Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

INDUKSI TUNAS MIKRO TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) DARI EKSPLAN NODUS PADA MEDIA WPM DENGAN PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN (BAP) DAN NAFTALEN ASAM ASETAT (NAA)
SKRIPSI OLEH : LIDYA SUNDARI / 100301041 AGROTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

INDUKSI TUNAS MIKROTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) DARI EKSPLAN NODUS PADA MEDIA WPM DENGAN PEMBERIAN BENZIL AMINO PURIN (BAP) DAN NAFTALEN ASAM ASETAT (NAA)
SKRIPSI OLEH : LIDYA SUNDARI / 100301041 AGROTEKNOLOGI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian :Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.)

dari Eksplan Nodus pada Medium WPM dengan Pemberian

Benzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

Nama

: Lidya Sundari


NIM

: 100301041

Program Studi : Agroteknologi

Minat Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

(Luthfi A. M Siregar, SP. MSc. Ph.D) Ketua

(Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP. MP.) Anggota

Mengetahui :
(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M. Sc.) Ketua Program Studi Agroteknologi

Universitas Sumatera Utara


ABTRACT
LIDYA SUNDARI, 2014 : Induction of Rubber Microshoot from Node Explant in WPM Medium with Benzyl Amino Purine (BAP) and Naphthalene Acetic Acid (NAA), supervised by Luthfi A. M Siregar andDiana Sofia Hanafiah.
The aimed of the research to determine the best medium for shoot induction of rubber tree(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) from node explantin WPM Medium withcombination of Benzyl Amino Purine (BAP) and Naphthalene Acetic Acid (NAA). The research was carried out in the Microccuting Laboratory, PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia, from April to June 2014. The research used complete random design with sixteen treathments and five replications
The results showed that combination of BAP and NAA gave significantly different on total shoot, and percent of shoot induction. At the same time for parameter shoots length, leaves number and percent of leaf induction combination concentrated BAP and NAA showed no significantly different. The medium WPM + BAP 0.5 mg/l dan NAA 0 mg/l was the the best combination concentrated to produce leaf of microshoot rubber. Keywords: rubber, multiplication, BAP, NAA
ABSTRAK
Universitas Sumatera Utara

LIDYA SUNDARI, 2014 : Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) dari Eksplan Nodus pada Medium WPM dengan PemberianBenzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asetat Acid (NAA),dibimbing oleh Luthfi A. M Siregar dan Diana Sofia Hanafiah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan medium yang tepat pada induksi tunas mikro tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dari eksplan nodus pada medium WPM dengan pemberian Benzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asam Asetat (NAA). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Microcutting Tanaman Karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia, dimulai pada bulan April 2014 sampai dengan Juni 2014. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap non faktorial dengan 16 perlakuan dan 5 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh BAP dan NAA berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan persentase munculnya tunas. Sedangkan untuk parameter panjang tunas, jumlah daun, dan persentase munculnya daun tidak memberikan pengaruh nyata. Media WPM + perlakuan zat pengatur tumbuh 0.5 mg/l BAP dan0 mg/l NAA merupakan konsentrasi terbaik dalam menghasilkan pertumbuhan daun pada tunas mikro tanaman karet. Kata kunci : karet, multiplikasi, BAP, NAA
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Lidya Sundari, dilahirkan di Medan pada tanggal 7 Juli 1992 dari ayahandaAli Sugito dan ibundaSumi Raya Ginting. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD Swasta Melati lulus pada tahun 2004, SMP N 20 Medan lulus tahun 2007 dan tahun 2010 penulis lulus dari SMA N 16 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama)pada program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan membantu dosen sebagai asisten dalam menjalankan praktikum di Laboratorium Teknologi Benih, Bioteknologi Pertanian dan Kultur Jaringan.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III, Kebun Labuhan Haji Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara dari Juli -Agustus 2013.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell.Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media WPM Dengan PemberianBenzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asam Asetat (NAA)”yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc. Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP. MP. selaku anggota komisi pembimbingyang telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ali Sugito dan Ibunda Sumi Raya Ginting atas kasih sayang, semua dukungan dan doanya kepada penulis. Kepada adik saya tercinta Muhammad Rifki atas segala doa dan dukungannya. Disamping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Irvin Fauzan Lubis, SP. MM selaku Staf urusan Inkubasi Bisnis Karet PTPN III Kebun Gunung Pamela, staff PT. Perkebunan Nusntara III Kebun Gunung Pamela, Laboran Asni, SP dan Rudi yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian dan juga kepada seluruh teman-teman mahasiswa Agroteknologi 2010 yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangansehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
Universitas Sumatera Utara

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukan.
Medan, Maret 2014 Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRACT .............................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. ix
KATA PENGANTAR .............................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................ xi

