makalah sistem sosial pendekatan stuktur

Makalah Sistem Sosial
“ Pendekatan Struktural Fungsional Dalam Sistem Sosial “
Pembimbing : “ Taufik Lubis,M.pd

Disusun oleh :
NO
1.
2
3.
4.

NAMA
CHUSNUL MILA AROPAH
DELA APRILIA
EVI SULISTIA
MITA HANIFA
Program studi
Semester
:

NMP

158610039
158610041
158610395
158610393
:
PGSD
VI (Siang)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) ARRAHMANIYAH DEPOK
2018

1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia –
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Sistem Sosial

“ Pendekatan


Stuktural Fungsional Dalam Sistem Sosial ’’ dengan baik.
Makalah Sistem Sosial

ini memberikan informasi tentang menjelaskan

bagaimana struktur yang ada itu berinteraksi dan berfungsi sesuai dengan peranan
masing-masing lembaga tersebut dengan mengedepankan integrasi, Sehigga jika terjadi
konflik sosial maka akan dengan mudah diselesaikan.
Penulis berharap Makalah Sistem Sosial ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
namun penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu saran
dan kritik yang membangun penulis harapkan demi kesempurnaan ini.

Depok, 8 April 2018

Tim Penyusun

i

2


DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................................
Daftar Isi
............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................
1.3 Tujuan Masalah ...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................
2.1 Pengetian Struktural Fungsional .....................................................................
2.2 Sejarah Singkat Teori Struktural Fungsional ...................................................
2.3 Perkembangan Teori Perkembangan Struktual Fungsional ............................

i
ii
1
1
3
3
4

4
7
7

2.4 Hubungan Antara Sistem Sosial Dan Prndekatan Stuktural Fungsional ............

12

2.5 Pendidikan dalam teori stuktural fungsional ......................................................

13

BAB III PENUTUP ....................................................................................................
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang :
Sistem sosial merupakan Hubungan yang berlangsung diantara satuansatuan atau komponen secara teratur yang ada dalam kehidupan social. Karena di
dalam sistem sosial tersebut banyak komponen yang menyusunnya diantaranya
,Bahwa dalam setiap Sistem Sosial terdapat sejumlah orang dan kegiatannya,

3

23
23
24

Orang-orang dan kegiatannya tersebut saling berhubungan secara timbal balik
dan, Hubungan yang bersifat timbal balik tersebut bersifat tetap,maka dari itu
perlu adanya pengkajian didalam sistem social. Pada pembahasan kali ini kami
menggunakan metode pendekatan structural fungsional.
Pendekatan structural fungsional

mengkaji sistem sosial dalam

masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian yang saling berhubungan ,

fungsional menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari
elemen konstituennya.
Dengan menggunakan pendeketan structural fungsional maka dapat
mengkaji sistem sosial dalam masyarakat secara berkaitan.
Fenomena perubahan sosial kehidupan masyarakat cukup kompleks.
Fenomena sosial yang ada seringkali mengacu pada adanya indikasi-indikasi yang
rentan sekali melahirkan perbedaan dan bahkan perselisihan dalam hal persepsi
dan interpretasi. Hal ini dikarenakan persoalan kemanusiaan sangat erat
hubungannya dengan perubahan dan perkembangan sosial.
Manusia senantiasa membutuhkan satu sama lain untuk kelangsungan
hidup dan mempertahankan predikatnya sebagai manusia. Wujud dari itu akan
melahirkan ketergantungan yang pada akhirnya mendatangkan sebuah bentuk
kerjasama, berlangsung dalam rentang waktu yang tak terbatas. Dari interaksiinteraksi tersebut pada akhirnya akan melahirkan sebuah bentuk masyarakat yang
beraneka ragam, baik dari segi struktur, politik maupun sosialnya. Ini adalah
sebuah keniscayaan, karena sejak kehadirannya, mereka telah dianugerahi gelar
sebagai makhluk social.

4

Dalam kerangka premis tersebut, berbagai usaha telah dilakukan, bahkan

ada sebagian yang terkesan berlebihan dalam mengkaji dan mengadakan
penelitian social. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan waktu, sampai saat
ini belum selesai perjalanan menemukan sebuah teori kehidupan sosial yang
mapan dan jitu, kendati telah banyak teori yang kita telah pelajari.
Berangkat dari asumsi diatas, penulis mencoba memberikan informasi
melalaui bahasan berikut yang akan menganalisis tentang teori struktural
fungsional dan mencoba mengangkat sisi pendidikan dari teori tersebut.

