PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP AKSI KOLEKTIF KELOMPOK PEDULI MANGROVE DI DESA SIDODADI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP AKSI KOLEKTIF KELOMPOK PEDULI MANGROVE DI DESA SIDODADI

KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN Oleh

Aplita Fitri Ana

Modal sosial dapat difahami sebagai norma dan hubungan sosial yang telah dipahami bersama oleh kelompok masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial, terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan, menumbuhkan kepedulian dan solidaritas yang tinggi dan dapat mendorong tingkat kepercayaan antara sesama masyarakat dalam rangka mencapai tujuan yang sama. Selain itu, berdasarkan definisi-definisi modal sosial lainnya, modal sosial mengarah pada pentingnya aksi kolektif kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik individu anggota kelompok peduli mangrove, mendeskripsikan modal sosial pada kelompok peduli mangrove, dan menentukan pengaruh karakteristik individu terhadap aksi kolektif kelompok peduli mangrove. Penelitian ini dilakukan bulan Agustus 2014 dengan objek penelitian kelompok peduli mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif. Analisis data yang digunakan yaitu regresi logistik ordinal. Hasil penelitian karakteristik individu responden rata-rata termasuk kategori usia produktif, tingkat pendidikan formal tergolong tinggi, pernah mengikuti pendidikan non formal, pendapatan rata-rata Rp 1.000.000,00/ bulan, tingkat kesehatan tinggi, merupakan penduduk asli, dan memiliki jaringan kerja yang tinggi. Modal sosial kelompok peduli mangrove Desa Sidodadi termasuk kategori sedang. Karakteristik individu secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap aksi kolektif dengan peluang kesalahan 0,070, dan variabel-variabel yang berpengaruh yaitu pendidikan nonformal, jumlah organisasi, jumlah teman dekat, serta kepuasan anggota.


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF INDIVIDUAL CHARACTERISTIC TO THE COLLECTIVE ACTION CONCERNED OF MANGROVE GROUP IN

THE SIDODADI VILLAGE PADANG CERMIN SUB-DISTRICT PESAWARAN DISTRICT

By Aplita Fitri Ana

Social capital can be understood as the norm and the social relationships that have been conceived jointly by the communities can strengthen social networks, the establishement of mutually beneficial coorperation, fostering awareness and solidarity and to encourage the level of trust among the public in order to achive the same goal. Based on the definitions of social capital, social capital leads to the importance of collective action group. This research aims to describe the characteristics individual members of the group concerned mangrove, describe the social capital of the group concerned mangrove and determine the influence of individual characteristic on collective action group concerned mangrove. This research do in August 2014, with the object fisherman farmers concerned of mangrove group in the Sidodadi village Padang Cermin sub-district Pesawaran district. The method used is quantitative and descriptive. Data analysis used by ordinal logistic regression. Results of the research on individual characteristics of the average respondent productive age category, relatively high level of formal education, had attended non formal education, average income Rp 1.000.000,00/ month, high health level, the original population, and a high networks. Social capital group concerned mangrove Sidodadi village including the medium category. Overall significant individual characteristics to collective action by chance a mistake 0,070. Individual charavteristicsthat influence is formal education, total of organitation, total of close friends, and satisfaction members. Keyword: collectif action, individual characteristic, social capital, mangrove.


(3)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP AKSI KOLEKTIF KELOMPOK PEDULI MANGROVE DI DESA SIDODADI

KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

APLITA FITRI ANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 03 April 1992 di Ogan Lima, Lampung Utara. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Tukiran dan Ibu Yulinda Sari. Pendidikan formal penulis awali pada tahun 1997 yaitu di Taman Kanak-Kanak Mutiara Baturaja. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 04 Baturaja pada tahun 1998 hingga tahun 2000, dan melanjutkan kembali di Sekolah Dasar Negeri 04 Perumnas Way Kandis hingga tahun 2004. Pendidikan penulis lanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 19 Bandar Lampung, dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 15 Bandar Lampung pada tahun 2007 hingga lulus pada tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, dalam keorganisasian penulis menjadi Anggota Utama dalam Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva) Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Kedudukan dalam organisasi Himasylva pernah menjabat sebagai anggota Bidang 1 Rumah Tangga periode 2011-2012. Penulis juga mengikuti organisasi Forum Penyelam Mahasiswa Lampung (Fopmala) dan


(7)

menjabat sebagai Bendahara Umum periode 2013-2014. Penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Penyuluhan Kehutanan, Pengelolaan Hasil Hutan, Pemasaran Hasil Hutan, Dendrologi, dan Agroforestri. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Labuhan Ratu, Lampung Timur, dan praktik umum (PU) kehutanan di BKPH Rangkasbitung KPH Banten Unit III Jawa Barat dan Banten.


(8)

PERSEMBAHAN

Teriring doa dan puji syukur kepada Allah SWT kupersembahkan karya kecil ini kepada Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan, membesarkan, merawat, menjaga, mendidik dan membimbingku dengan penuh cinta dan kasih sayang. Nenek, adik-adik, dan keponakanku tersayang yang selalu memberikan

keceriaan dan semangat.

Sahabat, teman se-angkatan 2010 (Sylvaten) dan teman-teman lainnya, rekan di Himasylva, abang/mba dan adik tingkat yang telah memberikan bantuan, dukungan, motivasi, dan kebersamaan

yang takkan dilupakan mulai dari awal masuk di kehutanan hingga saat ini. Terakhir untuk kekasih hati yang selalu menanti,


(9)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis tujukan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Aksi Kolektif Kelompok Peduli Mangrove Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung. Tidak lupa shalawat beserta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabatnya hingga ke akhir zaman.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rommy Qurniati, S.P., M.Si., selaku pembimbing ke dua atas bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah diberikan.

2. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P., selaku pembimbing utama sekaligus dosen Pembimbing Akademik.

3. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si., selaku penguji utama skripsi atas saran yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(10)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi khazanah IPTEKS bidang kehutanan.

Bandar Lampung, ………2015


(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Hutan Mangrove ... 7

B. Modal Sosial ... 10

C. Karakteristik Individu ... 21

D. Pengukuran Modal Sosial ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 30

B. Sampel Penelitian ... 30


(12)

ii

1. Teknik Pengumpulan Data ... 31

2. Analisa Data ... 32

3. Regresi Logistik Ordinal ... 33

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 35

A. Letak dan Luas ... 35

B. Sejarah Hutan Mangrove ... 36

C. Sosial dan Budaya Masyarakat ... 36

D. Kelembagaan ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Karakteristik Individu Kelompok ... 39

B. Tingkat Modal Sosial ... 43

C. Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Aksi Kolektif ... 44

1. Umur ... 46

2. Pendidikan Formal ... 47

3. Pendidikan Nonformal ... 48

4. Pendapatan ... 48

5. Kesehatan ... 49

6. Lama Tinggal ... 50

7. Jumlah Organisasi ... 51

8. Teman Dekat ... 52

9. Sumber Informasi ... 52

10. Pengecualian ... 53


(13)

iii

12. Status Keanggotaan ... 55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(14)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kontinum modal sosial ... 28 2. Definisi oprasional, simbol, kategori dan skor variabel dependen dan

independen ... 32 3. Data karakteristik individu responden ... 39 4. Hasil estimasi parameter pengaruh karakteristik individu terhadap aksi


(15)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 6 2. Peta administrasi Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin ... 36


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia saat ini mengalami peningkatan hilangnya sumber daya mangrove, begitu

pula di Indonesia. Data dua puluh terakhir mengindikasikan total luas mangrove

Indonesia telah berkurang hampir 1,1 juta hektar atau sekitar 75% akibat konversi. Hal ini menunjukan ekosistem mangrove mengalami tekanan-tekanan pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung (Tim Koordinasi Nasional, 2013). Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang produktif.

Berbagai produk dan manfaat mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung

maupun tidak langsung (Noor, dkk, 2006). Melihat beragamnya manfaat dan

peran penting mangrove, maka pengelolaan ekosistem mangrove perlu dilakukan

secara tepat dan terpadu.

Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (2011), kebijakan nasional dibidang pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat, dapat mencegah ancaman hilangnya areal mangrove. Pengelolaan berbasis masyarakat juga dianggap mampu dilakukan secara terpadu, dengan dibentuknya suatu kelompok

masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelompok masyarakat


(17)

2

lestari. Keberhasilan kelompok masyarakat dalam mengelola ekosistem tersebut dapat dilihat dari kuatnya modal sosial (Hartoyo, dkk, 2012).

