TUGAS PSIKOLOGI BIOGRAFI TENTANG tugas

TUGAS PSIKOLOGI
BIOGRAFI TENTANG
Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie

DIKERJAKAN OLEH

:

MUHAMMAD TAUFIK DWI

(

)

YUSUF NUR IKHSAN

(

)

LIA NOVITASARI


(

)

SAMSUL BAKHRI

(

)

RONALDA RUMSAYOR

(

)

SAKTI WAHYU GUMILAR

(


)

Akademi Ilmu Pemasyarakatan
Badan Pengambangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jl. Gandul No.4 Cinere-Depok 16512
2014

Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25
Juni 1936; umur 77 tahun) adalah Presiden Republik Indonesiayang ketiga. Ia menggantikan
Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden
pada 20 Oktober 1999 olehMPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7
hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan
Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Keluarga dan pendidikan
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul
Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan
bugis (sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti

Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini
Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama
Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari
tujuh orang bersaudara.
B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan
dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Sebelumnya ia pernah berilmu di SMAK Dago. Ia belajar teknik mesin diInstitut Teknologi
Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studiteknik penerbangan, spesialisasi
konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom
ingenieur pada 1960 dan gelardoktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum
laude.
Pekerjaan dan karier
Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan
penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier sebagai

seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas
permintaan mantan presiden Suharto.
Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai
Maret 1998. Sebelum menjabat sebagai Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J.
Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan

VII di bawah Presiden Soeharto.
Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa
jabatannya sebagai menteri.
Masa Kepresidenan
Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri
Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan
disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah
kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negaranegara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan
politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi
Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan
UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU
otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil
diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya
UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet
dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam
kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie
sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan

bahwa

Masa Muda
Prof. Dr. Ing. -Dr. Sc. H.C. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ
Habibie (72 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936.
Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan Wakil Presiden RI ke-7 hanya
2 bulan. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang
Makasar/Pare-Pare.
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan sifat cerdas dan semangat tingginya pada
ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama 1 tahun, ia kuliah di Institut Teknologi Bandung
(ITB), dan selanjutnya pada tahun 1955 beliau dikirim oleh ibunya (R.A. Tuti Marini
Puspowardoyo) ke Jerman untuk melanjutkan studi di Rhenisch Wesfalische Tehnische
Hochscule. Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik
Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar DilpomIngenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan
dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Habibie tidak berhenti dengan diploma tekniknya. Ia melanjutkan studinya hingga
jenjang doktoral. Ia mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965,
Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelarDoktor Ingenieur (Doktor Teknik)
dengan indeks prestasisumma cum laude.


Karir di Industri
Setelah menyelesaikan pendidikan doktoral, BJ Habibie mengawali karir di Jerman
dengan menjadi Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur di
Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969), dan kemudian menjabat
Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di
MBB (1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai

Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi
Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ).
Sebelum memasuki usia 40 tahun, Habibie memiliki karir yang sangat cemerlang,
secemerlang ilmunya dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi
“permata” yang sangat berharga bagi negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan
terhormat”, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di
MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu
pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika.
Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“,
“Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.

Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1974, (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk

menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia. Karena rasa hormatnya pada Pak
Harto sekaligus keinginannya untuk memberi sumbangsih teknologi pada bangsa ini,
akhirnya Habibie pun pulang ke Indonesia pada tahun 1974 di usia 38 tahun. Iapun diangkat
menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat
terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978,
Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden
dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di
Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada tahun 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga
1997, iapun diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi(Menristek) sekaligus
merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu
Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional.
Pesawat CN-235 karya IPTN milik AU Spanyol
Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa
Indonesia menjadi negara industri teknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam

strategi pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju.
Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan
dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan
secara bertahap yakni lebih baik investasi di bidang pertanian dahulu baru investasi secara

bertahap hingga teknologi tinggi. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh akan visinya,
dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni :
“I have some figures which compare the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of
rice. One kilo of airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents.
And if you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I don’t think
we have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)
Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya.
Habibie ingin menjelaskan mengapa Industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia
membandingkan harga produk dari industri high-teck (teknologi tinggi) dengan hasil
pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan
1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450
ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan
diperoleh beras 4,5 juta ton beras.
Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak Harto. Soeharto pun bersedia
menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan
pada tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie dengan memberikan
kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT
IPTN.

