Dermatitis Kontak Iritan

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Dr. Donna Partogi, SpKK
NIP. 132 308 883

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI
MEDAN
2008

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

DERMATITIS KONTAK IRITAN

PENDAHULUAN
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah suatu proses inflamasi local pada kulit
jika berkontak dengan zat yang bersifat iritan.1,2,3 Secara umum, terdapat dua macam DKI
yang bergantung dari jenis bahan iritannya, yaitu DKI akut dan akumulatif.1,3
Pada DKI akut,, kerusakan kulit oleh bahan iritan terjadi hanya dalam satu kali
pajanan.1,3 Zat yang menyebabkan DKI akut adalah zat yang cukup iritan untuk

menyebabkan kerusakan kulit bahkan dalam satu pajanan. Mencakup di dalamnya adalah
asam pekat, basa pekat, cairan pelarut kuat, zat oksidator dan reduktor kuat.4
Sedangkan pada DKI kumulatif (DKIK) kerusakan terjadi setelah beberapa kali
pajanan pada lokasi kulit yang sama , yaitu terhadap zat – zat iritan lemah seperti : air,
deterjen, zat pe;arut lemah, minyak dan pelumas.

1,3-8

Zat – zat ini tidak cukup toksik

untuk mneimbulkan kerusakan kulit pada satu kali pajanan, melainkan secara perlahan –
lahan hingga pada sutau saat kerusakannya , mampu menimbulka\n inflamsi. Penyebab
DKI kumulatif biasanya bersifat multifaktorial.4,9

EPIDEMIOLOGI
Priatna B ( 1997 ) dari Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa hampir
90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis kontak yang meliputi
DKI, dermatitis Kontak Alergi (DKA) dan dermatitis kontak foto.10 Hasil survei pusat
Hiperkes mengumpukan bahwa bahan – bahan yang menimbulkan kontak iritasi adalah
sabun, deterjen, bahan pembersih, pelarut ( solvent ) dan pewarna. Menurut Kurniati SC

di RSUD Tangerang ( dari Oktiober 1996 sampai Oktober 1997 ), ditemukan 51 kasus
penderita , 41,17% DKI dan 5,88% berupa dermatitis akinat kerja. Kasus –kasus tersebut
disebabkan pekerjaan mencuci , yakni kontak langsung dengan sabun dan deterjen.
Sedangkan dari tahun 1999 – 2001 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo kasus DKIK
akibat deterjen pertahun berkisar 9.09% hingga 20.95% daris eluruh dermatitis kontak.11

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

PATOGENESIS
Mekanisme patogenesis DKIK dapat terjadi melalui dua cara yaitu melalui
mekanisme kerusakan fungsi sawar kulit yang diperankan oleh stratum korneum dan
pelepasan mediator akibat kerusakan keratinosit.9
Stratum korneum memiliki banyak fungsi, salah satunya adalahs ebagai lapisan
sawar pelindung yang mnecegah pelepasan cairan berlebih dari kulit. Fungsi integritas
kulit bergantung pada kadar kelembaban stratum korneum.12
Kerusakan akibat pajanan zat iritan dimulai dengan kerusakan lapisan lipid dan
Natural Moisturizing Factor ( NMF) sehingga terjadi kekeringan kulit ( desikasi ),
kemudian kelainan stratum korneum ini akan mnegakibatkan kulit kehilangan fungsi
sawarnya.13 Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya pajanan langsung sel kulit yang

