Metodologi penelitian sosial pokok bahasan (1)

BAB 1

INFRASTRUKTUR PECINAN DI KOTA MAKASSAR
YANG MUDAH DIAKSES MENDUKUNG PRINSIP
PARIWISATA YANG AKSESIBEL
Citra Sti Rahma

LATAR BELAKANG
Indonesia adalah anggota PBB. United Nations Convention on the Rights of
Persons
with
Disabilities
(CRPD)
tentang
pariwisata.
CRPD
mengungkapkan secara khusus pentingnya isu aksesibilitas fisik dan
program aksesibilitas dalam hal pariwisata untuk orang yang menyandang
cacat (travel, disability, law, United Nations 2008). Artikel 30 dari konvensi
ini menyebutkan partisipasi dalam kehidupan budaya, rekreasi, waktu
senggang dan olahraga dan menyatakan, antara lain, bahwa negara yang

menjadi anggota PBB perlu mendukung hak penyandang cacat untuk
berpartisipasi dalam kehidupan budaya atas dasar kesetaraan dengan
orang yang non-cacat. Untuk itu perlu disediakan fasilitas supaya
penyandang cacat dapat mengakses dan menikmati hal-hal yang bersifat
budaya, mengakses program televisi, film, teater dan aktivitas budaya
lainnya mengakses tempat penyelenggaraan kesenian dan pelayanan
terkait budaya,seperti teater, museum, bioskop, perpustakaan dan
pariwisata, serta mengakses monumen dan tempat peninggalan sejarah.
CRPD juga mengatakan penyandang cacat mempunyai hak setara dengan
orang yang tidak cacat untuk mengakses tempat olahraga, rekreasi dan
wisata.

LATAR BELAKANG
Pada tahun 2000-an beberapa pemerhati penyandang cacat dan
pariwisata merumuskan prinsip pariwisata yang aksesibel (accessible
tourism). Pariwisata yang aksesibel merupakan upaya untuk meyakinkan
bahwa tempat pariwisata, produk dan pelayanan pariwisata dapat diakses
oleh semua orang dengan memerhatikan keterbatasan fisik, tingkat
kecacatan dan usia (Wikipedia. Accessible Tourism). Salah satu destinasi
pariwisata yang banyak mendapat kunjungan adalah pecinan yang ada di

kota-kota besar. Di Australia, Kota Broome,memiliki pecinan yang dikenal
karena mutiara, galeri dan warung kopi. Pecinan ini dikunjungi banyak
wisatawan yang ditemukan di restoran, warung kopi dan toko. Contoh lain
adalah New York, dimana pecinannya menarik banyak orang ketika
diadakan festival Bulan Musim Gugur. Pecinan ini merupakan komunitas
Cina terbesardi belahan Barat dan terletak di kawasan paling tua di
Manhattan. Pecinan ini didirikan pada tahun 1870an oleh imigran Cina dan
menawarkan pengalaman historis dan kultural yang sangat unik (diambil
dari Lower Manhattan Development Corporation). Menurut Greed (1999)
perencanaan sosial kota perlu memerhatikan kebutuhan kelompok
minoritas dalam masyarakat, sehingga tulisan ini mefokuskan pada
penyandang cacat. Alasannya, karena sekarang semakin banyak
penyandang cacat “berani” keluar rumah. Keberadaan mereka di ruang

LATAR BELAKANG
Dari semua kelompok minoritas, penyandang cacatlah yang paling
memerlukan perubahan lingkungan fisik menjadi bebas hambatan (Davies
1999: 77). Para penyandang cacat ini mempunyai mobilitas fisik terbatas,
sehingga membutuhkan infrastruktur yang mudah diakses. Sehubungan
dengan lingkungan binaan, yang diperlukan adalah solusi yang inklusif

