Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar

KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN
SALAK OLEH MASYARAKAT SEKITAR

SITI NURIKA SULISTIANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pemanfaatan
Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat
Sekitar adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,Januari 2014

Siti Nurika Sulistiani
NIM E34080027

ABSTRAK
SITI NURIKA SULISTIANI. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar. Dibimbing oleh
RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.
Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di hutan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS) dihadapkan pada kondisi bahwa TNGHS
merupakan salah satu kawasan konservasi yang terikat pada regulasi. Aktivitas
pemanfaatan hanya diperbolehkan di area tertentu saja.Namun demikian
masyarakat sudah lama melakukan aktivitas pemanfaatan bahkan sebelum
TNGHS ditetapkan dan belum diketahui apakah pemanfaatan tersebut telah
mengikuti aturan dari TNGHS. Untuk itu perlu diketahui bagaimana karakteristik
dari pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sehingga bisa diformulasikan

strategi pemanfaatan hasil hutan yang lestari dan alternatif program pemanfaatan
untuk masyarakat. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di sekitar TNGHS
khususnya di Kampung Hanjawar, Desa Majasari dan Desa Kutajaya digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan pangan, papan, obatobatan, peralatan rumah tangga, kayu bakar dan pakan ternak. Terdapat 103 jenis
hasil hutan yang dimanfaatkan. Pemanfaatan hanya dilakukan oleh masyarakat
lokal. Lokasi pemanfaatan masyarakat masuk ke dalam 5 zona yaitu zona rimba,
zona khusus, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan dan zona tradisional.
Kata kunci: hasil hutan, masyarakat lokal, pemanfaatan sumberdaya hutan, Taman
Nasional Gunung Halimun Salak

ABSTRACT
SITI NURIKA SULISTIANI. Study of Forest Resources Utilization in Gunung
Halimun Salak National Park by Communities Around.Supervised by RINEKSO
SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.
Forest product utilization by communities in Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) faced the fact that TNGHS is one of the Conservation
areas that are restricted by regulation. The utilization activities allowed only on
certain zones.Meanwhile, local community has been utilized forest resources since
long time ago, even before TNGHS established yet not known whether the
utilization has been following the rules of TNGHS or not.Therefore, it is

necessary to know the characteristics of forest utilizations by local community.
Once known the characteristic of utilization by the public, then we could be
formulated strategies for the utilization of forest products in a sustainable way.The
utilization of forest products by the community around TNGHS especially in
Hanjawar village, Majasarivillage and Kutajayavillage used used for daily
needssuch as food needs, boards, medicines, household equipment, firewood and
fodder. There are 103 species of forest products that are utilized. Utilization only
done by local communities.The location of the utilization gone into the 5 zone
namely special zone, jungle zone, rehabilitation zone, utilization zone and
traditionalzone.
Keywords: forest product,Gunung Halimun Salak National Park, local community,
utilization

KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN
SALAK OLEH MASYARAKAT SEKITAR

SITI NURIKA SULISTIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar
Nama
: Siti Nurika Sulistiani
NIM
: E34080027

Disetujui oleh


Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF
Pembimbing I

Ir Haryanto R. Putro, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi :Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar
Nama
: Siti Nurika Sulistiani
NIM
: E34080027


Disetujui oleh

1Jl

Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF
Pembimbing I

Ir Haryanto R. Putro,MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

.Tanggal Lulus:

MS

PRAKATA
Alhamdulillahhirabbilalamin, penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala untuk semua nikmat dan kesempatan sehingga penulis bisa
menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah yang berjudul

Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak oleh Masyarakat sekitar ini bisa bermanfaat baik bagi Taman Nasional,
masyarakat sekitar taman nasional serta bagi pengembangan upaya konservasi di
Indonesia.
Penelitian untuk karya ilmiah ini dilaksanakan pada bulan September hingga
Oktober 2012 di tiga lokasi yaitu Kampung Hanjawar, Desa Malasari, Kabupaten
Bogor; Desa Majasari, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak; dan Desa Kutajaya,
Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Banyak pihak yang telah membantu
baik dalam tahap persiapan, penelitian maupun penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF dan
Ir Haryanto, MS yang telah membimbing penulis, kepada Ibu Resti Meilani,
SHut. MSi dan Ibu Eva Rachmawati, SHut. MSi yang telah memberikan banyak
bantuan, dukungan, dan masukan kepada penulis, kepada Center For
International Forest Organization Research (CIFOR) dan Ken Sugimura-sensei
untuk kesempatan penelitian yang telah diberikan dan Balai Taman Nasional
Gunung Halimun Salak untuk perizinan penelitian di dalam kawasan. Ucapan
terima kasih juga penulis haturkan kepada masyarakat Kampung Hanjawar, Desa
Majasari, dan Desa Kutajaya atas partisipasi dan bantuannya selama penulis
melakukan pengambilan data di lapangan. Dukungan luar biasa juga penulis
dapatkan dari teman-teman Edelweis 45. Terima kasih kepada Soraya Nurul

Ichwani yang telah membantu penulis dalam penyusunan peta serta dukungan
semangatnya. Terima kasih untuk semangat luar biasa dari Mega Haditia, Intan
Handayani, Lintang Praba Ken Padma Rinjani, Ayu Wandarise, Siti Rayhani,
Septiani Dian Arimukti, Ka Jadda Muthia, Zainul Fuadi Akbar, Asep Zanuansyah,
Siti Maemunah, garda depan penghuni kosan PU (Yenny Chusna Hustina,
Ardyaningtyas Ibni Albar, Nina Evinur Laila) dan Tim PKL Laiwangi
Wanggameti. Ucapan maaf dan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan
untuk kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa
serta pengertian kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

Siti Nurika Sulistiani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2


Manfaat

3

METODE

3

Alat dan Obyek

3

Metode Pengambilan Data

4

Metode Analisis Data

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

7

Nilai dan Kontribusi Hasil Hutan

21

Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan

23

SIMPULAN DAN SARAN

27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

29

DAFTAR TABEL
1 Nilai hasil hutan dalam setahun
2 Rata-rata persen kontribusi hasil hutan terhadap pemasukan masyarakat
3 Beberapa aspek dalam upaya pemanfaatan hasil hutan secara lestari

22
23
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Peta lokasi penelitian di TNGHS
Perbandingan pemanfaatan jenis hasil hutan di ketiga lokasi penelitian
Lokasi Pemanfaatan di Kampung Hanjawar
Lokasi pemanfaatan di Desa Majasari
Lokasi pemanfaatan di Desa Kutajaya