Banyak pengertian modal sosial seperti dari Bourdieu (1986), Coleman (1988), Ostrom (1992), Putnam (1995), dan Fukuyama (2001) namun, hingga sekarang tidak ada definisi yang pasti karena konsep modal sosial yang semakin luas. Mengacu pada Jones dan Woolcock (2007) serta pengertian modal sosial dari para ahli lainnya unsur penting dalam modal sosial yang ada dapat difahami sebagai aksi kolektif dan kerjasama dalam kelompok. Sehingga pada penelitian ini modal sosial diukur dari aksi kolektif kelompok peduli mangrove. Agar terhindar dari berbagai ancaman hilangnya mangrove aksi kolektif kelompok harus dilakukan. Namun, belum banyak penelitian yang mengkaji tentang peranan aksi kolektif khususnya dikaitkan dengan upaya konservasi hutan mangrove.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat modal sosial (aksi kolektif) dalam kelompok peduli mangrove.

2. Apakah faktor karakteristik individu berpengaruh dengan aksi kolektif dalam kelompok peduli mangrove.

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan karakteristik individu anggota kelompok peduli mangrove. 2. Mendeskripsikan modal sosial (aksi kolektif) pada kelompok peduli


(18)

3

3. Menentukan pengaruh karakteristik individu terhadap aksi kolektif kelompok peduli mangrove.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi mengenai gambaran umum karakteristik individu dan modal sosial bagi kelompok peduli mangrove.

2. Sebagai referensi dalam pengetahuan dan wawasan kajian ilmu sosial kehutanan mengenai peran modal sosial bagi peneliti yang akan datang. 3. Bagi pemerintah sebagai pertimbangan pengambilan keputusan mengenai

kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove.

E. Kerangka Pemikiran

Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung merupakan wilayah pesisir yang pernah mengalami kerusakan ekosistem mangrove. Berdasarkan data Monografi Desa Sidodadi tahun 2007 luas hutan mangrove 75 ha, dan lebih dari setengahnya mengalami kerusakan. Kerusakan hutan mangrove di Sidodadi disebabkan oleh pembukaan lahan untuk tambak, pencarian cacing laut, konversi menjadi lahan pertanian, dan penebangan liar.

Sejalan dengan adanya kerusakan mangrove, akhirnya secara inisiatif masyarakat lokal melakukan upaya perbaikan kondisi hutan mangrove (Rahmayanti, 2009). Masyarakat Desa Sidodadi kemudian membentuk suatu kelompok petani nelayan peduli mangrove (PAPELING). Sejak adanya kelompok PAPELING luasan mangrove bertambah dan kegiatan kelompok berkembang menjadi pusat


(19)

4

pembibitan untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan. Keberhasilan tersebut tak lepas dari anggota masyarakat yang bergabung.

Banyaknya masyarakat yang bergabung dalam kelompok menunjukan banyak pula karakteristik individu dalam kelompok. Karakteristik individu merupakan keadaan atau sifat bawaan maupun yang diperoleh dari pengaruh lingkungan yang mendorong individu untuk berpartisipasi dalam suatu kelompok masyarakat (Prasetia, 2013). Terbentuknya kelompok masyarakat menunjukan adanya jaringan sosial yang terbentuk yang merupakan unsur dari modal sosial. Sesuai dengan pengertian dari Woolcock (2007) dan berbagai ahli mengenai modal sosial, bentuk nyata modal sosial kelompok diwujudkan dalam bentuk aksi kolektif dan kerjasama kelompok.

Variabel karakteristik individu yang diduga berpengaruh terhadap aksi kolektif adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, tingkat pendapatan, tingkat kesehatan, lama tinggal, jumlah organisasi, jumlah teman dekat, sumber informasi, pengecualian anggota, kepuasan, dan status keanggotaan (Marwoto, 2012). Data karakteristik individu dan modal sosial discoring dan untuk modal sosial dianalisis tingkatannya berdasarkan selang nilai. Kemudian, untuk mengetahui pengaruh antara karakteristik individu dengan aksi kolektif menggunakan persamaan regresi logistik ordinal.

Hasil akhir dari penelitian yaitu akan diketahuinya tingkat modal sosial yang diperoleh dari persepsi tentang aksi kolektif pada kelompok. Dengan diketahuinya pengaruh antara karakteristik individu dengan aksi kolektif maka diharapkan dapat dijadikan acuan untuk peningakatan pengelolaan hutan


(20)

5

mangrove yang dilakukan oleh kelompok PAPELING sehingga kondisi ekosistem mangrove di Desa Sidodadi akan lestari.


(21)

6

Skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian. Pengelolaan hutan mangrove Karakteristik individu

 Umur

 Pendidikan formal  Pendidikan non

formal  Pendapatan  Kesehatan  Lama tinggal  Jumlah organisasi  Jumlah teman dekat  Sumber informasi  Pengecualian

anggota  Kepuasasn

 Status keanggotaan

Modal sosial Aksi kolektif kelompok

Tingkatan modal sosial  Minimum  Rendah  Sedang  Tinggi Kondisi mangrove di Desa

Sidodadi

Kelompok masyarakat peduli mangrove

Pengaruh karakteristik individu terhadap aksi


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan Mangrove

Kata mangrove berkaitan sebagai tumbuhan tropis yang komunitas tumbuhannya di daerah pasang surut dan sepanjang garis pantai yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut. Habitat mangrove berada di sepanjang pantai terlindung yang berlumpur, bebas dari angin yang kencang, dan arus. Mangrove juga dapat tumbuh di atas pantai berpasir dan berkarang, terumbu karang dan di pulau-pulau kecil ( Departeman Kehutanan, 2011).

Ekosistem hutan mangrove muncul pada daerah yang terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan-bahan organik pada daerah yang terlindung dari arus/gelombang air laut (Tjandra dan Siagian, 2011). Tjandra dan Siagian (2011) juga menambahkan kondisi ekosistem mangrove tergolong ekstrim, kurangnya aerasi tanah kadar garam/salinitas yang tinggi, serta mengalami daur penggenangan akibat pasang surut air laut. Menurut Noor, dkk. (2006) vegetasi hutan mangrove secara khas dapat memperlihatkan adanya suatu pola zonasi. Hal ini ada kaitannya dengan kondisi salinitas yang sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda, beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari


(23)

8

penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya.

Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif. Beberapa manfaat mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya yaitu: kayu bakar, kertas obat-obatan, serta perikanan. Mengingat keberagaman manfaat mangrove, maka tingkat dan laju perekonomian pedesaan yang berada di kawasan pesisir seringkali bergantung pada habitat mangrove. Sebagai contoh, perikanan pantai yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan mangrove, merupakan produk yang secara tidak langsung mempengaruhi taraf hidup dan perekonomian masyarakat lokal (Kustanti, 2011).

Mangrove mempunyai peranan penting dalam melindungi daerah pesisir dan pantai dari angin dan gelombang laut termasuk badai. Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman, bangunan, dan lahan lahan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut. Mangrove juga memainkan peran penting dalam melindungi pesisir dari hempasan badai (NoorY.R., M. Khazali., I N.N. Suryadiputra., 2006).

Hilangnya sumberdaya hutan mangrove di dunia saat ini terus mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya pemanfaatan tidak berkelanjutan dan peralihan peruntukan lahan (Noor, dkk., 2006). Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Luas wilayah hutan mangrove mencapai 2. 236. 984,38 ha dan ± 50% telah mengalami kerusakan (Kementerian Kehutanan, 2011). Diduga kegiatan pembangunan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap menurunnya luasan mangrove di Indonesia adalah pengambilan kayu untuk kepentingan komersial serta peralihan peruntukan untuk tambak dan areal pertanian (Noor, dkk., 2006).


(24)

9

Pertumbuhan penduduk yang tinggi di wilayah selama ini yang disertai dengan peningkatan aktivitas pembangunan seperti pembangunan pemukiman, pertanian dan perikanan terutama pembangunan lahan untuk untuk pertambakan udang, pembangunan jaringan irigasi, pembangunan pelabuhan laut telah banyak menyita luasan hutan mangrove serta eksploitasi secara berlebihan (Abubakar, 2009).

Faktor utama yang mendorong perubahan peruntukan lahan adalah jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga mendorong mereka untuk merubah lahan. Tingginya angka kelahiran dan perpindahan penduduk memberikan pengaruh yang besar pada perubahan peruntukan lahan. Perubahan lahan juga dapat disebabkan adanya kebijaksanaan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan disuatu wilayah. Selain itu, pembangunan fasilitas sosial dan ekonomi seperti pembangunan pabrik juga membutuhkan lahan yang besar walaupun tidak diiringi dengan adanya pertumbuhan penduduk disuatu wilayah. Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi perubahan penggunaan lahan tersebut pada dasarnya adalah topografi dan potensi yang ada di masing-masing daerah (Trison dan Hero, 2011).

Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam di Indonesia, hutan mangrove memiliki ekosistem yang unik dan berperan penting bagi keberlangsungan hidup manusia, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial. Keberhasilan pengelolaan hutan mangrove sangat ditentukan oleh bagaimanan cara mengelola hutan mangrove agar setiap status hutan mangrove dapat berfungsi secara optimal dan lestari (Kustanti, 2011).


