Masalah Nilai yang Dicari Penalaran Prop
Masalah Nilai yang Dicari: Penalaran Proporsional
Siswa Setelah Mempelajari Rasio dan Proporsi
Zainul Imron 1, I Nengah Parta 2, Hery Susanto3
1
Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang, [email protected]
2
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected]
3
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected]
Abstrak. Penalaran prorporsional dikenal sebagai dasar untuk keberhasilan siswa
dalam menyelesaikan masalah di berbagai topik mata pelajaran Matematika. Pada
kenyatannya, masih banyak siswa kelas VI-VIII yang mengalami kesulitan materi
perbandingan, khususnya ketidakpahaman masalah perbandingan tertentu atau
mengapa strategi yang digunakan berhasil dalam menyelesaikan masalah. Penelitian
ini menganalisis proses dan kesalahan 115 siswa kelas VII dalam menyelesaikan
masalah perbandingan dan proporsi setelah mempelajari materi Rasio dan Skala.
Dengan menggunakan metodologi kualitatif, proses berpikir siswa diselidiki
berdasarkan lima tingkatan dalam menyelesaikan masalah rasio dan proporsi. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa lebih dari 75% siswa tidak mampu
membedakan masalah yang termasuk proporsi dan yang bukan. Kesalahan ini
dikarenakan kurangnya latihan dan pengenalan siswa tentang masalah perbandingan
dan proporsi. Siswa cenderung menentukan satuan per unit dan menggunakan
strategi perkalian silang untuk penyelesaian masalah nilai yang dicari, namun
mereka belum memahami mengapa mereka menggunakan strategi teresebut.
Kata Kunci: penalaran proporsional; rasio, proporsi; perkalian silang.
1 Pendahuluan
Penalaran proporsional merupakan salah satu kemampuan yang harus
dikembangkan di sekolah menengah pertama. Siswa menggabungkan
pengetahuan mereka mulai matematika sekolah dasar dan membangun pondasi
untuk sekolah menengah atas dan penalaran aljabar dengan menggunakan
penalaran proporsional [1]. Penalaran proporsional digunakan untuk
mendeskripsikan konsep dan pemikiran yang diperlukan untuk memahami
kecepatan, rasio, dan proporsi termasuk skala [2].
Kompetensi dasar pada kurikulum yang sedang berlangsung untuk siswa kelas
VII tidak menyatakan secara langsung bahwa siswa harus mampu
mengembangkan penalaran proporsionalnya. Walaupun demikian, siswa harus
mampu memahami pengertian proporsi dan mengembangkan penalaran
proporsional. Kompetensi ini juga telah diberikan untuk siswa kelas V-VI,
sehingga dalam perencanaan pembelajaran seharusnya guru harus
memperhitungkan pengetahuan awal siswa tentang perbandingan. Meskipun telah
banyak penelitian tentang proporsi di sekolah menengah, penyelesaian siswa
cenderung menggunakan penalaran proporsional secara informal [3]. Namun,
masih banyak siswa kelas VI-VIII yang mengalami kesulitan materi rasio,
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
khususnya ketidakpahaman masalah proporsi atau mengapa strategi yang
digunakan berhasil dalam menyelesaikan masalah proporsi [4].
Penalaran proporsional bergantung pada topik yang memiliki keterkaitan,
terutama perkalian dan pembagian [5], pecahan [6], dan konsep mengurutkan
pecahan dan pecahan senilai [7]. Meskipun pemahaman rasio dan proporsi
memiliki banyak keterkaitan dengan banyak topik dalam konsep matematika,
intisari dari penalaran proporsional adalah pemahaman tentang struktur perkalian
pada situasi yang proporsional [7].
Rasio dan proporsi telah diuraikan sebagai dasar kurikulum Matematika SMP
Beberapa penelitian telah menyoroti banyaknya kesulitan siswa dalam
menyelesaikan masalah proporsi dan tugas-tugas berkaitan dengan penerapan
proporsi (misalnya, [7]; [8]; [9]). Hal ini berarti bahwa banyak siswa akan
mengalami kesulitan dalam berbagai topik Matematika di sekolah menengah
karena kurangnya pemahaman mereka tentang rasio dan proporsi. Pemahaman
rasio dan proporsi tidak hanya sekedar mampu melakukan perhitungan yang tepat
dan mampu menerapkan rumus dan algoritma, serta memanipulasi angka dalam
proporsi. Siswa yang memiliki pemahaman ini juga akan mampu
mengembangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah rasio dan
proporsi sebagai tujuan pembelajaran, khususnya bagaimana mengembangkan
penalaran proporsional siswa dari konsep yang telah mereka dapatkan
sebelumnya. Penelitian ini mendiskusikan proses matematis siswa, termasuk
penyajian strategi yang digunakan, serta kesalahan siswa dalam menyelesaikan
masalah rasio dan proporsi dalam konteks masalah nilai yang dicari.
Untuk menyelesaikan masalah proporsi dan menggunakan penalaran
proporsional, siswa harus memiliki pemahaman dasar rasio dan proporsi. Proporsi
merupakan pernyataan kesamaan antara dua rasio yang dapat diwakili secara
simbolis sebagai
a c
[2]. Masalah nilai yang dicari menyatakan tiga nilai yang
b d
diketahui dan meminta siswa untuk mencari nilai keempat. Beberapa penelitian
telah mengidentifikasi strategi siswa dalam menyelesaikan masalah. Sebagai
contoh, [10] dan [11] mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan siswa
dalam menyelesaikan masalah proporsi: (i) rasio satuan, strategi yang paling
intuitif yang digunakan siswa sebelum mempelajari materi rasio dan proporsi, (ii)
faktor perubahan skala [12], strategi yang berkaitan dengan aspek numerik dari
masalah dan banyak digunakan oleh siswa, (iii) membandingkan rasio yang
terkait dengan masalah proporsi, memungkinkan membandingkan rasio satuan
melalui pembagian, dan (iv) algoritma perkalian silang.