3
14
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Tabel jenis hasil hutan untuk kebutuhan pangan
Tabel jenis hasil hutan untuk kebutuhan obat
Tabel jenis hasil hutan untuk peralatan rumah tangga
Tabel jenis hasil hutan untuk bahan bangunan

29
31
33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional (TN) merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi
yang ada di Indonesia. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa Taman
Nasional adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang mempunyai ekosistem
asli, dan dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi. Penetapan TN di
Indonesia mengacu pada kategoriInternational Union for Conservation of Nature
(IUCN). Menurut IUCN Protected Area Category (1994) dalam Putro (2012),
tujuan penetapan TN adalah untuk: (1) melindungi integritas ekologi satu atau
lebih untuk kepentingan generasi kini dan yang akan datang; (2) melarang
eksploitasi dan okupasi yang bertentangan dengan tujuan penunjukannya; (c)
memberikan
landasan untuk pengembangan spiritual, ilmu pengetahuan,
pendidikan, rekreasi dan kesempatan bagi pengunjung yang ramah secara ekologi
dan budaya. Jika mengacu pada tujuan yang ditetapkan IUCN maka fokus
pengelolaan TN adalah perlindungan sistem ekologi TN dengan kegiatan yang
bisa dilakukan secara terbatas, selain itu terdapat juga larangan dalam eksploitasi
dan okupasi. Dalam penetapan tujuan tersebut tidak disebutkan adanya
kesempatan untuk dapat melakukan kegiatan pemanfaatan meskipun pemanfaatan
tersebut dilakukan secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kelestarian
kawasan.
Pengelolaan TN merupakan suatu hal yang dinamis.Konsep-konsep yang
telah ada terus menerus disempurnakan agar tercapai suatu pengelolaan yang
efektif dan lestari.Pada tahun 2003, diadakan Kongres World Comission on
Protected Areas (WCPA) di Durban, Yordania. Hasil kongres tersebut
memandatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus memberikan
manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat
yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi (Soekmadi 2003). Hasil
kongres tersebut telah menggeser paradigma lama yang memfokuskan
pengelolaan TN pada perlindungan dan pengawetan menjadi pengelolaan dengan
mengedepankan pemanfaatan yang lestari. Implikasi lain yang terjadi adalah
adanya keterlibatan para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan TN. Hal
ini kemudian dikenal dengan konsep Participatory protected area management.
Pada roadmap Pembangunan Kehutanan berbasis Taman Nasional tahun 2011
juga disebutkan bahwa pengelolaan TN diharapkan kedepannya dapat berjalan
secara optimal dengan memaksimalkan potensi TN sebagai pusat plasma nutfah
dan salah satu penghela pembangunan ekonomi kehutanan nasional. Pemanfaatan
dalam kawasan konservasi secara lestari didefinisikan dalam Pasal 13 PP No. 28
Tahun 2011 sebagai pemanfaatan dengan tidak merusak bentang alam dan
mengubah fungsi TN. Pemanfaatan tersebut mencakup pemanfaatan lingkungan
dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar.
Pemanfaatan hasil hutanoleh masyarakat sudah banyak dilakukan di
berbagai TN. Penelitian Purwawangsa (2008) menunjukan adanya kegiatan
pengambilan hasil hutan seperti rotan, tumbuhan obat, sayuran, dan daging oleh

2
masyarakat Desa Salua di Taman Nasional Lore Lindu. Masyarakat di sekitar
Taman Nasional Manusela juga memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.Jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan adalah Damar,
Rotan, Sagu, Babi Hutan dan Rusa.Persentase pemanfaatan oleh masyarakat
sangat besar.Hal ini menunjukan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap
sumberdaya hutan sangat tinggi (Souhuwat 2006). Di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS), masyarakat sekitar sudah secara turun temurun
memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Penelitian Wardah (2009) menyebutkan bahwa masyarakat sekitar TNGHS di
Kabupaten Lebak memanfaatkan 71 jenis tumbuhan obat yang sebagian besar
diambil dari hutan.Penelitian Mudofar (1999) juga menunjukan adanya
pemanfaatan hasil hutan secara intensif oleh masyarakat di sekitar TNGHS.Jika
dilihat dari tahun penelitiannya maka dapat diketahui bahwa pemanfaatan hasil
hutan ini sudah dilakukan oleh masyarakat sejak lama.
Kesuksesan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dalam jangka
waktu yang panjang bergantung pada dukungan dari masyarakat lokal. Bagaimana
interaksi dan perilaku masyarakat lokal, memberi perhatian pada kebutuhan
mereka, dan menghormati opini mereka seharusnya menjadi prioritas manajemen
(Fisher et al. 1997). Karakteristik individu, karakteristik rumah tangga,
karakteristik sosial ekonomi suatu masyarakat seperti umur, kepemilikan tempat
tinggal, suku, jenis kelamin, kekayaan yang dimiliki, pendidikan, kepemilikan
lahan, kepemilikan alat-alat kebutuhan rumah tangga, mata pencaharian dan jarak
geografis, secara parsial dapat menentukan bagaimana sikap masyarakat lokal
terhadap kawasan yang dilindungi (Fisher et al.1997).Pemanfaatan hasil hutan
dihadapkan pada kondisi bahwa Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) adalah salah satu kawasan konservasi yang dibatasi oleh peraturan.
Kegiatan pemanfaatan hanya boleh dilakukan pada zona-zona tertentu.Namun
demikian masyarakat sudah lama melakukan aktivitas pemanfaatan bahkan
sebelum TNGHS ditetapkan dan belum diketahui apakah pemanfaatan tersebut
telah mengikuti aturan dari TNGHS.Untuk itu perlu diketahui bagaimana
karakteristik pemanfaatan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan TNGHS.
Setelah diketahui bagaiman karakteristik pemanfaatan oleh masyarakat kemudian
dapat dirumuskan strategi pemanfaatan hasil hutan secara lestari serta alternatif
program lain untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pemanfaatan hasil hutan dan
menghitung nilai pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di dalam dan disekitar
kawasan TNGHS. Studi kasus di Kampung Hanjawar, Desa Malasari, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor; Desa Majasari, Kecamatan Sobang, Kabupaten
Lebak; dan Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi suatu masukan bagi pengelola
dalam menentukan manajemen interaksi dan program pemanfaatan hasil hutan
oleh masyarakat di TNGHS.

METODE
Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa yang berbatasan langsung dengan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yaitu Kampung Hanjawar,
Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat;
Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat;
dan Desa Majasari, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Penelitian dilakukan dari bulan September hingga bulan Oktober 2012.Posisi
ketiga desa terhadap TNGHS dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi penelitian di TNGHS
Alat dan Obyek
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, Global
Positioning System (GPS), panduan wawancara, kamera digital,dan recorder.
Obyek penelitian adalah masyarakat sekitar TNGHS yangmelakukan pemanfaatan
hasil hutan dari dalam kawasan TNGHS.