Habibie menjadi RI-1

Secara materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB
Jerman. Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice Presiden
sekaligus Senior Advicer di perusahaan berteknologi tinggi di Jerman. Sehingga Habibie
terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan semata, tapi lebih
pada perasaan “terima kasih” kepada Indonesia yang telah membesarkan dia dan kedua

orang tuanya serta Presiden Soeharto. Sikap serupa pun ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie,
yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur , Kwik pensiun dari bisnisnya dan baru terjun
ke dunia politik. Bukan sebaliknya, yang banyak dilakukan oleh para caleg saat ini yakni
menjadi poltisi untuk mencari kekayaan sehingga praktik korupsi tidak sirna oleh waktu.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar
Profesor Teknik dari ITB melalui orasi ilmiahnya tentang Konstruksi Pesawat Terbang. Selama
20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai
Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon)
melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per
dolar AS menjadi Rp 10.000-an per dolar. Utang luar negeri membengkak dan banyak bank
swasta mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai
terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde baru
yang sarat dengan Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto.

Selain KKN, sistem pemerintahan Soeharto sangatlah otoriter dan menangkap semua aktivis
dan mahasiswa yang berusaha menegakkan kebenaran pada tempatnya. UU hanya
digunakan untuk membungkam masyarakat kecil, sedangkan pemerintah, konglomerat,
MPR/DPR yang didominasi Partai Golkar dengan mudah melanggar hukum dan menikmati
rupiah demi rupiah dari hutang-hutang kapitalis yang menghancurkan Indonesia.
Pergerakan mahasiswa,aktivis, dan segenap masyarakat pun memuncak pada 12-14
Mei 1998, dimana terjadi penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei
1998 yang hingga saat ini pelakunya (semua bukti tertuju pada militer) masih misterius.
Demonstrasi dan krisis kepercayaan masyarakat sudah mencapai titik akhir, dan akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto dipaksa mundur dari jabatan Presiden yang
dipegangnya selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun itulah, sistem pemerintahan
otoriter dan praktik KKN tumbuh sumbur. Selama 32 tahun itu pula, kebenaran-kebenaran
peristiwa Pemerintah Soekarno, G30S-PKI, Supersemar, Pengasingan Soekarno ditutup rapatrapat oleh pemerintah Soeharto yang didukung oleh negara-negara kapitalis seperti Amerika
dan sekutunya melalui agen CIA, Bank Dunia, IMF, ADB, IGGI (CGI). Dan pada saat
bersaamaan, sumber kekayaan alam kita dijamah secara besar-besaran.

Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3
berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan
selama 512 hari. Dibawah kepemimpinan Habibie, bangsa Indonesia bukan hanya sukses
melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), namun juga sukses membawa

perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan
terutama di bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam
bidang teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan
(Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas terkemuka dunia, antara lain : Cranfield
Institute of Technology dan Chungbuk University.

Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie

Habibie Bertemu Soeharto
“Laksanakan saja tugasmu dengan baik, saya doakan agar Habibie selalu dilindungi
Allah SWT dalam melaksanakan tugas. Kita nanti bertemu secara bathin saja“, lanjut Pak
Harto menolak bertemu dengan Habibie pada pembicaraan via telepon pada 9 Juni 1998.
(Habibie : Detik-Detik yang Menentukan. Halaman 293)
Salah satu pertanyaan umum dan masih banyak orang tidak mengetahui adalah
bagaimana Habibie yang tinggal di Pulau Celebes bisa bertemu dan akrab dengan Soeharto
yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Pulau Jawa?
Pertemuan pertama kali Habibie dengan Soeharto terjadi pada tahun 1950 ketika
Habibie berumur 14 tahun. Pada saat itu, Soeharto (Letnan Kolonel) datang ke Makasar
dalam rangka memerangi pemberontakan/separatis di Indonesia Timur pada masa
pemerintah Soekarno. Letkol Soeharto tinggal berseberangan dengan rumah keluarga
Habibie. Karena ibunda Habibie merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang Jawa)
merasa kedekatannnya dengan keluarga Habibie ketika bermukim di Makasar. Bahkan,
Soeharto turut hadir ketika ayahanda Habibie meninggal. Selain itu, Soeharto pun menjadi