masih hidup ( viable ) terhadap zat iriutan tersebut. Jika zat iritan telah dapat mencapai
membran lipid keratinosit, maka zat tersebut dapat berdifusi melalui membran untuk
merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti.9
Aktivasi enzim fosfolipase oleh kerusakan keranitosit memicu pelepasan AA (
arachidonic acid ), DAG (diacylglyceride ), IP3 (inositides ) dan PAF ( palted activating
factor ). AA akan mengalami peruabhan menjadi PGs (prostaglandin) dan LTs (leukotrin
). DAG akan merangsang ekspresi gen sehingga terjadi sintesis protein berupa IL – 1
(interleukin – 1 ) an GMCSF (granulocyte –macrophage colony stimulating factor ). IL 1 akan mnegaktifkan sel Th ( T helper ) untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresikan
reseptor IL-2 , terjado perangsangan autokrin, di samping merangsang proliferasi sel – sel
tersebut. Keratinosit juga mengekspresikan molekul permukaan HLA –DR ( human
leukocyte antigen DR ) dan ICAM -1 (intercellular adhesion molecule 1 ). Prostaglandin
dan LTs akan merangsang dilatasi pembuluh darah , menyebabkan terjadinya trandsui
komplemen, dan aktivasi system kinin. Prostaglandin dan LTs berperan pula sebagai
chemoairactans bagi neutrofil dan limfosiy serta mengaktiovasi sel mast untuk
melepaskan histamin, LTs dan PGs lain.Seluruh proses tersebut di atas menyebabkan
perubahan seluler.14
Faktor – faktor pencetus terjadinya DKIK berhubungan dengan zat iritan, pajanan
( waktu dan frekeunsi ) lingkungan ( tekanan mekanis, suhu dan kelembaban ) serta
bergantung pada faktor predisposisi yaitu karakteristik individu ( umur, jenis kelamin,


Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

etnis, penyakit kulit yang telah ada, atopi, lokasi anatomis yang terpajan dan profesi
).3,4,5,9
Faktor zat iritan mencakup sifat disik dan kimia zat tersebut seperti : ukuran
molekul, ionisasi, polarisasi, PH dan kelarutan.Sedangkan faktor pajanan meliputi :
konsentrasi , volum, waktu aplikasi serta durasi pajanan. Umumnya , waktu pajanan yang
lama dan volum yang besar meningkatkan penetrasi.12
Pengaruh lingkungan , seperti kelembaban yang rendah dan suhu yang dingin,
merupakan faktor penting dalam menurunkan kadar air stratum korneum. Suhu yang
dingin saja dapat menurunkan kelenturan lapisan tanduk, sehingga menyebabkan
retaknya stratum korneum

3.

Oklusi meningktkan kadar air strtaum korneum sehingga

menurunkan fungsi efisiensi sawarnya.15 Hal ini mengakibatkan peningkatkan absorpi
perkutan zat – zat yang larut dalam air.3

Penderita atopi rentan terhadap efek iritasi zat iritan. Kandungan zat iritan juga
penting dalam meningkatkan iritasi. Kebanyakn produk pemersih kulit di pasaran dapat
mneyebabkan efek iritasi primer jika digunakan berulang –ulang atau berlebihan, akan
tetapi jika digunakan sesuai aturan, kulit normal tidak akan teriritasi.16
Kulit

normal memiliki PH berkisar sekitar 5,5 meski beberapa peneliti

berpendapat bahwa PH kulit berkisar antara 6 -7. Kisaran PH kulit natara lain ditentukan
oleh adanya mantel asam yaitu lapisan tipis yang ditinggalkan oleh keringat dan bersifat
asam. Bakteri anggota mikroflora kulit

memerlukan PH tertentu untuk dapat

melaksanakan pertumbuhan optimum. Terdapat perbedaan PH untuk pertumbuhans etiap
jenis bakteri, misalnya S.aureus membutuhkan PH 7,5 untuk pertumbuhannya, sedangkan
P.aureus memerlukan PH antara 6 – 6.5 17
Larutan deterjen memiliki PH 9,5 dan jika digunakan berulang –ulang selama
beberapa hari PH kulit akan naik menjadi 8. Kondisi kulit yangd emikian tidak menjadi
sarana yang baik bagi pertumbuhan mikroflora yang penting untuk menjaga lapisan matel

asam 11
Saat terpajan dengan iritan yang sama dengan kondisi

yang sama pula,

perkembangan tingkat iritasi tiap individu berbeda –beda. Faktor – faktor
berpengaruh terhadap kerentanan individu meliputi : 3
-

Umur dan lokasi

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

yang

Kerentanan kulit terhadap efek iritasi zat iritan menurun seiriing dengan usia.3 Hal ini
disebabkan oleh penurunan fungsi sawar.18