1.2 Rumusan masalah:
1. Apakah

pengertian pendekatan structural fungsional dengan sistem

social?
2. Bagaimana perkembangan teori pendekatan structural fungsional?
3. Bagaimana Sejarah terjadinya struktural fungsional ?
4. Bagaimanakah hubungan antara sistem sosial dengan pendekatan
structural?
5. Bagaimana Pendidikan dalam teori Stuktural fungsional ?


5

1.3

Tujuan Masalah
1. Untuk memahami pengertian dari struktural fungsional dengan sistem

sosial
2. Untuk mengetahui

perkembangan teori pendekatan struktural

fungsional
3. Untuk Memenuhi Tugas mata kuliah Sistem Sosial

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian fungsional struktural
1


Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar

pengaruhnya dalam ilmu sosial pada abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama
1

Nasikun. 2012. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm; 11

6

kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Émile Durkheim dan Herbet
Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran
biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri
dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan
hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama
halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga
bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini
awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, di mana pemikiran Durkheim
ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan
pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh

Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara
masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang
disebut dengan requisite functionalism, di mana ini menjadi panduan bagi analisis
substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua
orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut.
Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan di mana di
dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem
tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi
seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional,
sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem.
Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan
Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-

7

Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif
fungsional modern.
Teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber.
Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah




Visi substantif mengenai tindakan sosial dan



Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan
pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam
menginterpretasikan keadaan.
Inti dasar dari Parsons tentang pendekatan fungsional structural yaitu suatu
sistem sosial, pada dasarnya, tidak lain adalah suatu sistem dari pada tindakantindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu,
yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan
berkembang di atas standar penilaian umum tersebut, adalah apa yang kita kenal
sebagai norma-norma sosial ( yang membentuk struktur sosial). Parsons lebih
menekankan anggapan-anggapan dasarnya pada peranan unsur-unsur normatif
dari tingkah laku sosial, khususnya pada proses-proses di mana hasrat-hasrat
perorangan diatur secara normatif untuk menjamin terpeliharanya stabilitas sosial.
Tetapi David Lockwood menegasan bahwa setiap situasi sosial
mengandung dua hal, yakni: tata tertib sosial yang bersifat normatif dan
substratum yang melahirkan konflik-konflik. Tumbuhnya tata tertib sosial justru
mencerminkan adanya konflik yang bersifat potensial di dalam masyarakat.

8

Menurut pendekatan fungsional structural, disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan
penyimpangan-penyimpangan sosial merupakan penyebab terjadinya perubahanperubahan kemasyarakatan dalam bentuk diferensiasi sosial yang semakin
kompleks, adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang datang dari luar. Tetapi
hal tersebut mengabaikan kenyatan-kenyatan sebagai berikut:
1)

Setiap struktur sosial, di dalam dirinya sendiri, mengandung konflik-konflik dan
kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal, yang pada gilirannya justru menjadi
sumber bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.

2)

Reaksi dari suatu sistem sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang dari
luar (extra-systemic change) tidak selalu bersifatadjustive.

3)

Suatu sistem sosial, di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami
konflik-konflik sosial yang bersifat visious circle.

4)

Perubahan-perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melaului
penyesuaian-penyesuaian yang lunak, akan tetapi dapat juga terjadi secara
revolusioner.

2.2 Sejarah singkat teori fungsional stuktural
Pasca perang dunia II
Struktural fungsionalisme memegang peranan penting dalam perkembangan
ilmu sosiologi, tetapi setelah beberapa dekade sesudahnya faham ini “kehilangan
giginya” dan hanya dianggap sebagai tradisi teoritis (Colomy,1990). Namun tidak
dapat dipungkiri juga bahwa faham ini berperan penting dalam kelahiran

9

neofungsionalisme, sebagai contoh gerakan menuju analisis sintesis dalam teori
sosiologi.

Selama

fungsionalisme

beberapa

ialah

teori

tahun,
konflik.

alternatif

utama

Menurut

Thomas

untuk

structural

Bernard

(1983)

fungsionalisme struktural memiliki domain di teori Konsensus.