4
Metode Pengambilan Data
Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan secara langsung melalui wawancara
terpandu kepada masyarakat. Teknik pengambilan responden menggunakan
metode Snowball, wawancara pertama dilakukan pada informan kunci (Key
informant)di tiap desa seperti kepala desa, ketua RW dan ketua RT.Melalui
wawancara dengan informan kunci didapat responden selanjutnya untuk
diwawancarai. Proses ini berlanjut hingga data yang didapatkan jenuh.
Berdasarkan tingkat kejenuhan data, didapatkan 19 orang responden untuk
Kampung Hanjawar, 10 orang responden di Desa Kutajaya, dan 20 orang
responden di Desa Majasari.
Observasi Lapang
Observasi lapang digunakan untuk melihat secara langsung pemanfaatan
hasil hutan oleh masyarakat.Observasi dilakukan terhadap 10 orang responden
selama 10 hari dengan mengikuti kegiatan mereka ketika masuk ke dalam hutan.
Kegiatan masyarakat danhasil hutan apa saja yang diambil dicatat kemudian
diambil titik GPS lokasi pengambilandan didokumentasikan.
Pengambilan Data Spasial Menggunakan GPS
Data spasial yang diambil adalah lokasi masyarakat melakukan aktivitas
pemanfaatan hasil hutan di dalam TNGHS. GPS yang digunakan adalah GPS 747
Pro. Pengambilan data menggunakan GPS dilakukan bersamaan dengan observasi
kegiatan masyarakat di dalam kawasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
lokasi/zonasi dari kawasan TNGHS yang biasa didatangi masyarakat untuk
melakukan pemanfaatan hasil hutan.
Penelusuran Dokumen
Dokumen-dokumen yang dijadikan bahan rujukan diantaranya dokumen
milik Balai TNGHS tentang pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar dan
zonasi TNGHS, dan literatur-literatur yang berisi penelitian tentang pemanfaatan
hasil hutan oleh masyarakat.
Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui proses analisis data kualitatif yaitu reduksi
data, penyajian data, analisis deskriptif data, sintesis data kemudian penarikan
kesimpulan (Kusumaningrum 2008). Reduksi data dilakukan dengan meringkas
data kemudian mentabulasikannya kedalam perangkat data seperti tabel.
Pada penelitian ini data mengenai pemanfaatan hasil hutan dianalisis secara
deskriptif kemudian direduksi dengan perangkat data seperti tabel. Hasil reduksi
data digunakan untuk menghitung nilai hasil hutan dan kontribusi hasil hutan.
Menurut Bahruni (1999) untuk mengetahui nilai guna langsung dari suatu
sumberdaya bisa digunakan beberapa metode namun dalam penelitian ini hanya
digunakan dua metode yaitu:
1. Harga pasar (market price)

5
Metode ini digunakan jika barang dan jasa hutan yang akan dinilai dijual
di pasar (lokal, regional, nasional) sehingga ada harganya seperti kayu
bulat (log) dan kayu bakar. Jika harga barang suatu sumberdaya
terdistorsi maka harga yang digunakan adalah harga bayangannya
(shadow price).
2. Harga pengganti (surrogate price)
Barang atau jasa yang dinilai tidak dijual sehingga tidak ada harga
pasarnya maka penilaian dapat dilakukan dengan beberapa metode:
a. Harga substitusi (substitute price). Nilai barang didekati dari harga
barang substitusinya.
b. Harga substitusi tidak langsung (indirect substitute price), nilai
barang didekati dari harga penggunaan lain dari barang substitusi.
Setelah diketahui harga dari setiap jenis sumberdaya, kemudian dicari nilai
hasil hutannya pertahun untuk setiap kategori hasil hutan menggunakan rumus
berikut:
Nilai Jenis x

= (Jumlah pengambilan jenis x dalam 1 bulan X
Frekuensi pengambilan x dalam 1 bulan X Harga
pasar jenis x) X 12

Nilai per kategori = (Nilai Jenis x1 + Nilai Jenis x2+..........+Nilai Jenis
xz)
Kontribusi hasil hutan dihitung terhadap pendapatan responden perbulan.
Kontribusi yang dihasilkan berbentuk persentase sehingga bisa dilihat seberapa
besar kontribusi nilai hasil hutan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut
adalah cara perhitungannya:
Kontribusi hasil hutan = (Nilai hasil hutan yang dimanfaatkan dalam
sebulan / total pendapatan selama sebulan)
X 100%
Data lokasi penyebaran pemanfaatan hasil hutan di dalam kawasan TNGHS
berbentuk titik-titik yang ditandai dalam GPS. Titik-titik tersebut dianalisis
menggunakan program ArcGIS sehingga didapatkan peta penyebaran lokasi. Peta
kemudian di overlay dengan peta zonasi TNGHS. Hasil overlay tersebut
menghasilkan peta penyebaran yang menunjukan zonasi TNGHS tempat
pemanfaatan hasil hutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kampung Hanjawar
Kampung Hanjawar merupakan salah satu kampung yang berada di dalam
kawasan TNGHS.Secara administratif wilayah Kampung Hanjawar berada di RW