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................. 1 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 Hipotesa Penelitian............................................................................ 5 Kegunaan Penelitian.......................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6 Botani Tanaman ................................................................................ 6 Kultur Jaringan.................................................................................. 7 Eksplan ............................................................................................ 9 Media Kultur Jaringan ...................................................................... 11 Lingkungan In Vitro .......................................................................... 12 Zat Pengatur Tumbuh........................................................................ 15
BAHAN DAN METODE .......................................................................... 20 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................ 20 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................. 20 Metode Penelitian ............................................................................. 20
PELAKSANAAN PENELITIAN .............................................................. 23 Sterilisasi Alat-Alat ........................................................................... 23 Pembuatan Media.............................................................................. 23 Sterilisasi Bahan Tanaman di Lapangan ............................................ 24 Pengambilan Bahan Tanaman ........................................................... 25 Sterilisasi Bahan Tanaman di Laboratorium ...................................... 25 Persiapan Ruang Tanam .................................................................... 26 Penanaman........................................................................................ 26
Universitas Sumatera Utara

Pemeliharaan Eksplan ....................................................................... 27 Peubah Amatan.......................................................................................... 27
Persentase Munculnya Tunas (%)...................................................... 27 Jumlah Tunas (tunas) ........................................................................ 27 Panjang Tunas (cm)........................................................................... 27 Persentase Terbentuknya Daun (%) ................................................... 28 Jumlah Daun (helai) .......................................................................... 28 Umur Munculnya Tunas (hari) .......................................................... 28 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 29 Hasil ......................................................................................................... 29 Persentase Munculnya Tunas (%)...................................................... 29 Jumlah Tunas (tunas) ........................................................................ 30 Panjang Tunas (cm)........................................................................... 31 Persentase Terbentuknya Daun (%) ................................................... 32 Jumlah Daun (helai) .......................................................................... 33 Umur Munculnya Tunas (hari) .......................................................... 34 Pembahasan .............................................................................................. 36 Pengaruh pemberian BAP dan NAA terhadap induksi tunas tanaman karet ................................................................................................. 36 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 43 Kesimpulan ..................................................................................... 43 Saran ............................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Hal. 1. Persentase munculnya tunas (%) dalam media WPM + konsentrasi BAP
dan NAA dari eksplan nodus 6 minggu setelah pengkulturan .................... 29 2. Jumlah tunas (tunas) dalam media WPM + konsentrasi BAP dan NAA
dari eksplan nodus 6 minggu setelah pengkulturan .................................... 31 3. Panjang tunas (cm) dalam media WPM + konsentrasi BAP dan NAA
dari eksplan nodus 6 minggu setelah pengkulturan .................................... 31 4. Persentase terbentuknya daun (%) dalam media WPM + konsentrasi
BAP dan NAA dari eksplan nodus 6 minggu setelah pengkulturan ............ 32 5. Jumlah daun (helai) dalam media WPM + konsentrasi BAP dan NAA
dari eksplan nodus 6 minggu setelah pengkulturan Pengaruh kombinasi konsentrasi BAP dan NAA terhadap jumlah daun (helai) .......................... 33 6. Umur munculnya tunas (hari) dalam media WPM + konsentrasi BAP dan NAA dari eksplan nodus 6 minggu setelah pengkulturan........................... 34
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No. Hal. 1. Eksplan membentuk tunas......................................................................... 30 2. Induksi tunas eksplan buku (a) pada media WPM dengan perlakuan A4 (0.5
mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA) dan (b) A12 (1.5 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA) setelah 6 MST ........................................................................................... 30 3. Eksplan membentuk daun.......................................................................... 33
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal. 1. Data Pengamatan Persentase Munculnya Tunas (%).................................. 48 2. Data Transformasi Persentase Munculnya Tunas Arcsin √P ...................... 48 3. Daftar Sidik Ragam Persentase Munculnya Tunas..................................... 49 4. Data Pengamatan Jumlah Tunas (Tunas) ................................................... 49 5. Data Transformasi Jumlah Tunas (tunas) √X+0.5...................................... 50 6. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas ............................................................ 50 7. Data Pengamatan Panjang Tunas (cm)....................................................... 51 8. Data Transformasi Panjang Tunas √X+0.5 ................................................ 51 9. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas (cm)................................................... 52 10. Data Pengamatan Persentase Terbentuknya Daun (%)............................... 52 11. Data Pengamatan Jumlah Daun (Helai) ..................................................... 53 12. Data Transformasi Jumlah Daun √X+0.5................................................... 53 13. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun ............................................................. 54 14. Data Pengamatan Umur Munculnya Tunas (Hari) ..................................... 54 15. Lampiran Foto Penelitian .......................................................................... 55 16. Komposisi Medium Woody Plant Medium (WPM) ................................... 56 17. Bagan Penelitian ....................................................................................... 57 18. Kegiatan Penelitian ................................................................................... 58
Universitas Sumatera Utara

