Laporan Konservasi Tanah dan Air

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah
merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan
produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah
menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi
dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin
berkurang. Pada kenyataannya semakin banyak terjadi degradasi lahan dan air yag
disebabkan oleh banyak faktor yang dapat menyebabkan rusaknya atau
berkurangnya kualitas dan kuantitas suatu tanah dan air yang dapat berdampak
buruk pada lingkungan kita bahkan dapat menyebabkan suatu bencan alam seperti
longsor yang merupakan bentuk dari erosi (Subagyono dkk, 2003).
Teknik pembangunan bangunan konservasi tanah dan air pada lahan
terdegradasi yang tidak dibangun dengan baik akan menghasilkan besar erosi
yang lebih besar dimana erosi yang terjadi pada suatu lahan sangat berdampak
terhadap kesuburan tanah serta kemampuan tanah untuk mengikat dan menyimpan
air akan berkurang. Di samping itu, erosi juga dapat mengurangi ketebalan tanah
bagian atas yang subur akan unsur hara (Saleh, B. 2008).
Berdasarkan pernyataan diatas maka dilakukan praktikum konservasi tanah
dan air pada Kawasan Hutan Pendidikan Bengo-Bengo Universitas Hasanuddin,
merupakan daerah yang landai sampai bergunung. Pada beberapa tempat juga

terdapat areal yang curam sehingga tingkat erosi yang terjadi sangat besar. Oleh
karena itu, hal tersebut yang menjadi latarbelakang dilaksanakan praktek lapang
1

identifikasi jenis-jenis erosi yang terjadi di kawasan Hutan Pendidikan BengoBengo dan untuk usaha pengendalian erosi dilakukan pembuatan bangunan
konservasi tanah dan air sesuai dengan metode-metode yang ada.

B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari kegiatan praktek lapang ini adalah
1.
2.
3.
4.

Untuk mengidentifikasi jenis-jenis erosi
Untuk mengetahui besar laju infiltrasi
Untuk menginventarisasi pohon yang terdapat dalam plot
Untuk membuat bangunan atau model teknik konservasi tanah dan air sesuai
dengan jenis erosi yang ditemukan.
Adapun kegunaan dari kegiatan praktek lapang ini adalah agar mahasiswa


lebih mengetahui bentuk-bentuk kerusakan lahan yang terjadi pada lokasi
pengamatan dan mampu melakukan teknik-teknik konservasi tanah dan air seperti
pembuatan bangunan cerucuh bambu sebagai tindak lanjut dari terjadinya
kerusakan lahan serta dapat berguna dan mampu memberikan manfaat bagi
kelestarian ekosistem.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2

A. Tanah
Tanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup
di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan
media tempat tumbuh tanaman. Dalam tulisan Beydha (2002) menjelaskan bahwa,
menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang kontiniu
menutpi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal, puncak-puncak
pegunungan, daerah salju abadi. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1973),
tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah
atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan

organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman.
Secara umum tanah (dengan bahan induk mineral) tersusun atas 50%
bahan padatan (45% bahan mineral dan 5% bahan organik), 25% air dan 25%
udara. Sedangkan pada tanah organik (misalnya gambut), bahan padatan tersebut
terdiri atas 5% bahan organik dan 45% bahan mineral). Bahan organik dalam
tanah terdiri atas mikroorganisme 10%, akar 10% dan humat 80%, meskipun
jumlahnya sedikit namun memiliki fungsi sangat penting (Yuwono, 2011).

B. Erosi
Menurut istilah ilmu geologi, erosi adalah suatu perubahan bentuk batuan,
tanah atau lumpur yang disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya
berat dan organisme hidup. Angin yang berhembus kencang terus-menerus dapat
mengikis batuan di dinding-dinding lembah. Air yang mengalir terus-menerus
selama jutaan tahun dapat menggeru sbatuan di sekitar seperti yang terjadi pada
Grand Canyon di Amerika. Demikian pula erosi akibat es yang disebut dengan

3

glacier yang dapat meretakkan batuan jika celah-celah batuan yang terisi dengan
air yang membeku (Widayati, 2014).

Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi yang tekstur tanahnya
merupakan sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga agak curam
menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Selain faktor curah hujan, tekstur tanah
dan kemiringannya, tutupan tanah juga mempengaruhi tingkat erosi. Tanah yang
gundul tanpa ada tanaman pohon atau rumput akan rawan terhadap erosi
(Widayati, 2014).
Erosi mempunyai dampak yang kebanyakan merugikan, karena terjadi
kerusakan lingkungan hidup. Menurut penelitian bahwa 15% permukaan bumi
mengalami erosi. Kebanyakan disebabkan oleh erosi air kemudian oleh angin.
Jika erosi terjadi di tanah pertanian maka tanah tersebut berangsur-angsur akan
menjadi tidak subur, karena lapisan tanah yang subur makin menipis, dan jika
terjadi di pantai, maka bentuk garis pantai akan berubah. Dampak lain dari erosi
merupakan sedimen dan polutan pertanian yang terbawa air akan menumpuk di
suatu tempat. Hal ini bisa menyebabkan pendangkalan air waduk, kerusakan
ekosistem di danau, pencemaran air minum (Widayati, 2014).

