MALPRACTICE LIABILITY AND DEFENSIVE MEDICINE: A NATIONAL SURVEY OF NEUROSURGEONS

  

JOURNAL READING

MALPRACTICE LIABILITY AND DEFENSIVE

MEDICINE: A NATIONAL SURVEY OF

NEUROSURGEONS

  1

  2

  3

  4 Brian V. Nahed , Maya A. Babu , Timothy R. Smith , Robert F. Heary Abstrak

Latar Belakang : Keprihatinan atas tingginya pengeluaran biaya kesehatan menyebabkan terjadinya

peningkatan pada pengawasan praktik medis. Peningkatan resiko dugaan malpraktik serta beratnya

pertanggungan medis secara hokum membuat kalangan medis-hukum berkontribusi untuk melakukan

praktik defensive medicine sebagai salah satu upaya untuk mengurangi resiko tersebut. Jurnal ini

menyajikan survey nasional pertama dari persepsi spesialis bedah saraf di Amerika mengenai malpraktik

serta praktik defensive medicine.

  

Metode dan Bahan : Penelitian ini terdiri dari 51 pertanyaan yang telah divalidasi yang dikirim secara

survey online kepada 3344 spesialis bedah saraf yang masih praktik yang tergabung dalam American

Assosiaction of Neurological Surgeons .

  

Hasil : Hasil menunjukan bahwa total 1028 survey dikerjakan dengan tuntas (31%) oleh spesialis bedah

saraf yang merepresentasikan aneka praktisi sub-spesialis. Hasil juga menunjukkan bahwa responden yang

melakukan praktik defensive medicine dengan meminta pemeriksaan radiologi tambahan sebanyak 72%,

meminta pemeriksaan lab tambahan sebanyak 67%, merujuk pasien ke konsultan 66%, atau meresepkan

berbagai macam obat selain dari obat yang diperlukan sebanyak 40%. Premi asuransi untuk malpraktik

dianggap sebagai beban yang sangat berat bagi 64% responden yang berakibat pada 45% responden

mengeliminasi prosedur-prosedur atau segala sesuatu yang beresiko tinggi dari praktiknya untuk

menghindari pertanggungan hukum.

  

Kesimpulan : Keprihatinan dan persepsi mengenai pertanggungan medis secara hokum mengakibatkatkan

praktisi untuk mempraktikkan defensive medicine. Sebagai hasilnua, pemeriksaan diagnostic, konsultasi,

dan pemeriksaan lainnya dilakukan untuk memuaskan sisi pertanggungan hokum yang mengakibatkan

tingginya pengeluaran biaya kesehatan. untuk meminimalisasi resiko dugaan malpraktik, beberapa spesialis

bedah saraf juga mengeliminasi prosedur-prosedur yang tinggi resiko. Jika tidak segera diatasi, ketakutan

akan pertanggungan hokum akan terus mendorong praktik defensive medicine yang membatasi akses pasien

untuk perawatan maksimal serta semakin meningkatkan biaya kesehatan di Amerika Serikat.

  PENDAHULUAN

  tidak seimbang dibandingkan dengan Pada tiga dekade terakhir pendapatan dokter. Pada tahun 2000-2002, pembayaran premi asuransi mengenai terdapat lonjakan 15% untuk pembayaran malpraktik telah meningkat secara drastis dan

  1 premi asuransi mengenai malpraktik sementara pendapatan dokter kian menurun pada saat ini (1). Meskipun dengan adanya proses pengadilan malpraktik berbagai sumber yang menjadi penyebab kelalaian dokter difasilitasi, namun hal tersebut juga memicu banyaknya tuntutan hukum yang remeh. Krisis malpraktik telah mempengaruhi berbagai daerah pada beberapa dekade terakhir ini, krisis tersebut juga mempengaruhi lokasi praktik dokter, tipe prosedur yang ditawarkan, dan pada akhirnya krisis tersebut juga mempengaruhi akses pasien untuk perawatan. Para dokter melakukan praktik defensive medicine akibat khawatir atas resiko pertanggungan hukum yang akan ditanggung yang tanpa disadari berkontribusi meningkatkan biaya kesehatan yang dikeluarkan. Sebagai topik permasalahan politik yang sensitif, berbagai upaya untuk melakukan reformasi atas sistem kesehatan telah secara besar-besaran diabaikan. Penelitian ini merupakan survey nasional pertama yang mengangkat secara spesifik mengenai investigasi pengaruh dari persepsi mengenai resiko pertanggungan hukum dan akses pasien untuk perawatan.

