Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

(1)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK ALERGI

TESIS

NELLY

NIM : 107105009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK ALERGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Oleh

NELLY

NIM : 107105009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

Nama : Nelly

Nomor Induk : 107105009 Program Studi : Ilmu Kedokteran

Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. dr. Irma D Roesyanto, SpKK(K))(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K)) NIP. 194712241976032001 NIP. 195012111978112001

Ketua Departemen Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

(Prof. Dr. dr. Irma D Roesyanto, SpKK(K))(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K)) NIP. 194712241976032001 NIP. 195012111978112001


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

NAMA : NELLY

NIM : 107105009 Tanda tangan :


(5)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Dermatitis kontak alergi merupakan sensitivitas yang didapat terhadap paparan bahan yang menimbulkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang telah tersensitisasi terhadap bahan tersebut sebelumnya. Dermatitis atopik ditunjukkan sebagai faktor risiko untuk terjadinya dermatitis kontak alergi dimana insidennya meningkat seiring dengan usia dalam individu atopi

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi

Berbagai penelitian mengenai hubungan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross

sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak

diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari

European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai

dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Pasien didiagnosis dermatitis atopik sesuai kriteria Hanifin dan Rajka.Hasil dianalisis secara statistik.

.

Hasil : Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dermatitis atopik bukan penentu utama dalam kejadian dermatitis kontak alergi.

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi.

Kata kunci : dermatitis kontak alergi, dermatitis atopik, kriteria Hanifin dan Rajka, uji tempel.


(6)

THE ASSOCIATION BETWEEN ATOPIC DERMATITIS AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni Department of Dermato-Venereology

Medical Faculty of Sumatera Utara University RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background :Allergic contact dermatitis is an acquired sensitivity to various sub-stances that produce inflammatory reactions in those, and only those, who have been previously sensitized to the allergen. Atopic dermatitis is known as risk factor in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.

Objective :To investigate the association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence

Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Diagnosis of atopic dermatitis is based on Hanifin and Rajka criteria. The results were analyzed statistically.

Results :This study revealed that atopic dermatitis was not main determinant in allergic contact dermatitis incidence.

Conclusion : There was no significantly associated between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence.

Key words :allergic contact dermatitis, atopic dermatitis, Hanifin and Rajka criteria, patch test.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memampukan penulis dalam menyelesaikan seluruh rangkaian penyusunan tesis yang berjudul: “Hubungan dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar keahlian Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian tesis ini ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), selaku pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan, koreksi dan dorongan semangat kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini dan juga sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), selaku pembimbing kedua, yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam membimbing, memberi masukan dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan


(8)

tesis ini dan juga sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis dan senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

4. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Yang terhormat dr. Richard Hutapea, SpKK(K), sebagai anggota tim penguji, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini

6. Yang terhormat dr. Kristo A. Nababan, MKed(DV), SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini

7. Yang terhormat dr. Meidina K. Wardani, SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini


(9)

8. Yang terhormat para Guru Besar, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

9. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

10. Yang terhormat Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku konsultan statistik, yang telah banyak membantu penulis dalam hal metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian ini.

11. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

12. Yang terhormat semua pasien dengan riwayat dermatitis kontak yang telah terlibat dalam penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

13. Yang tercinta Ibunda The Lie Hiong yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan penulis. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa beryukurnya saya dan kiranya hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat membalas segalanya.


(10)

14. Yang terkasih adik saya Zeinun, S.Kom, terima kasih atas doa, dukungan dan semua bantuan yang telah diberikan kepada saya selama ini.

15. Yang terkasih kekasih saya dr. Hendra A. Choandry, SpPD, terima kasih untuk segala dukungan moril dan materil, perhatian, dan kebersamaan kita selama ini. Doa dan semangat darimu merupakan salah satu sumber kekuatan saya dalam menjalani suka duka masa pendidikan ini.

16. Teman seangkatan dan sahabat saya tersayang, dr. Evita Lourdes br. Pinem, dr. Fitry Adelia Sy, dr. Nadiya Munir, dr. Lia Yutrishia, dr. Sulistya Dwi Rahasti, dr. Indah Atmasari terima kasih untuk kerjasama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

17. dr. Liza Arianita, dr. Ridha Raudha, dr. Lora Desika Kaban, dr. Nita Andrini, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan selama persiapan mengikuti ujian nasional hingga penyelesaian tesis ini.

18. dr. Tri Nanda Syahfitri, dr. Arie Hidayati, dr. Ivan Tarigan, dr. Yosie Anra, dr. Dewi Lastya Sari, dr. Meilania Hasnatasha, dr. Dina Theresa yang telah menjadi teman berbagi cerita suka dan duka, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan selama menjalani masa pendidikan ini.

19. Yang terhormat seluruh teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.


(11)

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini.Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani masa pendidikan ini.

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan melindungi kita sekalian. Amin.

Medan, April 2015

Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………...………. i

ABSTRACT ...……….…..….... ii

KATA PENGANTAR ………….……….…………...……. iii

DAFTAR ISI …..………...…… viii

DAFTAR TABEL………..….…..… x

DAFTAR GAMBAR……….…..…. xi

DAFTAR LAMPIRAN...……….…………..………..………… xii

DAFTAR SINGKATAN………...……….…..………xiii

BAB 1 PENDAHULUAN………..…... 1

1.1. Latar Belakang……….……… 1

1.2. Rumusan Masalah……….………...… 3

1.3. Hipotesis………..… 3

1.4. Tujuan Penelitian………. 3

1.4.1. Tujuan umum………... 3

1.4.2. Tujuan khusus……….. 3

1.5. Manfaat Penelitian………... 4

1.5.1. Bidang akademik atau ilmiah………...…… 4

1.5.2. Pelayanan masyarakat……….….… 4

1.5.3. Pengembangan penelitian……….... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………..…... 5

2.1. Dermatitis Kontak Alergi……….... 5

2.1.1. Definisi……… 5

2.1.2. Epidemiologi………...….... 5

2.1.3. Faktor-faktor predisposisi……… 5

2.1.3.1. Genetik………... 5

2.1.3.2. Jenis kelamin………..…... 6

2.1.3.3. Usia………...…. 6

2.1.3.4. Ras………..…... 7

2.1.3.5. Dermatitis atopik………...… 7

2.1.3.6. Penyakit penyerta……….…………. 7

2.1.3.7. Faktor-faktor lain………... 7

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis………..… 8

2.1.4.1. Fase sensitisasi………... 8

2.1.4.2. Fase elisitasi………..…. 9

2.1.5. Gambaran klinis……….….. 10

2.1.5.1. Fase akut……….…... 11

2.1.5.2. Fase sub akut………. 11

2.1.5.3. Fase kronis……….… 11

2.1.6. Diagnosis………. 11

2.2. Dermatitis Atopik……….…...… 13


(13)

2.2.3. Etiopatogenesis……… 14

2.2.4. Gambaran klinis………..………. 15

2.2.5. Diagnosis………...……….. 17

2.3. DKA dan DA……….. 18

2.4. Kerangka Teori……….…... 20

2.5. Kerangka Konsep……… 21

BAB 3 METODE PENELITIAN……….. 22

3.1. Desain Penelitian……….…… 22

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….…….… 22

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian………..…………. 22

3.3.1. Populasi target………. 22

3.3.2. Populasi terjangkau……….….… 22

3.3.3. Sampel………. 22

3.3.3.1. Kriteria inklusi……….…….. 23

3.3.3.2. Kriteria eksklusi……….……… 23

3.4. Besar Sampel……….……….…. 23

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian……….……….… 24

3.6. Identifikasi Variabel……… 24

3.7. Cara Penelitian……….………… 24

3.7.1. Pencatatan data dasar……….. 24

3.7.2. Pemeriksaan uji tempel………... 25

3.7.3. Pemeriksaan pasien dermatitis atopik………. 26

3.8. Definisi Operasional……….……... 27

3.9. Kerangka Operasional……….….… 28

3.10. Pengolahan dan Analisis Data……….… 28

3.11. Etika Penelitian……….…... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 30

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian………...… 30

4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi ………. 34

4.3. Hubungan antara DA dengan DKA……… 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……….……. 43

5.1. Kesimpulan……….…. 43

5.2. Saran……….………... 43

DAFTAR PUSTAKA……… 44


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Kriteria diagnostikDAoleh Hanifin dan Rajka .…………. 17 4.1 Data karakteristik sampel DK ……….. 31 4.2 Karakteristik stigmata atopik sampel penelitian ………….. 34 4.3 Alergen penyebab dermatitis kontak alergi …………..…... 35


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka teori ………. 20

2.2 Kerangka konsep ………. 21

3.1 Kerangka operasional ……….……. 28 4.1 Frekuensi alergen penyebab DKAberdasarkan golongan usia ... 39


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Naskah Penjelasan Kepada Peserta Penelitian ………….... 48

2. Persetujuan Setelah Penjelasan ……… 51

3. Status penelitian ………..….……… 52

4. Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan ………... 57

5. Anamnesis Tes Tempel ……… 58

6. Hasil Pemeriksaan Tes Tempel ……… 64

7. Data Penelitian ………. 65

8. Analisis Statistik ……….. 69

9. Gambar Uji Tempel dan Hasil Pembacaan ……….. 73


(17)

DAFTAR SINGKATAN

BPS : Badan Pusat Statistik

AAAAI : American Academy of Allergy, Asthma and Immunology

CCL : Chemokine (C-C motif) Ligand

CD :