6
10 Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.Secara geografis,
batas- batas Kampung Hanjawar adalah sebagai berikut:
Sebelah timur
: Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Sebelah barat
: Kampung Legok Jeruk
Sebelah selatan
: Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Sebelah utara
: Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Temperatur rata-rata kampung Hanjawar sekitar 22-30oC.Curah hujan ratarata per tahun adalah 2.500-3.000 mm. Kampung Hanjawar terletak pada
ketinggian antara 600-1800m dari permukaan laut (dpl).Topografi kampung
merupakan dataran yang berbukit-bukit dan dikelilingi oleh hutan TNGHS.
Jumlah penduduk Kampung Hanjawar adalah 130 orang dengan jumlah
Kepala Keluarga 35 KK (data bulan September 2012).Tingkat pendidikan
masyarakat Desa Hanjawar didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar (SD), bahkan
sebagian banyak yang tidak lulus SD. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan
yang ada sangat minim, untuk dapat mengakses SD Negeri penduduk harus
berjalan kaki selama 2 jam.Letak SD terdekat berada di Kampung Nirmala.Alat
transportasi yang dapat menjangkaunya adalah ojek, namun harga ongkos ojek
mahal berkisar Rp.15.000 hingga Rp.20000.
Mata pencaharian penduduk didominasi oleh petani dan penambang emas
liar. Hampir 100 % warga Kampung Hanjawar memiliki lahan garapan sehingga
mata pencaharian utama adalah bertani, namun demikian di sela-sela kegiatan
bertani terdapat beberapa masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan
emas baik penambangan secara langsung di gunung, maupun dengan membeli
batu yang berisi kandungan emas kemudian disuling sendiri di rumah. Di
Kampung Hanjawar tidak terdapat sarana pendidikan apapun.Sarana pendidikan
terdekat adalah SD/MI swadaya masyarakat yang berada di Kampung Legok
Jeruk.SD dan SMP negeri terletak di Kampung Nirmala. Jaraknya cukup jauh dari
Kampung Hanjawar, dengan berjalan kaki dapat ditempuh selama 2 jam
perjalanan. Prasarana transportasi yang terdapat di Kampung Hanjawar terdiri dari
jalanan kampung yang diperkeras dengan batu yang memiliki lebar 2 meter.Ini
adalah satu-satunya akses menuju kampung yang dapat dilewati kendaraan.
Desa Majasari
Desa Majasari terletak di Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten, terbagi ke dalam tiga kampung yaitu kampung Majakawung (5 Rt 1
Kadus), Hegarmanah (7 Rt 1 Kadus) dan Majaharga (8 Rt 1 Kadus). Luas
keseluruhan desa adalah 750 ha dengan pemukiman hanya menempati 15 ha. Dari
750 ha tersebut, sebanyak 170 ha masuk ke dalam kawasan TNGHS. Batas-batas
desa:
Sebelah utara : Gunung Endut (Resort Gunung Butak TNGHS)
Sebelah selatan : Desa Sukamaju
Sebelah timur : Desa Lebak Gedong
Sebelah barat : Desa Ciparasi
Desa Majasari memiliki rata-rata curah hujan 110 mm/tahun dengan suhu
rata-rata 24oC sampai dengan 26oC. Jumlah bulan hujan adalah 6 bulan. Topografi
desa merupakan lereng gunung dengan dataran berbukit.Ketinggian tempat hingga
452 mdpl. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Majasari bervariasi mulai dari
tamat SD hingga tamat S-1.Mata pencaharian penduduk didominasi oleh Buruh

7
tani dan Petani.Masyarakat Desa Majasari seluruhnya beragama islam, dengan
etnis sunda.
Sarana pendidikan yang ada di Desa Majasari hanyalah 1 unit TK. Untuk
SD, SMP dan SMA berada di luar Desa Majasari. Aksesibilitas menuju Desa
Majasari masih belum memadai, jalan kelurahan/desa sepanjang 2,5 km dalam
keadaan rusak, hingga kini masih dalam tahap perbaikan. Desa Majasari juga
dilewati oleh jalan raya antar provinsi sepanjang 3 km, kondisinya sudah
beraspal.Sarana transportasi di Desa Majasari hanya ada ojek dan angkutan desa.
Desa Kutajaya
Desa Kutajaya terletak di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Desa Kutajaya sekitar 640,46 Ha dan berada di
daerah aliran sungai Cicatih dan Cikole. Secara geografis, batas-batas Desa
Kutajaya adalah sebagai berikut:
Sebelah utara
: Kabupaten Bogor
Sebelah timur
: Desa Benda
Sebelah selatan
: Desa Pasawahan
Sebelah barat
: Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Menurut kategori Smith dan Ferguson, Desa Kutajaya memiliki rata-rata
curah hujan 500 mm/tahun dengan suhu rata-rata 21oC sampai dengan 31oC.
Topografi desa merupakan dataran derbukit dengan ketinggian tempat antara 800
hingga 1.200 mdpl.Tingkat pendidikan masyarakat Desa Kutajaya didominasi
oleh lulusan Sekolah Dasar (SD) dan lulusan dengan tingkat paling sedikit
adalahPerguruan Tinggi (PT).Mata pencaharian penduduk didominasi oleh
pedagang, buruh tani dan pengrajin industri.Sarana pendidikan yang ada di Desa
Kutajaya adalah PAUD sebanyak 3 unit, RA sebanyak 3 unit, SD sebanyak 5 unit,
SMP sebanyak 1 unit dan MTs sebanyak 2 unit. Sedangkan prasarana transportasi
yang terdapat di Desa Kutajaya terdiri dari jalan aspal sepanjang 9 km, jalan
diperkeras sepanjang 2 km, dan jalan tanah sepanjang 3,5 km

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan
Pemanfaatan Sumberdaya Hutan TNGHS oleh Masyarakat Kampung
Hanjawar, Desa Majasari dan Desa Kutajaya
Masyarakat sudah mendiami daerah Kampung Hanjawar sejak tahun 1945.
Mereka membuka hutan dan menjadikannya lahan garapan untuk diolah menjadi
sawah dan kebun. Hasil panen dari lahan garapan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Selain dari hasil panen, untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari masyarakat juga sering masuk ke dalam hutan untuk mencari
kayu bakar dan jenis-jenis sumberdaya seperti tanaman yang bermanfaat untuk
obat ataupun mengambil bibit tanaman untuk di tanam di lahan garapan. Selama
kurun waktu dari tahun 1945 hingga saat ini, terdapat beberapa kali perubahan
status pengelolaan hutan di sekitar Kampung Hanjawar mulai dari Perhutani
hingga TNGHS. Tahun 1980, pihak Perhutani mulai melakukan penanaman Pinus
di sekitar hutan Kampung Hanjawar termasuk di lahan-lahan garapan yang dibuka
oleh masyarakat. Penanaman di lahan garapan tersebut dilakukan secara paksa
oleh pihak Perhutani. Masyarakat Kampung Hanjawar pun turut merasakan