  SEJARAH

  Malpraktik sebelumnya merupakan instilah yang tabu di Amerika Serikat hingga abad ke-19 (2). Pertanggungan hukum atas malpraktik mulai muncul sebagai respons atas peranan agama yang mengalami penurunan di kalangan masyarakat (3-4). Banyaknya reporter media yang menyatakan dan memberitakan kemajuan teknologi medis, para pasien mengubah pandangannya bahwa dokter dan teknologi yang ada mampu untuk menyembuhkan penyakitnya. Hasil yang tidak sesuai dengan keinginan dicibir dan dipertanyakan sebagai apakah dokter dapat atau seharusnya bisa melakukan dengan lebih baik (3). Diantara tahun 1840 dan 1860, jumlah kasus malpraktik yang dibawa ke pengadilan di Amerika Serikat meningkat hingga 950% dan pertanggungan hukum atas malpraktik melonjak sebanyak 10 kali bila dibandingkan dengan pertumbuhan populasi (5). Diketahui bahwa pada waktu inilah jurnal medis memuat masalah malpraktik untuk pertama kalinya (6).

  Tiga alasan utama yang tercatat sebagai alasan untuk melonjaknya kasus malpraktik dari 1840 adalah yang pertama, ketika kemajuan medis meningkatkan kesehatan secara luas, efek samping yang tidak diinginkan dari pengobatan menjadi lahan yang subur untuk dipertanggung jawabkan secara hukum. Sebagai contoh, pemeriksaan radiologi diketahui meningkatkan kecakapan dalam mendiagnosis namun pasien diketahui terekspos oleh radiasi dan penterjemahan gambar yang tidak layak (7). Alasan yang kedua, organisasi kian membentuk standar pelatihan, praktik, dan lisensi yang seragam, para dokter dipaksa untuk bertanggung jawab secara hukum apabila melakukan hal yang tidak sesuai dengan standar dan norma yang biasa dilakukan (8-9). Yang terakhir, walaupun hadirnya asuransi malpraktik melindungi aset pribadi dokter, hadirnya asuransi tersebut membentuk pertanggungan hukum akan malpraktik sebagai instrument legal yang diakui.

  Pertanggungan hukum malpraktik mempengaruhi seluruh praktisi medis. Beberapa penelitian kemudian mengungkapkan secara spesifik beberapa spesialis yang memiliki resiko tinggi, yaitu: orthopedi, bedah saraf, obgyn, dan radiologi dokter IGD, spesialis bedah umum, bedah (10).

  Bidang spesialisasi ini merupakan bidang yang seringkali mengatasi permasalahan medis yang akut yang memerlukan keputusan yang cepat sehingga hasil yang tidak diinginkan sulit untuk dihindari. Spesialisasi tersebut diketahui juga merupakan spesialisasi yang sangat dipengaruhi oleh prosedur dan hasil yang didapatkan juga dinilai sebagai keahlian dokter dalam merawat pasien. Dokter yang merawat trauma atau kasus kegawatdaruratan juga diketahui lebih banyak memiliki tanggungan hukum akibat tingginya resiko kejadian yang tidak diinginkan pada lingkungan ini bila dibandingkan dengan praktik secara elektif (11).

  Pengambilan keputusan yang cepat dibutuhkan untuk merawat pasien, resiko kemungkinan terjadinya kesalaham, dan potensi untuk berbagai varian hasil merupakan beberapa alasan mengapa spesialis bedah saraf dianggap sebagai spesialis dengan resiko tinggi. Selama pertanggungan hukum mengenai malpraktik masih menjadi momok di masyarakat, bedah saraf mengurangi praktiknya untuk mengurangi paparan terhadap pertanggungan secara hukum. Di Pennsylvania, premi asuransi yang tinggi dan besarnya biaya damai bila tuntutan hukum menyebabkan spesialis bedah saraf sangat menghindari operasi intracranial dan malah hanya melakukan operasi elektif yang hanya memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Ketakutan akan tuntutan malpraktik telah membantu ‘mengusir’ spesialis bedah saraf dari kota dan membentuk apa yang disebut sebagai krisis malpraktik medis yang jelas merusak lingkungan pelayanan kesehatan akibat ketakutan ekstrem para dokter yang menyebabkan pasien trauma saraf yang tidak dapat mendapatkan intervensi ‘life saving’ sesegera mungkin akibat kurangnya spesialis bedah saraf yang full time di kota. Sebagai akibatnya, pasien yang alami trauma akut harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki spesialis bedah saraf yang stand by yang pada akhirnya berujung pada pasien meninggal dalam perjalanan (12).

