Mikropropagasi Tunas Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) Dengan Pemberian Benzil Amino Purin dan Naftalen Asam Asetat
MIKROPROPAGASI TUNAS ANGGREK HITAM (Coelogyne pandurata Lindl)
DENGAN PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN DAN
NAFTALEN ASAM ASETAT
SKRIPSI
Oleh :
NANDA NURLELA LUBIS
060307030
BDP- PET
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Universitas Sumatera Utara
MIKROPROPAGASI TUNAS ANGGREK HITAM (Coelogyne pandurata Lindl)
DENGAN PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN DAN
NAFTALEN ASAM ASETAT
SKRIPSI
Oleh:
NANDA NURLELA LUBIS
060307030
BDP- PET
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Universitas Sumatera Utara
Judul skripsi
Nama
NIM
Departemen
Program Studi
: Mikropropagasi Tunas Anggrek Hitam (Coelogyne
pandurata Lindl) Dengan Pemberian Benzil Amino Purin
dan Naftalen Asam Asetat
: Nanda Nurlela Lubis
: 060307030
: Budidaya Pertanian
: Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing
(Luthfi Aziz .M. Siregar, SP, Msc, PhD)
Ketua
(Ir. Hasmawi Hasyim, MS)
Anggota
Mengetahui,
(Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D)
Ketua Departemen
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The aim of the research is to know the influence of Benzylamino purine
(BAP) and Naphtalen-3-acetic acid (NAA) concentration on micropropagation
black orchid buds. The research was carried out in the Tissue Culture laboratory,
Department of Agronomy, Faculty at Agriculture North Sumatera University,
Medan from January to March 2010. This research used Randomized Block
Design with two factor. First factor was BAP concentration consist of four levels:
0 mg/l ; 1 mg/l; 2 mg/l dan 3 mg/l. The second factor was NAA concentration
consisted of four levels: 0 mg/l ; 0,5 mg/l ; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Statistical
analysis showed that BAP concentration give significantly affected on the number
amount of buds, long of buds and long of roots in the concentration 0 mg/l, but
that was not significantly affected on the number percently growth of explant,
percently amount of explant and amount roots. Concentration NAA was not
significantly affected on the number all treatment. Similarly, to the interaction of
concentration BAP and NAA was not significantly the number all treatment.
Key word: micropropagation, BAP, NAA, Black Orchids.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah, Untuk mengetahui adanya pengaruh
konsentrasi zat pengatur tumbuh benzil amino purin dan naftalen asam asetat
terhadap mikropropagasi tunas anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari
bulan Januari sampai Maret 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah
konsentrasi BAP yang terdiri dari empat level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 1 mg/l;
2 mg/l dan 3 mg/l. Faktor kedua adalah konsentrasi NAA yang terdiri dari empat
level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Hasil analisis
data statistik menunjukkan bahwa konsentrasi BAP berpengaruh nyata pada
jumlah tunas, panjang tunas dan panjang akar dengan konsentrasi 0 mg/l, tetapi
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase
eksplan membentuk tunas dan jumlah akar. Pada konsentrasi NAA berpengaruh
tidak nyata terhadap semua peubah amatan. Demikian juga interaksi konsentrasi
BAP dan NAA berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah amatan.
Kata kunci: mikropropagasi, BAP, NAA, Anggrek hitam.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Nanda Nurlela Lubis dilahirkan di Bahliran, Kabupaten Simalungun
Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tanggal 14 juni 1988 anak dari Ayahanda
Azzrai Lubis dan Ibu Siti Zainab sebagai putri ke empat dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD Inpres Manik
Rambung lulus pada tahun 2000, SLTP Negeri 8 Pematang Siantar lulus tahun
2003 dan SMA Swasta YP. Teladan Pematang Siantar lulus tahun 2006. Tahun
2006 diterima sebagai mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian
dan memilih Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan tanaman.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mendapatkan kesempatan
membantu dosen dalam menjalankan praktikum Sitogenetika pada tahun 2009,
Kultur Jaringan 2009, Bioteknologi Pertanian 2010, dan Dasar Bioteknologi
Pemuliaan Tanaman 2010, Pengalaman Organisasi menjadi Anggota Diklat BKM
Al-Mukhlisin FP USU dan pengalaman di bidang kemasyarakatan, penulis
peroleh saat mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Karet
Sungei Putih, Galang pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Mikropropagasi Tunas Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) Dengan
Pemberian Benzil Amino Purin dan Naftalen Asam Asetat” yang merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Terima kasih kepada Bapak Luthfi A.M. Siregar, SP, Msc, PhD sebagai
ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Hasmawi Hasyim, MS sebagai anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam
penulisan skripsi ini, selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
kak Asni SP yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga aku persembahkan kepada
Ayahanda Azzrai Lubis dan Ibunda Siti Zainab. Juga kepada Kakanda dan
Abangda tercinta, penulis sampaikan banyak terima kasih yang telah memberikan
dukungan dan motivasi selama melakukan studi. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada sahabat-sahabat angkatan 2006 atas segala perhatian dan
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2010
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ...................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................... 1
Tujuan Penelitian...................................................................... 3
Hipotesis Penelitian .................................................................. 4
Kegunaan Penelitian ................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman ....................................................................... 5
Akar .............................................................................. 5
Batang ........................................................................... 6
Daun ............................................................................. 6
Bunga ........................................................................... 6
Kultur Jaringan ......................................................................... 6
Eksplan ..................................................................................... 7
Media Kultur ............................................................................ 8
Lingkungan In Vitro ................................................................. 9
Zat Pengatur Tumbuh ............................................................... 10
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 12
Bahan dan Alat Penelitian......................................................... 12
Metode Penelitian ..................................................................... 12
Pelaksanaan Penelitian ...................................................................
Sterilisasi Alat .......................................................................... 15
Pembuatan Larutan Stok ........................................................... 15
Pembuatan Media ..................................................................... 15
Sterilisasi Eksplan .................................................................... 16
Penanaman Eksplan .................................................................. 16
Pemeliharaan ............................................................................ 17
Parameter Pengamatan ................................................................... 17
Persentase Pertumbuhan Eksplan (%) ....................................... 17
Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) .............................. 17
Jumlah Tunas (cm)................................................................... 18
Panjang Tunas (cm) ................................................................. 18
Jumlah Akar (buah) ................................................................. 18
Panjang Akar (cm) ................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ....................................................................................... 19
Pembahasan ............................................................................. 25
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................. 29
Saran ....................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 30
LAMPIRAN ......................................................................................... 32
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No
Hal
1. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap persentase pertumbuhan
eksplan (%)…….…………………………………………………………...........19
2. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap persentase eksplan membentuk
tunas(%) ................................................................................................................20
3. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah tunas (tunas) …………...20
4. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang tunas (cm) ……….........21
5. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah akar (buah) ...…………..22
6. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang akar (cm) ………..........23
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No
Hal
1. Pengaruh BAP terhadap jumlah tunas (tunas) ………………………………21
2. Pengaruh BAP terhadap panjang tunas (cm) ………………………………..22
3. Pengaruh BAP terhadap panjang akar (cm) …………………………………24
4. Foto perlakuan (B0N0) ……………………………………………………...46
5. Foto perlakuan (B0N1) ……………………………………………………...47
6. Foto perlakuan (B0N2) ……………………………………………………...47
7. Foto perlakuan (B0N3) ……………………………………………………...47
8. Foto perlakuan (B1N0) ……………………………………………………...47
9. Foto perlakuan (B1N1) ……………………………………………………...47
10. Foto perakuan (B1N2) ……………………………………………………...48
11. Foto perlakuan (B1N3) ……………………………………………………...48
12. Foto perlakuan (B2N0) ...…………………………………………………... 48
13. Foto perlakuan (B2N1) ……………………………………………………...48
14. Foto perlakuan (B2N2) ……………………………………………………...48
15. Foto perlakuan (B2N3) ……………………………………………………...48
16. Foto perlakuan (B3N0) ……………………………………………………...49
17. Foto perlakuan (B3N1) ……………………………………………………...49
18. Foto perlakuan (B3N2) ……………………………………………………...49
19. Foto perlakuan (B3N3) ……………………………………………………...49
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No
Hal
1. Data Pengamatan Persentase Pertumbuhan Eksplan (%) …………….32
2. Data Transformasi persentase Pertumbuhan Eksplan √X+0.5 ……….32
3. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi persentase pertumbuhan
eksplan √X+0.5 ……………………………………………………….33
4. Data Pengamatan Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) ………34
5. Data Transformasi Persentase Eksplan Membentuk Tunas √X+0.5…34
6. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Eksplan Membentuk
Tunas √X+0.5 ………………………………………………………..35
7. Data Pengamatan Jumlah Tunas (tunas) ……………………………..36
8. Data Transformasi Jumlah Tunas √X+0.5 …………………………...36
9. Daftar Sidik ragam Data Transformasi Jumlah Tunas√X+0.5 ……...37
10. Data Pengamatan Panjang Tunas (cm) ………………………………38
11. DataTransformasi Panjang Tunas √X+0.5 …………………………..38
12. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Panjang Tunas √X+0.5 ……39
13. Data Pengamatan Jumlah Akar (buah) ………………………………40
14. Data Transformasi Jumlah Akar √X+0.5 ……………………………40
15. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Jumlah Akar √X+0.5 ……...41
16. Data Pengamatan Panjang Akar (cm) ……………………………….42
17. Data Transformasi Panjang Akar √X+0.5 …………………………...42
18. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Panjang Akar√X+0.5 ……..43
19. Stok Media Murashige and skoog (MS) …………………….............44
20. Bagan Penelitian …………………………………………………......45
Universitas Sumatera Utara
21. Kegiatan Penelitian...............................................................................46
22. Foto Hasil Penelitian ………………………………………………... 47
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The aim of the research is to know the influence of Benzylamino purine
(BAP) and Naphtalen-3-acetic acid (NAA) concentration on micropropagation
black orchid buds. The research was carried out in the Tissue Culture laboratory,
Department of Agronomy, Faculty at Agriculture North Sumatera University,
Medan from January to March 2010. This research used Randomized Block
Design with two factor. First factor was BAP concentration consist of four levels:
0 mg/l ; 1 mg/l; 2 mg/l dan 3 mg/l. The second factor was NAA concentration
consisted of four levels: 0 mg/l ; 0,5 mg/l ; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Statistical
analysis showed that BAP concentration give significantly affected on the number
amount of buds, long of buds and long of roots in the concentration 0 mg/l, but
that was not significantly affected on the number percently growth of explant,
percently amount of explant and amount roots. Concentration NAA was not
significantly affected on the number all treatment. Similarly, to the interaction of
concentration BAP and NAA was not significantly the number all treatment.