2.3 Perkembangan teori perkembangan struktual fungsional
Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan
dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan
Robert Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh lain,
Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme
yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih
dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Sosial Action
pada tahun 1937.

Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang
terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu
tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem
tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya
berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada
situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai.
Analisis

parson

merepresentasikan

suatu

usaha

untuk

mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan
system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis

10

ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta
teori
Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural
fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme
kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan
bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung
terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan Merton lebih
terbatas dan menengah
Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar
analisis fungsionalbeberapa postulat tersebut antara lain:


Kesatuan fungsi masyarakat, berarti sistem sosial yang ada pasti
menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal
ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada
masyarakat yang lebih besar.



Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki
fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak
seluruh struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya
memiliki fungsi positif.



Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki
fungsi positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak
terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional
diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama

11

dengan parson bahwa ada berbagai alternative structural dan fungsional yang
ada di dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.
Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang
dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan
sistem teoritik.
Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji
makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga
diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok.
Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi
dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan “teori-teori taraf
menengah” daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh
Merton sebagai : Teori yang terletak di antara hipotesa kerja yang kecil tetapi
perlu, yang berkembang semakin besar selama penelitian dari hari ke hari, dan
usaha yang mencakup semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang akan
menjelaskan semua keseragaman yang diamati dalam perilaku social
The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman
bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris,
merupakan lanjutan dari teori sistem sosial yang terlalu jauh dari penggolongan
khusus perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di
observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data
yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes
empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Para stuktural fungsional

12

pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi dalam
amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal
itu , para fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif
individu dengan fungsi stuktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif individu.
Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang
didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu ada
konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta
sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya

Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi
manifest dan fungsi laten. Maka dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak
relevan juga disfungsi laten dipengaruhi secara fungsional dan disfungsional
Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan
yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan
Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara
tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme.

Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan
anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang
mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur
sosial

didefinisikans

ebagai

serangkaian

hubungan

sosial

teratur

dan

memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain.
Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan

13

cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak
menurut norma dan tujuan tersebut.

Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada
tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti
dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa
yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak
dalam struktural fungsionalisme.
Tiga paradigma yang bertahan dalam penyelidikan fenomena sosial
adalah paradigma fungsional-struktural, paradigma konflik, dan paradigma
interaksi-simbolik. Kajian sistem sosial dan budaya Indonesia di dalam ... ini tidak
terlepas dari berkembangnya tiga paradigma. Paradigma adalah cara berpikir
mengenai suatu masalah. Paradigma terdiri atas teori-teori sejenis, yang secara
umum memiliki kesamaan dalam memandang dan memposisikan subyek, obyek,
dan gejala yang diteliti.

2.4 hubungan antara sistem sosial dan prndekatan stuktural fungsional
Dalam sebuah sistem sosial didalamnya pasti ada yang namanya sistem
yang saling berkaitan, untuk mencapai tujuan yang bersamaan tentunya
memerlukan sebuah pendekatan yang sesuai. Salah satu pendekatan yang paling
sesuai dengan fenomena sistem-sistem sosial tersebut adalah pendekatan
struktural fungsional.

14

Sudut pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat sebagai suatu
sistem fungsional yang terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium. Fungsional
struktur memandang masyarakat layaknya organisme biologis yang terdiri dari
komponen-komponen atomitis dan memelihara hubungan integratif sistemik, agar
metabolisme kehidupan masyarakat tetap terjaga.
Artinya sebuah sistem sosial merupakan sistem dari tindakan-tindakan
manusia yang terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi antara individu, yang
tumbuh dan berkembang dalam standard penilaian yang mendapat kesepakatan
bersama.
Penilaian atau norma itulah yang membentuk struktur sosial dalam
masyarakat. Zamroni (2001) menyatakan bahwa pendekatan microcosmis melihat
sekolah sebagai suatu dunia sendiri yang di dalamnya memiliki unsur unsur untuk
bisa disebut sebagai masyarakat. Sesuai dengan pendekatan struktural fungsional
lembaga sekolah di ibaratkan sebagai masyarakat kecil yang memiliki kekuatan
organis untuk mengatur dan mengelola berbagai komponen yang ada didalamnya.
Bagian-bagian tersebut diatur dan terintegrasi dalam naungan sistem
kendali sosial berwujud formal. Pendekatan struktural fungsional pada hakikatnya
merupakan susunan dari peran dan status berbeda-beda dimana masing masing
bagian tersebut terkonsentrasi pada satu kekuatan legal struktural yang
menggerakkan laju orientasi demi mencapai tujuan tertentu.
Fungsional struktur melandasi pandangan kita untuk melihat berbagai
peran dan status formal di sekolah sebagai satu-satunya pedoman mendasar atas
segala aktivitas yang dilakukan oleh warganya. Dengan pendekatan struktural