  Pada bidang obstetri, kekhawatiran mengenai pertanggungan hukum malpraktik menyebabkan perubahan pada perawatan persalinan. The Healthcare Cost and

  Utilization Project-Nationwide Inpatient Sample menemukan bahwa kota dengan

  premi asuransi malpraktik yang mencapai 100.000 dolar memiliki hubungan yang signifikan dengan naiknya insiden persalinan cesar (OR=1.17) dan turunnya persalinan secara transvaginam pada pasien yang memiliki riwayat cesar (OR=0.60). Penelitian juga menemukan turunnya angka persalinan transvaginam dengan instrument (OR=0.72) bila dibandingkan dengan kota dimana premi asuransi malpraktik kurang dari 50.000 dolar (13).

  Sementara perdebatan berfokus pada upaya mengurangi biaya yang tidak dibutuhkan dan mendorong dokter untuk melakukan praktik pengobatan berbasis bukti, sangat sedikit atensi yang diberikan kepada bagaimana peranan praktik

  defensive medicine memperburuk keadaan. Penelitian

  ini meneliti bagaimana persepsi dari resiko dugaan malpraktik mempengaruhi praktik dokter sehari-hari.

  METODE

  Dibuat survey yang berisi formulir dengan 51 pertanyaan yang telah divalidasi (10,14). Survey ini berisi pertanyaan yang memiliki 8 bagian dasar yang memiliki kemungkinan pengaruh terhadap praktik ‘defensive medicine’: 1) demografi dokter, 2) demografi pasien, 3) tipe praktik dokter, 4) sumber pembayaran, 5) tipe dari asuransi malpraktik yang diambil, 6) perubahan premi asuransi, 7) persepsi praktisi terhadap pertanggungan hukum, dan 8) kebiasaan praktisi dalam meminta pemeriksaan lab dan pemeriksaan radiologi. Pada penilaian awal, survey dibagikan kepada sebuah grup berisi sekelompok praktisi bedah saraf berisi 20 orang untuk divalidasi dan survey tersebut memakan waktu rata-rata 10 menit untuk diselesaikan. Survey tersebut kemudian dikirim ke seluruh 3344 orang anggota

  American Association of Neurosurgeons (AANS) ke alamat email mereka yang benar.

  AANS merupakan organisasi bedah saraf terbesar di Amerika Serikat dan menaungi 76% spesialis bedah saraf yang bekerja di bidang pendidikan maupun praktisi. Responden penelitian ini terdiri dari spesialis bedah saraf di berbagai lingkungan praktik, seperti : praktisi aktif, praktisi aktif militer, praktisi militer aktif sementara waktu, dan praktisi aktif sementara waktu. Survey ini diberikan kepada member AANS via online dan dikumpulkan dalam periode 6 minggu. Informed consent dan persetujuan tidak didapatkan melihat bahwa ini adalah survey online yang bersifat anonym. Tujuan dari penelitian ini sudah diterangkan kepada responden di awal survey.

HASIL

  Dari 3344 spesialis bedah saraf yang tergabung kedalam AANS, 1028 dapat menyelesaikan seluruh survey (31%), namun seluruh hasil survey tetap turut disertakan untuk di analisis. Seluruh spesialis bedah saraf dari seluruh penjuru kota turut berpartisipasi dalam penelitian ini kecuali spesialis bedah saraf yang berada dalam regio daerah Virginia Barat (n=31, 0.9% dari total member AANS). Tipe-tipe praktik yang dilakukan oleh responden diantaranya adalah praktik pribadi (30%), pendidikan (24%), praktik bersama (18%), praktik di rumah sakit (14%), dan ‘praktik campuran’ dimana dokter bekerja di bidang pendidikan dan juga memiliki praktik pribadi (13%). Responden juga diketahui praktik sendiri sebanyak (15%) dan praktik dengan jumlah spesialis bedah saraf >15 sebanyak (13%).