C. Faktor-faktor Penyebab Erosi

4


Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, panjang dan
kemiringan lereng, adanya penutup tanah berupa vegetasi dan aktivitas manusia.
a) Faktor Iklim
Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung

atau

tidak

langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetik air hujan,
terutama intensitas dan diameter butiran air hujan. Pada hujan yang
intensif dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya
lebih besar dari pada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu
berlangsungnya hujan lebih lama. Pengaruh iklim tidak langsung ditentukan
melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi. Dengan kondisi
iklimyang sesuai, vegetasi dapat tumbuh secara optimal. Sebaliknya, pada
daerah

dengan


perubahan

iklim

besar, misalnya

di

daerah

kering,

pertumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas hujan.
Tetapi, sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut umumnya sangat tinggi
(Asdak, 2002).
Hujan merupakan faktor yang paling penting di daerah tropika
sebagai agensi yang mampu merusak tanah melalui kemampuan energi
kinetiknya yang dijabarkan sebagai intensitas, durasi, ukuran butiran hujan
dan kecepatan jatuhnya. Faktor iklim dibedakan dalam dua kategori yakni
bila curah hujan tahunan 2500 mm (Kementrian Lingkungan Hidup, 2008).

Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregatagregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi

5

lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran dari tanah ini akan
menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah akan menurun
dan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah dan disebut sebagai
limpasan. Limpasan permukaan mempunyai

energi untuk mengikis dan

mengangkut pertikel-partikel tanah yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika
tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahanbahan ini akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja
secara berurutan dalam proses erosi, yaitu diawali dengan penghancuran
agregat-agregat, pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan (Utomo,
1989).
Curah hujan tinggi dalam suatu waktu mungkin tidakmenyebabkan
erosi jika intensitasnya rendah. Demikian pula bila hujandengan intensitas
tinggi tetapi terjadi dalam waktu singkat. Hujan akan menimbulkan erosi
jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam waktu yang relatif lama.

Ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan erosi. Hal tersebut
disebabkan karena dalam proses erosi energi kinetik merupakan penyebab
utama

dalam

menghancurkan agregat-agregat

tanah.

Besarnya

energi

kinetik hujan tergantung pada jumlah hujan, intensitas dan kecepatan
jatuhnya hujan. Kecepatan jatuhnya butir-butir hujan itu sendiri ditentukan
ukuran butir-butir hujan dan angin (Utomo, 1989).

b) Faktor Tanah


6

Secara fisik, tanah terdiri dari partikel-partikel mineral dan organik
dengan berbagai ukuran, partikel-partikel tersusun dalam bentuk materi dan
poriporinya kurang lebih 50 % sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi
terisi oleh udara. Secara esensial, semua penggunaan tanah dipengaruhi oleh
sifat fisik tanah (Suripin, 2002).
Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa
kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur
hara dan bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan
penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah
menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah,
dan berkurangnya pengisian air dalam tanah (Asdak, 2002).
Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur,
struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat
kesuburan tanah. Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi
yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah atau mudah tidaknya tanah tererosi
adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat
fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah (1) sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan

air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur,
terhadap dispersi, dan penghancuran agregat tanah oleh tumpukan butir-butir
hujan dan aliran permukaan (Arsyad S, 2010).
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat
menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman.

7

Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan
menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan unsur hara tanaman.
Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah
digolongkan menjadi tiga partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah
berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah
35%,
kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi (Utomo, 1989).
Menurut Asdak (2002), Empat sifat tanah yang penting dalam
menentukan erodibilitas tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) adalah :
1) Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikelpartikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama
tanah adalah pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Di lapangan,
tanah terbentuk oleh kombinasi ketiga unsur tersebut. Misalnya, tanah

dengan unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong
kuatdan dengan demikian tidak mudah tererosi. Sebaliknya, pada tanah
dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit unsur organik,
memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi.
2) Unsur organik, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil
proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur
tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah. Kumpulan unsur
organik diatas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian,
dan dengan demikian menurunkan potensi terjadinya erosi.

8

3) Struktur tanah, adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk
agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap
air tanah. Misalnya struktur tanah yang mempunyai kemampuan besar
dalam meloloskan air larian, dan dengan demikian, menurunkan laju
air larian dan memacu pertumbuhan tanaman.
4) Permeabilitas tanah, menunjukan kemampuan tanah dalam meloloskan
air. Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian
dalam menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi
menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan laju air larian.
c) Faktor topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut.
Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi.
Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan
dengan

persyaratan tumbuh

tanaman

yang

berhubungan

dengan

temperatur udara dan radiasi matahari.
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik
yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m
membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman
45º. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya
lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan
demikian memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng,
jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan

9

semakin banyak. Jika lereng permukaan dua kali lebih curam, banyaknya
erosi 2 sampai 2.5 kali lebih besar (Sinukaban, 1986).
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan
karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut
penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan
besarnya kecepatan dan volume air larian. Kecepatan aliran air yang besar
umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan
panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai
potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng
juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah
tererosi dari pada lereng bagian atas karena momentum air larian lebih
besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng
bagian bawah. Daerah tropis dengan topografi bergelombang dan curah hujan
tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor (Asdak, 2002).
d) Faktor vegetasi
Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara
atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti
rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh
hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian vegetasi yang ada diatas
permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak
hujan,

sehingga

mengurangi

bagian

vegetasi

yang

ada

dampaknya terhadap
didalam

tanah.

tanah, yang terdiri

Sedangkan
atas

sistem

10

perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen and
Morgan, 1995 dalam Arsyad S, 2010).
Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi tanah
terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan.

Pada dasarnya tanaman

mampu mempengaruhi erosi karena adanya : Intersepsi air hujan oleh tajuk
dan adsorpsi melalui energi air hujan, sehingga memperkecil erosi. Daun
tanaman contohnyadaun jagung adalah daun sempurna. Karena bentuknya
yang memanjang.

Setiap stomata dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk

kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit
air pada sel-sel daun.
1) Pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar-akarnya.
2) Pengaruh terhadap limpasan permukaan yang dihalangioleh jenis vegetasi
yang tumbuh kokoh dan kuat. Dengan jarak tanam tertentu maka laju air
limpasan dapat tertahan.
3) Peningkatan aktivitas biologi dalam tanah. Dengan adanya hewanhewan mikro di dalam tanah membantu menambah kadar bahan
organik dalam tanah yang mampu membentuk pori-pori tanah untuk
peresapan air hujan yang turun.
4) Peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi. Pengaruh
vegetasi tersebut berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman, perakaran
tinggi tanaman, tajuk, dan tingkat pertumbuhan dan musim.
Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah
tererosi, harus diliat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai

11

struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air
hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan (Sukmana dan Soewardjo,
1978).
e) Faktor manusia
Pada

akhirnya

manusialah

yang

menentukan

apakah

tanah

diusahakannya akan rusak dan menjadi tidak produktif atau menjadi baik
dan produktif secara lestari (Arsyad U, 2010). Perbuatan manusia yang
mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan intensitas
erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal
lainnya untuk tanaman perladangan, dan lain sebagainya.

Maka dengan

praktek konservasi, tanaman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang
terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi
tanah,yaitu teknik inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan
tekanan daerah hulu. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi suatu
bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat faktor, yaitu jumlah, macam
dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-faktor yang berkaitan dengan
iklim, jumlah dan macam tumbuhan, penutup tanah, tingkat erodibilitas di
daerah kajian, dan keadaan kemiringan lereng (Asdak, 2002).

D. Jenis-jenis Erosi

12

Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat
terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan di tempat lain. Pengikisan dan
pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin
(Arsyad S, 2010).
a) Erosi air
Erosi air terlihat di banyak bagian dunia. Bahkan, air bersih adalah
agen yang paling umum dari erosi tanah. Hal ini termasuksungai yang
mengikis daerah aliran sungai, air hujan yang mengikis berbagai bentang
alam, dan gelombang laut yang mengikis daerah pesisir.
Erosi air mengikis dan mengangkut partikel tanah dari ketinggian
yang lebih tinggi dan deposito mereka di daerah dataran rendah. Suripin
(2002), memaparkan mengenai jenis erosi berdasarkan bentuknya yaitu :
1) Erosi percikan (splash erosion) adalah erosi oleh butiran air hujan
yang jatuh ke tanah. Karena benturan butiran air hujan, partikel-partikel
tanah yang halus terlepas dan terlempar ke udara.
2) Erosi aliran permukaan adalah erosi yang terjadi hanya dan jika intensitas
dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan
air tanah. Mengingat bahwa aliran permukaan terjaditidak merata dan arah
alirannya tidak beraturan, maka kemampuan untuk mengikis tanah
juga tidak sama atau tidak merata untuk semua tempat.
3) Erosi alur (Riil erosion) yaitu erosi oleh air yang mengalir di
permukaan tanah ke arah bawah lereng sebagai akibat terkonsentrasi aliran

13

permukaan sehingga membentuk alur-alir kecil dengan kedalamanbeberapa
senti meter. Erosi ini terjadi pada permukaan tanah yang landai dan
memiliki daya tahan yang seragam terhadap erosi.
4) Erosi parit (Gully erosion) yaitu erosi oleh air yang mengalir di permukaan
tanah yang miring atau di lereng perbukitan yang membentuk alur-alur
yang dalam dan lebarnya mencapai beberapa meter, hampir sama
dengan erosi alur, sehingga pada mulanya erosi parit ini dianggap sebagai
perkembangan lanjut dari erosi alur.
5) Erosi Tebing Sungai adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh
air yang mengalir dari bagian atas tebing atau olehterjangan arus air sungai
yang kuat terutama pada tikungan-tikungan. Erosi tebing akan lebih
hebat jika tumbuhan penutup tebing telah rusak atau pengolahan lahan
terlalu dekat dengan tebing.
6) Erosi internal adalah proses terangkutnya partikel-pertikel tanah ke bawah
masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan.
Akibat erosi ini tanah menjadi kedap air dan udara sehingga menurunkan
kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan atau erosi alur.
7) Tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan
massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar.
Berbeda

dengan

jenis

erosi

yang

lain,

pada

tanah

longsor

pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam jumlah yang besar.