Penelitian menunjukkan


bahwa

iritabilitas kulit terhadap sodium lauril sulfat mencapai puncaknya selama masa
kanak – kanak dan menurun selama dewasa, mencapai tingkat terendah saat dekade
keenam. Lokasi dengan rekativitas tertinggi adalah paha, punggung atas dan lengan
bawah.19
-

Ras

Individu berkulit gelap seperti orang Afrikan dan Hispanik, memperlihatkan respon
iritasi yang lebih besar terhadap surfaktan, sodium lauril sulfat, begitu pula terhadap
zat kimia dan sinar ultra violet.4 Dikatakan bahwa kulit berwarna ( Afrika, Asia,
Hispanik ) memiliki fungsi sawar yang lebih rentan dibandingkan dengan kulit
putih.20
-

Jenis Kelamin


Kerentanan kulit terhadap iritasi tidak berbeda antar jenis kelamin. Akan tetapi
penelitina menunjukkan bahwa kulit wanita cenderung lebih mudah terkena iritasi
selama periode prementruasi.6
-

Dermatitis yang telah ada dan dermatitis atopi

Penderita atopi rentan terhadap efek iritasi 5,7 Trans-epidermal water loss ( TEWL )
lebih tinggi pada subjek dengan riwayat dermatitis setelah terpajan deterjen.
Abnormalitas sawar kulit atopi dari menurunnya ambang iritasi merupakan faktor
penyebab kerentananya terhadap iritasi 5
-

Profesi

Deterjen merupakan pembersih kulit yang seting digunakan oleh seluruh pekerja
industri , dan bersifat iritan lemah. Pembersihan kulit yang berlebihan dengan
deterjen dapat meneybabkan DKI kumulatif pada iundividu yang memiliki faktor
predisposisi kelompok beresiko ini yaitu para petugas kebersihan, catering,
konstruksi, penata rambut, petugas rumahs akit, pekerja industri kimia, petugas dry

cleaning dan pekerja logam
terjadinya DKI. 3,5,6

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

Secara umum, aktivitas wet work mudah memicu

Selain faktor – faktor di atas, air ternyata merupakan faktor iritas tersendiri sehingga
mempermudah terjadinya DKIK.7

Bahkan air dalam keadaan oklusif mampu

menimbulkan kelainan pada lapisan lipid dan merusak stratum korneum . 21

MANIFESTASI KLINIS
Penyebab kerusakan stratum korneum pada DKI kumulatif adalah penurunan
ambnag kulit terhadap kerusakan berulang yang terjadi lebih cepat daripada waktu
untuk penyembuhan sempurna fungsi sawar kulit. Gejala klinis baru terlihat jika
kerusakan yang terjadi melebihi ”ambang manifestasi” tertentu , yang akna berbeda

untuks etiap individu.3,9 Nilai ambang bukan angka yang tetap bagi individu , tetapi
dapat menurun jika ada suatu penyakit.3
Dikatakan bahwa sebelum efek inflamasi dan kulit kering terlihat oleh mata,
secara histopataologik pada kulit sudah terjadi kerusakan. Karena DKI kumulatif
disebabkan oleh zat iritan lemah, maka kelainian kulit yang diakibatkannya bersifat
kronis. Efek iritasi yang terjadi dapat merupakan gejala yang dapat diobservasi oleh
penglihatan dan berupa keluhan subjektif. Lesi kulitnya berupa eritematosa,
likenifikasi, ekskoriasi, skuama, hiperkeratosis, dan kulit pecah dengan batas yang
tidak tegas.3 Sedangkan keluhan yang timbul dapat berupa gatal, panas, dan nyeri
akibat pecahnya kulit yang hiperkeratotik. Lokasi kulit mana saja yang dapat terkena,
akan tetapi yang terbanyak adalah tangan, ”alat” manusia yangs ering berinteraksi
dengan lingkungan.3