DA : Dermatitis Atopik Cluster of Differentiation DK : Dermatitis Kontak

DKI :

DKA : Dermatitis Kontak Alergi DermatitisKontak Iritan

DNCB :

FK : Fakultas Kedokteran 2,4-dinitrochlorobenzene

GMCSF : Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor HAM : Haji Adam Malik

HLA : Human Leucocyte Antigen

ICAM : Intercellular Adhesion Molecule

ICDRG : International Contact Dermatitis Research Group IFN : Interferon

Ig : Imunoglobulin

IKKK : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin IL : Interleukin

IL-R : Interleukin Reseptor

IPPD : N-Isopropyl-N-Phenyl-4-Phenylenediamine

LFA : Lymphocyte Function-associated Antigen

MBT : 2-Mercaptobenzothiazole

NDMA : p-nitroso-dimethylaniline

PPD :

PT : Perseroan Terbatas Para-Phenylenediamine

PTBP : 4-tert-Butylphenolformaldehyde resin RSCM : Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SMF : Satuan Medis Fungsional

Th : T helper

TNF-α : Tumor Necrosis Factor α


(18)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Dermatitis kontak alergi merupakan sensitivitas yang didapat terhadap paparan bahan yang menimbulkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang telah tersensitisasi terhadap bahan tersebut sebelumnya. Dermatitis atopik ditunjukkan sebagai faktor risiko untuk terjadinya dermatitis kontak alergi dimana insidennya meningkat seiring dengan usia dalam individu atopi

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi

Berbagai penelitian mengenai hubungan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross

sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak

diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari

European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai

dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Pasien didiagnosis dermatitis atopik sesuai kriteria Hanifin dan Rajka.Hasil dianalisis secara statistik.

.

Hasil : Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dermatitis atopik bukan penentu utama dalam kejadian dermatitis kontak alergi.

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi.

Kata kunci : dermatitis kontak alergi, dermatitis atopik, kriteria Hanifin dan Rajka, uji tempel.


(19)

THE ASSOCIATION BETWEEN ATOPIC DERMATITIS AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni Department of Dermato-Venereology

Medical Faculty of Sumatera Utara University RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background :Allergic contact dermatitis is an acquired sensitivity to various sub-stances that produce inflammatory reactions in those, and only those, who have been previously sensitized to the allergen. Atopic dermatitis is known as risk factor in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.

Objective :To investigate the association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence

Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Diagnosis of atopic dermatitis is based on Hanifin and Rajka criteria. The results were analyzed statistically.

Results :This study revealed that atopic dermatitis was not main determinant in allergic contact dermatitis incidence.

Conclusion : There was no significantly associated between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence.

Key words :allergic contact dermatitis, atopic dermatitis, Hanifin and Rajka criteria, patch test.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis Kontak (DK)adalah inflamasi kulit yang diinduksi oleh bahan-bahan yang kontak dengan kulit.1Secara garis besar DK dapat dibagi dua yaitu Dermatitis Kontak Iritan (DKI)yang merupakan reaksi inflamasi pada kulit akibat paparan bahan yang menyebabkan erupsi pada sebagian besar orang yang kontak dengan bahan tersebut dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA)yang merupakan sensitivitas yang didapat terhadap paparan bahan yang menimbulkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang telah tersensitisasi terhadap bahan tersebut sebelumnya.

DKI

2

lebih seringterjadi daripadaDKA.DKI terjadi sekitar 80% dari seluruh pasien DK sedangkan DKA hanya sekitar 10-20%.3,4Menurut survei yang dilakukan oleh American Academy of Allergy, Asthma and Immunology (AAAAI) sebanyak5,7 jutakunjungan dokterpertahundilakukan untuk masalah DK.5Adalebih dari 85.000bahan kimiadilingkunganduniasaat ini dan hampirsetiap bahandapatmenjadi iritan, sedangkanlebih dari3.700bahantelah diidentifikasi sebagaialergenkontak.5,6Insiden DK terus meningkat, begitu jugadengan jumlah alergen dan iritan yang dilaporkan sebagai penyebab kondisi tersebut.

Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan disebabkan DK akibat pekerjaan.Di Skandinavia insiden DK lebih tinggi daripada di Amerika.

7

8 Di Indonesia, laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sam Ratulangi Manado pada Januari 2001-Desember 2005


(21)

insiden DK sebesar 5,51%.9Dipoliklinik alergi Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) dr. Pirngadi Medan insiden DK pada tahun 2000 sebanyak 30,61% dan tahun 2001 sebanyak 30,40%.DiPoliklinik Alergi-ImunologiRumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik (HAM) Medan pada tahun 2000 didapatkan 731 pasien baru dengan 201 pasien atau 27,50% menderita DK, sedangkan pada tahun 2001 insiden DK sebesar 23,70%.10Berdasarkan data rekam medis di RSUP HAM Medan pada tahun 2013 didapatkan pasien baru yang berkunjung ke Poliklinik Alergi-Imunologi sebanyak 248 orang dengan 77 pasien menderita DK dan 17 pasien didiagnosis DKA. Dari catatan medis poliklinik alergi di RSUP HAM Medan pada tahun 2000 sebanyak 5,39% disebabkan oleh sandal karet, 3,43% masing-masing oleh obat tradisional dan krim topikal, dan penyebab terbanyaknya sebesar 68,62% adalah tidak diketahui.10,11

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki faktor-faktor yang berhubungan dengan DKA.Semuakelompok usia dapat terkenadenganjumlah sedikit lebih banyakpada perempuan akibat adanya paparan kontaktan spesifik dalam perhiasan dan kosmetik. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa polimorfisme gen sitokin misalnyaTumor Necrosis Factor (TNF)-α telah ditunjukkan lebih umum pada individu yang polisensitisasi.5,6Dermatitis Atopik (DA) juga ditunjukkan sebagai faktor risiko untuk DKA dimana DKA meningkat seiring dengan usia dalam individu yang atopi.8,12

Sampai saat ini,pasien denganDAkebanyakan masih dianggaplebih kecil kemungkinannya untukmenderitaDKA. Beberapapenelititelah melaporkanadanya penurunanfrekuensisensitisasikontak pada individu denganDA. Ada jugasejumlah penelitian yangmenunjukkan bahwasensitisasikontak dalamDAdihubungkan


(22)

secara terbalikdengan keparahanklinis.13Banyakpenelitipada akhir-akhir ini telah menemukan bahwa frekuensi alergi kontak pada pasien dengan DA adalah sebanding dengan yang non atopi baik pada populasi dewasa maupunanak.8,13 Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa individu atopi dan nonatopi memiliki reaksi imunologi yang sama dalam terjadinya DKterhadap alergen tertentu.13,14

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut didapatkan hasil yang bervariasi.Studi-studi yangmembahashubungan antaraDA danDKA masih sangat sedikit dan belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya di Medan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan DA dengan kejadian DKA.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara DA dengan kejadian DKA.

1.3. Hipotesis

Ada hubungan antara DA dengan kejadian DKA.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan DA dengan kejadian DKA.

1.4.2. Tujuan Khusus


(23)

3. Mengetahui proporsi DKA pada pasienDK. 4. Mengetahui alergenpenyebab pada pasienDK.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bidang Akademik atau Ilmiah

Membuka wawasan yang lebih mendalam mengenai peran DA sebagai perkiraan salah satu faktor risiko untukterjadinyaDKA.

1.5.2. Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit alergi pada kulit.

1.5.3. Pengembangan Penelitian

Memberikan data dan dapat menjadi landasan teori bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau reaksi imun tipeIV yang diperantarai sel terutama sel T akibatadanya kontak kulit dengan alergen lingkungan yang terjadi hanyapada individu yangtelah mengalami sensitisasi terhadapalergenpada paparansebelumnya.6,15,16

2.1.2. Epidemiologi

Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan oleh Thyssen dkk.mengenai epidemiologi alergi kontak di berbagai negara didapatkan prevalensi median alergi kontak terhadap setidaknya satu alergen pada populasi umum sebesar 21,2%.6,17DKAmerupakan kondisi yang umum dimanaterjadi pada 6-18% pria dan 11-35% wanita yang dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.17

2.1.3. Faktor-faktor predisposisi 2.1.3.1. Genetik

Sulzberger dkk.melakukan percobaan dengan p-nitroso-dimethylaniline (NDMA) dan 2,4-dinitrochlorobenzene (DNCB) dan mendapatkan variasi individu dalam kerentanan terhadap sensitisasi kontak dimana individu yang lebih rentan terhadap sensitisasi dengan satu bahan kimia menunjukkan sedikit atau tidak ada kerentanan terhadap sensitisasi dengan bahan kimia lain. Penelitian


(25)

akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kerentanan individu terjadi dengan amplifikasi spesifik non antigen dari sensitisasi imun.8,18

2.1.3.2. Jenis kelamin

Wanita memiliki kadar imunoglobulin (Ig) yaitu IgM dan IgG yang lebih banyak daripada pria dan respon imun diperantarai sel yang lebih kuat.18Pengaruh hormon seks dalam induksi dan elisitasi alergi kontak sebagian besar tidak diketahui. Pada suatu studi pilot didapatkan respon terhadap DNCB meningkat pada wanita yang mendapat hormon kontrasepsi oral dan reaktivitas tes tempel yang berbeda pada siklus menstruasi.8,18