(25)

10

Hutan mangrove berada di antara daratan dan lautan, keberadaan hutan tersebut mengindikasikan adanya berbagai kepentingan selain kehutanan. Lautan yang sangat luas merupakan potensi perikanan dan pertanian di wilayah daratan merupakan faktor yang semestinya juga diperhatikan dalam perencanaan pengelolaan hutan mangrove secara lestari. Karena itu, pengelolaan hutan mangrove beserta ekosistemnya harus memperhatikan berbagai macam aspek seperti bioekologi, sosial, ekonomi, dan lingkungan fisik (Kustanti, 2011). Contoh dari aspek sosial salah satunya yaitu modal sosial yang dimiliki oleh pengelola mangrove.

B. Modal Sosial

Sebagai salah satu elemen yang terkandung dalam masyarakat sipil, modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas masyarakat. Berikut beberapa definisi tentang modal sosial seperti yang di jelaskan dalam Modul Pemberdayaan Masyarakat Adat,

Institute For Research and Empowerment (Hermawanti dan Rinandri, 2003).

Modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust (kepercayaan) antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma

(norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah

kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama. Hal ini juga mengandung pengertian bahwa diperlukan adanya suatu social networks


(26)

11

(networks of civic engagement)ikatan/jaringan sosial yang ada dalam masyarakat,

dan norma yang mendorong produktivitas komunitas. Bahkan lebih jauh, Putnam melonggarkan pemaknaan asosiasi horisontal, tidak hanya yang memberi hasil pendapatan yang diharapkanmelainkan juga hasil tambahan (Putnam, 1995).

Modal sosial didefinisikan berangkat dari pengertian bahwa suatu komunitas dapat bertahan dengan sebuah subtansi penting dari modal sosial, dimana modal ini mempunyai komponen penting yaitu keterlibatan aktif dalam pengembangan jaringan sosial, norma-norma yang sudah terinternalisasi dan kepercayaan sosial (Putnam, 1995).

Modal sosial mempunyai tiga pilar utama yaitu;

1. Trust (kepercayaan)

Trust atau kepercayaan bagi sebagian analis sosial disebut sebagai bagian tak

terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan yang menjadi “ruh” dari modal sosial (Dharmawan, 2002). Kepercayaan terbagi dalam tiga klasisfikasi aras, yaitu:

a. Kepercayaan pada aras individu dimana kepercayaan merupakan bagian dari moralitas dan adab yang selalu melekat pada karakter setiap individu. Kepercayaan pada aras ini terbentuk bila seorang dapat memenuhi harapan orang lain sesuai janji (promise keeping) sesuai yang telah di sepakati. Hal ini menunjukan adanya nilai mengemban amanah.

b. Kepercayaan pada aras kelompok dan kelembagaan yang menjadi karakter moral kelompok dan institusi. Kepercayaan pada aras ini termasuk regulasi dan beragam bentuk agreed institutional agreement yang digunakan dalam rangka menjaga amanah di tingkat group sosial secara efektif.


(27)

12

c. Kepercayaan pada sistem yang abstrak seperti ideologi dan religi yang membantu setiap individu dalam mengoperasionalisasikan kepercayaan dalam hubungan bermasyarakat. Modal sosial mencakup kepercayaan sosial yang memfasilitasi adanya koordinasi dan komunikasi. Kordinasi dan komunikasi yang terjalin ini akan mempengaruhi terhadap tindakan kolektif yang dilakukan dalam rangka mencapai keuntungan kolektif juga menilai bahwa “trust” ini dapat mengurangi adanya intensif dalam memanfaatkan kesempatan dan kelangsungan setiap transaksi dan hubungan sosial dalam masyarakat dimungkinkan dan ditentukan oleh terpeliharanya “trust” atau

kepercayaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan sosial tersebut (Coleman, 1988).

Modal sosial dalam membangun ikatan sosialnya dilandasi dengan “trust

(kepercayaan). Sehingga modal sosial akan bermakna lebih menjadi aset sosial yang dikuasai dan dioperasionalkan dalam sistem sosialnya. Pada akhirnya ikatanikatan sosial yang terbentuk dari dibangunnya kepercayaan akan membentuk jaringan ikatan sosial yang merupakan infrastruktur komunitas yang dibentuk secara sengaja (Fukuyama, 2001)

2. Social Networking (Jaringan Sosial)

Jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. Jaringan sosial juga menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait baik langsung maupun tidak langsung. Calchoun (1994) membahas jaringan sosial, tentu saja tidak bisa lepas dari komunikasi yang terjalin antar individu (interpersonal comunication)


(28)

13

sebagai unit analisis dan perubahan perilaku yang disebabkannya. Hal ini, menunjukan bahwa jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar individu yang memfokuskan pada pertukaran informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan bersama dan pengertian bersama (Rogers & Kinchaid, 1980).

Jaringan sosial dilihat dengan menggunakan beberapa ukuran, yaitu : (a) ikatan informal yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan hubungan timbal balik yang lebih familiar dan bersifat personal seperti pada ikatan keluarga, pertemanan, pertetanggaan; (b) ikatan yang sifatnya lebih umum, seperti ikatan pada masyarakat setempat, masyarakat umum, masyarakat dalam kesatuan kewarganegaraan. Ikatan ini dikarakteristikan dengan adannya kepercayaan dan hubungan timbal balik yang sifatnya umum; dan (c) ikatan kelembagaan yang dikaraktersitikan dengan adanya kepercayaan dalam kelembagaan yang ada. Misalnya, pada ikatan dalam sistem kelembagaan dan hubungan keluasan (Stone dan Hughes, 2002)

Ukuran lain yang berkaitan dengan jaringan sosial dalam modal sosial adalah karaktersistik jaringan sosial (network characteristics) yang terdiri dari tiga karaktersitik yaitu; bentuk dan luas (size and extensiveness), kerapatan dan ketertutupan (density and closure) dan keragaman (diversity). Karakteristik bentuk dan luas misalnya mengenai jumlah hubungan informal yang terdapat dalam sebuah interaksi sosial, jumlah tetangga mengetahui hubungan pribadi seseorang dalam sebuah sistem sosial dan jumlah kontak kerja. Sedangkan kerapatan dan ketertutupan sebuah jaringan sosial dapat dilihat misalnya dengan


(29)

14

seberapa besar sesama anggota keluarga saling mengetahui teman-teman dekatnya, diantara teman saling mengetahui satu sama lainnya, masyarakat setempat saling mengetahui satu sama lainnya. Sedangkan untuk keragaman, jaringan sosial dikaraktersitikan misalnya dari keragaman etnik teman, dari perbedaan pendidikan dalam sebuah group atau dari pencampuran budaya dalam wilayah setempat (Stone dan Hughes, 2002).

Coleman (1998) sebagai salah seorang penggagas konsep modal sosial melihat bahwa jaringan (networks) dalam modal sosial merupakan konsekuensi yang telah ada ketika kepercayaan diterapkan secara meluas dan didalamnya terdapat hubungan timbal balik yang terjalin dalam masyarakat dengan adanya harapan-harapan dalam masyarakat.

3. Social Norms (Norma – Norma Sosial)

Norma masyarakat merupakan elemen penting untuk menjaga agar hubungan sosial dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan (Soekanto, 1982). Ide bahwa norma sosial merupakan salah satu komponen dari modal sosial berawal dari pendapat Homans (1961) dan Nee (1998) dalam Darmawan (2001) yang menyebutkan bahwa norma sosial merupakan sebuah pertanda moral, khususnya sebuah pertanda dalam mendukung keberadaan trust dan kepercayaan antar individu. Modal sosial dibentuk dari norma-norma informal berupa aturan-aturan yang sengaja dibuat untuk mendukung terjadinya kerjasama diantara dua atau lebih individu. Norma-norma yang membentuk modal sosial dapat bervariasi dari hubungan timbal balik antara dua teman sampai pada hubungan kompleks dan kemudian terelaborasi menjadi


(30)

15

doktrin. Selain terbentuk oleh aturan-aturan tertulis misalnya dalam organisasi sosial, dalam menjalin kerjasama dalam sebuah interaksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional. Nilai-nilai yang dimaksud misalnya kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, ikatan timbal balik dan yang lainnya. Nilai-nilai sosial seperti ini sebenarnya merupakan aturan tidak tertulis dalam sebuah sistem sosial yang mengatur masyarakat untuk berperilaku dalam interaksinya dengan orang lain (Fukuyama, 2001)

Norma sebagai elemen penting modal sosial karena sebuah asosiasi sosial (organisasi sosial) di dalamnya mengandung norma-norma berupa aturan-aturan informal dan nilai-nilai yang memfasilitasi adanya kordinasi diantara anggota dalam sebuah sistem sosial. Hal ini menurutnya memungkinkan adanya tindakan – tindakan kerjasama untuk memudahkan kerjasama untuk memudahkan pekerjaan guna mencapai keuntungan kolektif yang dirasakan bersama (Coleman, 1988).