“mak comblang” pernikahan adik Habibie dengan anak buah (prajurit) Letkol Soeharto.
Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun Soeharto telah kembali ke Pulau Jawa
setelah berhasil memberantas pemberontakan di Indonesia Timur.
Pada tahun 1956, Habibie mendapat beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Budaya
Pemerintahan Soekarno untuk belajar Teknik Pembuatan Pesawat Terbang di Aachen,
Jerman. Dalam beberapa wacana disebutkan bahwa rekomendasi beasiswa Habibie ke
Jerman tidak lepas dari dukungan ibunda Habibie dan pak Harto. Dan setelah Habibie
menyelesaikan studi di Jerman dan bekerja selama 9 tahun, akhirnya Habibie dipanggil
pulang ke tanah air oleh Pak Harto. Adanya kedekatan dan rasa “balas budi” kepada negara
(beasiswa) serta pak Harto, membuat Habibie dengan cepat memutuskan kembali ke
Indonesia untuk membangun industri teknologi tinggi.
Bersama Ibnu Sutowo, Habibie kembali ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden
Soeharto pada tanggal 28 Januari 1974. Habibie mengusulkan beberapa gagasan
pembangunan seperti berikut:


Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara sebagai ujung tombak
industri strategis



Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (Puspitek)



Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknologi (BPPT)
Gagasan-gagasan awal Habibie menjadi masukan bagi Soeharto, dan mulai terwujud

ketika Habibie menjabat sebagai Menristek periode 1978-1998.
Namun, dimasa tuanya, hubungan Habibie-Soeharto tampaknya retak. Hal ini
dikarenakan berbagai kebijakan Habibie yang “mempermalukan” Pak Harto, meskipun
tindakan Habibie merupakan langkah yang tepat dan benar. Diantaranya adalah memecat
Letjen (Purn) Prabowo Subianto dari jabatan Kostrad karena telah memobilisasi pasukan
kostrad menuju Jakarta (Istana dan Kuningan) tanpa koordinasi atasan. Padahal Prabowo
merupakan menantu kesayangan Pak Harto yang telah dididik dan dibina menjadi penerus
Soeharto. Selain itu, Habibie juga memerintahkan pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai

tersangka korupsi. Padahal Tommy Soeharto merupakan putra “emas’ Pak Harto. Begitu
juga, Habibie membebaskan tanpa syarat tahanan politik Soeharto seperti Sri Bintang
Pamungkas dan Mukhtar Pakpahan.

Habibie : Bapak Teknologi Indonesia
Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech” mendapat “hati” pak Harto. Bisa
dikatakan bahwa Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan
mudah disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju menganggarkan “dana ekstra” untuk
mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap
oleh berbagai pihak sebagai bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak
setuju dengan pola pikir Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana
yang besar untuk pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan
menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio
meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio
kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) pada 11
Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts
2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT
PINDAD.
Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto
menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri teknologi
tinggi. Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana
Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni
untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar
dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon
durian saja butuh 10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena
itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan
akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup besar.

Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil
seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan
(maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan
kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik
untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan
konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet
320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi
mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi
fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan
dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru
kendali dan satelit.
Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak
teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala Habibie.
Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak
memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi
kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an
Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta
peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang
memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik
pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini
terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar)
sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.

Teori Pembangunan Ekonomi Habibie
Menjadi pimpinan di Industri Pesawat Terbang skala besar di Jerman selama
bertahun-tahun memberikan inspirasi dan mempengaruhi pemikiran Habibie. Berlandaskan
pengalaman itu, Habibie memiliki keyakinan bahwa untuk bisa menjadi negara maju tidak
selalu perlu melewati “tahap-tahap” pembangunan yakni pertanian/agraris industri