14

b) Erosi oleh gelombang yaitu erosi yang terjadi oleh gelombang laut yang
memukul ke pantai. Erosi ini dapat dibedakan menjadi :
1) Erosi oleh pukulan gelombang yang memukul ke tebingpantai. Pukulan
gelombang menyebabkan batuan pecah berkeping-keping.
2) Abrasi atau corrasi (abrasion / corrasion) adalah erosi oleh material yang
diangkut gelombang ketika gelombang memukul ke tebing pantai.
3) Erosi angin paling sering disaksikan di daerah-daerah kering di mana
angin kencang sikat terhadap berbagai bentang alam, menerobos dan
melonggarkan partikel tanah, yang terkikis dan diangkut menuju arah
di mana angin mengalir. Contoh terbaik dari struktur yang dibentuk
oleh erosi angin adalah batu jamur, biasanya ditemukan di padang pasir.
c) Erosi gletser
Erosi gletser yaitu erosi yang umumnya terjadi di daerah dingin di
ketinggian. Ketika

terjadi kontak antara tanah dengan gletser yang

bergerak besamaan menyebabkan tanah tersebut diangkut oleh gletser,
dan ketika mulai mencair maka akan disimpan dalam perjalanan saat
bergerak dalam bentuk bongkahan es.

E. Laju Infiltrasi
Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah.
Infiltrasi terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan (run off). Infiltrasi dari

15

segi hidrologi penting karena hal ini menandai peralihan air permukaan yang
bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dari air tanah (Hardjowigeno,
1993).
Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah
melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi
vertikal, yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton, 2004).
Infiltrasi tanah meliputi kumulatif, laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Infiltrasi
kumulatif adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah pada suatu periode
infiltrasi. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah dalam
waktu tertentu. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum air
meresap ke dalam tanah (Haridjaja dkk, 1991).
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi sifat fisinya yaitu derajat
kemantapannya, kandungan air dan permeabilitas laposan bawah permukaan nisbi
air dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada suatu tanah hutan
disebabkan karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan pula
oleh tekanan dari pukulan air hujan pada permukaan tanah. Laju infiltrasi
dipengaruhi oleh tekstur dan struktur, kelengasan tanah, kadar materi tersuspensi
dalam air, dan waktu (Haridjaja dkk, 1991).

F. Definisi Konservasi Tanah dan Air
Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya
mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh

16

erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke
tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak
terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air.
Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air
pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah
dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali, berbagai
tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air (Suripin, 2002).
Menurut Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah
tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar
tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan menurut Dephut (2003), konservasi air
adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan
pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan
konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan
konservasi tanah juga dilakukan tindakan konservasi air.

G. Teknik Konservasi Tanah dan Air
Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama
yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir butir hujan,
meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau
dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran
permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Harjadi,
2014).

17

Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga
perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi
tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang teknik
konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable
soil loss) (Harjadi, 2014).
Jika besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar
daripada angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi
sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan
kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi,
namun efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda
(Isur dan Putri, 2011).
a. Metode Vegetatif
Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan
tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari
erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah,
serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Tanaman
ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya
pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (run
off), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah (Maryono dan Santoso,
2006).
Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan
dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan
menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian

18

bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil
sampingan tanaman konservasi tersebut. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat
menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat
(Departemen Kehutanan, 2003) :
 Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan
memperbesar granulasi tanah.
 Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
 Di samping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang
mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah
infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
 Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah
pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah
penghasilan petani.
b. Metode Teknis
Selain metode Vegetatif bisa juga dilakukan konservasi pertanian lahan
kering dengan metode teknis yaitu suatu metode konservasi dengan mengatur
aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Konservasi dengan metode teknis ini bias
dilakukan dengan berbagai alternative penanganan yang pemilihannya tergantung
dari kondisi di lapangan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya
(Beydha, 2002) :





Pengolahan tanah menurut kontur,
Pembuatan guludan,
Terasering, dan
Saluran air

19

Untuk menahan air dan mencegah kehilangan air melalui aliran
permukaan, perkolasi, dan evaporasi diperlukan teknologi konservasi air. Dan
konservasi tanah diterapkan untuk mengendalikan erosi dan mencegah degradasi
lahan. Berikut diuraikan berbagai macam teknologi konservasi tanah dan air (Isur
dan Putri, 2011) :