Selanjutnya ada beberapa karakteristik dari modal sosial yang diungkapkan (Coleman,1988), yaitu :

a. Adanya kewajiban dan harapan, ini dimaksudkan bahwa dalam modal sosial yang dibangun dari kepercayaan, jaringan dan norma sosial masing-masing individu mempunyai kewajiban dan harapan dalam melakukan tindakan sosialnya.

b. Adanya informasi potensial yang terjalin melalui hubungan sosial yang sifatnya informal yang dapat menyimpan dan menyampaikan informasi. c. Norma-norma dan sanksi yang efektif


(31)

16

d. Hubungan kekuasaan

e. Kesamaan organisasi sosial, organisasi sosial terbentuk dari tujuan yang spesifik dimana terjadi proses pencapaian tujuan dan didalamnya terdapat mekanisme organisasi yang cukup luas skalanya dalam uasha pencapaian tujuannya.

f. Kesengajaan dalam membentuk organisasi. Hal ini terkait khususnya pada usaha untuk mengurangi biaya-biaya transaksi sosial.

Modal sosial terkadang merupakan sesuatu yang sangat tidak riil dan tampaknya sangat susah untuk sekedar dibayangkan. “Mahluk apakah modal sosial itu?” Berwujud apakah dia sehingga banyak membuat orang terinspirasi oleh pentingnya kehadiran modal sosial sebagai pendukung pemberdayaan masyarakat, pendukung demokrasi termasuk sebagai salah satu pilar penting dalam pengembangan good governance yang dewasa ini banyak diperbincangkan masyarakat kita. Berikut ini adalah wujud nyata dari modal sosial seperti yang di konsepsikan oleh Institute for Research an Empowerment (Hermawanti dan Rinandri , 2003):

1. Hubungan Sosial

Merupakan suatu bentuk komunikasi bersama lewat hidup berdampingan sebagai interaksi antar individu. Ini diperlukan sebab interaksi antar individu membuka kemungkinan campur tangan dan kepedulian individu terhadap individu yang lain. Bentuk ini mempunyai nilai positif karena masyarakat mempunyai keadilan sosial di lingkungannnya.


(32)

17

2. Adat dan Nilai Budaya Lokal

Ada banyak adat dan kultur yang masih terpelihara erat dalam lingkungan kita, budaya tersebut kita akui tidak semua bersifat demokratis, ada juga budaya-budaya dalam masyarakat yang terkadang sangat feodal bahkan sangat tidak demokratis. Namun dalam perjalanan sejarah masyarakat kita, banyak sekali nilai dan budaya lokal yang bisa kita junjung tinggi sebagai suatu modal yang menjunjung tinggi kebersamaan, kerjasama dan hubungan sosial dalam masyarakat.

3. Toleransi

Toleransi atau menghargai pendapat orang lain merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dilakukan oleh setiap orang ketika ia berada atau hidup bersama orang lain. Sikap ini juga yang pada akhirnya dijadikan sebagai salah satu prinsip demokrasi. Toleransi bukan berarti tidak boleh berbeda, toleransi juga bukan berarti diam tidak berpendapat. Namun toleransi bermakna sebagai penghargaan terhadap orang lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara serta menyadari bahwa pada dasarnya setiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda.

4. Kesediaan untuk Mendengar

Dalam belajar berdemokrasi kita sangat tidak asing dengan upaya seperti menghormati pendapat orang lain, toleransi dan lain-lain. Namun ada satu hal yang hampir terlupakan yaitu tentang “kesediaan mendengar pendapat orang lain”. Begitu juga dalam bernegara, kearifan mendengar suara rakyat merupakan salah satu bentuk toleransi dan penghargaan negara terhadap masyarakat. Apa yang


(33)

18

berkembang di dalam masyarakat sebagai suara rakyat haruslah ditampung, disimak dan dipahami untuk mengkaji ulang kebijakan–kebijakannya. Kekuasaan yang tidak mampu lagi mendengar suara anggotanya adalah kekuasaan yang tidak lagi inspiratif, dan tidak menjalankan kedaulatan rakyat. Kekuasaan seperti ini haruslah direformasi.

5. Kejujuran

Merupakan salah satu hal pokok dari suatu keterbukaan atau transparansi. Dalam masyarakat kita hal ini sudah ada, dan ini sangat mendukung perkembangan masyarakat ke arah yang lebih demokratis karena sistem sosial seperti ini akan mensuramkan titik-titik korupsi dan manipulasi di kalangan masyarakat adat sendiri.

6. Kearifan Lokal dan Pengetahuan Lokal

Merupakan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat sebagai pendukung nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Penghargaan terhadap nilai lokal ini memunculkan kebersamaan antar anggota masyarakat yang akan diturunkan kepada generasi berikutnya.

7. Jaringan Sosial dan Kepemimpinan Sosial

Jaringan sosial terbentuk berdasarkan kepentingan atau ketertarikan individu secara prinsip atau pemikiran. Sementara itu kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi, hubungan personal atau keagamaan. Seluruh kepemimpinan sosial muncul dari proses demokrasi. Dalam demokrasi yang dominan adalah adu konsep rasional dan gagasan terhadap suatu kemajuan.


(34)

19

8. Kepercayaan

Merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki bersama.

9. Kebersamaan dan Kesetiaan

Perasaan ikut memiliki dan perasaan menjadi bagian dari sebuah komunitas.

10. Tanggungjawab Sosial

Merupakan rasa empati masyarakat terhadap perkembangan lingkungan masyarakat dan berusaha untuk selalu meningkatkan ke arah kemajuan.

11. Partisipasi Masyarakat

Kesadaran dalam diri seseorang untuk ikut terlibat dalam berbagai hal yang berkaitan dengan diri dan lingkungannya.

12. Kemandirian

Keikutsertaan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang ada dalam masyarakat dan keterlibatan mereka dalam institusi yang ada dilingkungannya sebagai rasa empati dan rasa kebersamaan yang mereka miliki bersama.

Modal sosial dapat menjadi penting keberadaanya dalam masyarakat dalam strategi bertahan dan berkembanganya ketika telah disadari peran dan fungsinya, berikut ini adalah beberapa fungsi dan peran modal sosial yang telah di teliti oleh

Institut for Research and Empowerment (Hermawanti dan Rinandri, 2003),

sebagai berikut;

1. Membentuk solidaritas sosial masyarakat dengan pilar kesukarelaan. 2. Membangun partisipasi masyarakat .


(35)

20

3. Penyeimbang hubungan sosial dalam masyarakat . 4. Sebagai pilar demokrasi.

5. Agar masyarakat mempunyai bargaining position (posisi tawar) dengan pemerintah.

6. Membangkitkan keswadayaan dan keswasembadaan ekonomi. 7. Sebagai bagian dari mekanisme manajemen konflik.

8. Menyelesaikan konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat.

9. Memelihara dan membangun integrasi sosial dalam masyarakat yang rawan konflik.

10.Memulihkan masyarakat akibat konflik, yaitu guna menciptakan dan memfasilitasi proses rekonsiliasi dalam masyarakat pasca konflik.

11.Mencegah disintegrasi sosial yang mungkin lahir karena potensi konflik sosial tidak dikelola secara optimal sehingga meletus menjadi konflik kekerasan. 12.Modal sosial yang berasal dari hubungan antar individu dan kelompok bisa

menghasilkan trust, norma pertukaran.

13.Engagement sehingga dapat berfungsi menjadi perekat sosial yang mampu

mencegah konflik kekerasan.

Berdasarkan pengertian dari Jones dan Woolcock (2007) modal sosial dalam merupakan norma dan hubungan sosial yang telah dipahami bersama oleh kelompok masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial, terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan, menumbuhkan kepedulian dan solidaritas yang tinggi dan dapat mendorong tingkat kepercayaan antara sesama masyarakat dalam rangka mencapai tujuan yang sama.


(36)

21

Dari berbagai pengertian, unsur, dan wujud modal sosial tersebut maka pada penelitian ini modal sosial kelompok diukur dari aksi kolektif kelompok.

C. Karakteristik Individu

Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan

karakteristik yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang

menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis.

Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan

karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang (Putri, 2011).

Aspek perkembangan individu memiliki dua fakta yang menonjol. Fakta tersebut yaitu, semua diri manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan didalam pola perkembangannya, dan di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia, secara biologis dan sosial, setiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Makna “perbedaan” dan “perbedaan

individual” menurut Putri (2011) yang mengutip Lindgren menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis. Adapun bidang-bidang dari perbedaannya menurut Putri (2011) yakni:


(37)

22

a. Perbedaan kognitif

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.

b. Perbedaan kecakapan bahasa

Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbaha sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).

c. Perbedaan kecakapan motorik

Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.

d. Perbedaan Latar Belakang

Perbedaaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan.


(38)

23

e. Perbedaan bakat

Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.

f. Perbedaan kesiapan belajar

Perbedaan latar belakang, yang mliputi perbedaan sisio-ekonomi sosio cultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.