  Keseluruhan hasil disajikan dalam bentuk tabel. Table I memberikan gambaran mengenai informasi demografik dan pengalaman bedah dari responden (jenis kelamin, tipe pekerjaan, jumlah bedah saraf di tempat kerja, jumlah pengalaman operasi). Tabel 2 memberikan gambaran jenis pasien yang dirawat oleh responden. Tabel 3 memberikan gambaran mengenai informasi yang diterima oleh responden yang berhubungan dengan premi malpraktik yang dilihat dalam konteks perubahan pembayaran. Tabel 5 menyajikan hasil dari pertanyaan mengenai persepsi respinden mengenai kasus malpraktik. Tabel 5 memberikan gambaran mengenai jawaban tentang pertanyaan-pertanyaan seperti pemeriksaan lab, pemeriksaan radiologi maupun merujuk pasien akibat kekhawatiran yang dirasakan tentang pertanggungan hukum atas pasien. Pertanyaan mengenai hak dan ketentuan dari pasien dengan trauma kepala serta bagaimana cara merawat pasien dengan keadaan tersebut juga termasuk didalamnya.

  DISKUSI

  Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengidentifikasi persepsi dari para bedah saraf mengenai pertanggungan hukum malpraktik dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perawatan pasien. Pertanggungan hukum atas malpraktik mempengaruhi bedah saraf tanpa memperhatikan pasien seperti apa yang dirawat atau tipe pembayaran/penggantian seperti apa yang didapatkan oleh dokter. Masalah ini sudah sangat menyebar luas dan memberikan dampak pada seluruh bedah saraf yang ada di negara yang terdiri dari berbagai varian jenis praktik dan untuk berbagai varian populasi pula. Pada penelitian ini , sebanyak lebih dari 40% responden merawat 25-50% pasien yang menggunakan asuransi medicare dan 10-50% pasien yang menggunakan asuransi Medicaid.

  Ruang Lingkup Masalah

  Pola praktik yang dilakukan sangatlah dipengaruhi oleh persepsi responden akan lingkungan mediko-legal yang ada dan kemungkinan resiko malpraktik. 72% dari responden sangat setuju bahwa terdapat krisis di tempat praktik mereka. Lebih lanjut, 50% spesialis bedah saraf menyatakan bahwa premi pertanggungan hukum akan malpraktik sebagai ‘beban berat’ dan 14% menyatakan hal tersebut merupakan

  ‘beban yang amat berat’. Di penelitian terbaru, 19.1% dari spesialis bedah saraf menghadapi tuntutan malpraktik setiap tahun (15). Yang paling penting, pengaruh lebih lanjut dari tuntutan-tuntutan tersebut adalah perubahan sikap akan kebiasaan praktik yang disebabkan oleh adanya berita yang menarik banyak perhatian masyarakat akan tuntutan yang mengenai komunitas medis disuatu tempat (16). Pola ini bisa jadi memiliki dampak yang luas. Di survey ini, 41% spesialis bedah saraf menyatakan bahwa setidaknya ada satu perjanjian damai sepanjang karis mereka. Terlepas dari hasil sebenarnya, ancaman akan pertanggungan hukum mempengaruhi bagaimana spesialis bedah saraf mempraktikkan praktik

  defensive medicine . Tindakan Yang Dirubah Persepsi

  Sementara sudah lama dirasakan terjadi ditengah para dokter, penelitian ini merupakan yang pertama untuk menggambarkan seberapa besar praktisi menggunakan praktik defensive medicine di kesehariannya. Survey ini menyatakan 72% responden meminta pemeriksaan radiologis, 67% meminta pemeriksaan laboratorium, dan 66% mengkonsultasikan atau merujuk ke spesialis lain semata-mata untuk kepentingan pertahanan hukum. Praktik

  defensive medicine pada akhirnya

  berhubungan dengan peningkatan biaya kesehatan. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa biaya yang dikeluarkan akibat meminta pemeriksaan radiologis atau laboratorium yang tidak perlu untuk mengurangi resiko malpraktik mencapai 41 milyar dolar AS selama 5 tahun terakhir (17).

  Praktik defensive medicine memuaskan standar teoritis dari segi hukum diatas standar tradisional medis sendiri, namun, semakin lama standar teoritis hukum tersebut menjadi standar baru di kalangan medis. Sebagai contoh, pasien dengan nyeri punggung sekarang harus melakukan pemeriksaan MRI agar dokter dapat melindungi dirinya dari pertanggungan hukum akan pertanyaan ‘apakah pasien tersebut perlu dilakukan tindakan pembedahan

  ’. Sedangkan, dokter yang biasanya hanya perlu menggunakan riwayat menyeluruh dari pasien dan pemeriksaan fisik sebagai pemeriksaan yang dilakukan untuk memutuskan apakah pasien tersebut membutuhkan operasi atau tidak. Pada penelitian ini, 72% spesialis bedah saraf menyatakan bahwa mereka meminta pemeriksaan radiologi tambahan semata- mata hanya untuk menghindari dan memperkecil kemungkinan resiko dugaan malpraktik. Hal ini menggambarkan bahwa realitanya, pemeriksaan radiologis menjadi bagian standar dari penanganan awal.