Key word: micropropagation, BAP, NAA, Black Orchids.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah, Untuk mengetahui adanya pengaruh
konsentrasi zat pengatur tumbuh benzil amino purin dan naftalen asam asetat
terhadap mikropropagasi tunas anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari
bulan Januari sampai Maret 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah
konsentrasi BAP yang terdiri dari empat level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 1 mg/l;
2 mg/l dan 3 mg/l. Faktor kedua adalah konsentrasi NAA yang terdiri dari empat
level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Hasil analisis
data statistik menunjukkan bahwa konsentrasi BAP berpengaruh nyata pada
jumlah tunas, panjang tunas dan panjang akar dengan konsentrasi 0 mg/l, tetapi
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase
eksplan membentuk tunas dan jumlah akar. Pada konsentrasi NAA berpengaruh
tidak nyata terhadap semua peubah amatan. Demikian juga interaksi konsentrasi
BAP dan NAA berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah amatan.
Kata kunci: mikropropagasi, BAP, NAA, Anggrek hitam.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal di seluruh dunia sebagai negara yang banyak memiliki
spesies anggrek alam. Diperkirakan setengah dari spesies ini terdapat di Papua
(Irian Jaya) sedangkan 2.000 spesies lainnya terdapat di Kalimantan dan sisanya
tersebar di pulau-pulau Indonesia yang lain (Redaksi Agromedia, 2006).
Orchidaceae adalah suku anggrek-anggrekan yang merupakan salah satu
suku dari tumbuhan berbunga. Keluarga anggrek terdiri atas lebih dari 600 jenis
(genera), dan sekitar 25.000 spesies asli ditemukan di belantara hutan di muka
bumi ini. Sementara, kira-kira 7.000 spesies berada di alam Indonesia. Anggrek
spesies asli dapat dibuat silangan-silangan. Dari persilangan itu hingga kini telah
diperoleh lebih dari 100.000 silangan baru (Kartohardiprodjo dan Gandhi, 2009).
Coelogyne termasuk anggrek efifit.anggrek ini tersebar luas, terutama di
daerah tropis, tetapi yang paling banyak dibudidayakan adalah yang berasal dari
India. Salah satu jenisnya adalah Coelogyne pandurata Lindl dengan nama umum
anggrek hitam (Parnata, 2005).
Pulau Kalimantan mempunyai anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang
sangat polpuler. Nama anggrek hitam diberikan karena bunga anggrek ini
memilikki tanda hitam pada bibirnya yang membentang ke belakang sampai
bagian dalam bunga. Daun bunga dan kelopak daun anggrek hitam berwarna hijau
cerah (Redaksi Agromedia, 2006).
Secara keseluruhan penampilan anggrek hitam ini menarik, umbinya yang
berwarna hijau terang dan mempunyai permukaan umbi yang mengkilat yang
sangat menarik untuk dipandang mata, di setiap umbi tumbuh dua helai yang kaku
dan berbentuk seperti pembungkus mayang kelapa, perpaduan bentuk umbi dan
Universitas Sumatera Utara
dua helai daun di ujungnya mirip sosok seekor ikan. Tangkai bunga yang
menjuntai ke bawah dengan susunan bunga yang teratur membuat penampilan
anggrek ini istimewa (http://divisiflora.files.com, 2009).
Produksi anggrek masih jauh dari permintaan pasar. Bahkan kebutuhan
dalam negeri masih banyak didatangkan dari luar negeri. Salah satu bentuk
pemanfaatan bunga anggrek yang cukup besar adalah bunga potong. Selain itu,
tanaman anggrek juga banyak dibeli untuk hiasan rumah, baik oleh kolektor,
pecinta, maupun pembeli biasa (Parnata, 2005).
Mikropropagasi adalah suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan yang
bertujuan untuk perbanyakan tanaman. Teknik mikropropagasi dimulai dari
bagian tanaman yang terorganisasi, seringkali berupa suatu mata tunas,
selanjutnya proses kultur dengan memelihara organisasi jaringan ini sambil
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya kearah penggandaan
dan regenerasi tanaman lengkap (Zulkarnain, 2009).
Manfaat teknik mikropropagasi pada pemuliaan tanaman pada umumnya
digunakan
antara
lain
untuk:
menghasilkan
tanaman
bebas
penyakit,
menghasilkan kultivar baru atau tanaman superior, hybrid baru, seleksi,
klon
lokal
dan genotip
elit,
menghasilkan
galur
tetua jantan
steril,
menghasilkan induksi mutan secara spontan, serta membuat variasi genetik
(http://ahmadi-kultur jaringan.blogspot.com, 2009).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah persenyawaan organik selain dari
nutrien yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau
mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam
Gunawan, 1995). Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang
sangat penting adalah sitokinin dan auksin.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel
dan pembentukan akar adventif. α-Naftalen Asam Asetat (NAA) merupakan
auksin
sintetik,
tidak
mengalami
oksidasi
enzimatik
seperti
halnya
IAA (Indole-3Asetic Acid). Senyawa tersebut dapt diberikan pada medium kultur
pada
konsentrasi
yang
lebih
rendah,
berkisar
antara
0,1-2,0
mg/l
(Zulkarnain, 2009).
Sitokinin (BAP) berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tunas,
berpengaruh terhadap metabolisme sel, pembelahan sel, merangsang sel,
mendorong pembentukan buah dan biji, mengurangi dormansi apikal, serta
mendorong inisiasi tunas lateral (Wattimena, 1992).
Untuk mencegah terjadinya kepunahan spesies ini, maka harus diupayakan
teknik budidaya yang tepat untuk menyediakan tanaman-tanaman baru anggrek
hitam secara tepat dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh
benzil
amino
purin,
naftalen
asam
asetat
dan
interaksinya
terhadap
mikropropagasi tunas anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl).
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh yang nyata pada mikropropagasi tunas Coelogyne
pandurata akibat tingkat pemberian konsentrasi benzil amino purin, naftalen asam
asetat dan interaksi kedua faktor tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang
memerlukan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke
dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari
sekian banyak tumbuhan berbunga yang terdapat di alam ini. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Divisi
: Magnoliophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Subkelas
: Lilidae
Ordo
: Orchidales
Famili
: Orchidaceae
Genus
: Coelogyne
Spesies
: Coelogyne pandurata Lindl.
Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial. Anggrek tipe
ini membentuk rumpun, dimana tiap satuan tanaman saling terhubung dengan akar
tinggal (rhizome). Tunas baru yang tumbuh muncul dari tanaman sebelumnya
secara mendatar dan tumbuh ke atas. Tunas baru tersebut akan tumbuh lebih besar
dan akan terlihat menggelembung pada batangnya. Disini terbentuk apa yang
disebut sebagai umbi semu (pseudobulbs). Umbi semu berfungsi menyimpan air
dan cadangan makanan dan jika tanaman ini kekurangan air ia tidak akan segera
kekeringan (Kartohardiprodjo dan Gandhi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Batangnya membentuk umbi semu, bundar panjang, pipih dengan panjang
10-15 cm. daunnya berbentuk lonjong, belipat-lipat panjang mencapai 40 cm dan
lebar 10 cm. Bunganya berbentuk rangkaian tandan dengan panjang 15-20 cm dan
jumlah bunganya mencapai 14 kuntum per tandan. Kelopak bunga berbentuk
lanset, lancip dan berwarna hijau muda. Mahkota bunga lancip dan berwarna hijau
muda. Sementara itu, bibir bunganya berbentuk biola dan di tengahnya terdapat
satu alur, tepi mengeriting dan berwarna hitam kelam (Parnata, 2005).
Kultur Jaringan
Kultur
jaringan
merupakan teknik
menumbuhkembangkan
bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara
in vitro. Yang dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media
kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan zat pengatur tumbuh, serta
kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003).
Teknik
kultur
jaringan
dimulai
ketika
Schwan
dan
Schleiden
mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom,
dan pada prinsinya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Jaringan
tanaman dapat diisolasi dan di kultur hingga berkembang menjadi tanaman
normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya
(Zulkarnain, 2009).
Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila
syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan
eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium
yang cocok, keadaan yang aseptik dengan pengaturan udara yang baik
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Teknik kultur jaringan ini pada mulanya ditujukan untuk membuktikan
kebenaran teori totepotensi, yang selanjutnya berkembang untuk penelitian di
bidang fisiologi tanaman dan biokimia. Perbanyakan tanaman dengan teknik ini
memiliki kelebihan yaitu: tanaman dapat diperbayak setiap saat tanpa tergantung
musim karena dilakukan di ruang tertutup, daya multiplikasinya tinggi dari bahan
tanaman yang kecil, tanaman dihasilkan seragam dan bebas penyakit terutama
bakteri dan cendawan (Armini,dkk, 1992).
Pada dasarnya kultur in vitro merupakan suatu proses perbanyakan sel,
jaringan, organ atau protoplas dengan teknik steril. Keberhasilan teknologi in vitro
masih terbatas pada beberapa tanaman tertentu saja. Kultur in vitro juga
memberikan pengertian tentang studi fisiologi, biokimia, genetika, pertumbuhan
dan perkembangan spesies tanaman pada tingkat molekuler (Nasir, 2000).
Eksplan
Eksplan yaitu bagian tanaman yang dijadikan bahan inokulum awal yang
ditanam dalam media, akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
tertentu. Arah pertumbuhan dan perkembangan ditentukan oleh komposisi media
dan zat pengatur tumbuh yang digunakan (dalam hal jenis zat pengatur tumbuh
dan konsentrasinya), bagian tanaman yang dijadikan eksplan, lingkungan
tumbuhnya (Gunawan, 1995).
Bahan tanaman yang dikulturkan lazim disebut eksplan. Dalam hal
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting
penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur otogenetik, ukuran eksplan, serta
bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan
dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur
(Yusnita, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Sumber asal eksplan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan potensial
morfogenetiknya. Eksplan yang berasal dari satu jenis organ misalnya, juga
diketemukan adanya keragaman dalam regenerasinya. Ukuran eksplan untuk
dikulturkan juga mempengaruhi keberhasilannya. Ukuran yang terlampau kecil
akan kurang daya tahannya bila dikulturkan, sementara bila terlampau besar akan
sulit mendapatkan eksplan yang steril. Setiap jenis tanaman maupun organ
memiliki ukuran eksplan yang optimum untuk dikulturkan (Armini,dkk, 1992).
Media Kultur
Media yang digunakan secara luas adalah media Murashige & Skoog (MS)
yang dikembangkan pada tahun 1962. Dari berbagai komposisi dasar ini
kadang-kadang dibuat modifikasi, misalnya hanya menggunakan ½ dari
konsentrasi dari garam-garam makro yang digunakan (1/2 MS) atau menggunakan
komposisi garam makro berdasarkan MS tetapi mikro dan vitamin berdasarkan
komposisi Heller. Zat pengatur tumbuh yang akan digunakan disesuaikan dengan
tujuan inisiasi kultur (Gunawan, 1995).
Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan.
Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin
pertumbuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu berisi campuran garam mineral,
sumber unsur makro dan mikro, gula, protein, vitamin dan hormon tumbuh.
Dengan demikian keberhasilan kultur jaringan jelas ditentukan oleh media tanam
dan jenis tanaman. Campuran media yang satu mungkin cocok untuk jenis-jenis
tanaman tertentu, tetapi tidak cocok untuk jenis-jenis tanaman lainnya
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan in Vitro
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi regenerasi tanaman
meliput i temperatur, penyinaran, kualitas panjang penyinaran, intensitas
penyinaran, serta ukuran wadah kultur (Gunawan, 1995).
PH adalah kondisi asam dan basa yang harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma.
Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologis sel, juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor:
1. Kelarutan dari garam-garam penyusun media
2. Pengambilan dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain.
3. Efisiensi pembekuan agar-agar
Sel-sel tanamaan membutuhkan pH sedikit asam barkisar antara 5,5 – 5,8.
Pengaturan pH biasa dilakukan dengan menggunakan NaOH atau HCl
(Gunawan, 1995).
Dalam teknik kultur jaringan tanaman, cahaya dinyatakan dengan dimensi
lama penyinaran, intensitas dan kualitasnya. Prof. Murashige menyarankan untuk
mengasumsikan kebutuhan lama penyinaran pada kultur jaringan tanaman
merupakan
pencerminan
dari
kebutuhan
periodisitas
tanaman
yang
bersangkutan di lapangan. Kualitas cahaya mempengaruhi arah diferensiasi
jaringan (Yusnita, 2003).
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang
optimal umumnya adalah berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur
optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 250C. Faktor
lingkungan, disamping faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan
zat pengatur tumbuh antara lain jenis zat pengatur tumbuh yang akan digunakan,
konsentrasi, urutan penggunaan, dan periode masa induksi dalam kultur tertentu
(Gunawan, 1995).
Zat pengatur tumbuh eksogen tidak selalu sama dengan zat pengatur
tumbuh endogen tetapi kebanyakan zat pengatur tumbuh eksogen mempunyai
peran yang sama dengan zat pengatur tumbuh endogen. Pada beberapa jenis
tanaman atau pada tingkat selular kebutuhan akan zat pengatur tumbuh eksogen
sangat spesifik (Armini,dkk, 1992).
Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang
pemanjangan
sel-sel
pucuk
yang
spektrum
aktivitasnya
menyerupai
IAA (indole-3-acetic-acid). Auksin berpengaruh pula untuk menghambat
pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun kehadirannya dalam
medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada
kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang rendah akan meningkatkan
pembentukan akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan
merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis (Zulkarnain, 2009).
Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang sangat penting
sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan seperti
halnya pada auksin, selain sitokinin alami juga terdapat sintetisnya yang tergolong
dalam zat pengatur tumbuh (Santoso dan Fatimah, 2005).
Sifat paling karakteristik yang berkaitan dengan sitokinin adalah
perangsangan mereka terhadap pembelahan sel pada kultur jaringan tanaman. Satu
Universitas Sumatera Utara
dari reaksi yang benar-benar dramatis terhadap sitokinin adalah pembentukan
organ-organ yang terjadi di bawah kondisi yang tepat dalam berbagai kultur
jaringan. Dengan pemrosesan sitokinin dapat mengeluarkan pembentukan tunas
yang melimpah (Wilkins, 1989).
Naftalen Asam Asetat umumnya digunakan pada konsentrasi yang rendah
berbeda dengan auksin jenis lain. Seperti pada percobaan Gerbera jamesonii yang
meningkat pertumbuhan akarnya dengan pemberian NAA 1 mg/l dibandingkan
dengan pemberian IAA 5 mg/l (Perik, 1987).
Interaksi sitokinin dengan auksin juga terjadi dalam menentukan
pembentukan bakal batang dan akar pada kultur jaringan. Kalau perbandingan
antara auksin dan sitokinin tinggi akan terjadi diferensiasi beberapa (tidak semua)
sel kalus menjadi bakal akar. Jika kadar sitokinin lebih tinggi daripada auksin
maka sel kalus berdiferensiasi menjadi meristem pucuk batang. Jadi apabila
terjadi perubahan sedikit dalam perbandingan auksin-sitokinin dapat berakibat
pembentukan akar atau batang (Kusumo, 1984).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan, mulai Januari sampai dengan Maret 2010.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunas atau
pucuk tunggal planlet anggrek Coelogyne pandurata Lindl yang dipelihara dalam
media Murashige dan Skoog + 1 mg/l BAP dan 1 mg/l NAA. Eksplan yang
digunakan dengan panjang 1 cm dan jumlah akar 2 buah, media Murashige dan
Skoog (MS). Penelitian ini juga menggunakan benzil amino purin, naftalen asam
asetat,
alkohol
96%,
agar-agar,
akuades
dan
bahan-bahan
pendukung
penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), botol
kultur dengan ukuran isi 50 ml dan berat 127,4 gr . Erlenmeyer, pipet skala, gelas
ukur, petridis, skapel, gunting, bunsen, timbangan analitik, hot plate, pH
meter/kertas lakmus, batang pengaduk, lemari es, kertas milimeter, pinset, oven
dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan dua perlakuan:
Universitas Sumatera Utara
Faktor I: Tingkat konsentrasi pemberian BAP dengan 4 taraf
B0: 0 mg/l
B1: 1 mg/l
B2: 2 mg/l
B3: 3 mg/l
Faktor II: Tingkat konsentrasi pemberian NAA dengan 4 taraf
N0: 0
mg/l
N1: 0,5 mg/l
N2: 1
mg/l
N3: 1,5 mg/l
Kombinasi perlakuan ada 16 yaitu:
B0N0
B1N0
B2N0
B3N0
B0N1
B1N1
B2N1
B3N1
B0N2
B1N2
B2N2
B3N2
B0N3
B1N3
B2N3
B3N3
Jumlah ulangan
: 5 ulangan
Jumlah kombinasi
: 16 kombinasi
Jumlah tanaman/botol : 2 tanaman
Jumlah sampel/botol : 2 tanaman
Jumlah seluruh botol : 80 botol
Jumlah seluruh tanaman: 160 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi +αi + βj + (αβ)ij + єijk
i = 1, 2, 3, 4, 5 j= 1, 2,3,4 k= 1, 2, 3 ,4
Dimana:
Yijk
= Hasil pengamatan pada blok ke-i karena pengaruh pemberian BAP
pada taraf ke-j dan pengaruh pemberian NAA pada NAA ke-k
µ
= Nilai tengah
Universitas Sumatera Utara
ρi
= Efek blok ke-i
αj
= Efek dari konsentrasi BAP pada taraf ke-j
βk
= Efek konsentrasi NAA pada taraf ke-k
(αβ)jk
= Interaksi antara konsentrasi BAP pada taraf ke-j dengan konsentrasi
NAA pada taraf ke-k
εijk
= Galat pada blok ke-i yang disebabkan pemberian konsentrasi BAP
pada taraf ke-j dengan NAA pada NAA ke-k
Jika perlakuan (konsentrasi NAA, konsentrasi BAP dan interaksi) nyata
maka dilanjutkan denga DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada α = 5%
(Steel dan Torrie, 1995).
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi Alat
Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang
digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat
menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian
dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti scalpel, pipa
skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer
dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua
botol kultur dan alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi,
dengan suhu 1210C selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke
dalam oven kecuali botol kultur.
Pembuatan Larutan Stok
Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dalam
membuat media. Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media Murashige
dan Skoog (MS) (Lampiran.2) yang diaduk dalam erlenmeyer dengan konsentrasi
yang lebih pekat. Setelah membuat larutan stok garam-garam, perlu dibuat larutan
stok zat pengatur tumbuh biasanya dalam konsentrasi 100 mg/l. Kemudian stok
disimpan di dalam lemari es.
Pembuatan Media
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Murashige dan
Skoog (MS) dengan menggunakan dua zat pengatur tumbuh NAA dan BAP.
Dimana proses pembuatan media ini dengan memipet larutan stok Murashige dan
skoog sebanyak 25% ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan sukrosa 30 gr,
Universitas Sumatera Utara
dilarutkan dalam aquades dan dimasukkan dalam larutan media. Volume
ditetapkan dengan menambah aquades sampai 1 liter. Kemasaman diukur dengan
pH meter yaitu 5.6 – 5.8 (menggunakan NaOH 1N dan HCl 1N) untuk menaikkan
dan menurunkan pH. Sebagai pemadat digunakan agar 8 gr/l dan dipanaskan
diatas hot plate sampai agar melarut dan homogen dengan komponen lainnya.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol kultur yang telah diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh BAP dan NAA, kemudian ditutup dengan aluminium foil.
Selanjutnya media disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C,tekanan 17.5
psi selama 30 menit.
Sterilisasi Eksplan
Eksplan yang digunakan adalah tunas dari planlet yang dikulturkan dalam
media MS. Planlet dikeluarkan dari botol kultur dengan menggunakan pinset
setelah itu tunas-tunas dipisahkan satu persatu dengan menggunakan skalpel.
Kemudian tunas-tunas yang memiliki ukuran dan bentuk yang hampir sama
diambil dan dipotong akarnya dengan menggunakan gunting yang steril.
Pemotongan dilakukan di LAF. Eksplan yang telah dipotong kemudian
dicelupkan ke dalam larutan betadine dan dibilas dengan aquades steril hingga
bersih sebanyak tiga kali. Sterilisasi dilakukan di LAF.
Universitas Sumatera Utara
Penanaman Eksplan
Eksplan yang akan dikulturkan ke dalam media tanam diletakkan di
petridis. Kemudian eksplan ditanamkan ke dalam botol media sesuai dengan
perlakuan, setiap botol media terdapat 2 eksplan.
Pemeliharaan
Kultur-kultur diletakkan pada rak-rak di dalam ruang kultur. Setiap hari
rak-rak kultur disemprot dengan alkohol 96% untuk menghindari semut dan
mikroorganisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi. Dalam penelitian ini
suhu ruangan kultur yang digunakan adalah 21±20 C dan dengan intensitas cahaya
2000 lux.
Parameter Pengamatan
Persentase Pertumbuhan Eksplan (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung
persentase pertumbuhan eksplan.
Persentase pertumbuhan eksplan = Jumlah eksplan yang tumbuh x 100%
Jumlah eksplan seluruhnya
Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah
eksplan yang membentuk tunas.
Persentase eksplan membentuk tunas = Jumlah eksplan yang membentuk tunas x 100%
Jumlah eksplan yang dikulturkan
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Tunas (tunas)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah tunas yang
muncul.
Panjang Tunas (cm)
Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai
dari tempat munculnya tunas (pangkal) sampai ujung tunas tertinggi.
Jumlah Akar (buah)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah akar yang
muncul (panjang akar ≥ 0.5cm).
