Potensi Dan Daya Dukung Hijauan Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat Di Kecamatan Pati

POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN
SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI

SKRIPSI
FAJAR ARIF WISANTORO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN
SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI

SKRIPSI
FAJAR ARIF WISANTORO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012


RINGKASAN
Fajar Arif Wisantoro. D24063521. 2012. Potensi Dan Daya Dukung Hijauan
Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat Di Kecamatan Pati. Skripsi. Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Sudarsono Jayadi M. Sc. Agr.
Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana, MS.
Meningkatnya permintaan masyarakat untuk produk-produk peternakan
dewasa ini sudah selayaknya diikuti oleh upaya pengembangan usaha ternak. Upaya
pengembangan ini tidak terlepas dari ketersediaan sumberdaya yang ada pada daerah
pengembangan. Kondisi saat ini menunjukkan adanya kesenjangan antara permintaan
daging sapi dengan produksi daging dalam negeri. Faktor yang menyebabkan adalah
lahan yang tersedia belum optimal pemanfaatannya karena hanya difungsikan
untuk satu jenis usaha tani walaupun sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk usaha
tani ternak secara terintegrasi.
Kebutuhan HMT tersebut sulit dipenuhi oleh masing-masing peternak, karena
hanya memiliki lahan sempit dan sangat tergantung pada musim. Semakin padatnya
penduduk akan menyebabkan lahan yang tersedia untuk hijauan pakan ternak
semakin menyempit. Akibatnya di daerah padat penduduk, ternak lebih banyak
tergantung pada limbah pertanian walaupun pada kenyataannya tidak seluruh limbah

pertanian tersedia secara efektif untuk makanan ternak.
Kecamatan Pati merupakan pusat kegiatan dari Kabupaten Pati, karena pusat
pemerintahan Kabupaten Pati berada di Kecamatan Pati. Dari segi letaknya
kecamatan Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya
dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat
dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian,
peternakan, perikanan. Kecamatan Pati memiliki potensi sektor pertanian dan
peternakan, oleh karena itu, untuk mengetahui potensi dan daya dukung hijauan
sebagai pakan ruminansia khususnya sapi potong di Kecamatan Pati dengan
menghitung besarnya potensi pengembangan ternak sapi potong dan daya dukung
lahan.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati pada 7 November
– 30 November 2010. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah peternak sapi
potong dan penyediaan hijauan yang mempunyai potensi di Kecamatan Pati.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
menggunakan kuisioner yang ditujukan pada 15 peternak sapi potong yang diambil
dari empat desa di Kecamatan Pati, sehingga jumlah total 60 responden atau
peternak. Data yang dipergunakan dalam penelitian kali ini bersumber dari data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapang dan wawancara

langsung dengan peternak sapi potong sebagai responden yang diambil dari empat
desa di Kecamatan Pati dengan menggunakan daftar kuisioner, sedangkan untuk data
sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Pati. Data yang dikumpulkan meliputi data populasi ternak
sapi potong, jumlah penduduk, luas lahan garapan, serta data-data lain yang
mendukung dalam penelitian.
i

Data-data tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi
penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak yang dapat
mendukung perkembangan bidang peternakan sapi potong.
Kecamatan Pati memiliki luas 4.249 ha terdiri dari lahan sawah sebesar 2.558
ha dan lahan bukan sawah 1.691 ha. Kepadatan penduduk 25.417 jiwa/km2, dengan
ketinggian wilayah 5-23 m dpl (BPS Kabupaten Pati, 2009). Sistem pemeliharaan
ternak pada Kecamatan Pati menggunakan sistem intensif. Jenis pakan yang
disediakan oleh peternak di Kecamatan Pati antara lain hijauan dan konsentrat, dan
ada yang menggunakan hijauan saja. Jumlah ternak yang dipelihara rata-rata 3 ekor
per peternak.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dihitung potensi maksimum
berdasarkan sumberdaya lahan sebesar 2.116 ST. Potensi maksimum berdasarkan

kepala keluarga sebesar 5.484 ST, sedangkan populasi riil sebesar 1.553 ST. Hasil
perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
sumberdaya lahan di Kecamatan Pati adalah 563 ST. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa daerah tersebut masih mempunyai potensi menampung ternak ruminansia lagi
sebesar 563 ST. Hasil KPPTR berdasarkan kepala keluarga adalah 3.931 ST. Hal ini
menunjukkan bahwa di daerah ini masih mempunyai potensi untuk menambah
ternak. Untuk meningkatkan hal tersebut, perlu adanya peningkatan kerjasama antara
peternak dengan pihak Kecamatan Pati mengenai penambahan populasi ternak,
integrasi penyediaan hijauan makanan ternak (HMT), keterampilan beternak
masyarakat, dan pemanfaatan lahan-lahan kosong seperti tegalan, lapangan, kebun,
halaman rumah, dan pinggiran jalan.
Kata kunci : hijauan, sapi potong, KPPTR, daya dukung

ii

ABSTRACT
Forage Potency and Support Ability for Traditional Beef Cattle's Feed in
Kecamatan Pati
Fajar Arif Wisantoro, Sudarsono Jayadi, M. Agus Setiana
Requirement of forages was difficult to fullfiled by farmer, because they only have