pengolahan pertanian, manufaktur, industri teknologi rendah/menengah baru ke teknologi
tinggi. Ia mengemukan teori pembangunan ekonomi negara yang berbeda yakni “Dari
negara agraris langsung melompat ke tahap negara industri teknologi tinggi”, tanpa harus
menunggu dan melewati kematangan indsutri pertanian, atau tahapan industri manufaktur
serta teknologi rendah.
“The basis of any modern economy is in their capability of using their renewable
human resources. The best renewable human resources are those human resources which
are in a position to contribute to a product which uses a mixture of high-tech.” (Sumber :
BBC: BJ Habibie Profile -1998.)
Dari teori pembangunan ekonomi tersebut, Habibie sangat menekankan pada
kualitas SDM bukan semata SDA. Dengan meningkatkan sumber daya manusia (human
resources), maka kita dapat membuat produk berteknologi tinggi dimana memiliki nilai jual
yang tinggi. Hal ini pun akan mentriger berdirinya perusahaan-perusahaan pendukung
dengan teknologi lebih rendah. Jadi, prinsip pembangunan industri ala Habibie adalah TopDown (dari tinggi hingga ke rendah). Sedangkan secara konvensional adalah dari Down-Top
(dari industri teknologi rendah ke teknologi tinggi).
Selama masa pengabdiannya di Indonesia, Habibie memegang 47 jabatan penting
seperti : Direkur Utama (Dirut) PT. Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN), Dirut PT
Industri Perkapalan Indonesia (PAL), Dirut PT Industri Senjata Ringan (PINDAD), Kepala
Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Kepala BPPT, Kepala BPIS, Ketua ICMI,
dan masih banyak lagi.

Habibie : Bapak Demokrasi Indonesia
Ketika mendapat amanah menjadi Presiden RI ke-3, kondisi ekonomi, sosial, stabilitas
politik, keamanan di Indonesia berada di ujung tanduk “revolusi”. Dengan mengambil
kebijakan yang salah serta pengelolaan ekonomi yang tidak tepat, maka Indonesia 1998
berpotensi masuk dalam era “chaos” ataupun revolusi berdarah. (catatan : perlu diingat
bahwa reformasi 1998 menelan ratusan bahkan ribuan korban pembunuhan dan
pemerkosaan serta serangkaian

kerusuhan, penjarahan, pembakaran, yang terutama

ditujukan pada etnis Tionghoa). Untungnya di tahun 1998, Indonesia tidak masuk dalam era
revolusi jilid-2 namun hanya masuk dalam era reformasi.
Belajar dari kesalahan presiden pendahulunya, Jenderal Soeharto, Presiden Habibie
memimpin Indonesia dengan cermat, cepat, telaten, rasional dan reformis. Habibie
menunjukkan perhatiannya terhadap keinginan bangsa untuk lebih mengerti dan
menerapkan prinsip umum demokrasi. Perhatiannya didasarkan pada pengamatan Habibie
pada pemerintahan Orde Lama dan sebagai pejabat pada masa Orde Baru, dimana telah
mengarahkan beliau untuk mempelajari situasi yang ada. Melalui proses yang sistematik,
menyeluruh, dan menyatu, Habibie mengembangkan sebuah konsep yang lebih jelas,
sebuah pengejewantahan dari proaktif dan prediksi preventive atas interpretasi dari
demokrasi sebagai sebuah mesin politik. Konsep ini kemudian diimplementasikan dalam
berbagai agenda politik, ekonomi, hukum dan keamanan seperti:


Kebebasan multi partai dalam pemilu (UU 2 tahun 1999)



Undang Undang anti monopoli (UU 5 tahun 1999)



Kebijakan Independensi BI agar bebas dari pengaruh Presiden (UU 23 tahun 1999)



Kebebasan berkumpul dan berbicara, (selanjutnya masyarakat lebih mengenal istilah
demonstrasi)



Pengakuan Hak Asasi Manusia (UU 39 tahun 1999)



Kebebasan pers dan media,



Usaha usaha menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien yang bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme atau dengan kata lain adalah pemerintahan yang baik
dan bersih. (Membuat UU Pemberantasan Tindak Korupsi pada tahun 1999)



Penghormatan terhadap badan badan hukum dan berbagai institusi lainnya yang
dibentuk atas prinsip demokrasi;



Pembebasan tahanan-tahanan politik tanpa syarat, (eg. Sri Bintang Pamungkas dan
Muktar Pakpahan)



Pemisahan Kesatuan Polisi dari Angkatan Bersenjata.

