g. Menyelenggarakan Rapat Umum BUMDes dan
membuat risalah Rapat Umum BUMDes, h. Memperhatikan kepentingan
masyarakat dan stakeholders sesuai dengan nilai-nilai etika dan peraturan
perundangundangan dan ketentuan lain yang berlaku. 3. Kewajiban Direktur dan
Manager: a. Menyiapkan Rencana Pengembangan Jangka Panjang BUMDes,
yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan BUMDes
yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, menandatanganinya
bersama dengan Badan Pengawas, dan menyampaikannya kepada Rapat Umum
BUMDes untuk mendapat
DRAF PETUNJUK TEKNIS PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA
(BUMDes) PROGRAM PEMBERDAYAAN DESA BADAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN DESA TAHUN 2010 DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAPTAR ISTILAH I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2. Peranan BUMDes dalam Perekonomian Desa 1.3.
Pengertian BUMDes 1.4. Tujuan Pendirian BUMDes II. LANDASAN HUKUM
III. TATA CARA PENDIRIAN BUMDes 3.1. Prinsip Pendirian BUMDes 3.2.
Tata Nilai Pendirian BUMDes 3.3. Tahapan Pendirian BUMDes 3.4. Permodalan
BUMDes IV. KELEMBAGAAN BUMDes 4.1. Struktur Organisasi BUMDes 4.2.
Tata Kelola BUMDes 4.3. Proses Tata Kelola (Good Corporate Governance)
BUMDes 4.4. Rencana Pengembangan BUMDes 4.5. Rekrutmen dan
Pemberhentian Pengelola BUMDes 4.6. Rapat-Rapat BUMDes V
PENGEMBANGAN USAHA BUMDes 5.1. Perencanaan Usaha BUMDes 5.2.
Proses Penyusunan Perencanaan Usaha BUMDes 5.3. Pengembangan Usaha
BUMDes DAFTAR ISTILAH 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi
Riau, 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah, 3. Bupati adalah Bupati di Provinsi Riau, 4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten di Provinsi Riau, 5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai
Perangkat Daerah Kabupaten di Provinsi Riau, 6. Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, 7. .Pemerintah Desa adalah Kepala Desa
dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, 8. Badan
Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, 9.
Dana perimbangan adalah pengertian sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, 10. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan
oleh Pemerintah Kabupaten untuk desa yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten, 11.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APB Des
adalah adalah keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Desa,
12. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh BPD
bersama Kepala Desa, 13. Keputusan Kepala Desa adalah pelaksanaan Peraturan
Desa, 14. Badan Usaha Milik Desa ( BUMDes ) adalah suatu Lembaga / Badan
Perekonomian desa yang dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Desa, dikelola
secara ekonomis, mandiri dan professional dengan modal seluruhnya atau
sebagian besar merupakan kekayaan desa yang dipisahkan dan ditetapkan dalam
Peraturan Desa, 15. Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDes, 16. Keuangan Desa
adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut, 17.
Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan
pengawasan keuangan desa. 18. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Desa adalah Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa, 19. Pelaksana Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat
desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan
desa, 20. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk
menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan
mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
21. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang selanjutnya disebut
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah
masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
periode 1 (satu) tahun. 22. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang
selanjutnya disingkat RPJMDes adalah dokumen perencanaan desa untuk periode
5 (lima) tahun. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu misi
pemerintah adalah membangun daerah pedesaan yang dapat dicapai melalui
pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan
keanekaragaman usaha pedesaan, ketersediaan sarana dan fasilitas untuk
mendukung ekonomi pedesaan, membangun dan memperkuat institusi yang
mendukung rantai produksi dan pemasaran, serta mengoptimalkan sumber daya
alam sebagai dasar pertumbuhan ekonomi pedesaan. Sebagai akibat dari misi
diatas, pemerintah juga merubah fungsinya dari penyedia menjadi fasilitator,
regulator dan koordinator untuk pemberdayaan masyarakat. Tujuannya, adalah
untuk memberi peluang bagi kemampuan daerah dan pedesaan sebagai tulang
punggung ekonomi regional dan nasional. Ini akan menjamin penyelenggaraan
pemerintahan yang baik untuk diterapkan di semua tingkat pembangunan dan
keputusan berdasarkan kebutuhan nyata dari masyarakat. Pembangunan pedesaan
merupakan salah satu strategi dalam upaya mengentaskan kemiskinan di
Indonesia. Sejak 1993 pemerintah telah membuat program IDT (Instruksi
Presiden untuk pengembangan Desa Tertinggal) guna mengentaskan kemiskinan
di pedesaan tertinggal, yang selanjutnya diikuti program P3DT di tahun 1995
untuk mendukung dan meningkatkan implementasi IDT. Program P3DT
mempunyai tujuan utama membangun sarana di pedesaan tertinggal. Kemudian
pada tahun 1998 pemerintah meluncurkan program PPK (sekarang PNPM
Mandiri) yang pada dasarnya merubah tingkat pembangunan dari tingkat desa
ketingkat kecamatan. Program ini memfokuskan pada penyediaan dana berputar
(revolving block grants) dengan menggunakan lembaga keuangan yang dimiliki
masyarakat. Paralel dengan konsep pembangunan pedesaan dan program
pengentasan kemiskinan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (Bangda),
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah telah membuat reformasi organisasi
untuk menitikberatkan ketersediaan panduan pembangunan, supervisi dan
pelatihan. Tugas tersebut merupakan implementasi empat fungsi birokrasi yaitu
pelayanan, pemberdayaan, pembangunan dan jaringan usaha. Pembangunan pada
hakekatnya bertujuan membangun kemandirian, termasuk pembangunan
pedesaan, sehingga dapat keluar dari kemiskinan dan keterisoliran atas kekuatan
sendiri. Untuk itu, membangun desa mandiri membutuhkan perekonomian yang
mapan sehingga mampu memenuhi sendiri kebutuhan yang paling pokok. Desa
mandiri juga dicirikan oleh adanya kerjasama yang baik, tidak tergantung dengan
bantuan pemerintah, sistem administrasi baik, dan pendapatan masyarakat cukup.
Konsep pembangunan desa harus dimulai dengan membuat Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Des). Perencanaan Desa
merupakan dokumen dasar untuk mengintegrasikan seluruh kebutuhan
pembangunan desa yang akan dilaksanakan. Rencana pembangunan disusun
dengan memperhatikan kemampuan masyarakat dan pemanfaatan sumber daya
pembangunan yang ada, guna menjawab permasalahan dan kebutuhan
masyarakat. Tujuan penyusunan RPJM-Des adalah agar desa memiliki rencana
induk pembangunan yang berkesinambungan dalam jangka waktu menengah.