8
bagaimana perubahan status tersebut mempengaruhi kehidupan mereka. Tidak
hanya status yang berubah namun peraturan-peraturan mengenai kawasan hutan
yang diberlakukan juga turut berubah. Berdasarkan hasil FGD, masyarakat
mengetahui beberapa aturan formal dasar yang berlaku di TNGHS seperti:
1. Tidak boleh memperluas lahan garapan
2. Tidak boleh membuka lahan baru
3. Tidak boleh menebang pohon
4. Tidak boleh berburu satwa
Menurut pengakuan masyarakat, penegakan dari peraturan-peraturan
tersebut di lapangan cukup ketat, apabila tertangkap tangan melanggar peraturan
tersebut maka petugas akan menindak secara tegas sesuai dengan peraturan. Pada
dasarnya, masyarakat Kampung Hanjawar mengerti tujuan dari penerapan
peraturan tersebut, namun dalam pelaksanaannya masyarakat menilai aturan yang
dibuat oleh TNGHS cukup berat untuk dilaksanakan. Hal ini menyebabkan
masyarakat Kampung Hanjawar merasa sulit untuk mematuhi aturan karena
sebagian besar kebutuhan masyarakat berasal dari hutan. Peraturan larangan
berburu satwa di dalam kawasan TN berlaku untuk seluruh jenis satwa yang ada
di dalam kawasan, padahal bagi masyarakat ada jenis satwa tertentu yang
keberadaannya merupakan hama bagi kebun dan sawah mereka. Satwa tersebut
adalah Babi Hutan (Sus scrofa). Babi hutan sangat merusak sawah dan kebun.
Menurut pengalaman masyarakat, dalam satu kali penyerangan Babi hutan bisa
merusak sekitar 30 hingga 40 % hasil panen dari sawah dan kebun. Meskipun
merugikan masyarakat, pihak TNGHS melarang perburuan babi hutan. Hal ini
karena babi hutan merupakan salah satu pakan dari Macan tutul (Panthera pardus
melas). Jika babi hutan diburu, maka macan tutul ini akan kesulitan mencari
pakan, dan tidak menutup kemungkinan untuk masuk ke pemukiman warga untuk
memangsa hewan ternak milik penduduk. Kondisi ini memang merupakan sebuah
dilema, namun demikian penduduk Kampung Hanjawar mengaku bersedia untuk
diajak bekerjasama jika pihak TNGHS akan melakukan kegiatan pengamanan
kampung dari serangan babi hutan.
Hutan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat
Kampung Hanjawar baik berbentuk barang maupun jasa lingkungan.Kehidupan
masyarat Hanjawar masih sangat bergantung pada sumberdaya hasil hutan
TNGHS.Masyarakat memanfaatkan hutan dengan tujuan utama untuk kebutuhan
masyarakat pribadi tidak hanya untuk tujuan komersial. Barang dan jasa yang
dimanfaatkan oleh masyarakat:
- Barang untuk kebutuhan sehari-hari seperti rumput dan sayuran
- Kebutuhan papan seperti daun tepus, awis,daun patat, aren, kayu bakar,
bambu.
- Obat-obatan tradisional seperti jukut bau (obat luka luar), rene (jamu
setelah melahirkan), kiurat (obat luka luar), dan monyenyen (obat gatal).
- Satwa :sero (obat panas), landak, monyet ekor panjang (obat panas),
sigung, dan lasun
- Jasa : air sungai sebagai pembangkit listrik (microhydro), udara segar, air
bersih (konsumsi)
Desa Majasari telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, namun
pembukaan lahan garapan baru dimulai ketika zaman penjajahan
Jepang.Masyarakat diperbolehkan membuka lahan garapan di dalam kawasan

9
hutan sebagai imbalan karena telah menjadi pemandu/guide bagi para tentara
untuk memasuki hutan.Imbalan tersebut diberikan dalam bentuk piket yaitu
sebidang tanah yang diperbolehkan di garap di dalam kawasan hutan.Luas 1 piket
tidak diketahui secara pasti.Masyarakat Desa Majasari
bukan termasuk
masyarakat kasepuhan (Non Kasepuhan), namun keberadaan Desa Majasari dekat
dengan salah satu desa kasepuhan yaitu Kasepuhan Citorek.Menurut informasi
dari masyarakat, hutan disekitar Desa Majasari dahulu dikelola oleh Perum
Perhutani, kemudian dikelola oleh PA lalu terakhir hingga sekarang dikelola oleh
Taman Nasional Gunung Halimun Salak.Pada tahun 2007 masyarakat mengetahui
adanya perubahan pengelolaan kawasan dari Perum Perhutani kepada TN. Pada
tahun tersebut terjadi diskusi antara pihak TN dengan pihak aparat desa mengenai
keberadaan TN. Pada tahun ini pula masyarakat diberikan informasi bahwa
sebagian garapan mereka masuk ke dalam kawasan TN namun tidak ada diskusi
mengenai batas antara lahan milik dengan kawasan. Penentuan batas diputuskan
langsung oleh TN.Terdapat beberapa pal batas yang sudah ada sejak zaman
Perhutani. Kawasan hutan sekitar Desa Majasari termasuk ke dalam kawasan
TNGHS hasil perluasan pada tahun 2003.Namun baru pada tahun 2007-2008
masyarakat diberikan pemberitahuan mengenai perubahan status kawasan. Hasil
diskusi masyarakat dengan TN diantaranya:
- Tidak ada pungutan lagi bagi masyarakat yang memiliki lahan garapan di
dalam kawasan
- Masyarakat diperbolehkan menggarap di dalam kawasan TNGHS namun
dilarang memperluas area lahan garapan
- Pungutan tetap ada namun dialokasikan untuk kas desa dan dikelola oleh
desa
- Adanya zona rehabilitasi yang harus ditanami
- Dilarang menebang pohon
- Dilarang membunuh satwa
Beberapa peraturan formal TNGHS yang diketahui oleh masyarakat diantaranya:
- Tidak boleh mengambil hasil hutan apapun kecuali dari lahan garapan.
Beberapa petugas memperbolehkan masyarakat mengambil hasil hutan
selain kayu dari dalam hutan. Apabila menebang pohon dari lahan garapan
maka harus mendapatkan surat izin terlebih dahulu dari pihak desa.
- Diwajibkan menanam kayu keras di dalam kawasan, baik di lahan garapan
maupun di kawasan hutan yang lain, termasuk di sekitar sungai dan mata
air
- Dilarang menebang pohon
- Dilarang membunuh satwa
Beberapa petugas secara fleksibel memperbolehkan masyarakat mengambil
hasil hutan dari dalam kawasan selain lahan garapan, seperti aren, kayu bakar,
kopi, cengkeh, dll.Namun untuk pohon tetap tidak diperbolehkan untuk ditebang.
Selain pohon hasil hutan lain yang juga tidak diperbolehkan untuk diambil adalah
rotan.Menanggapi peraturan mengenai tidak diperbolehkannya memperluas lahan
garapan, masyarakat setuju dan mengerti begitu juga dengan usaha untuk menjaga
dan melestarikan hutan, masyarakat mendukung karena menyadari bahwa usaha
untuk melestarikan hutan dilakukan untuk kebaikan bersama.Namun demikian,
masyarakat berharap dapat diperbolehkan untuk mengambil kayu dari dalam
hutan untuk kepentingan pribadi seperti membangun rumah,bukan untuk