Selain itu, [10] mengidentifikasi strategi dalam menyelesaikan masalah
proporsi dengan menggunakan grafik. Strategi informal lain yang muncul adalah
menggunakan penalaran penjumlahan dan penalaran perkalian, yakni
menyelesaikan masalah dengan melakukan penjumlahan atau perkalian berulang
[12] [13]. [14] mengklasifikasikan strategi penalaran proporsional sebagai
penggunaan variabel dan penggunaan aturan perkalian silang dalam
menyelesaikan masalah, memahami hubungan co-variation (perubahan variabel
yang satu mempengaruhi perubahan variabel yang lain. Misalnya, semakin besar
nilai variabel yang satu, maka nilai variabel yang lain juga membesar).
Berdasarkan strategi untuk memecahkan masalah proporsional, dibuat
kategorisasi untuk menganalisis penyelesaian siswa (Tabel 1).
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
TABEL 1 Kategori penalaran proporsional siswa dan strateginya dalam menyelesaikan
masalah proporsi.
Level
Level 0
Level 1
Pictorial (P)
(penalaran informal
tentang situasi
proporsional)
Level 2
Additive (A)
Level 3
Additive and Multiplicative
(AM)
-
-
Level 4
Multiplicative (M)
(Penalaran Proporsional
Formal)
-
-
Strategi Penyelesaian
Menebak jawaban
Menggunakan bilangan-bilangan pada soal, operasi atau
strategi penyelesaian secara acak (sembarangan)
Belum mampu memahami masalah
Menyelesaikan dengan menggunakan gambar atau
himpunan gambar kemudian menghitungnya atau
menggunakan benda manipulatif untuk menyelesaikan
masalah menjadi masuk akal
menggunakan alasan kualitatif (berupa penjelasan yang
masuk akal)
Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
pendekatan penjumlahan (penambahan berulang)
Mencari dan menggunakan nilai satuan
Mengidentifikasi atau menggunakan faktor skalar atau
menggunakan tabel
menyusun dan menguraikan bilangan-bilangan yang
diketahui dengan melibatkan penjumlahan, perkalian
dan pembagian
Mampu mengenal pola dan replikasi, namun belum
menggunakan struktur perkalian
Menggunakan variabel dan menggunakan aturan
perkalian silang dalam menyelesaikan masalah
Menggunakan pecahan senilai
Menggunakan hubungan multiplikatif antara a, b , c, dan
d dalam
a c
b d
.
- Sepenuhnya memahami hubungan co-variation (variabel
yang satu mempengaruhi variabel yang lain, misal,
semakin besar nilai variabel yang satu menyebabkan
nilai variabel yang lain juga membesar)
2 Metodologi
Penelitian ini menganalisis proses dan kesalahan 115 siswa kelas VII dalam
menyelesaikan masalah perbandingan dan proporsi setelah mempelajari materi
Perbandingan dan Skala. Banyak penelitian memberikan analisis strategi yang
diterapkan oleh siswa untuk berbagai tugas penalaran proporsional [12].
Penelitian-penelitian tersebut menyoroti persoalan yang terkait dengan dampak
dari bilangan-bilangan yang rumit bagi siswa (misalnya, pecahan dan desimal),
penerapan strategi penjumlahan yang salah, dan penerapan rumus yang salah
untuk menyelesaikan masalah proporsi. [13] menyatakan bahwa siswa harus
diberikan masalah dengan konteks yang berbeda, yakni untuk menganalisis
hubungan kuantitatif, dan untuk mewakili hubungan-hubungan dalam simbolsimbol, tabel, dan grafik, termasuk masalah jual-beli, memasak, grafik, ekonomi,
pengukuran skala. Untuk setiap item pada tes, siswa diminta untuk memberikan
jawaban dan menjelaskan pemikiran mereka diterapkan untuk memecahkan
masalah. Tes yang diberikan terdiri dari 3 soal, yaitu masalah Banyak Putaran
(bukan situasi proporsi/P1), masalah Resep (nilai yang dicari dengan bilangan
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
sederhana/P2), dan masalah Sulaman Lucu Mr. Tall dan Mr. Short (nilai yang
dicari dengan bantuan gambar/P3).
3
Hasil dan Pembahasan
Respon siswa untuk setiap item tes diberi kode. Pengkodean dilakukan dengan
dua jenis, dan karenanya kode dua digit diberikan untuk setiap respon. Angka
pertama dalam kode menunjukkan apakah jawaban siswa benar (kode 1), salah
(kode 2), atau dilewati/ tidak dikerjakan (kode 0). Angka kedua dalam kode
mengidentifikasi strategi berpikir yang digunakan oleh siswa dalam memecahkan
masalah, seperti yang diperoleh dari penjelasan tentang bagaimana siswa
memecahkan setiap masalah. Secara khusus, strategi penyelesaian yang
menunjukkan level 0 diberi kode 0, dengan strategi solusi yang menunjukkan
penerapan strategi informal level 1 diberi kode 1. Kode 2 diberikan kepada siswa
dengan menggunakan penalaran penjumlahan. Kode 3 diberikan ketika siswa
meggunakan strategi penyelesaian pada level 3. Kode 4 diberikan kepada siswa
yang menggunakan strategi penyelesaian level 4. Skor dari 11, misalnya
menunjukkan bahwa hasil pengerjaan siswa benar dengan menggunakan gambar
(level 1). Skor 23 menunjukkan penyelesaian yang salah dengan menggunakan
strategi penyelesaian level 3. Sedangkan 00 menunjukan bahwa siswa tidak
menunjukkan usaha dalam menyelesaikan masalah. Tabel berikut menunjukkan
persentase penggunaan strategi-strategi dalam menyelesaikan setiap masalah.
