LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II koefis

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA II
Penentuan Koefisien Distribusi
Selasa, 22 April 2014

Disusun Oleh :
Yeni Setiartini
1112016200050

Kelompok: 4
Widya Fitriani
Widya Mulyana Putri

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan penentuan koefisien distribusi campuran kloroform,
iodofom, dan air dengan metode ekstraksi cair cair didapat 2 lapsan terpisah
berwarna kuning serta ungu kemudian dilakukan penitrasian menggunakan Na2S2O3
dan indicator amilum, sehingga didapat koefisien campuran air dan iodoform sebesar
0.0769 serta campuran kloroform dan iodoform sebesar 0.1.
PENDAHULUAN
Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan karbontertra
klorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke dalamnya
ditambahkan zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut, seperti iodium yang
dapat larut dalam air dan CCl4 maka zat terlarut akan terdistribusi di kedua pelarut
(yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai keadaan kesetimbangan. Pada saat
tersebut potensial kimia zat terlarut di fasa 1 sama dengan potensial kimianya di fasa
2,
πœ‡ 1 = πœ‡ 2.

Jika kedua larutan encer ideal, maka
πœ‡ 1 = πœ‡ 1o + RT ln x I sehingga saat kesetimbangan :

πœ‡ 1o + RT x1 = πœ‡ 2o + RT ln x2


Karena πœ‡1 dan πœ‡ 2 tidak bergantung pada komposisi, maka pada T tetap.

π‘₯2

=k

π‘₯1

dengan k koefisien distribusi atau koefisien partisi, yang harganya tidak bergantung
pada konsentrasi zat terlarut pada T yang sama. Hukum distribusi Nernts hanya
berlaku untuk spesi molekul yang sama di kedua larutan: jika terlarut terisolasi mejadi
ion-ionnya atau molekul yang lebih sederhana atau jika terasosiasi membentuk
molekul yang lebih kompleks, maka hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada
konsentrasi totalnya di kedua fase melainkan hanya pada konsentrasi spesi yang sama
yang ada dalam kedua fasa. (Sri Mulyani . 2014: 23)

Hukum distribusi dilakukan dalam proses ekstraksi. Distribusi digunakan
untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut larutan dengan pelarut air yang
diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, benzene. Jika zat terlarut
terdistribusi diantar dua pelarut yang tidak saling melarutkan dan zat terlarut tersebut

tidak mengalami asosiasi, diasosiasi atau reaksi dengan pelarut maka dimungkinkan
untuk menghitung jumlah terlarut yang dapat diambil atau diekstraksi melalui sekian
kali ekstraksi. (Sri Mulyani . 2014: 24)
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam
suatu pelarut jika aktifitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua
pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain (SK Dogra dan S Dogra. 1990: 604).
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat campur,
ada suatu hubungan yang pasti antara konsentarsi zat terlarut dalam dua fase pada
kesetimbangan. Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang jelas mengenai
hukum distribusi ketika pada tahun 1891 ia menujukkan bahwa suatu zat terlarut akan
membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat dicampur sedemikian rupa sehingga
angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu
temperatur tertentu. (Underwood. 2002 : 457)
[𝐴]1

= ketetapan [A] 1 = menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair

[𝐴]2

Meskipun hubungan ini berlaku cukup baik dalam kasus-kasus tertentu, pada

kenyataannya hubungan ini tidaklah eksak. Yang benar, dalam pengertian
termodinamika, angka banding aktivitas bukan nya rasio konsentrasi yang seharusnya
konstan. Aktivitas suatu spesies kimia dalam satu fase memelihara suatu rasio yang
konstan terhadap aktivitas spesies itu dalam fase cair yang lain:
π‘Ž 𝐴1