ABTRACT
LIDYA SUNDARI, 2014 : Induction of Rubber Microshoot from Node Explant in WPM Medium with Benzyl Amino Purine (BAP) and Naphthalene Acetic Acid (NAA), supervised by Luthfi A. M Siregar andDiana Sofia Hanafiah.
The aimed of the research to determine the best medium for shoot induction of rubber tree(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) from node explantin WPM Medium withcombination of Benzyl Amino Purine (BAP) and Naphthalene Acetic Acid (NAA). The research was carried out in the Microccuting Laboratory, PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia, from April to June 2014. The research used complete random design with sixteen treathments and five replications
The results showed that combination of BAP and NAA gave significantly different on total shoot, and percent of shoot induction. At the same time for parameter shoots length, leaves number and percent of leaf induction combination concentrated BAP and NAA showed no significantly different. The medium WPM + BAP 0.5 mg/l dan NAA 0 mg/l was the the best combination concentrated to produce leaf of microshoot rubber. Keywords: rubber, multiplication, BAP, NAA
ABSTRAK
Universitas Sumatera Utara

LIDYA SUNDARI, 2014 : Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) dari Eksplan Nodus pada Medium WPM dengan PemberianBenzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asetat Acid (NAA),dibimbing oleh Luthfi A. M Siregar dan Diana Sofia Hanafiah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan medium yang tepat pada induksi tunas mikro tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dari eksplan nodus pada medium WPM dengan pemberian Benzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asam Asetat (NAA). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Microcutting Tanaman Karet PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia, dimulai pada bulan April 2014 sampai dengan Juni 2014. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap non faktorial dengan 16 perlakuan dan 5 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi zat pengatur tumbuh BAP dan NAA berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan persentase munculnya tunas. Sedangkan untuk parameter panjang tunas, jumlah daun, dan persentase munculnya daun tidak memberikan pengaruh nyata. Media WPM + perlakuan zat pengatur tumbuh 0.5 mg/l BAP dan0 mg/l NAA merupakan konsentrasi terbaik dalam menghasilkan pertumbuhan daun pada tunas mikro tanaman karet. Kata kunci : karet, multiplikasi, BAP, NAA
Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berasal dari Brazilia,
Amerika Selatan tepatnya di wilayah Amazon Brazilia. Tanaman karet mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1864 di Jawa Barat. Sedangkan perkebunan karet dimulai di Sumatera Utara tahun 1903, dan di Jawa tahun 1906 (Semangun, 2000). Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di antaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta (Janudianto, dkk, 2013).
Luas areal perkebunan karet yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) saat ini terdiri atas 45.327 ha kebun eksisting dan 9.150 ha kebun plasma. Dengan asumsi setiap tahun dilakukan peremajaan sebesar 5 % dari luas areal tersebut maka diperlukan bahan tanaman karet sebanyak 1,5 juta bibit per tahun. Kebutuhan tersebut diperoleh secara konvensional yaitu menggunakan batang bawah dari biji dan batang atas dari klon-klon yang direkomendasikan (Muluk, 2009).
Perbanyakan bibit karet sampai saat ini masih dilakukan dengan cara okulasi, sehingga diperlukan ketersediaan batang atas dan batang bawah. Batang atas adalah tanaman karet klonal karena diperbanyak dari bagian vegetatif menggunakan mata tunas, sedangkan batang bawah adalah tanaman asal biji (Haris, 2013). Batang bawah merupakan tanaman asal biji (seedling) sehingga ketersediaannya sangat tergantung pada musim biji yang umumnya hanya berlangsung satu kali dalam setahun. Menurut Pratama (2008) biji berasal dari klon - klon, seperti GT 1, PB 260, RRIC 100, dan AVROS 2037. Perbanyakan
Universitas Sumatera Utara

batang bawah secara klonal seharusnya juga merupakan tanaman hasil seleksi. Namun ternyata hal tersebut tidak mudah karena sebagian besar klon-klon karet yang direkomendasikan untuk ditanam dalam skala luas kurang responsif terhadap lingkungan kultur in vitro (Haris, 2013).
Digunakannyabiji sebagai batang bawah memiliki beberapa dampak negatif, seperti perbedaan karakter awal dari genotipe (Pratama, 2008). Menurut Haris (2013) karakter genetik tanaman asal biji tidak sama antara satu individu dengan individu lainnya, meskipun masing-masing individu tanaman tersebut berasal dari spesies yang sama. Artinya batang bawah turut berperan dalam penampilan dan karakter tanaman karet secara keseluruhan sehingga meskipun batang atas merupakan tanaman klonal, namun karena didukung oleh batang bawah asal biji dari individu tanaman yang berbeda maka penampilan tanaman secara keseluruhan sebenarnya tidak persis sama. Hal ini dapat dilihat dari suatu luasan areal karet yang sama dan terdiri atas klon yang sama menampilkan karakter yang berbeda antar individu tanaman yaitu yang berhubungan dengan produksi lateks, tinggi pohon, diameter batang, ketahanan terhadap penyakit terutama penyakit akar, atau dalam karakter agronomi lainnya.
Salah satu alternatif untuk memenuhi permintaan bibit karet yang meningkat dan tidak bergantung dengan musim serta untuk menghasilkan batang bawah secara klonal yang homogen adalah dengan teknik kultur jaringan tanaman. Dan microcutting adalah prosesyang memanfaatkanteknologi berbasis kultur jaringanuntuk memperbanyaktanamandengan menggunakantunas aksilarsebagaieksplan (Haris et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara

Perbanyakan batang bawah tanaman karet secara klonal melalui teknologiin vitro microcutting telah berhasil dilakukan. Pengamatan di lapangan pada pertanaman muda menunjukkan pertumbuhan yang seragam dan memiliki bentuk konikal pada batang bagian bawah (Carron et al., 2000; Carron et al., 2003). Kemudian percobaan yang dilakukan Gunatilleke dan Chandra (1998) menunjukkan adanya multiplikasi pertumbuhan eksplan karet yang dikulturkan di medium setengah MS, medium MS dengan dan tanpa penambahan BAP 0.5 mg/l dan IAA 0.5 mg/l.
Teknologi microcutting telah dikembangkan oleh tim CIRAD-Perancis sepanjang tahun 1980-1990-an dan telah melakukan kerjasama dengan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan Balai Penelitian Karet Sungei Putih. Namun hingga saat ini belum ada publikasi resmi yang menjelaskan secara rinci media apa yang cocok untuk kultur in vitro tanaman karet.
Beberapa medium dasar yang banyak digunakan dalam kultur jaringan antara lain media dasar Murashige dan Skoog yang dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media dasar White sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media dasar Vacin dan Went digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan Nitsch digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media dasar Schenk dan Hildebrandlt untuk kultur jaringan tanaman monokotil, media dasar WPM (Woody Plant Medium) khusus untuk tanaman berkayu. Dari sekian banyak medium di atas, yang paling banyak digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS) (Widyastuti, 2002).
Universitas Sumatera Utara

Media WPM (Woody Plant Medium) merupakan media dengan konsentrasi ion yang rendah pada jaman sesudah penemuan media MS. Media ini konsisten sebagai media untuk tanaman berkayu yang dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media tanaman berkayu lain (Gunawan, 1992).
Zat pengatur tumbuh BAP merupakan sitokinin yang berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan sel dan pertumbuhan (Dewi, 2008). Menurut Wattimena (1992) salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh. Benzil Amino Purin (BAP) adalah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin yang jika dikombinasikan dengan Naphtalane Asetic Acid (NAA) dari golongan auksin akan mendorong pembelahan sel dan pembentukan morfogenesis tanaman. Media kultur jaringan yang dirancang untuk tanaman berkayu sepeti buah-buahan adalah woody plant Medium / WPM hasil komposisi dari Llyoyd dan McCown, 1981. NAA adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang mampu mengatur berbagai proses pertumbuhan dan pemanjangan sel.
Untuk memenuhi kebutuhan batang bawah klonal karet dan untuk menemukan media yang cocok untuk pertumbuhan karet secara in vitro, maka peneliti tertarik untuk melakukan perbanyakan tanaman karetsecara in vitro pada medium WPM dengan pemberian Benzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asetat Acid (NAA) dari eksplan nodus tanaman karet.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian Untuk mendapatkan medium yang tepat pada induksi tunas mikro tanaman
karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) dari eksplan nodus pada medium WPM dengan pemberianBenzil Amino Purin (BAP) dan Naftalen Asam Astet (NAA). Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh kombinasi BAP dan NAA dalam medium WPM terhadap induksi tunas mikro dari eksplan nodus pada tanaman karet(Hevea brasiliensis Muell.Arg.). Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut:Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae , Kelas: Dicotyledonae, Ordo
:Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brasiliensisMuell Arg.(Setiawan dan Andoko, 2005).
Akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar tanaman karet merupakan akar batang bawah yang berfungsi menyerap air dan garam-garam mineral. Akar tumbuh pada stadia kaki burung (Syamsulbahri, 1996).
Tanaman karet adalah anggota famili Euphorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Daun berselangseling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin bertangkai, petiola pendek, hijau dan memiliki panjang 3,5-30,0 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk elips atau bulat telur, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Daun tanaman karet adalah trifoliata. Tangkai daun panjang, serat daun tampak jelas, kasar. Daunnya tersusun melingkar batang (spiral), berambut. Bunganya bergerombol muncul dari ketiak daun (axilary), individu bunga bertangkai pendek, bunga betina terletak diujung (Syamsulbahri, 1996).
Bunga yang keluar dari ranting – ranting yang baru bersemi itu berbentuk bunag majemuk dimana satu tangkai bunga tersusun dari banyak bunga. Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap – tiap karangan bunga bercabang – cabang (Setyamidjaja, 1993).
Universitas Sumatera Utara

Buah beruang tiga, jarang yang beruang empat hingga enam, diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3,4 atau 6 cocci berkatup dua, perikarp berbatok, endokarp berkayu (Sianturi, 2001).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya tiga, kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas (Tim Penulis PS, 2008). Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003).