TABEL 1 Persentase penggunaan strategi untuk jawaban yang salah dan benar.
Item
P1
P2
P3
10
11
12
13
14
20
21
22
23
24
00
2,61
9,57
2,61
6,09
0,00
4,35
13,91
0,87
1,74
0,87
54,78
40,00
0
7,83
9,57
37,39
12,17
13,91
0
0
8,70
3,48
6,96
13,91
19,13
3,48
0,87
15,65
1,74
1,74
0,87
2,61
2,61
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lebih dari 75% siswa tidak mampu
membedakan masalah yang termasuk proporsi dan yang bukan. Untuk
penyelesaian masalah lain, siswa cenderung menentukan besar per unit satuan;
menyusun dan menguraikan bilangan-bilangan dengan melibatkan penjumlahan,
perkalian dan pembagian. Sedangkan penggunaan aturan perkalian silang dan
perbandingan senilai, dari siswa yang menjawab benar masalah ketiga dan
keempat, sekitar 5% dan 14% menggunakan strategi tersebut.
P1 adalah masalah dengan jawaban benar paling sedikit di antara ketiga
masalah (23,48%). P1 merupakan masalah non-proporsi (dua orang, Arif dan
Tara, berlari dengan kecepatan yang sama berkeliling lapangan dengan salah satu
orang mendahului yang lain, siswa diminta untuk menentukan banyak putaran jika
banyak putaran Arif yang diketahui). Kesalahan siswa ini berhubungan dengan
latihan dan pengenalan siswa tentang masalah perbandingan dan proporsi yang
masih kurang. Kemampuan siswa untuk membedakan proporsional dari situasi
non-proporsional adalah kunci untuk penalaran proporsional yang menunjukkan
kemampuan bernalar dibandingkan dengan penerapan rumus [14]. Berdasarkan
tabel, dapat dilihat bahwa siswa lebih memilih menggunakan semua bilangan pada
soal untuk mencari selesaian (37,39%) dan 34,78% menggunakan level 3 dan 4
dalam menyelesaikannya (kode 23 dan 24). Sehingga, dapat diketahui bahwa
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
siswa masih belum memahami secara baik kapan dan mengapa menggunakan
strategi tersebut.
TABEL 2 Perbandingan penggunaan strategi untuk menyelesaikan P1
a. Penyelesaian siswa dengan menggunakan strategi perkalian silang (level 4)
b. Penyelesaian siswa dengan menggunakan penjumlahan berulang (level 2)
P2 adalah masalah yang berkaitan dengan resep (Suatu resep diketahui bahwa
3 ons terigu dicampur dengan 4 gelas santan. Siswa diminta untuk menentukan
banyak terigu yang dibutuhkan jika terdapat 2 gelas santan). Sekitar 73% siswa
menjawab dengan benar masalah ini. 54,78% dari mereka menyelesaikan masalah
ini dengan mencari nilai satuan terlebih dahulu yang kemudian dikalikan dengan
banyak santan yang ada (kode 13). Masalah ini mudah dipahami oleh siswa,
karena masalah ini realistis. Penggunaan masalah realistik ini, khususnya dalam
masalah rasio dan proporsi memberikan dampak positif dalam pengembangan
penalaran proporsional siswa [15].
TABEL 3 Perbandingan penggunaan strategi untuk menyelesaikan P2
a. Penyelesaian siswa dengan menentukan besar tiap satuan/banyak terigu tiap 1 gelas santan
(level 3)
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
b. Penyelesaian siswa dengan menggunakan perkalian silang (level 4)
Seperti halnya dengan P2, P3 juga merupakan masalah realistik (Siswa diminta
untuk menentukan tinggi Mr. Tall jika diketahui perbandingan tinggi Mr. Short
dari dua benda, yakni jepitan kertas dan kancing). Siswa dengan mudah
menggunakan model (gambar) dalam menyelesaikan masalah. Meskipun siswa
bisa dengan mudah menyelesaikan dengan menggambar (kode 11 sebanyak
4,35%), 40% dari mereka menggunakan strategi level 3 (kode 13), yakni
menentukan banyak kancing dibandingkan dengan jepitan kertas. Akan tetapi,
dalam menyelesaikan masalah P2 ini, siswa masih terjebak dalam penalaran
penjumlahan (level 2). Kode 22 menunjukkan bahwa siswa tidak berhasil dalam
menggunakan penalaran ini (13,91%). Boleh jadi disebabkan oleh kesulitan siswa
dalam membandingkan dua ukuran yang berbeda. Siswa yang menggunakan
strategi di level 2, cenderung menambahkan banyaknya jepitan kertas seperti
bertambahnya kancing. Meskipun temuan ini bukanlah hal yang baru, penggunaan
yang salah dari penalaran level 2 untuk masalah ini lebih menyoroti pada
ketidakstabilan berpikir relasional siswa di sekolah menengah.