= KDA

π‘Ž 𝐴2

aA1= aktivitas zat terlarut A dalam fase 1. Tetapan sejati KDA disebut

koefisien distribusi dari spesies A. (Underwood. 2002: 458)
Koefisien distribusi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Kd =C1 / C2 atau Kd =Ca/Co. Dengan Kd = koefisien distribusi dan C1, C2, Co, dan
Ca masing-masing adalah konsentrasi solutpada pelarut 1, 2, organik, dan air. Dari
rumus tersebut jika harga Kd besar, solut secara kuantitatif akan cenderung
terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik, begitu pula terjadi sebaliknya.
Sebagai ukuran keberhasilan untuk suatu proses ekstraksi sering digunakan besaran

berupa faktor pisah (FP) yakni perbandingan antara koefisien distribusi suatu unsur
dengan koefisien distribusi unsur yang lainnya. Persamaan untuk memperoleh FP
adalah:
C2
Kd =

Co
atau

Kd =

C1

(2)

Ca

Kd1 adalah koefisien distribusi unsur 1dan Kd2 adalah koefisien distribusi unsur
2.Efektifitas dalam proses ekstraksi dapat dinyatakan dengan persen solut yang
terekstrakyang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

Kd1
FP =

(3)
Kd2

dengan E adalah efisiensi ekstraksi (%),C2 adalah konsentrasi solut dalam fasa
organik,
dan F adalah konsentrasi umpan untuk ekstraksi (Purwani, dkk. 2008).

MATERIAL DAN METODE
Material:
Dibutuhkan alat-alat berupa labu Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, botol
semprot, gelas ukur, ball pipet, buret, corong, statif dan klem, batang pengaduk. Bahan
yang digunakan yaitu: larutan Na2S2O3 0, 1 M, larutan jenuh I2 dalam CHCl 3,
indicator amilum, akuades.

Penentuan Koefisien Distribusi

Langkah kerja yang dilakukan dalam percbaan penentuan koefisien distribusi

yaitu; Mengukur 25 ml larutan jenuh I2 dalam CHCl3 (larutan berwarna kuning pekat)
dan memasukkannya dalam corong pisah, menambahkan 200 ml akuades dalam corog
pisah, mengocok campuran tersebut dalam corong pisah selama 60 menit (larutan
berwarna coklat), mendiamkan larutan tersebut hingga terbentuk 2 lapisan,
memisahkan kedua larutan tersebut melalui corong pisah, memipet 5 ml larutan tiap
lapisan. Masing-masing lapisan atas 2 kali dan larutan bawah 2 kali, menitrasi larutan
tersebut dengan Na2S2O3 0, 1 M hingga analait tidak berwarna dengan menggunakan
indicator amilum. Sehingga diketahui volume titrannya

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan
Setelah dikocok
Lapisan bawah = berwarna ungu,
Lapisan atas = berwarna kuning

Penitrasian dengan Na2S2O3 0.1M dan indicator amilum
Volume titran
ο‚·

Lapisan atas = berwarna kuning

Titrasi I: 0.1 ml
Titrasi II: 0.1 ml

ο‚·

Lapisan bawah = berwarna ungu
Titrasi I: 1.3 ml
Titrasi II: 1 ml

Titrasi ke I
Konsentrasi I2 pada lapisan air (C1)
M1V1=M2V2
C1

=
=

(Volume N2S2O3 x M N2S2O3)
π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘–π‘œπ‘‘π‘–π‘›π‘’


(0.1 x 0.1)
0.025 𝐿

= 0.4 M

Konsentrasi I2 pada lapisan CHCl3 (C2)

M1V1=M2V2
C2

=
=

(Volume N2S2O3 x M N2S2O3)
π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘–π‘œπ‘‘π‘–π‘›π‘’

(1.3 x 0.1)
0.025𝐿

= 5.2 M


Koefisien distribusi
𝐾𝑑 =

Kd

𝐢1
𝐢2
=

0.4
5.2

= 0.0769

Titrasi ke II
Konsentrasi I2 pada lapisan air (C1)
M1V1=M2V2
C1


(Volume N2S2O3 x M N2S2O3)