small land and it depend on season. This study was conducted to find how many
forages potency and support ability for ruminant’s feed especially cattle by counting
land support and development of cattle’s potency. This study located in Kecamatan
Pati on 7 November until 30 November 2010. Research used primary and secondary
data. Primary data was gained from field survey using quisioner from four village in
Kecamatan Pati. Each village, 15 farmer’s data is taken. Secondary data was gained
from Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati and BPS Kabupaten Pati. Data
was collected using purposive sampling methode. Obtained data are analyzed using
Capacity of Additional Ruminant Population (CARP) analysis. The result showed
that , cut and carry were the best farming system to be done in Kecamatan Pati.
CARP analysis value showed 563 Animal Unit based on land resources and 3.931
Animal Unit based on family. Based on CARP analysis, its showed that Kecamatan
Pati still has ability to add cattle population depend on support ability.
Keywords : forage, cattle, support ability, CARP

iii

POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN
SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI


FAJAR ARIF WISANTORO
D24063521

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
iv

Judul : Potensi Dan Daya Dukung Hijauan Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat
Di Kecamatan Pati
Nama : Fajar Arif Wisantoro
NIM

: D24063521


Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Ir. Sudarsono Jayadi M. Sc. Agr.)
NIP: 19660226 199003 1 001

(Ir. Muhammad Agus Setiana, MS.)
NIP: 19570824 198503 1 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.)
NIP: 19670506 199103 1 001


Tanggal Ujian: 1 Desember 2011

Tanggal Lulus:

v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1988 di Jakarta. Penulis adalah
anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Edi Triono dan Ibu Sisilia
Dwi Yuningtyas.
Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri Gedongan
01 pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat
pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri
2, Mojokerto – Jawa Timur. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 1 Puri Mojokerto tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan diterima di Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Penulis
pernah menjadi Ketua Malam Keakraban Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan pada tahun 2008. Penulis sempat masuk menjadi anggota BEM Fakultas

Peternakan selama 1 bulan di bidang Sosial dan Budaya pada tahun 2008. Penulis
pernah masuk menjadi anggota UKM Basket selama 1 tahun pada tahun 2008.

vi

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillaahirabbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan
skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada
baginda Muhammad SAW.
Penyusunan Skripsi yang berjudul “Potensi Dan Daya Dukung Hijauan
Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat Di Kecamatan Pati” merupakan salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana peternakan pada program mayor Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 di Kecamatan Pati
Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Persiapan dimulai dari penulisan proposal
dilanjutkan dengan perizinan penelitian, pelaksanaan penelitiaan dan penulisan hasil.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan daya dukung hijauan
sebagai pakan ruminansia khususnya sapi potong di Kecamatan Pati dengan

menghitung besarnya potensi pengembangan ternak sapi potong dan daya dukung
lahan.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
menyempurnakan tulisan penulis berikutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis berharap karya kecil ini dapat menjadi salah satu karya terbaik yang
bisa penulis persembahkan untuk ayah dan ibunda tercinta.

Bogor, Desember 2011

Penulis

vii

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................

i


ABSTRACT ................................................................................................

iii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................

iv

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………..

v

RIWAYAT HIDUP....................................................................................

vi

KATA PENGANTAR................................................................................

vii

DAFTAR ISI............................................... ...............................................

viii

DAFTAR TABEL............ ..........................................................................

x

DAFTAR GAMBAR..................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................... ...................

xii

PENDAHULUAN........................................................... ...........................

1

Latar Belakang.................................................................... ............
Tujuan..............................................................................................
Kerangka Pemikiran ........................................................................

1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

5

Sapi Potong ......................................................................................
Hijauan Makanan Ternak .................................................................
Hijauan Makanan Ternak Sapi Potong………………………… ....
Karakteristik Peternakan Sapi Potong di Indonesia .........................
Peternakan Rakyat............................................................................
Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat ..................................
Daya Dukung Lahan ........................................................................
Evaluasi Sumberdaya Lahan Untuk Peternakan Ruminansia ..........

5
5
7
8
9
10
11
12

MATERI DAN METODE.........................................................................

16

Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................
Peralatan...........................................................................................
Prosedur ..........................................................................................
Metode Analisis Data .......................................................................
Analisis Desriptif …………………………... .....................
Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak
Ruminansia ...........................................................................

16
16
16
16
16

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................

19

Keadaan Umum Kabupaten Pati ......................................................
Keadaan Umum Kecamatan Pati…………………………… .........
Penggunaan Lahan ...........................................................................
Karakteristik Peternak ......................................................................
Umur Peternak……………………………………… .........

19
19
20
21
22

17

viii

Pengalaman Beternak ...........................................................
Jenis Pekerjaan .....................................................................
Tingkat Pendidikan ..............................................................
Kepemilikan Ternak ……………….….. .............................
Tenaga Kerja ........................................................................
Jenis Hijauan……………………… ................................................
Pola Penyediaan Hijauan ……………………… ............................
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia ......................

22
23
24
24
25
26
27
29

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

32

Kesimpulan ......................................................................................
Saran.................................................................................................

32
32

UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

35

LAMPIRAN ...............................................................................................