TABEL 4 Perbandingan penggunaan strategi untuk menyelesaikan P3
a. Penyelesaian siswa dengan menentukan besar tiap satuan/banyak penjepit kertas tiap 1
kancing (level 3)
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
b. Penyelesaian siswa dengan menggunakan perkalian silang (level 4)
Masih kuatnya siswa dalam menggunakan penalaran penjumlahan serta
penggunaan perkalian silang namun masih belum memahami kapan dan mengapa
menggunakannya, masih menjadi masalah untuk siswa ketika dihadapi soal yang
membutuhkan penalaran proporsional.
4
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa cenderung untuk memecahkan
masalah dengan menggunakan strategi yang melibatkan hubungan penjumlahan
dan perkalian pada saat yang sama (level 3). Dalam menentukan nilai yang hilang,
siswa cenderung untuk menghitung nilai satuan untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat kemudian mereka mengalikan dengan nilai yang diminta.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa masih belum mampu dalam
menerapkan strategi level 2, yakni penalaran penjumlahan. Level 2 ini perlu
diberikan kepada siswa, karena merupakan perlaran proporsional yang awal
(intuitif). Dengan memberikan pemahaman kepada siswa mulai awal, yakni tidak
secara instan memberikan strategi perkalian silang, siswa akan lebih memahami
penggunaan penalaran proporsional dalam berbagai topik matematika.
Kami menyarankan kepada guru, bahwa sebelum penyampaian bagaimana
menyelesaikan masalah perbandingan dan proporsi secara formal, diusahakan
untuk memecahkan masalah nilai yang dicari dengan menggunakan strategi yang
melibatkan penalaran penjumlahan dan perkalian silang secara simultan. Sehingga
memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi strategi-strategi dasar yang
melibatkan unsur-unsur gambar dan nilai satuan.
Dengan mengetahui proses dan kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah
proporsi setelah dilakukannya pembelajaran, guru tidak hanya melakukan
pembelajaran remedial, namun hal ini penting bagi guru untuk membantu siswa
mengembangkan penalaran proporsional dari pengetahuan awal siswa. Guru perlu
mengetahui kesulitan atau membimbing siswa yang berkemampuan rendah, serta
membantu mengenalkan konsep kepada siswa yang belum memahami konsep
rasio dan proporsi. Dengan ini, guru akan lebih siap memberi petunjuk tentang
apa yang siswa butuhkan dalam pembelajaran rasio dan proporsi.
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
5
Daftar Pustaka
[1] Langrall, C., & Swafford, J. (2000). Three balloons for two dollars: Developing proportional
reasoning. Mathematics Teaching in the Middle School, 6, 254-261. NCTM.
[2] Van den Walle, J. 2007. Elementary and Middle School Mathematics: teaching
developmentally. New York: Pearson Education.
[3] Thompson, D.R., Austin, R.A., & Beckmann, C.E. 2002. Using Literature as Vehicle to
Explore Proportional Reasoning. Dalam Litwiller, B. H. (Ed.). Makings sense of fractions,
ratios, and proportions: 2002 Yearbook. 138-144. Reston, VA: NCTM.
[4] Weinberg, S.L. 2002. Proportional Reasoning: One Problem, Many Solutions!. Dalam
Litwiller, B. H. (Ed.). Makings sense of fractions, ratios, and proportions: 2002 yearbook.
138-144. Reston, VA: NCTM.
[5] Vergnaud, G. (1983). Multiplicative structures. Dalam R. Lesh, & M. Landau. Acquisition of
mathematical concepts and processes (pp. 127-174). Orlando, FL: Academic Press.
[6] English, L. & Halford, G. (1995). Mathematics education: Models and processes. Mahwah,
NJ: Lawrence Erlbaum.
[7] Behr, M., Harel, G., Post, T., & Lesh, R. (1992). Rational number, ratio and proportion.
Dalam D. Grouws (Ed.), Handbook on research of teaching and learning (pp. 296-333). New
York: McMillan.
[8] Ben-Chaim, D., Fey, J., Fitzgerald, W., Benedetto, C. & Miller, J. (1998). Proportional
reasoning among 7th grade students with different curricular experiences. Educational
Studies in Mathematics, 36, 247-273.
[9] Lo, J-J., & Watanabe, T. (1997). Developing ratio and proportion schemes: A story of a fifth
grader. Journal for Research in Mathematics Education, 28 (2), 216-236.
[10] Lesh, R., Post, T., & Behr, M. (1988). Proportional reasoning. In M. Behr & J. Hiebert
(Eds.), Number concepts and operations for the middle grades (pp. 93-118). Hillsdale,
NJ: Lawrence Erlbaum.
[11] Cramer, K., Post, T., & Currier, S. (1993). Learning and teaching ratio and proportion:
Research implications. http://education.umn.edu/rationalnumberproject /93_4.html
[12] Hart, K., (1984) Ratio: Children’s strategies and errors. London: NFER Nelson.
[13] Christou, C., & Philippou, G. (2002). Mapping and development of intuitive proportional
thinking. Journal of Mathematical Behavior, 20, 321-336.
[14] Lamon, S. (1993). Ratio and proportion: Connecting content and children’s thinking. Journal
for Research in Mathematics Education, 24, 41-61.
[15] Greer, B. (1993). The modelling perspective on wor(l)d problems. Journal of Mathematical
Behavior, 12, 239-250.