15

fungsional seluruh masyarakat telah terisolir norma atau nilai kaedah yang terjadi
dalam sebuah masyarakat .

2.5 Pendidikan dalam teori stuktural fungsional
`

Sebagaimana telah dijelaskan diawal makalah, bahwa teori

struktural fungsional tidak bisa terpisahkan. Stratifikasi yang ada dalam
masyarakat mempunyai peran atau fungsi. Ekstrimisme toeri ini adalah mendarah
dagingnya asumsi bahwa semua even dalam tatanan adalah fungsional bagi suatu
masyarakat. Berbicara tentang masyarakat maka hal tersebut tidak bisa dipisahkan
dengan “integrasi” (satu kesatuan yang utuh, padu)[6] seperti dikemukakan
Parson, yang berarti bahwa struktur dalam masyarakat mempunyai keterkaitan
atau hubungan satu dengan yang lain. Pendidikan khususnya, tidak bisa
dipisahkan dari struktur yang terbentuk dalam masyarakat. Kita tidak bisa
pungkiri bahwa terbentuknya stratifikasi dalam masyarakat salah satunya dibentuk
oleh pendidikan itu sendiri. Demikian sebaliknya Durkheim(1858-1917)
berpendapat bahwa masyarakat secara keseluruhan dan lingkungannya akan
menentukan tipe-tipe pendidikan yang diselenggarakan. Demikian pula,
pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri dan
kesadaran sosial.
Fungsionalisme Struktural tidak hanya berlandaskan pada asumsi-asumsi
tertentu tentang keteraturan masyarakat, tetapi juga memantulkan asumsi-asumsi
tertentu tantang hakikat manusia. Didalam fungsionalisme, manusia diperlakukan
sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang membentuk lembagalembaga atau struktur-struktur sosial. Didalam perwujudannya yang ekstrim,

16

fungsionalisme struktural secara implisit memperlakukan manusia sebagai pelaku
yang memainkan ketentuan-ketentuan yang telah dirancang sebelumnya, sesuai
dengan norma-norma atau aturan-aturan masyarakat. Didalam tradisi pemikiran
Durkheim untuk menghindari reduksionisme (fenomena alamiah yang diciutkan
dalam suatu hal yang lebih kecil) psikologis, para anggota masyarakat dipandang
sebagai hasil yang ditentukan oleh norma-norma dan lembaga-lembaga yang
memelihara norma-norma itu.
Parsons melihat masyarakat adalah sistem sosial yang dilihat secara total.
Bilamana sistem sosial sebagai sebuah sistem parsial, maka masyarakat itu dapat
berupa setiap jumlah dari sekian banyak sistem yang kecil-kecil, misalnya
keluarga, sistem pendidikan, dan lembaga-lembaga keagamaan.
Kita dapat

menghubungkan

individu

dengan

sistem sosial

dan

menganalisanya melalui konsep status (struktur) dan peranan (fungsi). Status
adalah kedudukan dalam sistem sosial, seperti guru, ibu , atau presiden, dan
peranan adalah perilaku yang diharapkan atau perilaku normatif yang melekat
pada status guru, ibu, atau presiden itu. Dengan kata lain dalam sistem sosial,
individu menduduki suatu tempat (status), dan bertindak (peranan) sesuai dengan
norma atau aturan-aturan yang dibuat oleh sistem. Misalnya, status sebagai
seorang suami mengandung peranan normatif yakni mencari nafkah yang baik.
Peranan sebagai suami adalah statusnya sebagai suami dari istri.
Ilustrasi diatas mengisyaratkan betapa urgensinya status (sturktur) sebagai
seorang suami dan peranannya (fungsi) terhadap istri. Dalam status dan perananan
tersebut disamping sebagai tanggungjawab suami namun sinyalement pendidikan

17

senantiasa terlihat didalam peranan-peranan tersebut. Bagaimana misalnya fungsi
seorang suami mendidik istri dan anak-anaknya selalu membangun integritas
(keutuhan) sebuah keluarga dan bagaimana seorang suami menjadi sosok panutan
baik secara langsung ataupun tidak langsung dan menjadi teladan bagi istri dan
anak-anaknya.
 Pendidikan

dalam

peranan

masyarakat

dapat

dilihat

pada

ketentuan berikut;
a.