Variabel-variabel suatu kondisi kerja yang akan mempengaruhi motivasi kerja dari individu yang bekerja di dalam lingkungan kerjanya. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan karakteristik situasi kerja/organisai menurut Suswati (2012) antara lain adalah: Peraturan personalia, pengaturan imbalan, kultur organisasi dan sebagainya. Kebijakan ini mempengaruhi motivasi anggota yang besar dan keinginannya untuk tetap bergabung dengan organisasi apabila terjadi motivasi yang positif. Akan tetapi apabila justru terjadi motivasi yang negatif atau yang sering disebut demotivasi, maka anggota justru akan meninggalkan organisasi (Suswati, 2012).

Berdasarkan Marwoto (2012) yang mengutip Lawang menyatakan bahwa modal sosial tertambat pada modal manusia (human capital) yang menekankan pada keahlian yang dimiliki oleh individu, dimana semakin tinggi modal manusia yang dimiliki semakin besar peluang untuk membentuk modal sosialnya. dalam


(39)

24

pengelolaan hutan rakyat sangat berhubungan dengan faktor internal masing-masing individu petani. Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu. Karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat pribadi yang dimiliki seseorang yang diwujudkan dalam pola pikir, sikap dan tindakannya terhadap lingkungan. Karakteristik individu merupakan bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang.

Faktor-faktor modal manusia berupa karakteristik individu menurut Marwoto (2012) meliputi:

a. Umur

Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki. Kemampuan mental tumbuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan pubertas, dan agak lambat sampai awal dua puluhan, dan merosot perlahan-lahan sampai tahun-tahun terakhir.

Umur berkorelasi dengan tingkat penerimaan suatu inovasi atau teknologi baru. Umur juga berkolerasi dengan produktivitas. Produktivitas akan merosot dengan bertambahnya usia seseorang. Keterampilan individu menyangkut kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan kordinasi menurun seiring berjalannya waktu, dan kurangnya rangsangan intelektual semua berkontribusi terhadap menurunnya produktivitas.


(40)

25

b. Pendikan Formal/Nonformal

Salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan. Pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan dengan demikian merupakan proses yang dijalani seseorang untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang kemudian menghasilkan perubahan perilaku. Pendidikan dalam penelitian ini dibatasi pada jumlah tahun pendidikan formal yang telah ditempuh oleh petani. Pendidikan non formal merupakan perpaduan dari kegiatan mengunggah minat/keinginan, menyebarkan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan, sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku (sikap, tindakan dan pengetahuan).

c. Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi partisipasi karena warga yang memiliki pendapatan yang rendah akan mendapatkan kesempatan yang terbatas.

d. Tingkat Kesehatan

Kesehatan merupakan modal manusia yang menjadi fundamental untuk membentuk kapabilitas manusia, dimana kesehatan ini merupakan inti dari kesejahteraan.

e. Luas Lahan Usaha

Lahan merupakan sarana produksi bagi usaha, termasuk salah satu faktor produksi dan pabrik hasil selain didapat dari hasil nelayan. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting dalam berbagai segi kehidupan manusia.


(41)

26

Lahan usaha merupakan asset bagi masyarakat dalam menghasilkan produksi dan sekaligus sumber kehidupan. Pada umumnya, masyarakat dengan kepemilikan lahan usaha yang lebih luas, menempati posisi sosial lebih tinggi di lingkungan sosialnya. Lahan merupakan manifestasi atau pencerminan dari faktor-faktor alam yang berada di atas dan di dalam bumi yang berfungsi sebagai (1) tempat diselenggarakan kegiatan pertanian, seperti bercocok tanam dan memelihara ternak atau ikan, dan (2) tempat pemukiman keluarga.

f. Lama Tinggal

Tingkat lama tinggalnya individu dalam komunitas menunjukkan pengaruh yang positif, hal ini menunjukkan bahwa tingkat migrasi penduduk yang sangat kecil. Selaras dengan hal tersebut kesadaran kolektif yang mengikat dalam komunitas karena kesamaan sejarah dan orientasi nilai budaya serta status sosial individu dalam komunitasnya.

Keterkaitan RON (Resources, Organizer, Norm) swadaya masyarakat tampak dalam pengelolaan mangrove baik oleh individu, masyarakat maupun kelompok dalam mengelola sumber daya (resources) berupa bibit mangrove yang berasal dari desa, lahan yang mereka tanami dan peralatan yang digunakan dengan norm berupa kesadaran akan bahaya abrasi, potensi lokal dan potensi diri yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari, gotong royong dan saling bantu. Sedangkan keterkaitan RON swadaya masyarakat dengan RON pihak lain ditunjukkan dengan terjalinnya kerjasama antara masyarakat dan kelompok dengan pihak luar dalam kegiatan penanaman maupun pemanfaatan (penjualan bibit, biji atau produk lain) dengan aturan (norm) kerjasama yang dipersyaratkan oleh pihak internal dan eksternal (Rohmawati; Salman; Hajar, 2013)


(42)

27

Hasil keterkaitan tersebut menambah sumberdaya alam, finansial, sarana dan prasarana yang mereka miliki juga menambah kapasitas organisasi lokal (kelompok tani) seiring dengan disertakannya mereka dalam berbagai kegiatan pemerintah maupun LSM, dan komunitas lain. Disisi lain, dalam penegakan aturan ketika terjadi pelanggaran (menebang mangrove), yang berfungsi adalah sanksi kelompok, norm eksternal berupa peraturan pemerintah belum terimplementasikan (Rohmawati, dkk., 2013)

Upaya untuk melestarikan hutan mangrove berhubungan dengan penguatan modal. Proses penguatan jaringan, kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma sosial, naik dalam jaringan horizontal vertikal lebih banyak dibina, dibimbing secara teknis dan dan di damping oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Proses penguatan modal sosial bukan hanya memperkuat jaringan internal, tetapi juga dengan memperkuat jaringan eksternal, terutama dengan berbagai pihak yang memiliki kekuatan (power) baik secara personal maupun kelembagaan (Hartoyo, Rochana, dan Wirawan, 2012).

D. Pengukuran Modal Sosial

Besar atau kecilnya modal sosial yang melekat di dalam suatu masyarakat itu sendiri dapat diukur, apakah masyarakat itu memiliki modal sosial yang minimum, rendah, sedang atau tinggi. Uphoff (2000) menjelaskan kontinum modal sosial tersebut (Tabel 1).


(43)

28

Tabel 1. Kontinum Modal Sosial

Tingkat Modal Sosial

Minimum Rendah Sedang Tinggi

Tidak mementingkan kesejahteraan orang lain; memaksimalkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain Hanya mengutamakan kesejahteraan sendiri; kerjasama terjadi sejauh bisa menguntungkan diri sendiri Komitmen terhadap upaya bersama; kerjasama terjadi bila juga member keuntungan pada orang lain Komitmen terhadap kesejahteraan orang lain; kerjasama tidak terbatas pada kemanfaatan sendiri, tetapi juga kebaikan bersama. Nilai-nilai: Hanya menghargai kebesaran diri sendiri Efisiensi kerjasama Efektifitas kerjasama Altruisme dipandang sebagai hal yang baik.

Isu-isu pokok:

Selfisness: Bagaimana sifat seperti ini bisa dicegah agar tidak merusak

masyarakat secara keseluruhan

Biaya transaksi: Bagaimana biaya ini bisa dikurangi untuk meningkatkan manfaat bersih bagi masing-masing orang Tindakan kolektif: Bagaimana kerjasama (penghimpunan sumberdaya) bisa berhasil dan berkelanjutan Pengorbanan diri: Sejauh mana hal-hal seperti patriotism dan pengorbanan demi fanatisme agama perlu dilakukan. Strategi:

Jalan sendiri Kerjasama taktis Kerjasama strategis Bergabung atau melarutkan kepentingan individu. Kepentingan bersama: Tidak jadi pertimbangan

Instrumental Institusional Transendental

Pilihan:

Keluar bila tidak puas Bersuara, berusaha untuk memperbaiki syarat pertukaran Bersuara, mencoba memperbaiki keseluruhan produktivitas Setia, menerima apapun jika hal itu baik untuk

kepentingan bersama secara keseluruhan.


(44)

29 Teori permainan: Zero-sum : Tapi apabila kompetisi tanpa adanya hambatan, pilihan akan menghasilkan negative-sum Zero-sum : Pertukaran yang memaksimalkan keuntungan sendiri bisa menghasilkan positivesum Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan sendiri dan kepentingan untuk mendapatkan manfaat bersama Positive-sum : Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan bersama dengan mengesampingkan kepentingan sendiri Fungsi utilitas: Independen, penekanan diberikan bagi utilitas sendiri Independen, dengan utilitas bagi diri sendiri diperbesar melalui kerjasama Interdependen positif, dengan sebagian penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain Interdependen positif, dengan lebih banyak penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain daripada keuntungan diri sendiri.