38

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian ................................................

20

2. Luas Penggunaan Lahan............... ...................................................

21

3. Penggunaan Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian ...........................

26

4. Hasil Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia ............

29

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................

4

2. Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Umur............... ...........

22

3. Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak

23

4. Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ..........

23

5. Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ....

24

6. Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Kepemilikan Ternak ..

25

7. Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Tenaga Kerja .............

26

8. Jenis Hijauan Pakan di Kecamatan Pati ...........................................

28

9. Perkandangan di Kecamatan Pati ....................................................

29

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Peta Kabupaten Pati ..............................................................................

39

2. Data Pendidikan Peternak.....................................................................

40

3. Data Pekerjaan Peternak .......................................................................

40

4. Data Pekerjaan Peternak Lainnya di Kecamatan Pati ..........................

41

5. Penggunaan Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian Per Desa ................

41

6. Penggunaan Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian berdasarkan
Kombinasi Pakan ..................................................................................

42

7. Umur Peternak Menurut BPS Kabupaten Pati 2010 ............................

42

8. Rataan Umur Peternak ..........................................................................

42

9. Rataan Pengalaman Beternak di Kecamatan Pati .................................

43

10. Umur Peternak di Kecamatan Pati .......................................................

43

11. Jumlah Ternak Dimiliki oleh Responden (Peternak) di Kecamatan
Pati ........................................................................................................

43

12. Rataan Jumlah Kepemilikan Ternak di Kecamatan Pati ......................

44

13. Jumlah Kepemilikan Ternak di Kecamatan Pati ..................................

44

14. Jumlah Kambing di Kecamatan Pati ....................................................

44

15. Jumlah Domba di Kecamatan Pati .......................................................

45

16. Jumlah Kerbau di Kecamatan Pati .......................................................

45

17. Jumlah Sapi Perah di Kecamatan Pati ..................................................

45

18. Jumlah Total Populasi Ternak Ruminansia ..........................................

45

19. Total Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia .................

46

20. Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di
Kecamatan Pati .....................................................................................

46

21. Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di
Desa Kutoharjo .....................................................................................

46

22. Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di
Desa Ngepungrojo ................................................................................

47

23. Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di
Desa Panjunan ......................................................................................

47

24. Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di
Desa Sidokerto......................................................................................

48

25. Kuisioner Survei Potensi Dan Daya Dukung Hijauan Sebagai Pakan
Sapi Potong Rakyat di Kecamatan Pati ................................................

49
xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peranan ternak sapi potong dalam pembangunan peternakan cukup besar di
dalam pengembangan misi peternakan, yaitu sebagai: sumber pangan hewani asal
ternak, berupa daging dan susu, sumber pendapatan masyarakat terutama peternak,
penghasil devisa yang akan diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional,
menciptakan angkatan kerja dan sasaran konservasi lingkungan terutama lahan
melalui daur ulang pupuk kandang.
Meningkatnya permintaan masyarakat untuk produk-produk peternakan
dewasa ini sudah selayaknya diikuti oleh upaya pengembangan usaha ternak. Upaya
pengembangan ini tidak terlepas dari ketersediaan sumberdaya yang ada pada daerah
pengembangan. Kondisi saat ini menunjukkan adanya kesenjangan antara permintaan
daging sapi dengan produksi daging dalam negeri. Faktor yang menyebabkan adalah
lahan yang tersedia belum optimal pemanfaatannya karena hanya difungsikan untuk
satu

jenis usaha tani walaupun sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk usaha tani

ternak secara terintegrasi. Dalam manajemen budidaya ternak, pakan merupakan
kebutuhan tertinggi dari seluruh biaya produksi. Mengingat tingginya komponen
biaya tersebut maka perlu adanya perhatian dalam penyediaan baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Tidak terkecuali bagi ternak ruminansia dimana pakan
yang diperlukan berupa Hijauan Makanan Ternak (HMT). Kebutuhan HMT tersebut
sulit dipenuhi oleh masing-masing peternak, karena hanya memiliki lahan sempit dan
sangat tergantung pada musim. Apalagi dengan meningkatnya kepemilikan sapi per
peternak, peternak akan menghabiskan waktu untuk pemeliharaan dan pengelolaan
sapi, tidak memiliki waktu lagi untuk menyediakan pakan hijauan. Kebutuhan lahan
bagi pengembangan ternak ruminansia dirasakan sangat penting terutama sebagai
sumber hijauan pakan. Akan tetapi kenyataan menunjukan, bahwa semakin padatnya
penduduk, lahan yang tersedia untuk hijauan pakan ternak semakin menyempit.
Akibatnya di daerah padat penduduk, ternak lebih banyak tergantung pada limbah
pertanian walaupun pada kenyataannya tidak seluruh limbah pertanian tersedia
secara efektif untuk makanan ternak.
Kecamatan Pati merupakan pusat kegiatan dari Kabupaten Pati, karena pusat
pemerintahan Kabupaten Pati berada di Kecamatan Pati. Dari segi letaknya
1

