328931164 PENENTUAN PRIORITAS MASALAH metode carl doc

PENENTUAN PRIORITAS MASALAH
A.    SESI – 3 :    PENENTUAN PRIORITAS MASALAH
1.      PENGANTAR

Tidak semua masalah kesehatan akan mampu diatasi oleh Puskesmas
maupun Dinas Kesehatan Kabupaten. Untuk itu perlu dilakukan penentuan
prioritas masalah dengan menggunakan salah satu dari berbagai cara yang
biasanya digunakan. Beberapa cara yang biasanya digunakan antara lain :
a.         Metode CARL

Metode CARL (Capability, Accesibility, Readness, Leverage) dengan
menggunakan skore nilai 1 – 5.
Kriteria CARL tersebut mempunyai arti :
C
: Ketersediaan Sumber Daya (dana dan sarana/peralatan)
A
: Kemudahan, masalah yang ada diatasi atau tidak Kemudahan
dapat didasarkan pada ketersediaan metode/cara/teknologi
serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau juklak.
R
: Kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran seperti

keahlian/kemampuan dan motivasi
L
: Seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain
dalam pemecahan yang dibahas.
Nilai total merupakan hasil perkalian C x A x R x L, urutan ranking atau
prioritas adalah nilai tertinggi sampai nilai terendah.
Contoh Tabel :
NO

MASALAH

C

A

R

L

NILAI


RANK

1
2
3
4
5
6
7

Masalah 1
Masalah 2
Masalah 3
Masalah 4
Masalah 5
Masalah 6
Masalah 7

3

2
3
1
1
4
5

2
3
1
3
2
2
3

1
2
3
4
3

2
1

2
3
1
1
4
1
3

12
36
9
12
24
16
45

5

2
7
6
3
4
1

b.        Metode PAHO - CENDES

Metode PAHO-CENDES dikembangkan oleh Pan American Health
Organization – Center for Development Studies. Rumus metode tersebut
adalah :
Priority =

Magnitude x Importancy x Vulnerability
Cost

Magnitude (M) : besarnya masalah
Importancy (I) : pentingnya masalah


Vulnerability (V) : kerentanannya terhadap cara inervensi
Cost (C)
: besarnya biaya.
Magnitude terdiri dari :
Severity (S)
:
Rate of Increase (RI)
Public Concern (Pco)
Political Climate (PC)
Social Benefit (SB)

berat ringannya masalah tersebut terhadap
masalah kesehatan pada umumnya (semakin
berat, nilai semakin tinggi).
: berat ringannya hambatan jika masalah tersebut
tidak segera ditangani (semakin berat
hambatan, nilai semakin tinggi).
: banyak sedikitnya masalah tersebut menjadi
perhatian masyarakat (semakin menjadi
perhatian, nilai semakin tinggi)

: banyak sedikitnya perhatian politik terhadap
masalah tersebut (semakin menjadi perhatian
politik, nilai semakin tinggi)
: banyak sedikitnya masalah tersebut
memberikan manfaat sosial jika ditangani
(semakin banyak memberi manfaat sosial,
nilai semakin tinggi)

Contoh Tabel :
N
O

MASALA
H

1

Masalah 1

2


Masalah 2

2

Masalah 2

3

R
I
3

3

3

1

3


S

I
PC
o
5
3
1
2
3
3

PC
l
1

S
B
3


3

1

5

3

M

V

C

Nilai

5

3


1

45

1

5

1

11

5

5

3

25

c.         Metode Sederhana

Metode sederhana menggunakan kriteria yang ditetapkan sendiri, menurut
kepentingan pengguna. Nilai akhir bisa merupakan hasil perkalian antar
kriteria ataupun hasil penjumlahan.
Contoh tabel :
NO MASALA C
A
R
L
S
RI
NILAI
H
1
Masalah 1 3
2
1
2
2
1
11
2
Masalah 2 2
3
2
3
3
2
15
3
Masalah 3 3
1
3
1
1
3
12
4
Masalah 4 1
3
4
1
3
4
16

2.      METODE

a.
b.
c.
d.

Penjelasan tujuan dan kegiatan yang akan dilakukan, waktu 10 menit
Melakukan Tugas Kelompok, Waktu : 20 menit
Menyajikan hasil kerja kelompok, waktu : 120 menit
Rangkuman dan komentar, waktu : 10 menit

3.      LANGKAH-LANGKAH

a.
b.
c.

Menyusun daftar masalah ke dalam sebuah tabel.
Menilai masing-masing masalah sesuai dengan kriteria CARL.
Membuat rangking seluruh masalah sehingga diperoleh urutan masalah dari
terbesar – terkecil.

4.      HASIL YANG DIHARAPKAN

a.

Diperoleh daftar prioritas masalah kesehatan yang didapatkan dari hasil
perhitungan yang akurat.
b. Diperoleh prioritas masalah kesehatan yang akan segera ditindaklanjuti guna
pemecahan masalahnya.

MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH
Kita sering menghadapi berbagai macam masalah, namun kita sering kurang tau
masalah yang seharusnya menjadi prioritas utama dan harus segera diselesaikan. Sebelum
kita mencari pemecahan dari suatu masalah, kita harus mencari penyebab utama serta
penyebab lain dari masalah sehingga dapat menyusun rencana kegiatan yang lebih
spesifik dan mampu menyelesaikan masalah.
Menetapkan prioritas dari sekian banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini
merupakan tugas yang penting dan semakin sulit. Manager kesehatan masyarakat sering
dihadapkan pada masalah yang semakin menekan dengan sumber daya yang semakin
terbatas. Metode untuk menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitung
merupakan perangkat manajemen yang penting.
Berikut merupakan berbagai metode yang dapat digunakan:
1.