1. Sistem Pertanaman Lorong
Adalah suatu sistem dimana tanaman pangan ditanam pada lorong di
antara barisan tanaman pagar. Sistem in sangat bermanfaat dalam mengurangi laju
limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara
terutama N untuk tanaman lorong.
2. Strip Rumput
Adalah suatu sistem dimana tanaman pangan ditanam pada lorong, tetapi
tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan
lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar strip, semakin efektif
mengendalikan erosi.
3. Tanaman Penutup Tanah
Merupakan tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan
tanaman pokok. Bermanfaat untuk menutupi tanah dari terpaan langsung curah
hujan, mengurangi erosi, menyediakan bahan organik tanah, dan menjaga
kesuburan tanah.
4. Teras Gulud

20

Sistem pengendalian erosi secara mekanis yang berupa barisan gulud yang
dilengkapi rumput penguat gulud dan saluran air di bagian lereng atasnya. Ini
mengurangi laju limpasan permukaan dan menyebabkan resapan air.
5. Teras Bangku
Adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lurus dan meratakan
tanah di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga teras bangku. Ini
berfungsi sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi.
6. Rorak
Adalah lubang atau penampung yang dibuat memotong lereng yang
berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaan. Rorak ini
berguna untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah, memperlambat
limpasan air pada saluran peresapan, dan sebagai pengumpul tanah yang tererosi,
sehingga sedimen tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah.
7. Embung
Merupakan bangunan penampung air yang berfungsi sebagai pemanen
limpasan air permukaan dan air hujan. Fungsinya sebagai penyedia air di musim
kemarau.
8. Daun Parit
Adalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu
parit dengan tujuan untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat
digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Daun parit dapat menurunkan
aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi.
9. Teknik Biopori
Teknik ini dicetuskan oleh Dr. Kamir R. Brata, salah satu peneliti senior di
IPT. Teknik biopori ini sering disebut dengan Lubang Resapan Biopori (LRB),

21

yaitu metode resapan air yang ditujukan untuk membantu mengatasi banjir dan
genangan air serta sampah organik di pemukiman warga. Peningkatan daya resap
air pada tanah dikeluarkan dengan membuat lubang silindris yang dibuat secara
pertikel ke dalam tanah dengan melebihi kedalaman muka air tanah. Pada lubang
itu dimasukkan sampah organik berupa daun-daun, pangkasan rumput atau limbah
dapur sisa-sisa makanan untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang
ditimbun di dalam tanah akan menghidupi fauna tanah yang seterusnya mampu
menciptakan pori-pori di dalam tanah.
10. Teknik Groundwater Conservation Area
Merupakan teknik yang mengusahakan suatu kawasan atau wilayah
tertentu yang khusus diperuntukkan sebagai daerah pemanenan air hujan
(peresapan air hujan) yang dijaga diversifikasi dan konstruksi apapun tidak boleh
dibangun di atas area tersebut. Untuk keperluan ini harus dipilih daerah yang
mempunyai peresapan tinggi dan bebas dari kontaminasi polutan.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan dua tahap, yaitu pada Sabtu 16 April 2016 untuk
mengidentifikasi bentuk-bentuk erosi dan infiltrasiserta 17 April 2015 untuk
membuat bangunan Konservasi Tanah Dan Air, Pukul 08.00 WITA-16.00 WITA
di Hutan Pendidikan Bengo-Bengo Universitas Hasanuddin, Kecamatan Cenrana,
Kabupaten Maros.

22

B. Alat dan Bahan
1. Identifikasi Jenis Erosi
Alat yang digunakan dalam praktek identifikasi jenis erosi adalah :
a. GPS, berfungsi dalam menentukan titik koordinat.
b. Roll meter, berfungsi untuk mengukur panjang plot yang akan di amati
c.
d.
e.
f.
g.
h.

dan panjang erosi.
Kompas, digunakan untuk menentukan arah erosi.
Abney level, digunakan untuk mengukur kelerengan.
Mistar, digunakan untuk mengukur kedalaman erosi.
Parang, digunakan untuk membuka jalan.
Alat tulis menulis, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.
Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan proses pengamatan.
Bahan yang digunakan dalam praktik identifikasi jenis erosi adalah :

a. Tally sheet, mencatat hasil pengamatan di lapangan.
b. Tali rafia, menentukan (menandai) plot pengamatan.
2. Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah dan Air
Alat yang digunakan dalam praktik Pembuatan bangunan
konservasi tanah dan air adalah :
a. GPS, menentukan titik koordinat
b. Parang, membuka jalan
c. Kamera, mendokumentasikan proses pengamatan
Bahan yang digunakan dalam Pembuatan bangunan konservasi tanah
dan airadalah :
a. Batu, sebagai bahan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.
b. Bambu, sebagai bahan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.
c. Tali rafia, sebagai bahan pengikat bambu agar tidak mudah terlepas.
C. Prosedur kerja.
1. Identifikasi jenis erosi
Adapun prosedur kerja dari kegiatan identifikasi jenis erosi adalah
sebagai berikut:
a. Memasukkan titik koordinat yang akan dicari di GPS.
b. Membuat plot dengan cara menentukan titik P1 plot yang akan di
amati dan menentukan koordinatnya.
c. Menarik roll meter sepanjang 100 m ke arah utara untuk mendapat P2
dan menentukan koordinatnya.