(45)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari Juni sampai Agustus 2014 di Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Desa Sidodadi dipilih secara sengaja (purposive) sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan, adanya kelompok masyarakat peduli mangrove dan berkembang kegiatannya dalam pengelolaan hutan mangrove.

B. Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini yaitu seluruh anggota Kelompok Peduli Mangrove (PAPELING). Berdasarkan keterangan profil kelompok PAPELING, jumlah seluruh anggota kelompok yaitu 33 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus yaitu menunjuk semua responden yang dapat memberikan informasi akurat (Satori dan Komariah, 2009).

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dan deskriptif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran secara statistik mengenai objek penelitian. Sedangkan pendekatan deskriptif digunakan untuk menjelaskan hasilnya (Satori dan Komariah, 2009).


(46)

31

1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dipandu kuisioner kepada responden dengan tanya jawab secara langsung. Data yang ingin diperoleh meliputi karakteristik individu dan persepsi tentang aksi kolektif. Data sekunder merupakan data penunjang penelitian dengan metode studi kepustakaan. Data diperoleh melalui penelusuran literatur yang mendukung analisis penelitian. Dilakukan dengan cara membaca dan mengutip teori-teori yang terdapat pada literatur tersebut.

2. Analisis Data

Analisis statistik deskriptif dipilih untuk menjelaskan fenomena yang ditemukan selama penelitian (Satori dan Komariah, 2009). Pengukuran tingkat modal sosial menurut Uphoff (2000) dengan menggunakan selang nilai. Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik individu terhadap aksi kolektif yaitu dengan menggunakan model persamaan regresi logistik ordinal. Regresi logistik ordinal merupakan regresi dengan variabel dependen (terikat) yang berskala ordinal (Santoso, 2014). Keterangan definisi oprasional dari variabel dependen dan independen tersaji pada tabel 2.


(47)

32

Tabel 2. Definisi oprasional, simbol, kategori dan skor variabel dependen dan independen.

Variabel/Definisi Oprasional Simbol Kategori dan skor Aksi kolektif

(Aksi kolektif yang dilakukan responden dalam kegiatan kelompok).

[Y]i 1 = Rendah 2 = Sedang 3 = Tinggi Umur

(Usia responden sejak lahir sampai dengan menjadi responden).

[UMR]i Tahun

Pendidikan Formal

(jenjang pendidikan formal yang ditempuh responden).

[D1_SMP]i

[D1_SMA]i

1 = Jika lulus SMP 0 = Lainnya 1 = Jika lulus SMA 0 = Lainnya Pendidikan Nonformal

(Frekuensi keikutsertaan responden dalam pendidikan nonformal seperti pelatihan, penyuluhan, dan kursus).

[NFR]i Jumlah keikutsertaan

Pendapatan

(Penghasilan responden per bulan dari berbagai sumber).

[PDPT]i Juta Rupiah

Kesehatan

(Kondisi kesehatan responden berdasarkan jumlah rawat inap di Rumah Sakit dalam kurun setahun terakhir).

[KSTN]i Jumlah masuk Rumah Sakit

Lama tinggal

(Masa mukim responden dihitung dari awal bermukim di Desa penelitian).

[LMTGL]i Tahun

Jumlah organisasi

(Banyaknya organisasi yang diikuti oleh responden baik di dalam dan di luar Desa).

[ORG]i Jumlah organisasi

Teman dekat

(Jumlah teman dekat yang dapat diajak berkeluh kesah dalam kelompok).

[TMN]i 1 = Kurang dari 2 orang 2 = 2 – 4 orang

3 = Lebih dari 4 orang Sumber informasi

(Sumber informasi tentang mangrove yang dimanfaatkan oleh responden).

[INFO]i 1 = Tetangga 2 = Lembaga Desa 3 = Dinas, lainnya Pengecualian anggota

(Frekuensi ditidakikutsertakan sebagian anggota kelompok dalam suatu kegiatan kelompok menurut responden).

[KCLI]i 1 = Selalu 2 = Terkadang 3 = Tidak pernah Kepuasan

(Adanya perasaan puas/senang responden setelah bergabung dengan kelompok).

[PUAS]i 1 = Tidak puas 2 = Cukup puas 3 = Sangat puas Status Keanggotaan

(Status responden dalam kelompok).

[AGGT]i 1 = Anggota

2 = Pengurus tidak aktif 3 = Pengurus aktif


(48)

33

3. Regresi Logistik Ordinal

Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1997) model yang digunakan dalam regresi logistik ordinal yaitu model logit kumulatif. Jika variabel dependen (Y) berskala ordinal memiliki G buah kategori dan xi = (xi1,xi2, …, xin) merupakan variabel

independen pada pengamatan ke-i, maka model logit kumulatif dinyatakan:

logit [P(Yi=g│xi)] = ai+ β xi , g = 1, 2,…, G – 1 (1)

dengan P(Yi=g│xi) adalah peluang kumulatif kategori ke-g terhadap variabel x.

Logit kumulatif didefinisikan dengan:

logit [P(Yi=g│xi)] = ln (

)

,

g = 1, 2,…, G – 1 (2)

berdasarkan persamaan (1) dan (2), maka model regresi logistik ordinal sebagai berikut:

logit [P(Yi=g│xi)] = ln (

)

= ai + β xi

,

g = 1, 2,…, G – 1 (3)

Penaksiran parameter menggunakan metode maximum likelihood estimation, pengujian parameter dilakukan secara serentak dan parsial. Hipotesis dalam uji serentak adalah:

H0 : β1 = β2= …=βn = 0

H1 : minimal ada satu βi ≠ 0, i= 1, 2,…n

Statistik uji yang digunakan yaitu: G2 = –2(lnL (ὣ) – lnL (Ὣ)), dengan L (Ὣ) merupakan nilai maksimum likelihood di bawah populasi dan L (ὣ) merupakan nilai maksimum likelihood di bawah H0. Kriteria penolakan H0 yaitu tolak H0 jika


(49)

34

G2 lebih besar dari χ2(a,n) atau p-value kurang dari a = 0,1. Sedangkan hipotesis

dalam uji parsial adalah: H0 : βi = 0

H1 : βi ≠ 0 , i= 1, 2,…n

Statistik uji yang digunakan: Wk =

, kriteria penolakan H0 yaitu tolak H0 jika nilai│Wk │lebih besar dari Za/2 atau p-value kurang dari a.


(50)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Secara Geografis Desa Sidodadi terletak di posisi 05°33” LS dan 105°15” BT. Termasuk dalam wilayah Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Desa Sidodadi terletak lebih kurang 37 km dari pusat kecamatan dan 90 km dari ibukota kabupaten. Secara administrasi, memiliki luas ±1.400 ha dengan batas-batas di utara dengan Desa Hanura, di selatan adalah Desa Gebang, di timur adalah Teluk Lampung, dan di barat adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman Register 19 Gunung Betung.

Desa Sidodadi berada pada ketinggian 7—25 meter di atas permukaan laut dan merupakan daerah dataran rendah. Suhu rata-rata di Desa Sidodadi antara 24 – 32ºC deangan jumlah curah hujan tahunan sebesar 2000 – 3000 mm/th dan keadaan topografis wilayah sebagian besar datar dan berbukit (Monografi Desa, 2010). Salah satu kawasan hutan mangrove di Desa Sidodadi yaitu Pantai Sari Ringgung (PSR) yang merupakan wilayah wisata pantai unggulan di Kecamatan Padang Cermin. Selain itu, sebagian lahan di Desa Sidodadi dimanfaatkan sebagai areal perkebunan, ladang, tambak, dan sawah.


(51)

36

B. Sejarah Hutan Mangrove di Desa Sidodadi

Hutan mangrove di Desa Sidodadi pada tahun 2004 masih dalam kondisi baik dan terjaga dengan luas hutan mangrove diperkirakan 75 ha. Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi dan luasan hutan mangrove semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh pembangunan tambak, pemanfaatan yang berlebihan oleh masyarakat, serta penimbunan lahan sepanjang garis pantai di Pantai Sari Ringgung sebagai wisata yang tidak mempertimbangkan kondisi ekologis hutan mangrove.

Gambar 2. Peta administrasi Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.

C. Sosial dan Budaya Masyarakat

Desa Sidodadi memiliki jumlah penduduk 483 Kepala Keluarga (KK) atau 2.968 Jiwa terdiri dari 4 Dusun, 8 RW, dan 16 RT. Mata pencaharian masyarakat


(52)

37

sebagian besar adalah adalah buruh tani dan nelayan, sebagian yang lain adalah pedagang dan peternak. Mayoritas penduduk desa ini memeluk agama Islam (97,7%).