RPJM-Des berisikan: kondisi umum desa, Visi dan Misi Desa, Peta Permasalahan
dan Potensi, Prioritas masalah dan pilihan-pilihan tindakan, dan rencana tindak
lanjut kegiatan pembangunan. RPJM-Des ditetapkan sebagai peraturan desa.
RPJM-Des disusun secara partisipatif dengan metoda Community Action Plan
(CAP) melalui pelibatan aktif seluruh komponen masyarakat dalam desa tersebut.
Fasilitasi dan pendampingan sangat diperlukan dalam proses penyusunan RPJMDes untuk mendorong dan menjamin partisipasi penuh seluruh komponen
masyarakat, termasuk dalam pengambilan keputusan atau kesepakatan. Pilar
pokok pembangunan desa adalah peningkatan kapasitas masyarakat,
pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan peningkatan kapasitas kelembagaan
desa. Penekanan pada tiga pilar ini merupakan langkah awal untuk
mengkondisikan pembangunan desa agar menjadi desa yang mandiri dan otonom.
Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pedesaan bertujuan agar masyarakat
mampu membangun dirinya sendiri, menggali potensi diri dan lingkungannya
untuk meraih kesempatan ekonomi, politik, dan menempatkan diri dalam
lingkungan sosial yang lebih baik. Ketidakmampuan membangun kapasitas diri
mengakibatkan masyarakat pedesaan tertinggal dan terjerat dalam lingkaran
kemiskinan, dan sulit untuk keluar dari jeratan tersebut, karena ketidakmampuan
membangun kapasitas generasinya. Rendahnya kapasitas masyarakat berdampak
pada kondisi kemiskinan multidimensional yaitu kemiskinan “martabat” yang
mencakup rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengeluarkan pendapat
(voicelessness) akibat rendahnya pendidikan; ketidakberdayaan (powerlessness)
karena rendahnya pendidikan dan tingkat keterampilan, sehingga tidak berdaya
untuk meraih peluang-peluang ekonomi, sosial dan politik dalam kehidupannya.
Pemberdayaan ekonomi dalam pembangunan pedesaan diharapkan dapat
menciptakan diversifikasi usaha produktif sehingga dapat meningkatkan perluasan
kesempatan kerja di perdesaan, terutama lapangan kerja baru di bidang kegiatan
agribisnis off-farm dan industri serta jasa berskala kecil dan menengah (non-farm)
sesuai dengan potensi desa. Dengan demikian akan berdampak pada berkurangnya
angka pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produktivitas dan
pendapatan masyarakat pedesaan. Pemantapan kelembagaan masyarakat dan
pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan juga diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat serta kelembagaan sosialekonomi pedesaan dalam mendorong kemajuan pembangunan pedesaan yang
berkelanjutan. Oleh sebab itu, pola pengelolaan lembaga ini berbentuk korporasi
yang dapat menangani seluruh kepentingan masyarakat, mulai dari penyediaan
modal, penyediaan sarana produksi, pengelolaan alat dan mesin pertanian,
pengolahan hasil, dan pemasaran produksi, serta mengembangkan usaha lainnya
(off farm dan non farm) sesuai dengan potensi dan perkembangan desa. BUMDes
merupakan lembaga ekonomi desa harus berperan mulai dari sektor hulu (upstream) sampai ke sector hilir (down-stream) dari aktivitas pengembangan usaha
perkebunan dan aktivitas ekonomi produktif lain yang dilakukan oleh masyarakat
sesuai dengan potensi lokal desa. Dengan demikian, BUMDes yang professional,
mandiri, dan memiliki jejaring kerja yang baik dengan berbagai pihak diharapkan
sebagai upaya konsolidasi kekuatan ekonomi pedesaan menuju desa mandiri dan
otonom. Pendirian dan pengembangan BUMDes sebagai upaya konsolidasi
perekonomiam pedesaan berorientasi pada kebutuhan dan potensi desa, dan
memprioritaskan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarkat seperti
pemenuhan pasokan barang pokok masyarakat, fasilitas pemenuhan hajat hidup
seperti sarana air bersih, sarana komunikasi, dan mobilitas agar masyarakat
memiliki aksesbilitas yang baik untuk interaksi dengan luar desa. Potensi desa
yang layak dikembangkan dan dikelola memalui BUMDes adalah sumberdaya
pedesaan yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan, usaha-usaha
masyarakat pedesaan yang secara parsial belum terakomodasi dan terkendala oleh
banyak hal seperti permodalan, pengolahan hasil (industri pedesaan), pemasaran,
dan lain- ain, serta usaha-usaha yang belum optimal dieskplorasi. Pendirian dan
pengembangan BUMDes di pedesaan dimaksudkan untuk memfasilitasi desa
menjadi desa otonom dan mandiri. Pembentukan BUMDes akan menjadi
instumen pembentukan dan peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa).
Pembentukan dan peningkatan PADesa akan menjadi modal pembentukan
kegiatan-kegatan pembangunan melalui prakarsa lokal (desa), sehingga secara
bertahap akan mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah daerah. Hal inilah yang dimaksud dengan pemberdayaan
yang berorientasi pada self sufficient dan kemandirian dengan tersedianya dana
pengelolaan dan pembiayaan pembangunan untuk desa tersebut. Apabila
pembangunan pedesaan dapat berjalan dengan baik, maka diharapkan berdampak
pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan. Dengan tersedianay
PADesa maka pemerintah desa akan memiliki kemampuan untuk merencanakan
dan melaksanakan pembangunan pedesaan untuk keluar dari kemiskinan karena
telah memiliki kemampuan untuk penyediaan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas
penting lainnya dengan tidak hanya menunggu pembangunan dari pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah. 1.2. Peranan BUMDes dalam
Perekonomian Desa Pendekatan pembangunan pedesaan selama ini terkesan
menjadikan desa sebagai obyek pembangunan, dan selalu diperlakukan dengan
model pembangunan dengan bantuan. Pola kebijakan yang sentralistik dan
seragam tidak sesuai dengan kebutuhan lokal dan mematikan konteks sosial yang
beragam. Konsep pembangunan melalui bantuan tidak memberdayakan, dan
sebaliknya malah menciptakan kultur ketergantungan atau kultur meminta dari
masyarakat pedesaan. Dasar pemikiran ini menuntut adanya upaya sistematis
untuk memberdayakan dan memandirikan desa. BUMDes dari aspek ekonomi
merupakan lembaga yang dapat diberdayakan menjadi basis kekuatan ekonomi
masyarakat pedesaan melalui konsolidasi kekuatan ekonomi pedesaan. BUMDes
sebagai lembaga ekonomi perdesaan merupakan bagian penting dari proses
pembangunan desa, namun diakui masih banyak titik lemah dalam rangka
mendukung penguatan ekonomi pedesaan. Oleh karena itu diperlukan upaya
sistematis dan berkelanjutan untuk mendorong organisasi pedesaan agar mampu
mengelola aset ekonomi strategis di pedesaan sekaligus mengembangkan jaringan
ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi perdesaan. BUMDes pada
dasarnya merupakan upaya konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga
ekonomi pedesaan. Hal-hal penting yan harus dilakukan dalam rangka penguatan
lembaga BUMDes sebagai basis kekuatan ekonomi pedesaan adalah: 1.