Panjang Akar (cm)
Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai
dari tempat munculnya akar (pangkal) sampai ujung akar.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Persentase Pertumbuhan Eksplan (%)
Data pengamatan dan sidik ragam persentase eksplan membentuk tunas
dapat dilihat pada Lampiran 1 – 3. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan konsentrasi BAP, NAA dan interaksi antara kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata terhadap persentaase pertumbuhan eksplan.
Rataan persentase pertumbuhan eksplan dari perlakuan konsentrasi BAP
dan NAA dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap persentase pertumbuhan
eksplan (%)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
N1
N2
N3
Total
Rataan
90.00
90.00
70.00
100.00
350.00
87.50
90.00
100.00
100.00
100.00
390.00
97.50
80.00
100.00
100.00
100.00
380.00
95.00
90.00
100.00
90.00
100.00
380.00
95.00
350.00
390.00
360.00
400.00
1500.00
375.00
87.50
97.50
90.00
100.00
375.00
93.75
Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)
Data pengamatan dan sidik ragam persentase eksplan membentuk tunas
dapat dilihat pada Lampiran 4 – 6. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan konsentrasi BAP, NAA dan interaksi antara kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase eksplan membentuk tunas.
Rataan persentase eksplan membentuk tunas dari perlakuan konsentrasi
BAP dan NAA dapat dilihat pada Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap eksplan membentuk
tunas (%)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
80.00
80.00
60.00
90.00
310.00
77.50
N1
80.00
80.00
90.00
100.00
350.00
87.50
N2
80.00
90.00
80.00
90.00
340.00
85.00
N3
90.00
70.00
60.00
80.00
300.00
75.00
Total
330.00
320.00
290.00
360.00
1300.00
325.00
Rataan
82.50
80.00
72.50
90.00
325.00
81.25
Jumlah Tunas (tunas)
Data pengamatan dan sidik ragam jumlah tunas dapat dilihat pada
Lampiran 7 – 9. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi
BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas sedangkan konsentrasi NAA dan
interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas.
Rataan jumlah tunas dari perlakuan konsentrasi BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah tunas (tunas)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
5.20
3.40
2.00
2.00
12.60
3.15
N1
6.00
2.20
2.80
2.40
13.40
3.35
N2
3.00
3.00
1.60
2.40
10.00
2.50
N3
2.80
2.00
1.20
2.00
8.00
2.00
Total
17.00
10.60
7.60
8.80
44.00
11.00
Rataan
4.25 a
2.65 b
1.90 b
2.20 b
11.00
2.75
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan
pengaruh tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah tunas pada perlakuan BAP,
jumlah tunas yang tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pemberian BAP dalam
media MS (B0) yaitu sebesar 4.25 tunas yang berpengaruh nyata terhadap semua
perlakuan dan terendah pada B2 yaitu sebesar 1.9 tunas. Pengaruh konsentrasi
BAP pada jumlah tunas dapat dilihat pada Gambar 1.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Tunas (tunas)
4.50
0
4.00
3.50
3.00
2
y = 0.475x - 2.115x + 4.26
R2 = 0.9994
1
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
3
2
0
1
2
3
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 1. Hubungan konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas
Panjang Tunas (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam panjang tunas dapat dilihat pada
Lampiran 10 – 12. Dari tabel sidik ragan diketahui bahwa perlakuan konsentrasi
BAP berpengaruh nyata terhadap panjang tunas sedangkan konsentrasi NAA dan
interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas.
Rataan panjang tunas dari perlakuan konsentrasi BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang tunas (cm)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
3.50
2.22
1.34
2.00
9.06
2.27
N1
3.48
2.32
1.32
1.94
9.06
2.27
N2
2.56
2.50
1.52
1.56
8.14
2.04
N3
2.40
2.76
1.48
1.62
8.26
2.07
Total
11.94
9.80
5.66
7.12
34.52
8.63
Rataan
2.99 a
2.45 b
1.42 c
1.78 c
8.63
2.16
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa panjang tunas pada perlakuan BAP
terpanjang terdapat pada perlakuan tanpa pemberian BAP dalam media MS (B0)
yaitu sebesar 2.99 cm yang berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan dan
Universitas Sumatera Utara
terendah pada B2 yaitu sebesar 1.42 cm. Pengaruh konsentrasi BAP pada panjang
tunas dapat dilihat pada Gambar 2.
Panjang Tunas (cm)
3.50
y = -0.465x + 2.855
r = -0.7384
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 2. Hubungan konsentrasi BAP terhadap panjang tunas
Jumlah Akar (buah)
Data pengamatan dan sidik ragam jumlah akar dapat dilihat pada
Lampiran 13 -15. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi
BAP, NAA dan interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah akar.
Rataan jumlah akar dari perlakuan konsentrasi BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah akar (buah)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
2.80
3.00
1.60
2.60
10.00
2.50
N1
3.80
3.20
3.80
2.40
13.20
3.30
N2
2.20
3.20
1.80
2.60
9.80
2.45
N3
4.40
4.20
1.80
1.80
12.20
3.05
Total
13.20
13.60
9.00
9.40
45.20
11.30
Rataan
3.30
3.40
2.25
2.35
11.30
2.83
Universitas Sumatera Utara
Panjang Akar (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 16 -18.
Dari tabel sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan konsentrasi BAP
berpengaruh nyata terhadap panjang akar sedangkan perlakuan konsentrasi NAA
dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang
akar.
Rataan panjang akar dari perlakuan konsentrsai BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang akar (cm)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
1.18
0.50
0.22
0.22
2.12
0.53
N1
1.42
0.76
0.48
0.60
3.26
0.82
N2
0.38
0.62
0.30
0.80
2.10
0.53
N3
0.92
0.48
0.20
0.26
1.86
0.47
Total
3.90
2.36
1.20
1.88
9.34
2.34
Rataan
0.98 a
0.59 b
0.30 b
0.47 b
2.34
0.58
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa panjang akar pada perlakuan BAP
terpanjang pada perlakuan tanpa pemberian BAP dalam media MS (B0) yaitu
sebesar 0.98 cm yang berpengaruh nyata pada semua perlakuan dan terpendek
pada B2 yaitu sebesar 0.30 cm. Pengaruh perlakuan BAP terhadap panjang akar
dapat dilihat pada Gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
Panjang Akar (cm)
1.20
y = 0.1388x 2 - 0.5968x + 0.9932
R2 = 0.973
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Konsentrasi BAP(mg/l)
Gambar 3. Hubungan konsentrasi BAP terhadap panjang akar
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan
Pengaruh BAP Terhadap Mikropropagasi Tunas Anggrek
Dari hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa pemberian
konsentrasi BAP yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah tunas, panjang tunas, panjang akar tetapi berpengaruh tidak nyata pada
persentase pertumbuhan eksplan, persentase eksplan membentuk tunas, dan
jumlah akar.
Pada peubah amatan jumlah tunas, rataan terbanyak terdapat pada
perlakuan B0 yaitu sebesar 4.25 tunas dan paling rendah terdapat pada perlakuan
B2 yaitu sebesar 1.9 tunas. Sama halnya dijumpai pada peubah amatan panjang
tunas, rataan tertinggi terdapat pada perlakuan B0 yaitu sebesar 2.99 cm dan
paling rendah terdapat pada perlakuan B2 yaitu sebesar 1.42 cm. Hal ini diduga
karena pengaruh hormon endogen yang jumlahnya bervariasi pada eksplan yang
dikulturkan, selain itu
komposisi media dan keadaan lingkungan yang
mendukung sehingga media MS saja tanpa perlakuan sudah cukup untuk
pertumbuhan dan perkembangan tunas. Ini sesuai dengan literatur Gunawan
(1995) yang menyatakan arah pertumbuhan dan perkembangan ditentukan oleh
komposisi media, bagian tanaman yang dijadikan eksplan dan lingkungan
tumbuhnya. Mantel at al (1978) juga menyatakan bahwa medium basal MS saja
tanpa perlakuan ZPT dapat digunakan untuk mikropropagasi baik dengan
perlakuan terhadap eksplan maupun tanpa perlakuan.
Untuk peubah amatan panjang akar, rataan tertinggi terdapat pada
perlakuan B0 yaitu sebesar 0.98 cm dan paling rendah terdapat pada perlakuan B2
yaitu sebesar 0.30 cm. Hal ini menunjukkan eksplan yang dikulturkan pada media
Universitas Sumatera Utara
tanpa penambahan BAP dan NAA memperlihatkan pertumbuhan (pemanjangan)
akar yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain. Hal ini
membuktikan bahwa sel akar umumnya mengandung cukup atau hampir cukup
auksin untuk memanjang secara normal (Salisburry and Ross, 1992). Hasil ini
diperkuat oleh hasil penelitian Ammirato (1986) bahwa beberapa sel tanaman
dapat tumbuh dan berkembang dan selanjutnya beregenerasi menjadi tanaman
baru dalam media tanpa hormon tumbuh. Dengan demikian, tanpa suplai auksin
dan sitokinin secara eksogen, akar tanaman akan tetap tumbuh dan memanjang.
Disamping itu Yusnita (2003) juga menyatakan bahwa, akar adventif belum
muncul, tetapi jika tunas tersebut dipindahkan ke media tanpa ZPT, akar akan
tetap tumbuh. Sel-sel dibagian bawah tunas, yang sebelumnya bersentuhan dengan
signal hormonal (auksin) telah mengalami perubahan yang stabil, yaitu terbentuk
akar. Jika signal lingkungan maupun hormonal tidak ada lagi, perkembangan akar
tetap terjadi.
Perlakuan konsentrasi BAP berpengaruh tidak nyata terhadap persentase
pertumbuhan eksplan, persentase eksplan membentuk tunas dan jumlah akar.
Fenomena ini dapat saja terjadi akibat rasio (konsentrasi yang berimbang) pada
jaringan tanaman yang tidak mendukung proses morfogenesis. Walaupun
diberikan perlakuan BAP. Ini dapat diakibatkan oleh jenis dan konsentrasi
sitokinin atau auksin yang kurang sesuai. Hal ini sesuai dengan Wattimena (1992)
yang menyatakan konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing ZPT tersebut
(auksin dan sitokinin) tergantung kondisi kultur serta jenis sitokinin dan auksin
yang digunakan. Murashige and Skoog (1962) menyatakan ratio sitokinin dan
auksin dalam medium menentukan tipe pertumbuhan dan perkembangan eksplan
yang ditanam.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh NAA Terhadap Mikropropagasi Tunas Anggrek
Dari data yang dianalisis secara statistik diketahui bahwa perlakuan
konsentrasi NAA berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan.