HISTOPATOLOGIS
Dermatitis kontak iritan tidak dapat dikarakteristik berdasarkan atas gambaran
histologi yang didapatkan. Gambaran histologinya dapat berbeda tergantung dari tipe,
onset, umur, beratnya dan kronisitas dari dermatitis. Dimulai dengan adanya infiltrasi
dari vena plexus superfisilis yang diatasi kesekitarnya. Selanjutnya sel – sel tersebut
masuk ke epidermis dan menimbulkan spongiosis dan Balloning ( intra seluler
oederma ). Iritan juga menyebabkan nekrosis dan keratinosit pada fase akut atau

relaps terbentuk vesikel intra epiderma di mana vesikel ini dibentuk oleh Spongiosis

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

dan balloning. Nekrosis sel sel keratinosit akhirnta menyebabkan nekrosis dan
epidermis 22

DIAGNOSIS
Diagnosis DKIK dapat ditegakkan jika ada riwayat pajanan terhadap zat iritan,
manifestasi klinis menggambarkan morfologi DKIK dan dengan menyingkirkan DKA.3
Untuk membedakannya dengan DKA , maka dilakukan tes tempel (patch test ). Test ini
dilakukan untuk membuktikan adanya DKA dan menemukan alergen penyebabnya ,
bukan untuk mendiagnosis pasti DKI.
Berbagai macam parameter dengan

metode non invasif dapat diapaki untuk

menetapkan daya iritasi zat iritan pada kuliut yaitu morfologis klinis berupa eritema,
skuama, fisura, likenfikasi dan hiperkeratosis, pengkuran PH kulit , kanduingan air di
permukaan kulit, trans –epidermal water loss, serta konduksi listrik. Parameter lain yang
dapat digunakan untuk melihat fungsi kulit pada kasus DKIK adalah ; 3

Fungsi Kulit

Parameter

Fungsi sawar SC

TEWL

Prinsip
( mengukur

Alam
gradien Evaporineter

Transepidermal

kelembaban

udara Tewameter

water loss )

pada jarak tertentu
dengann kuliy

Kelembaban kulit

Daya konduksi

Mengukur konduksi Skicon
antara

dua

eleektroda
Mantel Asam Kulit

PH permukaan kulit

Aktivitas

ion PH meter

hidrogen pada pH
Elektroda
Aliran darah kulit

Capilarry

Perubahan panjang Laser

erythrocite flow

gelombang

sinar yelocimeter

refleksi akibat efek
doppler
Kekasaran kulit

Adhesional

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

and Mengukur kekuatan Frionmeter

Doppler

glide fraction

yang

dieprlukan

untuk memindahkan
suatu

objek

di

permukaan kulit

Profilometer

Deviasi evalasi dan Profilometeri

visiometer

cekungan kulit dari mekanis

atau

rata rata

pada

dengan laser
replika

permukaan

kulit
Kohesi

stratum Kohesi korneosit

Mengukur kekuatan

Kohesiometer

korneum
Warna Kulit

Refleksi cahaya

Mengukur

refleksi Kolorimeter

kilatan

cahaya tristimulus,

elemen foto
Ketebalan kulit

Jarak

antara Refleksi

sinyal A

permukaan kulit dan ultrasonik
batas

frekeunsi

koriumusubkutris

p[ada
kulit
akustik

spektrofotometer
atau

C

scan

pada ultrasonik
tinggi

permukaan
dan

batas
antara

korium dan subkutis

Trans – epidermal water loss sebagai indikator fungsi sawar epidermis sesuai digunakan
untuk mendeteksi kelainan fungsi sawar secara seksama lebih awal daripada pemeriksaan
klinis dan untuk mengetahui derajat kelainan secara kuantitatif. Juga dapat digunakan
sebagai indikator perbaikan fungsi sawar.3

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Dasar penatalaksanaan adsalah dengan menghindari pajanan terhadap zat iritan.
Hal ini dilakukan dengan bertukar lingkungan kerja, proteksi kulit individual seperti
Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

dengan penggunaan sarung tangan, baju dan krim pelindung dan jika diperlukan cuti
sakit hingga regenrasi sempurna fungsi sawar kulit tercapai.3

