28 mendapatkan beberapa parameter tumbuhan seperti populasi, lokasi, dan indeks
nilai penting Onrizal, 2008. Setelah pengamatan transek selesai, populasi P satwa dapat dihitung berdasarkan
persamaan:
dengan jarak terpendek satwa Y satwa dengan transek adalah:
Keterangan: A
: Luas wilayah yang disensus X
: Panjang transek Ni : Jumlah satwa yang terlihat
Z : Jumlah total satwa liar yang dijumpai
Indeks keanekaragaman Shannon Shannon’s index digunakan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis satwa dengan rumus Ludwig dan Reynold, 1988.
H = - Ʃ
pi In pi dengan pi = nin Keterangan:
H ’ : indeks keanekaragaman Shannon
ni : jumlah individu suatu jenis ke-i dalam bentuk petak ukur PU dan n adalah total jumlah individu dalam PU
3.4.4 Perencanaan Lanskap Ekowisata
3.4.4.1 Analisis Hasil inventarisasi dianalisis sehingga dapat ditentukan potensi dan kendala yang
merupakan karakter tapak, yaitu lokasi, topografi, iklim, tanah, hidrologi,
29 pemandangan view, fasilitas, vegetasi, dan satwa hutan mangrove. Berdasarkan
kondisi dan karakter tapak tersebut, maka alternatif aktivitas yang direncanakan selanjutnya disusun secara logis dan obyektif serta sesuai dengan kebutuhan
dengan pertimbangan keadaan sosial. 3.4.4.2 Sintesis
Hasil yang diperoleh di tahap analisis dikembangkan sebagai masukan untuk
memperoleh hasil sintesis yang sesuai dengan tujuan site plan. Potensi dikembangkan pemanfaatannya, sedangkan kendala dicari pemecahannya pada
tahap ini. Hasilnya berupa alternatif tindakan pemanfaatan dan pemecahaan masalah, dengan mempertimbangkan dampak dari kegiatan tersebut.
Hasil dari kegiatan inventarisasi, analisis, dan sintesis disajikan secara spasial,
dengan memanfaatkan berbagai teknik komputerisasi dengan memanfaatkan teknik Geographic Information System GIS menggunakan aplikasi ArcGIS,
yaitu kegiatan analisis dan overlay dari berbagai data yang sudah dikumpulkan, dan dilakukan lebih akurat.
3.4.4.3 Perencanaan Lanskap
Pengembangan dari konsep zonasi ruang dibuat pada proses ini, untuk
menghasilkan rencana pengembangan konsep. Pengembangan ini meliputi konsep ruang, jalur sirkulasi, dan tata hijau yang menunjang pengembangan kawasan
ekowisata serta rencana program untuk mendukung perencanaan. Dengan demikian, dihasilkan laporan tertulis berupa deskripsi dari masing-masing konsep
rencana, rencana program, dan bentuk grafis.
30 Tahap perencanaan menggunakan konsep pengembangan yang mengacu pada
tujuan serta fungsi yang telah ditetapkan. Konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk ruang, tata hijau, letak fasilitas, dan aktivitas tapak. Hasil
dari tahap ini adalah rencana tapak yang menggambarkan aktivitas dan fasilitas yang dapat dikembangkan, serta penataan penghijauan dalam pengembangan
kawasan wisata. Tahap perancangan adalah tahap akhir dari proses pengembangan lanskap
kawasan ekowisata. Produk yang dihasilkan pada tahap ini adalah gambar rencana tapak site plan yang dirancang menggunakan aplikasi AutoCAD dan
diilustrasikan tiga dimensi menggunakan aplikasi SkecthUP. Alur pemikiran perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Desa
Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran disajikan pada Gambar 6.
31
Keterangan: : Data
: Proses : Keputusan
Gambar 6. Diagram alur perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah:
1 Hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung memiliki banyak potensi untuk
dikembangkan sebagai ekowisata. Pantai Sari Ringgung memiliki potensi fisik antara lain lokasinya yang strategis dan dekat dengan dari pusat kota, kondisi
visual tapak yang sangat bervariasi, dan terdapat area wisata pantai yang indah. Pantai Sari Ringgung merupakan habitat bagi 14 jenis spesies burung antara lain
adalah Alcedo sp. yang merupakan burung yang unik dan langka untuk diamati, serta 15 jenis spesies mangrove Rhizopora apiculata menjadi jenis yang paling
dominan hingga membentuk struktur vegetasi yang rapat dan menarik sebagai atraksi utama dari potensi biologis. Kegiatan ekowisata juga didukung oleh minat
dan partisapasi masyarakat lokal yang baik serta pengunjung yang mulai ramai. 2
Perencanaan ekowisata di Pantai Sari Ringgung ditujukan untuk menarik perhatian dan kepedulian pengunjung terhadap hutan mangrove dengan
mempertimbangkan fungsi wisata, fungsi konservasi, fungsi pendidikan, dan fungsi ekonomi. Rancangan dikembangkan melalui pembagian ruang wilayah
ekowisata hutan mangrove menjadi ruang penerimaan seluas 15 ha, ruang
93 pelayanan seluas 2 ha, ruang penyangga seluas 68 ha, dan ruang ekowisata seluas
12 ha. Sebagai akses ekowisata dikembangkan 3 jalur sirkulasi yaitu: jalur paving blok untuk jalan setapak di jalur darat, jalur boardwalk untuk melintasi lahan
basah di hutan mangrove, jalur kapal untuk melintasi perairan terbuka. Kegiatan penataan tanaman pengisi ruang dipilih kelapa Cocos nucifera, cemara laut
Casuarina equisetifolia, serta cemara susun Araucaria exelxa sebagai tanaman peneduh dan pengarah. Spesies mangrove yang dipakai untuk kegiatan
rehabilitasi adalah jenis yang terdapat pada tapak ditambah jenis lainnya antara lain: Avicenia officinalis, Brugueira hainesii, Brugueira parviflora, Brugueira
sexangula, Xylocarpus mekogensis, Lumnitzera racemosa, Soneratia caseolaris, dan Soneratia ovate. Aktivitas ekowisata yang ditawarkan kepada pengunjung di
Pantai Sari Ringgung antara lain fotografi, menikmati pemandangan, pengenalan, pengamatan, dan kegiatan penanaman mangrove.