METODE HANLON

Metode yang dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan
berbagai masalah kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak,
memiliki kerangka, sebisa mungkin sama/sederajat, dan objektif.
Metode ini, yang disebut dengan Metode Hanlon maupun Sistem Dasar
Penilaian Prioritas (BPRS), dijelaskan dalam buku Public Health: Administration
and Practice (Hanlon and Pickett, Times Mirror/Mosby College Publishing) dan
Basic Health Planning (Spiegel and Hyman, Aspen Publishers).
Metode ini memiliki tiga tujuan utama:
* Memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktorfaktor eksplisit yang harus diperhatikan dalam menentukan prioritas
* Untuk mengorganisasi faktor-faktor ke dalam kelompok yang memiliki bobot relatif
satu sama lain
* Memungkinkan faktor-faktor agar dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
dan dinilai secara individual.
Formula Dasar Penilaian Prioritas
Berdasarkan tinjauan atas percobaan berulang yang dilakukan dalam
mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan, pola kriteria yang konsisten
menjadi kelihatan jelas. Pola tersebut tercermin pada komponen-komponen dalam
sistem ini.
Komponen A = Ukuran/Besarnya masalah
Komponen B = Tingkat keseriusan masalah
Komponen C = Perkiraan efektivitas solusi
Komponen D = PEARL faktor ((propriety, economic feasibility, acceptability,
resource availability, legality--Kepatutan, kelayakan ekonomi, dapat diterima,
ketersediaan sumber daya, dan legalitas)
Semua komponen tersebut diterjemahkan ke dalam dua rumus yang
merupakan nilai numerik yang memberikan prioritas utama kepada mereka
penyakit / kondisi dengan skor tertinggi.
Nilai Dasar Prioritas/Basic Priority Rating (BPR)> BPR = (A + B) C / 3
Nilai Prioritas Keseluruhan/Basic Priority Rating (OPR)> OPR = [(A + B) C / 3]
xD

Perbedaan dalam dua rumus akan menjadi semakin nyata ketika Komponen D
(PEARL) dijelaskan.
Penting untuk mengenal dan menerima hal-hal tersebut, karena dengan
berbagai proses seperti itu, akan terdapat sejumlah besar subyektivitas. Pilihan,
definisi, dan bobot relatif yang ditetapkan pada komponen merupakan keputusan
kelompok dan bersifat fleksibel. Lebih jauh lagi, nilai tersebut merupakan
penetapan dari masing-masing individu pemberi nilai. Namun demikian, beberapa
kontrol ilmiah dapat dicapai dengan menggunakan definisi istilah secara tepat,
dan sesuai dengan data statistik dan akurat.
Komponen
Komponen A - Ukuran/Besarnya Masalah
Komponen ini adalah salah satu yang faktornya memiliki angka yang kecil.
Pilihan biasanya terbatas pada persentase dari populasi yang secara
langsung terkena dampak dari masalah tersebut, yakni insiden, prevalensi,
atau tingkat kematian dan angka.
Ukuran/besarnya masalah juga dapat dipertimbangkan dari lebih dari satu
cara. Baik keseluruhan populasi penduduk maupun populasi yang
berpotensi/berisiko dapat menjadi pertimbangan. Selain itu, penyakit –
penyakit dengan faktor risiko pada umumnya, yang mengarah pada solusi
bersama/yang sama dapat dipertimbangkan secara bersama-sama.
Misalnya, jika kanker yang berhubungan dengan tembakau dijadikan
pertimbangan, maka kanker paru-paru, kerongkongan, dan kanker mulut
dapat dianggap sebagai satu. Jika akan dibuat lebih banyak penyakit yang
juga dipertimbangkan, penyakit cardiovascular mungkin juga dapat
dipertimbangkan. Nilai maksimal dari komponen ini adalah 10. Keputusan
untuk menentukan berapa ukuran/besarnya masalah biasanya merupakan
konsensus kelompok.
Komponen B – Tingkat Keseriusan Masalah
Kelompok harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin dan
menentukan tingkat keseriusan dari masalah. Sekalipun demikian, angka

dari faktor yang harus dijaga agar tetap pada nilai yang pantas. Kelompok
harus berhati-hati untuk tidak membawa masalah ukuran atau dapat
dicegahnya suatu masalah ke dalam diskusi, karena kedua hal tersebut
sesuai untuk dipersamakan di tempat yang lain.
Maksimum skor pada komponen ini adalah 20. Faktor-faktor harus
dipertimbangkan bobotnya dan ditetapkan secara hati-hati. Dengan
menggunakan nomor ini (20), keseriusan dianggap dua kali lebih
pentingnya dengan ukuran/besarnya masalah.
Faktor yang dapat digunakan adalah:
* Urgensi: sifat alami dari kedaruratan masalah; tren insidensi, tingkat
kematian, atau faktor risiko; kepentingan relatif terhadap masayarakat;
akses terkini kepada pelayanan yang diperlukan.
* Tingkat keparahan: tingkat daya tahan hidup, rata-rata usia kematian,
kecacatan/disabilitas, angka kematian prematur relatif.
* Kerugian ekonomi: untuk masyarakat (kota / daerah / Negara), dan untuk
masing-masing individu.

Masing-masing faktor harus mendapatkan bobot. Sebagai contoh, bila
menggunakan empat faktor, bobot yang mungkin adalah 0-5 atau kombinasi
manapun yang nilai maksimumnya sama dengan 20. Menentukan apa yang
akan dipertimbangkan sebagai minimum dan maksimum dalam setiap faktor
biasanya akan menjadi sangat membantu. Hal ini akan membantu untuk
menentukan batas-batas untuk menjaga beberapa perspektif dalam
menetapkan sebuah nilai numerik. Salah satu cara untuk mempertimbangkan
hal ini adalah dengan menggunakannya sebagai skala seperti:
0 = tidak ada
1 = beberapa
2 = lebih (lebih parah, lebih gawat, lebih banyak, dll)
3 = paling