Hal ini diduga karena jenis dan konsentrasi auksin yang diberikan belum tepat
sehingga tidak mampu memberikan peng
DENGAN PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN DAN
NAFTALEN ASAM ASETAT
SKRIPSI
Oleh :
NANDA NURLELA LUBIS
060307030
BDP- PET
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Universitas Sumatera Utara
MIKROPROPAGASI TUNAS ANGGREK HITAM (Coelogyne pandurata Lindl)
DENGAN PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN DAN
NAFTALEN ASAM ASETAT
SKRIPSI
Oleh:
NANDA NURLELA LUBIS
060307030
BDP- PET
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Universitas Sumatera Utara
Judul skripsi
Nama
NIM
Departemen
Program Studi
: Mikropropagasi Tunas Anggrek Hitam (Coelogyne
pandurata Lindl) Dengan Pemberian Benzil Amino Purin
dan Naftalen Asam Asetat
: Nanda Nurlela Lubis
: 060307030
: Budidaya Pertanian
: Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing
(Luthfi Aziz .M. Siregar, SP, Msc, PhD)
Ketua
(Ir. Hasmawi Hasyim, MS)
Anggota
Mengetahui,
(Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D)
Ketua Departemen
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The aim of the research is to know the influence of Benzylamino purine
(BAP) and Naphtalen-3-acetic acid (NAA) concentration on micropropagation
black orchid buds. The research was carried out in the Tissue Culture laboratory,
Department of Agronomy, Faculty at Agriculture North Sumatera University,
Medan from January to March 2010. This research used Randomized Block
Design with two factor. First factor was BAP concentration consist of four levels:
0 mg/l ; 1 mg/l; 2 mg/l dan 3 mg/l. The second factor was NAA concentration
consisted of four levels: 0 mg/l ; 0,5 mg/l ; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Statistical
analysis showed that BAP concentration give significantly affected on the number
amount of buds, long of buds and long of roots in the concentration 0 mg/l, but
that was not significantly affected on the number percently growth of explant,
percently amount of explant and amount roots. Concentration NAA was not
significantly affected on the number all treatment. Similarly, to the interaction of
concentration BAP and NAA was not significantly the number all treatment.
Key word: micropropagation, BAP, NAA, Black Orchids.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah, Untuk mengetahui adanya pengaruh
konsentrasi zat pengatur tumbuh benzil amino purin dan naftalen asam asetat
terhadap mikropropagasi tunas anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari
bulan Januari sampai Maret 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah
konsentrasi BAP yang terdiri dari empat level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 1 mg/l;
2 mg/l dan 3 mg/l. Faktor kedua adalah konsentrasi NAA yang terdiri dari empat
level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Hasil analisis
data statistik menunjukkan bahwa konsentrasi BAP berpengaruh nyata pada
jumlah tunas, panjang tunas dan panjang akar dengan konsentrasi 0 mg/l, tetapi
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase
eksplan membentuk tunas dan jumlah akar. Pada konsentrasi NAA berpengaruh
tidak nyata terhadap semua peubah amatan. Demikian juga interaksi konsentrasi
BAP dan NAA berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah amatan.
Kata kunci: mikropropagasi, BAP, NAA, Anggrek hitam.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Nanda Nurlela Lubis dilahirkan di Bahliran, Kabupaten Simalungun
Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tanggal 14 juni 1988 anak dari Ayahanda
Azzrai Lubis dan Ibu Siti Zainab sebagai putri ke empat dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD Inpres Manik
Rambung lulus pada tahun 2000, SLTP Negeri 8 Pematang Siantar lulus tahun
2003 dan SMA Swasta YP. Teladan Pematang Siantar lulus tahun 2006. Tahun
2006 diterima sebagai mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian
dan memilih Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan tanaman.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mendapatkan kesempatan
membantu dosen dalam menjalankan praktikum Sitogenetika pada tahun 2009,
Kultur Jaringan 2009, Bioteknologi Pertanian 2010, dan Dasar Bioteknologi
Pemuliaan Tanaman 2010, Pengalaman Organisasi menjadi Anggota Diklat BKM
Al-Mukhlisin FP USU dan pengalaman di bidang kemasyarakatan, penulis
peroleh saat mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Karet
Sungei Putih, Galang pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Mikropropagasi Tunas Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) Dengan
Pemberian Benzil Amino Purin dan Naftalen Asam Asetat” yang merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Terima kasih kepada Bapak Luthfi A.M. Siregar, SP, Msc, PhD sebagai
ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Hasmawi Hasyim, MS sebagai anggota
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam
penulisan skripsi ini, selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
kak Asni SP yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga aku persembahkan kepada
Ayahanda Azzrai Lubis dan Ibunda Siti Zainab. Juga kepada Kakanda dan
Abangda tercinta, penulis sampaikan banyak terima kasih yang telah memberikan
dukungan dan motivasi selama melakukan studi. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada sahabat-sahabat angkatan 2006 atas segala perhatian dan
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2010
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ...................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................... 1
Tujuan Penelitian...................................................................... 3
Hipotesis Penelitian .................................................................. 4
Kegunaan Penelitian ................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman ....................................................................... 5
Akar .............................................................................. 5
Batang ........................................................................... 6
Daun ............................................................................. 6
Bunga ........................................................................... 6
Kultur Jaringan ......................................................................... 6
Eksplan ..................................................................................... 7
Media Kultur ............................................................................ 8
Lingkungan In Vitro ................................................................. 9
Zat Pengatur Tumbuh ............................................................... 10
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 12
Bahan dan Alat Penelitian......................................................... 12
Metode Penelitian ..................................................................... 12
Pelaksanaan Penelitian ...................................................................
Sterilisasi Alat .......................................................................... 15
Pembuatan Larutan Stok ........................................................... 15
Pembuatan Media ..................................................................... 15
Sterilisasi Eksplan .................................................................... 16
Penanaman Eksplan .................................................................. 16
Pemeliharaan ............................................................................ 17
Parameter Pengamatan ................................................................... 17
Persentase Pertumbuhan Eksplan (%) ....................................... 17
Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) .............................. 17
Jumlah Tunas (cm)................................................................... 18
Panjang Tunas (cm) ................................................................. 18
Jumlah Akar (buah) ................................................................. 18
Panjang Akar (cm) ................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ....................................................................................... 19
Pembahasan ............................................................................. 25
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................. 29
Saran ....................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 30
LAMPIRAN ......................................................................................... 32
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No
Hal
1. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap persentase pertumbuhan
eksplan (%)…….…………………………………………………………...........19
2. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap persentase eksplan membentuk
tunas(%) ................................................................................................................20
3. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah tunas (tunas) …………...20
4. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang tunas (cm) ……….........21
5. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah akar (buah) ...…………..22
6. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang akar (cm) ………..........23
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No
Hal
1. Pengaruh BAP terhadap jumlah tunas (tunas) ………………………………21
2. Pengaruh BAP terhadap panjang tunas (cm) ………………………………..22
3. Pengaruh BAP terhadap panjang akar (cm) …………………………………24
4. Foto perlakuan (B0N0) ……………………………………………………...46
5. Foto perlakuan (B0N1) ……………………………………………………...47
6. Foto perlakuan (B0N2) ……………………………………………………...47
7. Foto perlakuan (B0N3) ……………………………………………………...47
8. Foto perlakuan (B1N0) ……………………………………………………...47
9. Foto perlakuan (B1N1) ……………………………………………………...47
10. Foto perakuan (B1N2) ……………………………………………………...48
11. Foto perlakuan (B1N3) ……………………………………………………...48
12. Foto perlakuan (B2N0) ...…………………………………………………... 48
13. Foto perlakuan (B2N1) ……………………………………………………...48
14. Foto perlakuan (B2N2) ……………………………………………………...48
15. Foto perlakuan (B2N3) ……………………………………………………...48
16. Foto perlakuan (B3N0) ……………………………………………………...49
17. Foto perlakuan (B3N1) ……………………………………………………...49
18. Foto perlakuan (B3N2) ……………………………………………………...49
19. Foto perlakuan (B3N3) ……………………………………………………...49
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No
Hal
1. Data Pengamatan Persentase Pertumbuhan Eksplan (%) …………….32
2. Data Transformasi persentase Pertumbuhan Eksplan √X+0.5 ……….32
3. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi persentase pertumbuhan
eksplan √X+0.5 ……………………………………………………….33
4. Data Pengamatan Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%) ………34
5. Data Transformasi Persentase Eksplan Membentuk Tunas √X+0.5…34
6. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Eksplan Membentuk
Tunas √X+0.5 ………………………………………………………..35
7. Data Pengamatan Jumlah Tunas (tunas) ……………………………..36
8. Data Transformasi Jumlah Tunas √X+0.5 …………………………...36
9. Daftar Sidik ragam Data Transformasi Jumlah Tunas√X+0.5 ……...37
10. Data Pengamatan Panjang Tunas (cm) ………………………………38
11. DataTransformasi Panjang Tunas √X+0.5 …………………………..38
12. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Panjang Tunas √X+0.5 ……39
13. Data Pengamatan Jumlah Akar (buah) ………………………………40
14. Data Transformasi Jumlah Akar √X+0.5 ……………………………40
15. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Jumlah Akar √X+0.5 ……...41
16. Data Pengamatan Panjang Akar (cm) ……………………………….42
17. Data Transformasi Panjang Akar √X+0.5 …………………………...42
18. Daftar Sidik Ragam Data Transformasi Panjang Akar√X+0.5 ……..43
19. Stok Media Murashige and skoog (MS) …………………….............44
20. Bagan Penelitian …………………………………………………......45
Universitas Sumatera Utara
21. Kegiatan Penelitian...............................................................................46
22. Foto Hasil Penelitian ………………………………………………... 47
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The aim of the research is to know the influence of Benzylamino purine
(BAP) and Naphtalen-3-acetic acid (NAA) concentration on micropropagation
black orchid buds. The research was carried out in the Tissue Culture laboratory,
Department of Agronomy, Faculty at Agriculture North Sumatera University,
Medan from January to March 2010. This research used Randomized Block
Design with two factor. First factor was BAP concentration consist of four levels:
0 mg/l ; 1 mg/l; 2 mg/l dan 3 mg/l. The second factor was NAA concentration
consisted of four levels: 0 mg/l ; 0,5 mg/l ; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Statistical
analysis showed that BAP concentration give significantly affected on the number
amount of buds, long of buds and long of roots in the concentration 0 mg/l, but
that was not significantly affected on the number percently growth of explant,
percently amount of explant and amount roots. Concentration NAA was not
significantly affected on the number all treatment. Similarly, to the interaction of
concentration BAP and NAA was not significantly the number all treatment.