Kecamatan Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya
dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat
dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian,
peternakan, perikanan. Kecamatan Pati memiliki potensi sektor pertanian dan
peternakan. Terlihat dari data yang ada bahwa banyak terdapat populasi ternak sapi
potong di Kecamatan Pati. Dalam bidang peternakan dan pertanian, pola penyediaan
hijauan makan ternak yang dilaksanakan oleh pemerintah Kecamatan Pati perlu
dilakukan kerjasama dengan daerah-daerah di dalamnya. Interaksi antar daerah akan
memudahkan untuk saling melengkapi kebutuhan yang diperlukan sehingga mampu
membangun potensi yang ada di daerah masing-masing. Diperlukan juga penyediaan
pakan baik pakan hijauan maupun konsentrat untuk ternak besar dengan menanam
rumput hijauan pada lahan-lahan tidur milik dan memanfaatkan limbah pertanian
yang ada dengan proses silase maupun teknik yang lain.
Untuk mengetahui potensi hijauan diperlukan analisis potensi wilayah
Kecamatan Pati, seperti daya dukung lahan, sumberdaya penduduk, sumberdaya
alam, dan lain-lain.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan daya dukung
hijauan sebagai pakan ruminansia khususnya sapi potong di Kecamatan Pati dengan
menghitung besarnya potensi pengembangan ternak sapi potong dan daya dukung
lahan.

2

Kerangka Pemikiran
Peternakan memiliki peranan sebagai penyedia protein hewani yang memiliki
manfaat menciptakan lapangan kerja terutama penduduk desa yang sebagian besar
bekerja sebagai petani. Kecamatan Pati mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan karena letaknya yang strategis di bidang sosial ekonomi budaya dan
memiliki sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang masih dapat
dikembangkan.
Perkembangan peternakan sapi potong ini relatif tidak maju yang disebabkan
karena pemeliharaannya yang masih tradisional dengan skala pemilikan kecil (small
holders), sehingga sapi potong kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa suatu
perencanaan yang jelas untuk lebih berkembang, lebih produktif, dan lebih
menguntungkan. Dengan didukung oleh sumberdaya lahan yang masih belum
dimanfaatkan secara optimal, ketersediaan hijauan makanan ternak (segar maupun
limbah pertanian) dan mempunyai sumberdaya manusia yang memanfaatkan tenaga
kerja keluarga serta didukung dengan adanya metode Kapasitas Peningkatan
Populasi Ruminansia (KPPTR) yang merupakan suatu pendekatan untuk
menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan hijauan pakan, usaha ternak sapi
potong dapat berkembang di kecamatan tersebut.
Hal – hal tersebut diatas akan sangat membantu dalam menentukan pola
penyediaan hijauan makanan ternak di Kecamatan Pati yang nantinya dapat
memperbaiki dan meningkatkan produktivitasnya. Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

3

Sumberdaya Lahan

Sumberdaya
Hijauan

Sumberdaya
Manusia

KPPTR

Kecamatan Pati

Pola Penyediaan Hijauan
Makanan Ternak

Keterangan : KPPTR = Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Potong
Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan
makanan sumber protein hewani yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting
artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa
menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama sebagai bahan makanan berupa
daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain
sebagainya (Sugeng, 1998).
Pada tahun 2003, populasi sapi potong di Indonesia sekitar 11.395.688 ekor,
dengan tingkat pertumbuhan populasi sekitar 1,08%. Idealnya populasi sapi minimal
15,27% untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dari populasi sapi tersebut, 45-50%
adalah sapi asli Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan (Riady, 2004).
Menurut Riady (2004), bangsa sapi potong di dunia ini banyak jenisnya yang
masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Beberapa bangsa sapi tropis
yang banyak dan populer di Indonesia sampai saat ini antara lain sapi Bali (Bos
sondaicus), sapi Madura, sapi Ongole, dan Amerika Brahman. Berdasarkan data
tahun 1984, sapi Bali termasuk jenis sapi terbanyak di Indonesia yaitu 23,81%,
diikuti sapi Madura 11,28% dan sisanya dari sapi Ongole, peranakan Ongole,
Brahman Cross, dan persilangan sapi lokal dan sapi impor (Simmental, Limousine,
Hereford, dan lain-lain).
Hijauan Makanan Ternak
Hijauan makanan ternak (HMT) merupakan semua bahan yang berasal dari
tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok hijauan makan ternak meliputi
bangsa rumput (gramineae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain
seperti daun nangka, daun waru, dan lain-lain. Hijauan sebagai bahan makanan
ternak dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan
kering. Hijauan segar berasal dari rumput segar, leguminosa segar dan silase,
sedangkan hijauan kering berasal dari berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan
(hay) ataupun jerami kering. Sebagai bahan makanan ternak, hijauan memegang
peranan penting karena hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan
hewan. Khususnya di Indonesia, bahan hijauan memegang peranan istimewa karena
diberikan dalam jumlah besar (AAK, 1983).
5