10
diperjualbelikan. Untuk mendapatkan kayu, masyarakat bersedia membuat MoU
dengan pihak TN, seperti peraturan jika menebang sebatang pohon, maka
masyarakat diharuskan menanam 2 atau 100 bibit dengan jenis pohon yang sama
dengan yang ditebang.Beberapa masyarakat yang menjadi responden mengatakan
banyak warga yang takut pergi ke hutan dan mengambil hasil hutan, namun
demikian ketika pendamping memasuki hutan, banyak ditemui masyarakat yang
sedang memanggul kayu hasil tebangan, selain itu juga banyak terdengar suara
mesin chain saw dari arah hutan. Ketika ditanyakan masyarakat mengaku itu
adalah pohon dari lahan garapan, namun arah datangnya masyarakat yang
membawa kayu bukan dari lahan garapan.Program kerjasama dengan masyarakat
yang sudah ada adalah kegiatan penanaman dan reboisasi.Untuk program tersebut
masyarakat mau diajak bekerjasama, diantaranya untuk pengumpulan bibit dan
penanaman.
Desa Kutajaya merupakan salah satu desa pemekaran dari Desa Pesawahan
pada tahun 1982. Pada tahun tersebut, pengelolaan hutan di sekitar Desa Kutajaya
masih dipegang oleh Perhutani. Pada masa pengelolaan Perhutani, pemanfaatan
hutan oleh masyarakat dilakukan secara sistem tumpang sari. Di sela-sela pohon
Damar, masyarakat diperbolehkan menanam sayuran, singkong, maupun padi
gogo. Selain sistem tumpang sari, pihak Perhutani menjanjikan masyarakat sistem
5:1 dan 10:1. Sistem 5:1 dan 10:1 merupakan kerjasama dimana masyarakat
diminta untuk menanam pohon Damar, dalam setiap 5 pohon yang ditanam maka
1 pohon merupakan hak milik masyarakat. Begitupun dengan sistem 10:1, dalam
10 pohon Damar yang ditanam oleh masyarakat, 1 pohon diantaranya menjadi
milik masyarakat. Akan tetapi menurut pengakuan masyarakat sistem ini tidak
berjalan semestinya, bahkan hanya berbentuk janji belaka dan tidak terealisasi.
Masyarakat yang menanam pohon Damar tidak pernah mendapatkan pohon
haknya dan hanya menjadi buruh penyadap getah saja.
Pergantian pengelolaan dari Perhutani menuju Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) diketahui masyarakat sekitar tahun 2006-2007. Hutan
sekitar Desa Kutajaya merupakan bagian dari wilayah perluasan Taman Nasional
Gunung Halimun menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tahun
2003. Pada masa pengelolaan oleh pihak TNGHS, awalnya masyarakat hanya
mengetahui aturan tidak diperbolehkannya melakukan aktivitas apapun di dalam
kawasan TNGHS. Akan tetapi setelah adanya sosialisasi di kantor balai TNGHS
masyarakat kemudian diberikan informasi bahwa pemanfaatan seperti kayu bakar,
rumput, maupun hasil hutan bukan kayu lainnya diperbolehkan akan tetapi dengan
ketentuan harus ada nota kesepahaman maupun pembentukan Desa Konservasi
terlebih dahulu dengan pihak TN. Saat ini di Desa Kutajaya telah ada kelompok
masyarakat Gamelan yang mewadahi aktivitas pemanfaatan sumberdaya hutan
TNGHS oleh masyarakat Desa Kutajaya. Salah satu programnya adalah
penanaman padi gogo di sela-sela pohon Damar.
Subjek Pemanfaat
Pemanfaatan hasil hutan di ketiga lokasi penelitian memiliki kondisi yang
berbeda namun subyek/pihak yang memanfaatkan sama yaitu masyarakat lokal
saja. Hal ini bisa dilihat dari jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan yang
keseluruhannya merupakan jenis untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.

11
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Hasil Hutan
Hasil pengamatan pada masyarakat di tiga lokasi penelitian menunjukan
beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pemanfaatan
hasil hutan. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik responden, kondisi
geografis lokasi/desa, dan aksesibilitas. Secara teoritis karakteristik responden
antara lain mencakup umur, pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, dan mata
pencaharian, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan (Baharudin 2006).
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran secara umum masyarakat
yang memanfaatkan hasil hutan. Pemahaman tentang karakteristik masyarakat
yang memanfaatkan hasil hutan sangat penting dalam upaya mempelajari
interaksinya dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya (Baharudin 2006).
Menurut Alikodra (1985) beberapa penyebab terjadinya interaksi yang cukup
penting adalah:
1. Tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan relatif rendah
2. Tingkat pendidikan relatif rendah
3. Rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif
pengelolaannya
4. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan cukup tinggi.
Umur
Umur berkorelasi positif dengan produktivitas kerja (umur produktif).
Kategori umur yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik/BPS (2013) menyatakan
bahwa penduduk muda yang berusia dibawah 15 tahun dianggap sebagai
penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada
orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Penduduk berusia diatas 65 tahun
juga dianggap tidak produktif lagi.
Usia 15-64 tahun adalah usia kerja yang dianggap sudah produktif. Konsep
ini menggambarkan berapa besar jumlah penduduk tidak produktif
menggantungkan diri pada penduduk yang produktif. Sebanyak 78,9% responden
di Hanjawar merupakan masyarakat yang masuk dalam kategori umur dewasa
sedangkan 21,1 % lainnya masuk kategori umur tua. Responden di Desa Majasari
93,33% termasuk dalam kategori usia produktif sedangkan 6,67% termasuk
kelompok usia tidak produktif. Hampir seluruh responden memiliki mata
pencaharian utama sebagai pemanfaat hasil hutan khususnya aren. Mencari aren
kemudian mengolahnya menjadi gula merah dan gula semut merupakan mata
pencaharian utama. Kondisi responden di Desa Kutajaya juga sama dengan dua
lokasi lainnya yaitu 100% responden merupakan kelompok usia produktif.
Hasil pengkategorian menunjukan para penduduk yang memanfaatkan hasil
hutan sebagian besar adalah penduduk yang berusia produktif. Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan bertani dan pemanfaatan hasil hutan merupakan
kegiatan utama bagi sebagian besar masyarakat di ketiga desa. Indikasi terhadap
pemanfaatan sumberdaya hutan pada usia produktif menunjukan adanya tingkat
ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari (Karisma 2010).
Tingkat Pendidikan