Key word: micropropagation, BAP, NAA, Black Orchids.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah, Untuk mengetahui adanya pengaruh
konsentrasi zat pengatur tumbuh benzil amino purin dan naftalen asam asetat
terhadap mikropropagasi tunas anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari
bulan Januari sampai Maret 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah
konsentrasi BAP yang terdiri dari empat level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 1 mg/l;
2 mg/l dan 3 mg/l. Faktor kedua adalah konsentrasi NAA yang terdiri dari empat
level meliputi konsentrasi 0 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l dan 1,5 mg/l. Hasil analisis
data statistik menunjukkan bahwa konsentrasi BAP berpengaruh nyata pada
jumlah tunas, panjang tunas dan panjang akar dengan konsentrasi 0 mg/l, tetapi
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase pertumbuhan eksplan, persentase
eksplan membentuk tunas dan jumlah akar. Pada konsentrasi NAA berpengaruh
tidak nyata terhadap semua peubah amatan. Demikian juga interaksi konsentrasi
BAP dan NAA berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah amatan.
Kata kunci: mikropropagasi, BAP, NAA, Anggrek hitam.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal di seluruh dunia sebagai negara yang banyak memiliki
spesies anggrek alam. Diperkirakan setengah dari spesies ini terdapat di Papua
(Irian Jaya) sedangkan 2.000 spesies lainnya terdapat di Kalimantan dan sisanya
tersebar di pulau-pulau Indonesia yang lain (Redaksi Agromedia, 2006).
Orchidaceae adalah suku anggrek-anggrekan yang merupakan salah satu
suku dari tumbuhan berbunga. Keluarga anggrek terdiri atas lebih dari 600 jenis
(genera), dan sekitar 25.000 spesies asli ditemukan di belantara hutan di muka
bumi ini. Sementara, kira-kira 7.000 spesies berada di alam Indonesia. Anggrek
spesies asli dapat dibuat silangan-silangan. Dari persilangan itu hingga kini telah
diperoleh lebih dari 100.000 silangan baru (Kartohardiprodjo dan Gandhi, 2009).
Coelogyne termasuk anggrek efifit.anggrek ini tersebar luas, terutama di
daerah tropis, tetapi yang paling banyak dibudidayakan adalah yang berasal dari
India. Salah satu jenisnya adalah Coelogyne pandurata Lindl dengan nama umum
anggrek hitam (Parnata, 2005).
Pulau Kalimantan mempunyai anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang
sangat polpuler. Nama anggrek hitam diberikan karena bunga anggrek ini
memilikki tanda hitam pada bibirnya yang membentang ke belakang sampai
bagian dalam bunga. Daun bunga dan kelopak daun anggrek hitam berwarna hijau
cerah (Redaksi Agromedia, 2006).
Secara keseluruhan penampilan anggrek hitam ini menarik, umbinya yang
berwarna hijau terang dan mempunyai permukaan umbi yang mengkilat yang
sangat menarik untuk dipandang mata, di setiap umbi tumbuh dua helai yang kaku
dan berbentuk seperti pembungkus mayang kelapa, perpaduan bentuk umbi dan
Universitas Sumatera Utara
dua helai daun di ujungnya mirip sosok seekor ikan. Tangkai bunga yang
menjuntai ke bawah dengan susunan bunga yang teratur membuat penampilan
anggrek ini istimewa (http://divisiflora.files.com, 2009).
Produksi anggrek masih jauh dari permintaan pasar. Bahkan kebutuhan
dalam negeri masih banyak didatangkan dari luar negeri. Salah satu bentuk
pemanfaatan bunga anggrek yang cukup besar adalah bunga potong. Selain itu,
tanaman anggrek juga banyak dibeli untuk hiasan rumah, baik oleh kolektor,
pecinta, maupun pembeli biasa (Parnata, 2005).
Mikropropagasi adalah suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan yang
bertujuan untuk perbanyakan tanaman. Teknik mikropropagasi dimulai dari
bagian tanaman yang terorganisasi, seringkali berupa suatu mata tunas,
selanjutnya proses kultur dengan memelihara organisasi jaringan ini sambil
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya kearah penggandaan
dan regenerasi tanaman lengkap (Zulkarnain, 2009).
Manfaat teknik mikropropagasi pada pemuliaan tanaman pada umumnya
digunakan
antara
lain
untuk:
menghasilkan
tanaman
bebas
penyakit,
menghasilkan kultivar baru atau tanaman superior, hybrid baru, seleksi,
klon
lokal
dan genotip
elit,
menghasilkan
galur
tetua jantan
steril,
menghasilkan induksi mutan secara spontan, serta membuat variasi genetik
(http://ahmadi-kultur jaringan.blogspot.com, 2009).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah persenyawaan organik selain dari
nutrien yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau
mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam
Gunawan, 1995). Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang
sangat penting adalah sitokinin dan auksin.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel
dan pembentukan akar adventif. α-Naftalen Asam Asetat (NAA) merupakan
auksin
sintetik,
tidak
mengalami
oksidasi
enzimatik
seperti
halnya
IAA (Indole-3Asetic Acid). Senyawa tersebut dapt diberikan pada medium kultur
pada
konsentrasi
yang
lebih
rendah,
berkisar
antara
0,1-2,0
mg/l
(Zulkarnain, 2009).
Sitokinin (BAP) berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tunas,
berpengaruh terhadap metabolisme sel, pembelahan sel, merangsang sel,
mendorong pembentukan buah dan biji, mengurangi dormansi apikal, serta
mendorong inisiasi tunas lateral (Wattimena, 1992).
Untuk mencegah terjadinya kepunahan spesies ini, maka harus diupayakan
teknik budidaya yang tepat untuk menyediakan tanaman-tanaman baru anggrek
hitam secara tepat dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh
benzil
amino
purin,
naftalen
asam
asetat
dan
interaksinya
terhadap
mikropropagasi tunas anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl).
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh yang nyata pada mikropropagasi tunas Coelogyne
pandurata akibat tingkat pemberian konsentrasi benzil amino purin, naftalen asam
asetat dan interaksi kedua faktor tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang
memerlukan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke
dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari
sekian banyak tumbuhan berbunga yang terdapat di alam ini. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Divisi
: Magnoliophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Subkelas
: Lilidae
Ordo
: Orchidales
Famili
: Orchidaceae
Genus
: Coelogyne
Spesies
: Coelogyne pandurata Lindl.
Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial. Anggrek tipe
ini membentuk rumpun, dimana tiap satuan tanaman saling terhubung dengan akar
tinggal (rhizome). Tunas baru yang tumbuh muncul dari tanaman sebelumnya
secara mendatar dan tumbuh ke atas. Tunas baru tersebut akan tumbuh lebih besar
dan akan terlihat menggelembung pada batangnya. Disini terbentuk apa yang
disebut sebagai umbi semu (pseudobulbs). Umbi semu berfungsi menyimpan air
dan cadangan makanan dan jika tanaman ini kekurangan air ia tidak akan segera
kekeringan (Kartohardiprodjo dan Gandhi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Batangnya membentuk umbi semu, bundar panjang, pipih dengan panjang
10-15 cm. daunnya berbentuk lonjong, belipat-lipat panjang mencapai 40 cm dan
lebar 10 cm. Bunganya berbentuk rangkaian tandan dengan panjang 15-20 cm dan
jumlah bunganya mencapai 14 kuntum per tandan. Kelopak bunga berbentuk
lanset, lancip dan berwarna hijau muda. Mahkota bunga lancip dan berwarna hijau
muda. Sementara itu, bibir bunganya berbentuk biola dan di tengahnya terdapat
satu alur, tepi mengeriting dan berwarna hitam kelam (Parnata, 2005).
Kultur Jaringan
Kultur
jaringan
merupakan teknik
menumbuhkembangkan
bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara
in vitro. Yang dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media
kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan zat pengatur tumbuh, serta
kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003).
Teknik
kultur
jaringan
dimulai
ketika
Schwan
dan
Schleiden
mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom,
dan pada prinsinya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Jaringan
tanaman dapat diisolasi dan di kultur hingga berkembang menjadi tanaman
normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya
(Zulkarnain, 2009).
Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila
syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan
eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium
yang cocok, keadaan yang aseptik dengan pengaturan udara yang baik
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Teknik kultur jaringan ini pada mulanya ditujukan untuk membuktikan
kebenaran teori totepotensi, yang selanjutnya berkembang untuk penelitian di
bidang fisiologi tanaman dan biokimia. Perbanyakan tanaman dengan teknik ini
memiliki kelebihan yaitu: tanaman dapat diperbayak setiap saat tanpa tergantung
musim karena dilakukan di ruang tertutup, daya multiplikasinya tinggi dari bahan
tanaman yang kecil, tanaman dihasilkan seragam dan bebas penyakit terutama
bakteri dan cendawan (Armini,dkk, 1992).
Pada dasarnya kultur in vitro merupakan suatu proses perbanyakan sel,
jaringan, organ atau protoplas dengan teknik steril. Keberhasilan teknologi in vitro
masih terbatas pada beberapa tanaman tertentu saja. Kultur in vitro juga
memberikan pengertian tentang studi fisiologi, biokimia, genetika, pertumbuhan
dan perkembangan spesies tanaman pada tingkat molekuler (Nasir, 2000).
Eksplan
Eksplan yaitu bagian tanaman yang dijadikan bahan inokulum awal yang
ditanam dalam media, akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
tertentu. Arah pertumbuhan dan perkembangan ditentukan oleh komposisi media
dan zat pengatur tumbuh yang digunakan (dalam hal jenis zat pengatur tumbuh
dan konsentrasinya), bagian tanaman yang dijadikan eksplan, lingkungan
tumbuhnya (Gunawan, 1995).
Bahan tanaman yang dikulturkan lazim disebut eksplan. Dalam hal
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting
penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur otogenetik, ukuran eksplan, serta
bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan
dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur
(Yusnita, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Sumber asal eksplan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan potensial
morfogenetiknya. Eksplan yang berasal dari satu jenis organ misalnya, juga
diketemukan adanya keragaman dalam regenerasinya. Ukuran eksplan untuk
dikulturkan juga mempengaruhi keberhasilannya. Ukuran yang terlampau kecil
akan kurang daya tahannya bila dikulturkan, sementara bila terlampau besar akan
sulit mendapatkan eksplan yang steril. Setiap jenis tanaman maupun organ
memiliki ukuran eksplan yang optimum untuk dikulturkan (Armini,dkk, 1992).
Media Kultur
Media yang digunakan secara luas adalah media Murashige & Skoog (MS)
yang dikembangkan pada tahun 1962. Dari berbagai komposisi dasar ini
kadang-kadang dibuat modifikasi, misalnya hanya menggunakan ½ dari
konsentrasi dari garam-garam makro yang digunakan (1/2 MS) atau menggunakan
komposisi garam makro berdasarkan MS tetapi mikro dan vitamin berdasarkan
komposisi Heller. Zat pengatur tumbuh yang akan digunakan disesuaikan dengan
tujuan inisiasi kultur (Gunawan, 1995).
Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan.
Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin
pertumbuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu berisi campuran garam mineral,
sumber unsur makro dan mikro, gula, protein, vitamin dan hormon tumbuh.