A. Pencegahan
DKIK dapat diceagh. Pekerja harus diberi pengarahan atau edukasi tentang berabgai
macam cara pencegahan sebelum mulai bekerja , dapat juga dilakukan skrining
sebelum bekerja ( pre-employment screening ). Pada screening i9ni para pekerja
dengan faktor predisposisi sebaiknya menghindari aktivitas yang

berhubungan

dengan air dan zat – zat iritan.7

1. Krim pelembab
Umumnya pelembab mengandung humectant dengan berat molekul rendah dan lipid.
Humectants seperti urea , gliserin, asam laktat, pyrroledone carboxylic acid (PCA )
dan garan, diabosrpsi ke dalam stratum kornemum dan meningktkan hidrasid engan
cara menarik air. Lipid, seperti petrolatum, lilin lebah, lanolin dna bermacam –
macam minyak dalam pelembab, memiliki efek sebagai membran oklusif pada kulit
23

2. Barrier creams
Krim ini digunakan unmtuk mencegah atau mengurangi penetrasi dan abrobsi zat
iritan ke ke kulit , mencegah terjadinya lesi kulit atau efek pajanan ke dermis. Biasa
dipakai untuk mnecegah dan mengobati dermatitis kontak di lingkungan industri dan
rumah.23
Menurut penelitian dikatakan bahwa mekanisme kerja BC melalui bahan – bahan
aktif yang terkandung di dalamnya mengikat atau merubah zat iritan. Sebagahagian
besar menerima bahwa BC mempengaruhi absobsi dan penetrasi iritand enganm bloik
fisik, yaitu membentuk lapisan tipis film yang melindungi kulit.23
3. Baju dan sarung tangan pelindung
Sarung tangam memiliki efek protektif terhadap pajanan deterjen. Baju pelindung
juga mempunyai peranan pentings ebagi pelindung tubuh di lingkungan industri.
Akan tetapi perlu juga diingat bahwa baju ini dapat memerangkap kelembaban dan
zat kimia yang kemungkinan membahayakan kulit untuk jangka waktu yang lebih

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

lama dan meningkatkan kemungkinan timbulnya dermatitis. Juga perlu diperhatikan
bahwa zat kimia dengan berat molekul rendah tetap dapat berpenetrasi menembus
sarung tangan.23
B. Pengobatan
Penggunaan kortikosteroid topikal tetrap meruapakn pilihan untuk DKIK. Golongan
kortikosteroid disesuaikan dengan kondisi les kulit. Jika terdapat infeski sekunder dapat
diatasi dengan pemberian antibiotika oral maupun topikal.3 Perlu diperhatikan dalam
penggunaan jangka lama dapat menyebabkan atrofi yang makin meningktkan kepekaan
terhadp iritasi. Pilihan terapi yang lain meliputi tertopikal dan fototerapi UVB/PUVA.
Pada kasus kronik yang sulit, dapat diindikasikan tindakan radiasi.3

PROGNOSIS
DKIK mempunyai prognosis yang meragukan, karena sering terjadi rekurensi akinat
kesulitan untuk menghindari pajanan terhadap zat iritan sehari hari di rumah maupun di
lingkungan kerja. Resolusi lesi kulit berjalan lambat dan terkadang tidka sempurna.
Untuk itus elain pengobatan perlu diperhatikan cara untuk menjaga agar fungsi sawar
kulit berjalan dnegan baik. Faktor yang turut memperburuk prognmosis adalah jika
terdapat dermatitis atopi.3

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

1. Ng.SK, Goh CL. Irritant Contact Dermatitis and Allergic Contact Dermatitis. In
: Ng. SK, Go CL. The principles and practice of Contact and Occupational
Dermatology in the Asia – Pacific Region , Singapore 2001 : 1 – 13
2. Tan SH. The Histrology of Contact