Misalnya, jika kematian prematur sedang digunakan untuk menentukan
keparahan, kemudian kematian bayi mungkin akan menjadi 5 dan gonorea
akan menjadi 0.
Komponen C - Efektivitas dari Intervensi
Komponen ini harus dianggap sebagai "Seberapa baikkan masalah ini dapat
diselesaikan?" Faktor tersebut mendapatkan skor dengan angka dari 0 - 10.
Komponen ini mungkin merupakan komponen formula yang paling
subyektif. Terdapat sejumlah besar data yang tersedia dari penelitianpenelitian yang mendokumentasikan sejauh mana tingkat keberhasilan
sebuah intervensi selama ini.
Efektivitas penilaian, yang dibuat berdasarkan tingkat keberhasilan yang
diketahui dari literatur, dikalikan dengan persen dari target populasi yang
diharapkan dapat tercapai.
Contoh: Berhenti Merokok
Target populasi 45.000 perokok
Total yang mencoba untuk berhenti 13.500
Efektivitas penghentian merokok 32% atau 0,32
Target populasi x efektivitas 0,30 x 0,32 = 0,096 atau 0,1 atau 1
Contoh: Imunisasi
Target populasi 200.000
Jumlah yang terimunisasi yang diharapkan 193.000
Persen dari total 97% atau 0,97
Efektivitas 94% atau 0,94
Populasi yang tercapai x efektivitas 0,97 x 0,94 = 0,91 atau 9,1
Sebuah keuntungan dengan mempertimbangkan populasi target dan jumlah
yang diharapkan adalah akan didapatkannya perhitungan yang realistis
mengenai sumber daya yang dibutuhkan dan kemampuan yang diharapkan
untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.

Komponen D – PEARL
PEARL yang merupakan kelompok faktor itu, walaupun tidak secara
langsung berkaitan dengan masalah kesehatan, memiliki pengaruh yang
tinggi dalam menentukan apakah suatu masalah dapat diatasi.
P – Propierity/Kewajaran. Apakah masalah tersebut berada pada lingkup
keseluruhan misi kita?
E – Economic Feasibility/Kelayakan Ekonomis. Apakah dengan menangani
masalah tersebut akan bermakna dan memberi arti secara ekonomis?
Apakah ada konsekuensi ekonomi jika masalah tersebut tidak diatasi?
A – Acceptability. Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan / atau target
populasi?
R – Resources/Sumber Daya. Apakah tersedia sumber daya untuk mengatasi
masalah?
L – Legalitas. Apakah hukum yang ada sekarang memungkinkan masalah
untuk diatasi?
Masing-masing faktor kualifikasi dipertimbangkan, dan angka untuk setiap
faktor PEARL adalah 1 jika jawabannya adalah "ya" dan 0 jika jawabannya
adalah "tidak." Bila penilaian skor telah lengkap/selesai, semua angka-angka
dikalikan untuk mendapatkan jawaban akhir terbaik. Karena bersama-sama,
faktor-faktor ini merupakan suatu produk dan bukan merupakan jumlah.
Singkatnya, jika salah satu dari lima faktor yang "tidak", maka D akan sama
dengan 0. Karena D adalah pengali akhir dalam rumus , maka jika D = 0,
masalah kesehatan tidak akan diatasi dibenahi dalam OPR, terlepas dari
seberapa tingginya peringkat masalah di BPR. Sekalipun demikian, bagian
dari upaya perencanaan total mungkin termasuk melakukan langkah-langkah
lanjut yang diperlukan untuk mengatasi PEARL secara positif di masa
mendatang. Misalnya, jika intervensi tersebut hanya tidak dapat diterima
penduduk, dapat diambil langkah-langkah bertahap untuk mendidik
masyarakat mengenai manfaat potensial dari intervensi, sehingga dapat
dipertimbangkan di masa mendatang.

2.

FISHBONE DIAGRAM
Dr. Kaoru Ishikawa seorang ilmuwan Jepang, merupakan tokoh kualitas

yang telah memperkenalkan user friendly control, Fishbone cause and effect
diagram, emphasised the ‘internal customer’ kepada dunia. Ishikawa juga yang
pertama memperkenalkan 7 (seven) quality tools: control chart, run chart,
histogram, scatter diagram, pareto chart, and flowchart yang sering juga disebut
dengan “7 alat pengendali mutu/kualitas” (quality control seven tools).
Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan
dipakai di seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab
problem/masalah. Alasannya sederhana. Fishbone diagram tergolong praktis, dan
memandu setiap tim untuk terus berpikir menemukan penyebab utama suatu
permasalahan. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect
diagram. Kenapa Diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan”?…..ya
memang kalau diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada
kemiripan dengan ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect) dan bagian
tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai penyebab
(cause) suatu permasalahan yang timbul.

Dari gambar di
atas terlihat bahwa faktor
penyebab problem antara
lain (kemungkinan)
terdiri dari :
material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan
dengan material, mesin, manusia, dan metode yang “saat ini” dituliskan dan
dianalisa faktor mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi
problem. Ingat,..ketika sudah ditemukan satu atau beberapa “penyebab” jangan
puas sampai di situ, karena ada kemungkinan masih ada akar penyebab di
dalamnya yang “tersembunyi”. Bahasa gaulnya, jangan hanya melihat yang
gampang dan nampak di luar.

Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya
“mengapa?……mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa”
beberapa kali kita mampu menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya.
Penyebab sesungguhnya, bukan gejala.
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat
menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri
manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang
berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan
“penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan
akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas
dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan
mencari “akar” permasalahan sebenarnya.
Kaoru Ishikawa,
ilmuwan yang banyak
menyumbangkan
pemikiran di bidang
manajemen kualitas ini
lahir pada tahun 1915 di Tokyo, Jepang. Alumni teknik kimia Universitas Tokyo
ini ingin merubah konsep pemikiran manusia tentang bekerja. Ishikawa mengurai
secara rinci prinsip plan-do-check-act W.Edward Deming, sang kreator P-D-C-A
menjadi;
1. Plan-P
>> Tentukan gol dan target
>> Tentukan cara/metode mencapai gol
2. Do-D
>> Terlibat dalam pendidikan dan pelatihan
>> Implementasi pekerjaan
3. Check-C
>> Cek akibat dari implementasi
4. Act-A