Dengan demikian keberhasilan kultur jaringan jelas ditentukan oleh media tanam
dan jenis tanaman. Campuran media yang satu mungkin cocok untuk jenis-jenis
tanaman tertentu, tetapi tidak cocok untuk jenis-jenis tanaman lainnya
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan in Vitro
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi regenerasi tanaman
meliput i temperatur, penyinaran, kualitas panjang penyinaran, intensitas
penyinaran, serta ukuran wadah kultur (Gunawan, 1995).
PH adalah kondisi asam dan basa yang harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma.
Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologis sel, juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor:
1. Kelarutan dari garam-garam penyusun media
2. Pengambilan dari zat pengatur tumbuh dan garam-garam lain.
3. Efisiensi pembekuan agar-agar
Sel-sel tanamaan membutuhkan pH sedikit asam barkisar antara 5,5 – 5,8.
Pengaturan pH biasa dilakukan dengan menggunakan NaOH atau HCl
(Gunawan, 1995).
Dalam teknik kultur jaringan tanaman, cahaya dinyatakan dengan dimensi
lama penyinaran, intensitas dan kualitasnya. Prof. Murashige menyarankan untuk
mengasumsikan kebutuhan lama penyinaran pada kultur jaringan tanaman
merupakan
pencerminan
dari
kebutuhan
periodisitas
tanaman
yang
bersangkutan di lapangan. Kualitas cahaya mempengaruhi arah diferensiasi
jaringan (Yusnita, 2003).
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang
optimal umumnya adalah berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur
optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 250C. Faktor
lingkungan, disamping faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan
zat pengatur tumbuh antara lain jenis zat pengatur tumbuh yang akan digunakan,
konsentrasi, urutan penggunaan, dan periode masa induksi dalam kultur tertentu
(Gunawan, 1995).
Zat pengatur tumbuh eksogen tidak selalu sama dengan zat pengatur
tumbuh endogen tetapi kebanyakan zat pengatur tumbuh eksogen mempunyai
peran yang sama dengan zat pengatur tumbuh endogen. Pada beberapa jenis
tanaman atau pada tingkat selular kebutuhan akan zat pengatur tumbuh eksogen
sangat spesifik (Armini,dkk, 1992).
Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang
pemanjangan
sel-sel
pucuk
yang
spektrum
aktivitasnya
menyerupai
IAA (indole-3-acetic-acid). Auksin berpengaruh pula untuk menghambat
pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun kehadirannya dalam
medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada
kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang rendah akan meningkatkan
pembentukan akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan
merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis (Zulkarnain, 2009).
Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang sangat penting
sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan seperti
halnya pada auksin, selain sitokinin alami juga terdapat sintetisnya yang tergolong
dalam zat pengatur tumbuh (Santoso dan Fatimah, 2005).
Sifat paling karakteristik yang berkaitan dengan sitokinin adalah
perangsangan mereka terhadap pembelahan sel pada kultur jaringan tanaman. Satu
Universitas Sumatera Utara
dari reaksi yang benar-benar dramatis terhadap sitokinin adalah pembentukan
organ-organ yang terjadi di bawah kondisi yang tepat dalam berbagai kultur
jaringan. Dengan pemrosesan sitokinin dapat mengeluarkan pembentukan tunas
yang melimpah (Wilkins, 1989).
Naftalen Asam Asetat umumnya digunakan pada konsentrasi yang rendah
berbeda dengan auksin jenis lain. Seperti pada percobaan Gerbera jamesonii yang
meningkat pertumbuhan akarnya dengan pemberian NAA 1 mg/l dibandingkan
dengan pemberian IAA 5 mg/l (Perik, 1987).
Interaksi sitokinin dengan auksin juga terjadi dalam menentukan
pembentukan bakal batang dan akar pada kultur jaringan. Kalau perbandingan
antara auksin dan sitokinin tinggi akan terjadi diferensiasi beberapa (tidak semua)
sel kalus menjadi bakal akar. Jika kadar sitokinin lebih tinggi daripada auksin
maka sel kalus berdiferensiasi menjadi meristem pucuk batang. Jadi apabila
terjadi perubahan sedikit dalam perbandingan auksin-sitokinin dapat berakibat
pembentukan akar atau batang (Kusumo, 1984).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan, mulai Januari sampai dengan Maret 2010.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunas atau
pucuk tunggal planlet anggrek Coelogyne pandurata Lindl yang dipelihara dalam
media Murashige dan Skoog + 1 mg/l BAP dan 1 mg/l NAA. Eksplan yang
digunakan dengan panjang 1 cm dan jumlah akar 2 buah, media Murashige dan
Skoog (MS). Penelitian ini juga menggunakan benzil amino purin, naftalen asam
asetat,
alkohol
96%,
agar-agar,
akuades
dan
bahan-bahan
pendukung
penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), botol
kultur dengan ukuran isi 50 ml dan berat 127,4 gr . Erlenmeyer, pipet skala, gelas
ukur, petridis, skapel, gunting, bunsen, timbangan analitik, hot plate, pH
meter/kertas lakmus, batang pengaduk, lemari es, kertas milimeter, pinset, oven
dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan dua perlakuan:
Universitas Sumatera Utara
Faktor I: Tingkat konsentrasi pemberian BAP dengan 4 taraf
B0: 0 mg/l
B1: 1 mg/l
B2: 2 mg/l
B3: 3 mg/l
Faktor II: Tingkat konsentrasi pemberian NAA dengan 4 taraf
N0: 0
mg/l
N1: 0,5 mg/l
N2: 1
mg/l
N3: 1,5 mg/l
Kombinasi perlakuan ada 16 yaitu:
B0N0
B1N0
B2N0
B3N0
B0N1
B1N1
B2N1
B3N1
B0N2
B1N2
B2N2
B3N2
B0N3
B1N3
B2N3
B3N3
Jumlah ulangan
: 5 ulangan
Jumlah kombinasi
: 16 kombinasi
Jumlah tanaman/botol : 2 tanaman
Jumlah sampel/botol : 2 tanaman
Jumlah seluruh botol : 80 botol
Jumlah seluruh tanaman: 160 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi +αi + βj + (αβ)ij + єijk
i = 1, 2, 3, 4, 5 j= 1, 2,3,4 k= 1, 2, 3 ,4
Dimana:
Yijk
= Hasil pengamatan pada blok ke-i karena pengaruh pemberian BAP
pada taraf ke-j dan pengaruh pemberian NAA pada NAA ke-k
µ
= Nilai tengah
Universitas Sumatera Utara
ρi
= Efek blok ke-i
αj
= Efek dari konsentrasi BAP pada taraf ke-j
βk
= Efek konsentrasi NAA pada taraf ke-k
(αβ)jk
= Interaksi antara konsentrasi BAP pada taraf ke-j dengan konsentrasi
NAA pada taraf ke-k
εijk
= Galat pada blok ke-i yang disebabkan pemberian konsentrasi BAP
pada taraf ke-j dengan NAA pada NAA ke-k
Jika perlakuan (konsentrasi NAA, konsentrasi BAP dan interaksi) nyata
maka dilanjutkan denga DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada α = 5%
(Steel dan Torrie, 1995).
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi Alat
Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang
digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat
menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian
dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti scalpel, pipa
skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer
dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua
botol kultur dan alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi,
dengan suhu 1210C selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke
dalam oven kecuali botol kultur.
Pembuatan Larutan Stok
Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dalam
membuat media. Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media Murashige
dan Skoog (MS) (Lampiran.2) yang diaduk dalam erlenmeyer dengan konsentrasi
yang lebih pekat. Setelah membuat larutan stok garam-garam, perlu dibuat larutan
stok zat pengatur tumbuh biasanya dalam konsentrasi 100 mg/l. Kemudian stok
disimpan di dalam lemari es.
Pembuatan Media
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Murashige dan
Skoog (MS) dengan menggunakan dua zat pengatur tumbuh NAA dan BAP.
Dimana proses pembuatan media ini dengan memipet larutan stok Murashige dan
skoog sebanyak 25% ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan sukrosa 30 gr,
Universitas Sumatera Utara
dilarutkan dalam aquades dan dimasukkan dalam larutan media. Volume
ditetapkan dengan menambah aquades sampai 1 liter. Kemasaman diukur dengan
pH meter yaitu 5.6 – 5.8 (menggunakan NaOH 1N dan HCl 1N) untuk menaikkan
dan menurunkan pH. Sebagai pemadat digunakan agar 8 gr/l dan dipanaskan
diatas hot plate sampai agar melarut dan homogen dengan komponen lainnya.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol kultur yang telah diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh BAP dan NAA, kemudian ditutup dengan aluminium foil.
Selanjutnya media disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C,tekanan 17.5
psi selama 30 menit.
Sterilisasi Eksplan
Eksplan yang digunakan adalah tunas dari planlet yang dikulturkan dalam
media MS. Planlet dikeluarkan dari botol kultur dengan menggunakan pinset
setelah itu tunas-tunas dipisahkan satu persatu dengan menggunakan skalpel.
Kemudian tunas-tunas yang memiliki ukuran dan bentuk yang hampir sama
diambil dan dipotong akarnya dengan menggunakan gunting yang steril.
Pemotongan dilakukan di LAF. Eksplan yang telah dipotong kemudian
dicelupkan ke dalam larutan betadine dan dibilas dengan aquades steril hingga
bersih sebanyak tiga kali. Sterilisasi dilakukan di LAF.
Universitas Sumatera Utara
Penanaman Eksplan
Eksplan yang akan dikulturkan ke dalam media tanam diletakkan di
petridis. Kemudian eksplan ditanamkan ke dalam botol media sesuai dengan
perlakuan, setiap botol media terdapat 2 eksplan.
Pemeliharaan
Kultur-kultur diletakkan pada rak-rak di dalam ruang kultur. Setiap hari
rak-rak kultur disemprot dengan alkohol 96% untuk menghindari semut dan
mikroorganisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi. Dalam penelitian ini
suhu ruangan kultur yang digunakan adalah 21±20 C dan dengan intensitas cahaya
2000 lux.
Parameter Pengamatan
Persentase Pertumbuhan Eksplan (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung
persentase pertumbuhan eksplan.
Persentase pertumbuhan eksplan = Jumlah eksplan yang tumbuh x 100%
Jumlah eksplan seluruhnya
Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah
eksplan yang membentuk tunas.
Persentase eksplan membentuk tunas = Jumlah eksplan yang membentuk tunas x 100%
Jumlah eksplan yang dikulturkan
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Tunas (tunas)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah tunas yang
muncul.
Panjang Tunas (cm)
Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai
dari tempat munculnya tunas (pangkal) sampai ujung tunas tertinggi.
Jumlah Akar (buah)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah akar yang
muncul (panjang akar ≥ 0.5cm).