23

d. Menarik roll meter sepanjang 100 m dengan sudut 90° dari P2 untuk
mendapatkan P3 dan menentukan koordinatnya
e. Menarik roll meter sepanjang 100 m dengan sudut 90° dari P3 untuk
mendapatkan P4 dan menentukan koordinatnya
f. Menandai plot dengan tali raffia.
g. Mengamati jenis-jenis erosi yang terjadi dalam plot yang telah
ditentukan dan menghitung kelerengan, lebar, panjang erosi dan
bentuk sedimentasi yang terbentuk serta koordinat erosi yang terjadi.
h. Mengamati pohon-pohon yang ada dalam plot dan menghitung jumlah
masing-masing jenis pohon yang ada.
i. Mencatat hasil pengamatan yang dilakukan dalam tally sheet
j. Mendokumentasikan proses pengamatan dengan kamera.
2. Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah dan Air
Adapun prosedur kerja dalam pembuatan bangunan konservasi tanah
dan air adalah sebagai berikut:
a. Menentukan lokasi yang akan dibuat bangunan konservasi tanah dan air
dengan melihat erosi yang ada
b. Membuat bangunan konservasi tanah dan air yang sebelumnya telah
didiskusikan jenis bangunan yang akan dibuat dengan cara menyiapkan
bahan yang akan digunakan berupa bambu, batu dan tali rafia.
Selanjutnya

membagi

bambu

mejadi

beberapa

bagian,

lalu

menancapkannya kedalam tanah, lalu mengikat bambu dengan tali
rafiah agar kuat. Menyusu batu pada bagian luar agar bangunan terlihat
kokoh dan tahan lama..
c. Mendokumentasikan proses praktikum dengan kamera.

24

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Identifikasi Jenis-jenis Erosi
Titik koordinat pada plot berukuran 100 m x 100 , yaitu
P0

: (04⁰ 58’ 09.3’’ S) (119⁰ 46’ 36.2’’ E)

P1

: (04⁰ 58’ 01.4’’ S) (119⁰ 46’ 41.8’’ E)

P2

: (04⁰ 58’ 08.6’’ S) (119⁰ 46’ 40.8’’ E)

P3

: (04⁰ 58’ 9.6’’ S) (119⁰ 46’ 38.9’’ E)

Adapun data pengamatan pada tally sheet adalah sebagai berikut :

No.

Jenis
Erosi

Koordinat Erosi

S (%)

Panjang
(m)

Karakteristik Erosi
Dimensi erosi
Lebar Kedalaman Arah
(cm)

(cm)

Erosi

Penutupan
Bentuk

lahan

Sedimen

25

Batuan
1

Alur

X : 4°58΄07.7˝
Y : 119°46΄37.4˝

53.17

7.5

28

15.17

S

kecil Ѳ ±
3 cm dan
tanah liat

Ficus sp. : 3
pohon dan
Swietenia
mahoni : 2
pohon

26

Aleurites
moluccanus : 1
pohon.
Batuan
2

Alur

X : 04°58΄07.9˝
Y : 119°46΄37.7˝

48.77

4

23

13.87

T

kecil Ѳ ±
1cm dan
tanah liat

Mangifera
indica : 3
pohon. Arenga
pinnata : 5
pohon . dan
Flacourtia
enermis :1
pohon

27

Aleurites
Kerikil
3

Alur

X : 04°58΄07.4˝
Y : 119°46΄38.8˝

40.4

3

25

14.47

B

Ѳ ± 3 cm
dan tanah
liat

moluccanus: 1
pohon . Ficus
sp: 1 pohon .
Flacourtia
enermis : 1
pohon
Flacourtia

Kerikil Ѳ
4

Alur

X : 04°58΄07.6˝
Y : 119°46΄38.9˝

36.39

0.9

23

14.43

B

± 2 cm
dan tanah
liat

enermis : 1
pohon. Ficus :
2 pohon.
Aleurites
moluccanus: 3
pohon

Kerikil Ѳ
5

6

Alur

Alur

X : 04°58΄07.7˝
Y : 119°46΄39.1˝
X : 04°58΄07.8˝
Y : 119°46΄39.8

17.63

36.39

1.3

9.3

26

30

15.07

16.60

S

S

± 3cm
dan tanah
liat
Batuan
sedang Ѳ

Aleurites
moluccanus : 1
pohon
Pinus merkusi :
7 pohon.

28

± 10 cm
dan tanah
liat
Batuan
7

Alur

X : 04°58΄08.2˝
Y : 119°46΄40.0˝

sedang Ѳ
70.02

14.7

45

26.97

B

± 15 cm
dan tanah
liat

8

Parit

X : 04°58΄07.8˝
Y : 119°46΄36.8˝

119.17 10.29

90

82.67

B

9

Alur

Y : 119°46΄38.7˝

57.73

1.44

21

12.70

S

enermis : 4
pohon. Ficus
sp : 1
Pinus merkusii
: 3 pohon .
Ficus : 2 pohon
.Arenga
pinnata : 1

Batuan

pohon
Pinus merkusii

sedang Ѳ

: 1 pohon.