>> Mengambil tindakan yang sesuai
Bagaimana Menggunakan Diagram Fishbone?
Ya….inilah bagian yang paling penting. Ishikawa san telah menciptakan
ide cemerlang yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau
organisasi/perusahaan menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya.
Kumpulkanlah beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian
memadai menyangkut problem yang terjadi. Semua anggota tim memberikan
pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa
masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan
memberikan pendapat dan pandangan setiap individu.
Penggunaan
 Melakukan identifikasi penyebab masalah;
 Mengkatagorikan berbagai sebab potensial suatu masalah dengan cara yang
sistematik;
 Mencari akar penyebab masalah;
 Menjelaskan hubungan sebab akibat suatu masalah.
Pedoman Pelaksanaan
 Identifikasi semua penyebab yang relevan berdasarkan fakta dan data;
 Karakteristik yang diamati benar-benar nyata berdasarkan fakta, dapat diukur
atau diupayakan dapat diukur;
 Dalam diagram tulang ikan, faktor-faktor yang terkendali sedapat mungkin
seimbang peranan atau bobotnya;
 Faktor penyebab yang ditemukan adalah yang mungkin dapatdiperbaiki,
bukan yang tidak mungkin diperbaiki ataudiselesaikan;
 Dalam menyelesaikan fakta dimulai pada tulang yang kecil,selanjutnya akan
memperbaiki faktor tulang besar yang akanmenyelesaikan masalah;
 Perlu dicatat masukan yang diperoleh selama pertemuan dalam pembuatan
diagram tulang ikan.

Fishbone Diagram sering juga disebut sebagai diagram Sebab Akibat. Dimana
dalam menerapkan diagram ini mengandung langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan sesi sebab-akibat
2. Mengidentifikasi akibat
3. Mengidentifikasi berbagai kategori.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Ini tentu bisa dimakhlumi, manusia mempunyai keterbatasan dan untuk
mencapai hasil maksimal diperlukan kerjasama kelompok yang tangguh.
Masalah-masalah klasik di industri manufaktur seperti:
>> keterlambatan proses produksi
>> tingkat defect (cacat) produk yang tinggi
>> mesin produksi yang sering mengalami trouble
>> output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi
>> produktivitas yang tidak mencapai target
>> complain pelanggan yang terus berulang dan segudang masalah besar dan
rumit lainnya, perlu ditangani dengan benar.
Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat gejala, tidak
akan efektif. Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat atau lambat akan
datang kembali.
Kaoru Ishikawa yang juga penggagas konsep implementation of quality
circles ini sangat percaya pentingnya dukungan dan kepemimpinan dari
manajemen puncak (top management) dalam suatu organisasi/perusahaan
didukung oleh kerjasama tim (teamwork) yang solid sangat berperan dalam
pembuatan produk unggul dan berkualitas.Selesaikanlah suatu masalah
sampai ke akar-nya dengan tuntas agar masalah yang sama tidak terulang lagi di
masa yang akan datang.
Kelebihan diagram tulang ikan
Lebih terstruktur;

Mengkatagorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah dengan
cara yang sistematik;
Mengajarkan pada tim dan individu mengenai proses serta prosedur yang
berlaku atau yang baru.
Kekurangan diagram tulang ikan
tulang ikan belum menggambarkan sebab yang sebenarnya (paling mungkin)
harus
didukung data.
3.

POHON MASALAH

I. ANALISA MASALAH DENGAN TEHNIK POHON MASALAH
Secara visual menggambarkan hubungan ‘sebab-akibat’ dari masalah yang
ada sekarang. Gunakan kartu metaplan.
Cara menggunakan kartu metaplan:
a) Identifikasi hanya masalah yang ada, jangan yang bersifat teoritis
b) Hanya satu masalah per kartu
c) Masalah harus ditulis dengan gaya negative
d) Masalah bukan tidak adanya jawaban melainkan keadaan yang negative. Oleh
karena itu hindarkan penggunaan kalimat seperti “kurangnya ini” atau “tidak
ada”
Kekurangan pohon masalah
membutuhkan waktu yang banyak dan jika masalah semakin kompleks akan
lebih
sulit dalam menentukan penyebab utama masalah
Proses pelaksanaan pohon masalah
 Membuat kerangka pohon masalah;
 Menentukan masalah yang akan dianalisis;

 Menuliskan masalah dan menempatkan dalam kotak paling atas pada diagram;
 Mengidentifikasi penyebab dari masalah yang telah ditentukan melalui FGD
ataubrainst orm ing;
 Dengan cara yang sama seperti langkah 4, dilakukananalisis penyebab
masalah sampai tidak terjawabpertanyaan, apa yang menjadi penyebab
tersebutmelalui proses FGD maupun brainstorming
1. MEMILIH MASALAH INTI
a) Sebelum melakukan analisa masalah, pastikan orang yang terlibat dengan
suatu permasalahan terlibat dalam perumusanmasalah. Contoh: ” Banyaknya
kecelakaan bus”.
b)Tulislah rumusan singkat dari masalah inti pada kartu apa yang dia anggap
sebagai titik pusat dari masalah yang ada sekarang dalam wilayah proyek.
c) Masalah inti kemudian dipilih oleh seluruh anggota kelompok dengan
menyepakati satu “masalah paling inti”. Masalah inti tidak harus berarti
masalah paling penting karena ia hanya berfungsi sebagai titik awal dari
pembuatan pohon masalah.
d)Masalah-masalah yang mencakup hubungan sebab-akibat yang menyeluruh
dalam wilayah masalah cocok menjadi masalah inti.
e)Jika kelompok tidak dapat menyetujui masalah inti, pilihlah secara tentative
satu masalah dan lanjutkan bekerja. Kemudian kembali mendiskusikan
masalah inti nanti. Contohnya: Bis sering kecelakaan.
2. BUAT POHON MASALAH
a) Setelah menetapkan masalah inti, letakkan kartu ini di tengah- tengah papan
tulis atau dinding.
b) Telitilah masalah-masalah lainnya dan kondisi negatif penting yang
merupakan penyebab lansung dari masalah inti tersebut.
c) Tambahkan penyebab dari setiap masalah dan bekerjalah terus ke bawah,
sehingga membentuk sebuah pohon (pohon masalah)