Jenis tanaman budidaya maupun alami yang umum dipergunakan sebagai
hijauan makan ternak terdiri dari : (1) jenis rumput-rumputan (gramineae); (2)
peperduan atau semak (herba); dan (3) pepohonan. Cukup banyak pilihan tersedia
bagi spesies hijauan yang berpotensi tinggi, diantaranya adalah : (a) rumput alam
atau lapangan antara lain ; rumput para (Brachiaria mutica), rumput benggala
(Panicum maximum), rumput kolonjono (Panicum muticum), rumput buffel
(Cenchrus ciliaris) dan lain-lain: (b) peperduan, baik berupa legum seperti kacang
gude (Cajanus cajan), komak (Dolichos lablab) dan lain-lain: dan peperduan lainnya
dari limbah tanaman pangan pertanian antara lain: jerami padi, jagung, kedelai,
kacang tanah, daun ubi jalar, ubi kayu dan lain-lain; (c) legum pohon antara lain:
sengon laut (Albazia falcataria), lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra
(Callianddra calothyrsus), turi (Sesbania sp) dan lain-lain. Rumput-rumputan yang
berpotensi sebagai rumput budidaya antara lain: rumput gajah (Pennisetum
purpereum), setaria (Setaria spachelata), rumput raja (Pennisetum purpurhoides)
dan lain-lain (Reksohadiprojo, 1984).
Menurut Manurung (1996), hijauan leguminosa merupakan sumber protein
yang penting untuk ternak ruminansia. Keberadaannya dalam ransum ternak akan
meningkatkan kualitas pakan. Leguminosa pohon banyak terdapat di daerah tropis,
kaya akan nitrogen dan tidak tergantung pada kondisi nitrogen dalam tanah atau
pemberian pupuk karena sifatnya dapat memanfaatkan nitrogen udara melalui bintilbintil akar. Berdasarkan hasil penelitan, diantara tiga jenis leguminosa pohon
(lamtoro, gliserida dan kaliandra) tidak terdapat perbedaan nyata dalam tingkat
konsumsinya oleh ternak ruminansia, namun kaliandra memperlihatkan konsumsi
yang lebih tinggi diikuti oleh gliserida dan lamtoro.
Limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah,
pucuk tebu dan lain-lain merupakan sumber makanan ternak ruminansia yang dapat
diperoleh dari tanaman pertanian. Pemanfaatan limbah pertanian tersebut akan
mendukung integrasi usaha peternakan dengan usaha pertanian baik tanaman pangan,
hortikultura maupun perkebunan. Dilain pihak kegiatan intensifikasi peternakan telah
menyebabkan kotoran ternak melimpah dan cenderung mengganggu lingkungan. Hal
ini akan memberikan prospek baru dalam mewujudkan pembangunan berwawasan
lingkungan yaitu dengan inovasi teknologi sederhana dapat diubah menjadi kompos.
6

Menurut Preston dan Willis (1974), pemberian dedak padi pada ransum sapi
penggemukan sangat menentukan di dalam pertambahan bobot badan dan efisiesi
penggunaan pakan. Sementara pemanfaatan dedak padi sebagai pakan konsentrat,
baru dilakukan oleh sebagian peternak. Untuk menggantikan sebagian pakan
konsentrat, dapat digunakan tanaman leguminosa dengan perbandingan 75%
konsentrat dan 25% leguminosa (Nasrullah et al., 1996).
Perbedaan mutu suatu hijauan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat genetis
dan lingkungan. Faktor genetis berkaitan dengan pembawaan masing-masing jenis
hijauan. Faktor lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting, mutu yang
diwariskan oleh faktor genetis hanya mungkin dipertahankan atau ditingkatkan
apabila faktor lingkungan mendukung (AAK,1983)
Faktor iklim dapat mempengaruhi mutu hijauan. Di daerah tropis-basah
banyak terjadi erosi yang dapat mengakibatkan defisiensi mineral dalam makanan.
Selain itu drainasi yang kurang baik sering meningkatkan proses ekstraksi mineral,
terutama mikro mineral dan menyebabkan tingginya konsentrasi mineral tersebut
dalam jaringan tanaman. Pada umumnya daun-daun legumoinosa lebih banyak
mengandung mineral dibanding dengan rumput. Semakin menuanya tanaman, kadar
mineral semakin menurun karena pengenceran alamiah ataupun karena pemindahan
mineral ke sistem akar.
Bersama dengan iklim dan pengolahan, produksi hijauan akan mempengaruhi
komposisi mineral hijauan, sedangkan penggembalaan akan mempengaruhi
komposisi botani hijauan dan selanjutnya akan mempengaruhi rasio daun dengan
batang dan tentu saja mempengaruhi komposisi mineral.
Hijauan Makanan Ternak Sapi Potong
Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha peternakan sapi,
baik hijauan maupun konsentrat. Kontinuitas penyediaan pakan sangat menentukan
bagi keberhasilan usaha peternakan sapi terutama sapi kereman karena sepanjang
waktu sapi berada di dalam kandang. Pemberian pakan yang tidak kontinu dapat
menimbulkan stress dan akan berakibat sapi menjadi peka terhadap berbagai
penyakit dan terganggu pertumbuhannya (Ahmad et al., 2004).
Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman
dalam bentuk daun-daunan, termasuk kedalamnya bangsa rumput (gramineae),
7