Alasan utama dominasi perempuan dalam berbagai penelitian tes tempel klinis adalah jumlah wanita sensitif nikel dan kobalt yang tinggi.18Perbedaan inimungkin disebabkan juga olehfaktor sosial danlingkungan dimana perempuan

lebih cenderungmengalamisensitivitasnikelkarena

peningkatanpemakaianperhiasandanlaki-lakilebih

cenderungmengalamisensitivitaskromatdaripaparan pekerjaan.6,8

2.1.3.3. Usia

Pola paparan terhadap alergen lingkungan berbeda antara berbagai kelompok usia. Individu muda lebih sering terpapar terhadap bahan kimia industri dan kosmetik dibandingkan individu lebih tua yang lebih sering terpapar obat-obat topikal. Prevalensi alergi kontak meningkat seiring dengan meningkatnya usiakarena akumulasi alergi yang diperoleh sepanjang hidupnya.8,18


(26)

2.1.3.4. Ras

Pada percobaan sensitisasi terhadap poison ivy dan DNCB di tahun 1966 didapatkan perbedaan ras dimana individu berkulit hitam lebih resisten dibandingkan individu berkulit putih.8

2.1.3.5. Dermatitis atopik (DA)

Adanya downregulasi sel T helper (Th)1 pada individu atopi diharapkan menurunkan kejadian DK, namun berbagai penelitian klinis masih kontradiksi.Sebagian besar menemukan kecenderungan sensitisasi kontak yang menurun walaupun penelitian-penelitian terbaru mendapatkan bahwa pada individu atopi terjadi peningkatan frekuensi sensitisasi nikel.18

2.1.3.6. Penyakit penyerta

Pada pasien dengan penyakit akut atau yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kanker, penyakit Hodgkin dan mikosis fungoides, terjadi gangguan untuk terjadinya sensitisasi kontak. Ini juga terlihat pada pasien dengan fungsi limfosit T yang terganggu.8,18

2.1.3.7. Faktor-faktor lain

Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya variasi sensitisasi tidak hanya terjadi pada usia, tetapi jugaberhubungan dengan faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan pekerjaan dimana kegemaran dan pekerjaan memiliki efek yang lebih menonjol.8 Penelitian juga telahmenyelidikihubungan yang mungkin terjadi antaragaya hidupseperti minum alkohol dan merokoktembakaudenganDKA.19


(27)

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV)yang diperantarai sel akibat paparan dan sensitisasi individu yang rentan secara genetik terhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulang memicu reaksi inflamasi kompleks.2,6,20Hal ini berbedadengan DKIdimana DKI tidak adareaksisensitisasidanintensitasreaksi inflamasinyasebanding dengankonsentrasi danjumlahiritan.Adadua fase berbedapada DKA yaitufasesensitisasidan faseelisitasi.6,21

2.1.4.1. Fase sensitisasi

Sebagian besaralergen lingkunganadalah molekulkecil, lipofilikdenganberat molekul rendah(<500 Dalton).3,4,6Hapteninidiaplikasikan padastratum korneumyangmenembus kelapisan bawahepidermisdanditangkap olehselLangerhansdengan proses pinositosis. Di dalamsel, hapten akan diubah secara kimiawidengan enzimlisosomatausitosoldan berkonjugasidengan molekulHuman Leucocyte Antigen(HLA)-DR yang baru disintesisuntuk membentukantigenlengkap. Kompleks inidiekspresikan padapermukaan selLangerhansdan dipresentasikanke selThelperspesifik yangmengekspresikanmolekulCluster of Differentiation(CD)4yang mengenaliHLA-DR selLangerhansdan secara lebih spesifikkompleks reseptor selT–CD3 yang mengenaliantigenyang diproses.3,20

Ada atau tidak adanya sel-sel T spesifik kemungkinan besar ditentukan secara genetikyang memungkinkan interaksi dengan ribuan antigen terjadidengan penyusunan ulang reseptor sel T selama pengembangan timus awal. Interaksi


(28)

HLA-DR – antigen dan reseptor sel T – CD3awal terjadi di kulit dan sel Langerhans bermigrasi melalui limfatik ke kelenjar regional serta mempresentasikan kompleks HLA-DR – antigen ke sel-sel T spesifik. Setelah pengenalan antigen terjadi, kedua sel diaktifkan. Serangkaian sitokin disintesis oleh sel Langerhans dan sel T. Pada sel T, pesan ini ditransmisikan melalui molekul CD3.Sel Langerhans mensekresiInterleukin (IL)-1yang merangsang sel T untuk mensekresi IL-2 dan untuk mengekspresikan reseptor IL-2.3,22 Sitokin ini menyebabkan stimulasi proliferasi sel T sehingga memperluas klon sel T spesifik yang mampu merespon antigen pemicu yang terjadi selama fase jeda klasik sensitisasi. Sel T primer atau memori yang dihasilkan sekarang jauh lebihbanyakbila dibandingkan dengan populasi asli sel-sel dengan reseptor sel Tspesifik yangkemudian meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Fasesensitisasiumumnya berlangsung10-15 haridansering

asimptomatis.3,4.6 Paparan berikutnyaterhadap

antigenataurechallengemengakibatkanfaseelisitasi.3,6Rechallengedemikian

dapatterjadi melaluibeberapa rute, termasuktransepidermal, subkutan, intravena, intramuskular, inhalasi, dankonsumsi oral.6

2.1.4.2.

Fase kedua atau elisitasi hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada paparan berulang. Sekali lagi, hapten berdifusi ke sel Langerhans, ditangkap dan diubah secara kimia, terikat ke HLA-DR, dan kompleks diekspresikan pada permukaan sel Langerhans.

Fase elisitasi

3,16

Kompleks ini berinteraksi dengan sel T primer baik dalam kulit atau kelenjar getah bening (atau keduanya) dan proses aktivasi berlangsung.


(29)

Sel-sel Langerhans mensekresikan IL-1 yang merangsang sel T untuk menghasilkan IL-2 dan mengekspresikan Interleukin Reseptor(IL-2R) yang akan menyebabkan proliferasi dan perluasan populasi sel Tdalam kulit.3,4,6 Selain itu, sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon (IFN)-γyang mengaktifkan keratinosit danmenyebabkannya mengekspresikanIntercellular Adhesion Molecule(ICAM)-1 dan HLA-DR.3,16Molekul ICAM-1 memungkinkan keratinosit berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain yang mengekspresikan molekulLymphocyte

Function-associated Antigen(LFA)-1. Ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk

berinteraksi langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini juga.Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi sel T sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin termasuk IL-1, IL-6, danGranulocyte Macrophage Colony-Stimulating

Factor(GMCSF)yang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan

aktivasi sel T. Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan eikosanoid. Kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi sel mast dan makrofag.3,21

Histamindari selmastdaneikosanoiddari selmast, keratinosit, danleukositinfiltrasimenyebabkandilatasipembuluh darah danpeningkatan permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel larutproinflamatori yang beredar. Kaskadeini menyebabkanrespon DKAklinisinflamasi, kerusakanselular, dan selanjutnyaprosesperbaikan.3


(30)

Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis berupa efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.8,16,23

2.1.5.1.Fase akut

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi, ada yang ringan ada pula yang berat.16,22 Pada yang ringan hanya berupa eritema dan edema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih hebat disertai vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batas kurang jelas.8,16

2.1.5.2.Fase sub akut

Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.6,22

2.1.5.3.Fase kronis

Lesi cenderung simetris, batas kabur, kelainan kulit likenifikasi, papul, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan.6,8,16

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis DKA ditegakkan dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan uji tempel.5,6,22,24


(31)

Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari penyebab.Hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjut untuk mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaan personal mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas, dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

5,6,16

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik.

5,6

Uji tempel yang paling sering digunakan adalah dengan Finn Chambers aluminium bulat, IQ Ultra Chamber persegi, dan TRUE test (Thin-layer Rapid-Use Epicutaneous).

2

2,25,26

Serangkaianseri alergenstandar direkomendasikan untuk digunakanpada setiap individuyang menjalani uji tempel.2,25The European

Standard Series adalah yang paling umum digunakan di Eropa dan tempat lain di

dunia.25Dalam protokol uji tempel, hapten yang didugadiaplikasikan dalam jumlah tertentu ke kulit selama 48 jam (24 jam di beberapa negara) dan penilaian untuk reaksi kulit yang timbul dilakukan pada waktu tertentu, biasanya setelah 2, 3, 4, dan/atau 7 hari. Pembacaan tambahan setelah 7 hari dapat memperlihatkan


(32)

hingga 10%reaksi positif, yang negatif pada pemeriksaan sebelumnya.2,5,6,25Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan International

Contact Dermatitis Research Group (ICDRG) menurut sistem penilaian oleh

Wilkinson dkk. yaitu, + (reaksi non vesikular lemah dengan eritema yang dapat diraba), ++ (reaksi kuat edema atau vesikular), +++ (reaksi hebat bulosa atau ulserasi). Bila reaksi sangat lemah atau meragukan dimana hanya ada eritema samar atau makular (tidak dapat diraba) dicatat dengan tanda tanya (?+), dan reaksi iritan dicatat sebagai IR.6,21,26,27Jika memungkinkan, tes tempelharusdipasang di bagian punggung atas pasien karena merupakan lokasiyang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian besar validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh lain (misalnya tangan, lengan, paha, perut) harus dibatasi pada situasi pengecualian dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.3,25