Siswa Setelah Mempelajari Rasio dan Proporsi
Zainul Imron 1, I Nengah Parta 2, Hery Susanto3
1
Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang, [email protected]
2
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected]
3
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, [email protected]
Abstrak. Penalaran prorporsional dikenal sebagai dasar untuk keberhasilan siswa
dalam menyelesaikan masalah di berbagai topik mata pelajaran Matematika. Pada
kenyatannya, masih banyak siswa kelas VI-VIII yang mengalami kesulitan materi
perbandingan, khususnya ketidakpahaman masalah perbandingan tertentu atau
mengapa strategi yang digunakan berhasil dalam menyelesaikan masalah. Penelitian
ini menganalisis proses dan kesalahan 115 siswa kelas VII dalam menyelesaikan
masalah perbandingan dan proporsi setelah mempelajari materi Rasio dan Skala.
Dengan menggunakan metodologi kualitatif, proses berpikir siswa diselidiki
berdasarkan lima tingkatan dalam menyelesaikan masalah rasio dan proporsi. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa lebih dari 75% siswa tidak mampu
membedakan masalah yang termasuk proporsi dan yang bukan. Kesalahan ini
dikarenakan kurangnya latihan dan pengenalan siswa tentang masalah perbandingan
dan proporsi. Siswa cenderung menentukan satuan per unit dan menggunakan
strategi perkalian silang untuk penyelesaian masalah nilai yang dicari, namun
mereka belum memahami mengapa mereka menggunakan strategi teresebut.
Kata Kunci: penalaran proporsional; rasio, proporsi; perkalian silang.
1 Pendahuluan
Penalaran proporsional merupakan salah satu kemampuan yang harus
dikembangkan di sekolah menengah pertama. Siswa menggabungkan
pengetahuan mereka mulai matematika sekolah dasar dan membangun pondasi
untuk sekolah menengah atas dan penalaran aljabar dengan menggunakan
penalaran proporsional [1]. Penalaran proporsional digunakan untuk
mendeskripsikan konsep dan pemikiran yang diperlukan untuk memahami
kecepatan, rasio, dan proporsi termasuk skala [2].
Kompetensi dasar pada kurikulum yang sedang berlangsung untuk siswa kelas
VII tidak menyatakan secara langsung bahwa siswa harus mampu
mengembangkan penalaran proporsionalnya. Walaupun demikian, siswa harus
mampu memahami pengertian proporsi dan mengembangkan penalaran
proporsional. Kompetensi ini juga telah diberikan untuk siswa kelas V-VI,
sehingga dalam perencanaan pembelajaran seharusnya guru harus
memperhitungkan pengetahuan awal siswa tentang perbandingan. Meskipun telah
banyak penelitian tentang proporsi di sekolah menengah, penyelesaian siswa
cenderung menggunakan penalaran proporsional secara informal [3]. Namun,
masih banyak siswa kelas VI-VIII yang mengalami kesulitan materi rasio,
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
khususnya ketidakpahaman masalah proporsi atau mengapa strategi yang
digunakan berhasil dalam menyelesaikan masalah proporsi [4].
Penalaran proporsional bergantung pada topik yang memiliki keterkaitan,
terutama perkalian dan pembagian [5], pecahan [6], dan konsep mengurutkan
pecahan dan pecahan senilai [7]. Meskipun pemahaman rasio dan proporsi
memiliki banyak keterkaitan dengan banyak topik dalam konsep matematika,
intisari dari penalaran proporsional adalah pemahaman tentang struktur perkalian
pada situasi yang proporsional [7].
Rasio dan proporsi telah diuraikan sebagai dasar kurikulum Matematika SMP
Beberapa penelitian telah menyoroti banyaknya kesulitan siswa dalam
menyelesaikan masalah proporsi dan tugas-tugas berkaitan dengan penerapan
proporsi (misalnya, [7]; [8]; [9]). Hal ini berarti bahwa banyak siswa akan
mengalami kesulitan dalam berbagai topik Matematika di sekolah menengah
karena kurangnya pemahaman mereka tentang rasio dan proporsi. Pemahaman
rasio dan proporsi tidak hanya sekedar mampu melakukan perhitungan yang tepat
dan mampu menerapkan rumus dan algoritma, serta memanipulasi angka dalam
proporsi. Siswa yang memiliki pemahaman ini juga akan mampu
mengembangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah rasio dan
proporsi sebagai tujuan pembelajaran, khususnya bagaimana mengembangkan
penalaran proporsional siswa dari konsep yang telah mereka dapatkan
sebelumnya. Penelitian ini mendiskusikan proses matematis siswa, termasuk
penyajian strategi yang digunakan, serta kesalahan siswa dalam menyelesaikan
masalah rasio dan proporsi dalam konteks masalah nilai yang dicari.
Untuk menyelesaikan masalah proporsi dan menggunakan penalaran
proporsional, siswa harus memiliki pemahaman dasar rasio dan proporsi. Proporsi
merupakan pernyataan kesamaan antara dua rasio yang dapat diwakili secara
simbolis sebagai
a c
[2]. Masalah nilai yang dicari menyatakan tiga nilai yang
b d
diketahui dan meminta siswa untuk mencari nilai keempat. Beberapa penelitian
telah mengidentifikasi strategi siswa dalam menyelesaikan masalah. Sebagai
contoh, [10] dan [11] mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan siswa
dalam menyelesaikan masalah proporsi: (i) rasio satuan, strategi yang paling
intuitif yang digunakan siswa sebelum mempelajari materi rasio dan proporsi, (ii)
faktor perubahan skala [12], strategi yang berkaitan dengan aspek numerik dari
masalah dan banyak digunakan oleh siswa, (iii) membandingkan rasio yang
terkait dengan masalah proporsi, memungkinkan membandingkan rasio satuan
melalui pembagian, dan (iv) algoritma perkalian silang.