kacang-kacangan (leguminosa) dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun
nangka, aur, daun waru, dan sebagainya (AAK, 2005). Perbedaan mutu hijauan
dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan berupa jenis dan kesuburan
tanah, iklim, dan perilaku manusia.
Menurut Sofyan (2003), Hijauan Makanan Ternak yang diperlukan untuk
ternak ruminansia sebagian besar berupa rumput-rumputan, sehingga rumput
memegang peranan penting dalam penyediaan pakan dan telah umum sigunakan oleh
peternak dalam jumlah besar. Dilihat dari cara tumbuhnya rumput dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu rumput alami dan rumput budidaya.
Untuk memelihara kontinuitas hijauan pakan ternak sering dilakukan itegrasi
pakan hijauan dengan tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, pagar hidup, lahan
tidur, padang rumput, dan lahan kritis. Menurut Nitis (1995), ada beberapa sistem
integrasi hijauan pakan ternak, yaitu sistem tanaman sela, sistem lorong, sistem teras
bangku, sistem taonya, sistem sorjan, sistem kebun pakan hijauan intensif, sistem
pastura unggul, sistem barik pakan, sistem pekarangan, dan sistem tiga strata.
Karakteristik Peternakan Sapi Potong di Indonesia
Peternakan sapi potong di Indonesia dikelola dengan berbagai macam bentuk
usaha. Pada umumnya hampir 90% sapi potong dimiliki dan diusahakan oleh rakyat
dengan skala kecil dan hanya 1% saja yang dikelola oleh perusahaan. Menurut Aziz
(1993), karakteristik sapi potong yang ada di Indonesia dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
1.

Peternakan sapi potong baru bersifat dimiliki, belum diusahakan, biasanya
ternak merupakan status sosial, ternak tidak digunakan untuk tenaga kerja,
pemasaran baru dilakukan bila ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk
kepentingan yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan. Harga yang terbentuk
biasanya sangat rendah dan jumlah ternaknya cukup bervariasi pada umumnya
relatif banyak.

2.

Peternakan sapi potong keluarga
Usaha ternak yang dilakukan untuk membantu kegiatan usaha tani keluarga,
seperti sumber pupuk kandang, sebagai tabungan serta untuk dimanfaatkan
tenaganya. Pada kondisi harga yang terbentuk di bawah harga pasar tetapi lebih
tinggi darpada harga di peternakan tradisional.
8

3.

Peternakan sapi potong skala kecil
Usaha tersudah mulai berorientasi ekonomi, perhitungan rugi, laba, dan input
teknologi sudah mulai diterapkan masih sederhana. Pada usaha ini, ternak
umumnya di arahkan pada produksi daging dan skala kepemilikan ternak
berkisar antara 6-10 ekor per rumah tangga.

4.

Peternakan sapi potong skala menengah
Usaha yang dilakukan sepenuhnya menggunakan input teknologi yang
berorientasi pada produksi daging, dan kebutuhan pasar dan adanya jaminan
kualitas. Jumlah ternak yang diusahakan berkisar antara 11-50 ekor per produk.

5.

Peternakan sapi potong skala kecil
Usaha ternak umtuk umumnya berbentuk perusahaan yang dilakukan dengan
pasar modal, menggunakan input teknologi tinggi yang berorientasi pada faktor
input dan out produksi. Usahanya ditujukan untuk memproduksi daging atau
bakalan. Jumlah ternak yang usahakan melebihi 50 ekor per produksi.
Peternakan Rakyat
Sebagian besar usaha peternakan rakyat masih dikelola secara tradisional.

Ini antara lain ditandai dengan pengelolaan usaha peternakan yang masih merupakan
usaha sampingan, hanya melibatkan anggota keluarga diluar pekerjaan utamanya,
skala pemelikan ternak yang kecil, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan beternak,
dan belum menerapkan prinsip-prinsip ekonomi usaha. Hal inilah yang menjadi salah
satu penyebab rendahnya produksi dan produktivitas usaha peternakan rakyat di
Indonesia. Alhasil, disamping tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
dalam negeri, produk peternakan rakyat juga tidak mampu bersaing dengan produk
impor baik dalam harga maupun kualitas. Pembentukan kelompok petani ternak
merupakan salah satu solusi yang tepat dalam meningkatkan pemberdayaan usaha
peternakan rakyat di hampir seluruh wilayah kabupaten/kota. Berbagai aspek dalam
usaha peternakan seperti pengadaan sarana produksi bibit dan pakan, pencegahan
penyakit ternak dan akses pemasaran dapat dilakukan secara berkelompok dan
bergotong royong, yang pada gilirannya meningkatkan keuntungan dan pendapatan
usaha. Untuk lebih meningkatkan keberdayaan kelompok petani peternak ini
memang membutuhkan uluran tangan dari beberapa instansi dan dinas terkait.