2.2. Dermatitis Atopik 2.2.1. Definisi

DA adalah penyakit kulit inflamasi kronik sangat gatal yang umumnya timbul selama masa bayi dan kanak-kanak tetapi dapat bertahan atau mulai di masa dewasa.28,29

2.2.2. Epidemiologi

DAmerupakan masalahkesehatan masyarakatutama di seluruh duniadengan prevalensipada anak-anaksebesar 10-20% di Amerika Serikat, Eropa Utara danBarat, Afrikaperkotaan, Jepang, Australia, dan negara-negaraindustri


(33)

lainnya.PrevalensiDApada orang dewasasekitar1-3%.28,29,30Prevalensi DA yang lebih tinggi ditemukanpada daerah kota dibandingkandaerah pedesaan negara-negara maju dan penyakit lebih sering ditemukan pada kelompok kelas sosial yang lebih tinggi.Berdasarkan jenis kelamin, rasio terjadinya DAadalah perempuan :laki-lakisebesar 1,3:1,0.29,31

Sejak tahun 1960, telah terjadipeningkatanlebihdari tiga kali lipatdalam prevalensiDA.29Dasar peningkatan prevalensi DA ini belum dipahami dengan baik. Variasi yang luas dalam prevalensi telah diamati pada negara-negara yang dihuni oleh kelompok etnis yang sama. Tampak bahwa faktor lingkungan sangat penting dalam menentukan ekspresi penyakit, meliputi ukuran keluargayang kecil, peningkatan pendapatan dan pendidikan baik pada kulit putih maupun kulit hitam, migrasi dari lingkungan pedesaan ke perkotaan, dan peningkatan penggunaan antibiotikyang disebut sebagai gaya hidup Barat.28,29

2.2.3. Etiopatogenesis

DA merupakan penyakit kulit inflamatori sangat gatal yang terjadi akibat interaksi kompleks antara gen-gen kerentanan genetik yang mengakibatkan sawar kulit rusak, kerusakan sistem imun bawaan, dan peningkatan respon imunologi terhadap alergen dan antigen mikroba.29,30,32 Kelainansawar kulittampaknya terkaitdengan mutasigenfilaggrinyang mengkodeproteinstrukturalyang penting untuk pembentukansawarkulit.Kulitindividu denganDAjuga telahterbuktikekurangan seramida(molekul lipid) sertapeptida antimikrobasepertikatelisidinyang merupakanpertahanan lini pertamaterhadapberbagaiagen infeksius.29,30Kelainansawar


(34)

kulitinimenyebabkankehilangan airtransepidermaldan peningkatanpenetrasialergendan mikrobake dalam kulit.31Agen infeksius yang

paling sering terlibat dalam DA adalah Staphylococcus aureus yang berkolonisasi pada sekitar 90% pasien DA.30 Respon imun bawaan yang rusak juga tampaknya berkontribusi dalam peningkatan infeksi bakteri dan virus pada pasien dengan DA. Interaksi faktor-faktorini menyebabkan respon sel T dalam kulit (awalnya didominasi respon Th2 dan kemudian didominasi Th1) dengan pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi (misalnyaIL-4, IL-5 dan TNF) yang mendorong produksiIgE dan respon inflamasi sistemik yang selanjutnya menyebabkan inflamasi kulit yang gatal.29,30

Penelitian yang terbarumenghubungkan

ketidakseimbanganantararesponlimfositTh1danlimfosit Th2. Dalam respon terhadappaparanantigen,limfositTh1mengaktifkanIFN-γ, IL-2danTNFα serta membantu dalamperekrutandan aktivasimonosit, makrofagdan limfositT sitotoksikdalam melawanpatogen intraselular.LimfositTh2mensekresikan4, IL-5, IL-10.31,32 IL-4 akan merangsangperalihanselBuntuk produksiIgE, sedangkanIL-5 menyebabkaneosinofiliadanIL-10 menekaninflamasi imunyang diperantarai selT.Ini merupakan kecenderungan genetik atopi untuk memperlihatkan perluasan sistemik aktivitas sel Th2 oleh berbagai alergen imunologi dan nonimunologi.32Faktor pemicu dan alergen yang paling sering dilaporkan adalah panas, berkeringat, bahan iritan (sabun, bahan kimia keras), kelembaban, stres dan kecemasan, makanan tertentu, alergen inhalan dan agen mikroba seperti Staphylococcus, virus, Pityrosporum, Candida dan dermatofita.32,33


(35)

2.2.4. Gambaran klinis

DA biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50% pasien mengalami penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan 30% di antara usia 1-5 tahun.29,34 Sekitar50-80% pasien dengan DAakan mengalami rhinitis alergi atau asma ketika usia anak lebih besar.29,30

Pruritushebatdanreaktivitaskulitmerupakan gambaranutama DA.28,29Pruritusdapat intermiten sepanjang haritetapibiasanya memburukdi sore dan malamhariyang mengakibatkan garukan, papulprurigo, likenifikasi, danlesi kuliteksematosa.28,32Lesi kulitakutditandai dengan papuleritematosayang berkaitan denganekskoriasi, vesikeldi atas kuliteritematosa, daneksudatserosa.DAsubakutditandai denganpapul eritematosa, ekskoriasi, sisik. DAkronis ditandaiolehplak, likenifikasi, danpapulfibrotik(prurigo nodularis). PadaDAkronis, ketiga tahapreaksi kulitseringterjadi bersamaan.Pasienbiasanya memilikikulitkering dan kusampada semua tahapDA.

Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi sesuai dengan usia pasien dan aktivitas penyakit.

28,29

33

Selama masa bayiusia 2 bulan-2 tahun, DA umumnya lebih akut dan terutama melibatkan wajah, kulit kepala, pergelangan tangan dan permukaan ekstensor ekstremitas. Daerah popok biasanya terhindar.32,33Pada anak-anak usia 2-12 tahun lokasi umumnya padadaerah fleksor, leher, pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Lokasi lesi pada remaja dan dewasa muda adalah pada daerah lipat siku dan lutut (antekubiti dan popliteal), kaki, wajah (terutama daerah periorbital) dan leher.32Pada anak-anak lebih tua dan yang memiliki penyakit kulitkronis, umumnyaterjadi lesi kronis berupa likenifikasi dan


(36)

lokasi ruam pada lipatan fleksural ekstremitas.33,35 DA sering menghilang seiringdengan usia. Pada DA kulit lebihrentan terhadap gatal-gatal dan inflamasi saat terpapar iritan eksogen. Eksema tangan kronis dapat menjadi manifestasi utama pada banyak orang dewasa dengan DA.

2.2.5. Diagnosis

29

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria tertentu yang mempertimbangkan anamnesis dan manifestasi klinis.34,35 Sampai saat ini, yang paling banyak digunakan untuk diagnosis DA adalah kriteria Hanifin dan Rajka (Tabel 1.1) dimana diagnosis DA dapat ditegakkan bila dijumpai 3 atau lebih kriteria mayor dan 3 atau lebih kriteria minor.

Tidak ada tes diagnostik khusus untuk DA. 29,34

32

Peningkatan kadarIgE ditemukan hingga 80% pasien yang terkena, namun hasil ini dapat didapati pula pada gangguan atopi lain.29,32 Biopsi kulit menunjukkan dermis yang menebal dan hiperkeratotik dengan inflamasi perivaskular.32

Tabel 1.1 Kriteria diagnostikDAoleh Hanifin dan Rajka

Kriteria mayor

Pruritus

Morfologi dan distribusi

karakteristik

Likenifikasi fleksor pada orang dewasa

Keterlibatan wajah, permukaan fleksor dan ekstensor pada anak-anak dan remaja

Kombinasi kedua pola pada anak-anak dan dewasa

Kronis dan rekuren

Riwayat pribadi atau keluarga atopi Kriteria minor


(37)

 

Reaktivitas kulit segera (tipe I) pada pengujian kulit

Kadar IgE serum yang meningkat

Usia onset dini

Kecenderungan untuk infeksi kulit dan defisiensi imunitas diperantarai sel Kecenderungan untuk dermatitis tangan dan kaki non spesifik

Tabel

1.1 Lanjutan

Eksema puting susu

Keilitis

Konjungtivitis rekuren

Lipatan kulit infraorbital (Dennie-Morgan)

Keratokonus

Katarak subkapsular anterior

Cincin mata (“shiner”), penggelapan periokular kulit

Pucat atau eritema wajah

Pitiriasis alba

Lipatan kulit pada bagian anterior kerongkongan

Pruritus yang diinduksi oleh keringat

Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak

Peningkatan perifolikular

Intoleransi terhadap beberapa makanan

Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan emosional

∗ Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29 Dermografisme putih

2.3. DKA dan DA

Beberapa penelitian telah membuktikan dengan jelas bahwa pasien DAmemilikirisiko lebih besar terkena DKI dibandingkan pasien nonatopi, namunrisiko terkena DKA masih kontroversi.5,13,34Sampai saat ini,dianggap pasien denganDAlebih kecil kemungkinannya untukmenderitaDKA.