Selain itu, [10] mengidentifikasi strategi dalam menyelesaikan masalah
proporsi dengan menggunakan grafik. Strategi informal lain yang muncul adalah
menggunakan penalaran penjumlahan dan penalaran perkalian, yakni
menyelesaikan masalah dengan melakukan penjumlahan atau perkalian berulang
[12] [13]. [14] mengklasifikasikan strategi penalaran proporsional sebagai
penggunaan variabel dan penggunaan aturan perkalian silang dalam
menyelesaikan masalah, memahami hubungan co-variation (perubahan variabel
yang satu mempengaruhi perubahan variabel yang lain. Misalnya, semakin besar
nilai variabel yang satu, maka nilai variabel yang lain juga membesar).
Berdasarkan strategi untuk memecahkan masalah proporsional, dibuat
kategorisasi untuk menganalisis penyelesaian siswa (Tabel 1).
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
TABEL 1 Kategori penalaran proporsional siswa dan strateginya dalam menyelesaikan
masalah proporsi.
Level
Level 0
Level 1
Pictorial (P)
(penalaran informal
tentang situasi
proporsional)
Level 2
Additive (A)
Level 3
Additive and Multiplicative
(AM)
-
-
Level 4
Multiplicative (M)
(Penalaran Proporsional
Formal)
-
-
Strategi Penyelesaian
Menebak jawaban
Menggunakan bilangan-bilangan pada soal, operasi atau
strategi penyelesaian secara acak (sembarangan)
Belum mampu memahami masalah
Menyelesaikan dengan menggunakan gambar atau
himpunan gambar kemudian menghitungnya atau
menggunakan benda manipulatif untuk menyelesaikan
masalah menjadi masuk akal
menggunakan alasan kualitatif (berupa penjelasan yang
masuk akal)
Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
pendekatan penjumlahan (penambahan berulang)
Mencari dan menggunakan nilai satuan
Mengidentifikasi atau menggunakan faktor skalar atau
menggunakan tabel
menyusun dan menguraikan bilangan-bilangan yang
diketahui dengan melibatkan penjumlahan, perkalian
dan pembagian
Mampu mengenal pola dan replikasi, namun belum
menggunakan struktur perkalian
Menggunakan variabel dan menggunakan aturan
perkalian silang dalam menyelesaikan masalah
Menggunakan pecahan senilai
Menggunakan hubungan multiplikatif antara a, b , c, dan
d dalam
a c
b d
.
- Sepenuhnya memahami hubungan co-variation (variabel
yang satu mempengaruhi variabel yang lain, misal,
semakin besar nilai variabel yang satu menyebabkan
nilai variabel yang lain juga membesar)
2 Metodologi
Penelitian ini menganalisis proses dan kesalahan 115 siswa kelas VII dalam
menyelesaikan masalah perbandingan dan proporsi setelah mempelajari materi
Perbandingan dan Skala. Banyak penelitian memberikan analisis strategi yang
diterapkan oleh siswa untuk berbagai tugas penalaran proporsional [12].
Penelitian-penelitian tersebut menyoroti persoalan yang terkait dengan dampak
dari bilangan-bilangan yang rumit bagi siswa (misalnya, pecahan dan desimal),
penerapan strategi penjumlahan yang salah, dan penerapan rumus yang salah
untuk menyelesaikan masalah proporsi. [13] menyatakan bahwa siswa harus
diberikan masalah dengan konteks yang berbeda, yakni untuk menganalisis
hubungan kuantitatif, dan untuk mewakili hubungan-hubungan dalam simbolsimbol, tabel, dan grafik, termasuk masalah jual-beli, memasak, grafik, ekonomi,
pengukuran skala. Untuk setiap item pada tes, siswa diminta untuk memberikan
jawaban dan menjelaskan pemikiran mereka diterapkan untuk memecahkan
masalah. Tes yang diberikan terdiri dari 3 soal, yaitu masalah Banyak Putaran
(bukan situasi proporsi/P1), masalah Resep (nilai yang dicari dengan bilangan
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
sederhana/P2), dan masalah Sulaman Lucu Mr. Tall dan Mr. Short (nilai yang
dicari dengan bantuan gambar/P3).
3
Hasil dan Pembahasan
Respon siswa untuk setiap item tes diberi kode. Pengkodean dilakukan dengan
dua jenis, dan karenanya kode dua digit diberikan untuk setiap respon. Angka
pertama dalam kode menunjukkan apakah jawaban siswa benar (kode 1), salah
(kode 2), atau dilewati/ tidak dikerjakan (kode 0). Angka kedua dalam kode
mengidentifikasi strategi berpikir yang digunakan oleh siswa dalam memecahkan
masalah, seperti yang diperoleh dari penjelasan tentang bagaimana siswa
memecahkan setiap masalah. Secara khusus, strategi penyelesaian yang
menunjukkan level 0 diberi kode 0, dengan strategi solusi yang menunjukkan
penerapan strategi informal level 1 diberi kode 1. Kode 2 diberikan kepada siswa
dengan menggunakan penalaran penjumlahan. Kode 3 diberikan ketika siswa
meggunakan strategi penyelesaian pada level 3. Kode 4 diberikan kepada siswa
yang menggunakan strategi penyelesaian level 4. Skor dari 11, misalnya
menunjukkan bahwa hasil pengerjaan siswa benar dengan menggunakan gambar
(level 1). Skor 23 menunjukkan penyelesaian yang salah dengan menggunakan
strategi penyelesaian level 3. Sedangkan 00 menunjukan bahwa siswa tidak
menunjukkan usaha dalam menyelesaikan masalah. Tabel berikut menunjukkan
persentase penggunaan strategi-strategi dalam menyelesaikan setiap masalah.