Peningkatan kapasitas dan pengembangan kemampuan masyarakat pedesaan, 2.
Mengintegrasikan produk-produk ekonomi di pedesaan agar memiliki posisi tawar
yang baik dalam jaringan pasar, 3. Mengelompokkan masyarakat dalam kelompok
usaha tertentu agar tercipta skala ekonomi, 4. Meningkatkan kapasitas
kelembagaan ekonomi desa dan lembaga desa, 5. Mengembangkan usahausaha
pedesaan melalui penyediaan permodalan dengan perkreditan mikro, 6. Menjaring
informasi pasar dan komunikasi pembinaan dengan pihak-pihak berwenang, dan
menjaring dukungan teknologi dan manajemen dengan pihak eksternal desa.
Dengan demikian, secara bertahap namun sistematis kekuatan ekonomi pedesaan
akan muncul dan menuju pada kemandirian. BUMDes sebagai lembaga ekonomi
milik desa akan dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan sumber
pendapatan asli desa (PADes), sehingga desa memiliki kemampuan melaksanakan
pembangunan melalui prakarsa lokal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan secara mandiri. Pendirian BUMDes bukan merupakan ide
baru dalam pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, mengamanatkan dalam Bab VII bagian kelima
agar Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa.
Operasionalisasi pelaksanaan pendirian BUMDes, pada PP 72 Tahun 2005
Tentang Desa pada Pasal 78, dijelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Sesuai dengan amanat UU 32 tahun 2004 pasal 206 bahwa urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan desa mencakup: a) urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan hak asal-usul desa, b) urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, c) tugas
pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota, dan d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan
perundang-perundangan diserahkan kepada desa. Bahkan dalam PP No. 72/2005
(turunan dari UU No. 32/2004) justru yang memperkenalkan perencanaan Desa,
tetapi konsep perencanaan Desa yang dikemukakan bukanlah perencanaan
otonom (self planning), melainkan perencanaan Desa sebagai bagian dari
perencanaan daerah. Dalam hal ini, Desa hanya menyampaikan usulan sebagai
bahagian perencanaan daerah, bukan berwenang mengambil keputusan secara
otonom untuk menyusun perencanaan Desa. Hal ini disebabkan oleh Desa tidak
memiliki pembiayaan untuk menyusun perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan secara otonom. Pengembangan bidang usaha yang akan
dilaksanakan BUMDes harus diarahkan pada pengembangan usaha-usaha yang
berfungsi untuk menfasilitasi dan memberdayakan usaha ekonomi yang
dikemnbagkan oleh masyarakat Desa, melindungi kepentingan umum,
menfasilitsi kegiatan pelayanan publik Desa. Beberapa contoh bidang usaha yang
apat dilaksanakan oleh BUMDes adalah penyediaan input dan alat oduksi, layanan
keuangan (micro finance), layanan jasa sewa alat dan esin pertanian, pemasaran
hasil pertanian, industri pedesaan, mengelola ampah dan pasar Desa sebagai
kelanjutan dari pelayanan sosial di Desa. engembangan bidang usaha yang
demikian akan menjadikan BUMDes ebagai kekuatan ekonomi baru pedesaan
yang dapat menjamin esejahteraan masyarakat pedesaan. Peranan BUMDes dalam
penyelanggaraan pemerintahan berfungsiuntuk menstimuli, menfasilitasi dan
melindungi dan memberdayakan esejahteraan ekonomi masyarakat pedesaan.
BUMDes dibentuk dengan kepentingan untuk mendukung kegiatan ekonomi
pedesaan yang menjadi hajat hidup orang banyak di Desa. BUMDes merupakan
usaha milik Desa yang dikelola secara otonom oleh warga Desa, dimana
keuntungan usaha BUMDes sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan dialokasikan di bidang pelayanan Desa dan mendukung
perkembangan BUMDes. Dengan demikian pengembangan BUMDes harus
mendukung usaha ekonomi masyarakat Desa. 1.3. Pengertian BUMDes Badan
Usaha Milik Desa atau disingkat dengan BUMDes adalah kegiatan ekonomi yang
dimiliki oleh pemerintahan Desa yang dikelola oleh warga masyarakat. BUMDes
dimaksudkan untuk mengelola usaha usaha di pedesaan untuk menfasilitasi dan
memberdayakan usaha ekonomi yang dikemnbagkan oleh warga Desa,
melindungi kepentingan umum, dan menfasilitsi kegiatan pelayanan publik Desa.
BUMDes sebagai lembaga ekonomi perdesaan merupakan bagian penting dari
proses pembangunan desa melalui penguatan ekonomi perdesaan. BUMDes pada
dasarnya merupakan upaya konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga
ekonomi pedesaan. Sebagai lembaga ekonomi milik desa akan dapat memberikan
sumbangan bagi peningkatan sumber Pendapatan Asli Desa (PADes), sehingga
desa memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat pedesaan secara mandiri (prakarsa desa). BUMDes
merupakan instrumen pendayagunaan potensi ekonomi lokal untuk peningkatan
kesejahteran ekonomi masyarakat pedesaan melalui pengembangan usaha
ekonomi (Pendorong Pembangunan Ekonomi Pedesaan) dan mendukung
kemampuan pemerintahan desa dalam melaksanakan tugas pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara optimal (Pemandirian
Pemerintahan Desa dan Desa). UU No. 32 tahun 2004 pada pasal 213 ayat 1,
menjelaskan bahwa Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan
kebutuhandan potensi desa. Kemudian Pasal 78 ayat 1, PP 72 tahun 2005
menegaskan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa,
Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi Desa. Berdasarkan pengertian dan ketentuan hukum yang
berlaku, maka keberadaan BUMDes di Desa berbeda dengan lembaga ekonomi
lainnya (seperti koperasi) karena BUMDes merupakan lembaga ekonomi milik
desa yang harus memberikan kontrbusi terhadap seluruh aspek pembangunan desa
sesuai dengan kebutuhan desa dan masyarakat desa melalui PADes. Oleh sebab
itu, setiap desa boleh mendirikan BUMDes sesuai dengan potensi setiap desa.