Panjang Akar (cm)
Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai
dari tempat munculnya akar (pangkal) sampai ujung akar.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Persentase Pertumbuhan Eksplan (%)
Data pengamatan dan sidik ragam persentase eksplan membentuk tunas
dapat dilihat pada Lampiran 1 – 3. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan konsentrasi BAP, NAA dan interaksi antara kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata terhadap persentaase pertumbuhan eksplan.
Rataan persentase pertumbuhan eksplan dari perlakuan konsentrasi BAP
dan NAA dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap persentase pertumbuhan
eksplan (%)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
N1
N2
N3
Total
Rataan
90.00
90.00
70.00
100.00
350.00
87.50
90.00
100.00
100.00
100.00
390.00
97.50
80.00
100.00
100.00
100.00
380.00
95.00
90.00
100.00
90.00
100.00
380.00
95.00
350.00
390.00
360.00
400.00
1500.00
375.00
87.50
97.50
90.00
100.00
375.00
93.75
Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)
Data pengamatan dan sidik ragam persentase eksplan membentuk tunas
dapat dilihat pada Lampiran 4 – 6. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan konsentrasi BAP, NAA dan interaksi antara kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase eksplan membentuk tunas.
Rataan persentase eksplan membentuk tunas dari perlakuan konsentrasi
BAP dan NAA dapat dilihat pada Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap eksplan membentuk
tunas (%)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
80.00
80.00
60.00
90.00
310.00
77.50
N1
80.00
80.00
90.00
100.00
350.00
87.50
N2
80.00
90.00
80.00
90.00
340.00
85.00
N3
90.00
70.00
60.00
80.00
300.00
75.00
Total
330.00
320.00
290.00
360.00
1300.00
325.00
Rataan
82.50
80.00
72.50
90.00
325.00
81.25
Jumlah Tunas (tunas)
Data pengamatan dan sidik ragam jumlah tunas dapat dilihat pada
Lampiran 7 – 9. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi
BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas sedangkan konsentrasi NAA dan
interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas.
Rataan jumlah tunas dari perlakuan konsentrasi BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah tunas (tunas)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
5.20
3.40
2.00
2.00
12.60
3.15
N1
6.00
2.20
2.80
2.40
13.40
3.35
N2
3.00
3.00
1.60
2.40
10.00
2.50
N3
2.80
2.00
1.20
2.00
8.00
2.00
Total
17.00
10.60
7.60
8.80
44.00
11.00
Rataan
4.25 a
2.65 b
1.90 b
2.20 b
11.00
2.75
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan
pengaruh tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah tunas pada perlakuan BAP,
jumlah tunas yang tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pemberian BAP dalam
media MS (B0) yaitu sebesar 4.25 tunas yang berpengaruh nyata terhadap semua
perlakuan dan terendah pada B2 yaitu sebesar 1.9 tunas. Pengaruh konsentrasi
BAP pada jumlah tunas dapat dilihat pada Gambar 1.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Tunas (tunas)
4.50
0
4.00
3.50
3.00
2
y = 0.475x - 2.115x + 4.26
R2 = 0.9994
1
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
3
2
0
1
2
3
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 1. Hubungan konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas
Panjang Tunas (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam panjang tunas dapat dilihat pada
Lampiran 10 – 12. Dari tabel sidik ragan diketahui bahwa perlakuan konsentrasi
BAP berpengaruh nyata terhadap panjang tunas sedangkan konsentrasi NAA dan
interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas.
Rataan panjang tunas dari perlakuan konsentrasi BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang tunas (cm)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
3.50
2.22
1.34
2.00
9.06
2.27
N1
3.48
2.32
1.32
1.94
9.06
2.27
N2
2.56
2.50
1.52
1.56
8.14
2.04
N3
2.40
2.76
1.48
1.62
8.26
2.07
Total
11.94
9.80
5.66
7.12
34.52
8.63
Rataan
2.99 a
2.45 b
1.42 c
1.78 c
8.63
2.16
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa panjang tunas pada perlakuan BAP
terpanjang terdapat pada perlakuan tanpa pemberian BAP dalam media MS (B0)
yaitu sebesar 2.99 cm yang berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan dan
Universitas Sumatera Utara
terendah pada B2 yaitu sebesar 1.42 cm. Pengaruh konsentrasi BAP pada panjang
tunas dapat dilihat pada Gambar 2.
Panjang Tunas (cm)
3.50
y = -0.465x + 2.855
r = -0.7384
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 2. Hubungan konsentrasi BAP terhadap panjang tunas
Jumlah Akar (buah)
Data pengamatan dan sidik ragam jumlah akar dapat dilihat pada
Lampiran 13 -15. Dari tabel sidik ragam diketahui bahwa perlakuan konsentrasi
BAP, NAA dan interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah akar.
Rataan jumlah akar dari perlakuan konsentrasi BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah akar (buah)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
2.80
3.00
1.60
2.60
10.00
2.50
N1
3.80
3.20
3.80
2.40
13.20
3.30
N2
2.20
3.20
1.80
2.60
9.80
2.45
N3
4.40
4.20
1.80
1.80
12.20
3.05
Total
13.20
13.60
9.00
9.40
45.20
11.30
Rataan
3.30
3.40
2.25
2.35
11.30
2.83
Universitas Sumatera Utara
Panjang Akar (cm)
Data pengamatan dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 16 -18.
Dari tabel sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan konsentrasi BAP
berpengaruh nyata terhadap panjang akar sedangkan perlakuan konsentrasi NAA
dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang
akar.
Rataan panjang akar dari perlakuan konsentrsai BAP dan NAA dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap panjang akar (cm)
Perlakuan
B0
B1
B2
B3
Total
Rataan
N0
1.18
0.50
0.22
0.22
2.12
0.53
N1
1.42
0.76
0.48
0.60
3.26
0.82
N2
0.38
0.62
0.30
0.80
2.10
0.53
N3
0.92
0.48
0.20
0.26
1.86
0.47
Total
3.90
2.36
1.20
1.88
9.34
2.34
Rataan
0.98 a
0.59 b
0.30 b
0.47 b
2.34
0.58
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa panjang akar pada perlakuan BAP
terpanjang pada perlakuan tanpa pemberian BAP dalam media MS (B0) yaitu
sebesar 0.98 cm yang berpengaruh nyata pada semua perlakuan dan terpendek
pada B2 yaitu sebesar 0.30 cm. Pengaruh perlakuan BAP terhadap panjang akar
dapat dilihat pada Gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
Panjang Akar (cm)
1.20
y = 0.1388x 2 - 0.5968x + 0.9932
R2 = 0.973
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Konsentrasi BAP(mg/l)
Gambar 3. Hubungan konsentrasi BAP terhadap panjang akar
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan
Pengaruh BAP Terhadap Mikropropagasi Tunas Anggrek
Dari hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa pemberian
konsentrasi BAP yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah tunas, panjang tunas, panjang akar tetapi berpengaruh tidak nyata pada
persentase pertumbuhan eksplan, persentase eksplan membentuk tunas, dan
jumlah akar.
Pada peubah amatan jumlah tunas, rataan terbanyak terdapat pada
perlakuan B0 yaitu sebesar 4.25 tunas dan paling rendah terdapat pada perlakuan
B2 yaitu sebesar 1.9 tunas. Sama halnya dijumpai pada peubah amatan panjang
tunas, rataan tertinggi terdapat pada perlakuan B0 yaitu sebesar 2.99 cm dan
paling rendah terdapat pada perlakuan B2 yaitu sebesar 1.42 cm. Hal ini diduga
karena pengaruh hormon endogen yang jumlahnya bervariasi pada eksplan yang
dikulturkan, selain itu
komposisi media dan keadaan lingkungan yang
mendukung sehingga media MS saja tanpa perlakuan sudah cukup untuk
pertumbuhan dan perkembangan tunas. Ini sesuai dengan literatur Gunawan
(1995) yang menyatakan arah pertumbuhan dan perkembangan ditentukan oleh
komposisi media, bagian tanaman yang dijadikan eksplan dan lingkungan
tumbuhnya. Mantel at al (1978) juga menyatakan bahwa medium basal MS saja
tanpa perlakuan ZPT dapat digunakan untuk mikropropagasi baik dengan
perlakuan terhadap eksplan maupun tanpa perlakuan.
Untuk peubah amatan panjang akar, rataan tertinggi terdapat pada
perlakuan B0 yaitu sebesar 0.98 cm dan paling rendah terdapat pada perlakuan B2
yaitu sebesar 0.30 cm. Hal ini menunjukkan eksplan yang dikulturkan pada media
Universitas Sumatera Utara
tanpa penambahan BAP dan NAA memperlihatkan pertumbuhan (pemanjangan)
akar yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain. Hal ini
membuktikan bahwa sel akar umumnya mengandung cukup atau hampir cukup
auksin untuk memanjang secara normal (Salisburry and Ross, 1992). Hasil ini
diperkuat oleh hasil penelitian Ammirato (1986) bahwa beberapa sel tanaman
dapat tumbuh dan berkembang dan selanjutnya beregenerasi menjadi tanaman
baru dalam media tanpa hormon tumbuh. Dengan demikian, tanpa suplai auksin
dan sitokinin secara eksogen, akar tanaman akan tetap tumbuh dan memanjang.
Disamping itu Yusnita (2003) juga menyatakan bahwa, akar adventif belum
muncul, tetapi jika tunas tersebut dipindahkan ke media tanpa ZPT, akar akan
tetap tumbuh. Sel-sel dibagian bawah tunas, yang sebelumnya bersentuhan dengan
signal hormonal (auksin) telah mengalami perubahan yang stabil, yaitu terbentuk
akar. Jika signal lingkungan maupun hormonal tidak ada lagi, perkembangan akar
tetap terjadi.
Perlakuan konsentrasi BAP berpengaruh tidak nyata terhadap persentase
pertumbuhan eksplan, persentase eksplan membentuk tunas dan jumlah akar.
Fenomena ini dapat saja terjadi akibat rasio (konsentrasi yang berimbang) pada
jaringan tanaman yang tidak mendukung proses morfogenesis. Walaupun
diberikan perlakuan BAP. Ini dapat diakibatkan oleh jenis dan konsentrasi
sitokinin atau auksin yang kurang sesuai. Hal ini sesuai dengan Wattimena (1992)
yang menyatakan konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing ZPT tersebut
(auksin dan sitokinin) tergantung kondisi kultur serta jenis sitokinin dan auksin
yang digunakan. Murashige and Skoog (1962) menyatakan ratio sitokinin dan
auksin dalam medium menentukan tipe pertumbuhan dan perkembangan eksplan
yang ditanam.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh NAA Terhadap Mikropropagasi Tunas Anggrek
Dari data yang dianalisis secara statistik diketahui bahwa perlakuan
konsentrasi NAA berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan.
Hal ini diduga karena jenis dan konsentrasi auksin yang diberikan belum tepat
sehingga tidak mampu memberikan peng