  Beberapa penelitian telah menyelediki mengenai penggunaan berlebihan dari intervensi medis yang diantaranya termasuk pemeriksaan radiologi dan laboratorium (19, 20). Penggunaan berlebihan intervensi medis yang berbeda- beda pada tiap daerah juga menarik perhatian masyarakat yang pada akhirnya menyebabkan perubahan perundang- undangan. Akhir-akhir ini, beberapa bidang kesehatan, terutama bagian jantung dan

  7 pembuluh darah telah merasakan perubahan penukaran pembayaran yang signifikan yang didapat melalui Asuransi Medicare dan Medicaid akibat persepsi mereka bahwa terdapat penggunaan yang berlebihan dalam beberapa prosedur dan pemeriksaan (22).

  Dengan adanya penekanan mengenai pembatasan pengeluaran biaya, banyak yang berharap bahwa undang-undang mengenai

  Affordable Care akan mengatasi isu dari

  pertanggungan hukum akan malpraktik serta mengatasi masalah praktik

  defensive medicine . namun pada kenyataannya hal

  tersebut tidak terjadi. Undang-undang menyertakan (1) ketentuan untuk memperluas perlindungan negara akan malpraktik kepada para personil non-medis yang bekerja di klinik dan memberikan wewenang (2) serta 50 juta dolar AS kepada Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat untuk memberikan penghargaan kepada kota-kota yang membuat dan mengevaluasi berbagai alternatif pada sistem gugatan dan proses pengadilan yang ada sekarang untuk menyelesaikan permasalahan mengenai cedera yang ditimbulkan oleh dokter pada masa perawatan (23). Sementara ketentuan langsung yang berhubungan dengan malpraktik didalam perundang- undangan sudah dibuat, ketentuan-ketentuan tambahan lain terkait dengan pelaksanaan kesehatan juga ditakutkan akan semakin meningkatkan beban bagi para dokter yang pada akhirnya semakin mendorong perburukan dari praktik defensive medicine. Seraya reformasi kesehatan dilakukan, entah apakah persepsi ini akan menjadi kenyataan hanya tinggal dilihat saja.

  Membatasi Akses Untuk Perawatan

  Premi pertanggungan hukum atas malpraktik yang harus dibayarkan oleh dokter yang dipengaruhi oleh pelayanan apa yang ditawarkan dokter dan gugatan akan malpraktik dilingkungan tersebut telah memberikan dampak besar terhadap ketersediaan dokter spesialis bedah saraf di kota tersebut. 71% responden sangat setuju bahwa area mereka berpraktik sangatlah dipengaruhi oleh keadaan gugatan malpraktik dan persepsi akan malpraktik di kota tersebut.

  Lebih dari 50% spesialis bedah saraf telah menyesuaikan jenis praktik mereka untuk mengurangi resiko pertanggungan hukum akan malpraktik dan mengeliminasi prosedur yang beresiko tinggi, seperti kasus- kasus yang mencakup trauma kepala, cedera spinal, perdarahan intrakranial, pengangkatan tumor, dan hidrocefalus. Sebagai hasilnya didapatkan sebanyak 45% responden saat ini tidak melayani prosedur- prosedur beresiko tinggi ini akibat ketakutan akan pertanggungan hukum. Hal yang semakin membuat para dokter menolak untuk melakukan prosedur beresiko tinggi adalah 71% spesialis bedah saraf menyatakan bahwa kebiasaan akan dugaan malpraktik mempengaruhi keputusan mereka akan berapa lama mereka praktik. Pengurangan yang signifikan dari ketersediaan dokter spesialis bedah saraf sangatlah berpengaruh pada akses pasien untuk perawatan dan mengurangi jumlah nyawa yang bisa diselamatkan.

  Memperbarui

  Kota yang telah melakukan penerapan mengenai langkah-langkah untuk membenarkan model gugatan telah melihat penurunan akan angka gugatan malpraktik dan biaya pengeluaran kesehatan (19). Dapat dilihat dari hukum pembaharuan akan gugatan yang dibuat oleh Texas, setelah dibentuknya langkah-langkah apa yang dapat dikatakan sebagai malpraktik, gugatan yang didapat turun dari 40/100.000 prosedur menjadi 8/100.000 prosedur (p<0,01) dan biaya setelah pembaharuan model gugatan hukum turun dari 595.000 dolar AS/tahun menjadi 515 dolar AS/tahun.