TABEL 1 Persentase penggunaan strategi untuk jawaban yang salah dan benar.
Item
P1
P2
P3
10
11
12
13
14
20
21
22
23
24
00
2,61
9,57
2,61
6,09
0,00
4,35
13,91
0,87
1,74
0,87
54,78
40,00
0
7,83
9,57
37,39
12,17
13,91
0
0
8,70
3,48
6,96
13,91
19,13
3,48
0,87
15,65
1,74
1,74
0,87
2,61
2,61
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lebih dari 75% siswa tidak mampu
membedakan masalah yang termasuk proporsi dan yang bukan. Untuk
penyelesaian masalah lain, siswa cenderung menentukan besar per unit satuan;
menyusun dan menguraikan bilangan-bilangan dengan melibatkan penjumlahan,
perkalian dan pembagian. Sedangkan penggunaan aturan perkalian silang dan
perbandingan senilai, dari siswa yang menjawab benar masalah ketiga dan
keempat, sekitar 5% dan 14% menggunakan strategi tersebut.
P1 adalah masalah dengan jawaban benar paling sedikit di antara ketiga
masalah (23,48%). P1 merupakan masalah non-proporsi (dua orang, Arif dan
Tara, berlari dengan kecepatan yang sama berkeliling lapangan dengan salah satu
orang mendahului yang lain, siswa diminta untuk menentukan banyak putaran jika
banyak putaran Arif yang diketahui). Kesalahan siswa ini berhubungan dengan
latihan dan pengenalan siswa tentang masalah perbandingan dan proporsi yang
masih kurang. Kemampuan siswa untuk membedakan proporsional dari situasi
non-proporsional adalah kunci untuk penalaran proporsional yang menunjukkan
kemampuan bernalar dibandingkan dengan penerapan rumus [14]. Berdasarkan
tabel, dapat dilihat bahwa siswa lebih memilih menggunakan semua bilangan pada
soal untuk mencari selesaian (37,39%) dan 34,78% menggunakan level 3 dan 4
dalam menyelesaikannya (kode 23 dan 24). Sehingga, dapat diketahui bahwa
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
siswa masih belum memahami secara baik kapan dan mengapa menggunakan
strategi tersebut.
TABEL 2 Perbandingan penggunaan strategi untuk menyelesaikan P1
a. Penyelesaian siswa dengan menggunakan strategi perkalian silang (level 4)
b. Penyelesaian siswa dengan menggunakan penjumlahan berulang (level 2)
P2 adalah masalah yang berkaitan dengan resep (Suatu resep diketahui bahwa
3 ons terigu dicampur dengan 4 gelas santan. Siswa diminta untuk menentukan
banyak terigu yang dibutuhkan jika terdapat 2 gelas santan). Sekitar 73% siswa
menjawab dengan benar masalah ini. 54,78% dari mereka menyelesaikan masalah
ini dengan mencari nilai satuan terlebih dahulu yang kemudian dikalikan dengan
banyak santan yang ada (kode 13). Masalah ini mudah dipahami oleh siswa,
karena masalah ini realistis. Penggunaan masalah realistik ini, khususnya dalam
masalah rasio dan proporsi memberikan dampak positif dalam pengembangan
penalaran proporsional siswa [15].
TABEL 3 Perbandingan penggunaan strategi untuk menyelesaikan P2
a. Penyelesaian siswa dengan menentukan besar tiap satuan/banyak terigu tiap 1 gelas santan
(level 3)
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
b. Penyelesaian siswa dengan menggunakan perkalian silang (level 4)
Seperti halnya dengan P2, P3 juga merupakan masalah realistik (Siswa diminta
untuk menentukan tinggi Mr. Tall jika diketahui perbandingan tinggi Mr. Short
dari dua benda, yakni jepitan kertas dan kancing). Siswa dengan mudah
menggunakan model (gambar) dalam menyelesaikan masalah. Meskipun siswa
bisa dengan mudah menyelesaikan dengan menggambar (kode 11 sebanyak
4,35%), 40% dari mereka menggunakan strategi level 3 (kode 13), yakni
menentukan banyak kancing dibandingkan dengan jepitan kertas. Akan tetapi,
dalam menyelesaikan masalah P2 ini, siswa masih terjebak dalam penalaran
penjumlahan (level 2). Kode 22 menunjukkan bahwa siswa tidak berhasil dalam
menggunakan penalaran ini (13,91%). Boleh jadi disebabkan oleh kesulitan siswa
dalam membandingkan dua ukuran yang berbeda. Siswa yang menggunakan
strategi di level 2, cenderung menambahkan banyaknya jepitan kertas seperti
bertambahnya kancing. Meskipun temuan ini bukanlah hal yang baru, penggunaan
yang salah dari penalaran level 2 untuk masalah ini lebih menyoroti pada
ketidakstabilan berpikir relasional siswa di sekolah menengah.