yang mengintegrasikan mereka kedalam masyarakat (ibid.). Kelompok
minoritas etnis yang berperan dalam perencanaan sosial kota adalah
warga keturunan Cina. Mereka berkelompok di berbagai kawasan kota,
sehingga terbentuklah kawasan khusus yang disebut pecinan.
DiIndonesia, sebelum Perang Dunia II, mereka bermukim dan bekerja di
kawasan ini. Umumnya orang Cina suka berdagang dan usaha yang sering
ditekuni adalah membuka toko. (Istijanto Oei, 2008: vii). Karena di banyak
negara pecinan dikembangkan menjadi kawasan pariwisata, pecinan di
Indonesia juga mempunyai potensi pariwisata. Di Kota Makassar , Pecinan
terletak di jalan Bacan , jalan Lembeh, serta jalan Sulawesi. Wisatawan
cacat pun bisa menikmati hal-hal yang ditawarkan oleh pecinan. Dalam
tulisan ini, pecinan menjadi contoh kasus kawasan pariwisata yang kerap
didatangi wisatawan. Pecinan yang aksesibel dimaksudkan supaya orang
dengan mobilitas terbatas, seperti penyandang cacat, dapat mengunjungi
kawasan ini dengan mudah dan aman.

LATAR
BELAKANG
Suatu studi di Inggris menunjukkan bahwa isu cacat dapat dikaitkan
dengan perencanaan untuk pariwisata dan aktivitas budaya (Davies 1999:

82). Atas dasar ini, tulisan ini mengulas pecinan sebagai kawasan wisata
dimana penyediaan infrastruktur perlu memerhatikan mobilitas terbatas
dari penyandang cacat.

IDENTIFIKASI MASALAH
Bagi orang yang tinggal diluar pecinan, kawasan ini bisa
menjadi magnet karena mungkin ada bangunan bersejarah,
kelenteng, toko obat Cina serta tersedianya sumberdaya
sosial-budaya seperti festival dan kuliner (Davidson &
Maitland 1999: 209). Karena penyandang cacat mempunyai
hak mendatangi pecinan, lingkungan fisik harus mudah
diakses. Pada kenyataan, infrastruktur yang ada tidak
aksesibel karena, misalnya, trotoarnya tinggi dan sempit. Atau
ada satu anak tangga didepan pintu masuk toko, ram yang
dibangun curam, atau tidak tersedia toilet duduk di tempat
makan.

RUMUSAN MASALAH





Mengapa pecinan merupakan kawasan yang penting dalam
perkembangan kota Makassar ?
Bagaimana penyandang cacat dapat dengan mudah
mengakses pecinan yang juga merupakan kawasan pariwisata?

BATASAN MASALAH
Your subtopic goes here

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
Kepariwisataan
Ciri-ciri sebuah kota ditandai oleh kondisi ekonomi dan sosial yang
berbeda-beda, karena penduduknya terdiri dari berbagai golongan
ekonomi, kelompok etnis dan gender. Dimana - mana orang Cina
mendominasi suatu kawasan untuk dijadikan tempat tinggal dan
tempat melakukan kegiatan ekonomi. Kawasan ini dikenal sebagai
pecinan atau Chinatown. Sejarah pecinan bisa dikaitkan dengan

kolonialisme perdagangan (mercantile colonialism). Pada zaman
dahulu bangsa Eropa pergi ke negara-negara di Asia Tenggara mencari
komoditas yang mempunyai nilai dagang tinggi. Umumnya, komoditas
yang dipilih merupakan produk alam di negara asal, seperti rempahrempah, sutera dan gula. Komoditas ini sering didapatkan bukan
melalui perdagangan, tetapi dengan merampas. Karena komoditas ini
dikuasai oleh masyarakat Cina, maka bangsa Eropa harus mendekati
mereka. (Drakakis-Smith 2000: 35). Pariwisata juga merupakan
komoditas ekonomi yang menguntungkan karena nilai eksotis,
kebutuhan orang akan rekreasi serta kepentingan politik negara yang
menjadi tujuan pariwisata. Eksotisme membawa orang kedalam
aktivitas penjelajahan, petualangan dan penemuan baru. Tidaklah

TINJAUAN PUSTAKA
Jelaslah, pecinan terbentuk karena warga keturunan Cina meraih
kesuksesan dalam perdagangan mereka. Hampir di tiap negara di
semua benua terdapat kelompok masyarakat Cina yang menghuni dan
bekerja di suatukawasan tertentu. Ciri khas pecinan ditandai dengan
banyaknya penduduk yang membuka toko. Mereka menggantungkan
hidup dari usaha toko dan berhasil dengan sukses dalam perdagangan
(Istijanto Oei, 2008).