9

Agar rakyat dapat merasakan keuntungan dalam memelihara ternak,
khususnya sapi potong, maka dalam disain pengembangan peternakan rakyat ini
dibuat sedemikian rupa agar setiap peternakan rakyat harus memiliki minimal 10
ekor sapi umur bakalan (1 tahun) dengan berat badan awal 300 kg dan harus
dipelihara selama maksimal 4 bulan, sehingga dalam setahun dapat memproduksi
dua kali usaha penggemukan sapi. Dengan masa istirahat kandang yang cukup.
Metoda pemeliharaan penggemukan ternak sapi potong dengan silase, merupakan
metoda pemeliharaan sapi potong secara intensif. Sapi di kandang digemukkan
dengan pakan yang sudah tersedia, sehingga peternak hanya memikirkan
pemeliharaan sapi saja tanpa harus memikirkan mencari hijauan makanan ternak.
Sehingga tenaga pemelihara dapat lebih sedikit sedang cara pemeliharaan akan lebih
efisien dan produktif karena pertambahan berat badan dapat lebih dipacu (Sudardjat
et al., 2000).
Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat
Pengembangan suatu wilayah menjadi kawasan peternakan hendaknya
diarahkan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, dan pelestarian
lingkungan. Dalam hal ini, pengembangannya dilakukan dengan cara memanfaatkan
dan mengelola sumberdaya alam yang berupa lahan, ternak dan pakan ternak, dengan
faktor produksi lainnya yang berupa tenaga kerja dan modal kerja. Akan lebih baik
bila ikut juga menghijaukan lahan-lahan sekitarnya dengan menanami tanaman
pangan dan sayuran yang sesuai dengan kondisi lingkungannya, dan mudah
perawatannya, minimal bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Dengan demikian tujuan
untuk menjaga kelestarian ekosistem kawasan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat atau rakyat sekitarnya dapat tercapai sekaligus dengan baik.
Kebijakan pembangunan peternakan yang diarahkan untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan peternak melalui pengembangan kawasan ini
dilakukan dengan pengelolaan sumberdaya secara optimal. Oleh karena itu, maka
sentra-sentra peternakan yang sudah ada dan kawasan di setiap kabupaten,
kotamadya, atau kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan
peternakan rakyat, sudah saatnya diupayakan untuk ditingkatkan melalui sistem
agribisnis. Dengan demikian diharapkan dimasa mendatang, subsektor peternakan
akan mampu memenuhi sendiri kebutuhan dalam negeri dan tidak lagi bergantung
10

pada negara lain, bahkan sekaligus dapat bersaing dengan produk ternak dari luar
negeri (Soehadji, 1995).
Daya Dukung Lahan
Menurut Soemarwoto (1983), daya dukung menunjukkan besarnya
kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan, yang dinyatakan dalam
jumlah ekor per satuan jumlah lahan. Jumlah hewan yang dapat didukung
kehidupannya itu tergantung pada biomasa (bahan organik tumbuhan) yang tersedia
untuk hewan. Daya dukung ditentukan oleh banyaknya bahan organik tumbuhan
yang terbentuk dalam proses fotosintesis persatuan luas dan waktu, yang disebut
produktivitas primer.
Salah satu faktor yang diperlukan untuk menganalisis kapasitas tampung
ternak ruminansia di suatu wilayah adalah dengan menghitung potensi hijauan pakan.
Hijauan pakan untuk ternak ruminansia terdiri dari rerumputan, dedaunan, dan
limbah pertanian. Estimasi potensi hijauan pada masing-masing wilayah dipengaruhi
oleh keragaman agroklimat, jenis dan topografi tanah, dan tradisi budidaya pertanian
(Ma’sum, 1999).
Menurut Dasman et al. (1977), daya dukung adalah suatu ukuran jumlah
individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu, dengan
tingkatan sebagai berikut :
1.

Daya dukung absolut atau maksimum, yaitu jumlah maksimum individu yang
dapat didukung oleh sumberdaya lingkungan pada tingkatan sekedar hidup.

2.

Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut
kepadatan keamanan atau ambang pintu keamanan. Kepadatan keamanan lebih
rendah daripada kepadatan subsisten. Pada kepadatan keamanan ini tingkat
populasi suatu spesies ditentukan oleh pengaruh populasi spesies lainnya yang
hidup di lingkungan yang sama.

3.

Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut
kepadatan optimum. Pada kepadatan optimum ini, individu-individu dalam
populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup serta
menunjukkan pertumbuhan dan kesehatan individu yang baik. Kepadatan
optimum hanya dapat dipertahankan oleh pembatasan yang kuat terhadap
pertumbuhan yang diatur oleh tingkah laku spesies tersebut.
11

Selanjutnya Dasman (1964) membedakan tiga pengertian daya dukung yaitu :
(1) pengertian daya dukung yang berhubungan dengan kurva logistik., dimana daya
dukung adalah asimtot atas dari kurva tersebut. Dalam hal ini batasan daya dukung
adalah batasan teratas dari pertumbuhan populasi dimana pertumbuhan populasi
tidak dapat didukung lagi oleh sumberdaya dan lingkungan lagi oleh sumberdaya dan
lingkungan yang ada.; (2) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan
margasatwa. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung
oleh suatu habitat; (3) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan
padang penggembalaan. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah indvidu yang
didukung oleh lingkungan dalam keadaan sehat tanpa mengganggu kerusakan tanah.
Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan
salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi
dalam keberhasilan pengembangan ternak khususnya ternak herbivora. Menurut
Natasasmita dan Murdikdjo (1980), dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah
untuk mengembangkan ternak secara teknis, perlu dilihat populasi ternak yang ada di
wilayah tersebut dihubungkan dengan potensial untuk menghasilkan hijauan
makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain: lahan pertanian, perkebunan,
padang pengembalaan, dan sebagian kehutanan.
Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia
Lahan adalah bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, hidrologi, dan keadaan vegetasi alami
yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO,
1976).
Usaha peternakan sangat berkaitan erat dengan lahan, seperti ternak sapi
potong yang sangat tergantung dari bahan dan kualitas pakannya, kualitas pakan
hijauan makanan ternak sangat ditentukan oleh kodisi kesuburan tanahnya. Menurut
Suratman et al. (1998), berdasarkan kebutuhan lahan, usaha peternakan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu usaha peternakan berbasis lahan dan usaha peternakan
yang tidak berbasis lahan. Khusus untuk usaha peternakan yang berbasis lahan yaitu
ternak dengan komponen pakannya yang sebagian besar terdiri atas tanaman hijauan,
lahan merupakan faktor penting sebagai lingkungan hidup dan pendukung pakan.