d) Dengan cara yang sama, tempatkan efek langsung dan penting dari masalah
inti diatasnya.
e) Efek selanjutnya dapat ditambahkan pada setiap kartu sebelum
menyelesaikan bagian atas dari pohon.
f) Pada umumnya, terdapat beberapa sebab-akibat per masalah. Juga kartu
masalah yang mempunyai tingkat kepentingan yang sama harus ditempatkan
pada tingkatan yang sama pula.
g)Tunjukan semua hubungan sebab-akibat yang utama dan penting dengan
tanda panah.
h) Sambil menyelesaikan Pohon Masalah, periksa diagram secara keseluruhan
danperiksa penggunaan kata yang tepat, hubungan sebab-akibat yang tepat, dan
kelengkapannya. Langkah –langkah ini pada akhirnya memunculkan satu
gambar yang lengkap dan terinci - dengan akar yang diwakili oleh penyebab
masalah, dan akibat dari masalah tersebut (lihat contoh)
II. MENCARI BEBERAPA STRATEGI UTAMA PROYEK DARI POHON
MASALAH
a)Iidentifikasi beberapa kelompok cabang sebab akibat yang mengarah
ketengah. Lingkari kelompok tersebut. Satu cabang atau gabungan cabangcabang bisa dijadikan strategi proyek.
b) Kalau cabang-cabang diambil sebagai pendekatan proyek maka daundaunnya adalah komponen-komponen proyek.
c) Teliti kembali hasil analisa stakeholder untuk menentukan siapa yang akan
terpengaruh dan terlibat dalam penggabungan cabang-cabang tersebut.
d) Rumuskan beberapa alternatif strategi utama proyek dalam bentuk hasil
dengan mengganti kalimat yang negatif dipohon masalah dengan yang positif.
III. MEMBUAT POHON HASIL SEBAGAI LOGIKA PROYEK
Dari strategi utama yang telah dirumuskan, bangun logika Pohon Hasil
atau Logika Proyek. yang menjelaskan cara un tuk memecahkan masalah dan
efek dari pemecahan. Pohon HASIL mengidentifikasi “kondisi yang diinginkan”

setelah masalah dipecahkan, dan menjadi landasan untuk pemeriksaan
pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan keadaan.
a) Gantilah kata-kata hubungan ‘sebab-akibat’ yang bersifat negative dari
pohon masalah menjadi hubungan ‘cara-hasil yang bersifat positif, “kondisi
yang diinginkan di masa depan” (hasil) dapat dicapai.
b) Telitilah semua hasil dan hubungannya agar masuk akal dan layak, kalau
diperlukan sesuaikanlah analisis hasil.Adanya penambahan ”sopir disiplin dan
tepat waktu”
c) Periksa diagaram secara menyeluruh dan pertajamlah agar mendapatkan
kesempurnaan analisis.
d) Bila pernyataan dalam kartu tidak dapat diubah menjadi pernyataan positif,
periksalah kembali pohon masalahnya yang dicoba digambarkan oleh kartu itu.
Juga, jika “keadaan yang diinginkan (hasil) “ sangat tidak masuk akal, atau
tidak logis, logika sebab-akibat harus diperiksa kembali. Struktur Pohon Hasil
mungkin berbeda dengan Pohon masalah.
Bagaimana Cara memilih satu atau dua dari strategi utama.
1. Nilailah setiap strategi utama proyek tersebut dengan menggunakan
kriteria-kriteria berikut ini.
• Secara realistis dapat dilakukan. Tidak terlalu banyak hambatan, baik
dalam staffing, secara politis, maupun potensi resistenskomunitas
dampingan, situasi kedaan dilokasi misalanya keadaan darurat.
• Memiliki kontribusi terhadap kebijakan-kebijakan penting di sektor ybs,
misalnya: kontribusi mengatasi kemiskinan, menjaga kelestarian hutan
• Secara teknis feasible untuk mencapainya dalam kurun waktu Program
• Mengarah pada keberlanjutan hasil/dampak dan berkontribusi pada
peningkatan kapasitas
• Tidak terlalu mahal
• Manfaat yang besar bagi kelompok sasaran – laki-perempuan, tua-muda,
kelompok minoritas, kelompok cacat.
• Pengalaman kesuksesan di proyek sejenis sebelumnya.

• Kemungkinancomplementary (saling mendukung) dengan proyek-proyek
lain yang dilakukan oleh kelompok/organisasi lain.
• Kesesuaian tingkat teknologi dalam hubungannya dengan keberlanjutan
• Kelayakan biaya dan tenaga.
• Kemungkinan kesinambungan /perkembangan kegiatan dan dampak
setelah proyek selesai.
• Dampak lingkungan, biaya vs. manfaat Berapa orang yang tercakup dalam
proyek
4.

BRAINSTORMING (Curah pendapat)
Suatu teknik yang efektif untuk membantu melakukan identifikasi masalah,

menentukan penyebab masalah danmencari cara pemecahan masalah,
merupakan metoda yang digunakan untukmenggali ide atau pemikiran baru yang
secara efektif melibatkan seluruh anggota kelompok.
Kelebihan metoda brainstorming:
Mendapatkan masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah
dengan
cepat;
Merupakan data primer karena sumber data dapat langsung diperoleh;
Dapat digunakan bila tidak mempunyai data sekunder;
Menghasilkan ide atau pemikiran baru yang kreatif dan inovatif dengan cepat
Kekurangan MetodaBrainstorming
tidak dapat digunakan pada sampel atau peserta yang besar serta terjadi dan risiko
terjadinya subyektivitas sangat besar bilatidak ditunjang dengan data-data yang
ada.
Manfaat

 Dapat digunakan secara efektif untuk memperoleh ideuntuk menentukan
masalah, identifikasi masalah,memilih prioritas masalah serta mengajukan
alternatifpemecahan masalah;
 Untuk memperoleh ide atau pemikiran baru darisekelompok orang dalam
waktu singkat denganmenggunakan dua kemampuan (kreatif dan intuitif);
 Memberikan kesempatan kepada semua anggotakelompok untuk memberikan
konstribusi danketerlibatan dalam memecahkan masalah.
5.