D. Kelembagaan

Masyarakat Desa Sidodadi memiliki kelompok masyarakat yang fokus terhadap pelestarian lingkungan dan hutan mangrove. Pada tahun 2000 dibentuklah kelompok masyarakat peduli lingkungan (PAPELING) oleh kepala Desa Sidodadi saat itu dan menjadi ketua kelompok. Kemudian oleh ketua membentuk lagi kelompok yang dinaungi oleh PAPELING, yaitu Kelompok Ibu Sayang Lingkungan (KISLAH) dan Kelompok Anak Pencinta Lingkungan (MELATI). Jumlah masing-masing anggota kelompok yaitu PAPELING beranggotakan 60 laki-laki, KISLAH beranggotakan 52 perempuan, dan MELATI beranggotakan 30 anak-anak. Awal dibentuknya kelompok ini dikarenakan kekhawatiran kepala desa dan beberapa warga lainnya terhadap ancaman tsunami dan berkurangnya hasil nelayan karena luasan mangrove berkurang. Sehingga, kegiatan awal kelompok dalam melestarikan mangrove dilakukan sukarela bahkan menjadi tradisi di Desa untuk menanam mangrove setiap bulan. Namun, karena ketua kelompok sudah tidak menjadi kepala desa tidak ada dukungan pemerintah desa dalam kegiatan kelompok. Anggota kelompok pun mulai berkurang sehingga, pada tahun 2014 jumlah seluruh anggota menjadi 33 orang. Kegiatan kelompok pun berubah karena mangrove dirasa sudah dapat melindungi desa dari bahaya tsunami dan hasil laut bertambah. Sehingga, kegiatan kelompok saat ini hanya melakukan pembibitan mangrove jika mendapat proyek dari pemerintah ataupun


(53)

38

lainnya. Terlepas dari hal tersebut, dapat dilihat adanya hasil kegiatan kelompok, yaitu luasan mangrove Desa Sidodadi bertambah. Luas mangrove pada tahun 2009 memiliki luas 21,48 ha (Rahmayanti, 2009) dan pada tahun 2014 luasnya telah bertambah menjadi 42,17 ha (Nugraha, 2014). Kelompok ini juga berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat melalui kegiatan pembibitan pohon mangrove yang dapat menghasilkan satu juta bibit pertahun dan berhasil dijual hingga berbagai tempat di luar daerah.


(54)

60

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Karakteristik individu kelompok rata-rata termasuk kategori usia produktif, tingkat pendidikan formal tergolong tinggi, pernah mengikuti pendidikan non formal, pendapatan rata-rata Rp 1.000.000,00/ bulan, tingkat kesehatan tinggi, merupakan penduduk asli, dan memiliki jaringan kerja yang tinggi. 2. Modal sosial kelompok peduli mangrove Desa Sidodadi termasuk pada

kategori sedang.

3. Karakteristik individu secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap aksi kolektif dengan peluang kesalahan 0,070 dan variabel-variabel yang berpengaruh yaitu pendidikan nonformal, jumlah organisasi, jumlah teman dekat, serta kepuasan anggota.

B. Saran

1. Perlu ditingkatkan intensitas pertemuan kelompok dan keterlibatan seluruh anggota kelompok pada setiap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kelompok.

2. Setiap anggota kelompok perlu membatasi jumlah organisasi yang diikuti agar dapat memfokuskan kegiatan kelompok dan dapat menjalankan kegiatan dengan sukarela sehingga tidak mementingkan imbalan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2009. Perspektif Baru Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan

Laut. PT. Gaung Persada (GP) Press. Jakarta.

Alfisari. 2004. Analisis Modal Sosial Pada Kelompok Usaha Berbasis Komunitas

(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anggoro, A. D. 2010. Pengaruh Modal Sosial , Pemberdayaan Masyarakat, dan

Bantuan Sosial terhadap Ketahanan Usaha (Skripsi). Universitas Sebelas

Maret. Surakarta.

Bulu, Yohanes G. 2009. Pengaruh Modal Sosial dan Keterdedahan Informasi Inovasi terhadap Tingkat Adopsi Inovasi Jagung di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 27. No. 1:1 – 21.

Coleman, James. 1988. Social Capital in The Creation of Human Capital. The

American Journal of Sociology. The University of Chicago Pres : USA.

Darmawan, Arya H. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socio-

Economics Changes in Rural Indonesia. Wissenschaftverlag Vauk Kiel

KG: Germany.

Darmawan, Arya H. 2002. Kemiskinan Trust dan Stok Modal Sosial Masyarakat

Indonesia Baru. Makalah dibawakan dalam Seminar dan Kongres

Nasional IV Ikatan Sosiologi Indonesia. Bogor. 27-29 Agustus 2002. Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Republik Indonesia.

Jakarta.

Fukuyama, Francis. 2001. Social Capital, Civil Society and Development. Third World Quarterly.

Hanafri, M. Iqbal. 2009. Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat

Nelayan di Desa Penimbang Jaya Pandeglang (Skripsi). Institut Pertanian


(56)

58

Hartoyo. Rochana, Erna; Wirawan, Bintang. 2012. Penguatan Modal Sosial dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Pulau Pahawang, Kecamatan

Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran. Univeritas Lampung. Lampung.

Hermawati, Mefi dan Rinandri, Hesti. 2003. Penguatan dan Pengembangan

Modal Sosial Masyarakat Adat. Institut for Research and Empowerment :

Yogyakarta.

Jones, V. N. dan Woolcock M. 2007. Using Mixed Methods to Assess Social

Capital in Low Income Countries: A Practical Guide. University of

Menchester Press. UK.

Kementerian Kehutanan, 2011. Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan Hutan

Mangrove Wilayah I. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai dan Perhutanan Sosial. Denpasar.

Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor.

Marwoto. 2012. Peran Modal Sosial Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan

Rakyat dan Perdagangan Kayu (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mukhlisi, Boedi H., dan Hartuti P. 2013. Keanekaragaman Jenis dan Struktur Mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten

Pesawaran (Thesis). Universitas Diponegoro. Semarang.

Noor, Y.R., M. Khazali., dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan

Mangrove di Indonesia. Wetlands International. PHKA/WI-IP. Bogor.

Nurdin. 2009. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Penyesuaian Sosial Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan. Vol. 11. No. 1:86 – 108.

Pindiyck, R. S., dan Rubinfeld, D. L. 1997. Econometric Models and Economic

Forecast fourth edition. Irwin Mc Graw-Hill. Boston.

Pontoh, O. 2010. Identifikasi dan Analisis Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Jurnal Perikanan dan Kelautan

Tropis. Vol. 04. No.3:125 – 133.

Prasetia, Tiar. 2013. Hakekat Manusia Sebagai Kesatuan berbagai Karakteristik

Individu. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pribadiningtyas, D. K. 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove. Jurnal Administrasi Publik. Vol. 1. No. 3:70 – 79.

Putnam, Robert. 1995. Bowling Alone America’s Declining Social Capital.


(57)

59

Putri, I. F. 2011. Analisis Persepsi Modal Sosial dan Hubungannya dengan

Eksisstensi Kelompok Tani(Kasus pada Kelompok Tani Wanita “Sri Sejati 2”, Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu). Jurnal Sosial Ekonomi. Vol. 14. No. 1:11 – 17.

Putri, Novira Eka. 2011. Lingkungan Hidup Mempengaruhi Karakteristik

Individu. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Rahmayanti, R.A. 2009. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten

Pesawaran, Provinsi Lampung (Tesis). Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Rogers, Everett M and Kinchaid, D. Lawrence. 1980. Communication Network :

Toward a New Paradigma of Research. The Free Press. New York.

Santoso, S. 2014. Statistik Parametrik. Edisis Reavisi. Kompas Gramedia. Jakarta.

Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2009. Metode Penelitian Kualitatif

Kuantitatif. Alfabeta: Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Stone, Wendy and Hughes, Jody. 2002. Social Capital : Empirical Meaning and

Measurement Validity. Research Paper No 27, June 2002. Australian

Institute of Family Studies.

Sukmana, Oman. 2013. Konvergensi Antara Resource Mobilization Theory dan Identity Oriented Theory dalam Studi Gerakan Sosial Baru. Jurnal

Sosiologi Reflektif. Vol. 8. No. 1:1 – 24.

Suswati, Endang. 2012. Karakteristik Individu dan Karakteristik Organisasi Pengaruhnya terhadap Motivasi dan Kinerja Bidan pada Rumah Sakit

Umum Pemerintah Daerah Tapal Kuda Jawa Timur. Universitas gajayana.

Malang.

Tim Koordinasi Nasional. 2013. Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem

Mangrove Indonesia. Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional.

Jakarta.

Tim Penulis. 2008. Profil Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan (PAPELING)

Desa Sidodadi Kec. Padang Cermin Kab. Pesawaran. Pesawaran .

Lampung.

Tjandra, E; Y.R. Siagian. 2011. Mengenal Hutan Mangrove. Cita Insan Madani: Pakar Media. Bogor.


(58)

60

Tohani, E. 2011. Pendidikan Non Formal dan Pengurangan Kemiskinan di Pedesaan. Jurnal Walisongo. Vol. 19. No. 2:385 – 397.