Dalam waktu yang relatif singkat sebagai Presiden RI, Habibie telah memelihara
pandangan modern beliau dalam demokrasi dan mengimplementasikannya dalam setiap
proses pembuatan keputusan. Peran penting Habibie dalam percepatan proses demokrasi di
Indonesia dikenal baik oleh masyarakat nasional ataupun internasional sehingga beliau
dianggap sebagai “Bapak Demokrasi“. Komitmen beliau terhadap demokrasi adalah nyata.
Ketika MPR, institusi tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie (masalah referendum
Timor-Timur), Habibie secara berani mengundurkan diri dari pemilihan Presiden yang baru
pada tahun 1999. Beliau melakukan ini, selain penolakan MPR atas pidatonya tidak
mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan, dan keyakinan dari pendukung
beliau bahwa beliau akan tetap bisa unggul dari kandidat Presiden lainnya, karena yakin
bahwa sekali pidatonya ditolak oleh MPR akan menjadi tidak etis baginya untuk terus ikut
dalam pemilihan. Keputusan ini juga dimaksudkan sebagai pendidikan politik dari arti
sebuah demokrasi.
Karena “demokratis”-nya Habibie, maka iapun memberikan opsi referendum bagi
rakyat Timor-Timur untuk menentukan sikap masa depannya. Namun, perlu dicatat bahwa
Habibie bukanlah orang yang bodoh dengan mudah memberikan opsi referendum tanpa
alasan yang jelas dan tepat. Habibie sebagai Presiden RI memberikan opsi referendum
kepada rakyat Timor-Timur mengingat bahwa Timor-Timur tidak masuk dalam peta wilayah
Indonesia sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara
yuridis, wilayah kesatuan negara Indonesai sejak 17 Agustus 1945 adalah wilayah bekas
kekuasaan kolonialisme Belanda yakni dari Sabang (Aceh) hingga Merauke (Irian Jaya/
Papua). Ketika Indonesia merdeka, Timor-Timur merupakan wilayah jajahan Portugis, dan
bergabung bersama Indonesia dengan dukungan kontak senjata.
Bagi sebagian orang menganggap bahwa masuknya militer Indonesia di Timor-Timur
merupakan bentuk neo-kolonialisme baru (penjajahan modern) dari Indonesia pada tahun
1975. Seharusnya Indonesia tidak ikut campur pada proses kemerdekaan Timor-Timur dari
penjajahan Portugis. Jadi, kita dapat memahami dibalik landasan Habibie dimana provinsi
Timor-Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perlu dicatat bahwa kasus
Aceh dan Papua berbeda dengan Timor-Timur.

Habibie : Master of Economic Solving
Sejak era reformasi 1998, tampaknya hanya Habibie yang menjadi presiden yang
benar-benar sukses mengelola ekonomi dengan baik. Dalam kondisi yang amburadul, kacau
balau baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan tiada hari tanpa demonstrasi, Habibie
mampu membawa ekonomi Indonesia yang lebih baik.
Meskipun Presiden Singapura Lee Kuan Yeew berusaha mendiskritkan kemampuan
Habibie untuk memimpin Indonesia, toh Habibie menunjukkan bukti. Ketika banyak orang
yang menyangsikan bahwa Habibie mampu bertahan selama 3 hari sebagai Presiden, namun
semua dapat dilalui. Lalu, pihak-pihak yang tidak suka dengan Habibie pun menyampaikan
opini bahwa Habibie tidak mampu bertahan lebih dari 100 hari. Sekali lagi, Habibie
membuktikan bahwa ia mampu memimpin Indonesia dalam kondisi kritis.
Dari nilai tukar rupiah Rp 15000 per dollar diawal jabatannya, Habibie mampu
membawa nilai tukar rupiah ke posisi Rp 7000 per dollar. Ketika inflasi mencapai 76% pada
periode Januari-September 1998, setahun kemudian Habibie mampu mengendalikan harga
barang dan jasa dengan kenaikan 2% pada periode Januari-September 1999. Indeks IHSG
naik dari 200 poin menjadi 588 poin setelah 17 bulan memimpin. Tentu, indikator-indikator
kesuksesan ekonomi era Habibie tidak dapat diikuti dengan baik oleh masa pemerintah
Megawati maupun SBY.
Beberapa keberhasilan ekonomi di era Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha
keras dan perubahan mendasar dari para tokoh reformis yang duduk di kabinet seperti Adi
Sasono (Men. Koperasi), Soleh Salahuddin (Men. Kehutanan dan Perkebunan), Tanri Abeng
(Men. BUMN). Namun, perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden yang benar-benar
reformis dalam menolak kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan keterbatasannya, beliau
terpaksa menjalana 50 butir kesepakatan (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF,
sehingga penangganan krisis ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada
penyembuhan dengan “obat generik”, bukan penyembuhan ekonomi “terapis” ataupun
“obat tradisional”.
rapuh.

Sehingga ketika meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia masih

Disisi lain, Habibie masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orba duduk di kabinetnya,
padahal masyarakat menuntut reformasi. Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan
dirinya sebagai Presiden Transisi, bukan Presiden yang Reformis.