Namun tidak menutup kemungkinan pendirian BUMDes dilakukan melalui
kerjasama antar desa. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pendirian
BUMDes bukan menjadi alat rente bagi penyelenggara pemerintahan Desa, tetapi
menjadi alat penting bagi Desa untuk melindungi dan memberdayakan
masyarakat, menjadi arena bagi warga Desa untuk bekerjasama membangun
ekonomi wilayah, dan tidak menjebakkan diri pada berbagai bentuk kerjasama
dengan pihak luar yang justru mengancam ekonomi Desa, khususnya lapisan
bawah. Oleh sebab itu, pendirian BUMDes melalui kerjasama antar desa
dimaksudkan untuk mengkonsolidasi kekuatan ekonomi masyarakat desa dengan
potensi yang sama atau saling mendukung (integrated) agar tercipta skala
ekonomi yang dapat mendorong kerjasama yang lebih kuat dengan pihak-pihak
luar desa. Pandangan ini lebih ditujukan untuk pengembangan ekonomi wilayah
yang dapat menjadi kekuatan ekonomi berbasis masyarakat yang dapat
mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah. Konsep-konsep ini
tentunya menjadi pemikiran bagi pemerintah kabupaten dan pemerintah desa dan
masyarakat dalam pendirian BUMDes. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
kelembagaan BUMDes yang mengedepankan kepentingan masyarakat dan desa
dapat didirikan dalam dua bentuk berdasarkan cakupan wilayah kerjanya, yaitu: 1.
BUMDes didirikan di setiap desa, dimana kepemilikan modalnya sebahagian
besar (minimal 51%) dimiliki oleh desa itu sendiri dan wilayah kerjanya pada
desa itu sendiri, dan pengaturan pengelolaan diatur oleh desa itu sendiri. 2.
BUMDes didirikan melalui kerjasama antar desa atau disebut dengan BUMDes
Kawasan, dimana sebahagian besar kepemilikan modalnya dimiliki oleh lebih dari
1 (satu) desa dan wilayah kerjanya meliputi desa-desa yang menjadi pemilik
modal, dan pengaturan pengelolaan diatur oleh desa pemilik modal. Beberapa hal
yang menjadi ciri khas BUMDes dan menjadi perbedaannya dengan lembaga
ekonomi lain di pedesaan adalah: a. Didirikan berdasarkan kebutuhan masyarakat
dan untuk melindungi kepentingan pengembangan ekonomi masyarakat, b.
Berfungsi untuk menstimulasi, menfasilitasi, melindungi dan memberdayakan
kesejahteraan ekonomi masyarakat, serta mendukung kegiatan ekonomi pedesaan
yang menjadi hajat hidup orang banyak, c. Dibentuk melalui proses pengambilan
keputusan antar pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan
wakil-wakil warga masyarakat desa, d. Merupakan usaha milik Desa yang
dikelola secara otonom oleh warga Desa, e. Sebahagian besar modalnya dimiliki
oleh desa, dan sebahagian kecil dapat dimiliki oleh masyarakat, atau lembaga
ekonomi lain di desa, f. Keuntungan usaha BUMDes sebesar-besarnya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dialokasikan dibidang pelayanan
Desa dan mendukung perkembangan BUMDes. 1.4. Tujuan Pendirian BUMDes
Pengembangan kawasan dan pembangunan Desa dengan memanfaatkan
sumberdaya alam sangat dibutuhkan untuk mendukung kesejahetaraan masyarakat
pedesaan. Pengembangan kawasan harus melibatkan partisipasi masyarakat serta
memperhatikan aspek keberlanjutan ekologis dan proteksi terhadap masyarakat.
Tujuan-tujuan pengembangan ekonomi kawasan dilandasi pemahaman bahwa
partisipasi (akses, voice dan kontrol) merupakan prinsip dasar yang mampu
membuka ruang negosiasi bagi Desa dan tercermin dalam kebijakan
pembangunan. Untuk mendorong pengelolaan ekonomi pedesaan, maka BUMDes
merupakan lembaga ekonomi pedesaan yang memberikan ruang partisipasi bagi
seluruh masyarakat. Untuk itu, pendirian BUMDes bertujuan: (1) Tujuan umum
pembentukan BUMDes adalah mengkoordinir kegiatan usaha-usaha di desa untuk
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Desa. (2) Tujuan
khusus pembentukan BUMDes adalah : a. Memantapkan kelembagaan
perekonomian desa; b. Menciptakan kesempatan berusaha; c. Mendorong peran
pemerintahan desa dalam menanggulangi kemiskinan; d. Meningkatkan
pendapatan asli desa; e. Mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat desa;
f. Memberikan kesempatan usaha; dan g. Memberikan kesempatan usaha dan
membuka lapangan kerja Pemahaman desa dengan prinsip dasar mengenai
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan
masyarakat, maka dorongan, memotivasi, menciptakan akses agar masyarakat
lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan, maka perlu upaya dan usaha
sistematis untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat desa dengan meningkatkan
pendapatan desa. Partisipasi dan perberdayaan masyarakat, pedesaan sangat
diperlukan dalam mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai
kebutuhan dan potensi desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BUMDes sebagai lembaga
ekonomi desa yang dmiliki oleh desa dan masyarakat desa harus dijadikan sarana
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui usaha yang berorientasi
keuntungan. Agar BUMDes tidak dikuasai oleh individu-individu di pedesaan
yang mempunyai modal untuk memperkaya diri, maka peran Pemerintah Desa
menjadi sangat penting dalam melakukan regulasi dalam pengelolaan BUMDes.
Pemerintah Desa harus menjadi pelindung dan pelayan masyarakat harus
mengarahkan pengelolaan BUMDes yang mengedepankan praktek-praktek
berusaha yang berakar nilai-nilai dan norma-dorma yang dihormati oleh
masyarakat di pedesaan. BAB II LANDASAN HUKUM Pendirian BUMDes
sebagai lembaga ekonomi milik desa telah diatur dalam ketentuan hukum yang
berlaku, yaitu: a. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu pada
Pasal 213 yang berbunyi : 1. Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa
sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa 2. Badan usaha milik desa sebagimana
yang disebutkan pada ayat 3. berpedoman pada peraturan perundang-undangan 4.