(38)

Beberapapenelititelah melaporkanadanya penurunanfrekuensisensitisasikontak di antara individu denganDA.13

Konsep inididukung olehpenelitian yangmenunjukkan bahwa pasien

denganDAtidakmudahdisensitisasi oleh

aplikasiberulangdinitrochlorobenzenetetapimudah disensitisasi sewaktuDAmembaik.36,37Penelitian yang lebih barumenunjukkanbahwa frekuensiDKAatausensitisasikontak terhadap alergenumumseperti nikel, kobalt,

thimerosal, dan fragrance mixterjadi samaseringnyaantara

pasiendenganDAdanpopulasi umum dimana tingkatfrekuensi sampai 40%.Sebuahpenelitian laintelahmelaporkan tingkatsensitisasiyang secara signifikan lebih tinggipada subjekatopisebesar 65,0% biladibandingkandenganyang terlihat padasubjeknonatopi.

Banyak peneliti sekarang telah menemukan bahwa frekuensi alergi kontak pada pasien dengan DA adalah sebanding dengan non atopi baik populasi dewasa maupunanak.

36

13,36

Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa individu atopi dan nonatopi memiliki reaksi imunologi yang sama dalam kejadian DKterhadap alergen tertentu. Setelah pengujian dengan nikel, pasien DA dan nonatopi memiliki peningkatan IL-2, IL-4, dan INF-γyang sama. Satu-satunya perbedaan dalam respon imun kedua kelompok yaitu ditemukan peningkatan IL-10 pada yang nonatopisaja.

Studi

13

pediatrikbaru-baru inimenunjukkan bahwaDKAdansensitisasi kontakterhadap alergensetidaknyasama seringnya pada anak-anakatopisepertipada anakyang sehat.Luas dan keparahan, durasi penyakitDApada


(39)

anak-anakditemukanberkorelasi denganprevalensisensitisasi kontakyang selanjutnya menekankankaitan antaraDAdanDKA.36


(40)

2.4. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka teori

Alergen Stratum korneum Sel Langerhans Kelenjar regional Limfosit T Sirkulasi aliran Proliferasi Paparan berulang antigen Sel T aktivasi IFNγ ICAM-1 LFA-1 IL-1 IL-2 IL-6 GMCSF • Dilatasi pembuluh darah

• Pean permeabilitas DKA Genetik Jenis kelamin Usia Ras Penyakit penyerta Faktor-faktor lain: - Pekerjaan - Hobi/kebiasaan

 Pean sel Th

 Pean TNF-α, IL-4, IL-5

 Pean IgE

DA Faktor-faktor predisposisi IFNγ ICAM-1 LFA-1 IL-1 IL-2 IL-6 GMCSF Dermatitis atopik


(41)

2.5. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Dermatitis kontak alergi Dermatitis atopik


(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan rancangan potong lintang (cross sectional).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 hingga Maret 2015 yang bertempat di SMF IKKK RSUP HAM Medan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi target

Pasien-pasien dengan riwayat DK.

3.3.2. Populasi terjangkau

Pasien-pasien dengan riwayat DK yang berobat ke SMF IKKK RSUP HAM Medan sejak Oktober 2014 hinggaMaret 2015.

3.3.3. Sampel

Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(43)

3.3.3.1. Kriteria inklusi

1. Pasien berumur 18-65 tahun dengan riwayat DK.

2. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.

3.3.3.2. Kriteria eksklusi

1. Pasien yang menderita flare DK.

2. Pasien yang mendapat pengobatan antihistamin sistemik (antagonis reseptor H1, antagonis reseptor H2, antagonis leukotrien) dan anthistamin topikal (doksepin) dalam waktu 2 minggu terakhir sebelum penelitian.

3. Pasien yang menggunakan obat kortikosteroid topikal dan imunosupresan topikal lain (takrolimus, pimekrolimus) pada lokasi uji tempel dalam 2 minggu terakhir.

4. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat kortikosteroid sistemik dengan dosis di atas 20 mg dalam 2 minggu terakhir.

5. Pasien yang sedang dalam keadaan hamil

3.4. Besar Sampel

Untuk menghitung besar sampel, digunakan rumus berikut. Rumus :

(

)

(

)

2 2 ) 1 ( ) 2 / 1

( (1 ) ) (1 )

a o a a o o P P P P Z P P Z n − − + −


(44)

Dimana : ) 2 / 1 (−α

Z = deviat baku alpha, untuk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

) 1 (−β

Z = deviat baku betha, untuk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282 0

P = proporsi di populasi (0,22)

a

P = perkiraan proporsi di populasi (0,47)

a

P

P0 − = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25 Maka :

(

)

(

)

2 2 25 , 0 ) 47 , 0 1 ( 47 , 0 282 , 1 ) 22 , 0 1 ( 22 , 0 96 ,

1 − + −

=

n

≈ 34

Sampel untuk penelitian ini sebanyak 34 orang.

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini akan digunakan pengambilan sampel secara

non-randomized consecutive sampling.

3.6. Identifikasi Variabel

Variabel bebas : dermatitis atopik Variabel terikat : dermatitis kontak alergi

3.7. Cara Penelitian

3.7.1. Pencatatan data dasar

Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di SMF IKKKDivisi Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan meliputi identitas pasien,


(45)

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologis.Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di SMF IKKK Divisi Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan.

3.7.2. Pemeriksaan uji tempel

1. Bahan alergen standar yang digunakan dalam penelitian ini adalah alergen dari European Baseline Series Chemotechnique Diagnostics. 2. Aplikasikan sejumlah kecilantigenpada setiap chamberberurutan

dimulai darinomor satubahan standar 3.

.

Untukantigencair, diaplikasikansatu tetescairanke kertas saring yang sudah ditempatkan di dalamchamber

4.

. Posisi pasien duduk atau telungkup.

5. Dilakukan pembersihan pada kulit punggung bagian atas dengan kain kasa atau jika kulit pasien berminyak dapat dibersihkan dengan kapas alkohol, kemudian dibiarkan kering.

6. Ditempelkan IQ Ultra®chamberpada punggung dan direkat dengan plester hipoalergenik, serta diberi tanda sesuai dengan urutan bahan alergen yang diuji.

7. Pasien diijinkan pulang dengan pesan bahwa lokasi uji tempel tidak boleh basah terkena air dan untuk berhati-hati bila sedang mandi serta mengurangi aktivitas yang menimbulkan keringat berlebihan. 8. Pembacaan dilakukan pada jam ke 48 dan 72 (atau lebih awal jika


(46)

9. Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan ICDRG menurut sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu :

- negatif

26,27

?+ reaksi meragukan

+ reaksi lemah (non vesikular) ++ reaksi kuat (edema atau vesikular) +++ reaksi hebat (bula atau ulseratif) NT tidak diuji

IR reaksi iritan tipe berbeda

10. Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan anamnesis dan gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap sebagai penyebab (pembacaan dilakukan 15 menit setelah plester dilepaskan).Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif bermakna.

3.7.3. Pemeriksaan pasien dermatitis atopik

Pada pasien yang telah didiagnosis dengan DKA kemudian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis untuk menegakkan DA berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka. Setelah penegakkan diagnosisDA, hubungan DA dengan DKAakan dihitung secara statistik.


(47)

3.8. Definisi Operasional

3.8.1. DKA adalah dermatitis kontak yang disebabkan adanya kontak kulit dengan alergen. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang didukung oleh uji tempel yang hasilnya positif. Anamnesis berupa adanya riwayat kontak ulang dengan bahan alergen yang dicurigai, riwayat penyakit sebelumnya, stigmata atopik, pekerjaan, kegemaran, pemakaian produk.

Gambaran klinis berupa makula eritema, edema, papul, vesikel pada tempat kontak dengan bahan alergen, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke sekitarnya yang umumnya terasa gatal.

Uji tempel adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan apakah suatu bahan tertentu menyebabkan inflamasi alergi pada kulit pasien dengan aplikasi sejumlah bahan alergen standar ke kulit selama 48 jam dan dinilai reaksi kulit pada hari ke-2 dan 3. Uji tempel dinyatakan positif bila ditemukan intensitas reaksi +, ++, +++ pada kulit sesuai dengan sistem ICDRG.

Skala ukur :nominal 3.8.3. DA adalah

Skala ukur : nominal

penyakit kulit inflamasi bersifat kronis residifyang mengenai bayi dan anak juga dapat terjadi pada dewasa, disertai stigmata atopik pada pasien atau keluarganya.Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka oleh peneliti bersama dengan pembimbingdimana dijumpai 3 atau lebih kriteria mayor dan 3 atau lebih kriteria minor.


(48)

3.9. Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Kerangka operasional

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapat diolah dengan metode analisis hipotesis untuk menentukan hubungan antara DA dengan DKA.Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data.

Untuk menganalisis hubungan antar variabel dilakukan uji statistik chi square dengan jumlah sel tidak ada nilai ekspektasi (expected count) kurang dari 5 tidak lebih dari 25%. Bila ada maka digunakan Fisher Exact Test. Batas uji keamanan (p) yang digunakaan dalam penelitian adalah 0,05 dengan interval

Pasien riwayat DK yang berobat ke SMF IKKK Divisi Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan

Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

DKA (+)

Uji tempel

DKA (-) DA (+) DA (-)


(49)

kepercayaan 95%. Dikatakan bermakna jika nilai p≤0,05 dan tidak bermakna jika nilai p>0,05.

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan sampel biologis, yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.Ijin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU, Nomor 431/KOMET/FK USU/2014.


(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 34 orang subjek dengan riwayat DK yang dimulai dari bulanOktober 2014–Maret 2015.

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi frekuensi kelompok jenis kelamin, usia, suku, agama, pendidikan, status pernikahan. Sedangkan karakteristik atopi terdiri dari stigmata atopik pada diri pasien atau keluarga.