Perencanaan Pariwisata
Sebuah kota bisa berkembang menjadi tempat pariwisata melalui
berbagai cara. Kebanyakan perencana memang dengan sengaja
mengembangkan kota menjadi tempat pariwisata karena terdorong
untuk menciptakan lapangan kerja yang baru dan meningkatkan
kesejahteraan kota. Para usahawan dan pengembang kadang dapat
melihat adanya potensi pariwisata di bagian kota tertentu demi meraih
keuntungan bagi mereka sendiri. Hotel, tempat seminar, toko,
restoran, pusat rekreasi dan tempat hiburan pun dibangun. Pada
kenyataannya, fasilitas-fasilitas ini lebih banyak dipakai oleh penduduk
setempat daripada wisatawan. Akhir-akhir ini muncul isu-isu global
tentang lingkungan hidup (environmentalism) dan isu berkelanjutan

TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan masih diperdebatkan
tentang pengertian dan apa yang perlu dilakukan (Goodall dan Stabler
1997 dalam Davidson dan Maitland 1999: 211). Supaya pecinan
berkelanjutan, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan:
1. Potensi pariwisata untuk pembaharuan
2. Kondisi populasi pecinan dan keterlibatan mereka dalam

perencanaan dan
manajemen
3. Pengembangan kemitraan untuk perencanaan dan manajemen
pariwisata pecinan.
Perencanaan pariwisata melibatkan banyak aktor dan pelaksanaannya
memerlukan beragam peraturan. Perencanaan ini memerlukan
karakteristik sebagai berikut:
1. Visi supaya pelaksanaannya tidak menyimpang;
2. Kemitraan: pemerintah-pemerintah, pemerintah swasta dan swastaswasta;
3. Cakupan strategi yang luas dan yang bersifat lintas departemen;
4. Strategi yang action-oriented, non-statutory dan jangka waktu yang
pendek;

TINJAUAN PUSTAKA
Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow
(terkait dengan kebutuhan penyandang cacat) Maslow (1943 dalam
Ross 1998: 28) mengemukakan lima tingkat dalam hierarki kebutuhan,
yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan dan
perwujudan jati diri (self-actualization). Terkait dengan penyandang
cacat, mereka pun mempunyai kebutuhan untuk menyatakan diri

melalui kepuasan diri dan perwujudan jatidiri; dalam hal ini melalui
kegiatan pariwisata. Mengapa penyandang cacat ingin melakukan
perjalanan wisata ? Menurut Dann (1977 dalam Ross 1998: 31-32) ada
dua faktor yang membuat mereka melakukan perjalanan, ialah faktor
pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong membuat
penyandang cacat ingin bepergian, sedangkan faktor penarik adalah
faktor yang memengaruhi kemana penyandang cacat akan pergi. Dan
berpendapat ada dua alasan pokok yang membuat orang ingin
bepergian, yaitu anomi dan peningkatan ego (ego enhancement).
Karena orang hidup dalam masyarakat anomi, ada kebutuhan untuk
melakukan interaksi sosial yang tidak ditemui di tempat tinggalnya. Itu
sebabnya ada kebutuhan untuk pergi jauh dari lingkungan rumah.
Peningkatan ego berasal dari kebutuhan untuk diakui. Kalau di rumah,
seseorang telah mempunyai posisi tertentu, di tempat pariwisata ia

TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan masih diperdebatkan
tentang pengertian dan apa yang perlu dilakukan (Goodall dan Stabler
1997 dalam Davidson dan Maitland 1999: 211). Supaya pecinan
berkelanjutan, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan:

1. Potensi pariwisata untuk pembaharuan
2. Kondisi populasi pecinan dan keterlibatan mereka dalam
perencanaan dan
manajemen
3. Pengembangan kemitraan untuk perencanaan dan manajemen
pariwisata pecinan.
Perencanaan pariwisata melibatkan banyak aktor dan pelaksanaannya
memerlukan beragam peraturan. Perencanaan ini memerlukan
karakteristik sebagai berikut:
1. Visi supaya pelaksanaannya tidak menyimpang;
2. Kemitraan: pemerintah-pemerintah, pemerintah swasta dan swastaswasta;
3. Cakupan strategi yang luas dan yang bersifat lintas departemen;
4. Strategi yang action-oriented, non-statutory dan jangka waktu yang
pendek;