Badan usaha milik desa sebagimana yang disebutkan pada ayat (1) dapat
melakukan pinjaman sesuai peraturan perundangundangan . b. PP No.72 Tahun
2005 tentang Desa, Pasl 78 – 81 yaitu : Pasal 78 : 1. Dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat dan Desa,Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan
Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. 2. Pernbentukan
Badan Usaha Milik Desa sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundangundangan. 3. Bentuk Badan
Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.
Pasal 79 : 1. Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat
(1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa. 2. Permodalan Badan
Usaha Milik Desa dapat berasal dari : a. Pemerintah Desa; b. tabungan
masyarakat; c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota; d. pinjaman; dan/atau e. penyertaan modal pihak lain atau kerja
sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. 3. Kepengurusan Badan Usaha
Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat. Pasal 80 : 1. Badan
Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundangundangan. 2. Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
mendapat persetujuan BPD. Pasal 81 : 1. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata
Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat : a. bentuk
badan hukum; b. kepengurusan; c. hak dan kewajiban; d. permodalan; e. bagi hasil
usaha; f. kerjasama dengan pihak ketiga; g. mekanisme pengelolaan dan
pertanggungjawaban; c. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, pasal 19 huruf h, yang
menyebutkan bahwa: .Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa
melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) d. Peraturan Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir Nomor : 09 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembentukan Badan
Usaha Milik Desa (Bumdes) Di Kabupaten Indragiri Hilir BAB III TATA CARA
PENDIRIAN 3.1. Prinsip Pendirian BUMDes Pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan harus difokuskan pada pengembangan lembaga ekonomi
desa yang dibentuk yaitu BUMDes. Keberadaan BUMDes merupakan intervensi
kelembagaan ekonomi yang menyatu dengan masyarakat pedesaan. BUMDes
harus dijadikan sebagai lembaga ekonomi yang mandiri untuk menunjang seluruh
aktivitas pengembangan ekonomi produktif di pedesaan. BUMDes bukan milik
sekelompok masyarakat, tetapi merupakan milik desa yang dikelola oleh
masyarakat pedesaan secara professional dan mandiri agar memberikan manfaat
bagi seluruh peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Oleh sebab itu,
pendirian BUMDes harus memperhatikan prinsip-prinsip: a. Berbasis Lokal
Pendirian BUMDes harus disesuaikan dengan potensi, kapasitas, dan kebutuhan
masyarakat desa. Bidang usaha yang akan dilakukan harus didasarkan pada daya
dukung lokal desa, baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam, teknologi,
permodalan, pasar dan akses informasi. Usaha-usaha yang dilakukan juga harus
didasarkan pada kebutuhan aktivitas ekonomi masyarakat dan permasalahan yang
dihadapi masyarakat pedesaan, untuk menjamin peningkatan kualitas hidup
seluruh warga desa. b. Pemberdayaan Prinsip pemberdayaan harus dikedepankan
dalam pengembangan BUMDes, yang menempatkan masyarakat sebagai kekuatan
anggota masyarakat secara keseluruhan yang disebut tujuan kolektif dalam
pembangunan ekonomi. Pendirian dan pengembangan BUMDes yang
mengedepankan pemberdayaan masyarakat agar BUMDes tersebut ditunjang oleh
sturktur sosial yang tidak berpengaruh negatif terhadap kekuasaan (powerful).
Pentingnya pemberdayaan agar seluruh masyarakat dapat berpartisipasi lebih
efektif dalam pengembangan BUMDes, untuk menciptakan kekuatan ekonomi
masyarakat dan desa yang kokoh. Prinsip pemberdayaan dalam pendirian dan
pengembangan BUMDes juga dimaksudkan sebagai proses pengambilan
keputusan oleh orang-orang yang secara konsekwen melaksanakan keputusan
tersebut, sehingga BUMDes menjadi lembaga ekonomi yang mandiri dan
profesional melalui usaha masyarakat dan pemerintah desa dengan akumulasi
pengetahuan, keterampilan dan sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan tanpa
bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal, terutama pemerintah. c.
Partisipasi Pembentukan dan pendirian BUMDes harus dilakukan secara
partisipatif dan inisiatif masyarakat desa. Hal ini menjadi penting karena
BUMDes harus menjadi stimulasi bagi pengembangan ekonomi masyarakat
pedesaan dan harus memberikan dampak pada peningkatan pelayanan publik bagi
seluruh masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan lebih mengetahui secara pasti
dan terinci tentang semua potensi dan sumberdaya desa. Pelibatan secara aktif
seluruh masyarakat pedesaan dalam pendirian dan pelaksanaan BUMDes menjadi
penting untuk menggalang partisipasi seluruh masyarakat dalam pembangunan
desa. Pentingnya partisipasi karena potensi dan sumberdaya yang dikembangkan
oleh BUMDes berasal dari seluruh komponen masyarakat. Partisipasi seluruh
masyarakat akan menjadi kekuatan besar untuk membangun perekonomian desa
secara berkesinambungan. a. Berpihak pada Masyarakat BUMDes yang didiirikan
dan dikelola harus memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi masyarakat
pedesaan, dan bermanfaat bagi seluruh proses pembangunan pedesaan dan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, dan memberikan
perhatian khusus kepada kelompok masyarakat miskin. Keuntungan BUMDes
harus diarahkan pada pembangunan yang melayani seluruh kehidupan masyarakat
pedesaan, termasuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan
pembangunan pedesaan lainnya. BUMDes yang didirikan bukan sebagai saingan
atau mematikan usaha masyarakat yang sudah ada, namun harus menjadi lembaga
ekonomi desa yang mampu memperkuat dan mendukung aktivitas ekonomi
masyarakat pedesaan. b. Demokrasi Pendirian dan pengembangan BUMDes harus
menerapkan prinsip demokratisasi dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang
dimasyarakat. Demokrasi seharusnya menjiwai pendirian dan pengelolaan
BUMDes, agar dapat melayani kepentingan masyarakat pedesaan. Dengan
semangat demokrasi, maka segala aktivitas BUMDes harus disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat, dan pengambilan keputusannya melibatkan masyarakat
secara aktif. Dengan demikian BUMDes akan menjadi lembaga ekonomi
pedesaan yang memiliki semangat melayani, menghormati setiap orang,
menjunjung kejujuran dan harga diri, menghargai kontribusi setiap orang,
mengutamakan kepentingan umum, dan tidak diskriminatif. c. Akuntabel
BUMDes yang didirikan dan dikelola secara dengan taransparansi dan akuntabel.