=
=

π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘–π‘œπ‘‘π‘–π‘›π‘’

(0.1 x 0.1)
0.025 𝐿

= 0.4 M

Konsentrasi I2 pada lapisan CHCl3 (C2)
M1V1=M2V2
C2

=
=

(Volume N2S2O3 x M N2S2O3)
π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘–π‘œπ‘‘π‘–π‘›π‘’

(1 x 0.1)
0.025𝐿

=4M

Koefisien distribusi
𝐾𝑑 =

Kd

𝐢1
𝐢2
=

0.4
4

= 0.1
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan keofisien distribusi
dari campuran iodoform, kloroform dan air. Dengan metode ekstraksi cair-cair dan
titrasi, dimana campuran tersebut dicampur menggunakan corong pisah. Sebelum

dikocok larutan berwarna ungu kekuningan kemudian dikocok dalam corong pisah
selama 60 menit. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut
dalam suatu pelarut jika aktifitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan
kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain (SK Dogra dan S Dogra.
1990: 604)
Dalam penentuan juga digunakan waktu pengocokan yang lama yakni sekitar
60 menit hal ini dikarenakan lamanya pengocokan dapat berpengaruh pada distribusi
larutan dimana Purwani, dkk (2008) dalam jurnalnya dikemukakan bahwa terjadinya
perpindahan massa dari fasa air ke fasa organik disebabkan, karena reaksi kimia dan
difusi. Antara fasa air dan fasa organik terjadi lapisan antar muka dengan ketebalan
imajiner tertentu yang merupakan hambatan laju perpindahan massa dari fasa air ke
fasa organik atau sebaliknya. Besarnya tebal lapisan tipis antar muka ini tergantung
kecepatan pengadukan.
Purwani, dkk (2008) juga menjelaskan bahwa semakin cepat pengadukan,
tebal lapisan untuk terjadinya perpindahan massa semakin tipis. Ketebalan lapisan ini
dapat diperkecil dengan bertambahnya intensitas pengadukan. Harga Kd akan
bertambah besar dengan kenaikan kecepatan pengadukan, karena intensitas
terjadinya tumbukan antara reaktan semakin banyak dan semakin cepat. Proses
ekstraksi juga merupakan peristiwa perpindahan massa dari dua cairan yang tidak
saling larut, sehingga jika tidak dibantu oleh tenaga dari luar berupa pengadukan,
maka perpidahan massa dari kedua cairan tersebut akan sangat lambat. Proses
pengadukan ini akan membantu pencampuran fasa air dan fasa organik dimana proses
pengadukan akan menebarkan solut ke dalam larutan fasa organik sehingga terjadi
kontak antar fasa. Peristiwa ini akan meningkatkan perpindahan massa solut dari
umpan ke dalam larutan fasa organic.
Setelah pengocokan dengan corong pisah terjadi pemisahan menjadi 2 bagian
bagian atas berwarna kuning sementara bagian bawah berwarna ungu). Menurut
hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi
pembagian kelarutan. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke

dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan
pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi
(Purwani.2008). Dalam bukunya Sri mulyani (2014) mengatakan bahwa untuk dua
pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan karbontertra klorida, ketika
dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke dalamnya ditambahkan
zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut, seperti iodium yang dapat larut
dalam air dan CCl4 maka zat terlarut akan terdistribusi di kedua pelarut (yang berbeda
fasa).
Bagian atas diperkirakan bahwa larutan kuning tersebut merupakan campuran
antara iodoform dan air yang memiliki massa jenis yang lebih rendah dari pada
kloroform (CHCl3) dan warna ungu di bawah merupakan larutan iodoform yang juga
tercampur dalam kloroform, larutan klorofom dibawah karena memiliki massa jenis
yang lebih besar yakni 1,48 g/mL lebih besar 0.48 dari air. Dalam larutan tersebut
dimana air merupakan larutan yang polar sehingga dapat melarutkan larutan polar
kloroform bersifat nonpolar juga penyebab dari terpisahnya larutan tersebut. Iodin
memiliki sifat yang dapat larut dalam klororofom dan air sehingga distribusi iodin
dapat berlangsung pada kedua larutan tersebut.
Dijelaskan juga oleh Kasmiyatun, dkk. (2008) Tidak dapat tercampurnya
larutan dikarenakan, untuk memperoleh larutan, suatu solven harus mengalahkan
ikatan yang kuat pada solut sehingga molekul-molekul solven mendapatkan tempat.
Sebaliknya pada saat yang bersamaan molekul-molekul solven itu sendiri harus dapat
dipisahkan satu dengan lainnya oleh molekul-molekul solut. Fenomena ini terjadi
kalau gaya tarik menarik antara molekul kedua komponen tersebut adalah sama. Jika
gaya tarik menarik cukup berbeda, maka molekul-molekul yang gaya tarik
menariknya lebih kuat akan terikat bersama dan memisahkan diri dari molekulmolekul yang gaya tarik menariknya lebih lemah, di mana hasilnya adalah cairan yang
tidak dapat tercampur homogen (immiscible liquids).
Dari proses penitrasian dapat diperoleh konsentrasi setiap iodoform yang tercampur
yakni 0.4 M di air dan 4M dan 5.2M pada kloroform, dimana diperoleh koefisien
distribusi titrasi pertama dan kedua adalah 0.0769 dan 0.1.

KESIMPULAN
ο‚·

Pada percobaan penentuan koefisien distribusi ini massa jenis, kepolaran serta
kekuatan ikatan yang berbeda dapat menyebabkan terjadi pemisahan antara
kloroform dan air.

ο‚·

Lamanya pengocokan dilakukan agar proses distribusi larutan dapat maksimal.

ο‚·

Didapat koefisien distribusi dari penitrasian pertama 0.0769 dan pada titrasi
kedua yakni 0.1

ο‚·

bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang
dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian
kelarutan. perbandingan solut pada kedua larutan yang terdistribusi itulah
yang disebut tetapan distribusi atau Koefisien distribusi.

REFERENSI
Dogra, SK dan Dogra, S.1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta: UI press

Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2014.Kimia Fisika II. Bandung: UPI

Underwood, A.L. dan JR,R.A.Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keenam.
Jakarta;Erlangga.
Kasmiyatun, dkk, 2008. Ekstrasi Asam Sitrat Dan Asam Oksalat : Pengaruh
Trioctylamine Sebagai Extracting Power Dalam Berbagai Solven Campuran
Terhadap Koefisien Distribusi. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/1522/1/Artikel_Mega_K_UNTAG_8.pdf pada
tanggal 28 April 2014.
Purwani, dkk. 2008. EKSTRAKSI KONSENTRAT NEODIMIUM MEMAKAI ASAM
DI- 2 - ETIL HEKSIL FOSFAT. Diakses dari http://jurnal.sttnbatan.ac.id/wp-content/uploads/2008/12/46_SDMIV_MVPurwani439447.pdf pada tanggal 28 April 2014.

Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan koefisien distribusi?
2. Bedasarkan hasil pengamatan, apakah iodine lebih mudah larut dalam
kloroform atau air? jelaskan
3. Jelaskan manfaat koefisien distribusi
Jawaban :
1. bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang
dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian
kelarutan. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut
tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut
tetapan distribusi atau koefisien distribusi.
2. Dari pengamatan yang lebih larut adalah klorofom, iodine lebih mudah larut
dalam kloroform dari pada air karena iodin lebih mudah larut dalam pelarut non
polar yaitu kloroform sedangkan air adalah pelarut polar jadi iodin lebih sulit larut.

3. Manfaat dari koefisien distribusi adalah dapat mengetahui sebaran zat-zat di
antara dua pelarut, dan dapat mengetahui konsentrasi zat terlarut pada masingmasing zat pelarut.