METODE DELPHI
Metode Delphi adalah cara mendapatkan informasi, membuat keputusan,

menentukan indikator, parameter dan lain-lain yang reliabel dengan
mengeksplorasi ide dan informasi dari orang-orang yang ahli di bidangnya, yaitu
dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh ekpertis atau praktisi yang
kompeten di bidang yang akan diteliti, kemudian hasil kuesioner ini direview oleh
pihak fasilitator atau peneliti untuk dibuat summary, dikelompok-kelompokkan,
diklasifikasikan dan kemudian dikembalikan pada ekspertis dan praktisi yang
sama untuk direview, direvisi dan begitu seterusnya dalam beberapa tahap yang
berulang.
Delphin Technique Yaitu penetapan prioritas masalah tersebut dilakukan
melalui kesepakatan sekelompok orang yang sama keahliannya. Pemilihan
prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta yang sama
keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa masalah pokok, masalah
yang paling banyak dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari.
Dengan metode seperti ini, partisipan yang meliputi ekspertis dan praktisi
dapat memberikan pendapat dan opini dengan bebas dan objektif, tanpa takut
disalahkan, bahkan dapat merevisi pendapat mereka yang sebelumnya. Sehingga
hasil diskusi yang diperoleh dapat bersifat sereliabel mungkin.
langkah-langkah metode Delphi dalam 9 langkah mudah :
ü

Tentukan periode waktU

ü

Tentukan jumlah putaran pengambilan pendapaT

ü

Tentukan apa saja yang akan didefine

ü

Tentukan ahlinya

ü

Tentukan input apa yang akan diharapkan dari mereka

ü

Review literatur oleh para ahli tersebut (kriteria dan tujuan)

ü

Pelaksanaan sesi diskusi dan feedback iteratif bersama ekspertis

ü

Perumusan hasil dari sesi diskusi dengan pengelompokan, pengkategorian,
ataupun pemeringkatan

ü

Menyepakati hasil diskusi dan feedback
Nama Metode Delphi memang sophisticated (udah bayangin bahasa

pemrograman aja), tapi sebenernya ide metode ini sudah ada sejak tahun 1970-an.
Yang berbeda, mungkin media yang digunakan. Pengambilan input, review,
diskusi dan sebagainya dapat dilakukan dengan pertemuan tatap muka, via
telepon, e-mail, sampai dengan e-meeting.
6.

DELBECH TEHNIK
Delbech Technique Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui

kesepakatan sekelompok orang yang tidak sama keahliannya. Sehingga
diperlukan penjelasan terlebih dahulu untuk meningkatkan pengertian dan
pemahaman peserta tanpa mempengaruhi peserta.
7.

NOMINAL GROUP TECHNIQUE (NGT)
(managementfile – Quality) – Nominal Group Technique adalah salah satu

quality tools yang bermanfaat dalam mengambil keputusan terbaik. Dalam quality
management, metode ini dapat digunakan untuk berbagai hal, mulai dari mencari
solusi permasalahan, hingga memilih ide pengembangan produk baru.
Apa itu Nominal Group Technique?
NGT adalah suatu metode untuk mencapai konsensus dalam suatu kelompok,
dengan cara mengumpulkan ide-ide dari tiap peserta, yang kemudian memberikan
voting dan ranking terhadap ide-ide yang mereka pilih. Ide yang dipilih adalah
yang paling banyak skor-nya, yang berarti merupakan konsensus bersama.
Metode ini dapat menjadi alternatif brainstorming, hanya saja konsensus dapat

tercapai lebih cepat. Teknik ini awalnya dikembangkan oleh Delbecq dan
VandeVen, yang kemudian diaplikasikan untuk perencanaan program pendidikan
untuk orang dewasa oleh Vedros.
Kapan NGT cocok untuk diimplementasikan?
NGT cocok diimplementasikan ketika Anda membutuhkan suatu konsensus yang
dari tim, sementara tim sendiri punya pendapat dan perspektif yang berbeda-beda
mengenai masalah tersebut. Jika butuh konsensus yang cepat, NGT juga cocok,
dibandingkan dengan brainstorming yang memakan waktu lebih lama.
Bagaimana langkah-langkah mengimplementasikan NGT?
Sebelum NGT dilakukan, maka Anda perlu mempersiapkan beberapa hal terlebih
dulu, yakni:
• Ruang pertemuan yang cukup besar untuk menampung sekitar 5 hingga 9
peserta rapat.
• Meja dengan bentuk U, dengan papan tulis di ujung depan, dilengkapi oleh
spidol/marker, pensil, pulpen, selotip, kertas, hingga index card untuk tiap
partisipan.
• rules dan prosedur untuk mengimplementasikan NGT

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mengimplementasikan NGT:
1. Introduction
Pada tahap ini, fasilitator/moderator membuka sesi NGT, menyapa para
peserta, sekaligus menjelaskan tujuan dan prosedur dari pertemuan
2. Generating Ideas
Fasilitator mengutarakan pertanyaan atau masalah ke kelompok dalam bentuk
tertulis di kertas. Selanjutnya, masing-masing peserta diminta untuk
menuliskan seluruh ide yang muncul di kepalanya. Para peserta diminta untuk
bekerja secara independen, tanpa berdiskusi sama sekali dengan peserta lain.
Tahap ini membutuhkan sekitar 10 menit.