Proses dan tahapan kegiatan yang dilakukan BUMDes dapat
dipertanggungjawabkan dengan benar, baik pada pemerintah desa maupun pada
masyarakat. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala
informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan
dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara
moral, teknis, legal maupun administratif. d. Keberagaman Pendirian dan
pengembangan BUMDes pada dasarnya dimaksudkan untuk mengembangkan
potensi perekonomian di wilayah perdesaan guna mendorong kemampuan
ekonomi masyarakat desa secara keseluruhan. Dengan demikian, BUMDes
berperan mengembangkan ekonomi produktif pedesaan yang mampu membuka
lapangan kerja dalam rangka mengatasi pengangguran, untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kebergaman potensi dan sumberdaya desa
(sumberdaya alam dan sumberdaya manusia) mengimplikasikan bahwa pendirian
BUMDes juga beragam sesuai dengan potensi dan sumberdaya desa tersebut.
Keberagaman BUMDes ini dapat dalam hal bidang usaha, organisasi, sumber
permodalan, dan lain-lain yang berkaitan. Selain prinsip-prinsip diatas, maka
pendirian dan pengelolaan BUMDes juga harus mengedepankan norma dan
kearipan lokal yang berlaku secara lokal di pedesaan. Pengelolaan BUMDes harus
dilandasi oleh prinsip keanggotaan bagi seluruh masyarakat desa dan saling
membantu. Hal ini menjadi penting untuk mencegah timbulnya penciptaan
BUMDes sebagai lembaga rente pedesaan, dan mencegah penguasaan oleh
sekelompok tertentu terhadap aktivitas ekonomi pedesaan. Pendirian BUMDes
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa. Melalui BUMDes dapat
mengatur sirkulasi moneter (peredaran uang) di desa, dan bahkan menarik dana ke
desa. Peredaran uang yang semakin besar di desa akan mendorong kondisi
perekonomian desa yang lebih dinamis. Dengan demikian, maka kehidupan
masyarakat desa akan semakin baik sebagai efek ganda dari perkembangan
perekonomian desa. Pendirian BUMDes yang dilatarbelakangi oleh permasalahan
pokok usaha masyarakat pedesaan, dimana selama ini menjadi permasalahan
usaha di masyarakat pedesaan adalah kepastian pasar. Masalah ini berawal dari
masih lemahnya jaringan pasar yang ada dan pada gilirannya produksi yang
dihasilkan masyarakat sebagian besar dikuasai para tengkolak (broker). Kondisi
seperti ini tidak bisa dibiarkan terus menerus dan perlu adanya upaya merubah
jaringan pasar secara bertahap sejalan dengan adanya penguatan kelembagaan dan
penguatan permodalan. Jejaring pemasaran yang perlu dibentuk dan dikuatkan
adalah jejaring pasar input (sektor hulu) dan jejaring pemasaran produk yang
dihasilkan oleh masyarakat (sektor hilir). Secara grafis bentuk jejaring ekonomi
yang dikoordinir oleh BUMDes adalah: 3.2. Tata Nilai Pendirian BUMDes Tata
nilai pendirian BUMDes menjadi hal penting untuk menjamin terselenggaranya
tujuan pendirian BUMDes sebagai lembaga ekonomi yang mampu mengayomi
seluruh aktivitas ekonomi masyarakat secara professional dan mandiri. Tata nilai
yang harus diperhatikan dalam pendirian BUMDes adalah: 1. Clean (Bersih)
BUMDes yang didirikan harus dikelola secara professional dan mandiri,
menghindari benturan kepentingan antar kelompok masyarakat, menjunjung
tinggi kepercayaan dan integritas, dan berpedoman pada asas-asas tata kelola
perusahaan yang baik. 2. Competitive (Kompetitif) BUMDes sebagai perusahaan
desa harus mampu berkompetisi dalam skala daerah (regional) pada tingkat
kabupaten dan provinsi, bahkan nasional, harus mampu mendorong pertumbuhan
perekonomian masyarakat desa melalui aktivitas ekonomi produktif yang
mendukung dan terintegrasi dengan aktivitas ekonomi masyarakat desa,
membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja. 3. Confident (Percaya
Diri) Pengelolaan BUMDes harus diyakinkan untuk mendorong dan memperkuat
perkembangan ekonomi masyarakat pedesaan untuk mendukung pembangunan
ekonomi desa, pembangunan desa, dan menjadi pelopor pembangunan ekonomi
masyarakat yang mandiri menuju perwujudan otonomi desa dan kemandirian
masyarakat desa, dalam rangka mendukung percepatan pembangunan daerah dan
nasional. 4. Commnunity Focused (Fokus pada Masyarakat) Pengembangan usaha
BUMDes harus diorientasikan pada kepentingan masyarakat, dan berkomitmen
untuk memberikan kontibusi pada pembangunan desa untuk meningkatkan
pelayanan publik dan mendorong kemandirian ekonomi dan pembangunan desa.
5. Commercial (Komersial) Pengembangan usaha BUMDes harus menciptakan
nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip bisnis yang sehat, dengan tujuan memperoleh keuntungan. 6.
Capable (Berkemampuan) BUMDes harus dikelola oleh orang-orang dan pekerja
yang professional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis, berkomitmen
dalam membangun kemampuan untuk mendukung pengelolaan dan
pengembangan usaha BUMDes. 3.3. Tahapan Pendirian BUMDes Pendirian
BUMDes harus dilakukan melalui inisiatif desa yang dirumuskan secara
partisipatif oleh seluruh komponen masyarakat desa. Pendirian BUMDes juga
dimungkin atas inisiatif Pemerintah Kabupaten sebagai bentuk intervensi
pembangunan pedesaan untuk mendukung pembangunan daerah. Pendirian
BUMDes sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan insiatif desa harus melalui
tahapan berikut: Tahap I : Membangun kesepakan antar masyarakat desa dan
pemerintah desa untuk pendirian BUMDes yang dilakukan melalui musyawarah
desa atau rembug desa, dengan merumuskan hal-hal berikut: a. Nama, kedudukan,
dan wilayah kerja BUMDes, b. Maksud dan tujuan pendirian BUMDes, c. Bentuk
badan hukum BUMDes, d. Sumber permodalan BUMDes, e. Unit-Unit usaha
BUMDes, f. Organisasi BUMDes, g. Pengawasan BUMDes, h.