Bagaimana seharusnya melangkah dan bertindak sebagai seorang yang
mengemban tugas dan pemeran sehubungan dengan beberapa kemungkinan,
prestise atau kepemimpinannya;

b. Bagaimana ia berbuat sebagai seorang anggota suatu bagian dari status
kelembagaan dan perkumpulan-perkumpulan.
Peranan-peranan anggota masyarakat yang demikian akan membatasi
peranan (fungsi): sebagai penduduk, konsumen, anggota militer, usahawan,
pembentuk serikat sekerja, dan sebagai orang tua. Kesemuanya sangat
bermamfaat dalam pengendalian masyarakat, masing-masing akan mengetahui
batas-batas kewenangannya, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat tidak
terjadi benturan-benturan antara peranan yang satu dengan peranan yang lainnya.
 Pendidikan dalam peranan-peranan kelompok
Suatu kelompok dan peranan yang ada, agar dapat memuaskan atau
memenuhi seseorang, tentunya akan membiasakan kepentingan-kepentingan,
kebutuhan-kebutuhan atau mendekatkan harapan-harapan pada para anggotanya.
Hal ini dapat menjadikan suatu klik, asosiasi, kelas atau strata (lapisan/sturktur)

18

masyarakat, suku atau golongan kedaerahan, kasta, dan lain-lain sejenisnya dalam
lingkungan

masyarakat.

Kelompok-kelompok

sosial

seperti

ini

dalam

menciptakan suatu lingkungan masyarakat yang stabil, lancar, dan tertib, para
pemimpin dan masing-masing anggotanya darus dapat bertindak memainkan
peranan-peranan antara lain:
a) Memainkan peranan kelompok sepenuhnya dalam kelompok masing-masing,
tanpa kehendak untuk memaksakan peranan-peranan itu kepada para anggota
kelompok lainnya;
b) Dapat memainkan peran kelompoknya bersama-sama kelompok lain, apabila
diantara kelompok-kelompok itu telah terjadi kesepakatan bersama atau
penyilangan kultur, biasanya dalam rangka penggabungan menjadi kelompok
besar yang menghendaki perkembangan;
c) Sama sekali membatasi peranan-peranan kelompoknya dan menyusuaikan dengan
pernanan sosial dalam mengadakan interelasi atau hubungan-hubungan antar
kelompok dalam lingkungan masyarakat, mencegah benturan-benturan dengan
cara lebih menghargai atau menghormati peranan sosial.
 Pendidikan dalam status kelompok dalam struktur sosial
Dalam status kelompok-kelompok masyarakat, struktur masyarakatnya
cenderung untuk membentuk tiga kelompok yang lebih besar ditinjau dari
persilangan-persilangan yang terjadi, yaitu;
(a)

Kesukuan--------kedaerahan,

(b)

Kelas sosial------strata (struktur/lapisan) masyarakat,

(c)

Status pekerjaan--------jenjang jabatan dalam bagian masyarakat.

19

Dalam suatu masyarakat kerap hidup beberapa suku, karena masingmasing merasakan adanya ikatan kebudayaan dan geografis atau kebudayaan yang
mirip yang berlaku secara turun temurun serta para anggotanya dilahirkan,
dikembangkan

dan

bertahan

dalam

kelangsungan

hidupnya

(viabilitas)