Teknik kultur jaringan dimulai ketika Schwan dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom dan pada prinsinya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Jaringan tanaman dapat diisolasi dan di kultur hingga berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya (Zulkarnain, 2009).
Perbanyakan in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu melalui organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis adalah suatu proses untuk membentuk dan menumbuhkan tunas dari jaringan meristematik. Regenerasi eksplan menjadi organ dan planlet dapat diperoleh melalui jalur organogenesis langsung dan tidak langsung. Organogenesis langsung yaitu
Universitas Sumatera Utara

eksplan langsung menumbuhkan sel meristematik yang kemudian berdiferensiasi menjadi organ (tunas, daun atau akar), sedangkan organogenesis tidak langsung terjadi pembentukan kalus terlebih dahulu. Embriogenesis merupakan proses perkembangan sel vegetatif atau sel-sel somatik yang diperoleh dari berbagai sumber eksplan (Zulkarnain 2009).
Kultur in vitro tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dapat dilakukan dengan microcutting dan embriogenesis somatik (Nayanakantha dan Seneviratne, 2007; Montoro et al., 2010). Teknologi in vitro microcutting karet dikembangkan untuk menghasilkan batang bawah klonal (Carron dan Enjalric, 1983) guna memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas batang bawah yang selama ini dihasilkan dari biji. Meningkatnya kebutuhan batang bawah menyebabkan ketersediaan biji tidak mencukupi lagi karena tergantung pada beberapa klon karet penghasil biji batang bawah dan pada musim biji yang hanya berlangsung satu kali dalam setahun. Di samping itu, kelemahan lain dari penggunaan bibit asal biji sebagai batang bawah adalah adanya keragaman batang bawah dan kekurang-mampuan kombinasi batang atas dan batang bawah menampilkan potensi produksi dan karakter unggul lain secara maksimal karena perbedaan tingkat juvenilitas (Abbas dan Ginting, 1981).
Microcutting merupakan salah satu teknik mikropropagasi tanaman berbasis kultur in vitro dan telah berhasil diaplikasikan untuk perbanyakan tanaman karet asal biji (seedling) dengan menggunakan tunas aksilar sebagai eksplan (Carron dan Enjarlic, 1983). Proses perbanyakan tanaman karet melalui teknologi microcutting terdiri atas beberapa tahap, yaitu kultur primer (primary culture), multiplikasi, conditioning (hardening), induksi dan inisiasi perakaran serta aklimatisasi (Carron et al., 2005). Kultur primer merupakan tahap
Universitas Sumatera Utara

penanaman eksplan pada medium pertumbuhan steril untuk menginisiasi kultur aseptik, yang merupakan tahap awal dalam teknologi kultur jaringan (Ahloowalia et al., 2002). Eksplan pada tahapan kultur primer merupakan potongan batang tanaman karet muda yang dipelihara dalam polibeg di rumah kaca dan eksplan tersebut memiliki minimal satu mata tunas aksilar (auxiliary bud). Dalam kondisi in vitro, eksplan yang bebas dari kontaminan dan tumbuh baik dapat diperbanyak melalui subkultur berulang-ulang sehingga kultur primer merupakan tahap yang menentukan untuk keberhasilan dan keberlanjutan perbanyakan tanaman menggunakan teknologi tersebut (Haris et al., 2009).
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristemnya misalnya daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Apabila menggunakan embrio atau bagian-bagian biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Eksplan
Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenetik, ukuran eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur. Umumnya, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda
Universitas Sumatera Utara

mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-sel masih aktif membelah diri, dan

relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003).

Menurut Gunawan (1995), ukuran eksplan yang dikulturkan turut


menentukan keberhasilan dari suatu teknik kultur jaringan. Ukuran eksplan yang

terlalu kecil akan kurang daya tahannya bila dikulturkan. Sedangkan bila

ukurannya terlalu besar akan sulit didapatkan eksplan yang steril.

Kondisi fisiologi eksplan memiliki peranan penting bagi keberhasilan

teknik kultur jaringan. Pada umumnya bagian-bagian vegetatif lebih siap

beregenerasi daripada bagian generatif. Eksplan mata tunas yang diperoleh dari

tanaman yang sedang istirahat, lebih sulit berproliferasi daripada mata tunas yang

diperoleh dari tanaman yang sedang aktif tumbuh. Sama halnya dengan kasus

dormansi pada eksplan biji (Zulkarnain, 2009).

Kajian kultur in vitro pada Hevea telah dilakukan melalui pendekatan


kultur tunas pucuk, kultur tunas, somatik embriogenesis, dan transformasi genetik.

Sebuah studidilakukandiLembaga PenelitianKaret Indiadenganklon unggul

karetmenggunakaneksplan pucukyang berasal daripohon dewasa

Menurut

Sinhaetal.

(1985),

awalnyatunasyangberegenerasidari

beberapaklonkaretmengalami kegagalan dalam hal pembentukan akar.

Asokaetal.(1988) mengkulturkan tunas ujung pucuk yangberasal

daripohonklonaldan melaporkan bahwa terjadi perkembangan pada tunas dan


akar.Planlet yang telah berakardariempatklon karetberhasil dipindahkanke

lapangandanprogramevaluasi lapangandapat dilaksanakan(Thulaseedharan, 2002).