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah:
1 Penyuluhan dan pelatihan mengenai ekowisata untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai pengelolaan hutan mangrove berbasis ekowisata. Kegiatan tersebut juga diperlukan untuk meningkatkan minat masyarakat dalam
berpartisipasi dan peran dalam pengelolaan ekowisata hutan mangrove tersebut. 2
Pembentukan kerjasama antara pengelola ekowisata dan masyarakat dalam mencapai tujuan bersama untuk meningkatkan perekonomian serta melestarikan
hutan mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Arieta, S. 2010. Community based tourism pada masyarakat pesisir: dampaknya terhadap lingkungan dan pemberdayaan ekonomi. Jurnal Dinamika
Maritim. Vol 2: 71-79. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta. 413 p. Chiara, J dan L.E. Koppelman. 1997. Standar Perencanaan Tapak. Penerbit
Airlangga. Jakarta. 379 p. Damamik, J. dan H.F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke
Aplikasi. Pusat Studi Pariwisata UGM dan ANDI Yogyakarta. Yogyakarta. 142 p.
Duke, N.C., M C. Ball, dan J.C. Ellison. 1998. Factors influencing biodiversity and distributional gradients in mangroves. Global Ecology and
Biogeography Letters . New York. Vol 7: 24 – 47.
Febrian, Ardi. 2008. Identifikasi spesies burung untuk pengembangan wisata birdwatching di hutan mangrove Desa Sidodadi Kecamatan Padang
Cermin Kaupaten Pesawaran. Program Sarjana Universitas Lampung. Lampung.
Hakim, R. 2012. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap: Prinsip-Unsur dan Aplikasi Deasin. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 384 p.
Mac Kinnon, J., K. Phillipps, dan B. Van Balen. 1998. Seri Panduan Lapangan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. LIPI. Bogor.
498 p. Muklisi, B. Hendrarto, H. Purnaweni. 2013. Keanekaragaman jenis dan struktur
vegetasi mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 218
– 225. Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 210 p.
Kementerian Kehutanan, 2011. Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Dan Perhutanan Sosial. Denpasar. Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor. 248 p.
Laurie, M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture. American Elsevier
Publishing Co, Inc. New York. 134 p. Ludwig, J.A., dan J.F. Reynold. 1988. Statistical Ecology: a Primer on Methods
and Computing. John Wiley Sons. New York. 201 p. Muntasib, E.K.S. H. 2005. Pengembangan ekowisata Indonesia dalam rangka
meningkatkan devisa negara dari sektor pariwisata. Prosiding Seminar Ekowisata, Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional. Badan Eksekutif
Mahasiswa, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 39 p.
Noor, Y.R., M. Khazali., I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International. Bogor. 220 p.
Nugroho, I. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 362 p.
Onrizal. 2008. Teknik survei dan analisa data sumberdaya mangrove. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan oleh Balai
Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II dan dengan Japan International Cooperation Agency JICA. Departemen Kehutanan Universitas Sumatera
Utara. Riau. 10 p.
Profil Desa. 2013. Profil Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Lampung.
Purnobasuki, H. 2013. Perlunya mangrove center dan perda pesisir. Bulletin PSL Universitas Surabaya. Vol 29: 3
– 5. Rahmayanti, R.A. 2009. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem
mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudiarta, M. 2006. Ekowisata hutan mangrove: wahana pelestarian alam dan pendidikan lingkungan. Jurnal Managemen Pariwisata. Bali. Vol 5: 1
– 5. Sunarto. 2011. Pemakaian filsafati kearifan lokal untuk adaptasi masyarakat
terhadap ancaman bencana marin dan fluvial di lingkungan kepesisiran. Forum Geografi. Vol 25: 1
– 16.