  Beberapa model telah diusulkan sebagai respon atas krisis malpraktik yang terjadi. Satu model mengungkapkan hal apa saja yang menyebabkan kesalahan-kesalahan medis (25), model lain merekomendasikan pengadilan untuk tenaga medis berisi tenaga ahli hukum yang mengetahui seluk beluk kinerja medis, sehingga dapat melihat dari sisi medis dan mengurangi gugatan-gugatan remeh diatas kehendak dokter (26), model ketiga mengimplementasikan ganti rugi (asuransi) untuk pasien demi melindungi pasien secara proaktif dari kerugian-kerugian pribadi yang didapat dari intervensi medis (26).

  Pada akhirnya, terlepas dari model manapun yang diusulkan dan digunakan, langkah-langkah untuk melindungi praktisi dengan resiko tinggi diperlukan agar dapat memastikan bahwa pasien memiliki akses untuk prosedur beresiko tinggi yang mempunyai potensi untuk menyelamatkan nyawanya. Tanpa perlindungan tersebut, praktisi medis akan terpaksa untuk mengikuti standar teoritis dari segi hukum yang berfungsi hanya sebagai peminimalisir resiko akan pertanggungan hukum dibanding untuk instrument diagnosis. Semakin krisis pertanggungan hukum memburuk, akses untuk prosedur bedah saraf akan terus terkunci bagi populasi yang beresiko yang sebenarnya sangatlah membutuhkan tindakan tersebut.

  Keterbatasan

  Terdapat beberapa keterbatasan yang ada pada penelitian ini. Pertama, survey yang berisi pandangan atau persepsi dokter mungkin berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan. Hasil yang tergambarkan dari penelitian ini murni tergantung dari respon individu spesialis bedah saraf, dan kemudian memiliki kemungkinan untuk terjadinya bias akibat para responden mungkin terlalu khawatir (paranoid) akan pertanggungan hukum padahal dalam kenyataan ia belum tentu alami hal tersebut. Kedua, survey ini memberikan informasi tentang sikap praktisi pada satu waktu, survey yang berkelanjutan mungkin dapat memberikan gambaran informasi yang lebih jelas mengenai apakah pandangan praktisi berubah seiring berjalannya waktu dan bagaimana kebiasaan praktisi mungkin juga berubah. Ketiga, survey yang anonym bisa saja memiliki respon yang lebih ekstrem akibat nama yang tidak perlu disebut sehingga survey ini bisa jadi merupakan sumber peluapan kegelisahan dan kefrustasian para dokter. Seperti yang telah disebutkan, walaupun penelitian ini bisa jadi mengandung unsur bias, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi individual responden dan dampaknya terhadap praktik yang dilakukannya. Sehingga, memanfaatkan metode survey adalah metode yang ideal untuk mengidentifikasi hal tersebut.

  Kesimpulan

  Menyeimbangkan pengawasan medis dan membatasi faktor-faktor penyebab malpraktik merupakan hal yang penting untuk menjaga standard pelayanan yang berkualitas tinggi dan memastikan para dokter tidak membuat keputusan hanya berdasarkan ketakutannya akan perkara pengadilan. Responden pada survey ini menyatakan bahwa pertanggungan hukum akan malpraktik menyebabkan terjadinys praktik defensive medicine untuk mengurangi paparan/pemberitaan mengenai malpraktik. Mengurangi pengerjaan prosedur bedah kranial yang beresiko tinggi diketahui telah mengurangi akses pasien untuk mendapatkan perawatan yang mungkin dapat berpotensial untuk menyelamatkan nyawanya, dengan semakin tingginya premi asuransi malpraktik dan berkurangnya penggantian yang diberikan oleh asuransi, spesialis bedah saraf memberlakukan langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi resiko pertanggungan hukum. Tanpa dirubahnya perundang-undangan, premi malpraktik yang terus meningkat, dan jumlah gugatan remeh yang terus menerus terjadi tanpa diperiksa terlebih dahulu kebenarannya maka semakin lama akses untuk mendapatkan bedah saraf akan terus mengalami pembatasan dan akan berdampak pada biaya perawatan kesehatan di Amerika Serikat.

  11