(51)

Tabel 4.1 Data karakteristik sampel DK

Karakteristik sosiodemografi Jumlah (n=34) Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 15 19 44,1 55,9 Usia 18-34 35-49 50-65 15 12 7 44,1 35,3 20,6 Suku Aceh Banten Batak Jawa Melayu Tionghoa 2 1 6 15 3 7 5,9 2,9 17,7 44,1 8,8 20,6 Agama Buddha Islam Katolik Protestan 4 22 3 5 11,8 64,7 8,8 14,7 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan tinggi 4 5 11 14 11,8 14,7 32,3 41,2 Status pernikahan Menikah Belum menikah 28 6 82,4 17,6

Total 34 100,0

Berdasarkan tabel 4.1. didapatkan bahwaperempuan berjumlah 19 orang atau 55,9% lebih banyak dibandingkan laki-laki yang berjumlah 15 orang atau 44,1%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan di Medan oleh Mahadi pada tahun 1991-1992 dimana dilaporkan terdapat 72,73% pasien adalah perempuan dan 27,27% pasienlaki-laki.38 Nasution dkk.pada tahun 1992 melaporkan pasien DKdi RS Dr Pirngadi Medan sebanyak 63,79% perempuandan 36,21%laki-laki. Pada tahun 1993 pasien DK sebanyak 67,19%


(52)

perempuan dan 32,18% laki-laki, sedangkan pada tahun 1994ditemukan pasien DK sebanyak 71,43% perempuan dan 28,57%laki-laki.

Villafuerte dan Palmero dari Filipina melaporkan dari 267 pasien DK sebanyak 71,4% adalah perempuan dan laki-laki28,6%.

39

40

Penelitian di Jerman yang dilakukan oleh Forsbeck pada tahun 2001, dari 1141 pasien DK, 50,4% untuk pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki. Demikian juga pada penelitian Basketter di Thailandpada tahun 2004, dari 1178-2545 orang yang diikutsertakan dalam penelitiannya ditemukan 49,1-70,7% adalah perempuan. Pada penelitian Dotterud di Norwegia pada tahun 2007 ditemukan prevalensi 55,8% pasien DK perempuan dari 1236 orang subjek penelitian.17Sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh García-Gavín tentang epidemiologi DK di Spanyol pada tahun 2008, ditemukan 740 atau 63,7% adalah perempuan dan 421 atau 36,3% adalah laki-laki dari jumlah 1161 pasien.

Penelitian Sunaryo di Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan Januari-Desember 2012 juga memperoleh hasil yang sama dengan penelitian-penelitian lainnya tentang pasien DK yang lebih banyak terjadi pada pasien wanita sebanyak 52 orang atau 67,5% dibandingkan dengan pria sebesar 2:1.

41

42

Hasil inipun sesuai dengan penelitian Wulus, yang menemukan 59% DK terjadi pada wanita.43 Hal ini terjadi disebabkanoleh wanita lebih sering terpapar dengan berbagai bahan alergik maupun iritan dalam pekerjaan sehari-hari. Hal ini juga didukung oleh kepustakaan yang menyatakan bahwa wanita dua kali lipat lebih sering menderita DK dibandingkan dengan pria.

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa DK terbanyak pada kelompok usia 18-34 tahun yaitu 15 orang atau 44,1%. Pada penelitian Wulus yang


(53)

dilakukan di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado menemukan kelompok tertinggi pada usia 25-44 tahun atau 30,18%.43Fatma dan Hari yang meneliti mengenai hubungan antara usia pekerja dengan kejadian DK di PT Inti Pantja Press Industri yang bergerak dalam bidang otomotifmenemukanbahwa dari 43 pekerja, 26 pekerja atau 60,5% berusia ≤30 tahun dan pekerja yang berusia >30 tahun hanya sekitar 13 orang atau 35,1%.44Menurut kepustakaan bahwa DK lebih sering diderita oleh orang dewasa, meskipun sebenarnya dapat terjadi pada semua usia dan angka kejadian meningkat pada usia produktif. Hal ini terkait dengan pekerjaan dan kehidupan mereka sehari-hari yang mengharuskan mereka terpapar dengan bahan-bahan iritan dan alergen.

Distibusi berdasarkan suku didapatkan suku Jawa memiliki frekuensi terbanyak sebanyak 15 orang atau 44,1%.

8,22

Menurut data BPS Sumatera Utara, pada tahun 2000 mayoritas penduduk kota Medan berasal dari suku Jawa sebesar 33,03% dan Batak sebesar 20,93%, yang disusul oleh suku Tionghoa sebesar 10,65%, Mandailing sebesar 9,36%, Minangkabau sebesar 8,6%, Melayu sebesar 6,59%, Karo sebesar 4,10%, Aceh sebesar 2,78%, dan lain-lain sebesar 3,95%.

Berdasarkan pendidikan didapatkan frekuensi tertinggi adalah perguruan tinggi berjumlah 14 orang atau 41,2%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata sampel pada penelitian ini memiliki tingkat intelektual yang cukup baik.Menurut Yuli Kusumawati (2008) tingkat pendidikan seseorang ikut mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan seseorang akansemakin mudah menerima informasi tentang kesehatan.

45

46

Penelitian yang dilakukan oleh Mithia R dkk. di Makassar menyatakan bahwa tidak ada


(54)

hubungan pengetahuan dengan kejadian DK.47

Tabel 4.2 Karakteristik stigmata atopik sampel penelitian

Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masih terdapat kontroversi mengenai kaitan pendidikan dan timbulnya DKA.

Karakteristik Jumlah (n=34) Persentase (%)

Dermatitis atopik Ya

Tidak

27 7

79,4 20,6 Riwayat keluarga atopi

Ya Tidak

11 23

32,4 67,6

Total 34 100,0

Distribusi frekuensi berdasarkan dermatitis atopik didapatkansebesar 27 orang atau 79,4% yang memiliki DA sedangkan 7 orang atau 20,6% tidak memiliki DA.Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat keluarga atopi didapatkan sebesar 23 orang atau 67,6% tidak memiliki riwayat keluarga atopi dan 11 orang atau 32,4% yang memiliki riwayat keluarga atopi.

4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi


(55)

Tabel 4.3Alergen penyebab dermatitis kontak alergi

No Alergen standar

Hasil uji tempel

Total Negatif

(%)

Positif (%)

1. Potassium dichromate 33 (97,0) 1 (2,9) 34 (100,0)

2. p-Phenylenediamine (PPD) 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

3. Thiuram mix 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

4. Neomycin sulfate 34 (100,0) 0 34 (100,0)

5. Cobalt(II)chloride hexahydrate 29 (85,2) 5 (14,7) 34 (100,0)

6. Benzocaine 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

7. Nickel(II)sulfate hexahydrate 21 (61,7) 13 (38,2) 34 (100,0)

8. Clioquinol 34 (100,0) 0 34 (100,0)

9. Colophonium 34 (100,0) 0 34 (100,0)

10. Paraben mix 34 (100,0) 0 34 (100,0)

11.

N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine (IPPD) 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

12. Lanolin alcohol 34 (100,0) 0 34 (100,0)

13. Mercapto mix 34 (100,0) 0 34 (100,0)

14. Epoxy resin, Bisphenol A 34 (100,0) 0 34 (100,0)

15. Myroxylon pereirae resin 31 (91,1) 3 (8,8) 34 (100,0)

16. 4-tert-Butylphenolformaldehyde

resin (PTBP) 33(97,0) 1(2,9) 34 (100,0)

17. 2-Mercaptobenzothiazole (MBT) 34 (100,0) 0 34 (100,0)

18. Formaldehyde 34 (100,0) 0 34 (100,0)

19. Fragrance mix I 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

20. Sesquiterpene lactone mix 34 (100,0) 0 34 (100,0)

21. Quaternium-15 33(97,0) 1(2,9) 34 (100,0)

22.

2-Methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone 33(97,0) 1(2,9) 34 (100,0)

23. Methylisothiazolinone +

Methylchloroisothiazolinone 34 (100,0) 0 34 (100,0)

24. Budesonide 34 (100,0) 0 34 (100,0)

25. Tixocortol-21-pivalate 34 (100,0) 0 34 (100,0)

26. Methyldibromoglutaronitrile 34 (100,0) 0 34 (100,0)

27. Fragrance mix II 34 (100,0) 0 34 (100,0)

28. Lyral 34 (100,0) 0 34 (100,0)

Berdasarkan tabel 4.3didapatkanbahwa lima alergen yang menyebabkan reaksi positif paling banyak secara berurutan adalah nikel sulfat sebanyak 13


(56)

orang atau 38,2%, kobalt klorida sebanyak 5 orang atau 14,7%, Myroxylon pereirae resin sebanyak 3 orang atau 8,8%, fragrance mix sebanyak 2 orang atau 5,8%, PPD sebanyak 2 orang atau 5,8%.

Penelitian García-Gavín dkk. di Spanyol juga menemukan hal yang sama bahwa lima alergen penyebab DKA yang paling sering adalah nikel sulfat sebesar 25,88%, potassium dichromate sebesar 5,31%, kobalt klorida sebesar 5,10%, fragrance mix sebesar 4,64%, dan balsam Peru sebesar 4,44%.

Nikel terdapat pada perhiasan, logam-logam dan benda-benda yang dilapisi logam seperti kunci, koin, risleting, kancing, pacu jantung, baterai, dan lain-lain.Kobalt klorida dan potassium dichromate jugamerupakan golongan logam.Nikel adalah penyebab utama DKA di dunia terutama pada wanita.