± 10 cm

Aleurites

dan tanah

moluccanus: 1

liat

pohon
Ficus sp : 2

Kerikil
X : 04°58΄09.8˝

Flacourtia

Ѳ ± 1cm
dan tanah
liat

pohon .
Mangifera
indica : 1
pohon

29

Kerikil Ѳ
10

Alur

X : 04°58΄07.8˝
Y : 119°46΄36.8˝

36.39

3.1

28

22.00

S

± 2 cm
dan tanah
liat
Kerikil Ѳ

11

Alur

X : 04°58΄08.0˝
Y : 119°46΄36.5˝

57.73

1.6

25

25.33

S

± 3 cm
dan tanah
liat

Arenga pinnata
: 2 pohon.
Artocarpus
heterophyllus:
1 pohon
Aleurites
moluccanus: 2
pohon Arenga
pinnata : 3
pohon

Kerikil Ѳ
12

Alur

X : 04°58΄08.2˝
Y : 119°46΄36.7˝

53.17

8.41

25

30.67

S

± 1cm

Ficus sp : 1

dan tanah

pohon

liat
2. Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah dan Air
a. Titik koordinat
05o 00’ 20.2’’S
119o45’59.5’’
Nama bangunan : DAM penahan.

30

B. Pembahasan
1. Identifikasi Jenis-jenis Erosi
Pada kegiatan identifikasi jenis erosi yang dilakukan pembuatan plot
100m x 100 m terdapat dua belas erosi yang ditemukan, yang terdiri atas
dua jenis erosi yaitu erosi alur sebanyak sebelas erosi dan erosi parit
sebanyak satu erosi.
Erosi alur ini terjadi karena pengelupasan yang diikuti dengan
pengangkutan

partikel-partikel

tanah

oleh

aliran

air

larian

yang

terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air, serta karena curah hujan yang
terjadi pada wilayah tersebut tinggi vegetasi penutup lahannya juga kurang.
Akan tetapi, alur-alur yang terjadi ini masih dangkal dan dapat dihilangkan
dengan pengolahan tanah. Sedangkan erosi parit (Gully erosion) proses
terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi alur-alur tang telah terbentuk sudah
semakin dalam sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah
biasa.
Selain itu erosi yang ditemukan pada plot kami juga disebabkan oleh
panjang dan kemiringan lereng dimana pada plot kelompok kami memiliki
kelerengan dari curam hingga sangat curam dengan panjang lereng dari
cukup panjang hingga sangat panjang. Menurut Asdak (2002) ketika suatu
area memiliki kemiringan lereng yang curam dan tidak terputus-putus dapat
mengakibatkan potensi erosi yang akan terjadi lebih besar. Karena ketika
hujan turun, aliran permukaan permukaan pada lereng tersebut mengalir
sangat cepat sehingga menyebabkan nilai erosi yang terjadi semakin besar.
2. Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah dan air
Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air ini dilakukan pada titik
koordinat 05o 00’ 20.2’’S dan 119o 45’ 59.5’’E secara metode mekanik

31

dengan nama bangunan DAM penahan yang terdiri atas susunan batu yang
ditopang dengan bambu agar lebih kokoh dan tahan lama.
DAM penahan ini dibuat untuk menahan sedimen yang ikut terbawa dengan
aliran, sedangkan air sendiri dapat lolos dari bangunan konservasi yang
dibuat. Teknik pembangunan bangun ini sangat cocok dilakukan pada
bagian tengah sungai karena jika bangunan ini terdapat di bagian tengah
sungai memiliki peluang yang lebih besar untuk menjaga kedalaman sungai
pada bagian hilir agar tidak dangkal sehingga masyarakat pada bagian hilir
dapat mengkonsumsi air lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik
karena air tidak membawa sedimentasi dalam jumlah yang besar.
Disamping hal itu, DAM penahan juga dapat berfungsi seperti sistem
perakaran vegetasi yaitu menghambat laju aliran permukaan sehingga erosi
yang terjadi akan lebih kecil membuat potensi infiltrasi didalam tanah akan
semakin lebih besar.
3. Vegetasi Penutup Lahan
Vegetasi penutup lahan pada plot dididentifikasi terdapat 10 jenis diataranya
Ficus sp., Swietenia mahoni, Aleurites moluccanus, Mangifera indica,
Arenga pinnata,

Flacourtia enermis, Pinus merkusi, Artocarpus

heterophyllus, Areca catechu, dan Garcinia mangostana. Adapun jumlah
vegetasi yang didapat sebanyak 74, dimana yang di inventarisasi hanya
pohon.
Vegetasi juga menjadi faktor besar kecilnya erosi dimana vegetasi yang
memiliki sistem perakaran akar tunggang memiliki kemampuan yang lebih
baik daripada sistem perakaran akar serabut dalam mengikat tanah beserta
unsur didalamnya. Hal ini dikarenakan akar tunggang memiliki akar utama
yang sangat kuat dan besar serta mampu tumbuh lebih dalam tanah.