Terdapat beberapa informasi tentang mikropropagasiHevea yang

menggunakaneksplan yang berbeda, sebagian besar berasal dari bibit

(Thulaseedharan et al., 2000). Akan tetapi, bagian tanaman karet yang efisien

Universitas Sumatera Utara

untuk perbanyakan skala besar klon Hevea masih belum berkembang. Paranjothy dan Glandimethi (1976) mencoba mengkulturkan tunas ujung pucuk (panjang 2-3 cm), yang berasal dari perbanyakan pertama dengan biji. Walaupun tunas ini mengalami perakaran di medium cair MS, namun tunas tersebut mengalami kegagalan pertumbuhan pada medium MS padat. Kemudian Enjarlic dan Carron (1982), menggunakan tunas yang berasal dari tanaman asal biji yang berumur 1-3 tahun di rumah kaca sebagai eksplan untuk dikembangkan menjadi tanaman berakar. Media Kultur Jaringan
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Media kultur tersebut, fisiknya dapat berbentuk cair atau padat. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara invitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan di tanah, meliputi hara-hara makro dan mikro Komponen media kultur yang lengkap sebagai berikut. 1. Air distilasi (akuades) atauair bebas ion sebagai pelarut atau solven. 2. Hara makro dan mikro 3. Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi 4. Vitamin, asam amino dan bahan organik lain 5. Zat Pengatur Tumbuh 6. Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan 7. Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media (Yusnita, 2003).
Teknik kultur jaringan menekankan lingkungan yang cocok agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok, sebagian akan terpenuhi
Universitas Sumatera Utara

bila media yang dipilih mempertimbangkan apa saja yang diperlukan oleh tanaman. Secara umumkebutuhan nutrisi kebanyakan tanaman sama, tetapi secara khusus hal tersebut berbeda. Kesamaannya adalah tanaman memerlukan hara makro dan mikro, vitamin–vitamin, karbohidrat (gula), asam amino dan Norganik, zat pengatur tumbuh, zat pemadat dan kadang ada penambahan bahan– bahan seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, buffer organik, ataupun arang aktif. Kebutuhan setiap tanaman berdeda pada hal komposisi dan jumlah yang diperlukan (Santoso dan Nursandi, 2001).
Medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (disebut sebagai planlet), sedangkan medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang digunakan mengandung lima komponen utama yaitu senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh dan suplemen organik (Yuwono, 2008). Lingkungan In Vitro
Kondisi lingkungan yang menentukan keberhasilan pembiakan tanaman dengan kultur jaringan meliputi cahaya, suhu, dan komponen atmosfer. Cahaya dibutuhkan untuk mengatur proses morfogenetik tertentu. Dalam teknik kultur jaringan tanaman, cahaya dinyatakan dengan dimensi lama penyinaran, intensitas, dan kualitasnya. Kebutuhan lama penyinaran pada kultur jaringan tanaman merupakan pencerminan dari kebutuhan periodisitas tanaman yang bersangkutan di lapangan. Kualitas cahaya mempengaruhi arah diferensiasi jaringan. Energi radiasi mendekati spektrum ultra violet dan biru merupakan kualitas cahaya yang paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, sedangkanpembentukan akar dirangsang oleh cahaya merah dan sedikit cahaya biru. Untuk itu, pada tahap
Universitas Sumatera Utara

inisiasi dan multiplikasi tunas digunakan pencahayaan dengan lampu fluorescent (TL). Secara umum, intensitas cahaya yang optimal untuk tanaman pada kultur tahap inisiasi kultur adalah 0–1.000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1.000–10.000 lux, tahap pengakaran sebesar 10.000–30.000 lux, dan tahap aklimatisasi sebesar 30.000 lux (Yusnita, 2003).
Kultur jaringan tumbuh pada umumnya tumbuh di bawah tabung fluorscens pada intensitas 1000-5000 lux selama 26 jam (Yeoman, 1986). Dimana menurut Gunawan (1995), cahaya berperan didalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman yang disebut fotomorfogenesis yang artinya cahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian-bagian tanaman, misalnya tunas, pucuk dan lain-lain. Cahaya meliputi kualitas, intensitas cahaya dan lama penyinaran.
Faktor pentìng lain yang juga perlu mendapat perhatian, adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor–faktor kelarutan dari garam–garam penyusun media, pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garamgaram lain, dan efisiensi pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5.5-5.8 Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan menggunakan NaOH (kadang-kadang KOH) atau HCl pada waktu semua komponen sudah dicampurkan, seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah. Pada umumnya terdapat penurunan pH setelah disterilkan dalam autoclave. Untuk mencapai pH sekitar 5.7-5.9, George dan Sherrington (1984) membuatpH 7.0 dalam media yang belum disterilkan. Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar, Murashige dan Skoog (1962) dalam George dan Sherrington (1984)
Universitas Sumatera Utara

menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan memanaskan beberapa menit media dalam autoklaf, baru diadakan penetapan pH. Cara lain yang dilakukan adalah penetapan pH setelah media disterilkan dalam autoclave. Dalam wadah yang besar media disterilkan dan kemudian dititrasi dengan NaOH/HCl steril sampai pH yang diinginkan. Selanjutnya media dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah dipersiapkan di dalam air flow cabinet. Cara ini juga digunakan pada penelitian yang menggunakan media dengan pH rendah untuk tujuan seleksi (Gunawan, 1988).
Suhu yang umum digunakan untuk pengkulturan berbagai jenis tanaman adalah ± 26°C. Untuk kebanyakan tanaman, suhu yang terlalu rendah (kurang dari 20°C) dapat menghambat pertumbuhan dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari 32°C) menyebabkan tanaman merana (Yusnita, 2003). Zat Pengatur Tumbuh
Keberadaan hormon dan zat pengatur tumbuh dalam kegiatan kultur jaringan adalah mutlak. Karena kegiatan kultur jaringan umumnya menggunakan bahan tanam yang tidak lazim (sel, jaringan atau organ) dan budidayanya adalah budidaya yang terkendali. Pengaturan proses tumbuh dan berkembangnya eksplan dapat dilakukan dengan mengatur macam dan konsentrasi hormon atau zpt tertentu sehingga menghasilkan kombinasi yang tepat sesuai dengan harapan (Santoso dan Nursandi, 2001).
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin (Gunawan, 1992). NAA (Naftaleine Asetat Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara

sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan. Adapun kinetin (6-furfury amino purine) tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin. Kinetin adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya menyerupai IAA (indole3-acetid acid). Pierik (1997) menyatakan bahwa pada umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun kehadiranya dalam medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang rendah akan meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan konsentrasi tinggi merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis (Zulkarnain, 2009).
Auksin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah indole3-acetic acid (IAA), α-naphthylacetic acid (α-NAA), dan 2,4-dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D). Jenis-jenis auksin yang lain seperti 2,4,5trichlorophenoxyacetid acid (2,4,5-T), indole-3-butyric acid (IBA), dan Pchlorophenoxyyacetic acid (4-CPA) juga merupakan senyawa yang efektif, tetapi penggunaanya tidak sebanyak tiga jenis auksin yang disebut terlebih dahulu. 2,4,5-T dapat meningkatkan pembentukan kalus pada kultur in vitro tanaman bijibijian, sedangkan IBA sangat efektif untuk menginduksi perakaran.IAA merupan auksin yang disintesis secara alamiah di dalam tubuh tanaman, namun senyawa ini
Universitas Sumatera Utara

mudah mengalami degradasi akibat pengaruh cahaya dan oksidasi enzimatik. Oleh karena itu, IAA biasanya diberikan pada konsentrasi yang relatif tinggi (1-30 mg L-1). Sementara itu α-NAA yang merupakan auksin sintetik tidak mengalami oksidasi enzimatik seperti halnya IAA. Senyawa tersebut dapat diberikan pada medium kultur pada konsentrasi yang lebih rendah, berkisar antara 0,1-2,0 mg L-1 (Zulkarnain, 2009).
Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang sangat penting sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Seperti halnya pada auksin, selain sitokinin alami juga terdapat sintesisnya yang tergolong dalam zat pengatur tumbuh. Kinetin adalah merupakan sitokinin yang pertama kali ditemukan oleh mahasiswa profesor Skoog’s bernama Carlos Miller (1954) pada laboratorium di Universitas Wisconsin, yaitu senyawa yang sangat aktif yang terbentuk dari hasil penguraian sebagian DNA tua sperma ikan hering atau DNA yang diautoklaf yang menyebabkan terus tumbuhnya kalus tembakau (Santoso dan Nursandi, 2001).
Sitokinin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah kinetin, benziladenin (BA atau BAP), dan zeatin. Zeatin adalah sitokinin yang disintesis secara alamiah, sedangkan kinetin dan BA adalah sitokinin sintetik (Zulkarnain, 2009).
Dari beberapa penelitian yang utama dan sesuai dengan namanya jelas mempunyai kaitan erat dengan sel, Secara lebih luas peranya dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Sitokinin berperan dalam memacu pembentangan sel, pembesaran dan pembelahan sel. 2. Sitokinin berperan dalam penundaan senessen (penuaan). 3. Sitokinin berperan mengarahkan transport zat hara, yaitu memberi peran signal kearah mana zat hara akan dibawa atau ditransport. 4. Peran sitokinin
Universitas Sumatera Utara

yang lain adalah: mendorong proses morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan pembentukan buah partenokarpi. 5. dalam kultur jaringan sitokinin telah terbukti dapat menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, mendorong proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, mendorong pembentukan klorofil pada kalus (Santoso dan Nursandi, 2001).
Terdapat kisaran interaksi yang luas antara kelompok auksin dengan kelompok sitokinin. Kedua kelompok zat pengatur tumbuh tersebut berinteraksi pula dengan senyawa senyawa kimia lainya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti cahaya dan suhu. Pada kondisi tertentu auksin dapat bereaksi dengan menyerupai sitokinin, atau sebaliknya (Kyte, 1983). Meskipun demikian, baik auksin maupun sitokinin, keduanya sering kali diberikan secara bersamaan pada medium kultur untuk menginduksi pola morfogenesis tertentu, walaupun ratio yang dibutuhkan untuk induksi perakaran maupun pucuk tidak selalu sama, terdapat keragaman yang tinggi antargenus, antarspesies, bahkan antar kultivar dalam hal jenis takaran auksin dan sitokinin untuk menginduksi terjadinya morfogenesis (Zulkarnain, 2009).
Umumnya sitokinin paling banyak terdapat di organ muda (biji, buah, daun) dan di ujung akar. Daun, buah dan biji muda, tidak mudah memindahkan sitokininnya ke tempat lain, baik melalui xilem maupun floem. Sitokinin eksogen menghambat pertumbuhan in vitro jika konsentrasi zpt dalam jaringan menjadi berlebihan. Tidak mudah untuk mengatasi masalah ini tanpa mengukur konsentrasi dalam sitokinin pada irisan jaringan, terutama pada sel epidermis yang diduga menghalangi keseluruhan laju pemanjangan (Salisbury and Ross, 2002).
Universitas Sumatera Utara