3. Sharing & Recording Ideas
Selanjutnya, fasilitator meminta peserta untuk berbagi ide-ide yang
sebelumnya sudah mereka tuliskan di kertas. Sang moderator menuliskan ideide dari tiap peserta pada papan tulis, supaya semuanya dapat melihat. Ide yang
sama tidak disertakan, namun jika ada perspektif atau penekanan yang berbeda,
dapat dimasukkan. Lanjutkan proses ini hingga seluruh ide dari tiap peserta
dapat terdokumentasi. Pada tahap ini tidak ada diskusi atau debat, dan peserta
boleh menuliskan ide-ide baru yang muncul sepanjang proses. Tahap ini
membutuhkan sekitar 15-30 menit.
4. Discussing Ideas
Selanjutnya, peserta diminta untuk memberikan penjelasan yang lebih detail
mengenai ide-ide yang telah dikemukakan. Setiap peserta boleh mengajukan
komentar ataupun pertanyaan mengenai ide-ide tersebut, dan yang menjawab
tidak harus orang yang mengajukan ide tersebut. Intinya, fasilitator bertugas untuk
memastikan bahwa tiap peserta dapat memberikan kontribusi pada diskusi, serta
menjaga proses tetap netral, tanpa ada judgement atau serangan ke pihak tertentu.
Fasilitator juga bertugas supaya seluruh ide dapat dibahas secara menyeluruh, dan
tidak terpaku pada beberapa ide saja. Dalam tahap ini, tidak ada ide yang
dieliminasi, hanya memberikan pemahaman mengenai ide-ide tersebut kepada
para peserta dan memberi gambaran mengenai pentingnya ide-ide tersebut. Tahap
ini membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit.
5. Voting and Ranking on Ideas
Tahap terakhir, masing-masing peserta memberikan voting terhadap ide-ide
yang ada. Sebelumnya, fasilitator harus menentukan terlebih dahulu kriteriakriteria yang digunakan untuk voting ide. Jadi, misalnya tiap peserta diminta
untuk memilih 5 ide terbaik dari daftar yang ada, kemudian mereka harus
memberikan ranking prioritas bagi tiap ide tersebut. 1 untuk ide yang kurang
penting, hingga 5 untuk yang paling penting. Ide yang memperoleh skor paling
tinggi merupakan ide yang paling disukai dan disepakati bersama oleh
kelompok.

Keunggulan dan Kelemahan NGT
Keunggulan
• menghasilkan ide yang lebih banyak dibandingkan dengan diskusi biasa
• menyeimbangkan peran masing-masing individu, membatasi dominasi dari
orang yang punya pengaruh dalam kelompok
• menghilangkan `persaingan` dalam kelompok juga tekanan untuk
`konformitas`
• mendorong peserta untuk menyelesaikan masalah dengan constructive
problem solving
• tiap peserta dapat memberikan prioritas idenya secara independent dan
tertutup
Kelemahan
• membutuhkan persiapan
• hanya memfasilitasi untuk pencapaian satu tujuan saja. Satu pertemuan hanya
membahas satu topic
• diskusi hanya terbatas, tidak seperti brainstorming yang menstimulasi
perkembangan dari ide-ide
8.

PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA)
Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah

penilaian/pengkajian/penelitiaan keadaan desa secara partisipatif. Maka dari itu,
metode PRA adalah cara yang digunakan dalam melakukan
pengkajian/penilaian/penelitian untuk memahami keadaa atau kondisi
desa/wilayah/lokalitas tertentu dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Robert Chambers adalah orang yang mengembangkan metode PRA,
menyatakan bahwa metode dan teknik dalam PRA terus berkembang, sehingga
sangat sulit untuk memberikan definisi final tentang PRA. Menurutnya PRA
merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan
kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri

dengan catatan : (1) Pengertian belajar, meliputi kegiatan menganalisis,
merancang dan bertindak; (2) PRA lebih cocok disebut metode-metode atau
pendekatan-pendekatan (bersifat jamak) daripada metode dan pendekatan (bersifat
tunggal); dan (3) PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita pilih, sifatnya
selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode-metode baru yang dianggap
cocok.
Jadi pengertian PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang
mendorong masyarakat di suatu desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta
meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi
mereka sendiri agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.
PRINSIP-PRINSIP PRA
Prinsip-prinsip dasar Participatory Rural Appraisal (PRA) terdiri dari :
1.

Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan).
Prinsip ini mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh
kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan
program pembangunan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai
keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang terdapat di suatu
masyarakat, mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya
meningkat.
2. Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat,
kemampuan itu ditingkatkan dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan
keputusan dan penentuan kebijakan, sampai pada pemberian penilaian dan
koreksi kepada kegiatan yang berlangsung.

3. Prinsip masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator
PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan.
Orang luar juga harus menyadari peranannya sebagai fasilitator. Fasilitator
perlu memiliki sikap rendah hati serta kesediannya belajar dari masyarakat

dan menempatkannya sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan
masyarakat itu. Pada tahap awal peranan orang luar lebih besar, namun
seiring dengan berjalannya waktu diusahakan peran itu bisa berkurang
dengan mengalihkan prakarsa kegiatan PRA para masyarakat itu sendiri.
4. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
Salah satu prinsip dasarnya adalah pengakuan akan pengalaman dan
pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini bukan berarti bahwa
masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah, sehingga
harusnya dilihat bahwa pengalaman dan pengetahuan masyarakat serta
pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama bernilainya, dan bahwa
proses PRA merupakan ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan
itu agar melahirkan sesuatu yang lebih baik.
5. Prinsip Santai dan informal
Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka,
tidak memaksa dan informal. Situasi ini akan menimbulkan hubungan akrab,
karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan
sebagai tamu asing yang oleh masyarakat harus disambut secara resmi.
6. Prinsip Triangulasi
Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis
data atau informasi secara sistematis bersama masyarakat. Untuk
mendapatkan informasi yang kedalamnnya bisa diandalkan kita dapat
menggunakan Triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan
pemeriksaan ulang (check and recheck) informasi. Triangulasi dilakukan
melalui penganekaragaman keanggotaan tim (keragaman disiplin ilmu atau
pengalaman), penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar
belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin) dan
keragaman teknik.
7. Prinsip mengoptimalkan hasil
Prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna
menurut metode PRA adalah :