32

Sedangan pada akar serabut ukuran kecil dan tidak memiliki akar utama
sehingga tidak mampu menembus tanah lebih dalam jika dibandingkan
dengan akar tunggang sehingga vegetasi akar tunggang lebih tidak mudah
tumbang pada saat terjadi hujan yang deras disertai dengan angina yang
kencang.

Selain

itu

vegetasi

akar

tunggang

yang

kuat

mampu

memperlambat aliran permukaan dan memiliki kapasitas penyimpanan air
yang lebih besar dalam tanah yang diikat oleh akar tersebut sehingga
memiliki infiltrasi yang lebih besar dan tanah tidak cepat jenuh (terpenuhi
air) jika dibandingkan dengan akar serabut.
4. Laju infiltrasi
Pada kegiatan ini tidak di lakukan karena adanya presipitasi berupa hujan,
yang dapat menyebabkan laju infiltrasi melambat karena tanah pada
daerah tersebut sudah jenuh terhadap air.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kegiatan identifikasi jenis erosi pada plot 100 m x 100 m ditemukan erosi
sebanyak 12, yang terdiri dari 11 erosi alur dan 1 erosi parit
2. Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air dilakukan pada titik
koodinat 05o 00’ 20.2’’S dan119o 45’ 59.5’’E yang merupakan bangunan
konservasi tanah dan air yang bernama DAM Penahan.

33

3. Vegetasi penutup lahan pada plot dididentifikasi terdapat 10 jenis
diataranya Ficus sp., Swietenia mahoni, Aleurites moluccanus, Mangifera
indica, Arenga pinnata, Flacourtia enermis, Pinus merkusi, Artocarpus
heterophyllus, Areca catechu, dan Garcinia mangostana.
4. Laju infiltrasi pada kegitan ini tidak dilaksanakan karena adanya
presipitasi berupa hujan.
5. Pada plot kami ditemukan banyak erosi disebabkan oleh tingkat
kemiringan kelerengan dari curam hingga sangat curam dan memiliki
panjang kelerengan

B. Saran
Saran untuk pelaksanaan

praktikum yakni meprediksikan

waktu

pelaksanaan praktikum agar lebih baik dimana pengukuran laju infiltrasi dapat
dilakukan pada kondisi cuara cukup cerah. Saran untuk asisten yakni manajemen,
koordinasi dan konsisten pada asisten dalam praktikum dipertahankan karena dari
semua praktikum yang dilakukan, praktikum ini memiliki manajemen waktu
paling baik

34

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala.1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi
Lembaga Sumberdaya, IPB. Bogor Press.
Arsyad, U. 2010. Analisis Erosi Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan dan
Kemiringan Lereng di Daerah Aliran Sungai Jeneberang Hulu. Disertasi
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, UNHAS.Makassar.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit
Gadjah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta.
Beydha, Inon. 2002. Konservasi Tanah dan Air di Indonesia Kenyataan dan
Harapan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi,
Universitas Sumatera Utara, 11 p.

35

Departemen Kehutanan. 2003. Kebijakan Penyusunan Masterplan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan. http://dephut.go.id. Dakses tanggal 4 Mei 2015.
Hadi, Mochamad. 2012. Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengelolaan
Lingkungan. Lab Ekologi & Biosistematik Jurusan Biologi Fmipa Undip
Hardjowigeno, S. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo.
Jakarta.
Haridjaja, O., Murtilaksono, K. dan Rachman, L.M. 1991. Hidrologi Pertanian.
IPB. Bogor.
Harjadi, B. 2014. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Pertemuan Ilmiah Kelompok
Fungsional DIY dan Jawa Tengah-2014. Yogyakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2008. Peraturan Pemerintah Negera Lingkungan
Hidup Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah
Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Teknis
Standar

Pelayanan

Minimal

Bidang

Lingkungan

Hidup

Daerah

Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Kementrian Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Isur

dan

Putri.

2011.

Teknik

Konservasi

Tanah

dan

Air.

http://www.admin@infront.web.id diakses tanggal 28 April 2016.
Jury, W.A. dan R. Horton. 2004. Soil Physics. http://amazon.com. Diakses tanggal
27 April 2016.

36

Maryono, A. dan E.N. Santoso. 2006. Metode Memanen dan Memanfaatkan Air
Hujan untuk Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan Kekeringan.
Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta.
Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari dengan Konservasi.
Faperta IPB. Bogor.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. ANDI. Yogyakarta.
Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. CV.Rajawali. Jakarta.
http://www.g-excess.com/id/pengertian-erosi-dandampaknya.html. Diakses
pada tanggal 26 April 2016).
Subagyono, K. dkk. 2003. Teknik Konservasi Tanah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat Departemen Pertanian. Bogor.
Widayati, Sri. 2014. Pengertian Erosi dan dampaknya.
http://www.artikelsiana.com/2014/10/pengertian-erosi-macam-macamerosi.html. Diakses tanggal 28 April 2016.
Yuwono, N.W. 2011. Pengertian dan Susunan Tanah.
https://nasih.wordpress.com/2011/01/12/pengertian-dan-susunan-tanah/.
Diakses tanggal 28 April 2016.

37