Dermatitis. In : Ng.SK, Goh CL. The

Principles and Practice of Contact and Occupational Dermatology in the Asia –
Pacific. Singapore 2001 : 17 – 21
3. Wigger – Albert W, Live D, Elsner P. Contact Dermatitis Due to Irritation In :
Adams RM Occupational Skin Diseases 3 rd Ed. Philadelphia 1999 : 1 – 9
4. Rietschel RL, Fowler JF. Hands Dermatitis Due to Contacts : Special
considerations In : Fischer’s Contact Dermatitis 5th +Ed. Philapdelphia 2001 :
269 – 76.
5. Lammintausta K, Maibach HI. Irritant Contact dermatitis. 425 – 9
6. Diepgen TL, Cocnrads PJ. The Epidemiology of Occupatioanl Contact Dermatitis
In : Kanerva E, Elsner P. Wahlberg, Maibach HI. Handbook of Occupational
Dermatology, Berlin Heidelberg 2000 : 3 -1 4
7. Elston CDM, Ahmed DDF, Watsky KL, Schwarzeberger K. Hand Dermatitis J.
Am Acad dermatol 2002; 47:291 – 9
8. Nettis E, Colanardi MC, Soccio AL. Ferrannimi A, Tursi A. Occupational Irritant
and Allergic Contact Dermatitis Among Healthcare Workers. Contact Dermatitis
2002 : 46 : 101 – 7
9. Irritant Contact Dermatitis Enviroderm Services October 2000
10. Priatna B Peraturan Pemerintah

tentang Dermatosis Akibat Kerja. PIT

IV

PERDOSKI Samarinda : 1997 ; 21 – 8.
11. Data mnorbilitas Subbagian Alergi dan Immunologi. Bagian /SMF Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo jakarta. 1998 –
2002
12. Zienicke H. Skin Hydration ( Transsepidermal water loss ). Measuring Methods
and Dependence on washing Procedure. In : Barun – Falco O, Korting HC, Eds.

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

Skin Cleansing With Synthetic Detergents. Berlin Heidelberg : Springer – Verdag
1990; 130 -7
13. Seidebari S. Evaluation of Barrier Function and Skin Reactivity in Occupational
Dermatoses. In : Kanerva E, Elsner P, wahlberg, Maibach HI. Handbook of
Occupational Dermatology. Berlin Heideberg 2000 ; 64 – 73.
14. Marks JG, Elsner P, Deleo VA, Allergic and Irrirant Contact Dermatitis In :
Contact and Occupational Dermatology, 3 rd Ed. Missouri 2002 ; 3 – 15
15. Zhai H, Maibach HI. Skin Occlusion and Irritant and Allergic Contact Dermatitis
: an Overview. Contact Dermatitis 2001; 44: 201 – 6.
16. Mathias CGT. Soaps and Detergents in : Adams RM. Occupational Skin Disesase
3rd Ed. Philadephia 1999 : 353 – 367
17. Soebaryo RW. Prediksi Klinis Dermatitis Kontak – Tangan Pada Pekerja Dengan
Kondisi Diatesis Atopi-Kulit. Program Pasca sarjana

Universitas Indonesia

Jakarta , 1999 ; 10 -39
18. Wigger – Aloberti W, Elsner P. Contact Dermatitis Due to Irritation . In :
Kanerva E, Elsner P, Whalberg , Maibach HI. Handbook of Occupational
Dermatologfy. Berlin Heidelberg 2000 : 99 -108
19. Potts Ro, Bommannan B. Guy RH. Percutaneous Absorp[tion In : Mukhtar H
Pharmacology of the Skin. New York 1992 ; 13 -27.
20. Taylor SC. Skin of Color : Biology, Structure, Functiuon and Implications for
Dermatologic Diseases
21. Zhai Hingbo, Miabcah HI. Occulsion vs Skin Barrier Function. Skin Research and
Technology 2002 ; 8 : 1 – 6
22. Lever WF, Schaumberg – Lever G ; Hispathology of the skin . Philadelphia ; JB.
Lippincott Company, 1983
23. Zhai H, Anigbogu A, Maibach HI. Treatment of Irritant and Allergic Contact
Dermatitis. In : Kanerva L.Elsner P. Wahlberg JE, Maibach HI, Eds handbook of
Occupational Dermatoilogy. Berlin Heidelberg : Springere –Verlag, 2000 : 402 -9

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009

Donna Partogi : Dermatitis Kontak Iritan, 2008
USU e-Repository © 2009