Trison, Soni; Hero, Yulius. 2011. Hutan Rakyat di Indonesia: Tinjauan Aspek

Sosial, Kebijakan, dan Tenurial. Forum Komunikasi Kehutanan

Masyarakat. Bogor.

Uphoff, N. 2000. Understanding Social Capital: Learning from The Analysis

and Experience of Participation. Institutional Analysis. Cornell University.

215- 249.

Wijaksono, S. 2013. Pengaruh Lama Tinggal terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Permukiman. Jurnal Binus. Vol 04. No. 01.


(1)

lainnya. Terlepas dari hal tersebut, dapat dilihat adanya hasil kegiatan kelompok, yaitu luasan mangrove Desa Sidodadi bertambah. Luas mangrove pada tahun 2009 memiliki luas 21,48 ha (Rahmayanti, 2009) dan pada tahun 2014 luasnya telah bertambah menjadi 42,17 ha (Nugraha, 2014). Kelompok ini juga berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat melalui kegiatan pembibitan pohon mangrove yang dapat menghasilkan satu juta bibit pertahun dan berhasil dijual hingga berbagai tempat di luar daerah.


(2)

60

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Karakteristik individu kelompok rata-rata termasuk kategori usia produktif, tingkat pendidikan formal tergolong tinggi, pernah mengikuti pendidikan non formal, pendapatan rata-rata Rp 1.000.000,00/ bulan, tingkat kesehatan tinggi, merupakan penduduk asli, dan memiliki jaringan kerja yang tinggi. 2. Modal sosial kelompok peduli mangrove Desa Sidodadi termasuk pada

kategori sedang.

3. Karakteristik individu secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap aksi kolektif dengan peluang kesalahan 0,070 dan variabel-variabel yang berpengaruh yaitu pendidikan nonformal, jumlah organisasi, jumlah teman dekat, serta kepuasan anggota.

B. Saran

1. Perlu ditingkatkan intensitas pertemuan kelompok dan keterlibatan seluruh anggota kelompok pada setiap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kelompok.

2. Setiap anggota kelompok perlu membatasi jumlah organisasi yang diikuti agar dapat memfokuskan kegiatan kelompok dan dapat menjalankan kegiatan dengan sukarela sehingga tidak mementingkan imbalan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2009. Perspektif Baru Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut. PT. Gaung Persada (GP) Press. Jakarta.

Alfisari. 2004. Analisis Modal Sosial Pada Kelompok Usaha Berbasis Komunitas (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anggoro, A. D. 2010. Pengaruh Modal Sosial , Pemberdayaan Masyarakat, dan Bantuan Sosial terhadap Ketahanan Usaha (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Bulu, Yohanes G. 2009. Pengaruh Modal Sosial dan Keterdedahan Informasi Inovasi terhadap Tingkat Adopsi Inovasi Jagung di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 27. No. 1:1 – 21.

Coleman, James. 1988. Social Capital in The Creation of Human Capital. The American Journal of Sociology. The University of Chicago Pres : USA. Darmawan, Arya H. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socio-

Economics Changes in Rural Indonesia. Wissenschaftverlag Vauk Kiel KG: Germany.

Darmawan, Arya H. 2002. Kemiskinan Trust dan Stok Modal Sosial Masyarakat Indonesia Baru. Makalah dibawakan dalam Seminar dan Kongres Nasional IV Ikatan Sosiologi Indonesia. Bogor. 27-29 Agustus 2002. Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Republik Indonesia.

Jakarta.

Fukuyama, Francis. 2001. Social Capital, Civil Society and Development. Third World Quarterly.

Hanafri, M. Iqbal. 2009. Hubungan Modal Sosial dengan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Penimbang Jaya Pandeglang (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(4)

58

Hartoyo. Rochana, Erna; Wirawan, Bintang. 2012. Penguatan Modal Sosial dalam Pelestarian Hutan Mangrove di Pulau Pahawang, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran. Univeritas Lampung. Lampung. Hermawati, Mefi dan Rinandri, Hesti. 2003. Penguatan dan Pengembangan

Modal Sosial Masyarakat Adat. Institut for Research and Empowerment : Yogyakarta.

Jones, V. N. dan Woolcock M. 2007. Using Mixed Methods to Assess Social Capital in Low Income Countries: A Practical Guide. University of Menchester Press. UK.

Kementerian Kehutanan, 2011. Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. Denpasar.

Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor.

Marwoto. 2012. Peran Modal Sosial Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Rakyat dan Perdagangan Kayu (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mukhlisi, Boedi H., dan Hartuti P. 2013. Keanekaragaman Jenis dan Struktur

Mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran (Thesis). Universitas Diponegoro. Semarang.

Noor, Y.R., M. Khazali., dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International. PHKA/WI-IP. Bogor. Nurdin. 2009. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Penyesuaian Sosial

Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan. Vol. 11. No. 1:86 – 108.

Pindiyck, R. S., dan Rubinfeld, D. L. 1997. Econometric Models and Economic Forecast fourth edition. Irwin Mc Graw-Hill. Boston.

Pontoh, O. 2010. Identifikasi dan Analisis Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. Vol. 04. No.3:125 – 133.

Prasetia, Tiar. 2013. Hakekat Manusia Sebagai Kesatuan berbagai Karakteristik Individu. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pribadiningtyas, D. K. 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove. Jurnal Administrasi Publik. Vol. 1. No. 3:70 – 79.

Putnam, Robert. 1995. Bowling Alone America’s Declining Social Capital. www.muse.jhu.edu/demo/journal of Democracy/V006/Putnam.html.


(5)

59

Putri, I. F. 2011. Analisis Persepsi Modal Sosial dan Hubungannya dengan Eksisstensi Kelompok Tani(Kasus pada Kelompok Tani Wanita “Sri Sejati 2”, Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu). Jurnal Sosial Ekonomi. Vol. 14. No. 1:11 – 17.

Putri, Novira Eka. 2011. Lingkungan Hidup Mempengaruhi Karakteristik

Individu. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Rahmayanti, R.A. 2009. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung (Tesis). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rogers, Everett M and Kinchaid, D. Lawrence. 1980. Communication Network : Toward a New Paradigma of Research. The Free Press. New York.

Santoso, S. 2014. Statistik Parametrik. Edisis Reavisi. Kompas Gramedia. Jakarta. Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2009. Metode Penelitian Kualitatif

Kuantitatif. Alfabeta: Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Stone, Wendy and Hughes, Jody. 2002. Social Capital : Empirical Meaning and Measurement Validity. Research Paper No 27, June 2002. Australian Institute of Family Studies.

Sukmana, Oman. 2013. Konvergensi Antara Resource Mobilization Theory dan Identity Oriented Theory dalam Studi Gerakan Sosial Baru. Jurnal Sosiologi Reflektif. Vol. 8. No. 1:1 – 24.

Suswati, Endang. 2012. Karakteristik Individu dan Karakteristik Organisasi Pengaruhnya terhadap Motivasi dan Kinerja Bidan pada Rumah Sakit Umum Pemerintah Daerah Tapal Kuda Jawa Timur. Universitas gajayana. Malang.

Tim Koordinasi Nasional. 2013. Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional. Jakarta.

Tim Penulis. 2008. Profil Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan (PAPELING) Desa Sidodadi Kec. Padang Cermin Kab. Pesawaran. Pesawaran . Lampung.

Tjandra, E; Y.R. Siagian. 2011. Mengenal Hutan Mangrove. Cita Insan Madani: Pakar Media. Bogor.


(6)

60

Tohani, E. 2011. Pendidikan Non Formal dan Pengurangan Kemiskinan di Pedesaan. Jurnal Walisongo. Vol. 19. No. 2:385 – 397.

Trison, Soni; Hero, Yulius. 2011. Hutan Rakyat di Indonesia: Tinjauan Aspek Sosial, Kebijakan, dan Tenurial. Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat. Bogor.

Uphoff, N. 2000. Understanding Social Capital: Learning from The Analysis and Experience of Participation. Institutional Analysis. Cornell University. 215- 249.

Wijaksono, S. 2013. Pengaruh Lama Tinggal terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Permukiman. Jurnal Binus. Vol 04. No. 01.


Dokumen yang terkait

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI PANTAI SARI RINGGUNG, DESA SIDODADI, KECAMATAN PADANG CERMIN, KABUPATEN PESAWARAN

10 54 54

ALTERNATIF PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA KAWASAN BEKAS TAMBAK DI DESA SIDODADI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

0 4 7

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove (Studi kasus di Desa Durian dan Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan)

0 10 91

Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 7

Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 5

Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 2

Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 10

53 PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI PANTAI SARI RINGGUNG DESA SIDODADI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN (ECOTOURISM LANDSCAPE PLANNING OF MANGROVE FOREST IN SARI RINGGUNG BEACH SIDODADI VILLAGE PADANG CERMIN PESAWARAN) Bagus Nugr

0 0 14

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP AKSI KOLEKTIF KELOMPOK PEDULI MANGROVE DI DESA SIDODADI KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

0 0 12