Pertanggungjawaban BUMDes, i. Jika dipandang perlu membetuk Panitia Ad-hoc
perumusan Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes. Tahap II Pengaturan
keorganisasian BUMDes yang mengacu kepada rumusan Musyawarah Desa pada
Tahap I oleh Penitia Ad-hoc, dengan menyusun dan pengajuan pengesahan
terhadap hal-hal berikut: a. Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes yang
mengacu pada Peraturan Daerah dan ketentuan hukum lainnya yang berlaku, b.
Pengesahan Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes, c. Aanggaran Dasar
BUMDes, d. Struktur Organisasi dan aturan kelembagaan BUMDes, e. Tugas dan
fungsi pengelola BUMDes, f. Aturan kerjasama dengan pihak lain, g. Rencana
usaha dan pengembangan usaha BUMDes, Tahap III : Pengembangan dan
Pengelolaan BUMDes, dengan aktivitas: a. Merumuskan dan menetapkan sistem
penggajian dan pengupahan pengelola BUMDes, b. Pemilihan pengurus dan
pengelola BUMDes, c. Menyusun sistem informasi pengelolaan BUMDes, d.
Menyusun sistem administrasi dan pembukuan BUMDes, e. Penyusunan rencana
kerja BUMDes. 3.4. Permodalan BUMDes Pasal 79 ayat 2 Peraturan Pemerintah
No. 72 tahun 2005, menjelaskan bahwa permodalan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) dapat berasal dari : a. Pemerintah Desa, b. Tabungan masyarakat, c.
Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, d.
Pinjaman, dan/atau e. Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas
dasar saling menguntungkan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk pendirian dan
pengembangan BUMDes dapat memperoleh modal dari berbagai sumber yaitu: 1.
Modal yang berasal dari kekayaan dan aset desa yang dipisahkan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta dari Lembaga Keuangan yang ada
di desa dan sudah diserahkan kepada BUMDes. 2. Modal yang bersumber dari
bantuan pemerintah, pemerintah daerah, dan pemerintah desa melalui APBDes,
serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Aset atau dana yang ada di desa namun merupakan
pembiayaan program yang digulirkan kepada masyarakat dapat dijadikan modal
BUMDes dengan terlebih dahulu dipindahbukukan sebagai aset desa, dan dicatat
sebagai penyertaan modal dari desa saat pendirian BUMDes. 3. Modal yang
bersumber dari penyertaan modal pihak ketiga yang hakhak kepemilikannya
diatur dalam Anggaran Dasar BUMDes. 4. Modal yang bersumber dari pinjaman
melalui lembaga keuangan, perbankan atau lainnya dengan persetujuan BPD yang
pengaturan pinjamannya dilakukan atas nama pemerintah Desa dan diatur dalam
Peraturan Desa. BAB IV KELEMBAGAAN BUMDes 4.1. Struktur Organisasi
BUMDes BUMDes merupakan sebuah organisasi, maka diperlukan adanya
struktur organisasi yang menggambarkan bidang pekerjaan apa saja yang harus
tercakup di dalam organisasi tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi,
konsultatif, dan pertanggunganjawab) antar personil atau pengelola BUMDes.
Pengorganisasian adalah cara pengaturan pekerjaan dan pembagiannya diantara
pengelola organisasi agar tujuan BUMDes dicapai secara efisien dan efektif.
Setiap organisasi mempunyai tujuan yang hendak dicapainya yaitu pertumbuhan
dan keberlanjutan dengan memanfaatkan atau mengelola sumberdaya yang ada.
Untuk itu perlu suatu sistem agar seluruh aktivitas organiasasi tearah untuk
mencapai tujuan tersebut. Sistem pengendalian manajemen menjadi penting yang
tergambar dari struktur organisasi tersebut. Berikut struktur organisasi BUMDes
yang dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Gambar 2. Struktur Organisasi
BUMDes 4.2. Tata Kelola BUMDes Sesuai dengan struktur organisasi tersebut,
maka tata kelola BUMDes dijelaskan sebagai berikut: 1. Kepala Desa Kepala
Desa sebagai kepala pemerintahan desa merupakan penanggung jawab atas
seluruh aktivitas yang terjadi di desa. Oleh sebab itu, Kepala Desa menjadi
penanggung jawab atas perkembangan dan keberlangsungan BUMDes yang
didirikan. 2. Badan Pengawas Fungsi Badan Pengawas adalah melakukan
pengawasan dan unsurpenyeimbang (check and balance) untuk mendorong
tercapainya efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pengembangan usaha
BUMDes yang dilakukan oleh Direktur. Mengingat BUMDes sebagai lembaga
ekonomi yang didirikan untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat
pedesaan dan meningkatkan kemandirian desa dalam pembangunan, maka
pelaksanaan tugas pengawasan adalah sangat penting. Oleh karena itu Badan
Pengawas wajib memahami dan melaksanakan tugas pengawasan yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan serta Anggaran Dasar dengan
sebaik mungkin. Badan Pengawas adalah organ BUMDes yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum atau khusus dan bertugas mengawasi
kebijaksanaan Direktur dalam menjalankan organisasi BUMDes serta memberi
nasihat kepada Direktur dan pengelola lainnya. Badan Pengawas berwenang
melakukan pengawasan terhadap pengurusan BUMDes, pengawasan kepada
Direktur dan pengelola lainnya yang terdapat dalam susunan organisasi serta
bertanggung jawab kepada musyawarah umum BUMDes dan musyawarah desa.