12
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya hutan adalah tingkat pendidikan. Hal ini berkaitan
dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, penguasaan teknologi, keterampilan, pola
pikir, dan informasi yang diperoleh. Tingkat pendidikan yang rendah dapat
menyebabkan pemanfaatan sumberdaya hutan terutama jenis-jenis komersil
menjadi tidak terkendali yang akan berdampak negatif terhadap kelestarian
sumberdaya hutan. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hutan memerlukan
keterampilan, teknologi dan cara berfikir yang memadai sehingga bisa mengolah
dan menghasilkan sumberdaya bernilai tinggi dengan modal dasar dari
sumberdaya hutan (Karisma 2010). Keterampilan yang baik akan menghasilkan
pemikiran dan pengembangan produk inovasi sehingga akan mengurangi
ketergantungan terhadap sumberdaya hutan.
Tingkat pendidikan seluruh responden dari ketiga lokasi penelitian
menunjukan jenjang pendidikan hingga tingkat sekolah dasar (SD). Sebanyak
6,67% responden tidak pernah mengenyam pendidikan, 63,33% tidak lulus
sekolah dasar (SD) dan 30% responden hanya lulus SD. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi diantaranya adalah minimnya fasilitas pendidikan. Kondisi
ini juga menuntun masyarakat pada keterbatasan peluang jenis pekerjaan. Hasil
penelitian Karisma (2010) mengenai studi ketergantungan masyarakat sekitar
hutan terhadap sumberdaya hutan menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan maka ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan semakin
rendah. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat sulit bersaing
untuk memasuki lapangan pekerjaan. Pilihan yang tersedia diantaranya menjadi
petani, buruh tani atau buruh perkebunan.
Mata Pencaharian
Terdapat dua jenis mata pencaharian utama responden yaitu petani dan
buruh. Sebanyak 66,67 % responden memiliki mata pencaharian utama sebagai
petani sedangkan 33,33% lainnya memiliki mata pencaharian sebagai buruh
perkebunan dan buruh pabrik. Responden yang berprofesi sebagai petani biasanya
memiliki atau menggarap sawah dan ladang di dekat bahkan di dalam kawasan
TN. Hasil observasi selama 10 hari terhadap seluruh responden menunjukan
intensitas masyarakat yang berprofesi sebagai petani memanfaatkan hasil hutan
cukup tinggi seiring dengan intensitas para petani tersebut pergi ke sawah atau
ladangnya.
Karisma (2010) menunjukan dalam model hasil penelitiannya bahwa mata
pencaharian masyarakat memiliki nilai positif pada jenis pekerjaan buruh tani,
wiraswasta dan buruh perkebunan yang menunjukan meningkatnya nilai total
manfaat dari sumberdaya hutan.
Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga berkaitan erat dengan jenis dan volume
pemanfaatan sumberdaya dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
(Karisma 2010). Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka kebutuhan akan
sumberdaya hutan khususnya hasil hutan akan semakin besar. Jumlah anggota
keluarga sebagian besar responden adalah 3-4 orang ( 63,33%), sebagian lainnya
memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 orang (23,33%). Responden yang memiliki

13
jumlah anggota keluarga paling sedikit yaitu 1-2 orang dan yang paling banyak
yaitu 7-8 orang masing-masing 6,67%.
2. Kondisi Geografis Desa dan Aksesibilitas
Lokasi dan kondisi geografis tiap desa/kampung mempengaruhi masyarakat
dalam memanfaatkan hasil hutan. Hal ini bisa dilihat pada jenis-jenis hasil hutan
yang dimanfaatkan. Lokasi yang berada di daerah yang dikelilingi hutan dengan
medan berbukit-bukit seperti kampung hanjawar dan desa majasari memiliki
aksesibilitas yang sulit dan sarana prasarana transportasi yang minim. Kondisi ini
membuat masyarakat kesulitan untuk mengakses kebutuhan dasar mereka seperti
kebutuhan untuk pangan dan papan serta obat-obatan. Hal ini kemudian
menjadikan masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam yang ada disekitarnya
untuk memenuhi kebutuhan dasar tadi. Itulah sebabnya pemanfaatan di Kampung
Hanjawar dan Desa Majasari yang cukup besar nilainya adalah pemanfaatan hasil
hutan untuk keperluan pangan dan bahan bangunan serta peralatan rumah tangga.
Berbeda halnya dengan Desa Kutajaya yang lokasinya berada dekat dengan
pusat perkotaan dan kondisi geografis yang datar seperti pemukiman masyarakat
umumya menjadikan kemudahan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya. Hal ini juga didukung oleh kondisi aksesibilitas dan sarana-prasarana
transportasi yang sudah baik. Pemanfaatan terbesar justru pada pemenuhan
kebutuhan pakan ternak. Kebutuhan akan bahan bangunan juga memiliki porsi
yang cukup besar, namun bahan bangunan ini terbatas pada satu jenis yaitu bambu
dan pemanfaatannya untuk kandang-kandang ternak.
Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan
Jenis Hasil Hutan yang dimanfaatkan dikelompokan berdasarkan
pemanfaatannya. Terdapat 5 pengelompokan yaitu:
a. Hasil hutan untuk kebutuhan pangan
b. Hasil hutan untuk kebutuhan obat-obatan
c. Hasil hutan untuk kebutuhan alat-alat rumah tangga
d. Hasil hutan untuk bahan bangunan
e. Hasil hutan untuk kebutuhan pakan ternak
f. Hasil hutan untuk kebutuhan kayu bakar
Perbandingan jenis hasil hutan yang dimanfaatkan dari ketiga lokasi
penelitian dapat dilihat pada gambar 13. Berdasarkan hasil survey GPS dan
wawancara diketahui terdapat 103 jenis tumbuhan hasil hutanyang dimanfaatkan
oleh masyarakat. Jumlah jenis yang dimanfaatkan di Kampung Hanjawar
sebanyak 65 jenis. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak jika
dibandingkan dengan kedua lokasi lainnya. Jumlah jenis yang dimanfaatkan untuk
Desa Majasarisebanyak 51 jenis sedangkan Desa Kutajaya lebih sedikit lagi yaitu
22 jenis. Jenis-jenis tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pangan, obat, kayu
bakar, pakan ternak, dan peralatan rumah tangga serta bahan bangunan rumah.
Masing-masing lokasi memiliki perbedaan jumlah untuk setiap kelompok.