TINJAUAN PUSTAKA
Ia dapat “melarikan diri” ke alam fantasi pada saat ia berlibur serta
memuaskan diri dengan berbagai jenis perilaku yang mungkin sulit
dilakukan di rumah. Suatu negara yang mengembangkan industri
pariwisata akan berhadapan dengan beragam wisatawan. Sumberdaya

ekonomi dan kondisi alam harus sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan bermacam orang yang akan berdarmawisata. Karena tiap
negara mempunyai situasi yang unik, maka kondisi tertentu di suatu
negara tidak serupa dengan kondisi negara lain (Spillane 1994: 33-34).
Biasanya wisatawan tertarik untuk datang ke suatu lokasi karena ciriciri berikut ini: keindahan alam, iklim yang nyaman, kebudayaan,
sejarah, suku bangsa tertentu serta aksesibilitas, yaitu kemudahan
untuk mengakses lokasi tadi (Spillane 1994: 64). Bagi penyandang
cacat pencapaian yang mudah ke lokasi wisata dan fasilitas yang
aksesibel didalam lokasi wisata menjadi alasan paling pokok untuk
mau mengunjungi suatu lokasi. Pecinan dan Masalah Penyandang
Cacat Di banyak negara, termasuk Indonesia, pecinan mempunyai
daya tarik untuk dikunjungi karena bermacam alasan, tergantung dari
kebutuhan pengunjung, antara lain: kuliner Cina, rempah dan obat
Cina, tempat peribadatan kelenteng dan festival sehubungan dengan
suatu peringatan atau perayaan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertanyaannya adalah “Apakah infrastruktur kawasan pecinan memberi
kemudahan mobilitas sehingga dapat dikunjungi oleh penyandang cacat ?
Apakah kawasannya bebas hambatan (barrier-free) sehingga pemakai
kursi
roda
dapat
berkeliling
sendiri
tanpa
bantuan
orang
(independent)?”Disabled World (2008) menyebutkan kota Vancouver di
Kanada sebagai salah satu kota yang paling aksesibel di dunia bagi
wisatawan yang mempunyai keterbatasan mobilitas. Vancouver juga
menjadi salah satu kota di dunia yang paling culturally-diverse, karena
terjadi pembauran antara berbagai bangsa dan kebudayaan. Kota ini
memiliki Chinatown nomor dua terbesar di Amerika Utara. Bagi orang
yang memakai kursi roda, yang berjalan dengan tongkat putih (untuk
orang tuna netra), yang berjalan dituntun anjing atau yang
memakaihearing aids, maka pecinan di Vancouver adalah tempat yang
nyaman dan aman. Tempat-tempat wisata dan transportasi umum mudah
diakses. Bus kota berlantai rendah dan dilengkapi ram yang secara
mekanis bisa diturunkan supaya pemakai kursi roda bisa masuk tanpa
kesulitan. Pada tahun 2008 bus terakhir yang tidak dapat diakses oleh
pemakai troli tidak difungsikan lagi. Jumlah parkir khusus ditambah dan
izin parkir yang dimiliki wisatawan asing berlaku juga di Vancouver.
Infrastruktur yang tidak mendiskriminasi pemakai, memberikan

TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan masih diperdebatkan
tentang pengertian dan apa yang perlu dilakukan (Goodall dan Stabler
1997 dalam Davidson dan Maitland 1999: 211). Supaya pecinan
berkelanjutan, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan:
1. Potensi pariwisata untuk pembaharuan
2. Kondisi populasi pecinan dan keterlibatan mereka dalam
perencanaan dan
manajemen
3. Pengembangan kemitraan untuk perencanaan dan manajemen
pariwisata pecinan.
Perencanaan pariwisata melibatkan banyak aktor dan pelaksanaannya
memerlukan beragam peraturan. Perencanaan ini memerlukan
karakteristik sebagai berikut:
1. Visi supaya pelaksanaannya tidak menyimpang;
2. Kemitraan: pemerintah-pemerintah, pemerintah swasta dan swastaswasta;
3. Cakupan strategi yang luas dan yang bersifat lintas departemen;
4. Strategi yang action-oriented, non-statutory dan jangka waktu yang
pendek;

KERANGKA TEORI
Your subtopic goes here

HIPOTESIS

Kawasan pecinan di kota Makassar merupakan salah satu objek
wisata historis yang dapat ditata kembali sehingga bisa menjadi
tempat pariwisata yang aksesibel bagi penyandang cacat dengan
menciptakan kawasan bebas hambatan melalui peningkatan
Infrastruktur berupa trotoar yang diperlebar , adanya ram , serta
toilet duduk sebagai fasilitas Umum