TABEL 4 Perbandingan penggunaan strategi untuk menyelesaikan P3
a. Penyelesaian siswa dengan menentukan besar tiap satuan/banyak penjepit kertas tiap 1
kancing (level 3)
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
b. Penyelesaian siswa dengan menggunakan perkalian silang (level 4)
Masih kuatnya siswa dalam menggunakan penalaran penjumlahan serta
penggunaan perkalian silang namun masih belum memahami kapan dan mengapa
menggunakannya, masih menjadi masalah untuk siswa ketika dihadapi soal yang
membutuhkan penalaran proporsional.
4
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa cenderung untuk memecahkan
masalah dengan menggunakan strategi yang melibatkan hubungan penjumlahan
dan perkalian pada saat yang sama (level 3). Dalam menentukan nilai yang hilang,
siswa cenderung untuk menghitung nilai satuan untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat kemudian mereka mengalikan dengan nilai yang diminta.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa masih belum mampu dalam
menerapkan strategi level 2, yakni penalaran penjumlahan. Level 2 ini perlu
diberikan kepada siswa, karena merupakan perlaran proporsional yang awal
(intuitif). Dengan memberikan pemahaman kepada siswa mulai awal, yakni tidak
secara instan memberikan strategi perkalian silang, siswa akan lebih memahami
penggunaan penalaran proporsional dalam berbagai topik matematika.
Kami menyarankan kepada guru, bahwa sebelum penyampaian bagaimana
menyelesaikan masalah perbandingan dan proporsi secara formal, diusahakan
untuk memecahkan masalah nilai yang dicari dengan menggunakan strategi yang
melibatkan penalaran penjumlahan dan perkalian silang secara simultan. Sehingga
memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi strategi-strategi dasar yang
melibatkan unsur-unsur gambar dan nilai satuan.
Dengan mengetahui proses dan kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah
proporsi setelah dilakukannya pembelajaran, guru tidak hanya melakukan
pembelajaran remedial, namun hal ini penting bagi guru untuk membantu siswa
mengembangkan penalaran proporsional dari pengetahuan awal siswa. Guru perlu
mengetahui kesulitan atau membimbing siswa yang berkemampuan rendah, serta
membantu mengenalkan konsep kepada siswa yang belum memahami konsep
rasio dan proporsi. Dengan ini, guru akan lebih siap memberi petunjuk tentang
apa yang siswa butuhkan dalam pembelajaran rasio dan proporsi.
Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
5
Daftar Pustaka
[1] Langrall, C., & Swafford, J. (2000). Three balloons for two dollars: Developing proportional
reasoning. Mathematics Teaching in the Middle School, 6, 254-261. NCTM.
[2] Van den Walle, J. 2007. Elementary and Middle School Mathematics: teaching
developmentally. New York: Pearson Education.
[3] Thompson, D.R., Austin, R.A., & Beckmann, C.E. 2002. Using Literature as Vehicle to
Explore Proportional Reasoning. Dalam Litwiller, B. H. (Ed.). Makings sense of fractions,
ratios, and proportions: 2002 Yearbook. 138-144. Reston, VA: NCTM.
[4] Weinberg, S.L. 2002. Proportional Reasoning: One Problem, Many Solutions!. Dalam
Litwiller, B. H. (Ed.). Makings sense of fractions, ratios, and proportions: 2002 yearbook.
138-144. Reston, VA: NCTM.
[5] Vergnaud, G. (1983). Multiplicative structures. Dalam R. Lesh, & M. Landau. Acquisition of
mathematical concepts and processes (pp. 127-174). Orlando, FL: Academic Press.
[6] English, L. & Halford, G. (1995). Mathematics education: Models and processes. Mahwah,
NJ: Lawrence Erlbaum.
[7] Behr, M., Harel, G., Post, T., & Lesh, R. (1992). Rational number, ratio and proportion.
Dalam D. Grouws (Ed.), Handbook on research of teaching and learning (pp. 296-333). New
York: McMillan.
[8] Ben-Chaim, D., Fey, J., Fitzgerald, W., Benedetto, C. & Miller, J. (1998). Proportional
reasoning among 7th grade students with different curricular experiences. Educational
Studies in Mathematics, 36, 247-273.
[9] Lo, J-J., & Watanabe, T. (1997). Developing ratio and proportion schemes: A story of a fifth
grader. Journal for Research in Mathematics Education, 28 (2), 216-236.
[10] Lesh, R., Post, T., & Behr, M. (1988). Proportional reasoning. In M. Behr & J. Hiebert
(Eds.), Number concepts and operations for the middle grades (pp. 93-118). Hillsdale,
NJ: Lawrence Erlbaum.
[11] Cramer, K., Post, T., & Currier, S. (1993). Learning and teaching ratio and proportion:
Research implications. http://education.umn.edu/rationalnumberproject /93_4.html
[12] Hart, K., (1984) Ratio: Children’s strategies and errors. London: NFER Nelson.
[13] Christou, C., & Philippou, G. (2002). Mapping and development of intuitive proportional
thinking. Journal of Mathematical Behavior, 20, 321-336.
[14] Lamon, S. (1993). Ratio and proportion: Connecting content and children’s thinking. Journal
for Research in Mathematics Education, 24, 41-61.
[15] Greer, B. (1993). The modelling perspective on wor(l)d problems. Journal of Mathematical
Behavior, 12, 239-250.