persilangan-persilangan yang terjadi akan mewujudkan rasa kedaerahan.
Demikian pula kelas-kelas sosial karena merasakan adanya keterikatan (kesamaan
jenjang, gerakan, tuntutan dan tujuan), mereka akan mengadakan persilangan
antara masing-masing kelas dan terwujudlah segmentasi atau pembentukan bagian
yang lebih besar, dalam hal ini berbentuk lapisan masyakat. Lapisan masyarakat
(strata) banyak berpengaruh pula dalam kelansungan hidup masyarakat.
Orang-orang dalam mempertahankan hidupnya dalam masyarakat haruslah
bekerja. Adanya interelasi antara mereka yang mempunyai status pekerjaan yang
sama atau mirip akan terjadi pertukaran pendapat, pengalaman, pikiran dan
gagasan. Persilangan-persilangan status pekerja/pekerjaan akan melahirkan
jenjang pekerjaan yang lebih besar dalam masyarakat.
 Pendidikan Terintegrasi dalam Fungsi-fungsi Lembaga dalam Masyarakat
Adalah

tak

perlu

diperkirakan

bahwa

suatu

lembaga

hanya

menyelenggarakan satu fungsi. Kita perhatikan sekarang yang sederhana saja,
seperti keluarga;
a.

Memperhatikan anak-anaknya,

b. Para anggota keluarga satu dan lainnya saling membantu dan memberikan rasa
kasih sayang serta perlindungan bersama,

20

c.

Menyelenggarakan fungsi-fungsi ekonomi serta membawasertakan pada upacara
keagamaan dan anggota keluarganya (ayah-ibu-kakak) sering bertindak sebagai
pengganti guru dirumah,

d. Menyehatkan anak-anak, memberi gizi dan obat-obatan dan pelayanan-pelayanan
sosial lainnya.
Lembaga-lembaga itupun mempunyai fungsi-fungsi lainnya yang tidak
jauh berbeda dengan fungsi-fungsi keluarga terhadap para anggotanya. Dalam
lembaga, fungsi-fungsi itu dipisah-pisah-dibagi-bagi. Tidak dapat diperkirakan
bahwa suatu fungsi sosial tertentu diselenggarakan secara eksklusif oleh suatu
lembaga. Jika kita memahami pendidikan dengan seluruh kegiatan-kegiatannya,
dimana anak-anak belajar dan dipelajari teknik-teknik, kebiasaan-kebiasaan serta
perasaan-perasaan pada masyarakat dimana mereka hidup, adalah nyata bahwa
sekolah tidak melakukan monopoli atas pendidikan.
Yang dimaksud dengan pendidikan dalam lembaga-lembaga yang ada
dalam masyarakat umumnya adalah bagaimana lembaga itu memberikan
keteladanan, profesionalisme, jauh dari kolusi-korupsi-nepotisme (KKN) serta
mejalankan birokrasi sesuai prosedur dan proporsional. Fungsionaris yang ada
pada lembaga-lembaga tersebut menjalankan fungsinya sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang ada sehingga akan melahirkan strukturisasi dan
fungsionaris yang istiqamah serta citra lembaga sebagai institusi yang intelek dan
berakhlak.
 Penerapan Teori Struktural-Fungsional dalam Pendidikan di Sekolah

21

Dalam buku Manajemen Pendidikan Mutu berbasis Sekolah yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Dirjen Dikdasmen,
Depdiknas (1999:6-7) diungkapkan beberapa indikator yang menjadi karesteristik
dari konsep MPBS sekaligus mereflaksikan peran dan tanggung jawab masingmasing pihak antara lain;
(1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
(2) sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai,
(3) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat,
(4) adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah,
guru, dan staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi,
(5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan
IPTEK,
(6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai
aspek

akademik

dan

administrative,

dan

pemanfaatan

hasilnya

untuk

penyempurnaan dan atau perbaikan mutu,
(7) adanya komunikasi dan dukungan insentif dar orang tua siswa dan
masyarakat lainnya.
Oleh karenanya penulis dapat menyimpulkan bahwa praktek teori
struktural-fungsional yang mengedepankan integrasi, maka tanggung jawab dan
peran masing-masing pihak harus selalu menjadi prioritas dalam rangka
membangun intergrasi solid di sekolah terutama yang erat kaitannya dengan
peningkatan mutu pendidikan .