14
35
30

Jumlah Jenis

25
Kayu bakar

20

Pakan ternak

15

Kebutuhan pangan

10

Tanaman Obat
Peralatan rumah tangga

5

Bahan Bangunan
0
Hanjawar

Majasari

Kutajaya

Lokasi

Gambar 2 Perbandingan pemanfaatan jenis hasil hutan di ketiga lokasi
1. Hasil hutan untuk kebutuhan pangan
Hasil hutan untuk kebutuhan pangan biasanya merupakan jenis-jenis untuk
kebutuhan makan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan maupun lalapan.
Banyaknya jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan
dari ketiga lokasi penelitian berbeda-beda. Lokasi dengan jumlah jenis
pemanfaatan untuk kebutuhan pangan terbanyak adalah Hanjawar sebanyak 24
jenis. Lokasi terbanyak selanjutnya adalah Majasari sebanyak 17 jenis, sedangkan
Kutajaya merupakan lokasi dengan jumlah jenis pemanfaatan paling sedikit,
hanya 5 jenis. Untuk detail jenisnya lihat Lampiran 1. Perbedaan jumlah jenis ini
kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi geografis dan letak lokasi tempat-tempat
tersebut. Hanjawar secara geografis berada di tengah perkebunan teh dan hutan
TNGHS. Lokasinya seperti berada di tengah ceruk dikelilingi hutan dan kebun teh.
Akses keluar masuk Hanjawar pun sulit. Satu-satunya prasarana transportasi
hanyalah jalan berbatu-batu dengan lebar sekitar 3 m dan kondisinya sangat licin
apabila terjadi hujan.Jalan tersebut terletak di tengah kebun teh Nirmala milik
PTPN Nusantara, berkelok-kelok dan di beberapa tempat terdapat turunan yang
cukup tajam.Akses yang cukup sulit ini membuat masyarakat sulit untuk keluar
dari kampung. Untuk memenuhi kebutuhan barang sehari-hari, warung-warung di
Hanjawar berbelanja sebulan sekali menggunakan truk. Kondisi ini membuat
masyarakat Hanjawar memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari dari sumberdaya
yang ada di sekelilingnya, termasuk hutan kawasan TNGHS.
Kondisi Majasari juga tidak terlalu jauh berbeda dengan Hanjawar. Letak
Majasari berada persis di pinggir kawasan TNGHS. Namun, akses menuju
Majasari masih lebih baik dibandingkan dengan Hanjawar. Jalan menuju Majasari
merupakan jalan raya yang sudah beraspal. Tetapi jarak dari Majasari menuju
pusat perkotaan cukup jauh sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
sehari-hari masyarakat banyak mengandalkan sumberdaya dari hutan kawasan
TNGHS.

15
Kutajaya memiliki kondisi yang berbeda. Lokasi Kutajaya berada memiliki
akses menuju sumber pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti pasar atau toko
cukup mudah. Pengambilan hasil hutan untuk kebutuhan pangan terbatas pada
jenis-jenis lalapan dan sayuran dengan volume yang sedikit. Biasanya
pengambilan ini dilakukan sambil masyarakat mencari kayu bakar atau rumput
untuk pakan ternak.
2. Hasil hutan untuk kebutuhan obat-obatan
Lokasi yang memanfaatkan jenis untuk penggunaan obat-obatan terbanyak
adalah Hanjawar sebanyak 30 jenis, lokasi kedua yaitu Majasari menggunakan 22
jenis tumbuhan untuk keperluan pengobatan sedangkan Kutajaya hanya
menggunakan 4 jenis (lampiran 2). Jenis-jenis tumbuhan tersebut biasanya untuk
mengobati penyakit-penyakit seperti batuk, pilek, asam urat, demam, sakit mata,
obat pasca bersalin bagi para ibu, luka-luka ringan, dan lain-lain. Intensitas dan
kuantitas pemanfaatan tumbuhan obat juga dipengaruhi oleh ketersediaan dan
akses fasilitas medis di tiap lokasi penelitian. Fasilitas medis terdekat dari
Kampung Hanjawar adalah bidan yang berada di Kampung Nirmala, sedangkan
akses menuju fasilitas medis yang lebih memadai cukup sulit. Untuk Desa
Majasari juga sama, hanya ada bidan dan posyandu saja. Namun demikian akses
menuju fasilitas medis terdekat tidak terlalu sulit sehingga pemanfaatan tumbuhan
obat untuk kepentingan pengobatan tidak intensif seperti di Kampung Hanjawar.
Desa Kutajaya memiliki fasilitas medis Puskesmas pembantu 1 unit dan Polingdes
1 unit. Selain itu akses menuju fasilitas medis terdekat cukup mudah sehingga
pemanfaatan tumbuhan obat untuk pengobatan tidak terlalu banyak lagi dilakukan.
3. Hasil hutan untuk kebutuhan alat rumah tangga
Alat-alat rumah tangga yang biasanya didapatkan dari hasil hutan
diantaranya furniture seperti kursi dari rotan, alat pancing dari bambu, tali
pengikat dari rotan, sapu dari awis, alat-alat dapur dari bambu, pembungkus nasi,
keranjang, dan lain-lain. Total jenis yang digunakan oleh masyarakat Hanjawar
adalah 6 jenis, Majasari 9 jenis dan Kutajaya 1 jenis. Jenis hasil hutan yang biasa
digunakan adalah bambu, rotan, calik angin dan jenis-jenis lainnya (lampiran 3).
4. Hasil hutan untuk kebutuhan bahan bangunan
Rumah-rumah di Hanjawar merupakan rumah semi permanen yang
berbahan dasar kayu dan bambu. Menurut masyarakat, mengingat akses yang sulit
dan sarana transportasi yang minimsangat sulit untuk membawa bahan bangunan
ke kampung mereka sehingga bahan baku rumah biasanya didapat dari hutan.
Kondisi ini membuat masyarakat berharap adanya kemudahan dalam
memanfaatkan hasil hutan terutama kayu dan bambu. Kondisi yang hampir sama
juga terjadi di Majasari. Namun demikian di Majasari sudah banyak masyarakat
yang membangun rumah permanen dengan bahan baku tembok dan bata. Akan
tetapipengambilan hasil hutan untuk bahan bangunan jumlah jenis terbanyak
justru terjadi di Majasari, yaitu sebanyak 7 jenis sedangkan di Hanjawar hanya 4
jenis dan di Kutajaya hanya 1 jenis (Lampiran 4).
5. Hasil hutan untuk kebutuhan kayu bakar
Kampung Hanjawar dan Desa Majasari merupakan tipe desa yang masih
tradisional. Untuk kegiatan memasak, mayoritas masyarakat masih menggunakan
kompor dan kayu bakar sehingga kebutuhan akan kayu bakar cukup tinggi. Kayu
bakar biasanya didapatkan dari ranting-ranting dan pohon yang sudah tumbang di
dalam hutan. Hutan TNGHS di sekitar Majasari dan Hanjawararealnya masih

16
relatif luas. Terdapat banyak ranting-ranting dan cabang pohon yang jatuh
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kayu bakar sehingga kebutuhan kayu bakar
masih bisa dipenuhi tanpa masyarakat harus menebang pohon yang masih hidup.
6. Hasil hutan untuk kebutuhan pakan ternak
Kegiatan pemanfaatan rumput dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Sebagian besar responden di ketiga lokasi penelitian memilki
hewan ternak seperti kambing dan kerbau. Biasanya pengambilan dilakukan setiap
hari sepanjang tahun. Dalam satu hari bisa dilakukan hingga 2 x p