Habibie : Cendekiawan Muslim
Kekuasaan adalah amanah dan titipan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, bagi
mereka yang percaya atas eksistensi-Nya. Bagi mereka yang tidak percaya atas eksistensiNya, kekuasaan adalah amanah dan titipan rakyat. Pemilik kekuasaan tersebut, setiap saat
dapat mengambil kembali milik Nya dengan cara apa saja.
(Habibie : Detik Detik yang Menentukan, halaman 31)
Selain memiliki kecerdasan yang tinggi (mungkin orang terjenius dari Indonesia),
Habibie dikenal sebagai cendekiawan muslim yang taat sekaligus reformis. Dalam
menghadapi berbagai kesulitan, Habibie tidak luput dari do’a dan sholat untuk mendapat
petunjuk atau ilham. Mendapat jabatan sebagai Presiden bagi Habibie merupakan amanah
dan titipan dari Allah untuk mengabdi dengan sepenuh hati.
Meskipun tidak terjun dalam dunia politik dan kekuasaan, Habibie tetap memberikan
sumbangsih kepada bangsa Indonesia dengan mendirikan The Habibie Centre pada 10
November 1999. Habibie Center merupakan organisasi yang berusaha memajukan proses
modernisasi dan demokratisasi di Indonesia yang didasarkan pada moralitas dan integritas
budaya dan nilai-nilai agama. Ada dua misi utama Habibie centre yakni (1) menciptakan
masyarakat demokratis secara kultural dan struktural yang mengakui, menghormati dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta mengkaji dan mengangkat isu-isu perkembangan
demokrasi dan hak asasi manusia, dan (2) memajukan dan meningkatkan pengelolaan
sumber daya manusia dan usaha sosialisasi teknologi. Beberapa kegiatan yang dikenal luas
oleh masyarakat dari Habibie Centre yakni seminar, pemberian beasiswa dalam dan luar
negeri, Habibie Award serta diskusi mengenai peningkatan SDM maupun IPTEK.
Selain mendirian The Habibie Centre, Habibie juga berjasa dalam pendirian Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 7 Desember 1990 atas persetujuan Soeharto.

ICMI merupakan wahana menampung cendekiawan-cendekiawan muslim untuk bersamasama berkontribusi bagi bangsa dan masyarakat. Pada awalnya, ICMI didirikan untuk
menampung aspirasi pengusaha non-China yang benci akan kekayaan dan pengaruh dari
keluarga etnis China yang kaya. ICMI mempunyai bank sendiri dan koran harian yang diberi
nama Republika. Banyak umat muslim yang ikut terdaftar dalam keanggotaan ICMI termasuk
cendekiawan pengkritik pemerintah Soeharto yakni (Alm) Prof. Nurcholish Majid dan Prof.
Amien Rais.

Penutup
Setelah tulisan biografi Habibie yang “super panjang” ini, saya akan mengakhiri ceritera ini
dengan beberapa poin harapan.


Semoga “Habibie-Habibie” baru yang genius bermunculan di seantero nusantara
sehingga Indonesia tidak hanya menjadi “penonton” atau konsumen atas produkproduk berteknologi



Semoga generasi muda bangsa Indonesia memiliki semangat teknopreneur yang
minimal sama dengan semangat Habibie dalam mengembangkan industri-industri
strategis. Dan harapannya, orang-orang pintar dan cerdas Indonesia dapat
memberikan karyanya bagi perkembangan industri Indonesia, bukan menghabiskan
seluruh hidupnya di perusahaan asing.



Para calon pemimpin dan para politisi partai perlu bercermin diri dan cobalah insaf
agar “tidak gila kekuasaan”, dan ketika memegang kekuasaan jangan serakah (KKN)
dan sombong.



Saya bangga dengan sikap Habibie yang tidak mencalonkan diri sebagai presiden,
namun beliau tetap memberikan kontribusi nyata melalui berbagai organisasinya
seperti The Habibie Centre serta siap selalu memberikan masukan dan bimbingan
bagi para politisi/penguasa melalui berbagai dialog atau seminar.



Semoga Habibie terus memberikan sumbangsih pemikiran dan tenaganya bagi
bangsa Indonesia dan selalu dikarunia fisik yang sehat.

http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2014/02/biografi-bj-habibie.html