22

Anilisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) merupakan
salah

satu

metode

yang

dapat

digunakan

untuk

membantu

sekolah

mengungkapkan dan mengidentifikasi permasalahan. Pentingnya analisis SWOT
dilakukan agar dapat diketahui kekuatan dan kelemahan yang melekat dlam
lingkungan internal sistem itu sendiri, serta peluang dan tantangan yang dating
dari lingkungan eksternal sistem tersebut. Berbagai hasil studi empirik
menunjukkan bahwa suatu manajemen itu akan berhasil jika mampu
mengoptimalkan pemberdayaan dan pemanfaatan kekuatan dan peluang yang
dimilikinya serta mampu meminimalkan intensitas pengaruh factor kelemahan
dan hambatan disertai upaya untuk memperbaiki atau mengatasinya (syamsuddin,
2000:5).
Dalam makalah ini, penulis perlu menjelaskan juga bahwa untuk
membahas lebih rinci sejauh mana sosiologi mambahas tentang kependidikan dan
begitu juga sebaliknya, maka dalam makalah ini kami sedikit akan memberikan
informasi mengenai pendidikan dalam sosiologi. Namun ruang lingkup
bahasannya terbatas pada lembaga pendidikan itu sendiri.
Menurut Stalcup:
1. Educational sociology; yakni merupakan aplikasi prinsip-prinsip umum dan
penemuan-penemuan

sosiologi

bagi

pengadministrasian

dan/atau

proses

pendidikan. Pendekatan ini berupaya untuk menerapkan prinsip-prinsip sosiologi
pada lembaga pendidikan sebagai suatu unit sosial tersendiri.

23

2. Sociology educational, merupakan analisis terhadap proses-proses sosiologi yang
berlangsung dalam lembaga pendidikan. Takanan dan wilayah telaahnya pada
lembaga pendidikan itu sendiri.
Berikut defenisi sosiologi pendidikan menurut pakar sosilogi;
a.

Fairchild, sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.

b. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki
stuktur dan dinamika proses pendidikan.
c.

Ellwood,

sosiologi

pendidikan

adalah

ilmu

pengetahuan

yang

mempelajari/menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua
pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial.
Defenisi diatas menurut analisis penulis mengisyaratkan adanya kajian
khusus yang lebih spesifik untuk mengangkat isu-isu sosial dalam pendidikan atau
sebaliknya. Lembaga sekolah misalnya, sebagai struktur sekolah berperan
menciptakan hubungan dengan lembaga-lembaga lain yang ada didalam
masyarakat sehingga melahirkan integrasi yang solid. Ketika terjadi masalah
sosial yang melibatkan fungsionaris yang ada pada lembaga sekolah maka akan
dengan mudah diselesaikan. Contoh kasus, misalnya seorang siswa melanggar
peraturan lalu lintas (tidak memakai helm dan tanpa SIM), maka lembaga
kepolisian yang berwenang akan memberikan sanksi berat dengan “tilang” yakni
hukuman dengan mengharuskan siswa membuat “SIM” yang tentunya dengan
biaya mahal. Dengan hubungan komunikasi dan kerjasama yang baik maka biaya

24

yang mesti dibayar mahal menjadi agak terjangkau dengan terjalinnya hubungan
antara lembaga-lembaga tersebut.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

25

Teori Struktural fungsional adalah teori yang membahas tentang
stratifikasi dan peranan (fungsi) yang ada didalam masyarakat. Teori ini
menjelaskan bagaimana struktur yang ada itu berinteraksi dan berfungsi sesuai
dengan peranan masing-masing lembaga tersebut dengan mengedepankan
integrasi, Sehigga jika terjadi konflik sosial maka akan dengan mudah
diselesaikan.
Pendidikan dalam teori ini bisa dilihat pada penjelasan singkat ini,
bahwa setiap sturkturisasi jika berfungsi sesuai dengan stratifikasi yang
diperankan maka akan membentuk lembaga-lembaga yang paradigmatis
untuk mendidik masyarakat istiqama dan menjadi panutan. Artinya, fungionaris
yang ada pada lembaga-lembaga tersebut menjalankan fungsi serta peranannya
yang sesuai oleh aturan-aturan yang ada dalam masyarakat. Fungsionaris yang ada
di birokrasi menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, fungsionaris
yang ada dalam lembaga adat, kultur dan budaya bahkan agama juga menjalankan
perannya sesuai dengan amanah leluhur, pemuka agama dan lain-lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Nasikun.2011. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta : Rajawali press
Guntur Petrus, ITB Bandung, www.edidbloger.blogspot.com/2008
Wahyu, Prof, makalah sosiologi pendidikan, 2006, hal. 5
Muhammad Yazid,www.geocities.com/ 2008

26

27