Auksin terutama untuk pertumbuhan kalus, suspensi sel dan pertumbuhan akar. Bersama-sama sitokinin dapat mengatur tipe morfogenesis yang dikehendaki. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin ditentukan oleh kemampuan dari jaringan yang dikultur (eksplan) untuk mensintesis auksin secara alamiah. Pada sitokinin dengan konsentrasi tinggi yang mendorong proliferasi tunas sebaliknya menghambat penghambat akar. Zat pengatur pada eksplan tergantung dari zat pengatur tumbuh endogen dan zat pengatur eksogen yang diserap dari media tumbuh. Konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing ZPT auksin dan sitokinin tergantung dari jenis eksplan, genotip, kondisi kultur serta jenis auksin dan sitokinin yang dipergunakan (Wattimena dkk, 1992).
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Microcutting Tanaman Karet
PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan April 2014 sampai dengan Juni 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nodus dari

tanaman karetyang diambil dari koleksi tanaman karet di rumah kaca PT.

Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara,

Indonesia, eksplan yang digunakan dengan panjang 1,5-2 cm.

Bahan

penyusun media WPM, BAP, NAA, agar biotek, akuades steril, dan bahan lainnya

yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow

Cabinet (LAFC), autoklaf, steri box, tabung uji, timbangan analitik, rak kultur,

hot plate dengan magnetik stirer, erlenmeyer, gelas ukur, kaca tebal, pipet ukur,

gunting, scalpel, pinset, kertas plano, aluminium foil, lampu bunsen, pH meter,

oven, kompor gas, minisar, mikropipet, tip, pipet tetes, dan alat-alat lainnya yang

mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) non-faktorial dengan penambahan zat pengatur tumbuh sebagai berikut: A1 : 0,5 mg/l BAP + 0 mg/lNAA A2 : 0,5 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA A3 : 0,5 mg/l BAP + 0,25 mg/l NAA

Universitas Sumatera Utara

A4 : 0,5 mg/l BAP + 0,5 mg/lNAA A5 : 1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA A6 : 1 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA A7 : 1 mg/l BAP + 0,25 mg/l NAA A8 : 1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA A9 : 1,5 mg/l BAP + 0 mg/l NAA A10 : 1,5 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA A11 : 1,5 mg/l BAP + 0,25 mg/l NAA A12 : 1,5 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA A13 : 2 mg/l BAP + 0 mg/l NAA A14 : 2 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA A15 : 2 mg/l BAP + 0,25 mg/l NAA A16 : 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA

Jumlah perlakuan Jumlah ulangan Jumlah eksplan tiap tabung uji Jumlah seluruh eksplan Jumlah seluruh tanaman

: 16 :5 :1 : 80 : 80

Universitas Sumatera Utara

Model statistika yang digunakan sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + ε ijk

i = 1,2,3,4

j = 1,2,3, 4 k = 1,2,3,4,5

Yijk = Nilai pengamatan unit percobaan pada taraf perlakuan BAP ke-i, NAA

ke-j, dan ulangan ke-k

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh BAP ke-i

εijk = Galat percobaan

Jika perlakuan (konsentrasi BAP, konsentrasi NAA dan interaksi) berbeda

nyata dalam sidik ragam maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan

(DMRT) pada α = 5% (Steel and Torrie, 1995).

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi Alat-Alat Sebelum semua alat-alat disterilisasi dan alat-alat kaca digunakan untuk
kulturin vitromaka terlebih dahulu dicuci dan dikeringkan. Selanjutya tabung dibungkus dengan plastik tahan panas atau diletakkan pada rak tabung sedangkan untuk botol dapat langsung diletakkan pada autoklaf.Setelah itu, semua botol dan tabung uji dan alat lainnya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 17,5 psi selama 60 menit. Kemudian tabung uji dan botol disterilisasi kering di dalam oven

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Pengaruh Pemberian BAP (Benzil Amino Purin) dan NAA (Naftalen Asam Asetat) Terhadap Morfogenesis dari Kalus Sansevieria (Sansevieria cylindrica)

0 64 65

Mikropropagasi Tunas Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) Dengan Pemberian Benzil Amino Purin dan Naftalen Asam Asetat

3 41 63

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

0 0 15

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

0 0 15

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 0 12

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 0 13

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 0 13