41

6,8 Pada penelitian di Medan, logam menempati peringkat keempat selama tiga tahun yaitu tahun 1992 sebanyak 8,31%, tahun 1993 sebanyak 7,83% dan tahun 1994 sebanyak 10,30%. Namun, tahun 1996-1997 menempati peringkat pertama sebesar 45%.38Kobalt klorida merupakan alergen kedua paling sering terjadi pada wanita, kemungkinan disebabkan oleh sensitisasi melalui pemakaian perhiasan atau dalam lingkungan pekerjaan, produk kebersihan dan rambut, produk-produk yang digunakan dalam industri tekstil, atau kulit.41,48 Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar individu yang memiliki hasil positif terhadap alergen nikel dan kobalt merupakan individu yang alergi terhadap barang-barang logam yang di dalamnya terkandung nikel ataupunkobalt seperti cincin, jam tangan, tali pinggang. Bahkan ada 3 orang yang memiliki hasil positif terhadap kedua alergen nikel dan kobalt sekaligus.


(57)

DiDenmark, terjadi penurunan insiden kepekaan terhadap nikel pada wanita dari 22,1% sebelum tahun 1991 menjadi 16,7% selama tahun 1996 sejak diberlakukan peraturan penggunaan nikel pada barang-barang aksesori. Namun,pada kelompok laki-laki masih terjadi peningkatan dari 3,1% menjadi 4,3% yangdisebabkan oleh tindik telinga yang akhir-akhir ini merupakan suatu mode.

Di Filipina pada tahun 1996-2001 logam juga menduduki peringkat atas, yaitu nikel sulfat 35,5%,potassium dichromate20,3% dan kobalt klorida 19,2%.

17

17,49

Di India,pada tahun 1997 potassium dichromatesebagai penyebab terbesar sebesar 20,5% diikuti nikel sulfat sebesar 16,5%. Cina juga hampir sama dengan India, pada tahun 1991 dengan potassium dichromatesebesar 17,9% dan nikel sulfat sebesar 13,8%.50

Pada penelitian ini dijumpai 3 orang atau 8,8% yang bereaksi positif terhadap Myroxylon pereirae resin (balsam Peru). Selain itu ada 2 orang atau 5,8% yang bereaksi positif terhadap fragrance mix I.

Pada penelitian ini hanya ditemukan 1 atau 2,9% orang yang memiliki hasil positif terhadap potassium dichromate dimana individu tersebut alergi terhadap bahan logam.

Fragrance mix dan balsam

Peru dalam penelitian García-Gavín dkk. di Spanyol merupakan penyebab peringkat keempat dan kelima, dengan persentase sekitar 4,5%.41Myroxylon pereirae dianggap sebagai marker yang baik untuk alergi fragrance dan dapat mengidentifikasi sekitar 50% individu yang alergi fragrance.

Dalam penelitian ini juga ditemukan 2 orang atau 5,8% yang bereaksi positif terhadap PPD, 2 orang atau 5,8% bereaksi positif terhadap

N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine (IPPD).

6


(58)

sebagai alergen peringkat ketiga pada wanita, dengan frekuensi sebesar 5,03% (CI 95%, 3,43%-6,64%).41 PPD terdapat pada pewarna rambut yang merupakan prekursor umum di dalam produk pewarna rambut oksidatif, sedangkan IPPD merupakan turunan dari PPD yang juga terdapat dalam pewarna rambut.

Dalam penelitian ini ditemukan ada 2 orang atau 5,8% yang bereaksi positif dengan thiuram mix. Thiuram mix diketahui merupakan sensitizer yang umum dalam karet. Insidensi sensitivitas sekitar 5-10% dari pasien yang dites dengan uji tempel.

8,51

8,48

Selain itu, juga ditemukan reaksi positif terhadap benzokain sebanyak 2 orang atau 5,8%. Anestesi lokal dari derivat –kain yang digunakan secara luas terutama dalam sediaan injeksi.DKA sering dilaporkan berkaitan dengan penggunaan krim pada pruritus ani, hemoroid dan gigitan serangga, lotion untuk luka bakar, dan tetes mata dan telinga anestesi.Pada penelitian Anadkk. diperoleh bahwa dalam 112 pasien atau 4,1%yang diperiksa memiliki minimal satu reaksi alergi terhadap anestesi lokal, dengan prevalensi reaksi terhadap benzokain sebesar 22,5% dan sebagian besar atau 44% adalah tidak berhubungan atau terjadi akibat reaksi silang dengan senyawa para-.52


(59)

Gambar 4.1Frekuensi alergen penyebab DKA berdasarkan golongan usia

Dari gambar 4.1 tampak bahwa alergen penyebab DKA paling banyak pada kelompok usia 18-34 tahun adalah nikel sulfat, yang disusul kobalt klorida,

myroxylon pereirae resin, potasiumdichromate, thiuram mix, benzokain,

PTBP,quaternium-15, dan 2-methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone. Alergen penyebab pada kelompok usia 35-49 tahun adalah nikel sulfat, PPD, thiuram mix, kobalt klorida,benzokain, myroxylon pereirae resin, dan fragrance mix I. Pada kelompok usia 50-65 tahun alergen penyebab adalah nikel sulfat, IPPD,

Pada penelitian Kwangsukstith dan Maibach yang membagi DKA pada orang dewasa menjadi tiga kelompok umur: dewasa muda (15-40 tahun), dewasa pertengahan (40-65 tahun) dan yang lebih tua (>65 tahun). Insiden dan manifestasi klinis DKA pada tiap-tiap kelompok ini dapat berbeda. Perbedaan pada paparan sebelumnya atau terbaru, karena perbedaan pekerjaan, budaya, pakaian, kosmetik, kebiasaan dan lingkungan, dapat menyebabkan variasi dalam sensitisasi atau induksi DKA.

PPD, fragrance mix I.

53

Fase elisitasi DKA berbeda secara nyata dalam

0 1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Ju

m

lah

Alergen

18-34 35-49 50-65


(60)

kelompok-kelompok ini karena faktor genetik, perbedaan dalam respon imunologi antara kelompok usia atau respon imunologi yang menurun dengan peningkatan usia. Penurunan dalam respon inflamasi juga terlihat pada orang yang lebih tua.Selain itu, yang lebih tua dapat disensitisasi oleh pengobatan medis seperti antibiotik topikal atau pengobatan ulkus statis.18,54Obat-obat sistemik juga dapat menyebabkan erupsi obat eksematosa dalam kelompok ini.53

Hubungan antara DA dengan DKA dapat dilihat pada tabel 4.4.

4.3. Hubungan antara DA dengan DKA

Variabel

Tabel 4.4 Hubungan DA dengan DKA

DKA (+) DKA (-)

Nilai p*

n % n %

DA (+) DA (-)

18 3

85,7 14,3

9 4

69,2

30,8 0,387

Total 21 100,0 13 100,0

*Uji Fisher

Hasil analisis dengan uji

Penelitian Wisnu pada pekerja industri otomatif di Jawa Barat mendapatkan hasil bahwa distribusi responden yang mengalami DK pada kedua kategori baik terdapat riwayat atopi maupun tidak terdapat riwayat atopi hampir seimbang, yaitu 19 responden atau 35% dengan riwayat atopi dan tanpa riwayat atopi sebanyak 35 responden atau 65%. Untuk mengetahui apakah terdapat

Fishermenunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna secara statitistik antara DA dengan DKA dengan nilai signifikansi p 0,387.


(61)

kecenderungan adanya riwayat atopi pada responden akan menyebabkan kejadian DK digunakan uji Chi-Square, dengan tingkat signifikansi 5% dan diperoleh nilai p 0,199. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara adanya riwayat atopi dengan tidak ada riwayat atopi terhadap terjadinya DK. Riwayat atopikeluarga pada penelitian ini juga tidak mempunyai pengaruh terhadap terjadinya DK, baik jumlah terjadinya DK akibat kerja maupun perjalanan penyakit DK. Hal ini disebabkan oleh bahan kimia langsung yang menyebabkan iritasi pada kulit tanpa respons imun.

Demikian juga dengan penelitian Fatmayang menganalisis hubungan antara riwayat alergi dengan DKdan menunjukkan bahwa pekerja dengan riwayat alergi yang terkena dermatitis sebanyak 15 orang atau 57,7% dari 26 orang yang memiliki riwayat alergi, sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi terkena dermatitis sebanyak 24 orang atau 44,4% dari 54 orang pekerja. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian DK yang bermakna antara pekerja dengan riwayat alergi dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi, dengan nilai p value 0,383 >0,05 pada CI 95%.

55

Penelitian di Cina menyebutkan bahwa kelompok DA memiliki frekuensi terendah untuk hasil uji tempel yang positif dibandingkan dengan kelompok non atopi, khususnya pada kalangan pelajar. Penelitian di Italia dari 282 anak-anak dengan DA menunjukkan hanya 16,7% positif terhadap uji tempel.

44

DKA sebelumnya diperkirakan jarang terjadi pada pasien dengan DA karena reaksi imun yang berkurang. Konsep ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa pasien dengan DA tidak segera tersensitisasi dengan aplikasi berulang DNCB tetapi hanya tersensitisasi ketika DA membaik. Namun, banyak


(62)

penelitian terakhir ini yang menunjukkan bahwa DKA terhadap alergen umum seperti nikel, kobalt, thimerosal, dan fragrance mix terjadisama seringnya pada pasien DA dengan populasi umum. Penelitian yang lebih baru telah melaporkan sensitisasi yang lebih tinggi sebesar 65,0% pada subjek atopi dibandingkan dengan yang terlihat pada subjek nonatopi sebesar 57,4%.

Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit DK. Beberapa pendapat menyatakan bahwa DK (terutama DKA) akan lebih mudah timbul jika terdapat riwayat alergi sebelumnya.

36

13,44

Faktor penting untuk peningkatan reaksi DKA pada pasien dengan DA adalah adanya kadar ekspresi FcεRI yang tinggipada sel Langerhans, sel epidermal dendritik inflamatori, dan sel mast pada kulit lesi dan non lesi dari DA. Sewaktu kompleks antigen-antibodi mengikat ke FcεRI, sel-sel ini akan melepaskan sitokin dan kemokin (seperti IL-5, IL-6, Chemokine (C-C motif)

Ligand(CCL)5, CCL17, CCL22, triptase, and eotaxin) yang menimbulkan reaksi

sel T dan mendorong terjadinya inflamasi pada pasien dengan DA.

Adanya riwayat atopi tampaknya secara signifikan mempengaruhi prognosis pasien dengan DK. Beberapa peneliti melaporkan bahwa penyembuhan lesi pasien dengan riwayat atopi sebesar 30% lebih buruk secara signifikan dibanding dengan mereka yang tanpa atopi sebesar 40%, namun beberapa peneliti tidak menemukan banyak perbedaan bermakna antara pekerja yang atopi dengan non atopi yang memiliki dermatitis kromat. Penelitian-penelitian epidemiologi yang lebih banyak diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa adanya atopi memainkan peran dalam kronisitas DK.

36


(63)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DA dengan kejadian DKAdengan nilai signifikansi p 0,387.

2.

3. Dari 21 subjek DKA didapatkan 18 orang atau 85,7% dengan DA. Dari 34 subjek DK yang diteliti didapatkan 27 orang atau 79,4% yang memiliki DA.

4. Dari 34 subjek DK yang diteliti didapatkan 21 orang atau 61,8% subjek dengan DKA.

5. Pada penelitian ini dijumpai hasil uji tempel positif terhadap 12 alergen yaitu potassium dichromate, PPD, thiuram mix, cobalt(II)chloride hexahydrate, benzocaine, nickel(II)sulfate hexahydrate, IPPD, myroxylon pereirae resin, PTBP, fragrance

mix I, Quaternium-15, 2-Methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone

dengan alergen terbanyak adalah nikel sebanyak 13 orang, kobalt sebanyak 5 orang dan Myroxylon pereirae resin sebanyak 3 orang.

5.2. Saran

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melihat hubungan riwayat keluarga atopi dengan DKA.

2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melihat prognosis DKA pada pasien yang atopi.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Hayakawa R. Contact Dermatitis. Nagoya J. Med. Sci. 2000;63:83-90.

3.

James WD, Berger TG, Elston DM. Contact dermatitis and drug eruptions. Dalam: James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi 11. British: Elsevier; 2011: 88-137.

4.

Marks JG, DeLeo VA. Allergic and Irritant Contact Dermatitis. Dalam: Marks JG, DeLeo VA. Contact and Occupational Dermatology. USA: Mosby-Year Book; 1992: 3-13.

5.

Sasseville D. Occupational contact dermatitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2008;4(2):59-65.

6.

Beltrani VS, Bernstein IL, Cohen DE, Fonacier L. Contact dermatitis: a practice parameter. Ann Allergy Asthma Immunol. 2006;97(3 Suppl 2):S1-38.

7.

Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic contact dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: McGraw-Hill Companies; 2012: 152-64.

8.

Wolf R, Orion E, Ruocco E, Baroni A, Ruocco V. Contact dermatitis: facts and controversies. Clin Dermatol. 2013; 31(4):467-78.

9. Wulus EN. Profil dermatitis kontak di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2001 – Desember 2005[Skipsi]. Manado: FK Unsrat; 2006.

Beck MH, Wilkinson SM. Contact Dermatitis: Allergic. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rook’s Textbook of Dermatology. Volume 2. Edisi 8. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010: 26.1-26.106.

10. Trihapsoro I. Dermatitis kontak alergik pada pasien rawat jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan [tesis]. Medan: FK USU: 2003.

11. Siregar R. Dermatitis kontak telapak tangan pada ibu rumah tangga di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan [tesis]. Medan: FK USU : 2000.

12. 13.

Spiewak R. Contact dermatitis in atopic individuals. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2012;12:491-7.

14.

Akhavan A, Cohen SR. The relationship between atopic dermatitis and contact dermatitis. Clin Dermatol. 2003;21(2):158-62.

15.

Goh CL. Prognosis of contact and occupational dermatitis. Clin Dermatol. 1997;15:655-9.

16.

Kezic S, Visser MJ, Verberk MM. Individual susceptibility to occupational contact dermatitis. Ind Health. 2009;47:469-78.

17.

Saint-Mezard P, Rosieres A, Krasteva M, et al. Allergic contact dermatitis. Eur J Dermatol. 2004;14(5):284-95.

18.

Thyssen JP, Linneberg A, Menné T, Johansen JD. The epidemiology of contact allergy in the general population – prevalence and main findings. Contact Dermatitis. 2007;57:287-99.

Agner T, Menné T. Individual predisposition to irritant and allergic contact dermatitis. Dalam: Frosch PJ, Menné T, Lepoittevin JP, editor. Contact dermatitis. Edisi 4. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006:


(1)

LAMPIRAN 8

ANALISIS STATISTIK

Frekuensi

Jenis_Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 18 52.9 52.9 52.9

Perempuan 16 47.1 47.1 100.0

Total 34 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18-34 15 44.1 44.1 44.1

35-49 12 35.3 35.3 79.4

50-65 7 20.6 20.6 100.0

Total 34 100.0 100.0

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Aceh 2 5.9 5.9 5.9

Banten 1 2.9 2.9 8.8

Batak 6 17.6 17.6 26.5

Jawa 15 44.1 44.1 70.6

Melayu 3 8.8 8.8 79.4

Tionghoa 7 20.6 20.6 100.0


(2)

Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buddha 4 11.8 11.8 11.8

Islam 22 64.7 64.7 76.5

Katolik 3 8.8 8.8 85.3

Protestan 5 14.7 14.7 100.0

Total 34 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 4 11.8 11.8 11.8

SLTP 5 14.7 14.7 26.5

SLTA 11 32.4 32.4 58.8

Perguruan Tinggi 14 41.2 41.2 100.0

Total 34 100.0 100.0

Status_Pernikahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Menikah 28 82.4 82.4 82.4

Belum menikah 6 17.6 17.6 100.0

Total 34 100.0 100.0

Dermatitis_Atopik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid (+) 27 79.4 79.4 79.4

(-) 7 20.6 20.6 100.0


(3)

Riwayat_Keluarga_Atopi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid (+) 11 32.4 32.4 32.4

(-) 23 67.6 67.6 100.0

Total 34 100.0 100.0

DKA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 21 61.8 61.8 61.8

- 13 38.2 38.2 100.0


(4)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Dermatitis_Atopik * DKA 34 100.0% 0 .0% 34 100.0%

Dermatitis_Atopik * DKA Crosstabulation

DKA

Total

+ -

Dermatitis_Atopik (+) Count 18 9 27

Expected Count 16.7 10.3 27.0

% within Dermatitis_Atopik 66.7% 33.3% 100.0%

% within DKA 85.7% 69.2% 79.4%

% of Total 52.9% 26.5% 79.4%

(-) Count 3 4 7

Expected Count 4.3 2.7 7.0

% within Dermatitis_Atopik 42.9% 57.1% 100.0%

% within DKA 14.3% 30.8% 20.6%

% of Total 8.8% 11.8% 20.6%

Total Count 21 13 34

Expected Count 21.0 13.0 34.0

% within Dermatitis_Atopik 61.8% 38.2% 100.0%

% within DKA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 61.8% 38.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.334a 1 .248

Continuity Correctionb .517 1 .472

Likelihood Ratio 1.301 1 .254

Fisher's Exact Test .387 .234

Linear-by-Linear Association 1.295 1 .255

N of Valid Cases 34

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.68. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

LAMPIRAN 9

GAMBAR UJI TEMPEL DAN HASIL PEMBACAAN

Gambar uji tempel pada subjek penelitian

Gambar hasil uji tempel yang positif terhadap kobalt klorida dan nikel sulfat (alergen no.5

dan no.7).


(6)

LAMPIRAN 10

RIWAYAT HIDUP

NAMA

: dr. Nelly

IDENTITAS

TEMPAT/TGL LAHIR

: Medan / 9 Agustus 1985

ALAMAT

: Jalan Pukat Harimau No.107 A Medan

TELEPON

: 08126513746

EMAIL

: nelly_mettasilani@yahoo.com

TAHUN 1991 – 1997

: SD R.A. Kartini Tebing Tinggi

RIWAYAT PENDIDIKAN

TAHUN 1997 – 2000

: SLTP Perg. Nas. Ir. H. Djuanda Tebing Tinggi

TAHUN 2000 – 2003

: SMUSutomo 1 Medan

TAHUN 2003 – 2008

: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

TAHUN 2011 – sekarang

: PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

TAHUN 2008 – sekarang

: Anggota IDI Cabang Medan

KEANGGOTAAN PROFESI