- Lebih baik kita "tidak tahu apa yang tidak perlu kita ketahui" (ketahui
secukupnya saja)
- Lebih baik kita "tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus
persen, tetap diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati
kebenaran" (daripada kita tahu sama sekali)
8. Prinsip orientasi praktis
PRA berorientasi praktis yaitu pengembangan kegiatan. Oleh karena itu
dibutuhkan informasi yang sesuai dan memadai, agar program yang
dikembangkan bisa memecahkan masalah dan meningkatkan kehidupan
masyarakat. Perlu diketahui bahwa PRA hanyalah sebagai alat atau metode
yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan program-program yang
dikembangkan bersama masyarakat.
9. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu
Metode PRA bukanlah kegiatan paket yang selesai setelah kegiatan
penggalian informasi dianggap cukup dan orang luar yang memfasilitasi
kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan metode yang harus dijiwai dan
dihayati oleh lembaga dan para pelaksana lapangan, agar problem yang
mereka akan kembangkan secara terus menerus berlandaskan pada prinsipprinsip dasar PRA yang mencoba menggerakkan potensi masyarakat.
10. Prinsip belajar dari kesalahan
Terjadinya kesalahan dalam kegiatan PRA adalah suatu yang wajar, yang
terpenting bukanlah kesempurnaan dalam penerapan, melainkan penerapan
yang sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada. Kita belajar dari
kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang terjadi, agar pada kegiatan
berikutnya menjadi lebih baik.
11. Prinsip terbuka
Prinsip terbuka menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik
yang belum selesai, sempurna dan pasti benar. Diharapkan bahwa teknik
tersebut senantiasa bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan setempat. Sumbangan dari mereka yang menerapkan dan
menjalankannya di lapangan untuk memperbaiki konsep, pemikiran maupun

merancang teknik baru yang akan sangat berguna dalam mengembangkan
metode PRA.
9.

CARA BRYANT DAN EKONOMETRIK
Cara Bryant Cara ini telah dipergunakan di beberapa negara yaitu di Afrika

dan Thailand. Cara ini menggunakan 4 macam kriteria, yaitu: Community
Concern, yakni sejauh mana masyarakat menganggap masalah tersebut pentingb.
Prevalensi, yakni berapa banyak penduduk yang terkena penyakit tersebutc.
Seriousness, yakni sejauh mana dampak yang ditimbulkakn penyakit
tersebutd. Manageability, yakni sejauh mana kita memiliki kemampuan untuk
mengatasinya. Menurut cara ini masing-masing kriteria tersebut diberi scoring,
kemudian masing-masing skor dikalikan. Hasil perkalian ini dibandingkan antara
masalah-masalah yang dinilai. Masalah-masalah dengan skor tertinggi, akan
mendapat prioritas yang Tinggi pula.
Cara Ekonometrik cara ini dipergunakan di Amerika Latin. Kriteria yang
dipakai adalah: Magnitude (M), yakni kriteria yang menunjukkan besarnya
masalah. Importance (I), yakni ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang
terkena masalah. Vulnerability (V), yaitu ada tidaknya metode atau cara
penanggulangan yang efektif. Cost (C), yaitu biaya yang diperlukan untuk
penanggulangan masalah tersebut. Hubungan keempat kriteria dalam menentukan
prioritas masalah (P) adalah sebagai berikut:
P = M.I.V
1. Metode CARL
Metode CARL adalah metode yang cukup baru di bidang kesehatan. Metode
CARL merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan untuk menentukan prioritas
masalah jika data yang tersedia adalah data kualitatif. Metode ini dilakukan dengan
menentukan skor atas kriteria tertentu, seperti kemampuan, kemudahan, kesiapan,
serta pengungkit. Semakin besar skor semakin besar masalahnya, sehingga semakin
tinggi letaknya pada urutan prioritas. Penggunaan metode CARL untuk menetapkan
prioritas masalah dilakukan apabila pengelola program menghadapi hambatan
keterbatasan dalam menyelesaikan masalah.

Metode CARL didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus diberi skor 0-10.
Kriteria CARL tersebut mempunyai arti :
C

= Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)

A

= Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau tidak.

Kemudahaan dapat didasarkan pada ketersediaan metode / cara / teknoloi serta
penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau juklak.
R

= Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran,

seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.
L

= Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain

dalam pemecahan masalah yang dibahas.

Setelah masalah atau alternatif pemecahan masalah diidentifikasi, kemudian dibuat
tabel kriteria CARL dan diisi skornya. Bila ada beberapa pendapat tentang nilai skor
yang diambil adalah rerata.
Nilai total merupakan hasil perkalian: C x A x R x L
Contoh pemakain metode CARL adalah sebagai berikut :

1. Metode CARL
Metode CARL adalah metode yang cukup baru di bidang kesehatan. Metode
CARL merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan untuk menentukan prioritas
masalah jika data yang tersedia adalah data kualitatif. Metode ini dilakukan dengan
menentukan skor atas kriteria tertentu, seperti kemampuan, kemudahan, kesiapan,
serta pengungkit. Semakin besar skor semakin besar masalahnya, sehingga semakin
tinggi letaknya pada urutan prioritas. Penggunaan metode CARL untuk menetapkan
prioritas masalah dilakukan apabila pengelola program menghadapi hambatan
keterbatasan dalam menyelesaikan masalah.
Metode CARL didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus diberi skor 0-10.
Kriteria CARL tersebut mempunyai arti :
C

= Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)

A

= Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau tidak.

Kemudahaan dapat didasarkan pada ketersediaan metode / cara / teknoloi serta
penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau juklak.
R

= Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran,

seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi.
L

= Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain

dalam pemecahan masalah yang dibahas.

Setelah masalah atau alternatif pemecahan masalah diidentifikasi, kemudian dibuat
tabel kriteria CARL dan diisi skornya. Bila ada beberapa pendapat tentang nilai skor
yang diambil adalah rerata.
Nilai total merupakan hasil perkalian: C x A x R x L
Contoh pemakain metode CARL adalah sebagai berikut :