Secara umum tugas pokok Badan Pengawas adalah: a. Melakukan pengawasan
secara umum dan secara khusus terhadap pengelolaan BUMDes. b. Memberikan
nasihat kepada Direktur dan Pengelola lainnya sesuai dengan struktur organisasi
dalam melakukan pengelolaan BUMDes. 2.a. Keanggotaan Badan Pengawas
Kenggotaan dan komposisi Badan Pengawas adalah sebagai berikut: 1. Badan
Pengawas terdiri atas sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan tidak melebihi
jumlah Pengelola BUMDes (sesuai kesepakatan dalam struktur organisasi),
seorang di antaranya diangkat sebagai Koordinator Pengawas. 2. Komposisi
keanggotaan Badan Pengawas BUMDes terdiri dari Kepala Desa (ex-officio),
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (ex-officio), dan Kepala Bidang Usaha
Ekonomi Desa atau sebutan lain, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
(BPMD) atau sebutan lain di Kabupaten (ex-officio), dan anggota Badan
Pengawas BUMDes yang dipilih dari masyarakat desa. 3. Anggota Badan
Pengawas yang berasal dari kalangan di luar Pemerintahan Desa dan Pemerintah
Daerah, dipilih dalam musyawarah desa dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Tidak menjabat sebagai Direktur atau Pengelola perusahaan daerah, b. Tidak
bekerja pada dinas/lembaga atau badan lainnya di lingkungan Pemerintahan Desa
dan Daerah, c. Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun
tidak langsung dengan BUMDes atau perusahaan lain yang menyediakan jasa dan
produk kepada BUMDes dan afiliasinya, d. Bebas dari benturan kepentingan dan
aktivitas bisnis atau hubungan lain yang dapat menghalangi atau mengganggu
kemampuan Badan Pengawas yang bersangkutan untuk bertindak atau berpikir
secara bebas di lingkup BUMDes. Keberadaan Badan Pengawas dari kalangan di
luar Pemerintahan Desa dan Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk dapat
mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih objektif dan
menempatkan kewajaran (fairness) dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan
termasuk kepentingan masyarakat, pemodal (pemegang saham) minoritas, dan
stakeholders lainnya. 2.b. Tugas, Tanggung Jawab dan Kewajiban Badan
Pengawas 1. Tugas-Tugas Badan Pengawas: a. Mengawasi dan memberikan
nasihat kepada Direktur dan Pengelola BUMDes dalam menjalankan kegiatan
BUMDes, b. Mengawasi pelaksanaan Rencana Pengembangan Jangka Panjang
BUMDes serta Rencana Kerja Tahunan danAnggaran Tahunan BUMDes, c.
Memantau dan mengevaluasi kinerja Direktur dan Pengelola BUMDes, d.
Mengkaji pembangunan penyebaran informasi dan transparansi pengelolaan
BUMDes, e. Mengawasi pelaksanaan manajemen risiko, f. Mengawasi efektivitas
penerapan good corporate governance (GCG), g. Memantau kepatuhan BUMDes
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk PERDA dan
PERDES. 2.c. Tanggung Jawab Badan Pengawas: a. Mengusulkan Auditor
Eksternal jika dibutuhkan untuk disahkan dalam Rapat Umum BUMDes dan
memantau pelaksanaan penugasan Auditor Eksternal, b. Menyusun pembagian
tugas di antara anggota Badan Pengawas sesuai dengan keahlian dan pengalaman
masing-masing anggota Badan Pengawas, c. Menyusun program kerja dan target
kinerja Badan Pengawas tiap tahun serta mekanisme review terhadap kinerja
Badan Pengawas, d. Menyusun mekanisme penyampaian informasi dari Badan
Pengawas kepada stakeholders, e. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
Badan Pengawas kepada Rapat Umum BUMDes, 2.c. Kewajiban Badan
Pengawas: a. Memberikan pendapat dan saran secara tertulis kepada Rapan
Umum BUMDes mengenai Rencana Jangka Panjang BUMDes dan Rencana
Kerja dan Anggaran BUMDes yang diusulkan Direktur dan Pengelola, b.
Memberikan pendapat kepada Rapat Umum BUMDes mengenai masalah strategis
atau yang dianggap penting, termasuk pendapat mengenai kelayakan visi dan misi
BUMDes, c. Meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan yang
disiapkan Direktur dan Pengelola, d. Menandatangani Rencana Pengembangan
Jangka Panjang BUMDes dan laporan tahunan, e. Melaporkan dengan segera
kepada Rapat Umum BUMDes tentang terjadinya gejala menurunnya kinerja
BUMDes, 3. Direktur dan Manager Integritas dan kompetensi Direktur dan
Manager BUMDes disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang
dikelola BUMDes, sesuai denga perkembangan usaha yang dilakukan. Ketentuan,
tugas dan tanggung jawab Direktur dijelaskan sebagai berikut : 3.a. Kualifikasi
Direktur dan Manager Direktur dan Manager BUMDes yang dapat diangkat
adalah orang-orang yang memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Memiliki keahlian,
integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, dan perilaku yang baik serta
dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan BUMDes, 2. Tidak pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya, 3. Tidak diperkenankan
memiliki hubungan keluarga sedarah menurut garis lurus maupun garis ke
samping atau hubungan semenda (menantu/ipar) dengan anggota Badan Pengawas
dan Pengelola BUMDes lainnya, 4. Tidak mewakili kepentingan partai politik
tertentu dan tidak memihak golongan atau kelompok masyarakat tertentu, 5.
Memiliki Pendidikan minimal Sarjana (S1) atau dibawahnya tetapi memiliki
kualifikasi yang meyakinkan untuk menjalankan tugas-tugas Direktur dan
Manager, 6. Umur masih produktif dan memiliki kecakapan untuk mengelola
BUMDes. 3.b. Tugas, Tanggung Jawab, dan Kewajiban Direktur dan Manager 1.
Tugas Direktur dan Manager: a. Memimpin dan mengurus BUMDes sesuai
dengan kepentingan dan tujuan BUMDes, b. Menguasai, memelihara, dan
mengurus kekayaan BUMDes, c. Memastikan seluruh aktivitas yang direncanakan
berjalan dengan baik dan tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat. 2.
Tanggung Jawab Direktur dan Manager: a. Mewujudkan pelaksanaan Rencana
Pengembangan Jangka Panjang BUMDes dan Rencana Tahunan BUMDes,
termasuk pencapaian target keuangan dan non keuangan, b. Melaksanakan
manajemen risiko, c. Membangun dan mengembangkan sistem informasi yang
transparan kepada seluruh masyarakat desa, d. Menindaklanjuti saran dan
kebutuhan pengembangan sesuai dengan perkembangan aktivitas ekonomi
masyarakat serta melaporkannya kepada Badan Pengawas, e. Melaporkan
informasi-informasi yang relevan kepada Badan Pengawas, antara lain mengenai
f. suksesi/mutasi/promosi pengelola, program pengembangan SDM, dan program
pengembangan usaha, g. Menyelenggarakan Rapat Umum BUMDes dan
membuat risalah Rapat Umum BUMDes, h. Memperhatikan kepentingan
masyarakat dan stakeholders sesuai dengan nilai-nilai etika dan peraturan
perundangundangan dan ketentuan lain yang berlaku. 3. Kewajiban Direktur dan
Manager: a. Menyiapkan Rencana Pengembangan Jangka Panjang BUMDes,
yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan BUMDes
yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, menandatanganinya
bersama dengan Badan Pengawas, dan menyampaikannya kepada Rapat Umum
BUMDes untuk mendapat