12

Menurut Sri Kuning (1999), dalam usaha peternakan, lahan merupakan basis
atau merupakan faktor produksi sebagai sumber makanan pokok ternak berupa
rumput, limbah maupun produk utama pertanian. Sebenarnya kebutuhan lahan untuk
peternakan tidak menuntut lahan terbaik, namun usaha ternak dapat dikembangkan
pada lahan dengan kelas kemampuan V, VI, dan VII, yang biasanya berupa lahan
kering dan pada umumnya kurang cocok untuk subsektor pertanian yang lain seperti
tanaman pangan dan perkebunan, walaupun demikian, pengembangan usaha ternak
akan lebih baik dan menguntungkan jika dilakukan pada lahan-lahan subur (Suparini,
1999).
Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak antara lain : lahan
sawah, padang penggembalaan, lahan perkebunan, dan hutan rakyat, dengan tingkat
kepadatan tergantung pada keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air dan
jenis sapi potong yang dipelihara. Luasnya lahan sawah, kebun, dan hutan tersebut
memungkinkan pengembangan pola integrasi ternak-tanaman yang merupakan
proses saling menunjang dan menguntungkan, melalui pemanfaatan tenaga sapi
untuk mengolah tanah dan kotoran sapi sebagai pupuk organik. Sementara lahan
sawah dan lahan tanaman pangan menghasilkan jerami padi dan hasil sampingan
tanaman yang dapat diolah sebagai makanan sapi, sedangkan kebun dan hutan
memberikan sumbangan berupa rumput alam dan jenis tanaman lain. Pemanfaatan
pola integrasi diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan ternak sepanjang
tahun, sehingga dapat meningkatkan prduksi dan produktivitas ternak (Riady, 2004).
Evaluasi lahan merupakan suatu cara proses dalam menduga kelas kesesuaian
lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun
non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan
pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat lingkungan yang
mencakup iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng, topografi, batuan
dipermukaan bumi dan didalam penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi
dan persyaratan penggunaan lajan atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et
al., 2003).
Menurut Sitorus (1998), pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan
membutuhkan keterangan-keterangan dari tiga aspek utama yaitu lahan, penggunaan
lahan dan faktor ekonomis. Data tentang lahan dapat diperoleh dari survei
13

sumberdaya alam, termasuk survei tanah. Keterangan-keterangan tentang syaratsyarat atau kebutuhan ekologik dan tekhnik dari berbagai jenis penggunaan lahan
diperoleh dari keterangan–keterangan agronomis, kehutanan, dan displin ilmu
lainnya yang terkait.
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), evaluasi lahan merupakan
proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan
digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna tanah
rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Dalam evaluasi
lahan terdapat dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dua tahap dan pendekatan
paralel. Pada pendekatan dua tahap, tahap pertama merupakan evaluasi lahan secara
kualitatif. Setelah tahap pertama selesai dan hasilnya disajikan dalam bentuk laporan,
maka tahap kedua analisis sosial ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa
waktu kemudian. Sedangkan pada pendekatan paralel, analisis sosial ekonomi
terhadap penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis
sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil dari pendekatan ini biasanya
memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil
yang sebaik-baiknya.
Persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan bagi tiap-tiap komoditi
dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan
dengan kualitas dan karakteristik lahan. Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo
Sesuai (S) dan dua kelas yang dipakai dalam ordo tidak sesuai (N), maka
pembagiannya adalah : (1) kelas S1 yaitu sangat sesuai, lahan tidak mempunyai
pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai
pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan
menaikkan masukan yang telah biasa diberikan, (2) kelas S2 yang cukup sesuai,
lahan yang mempunyai pembatas agak besar untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan
keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan, (3) kelas N1 yaitu
tidak sesuai saat ini, lahan ini mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih
memungkinkan diatasi, tetapi tidak diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan
modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah
penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang; (%) kelas N2 yaitu tidak sesuai
14

untuk selamanya, lahan yang mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang (Djaenudin et al.
2003).

15

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati pada 7 November
– 30 November 2010. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah dengan jumlah
kepala keluarga terbanyak dan mempunyai potensi penyediaan hijauan di Pati.
Materi
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kamera.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini kuisioner dan data sekunder.
Metode
Prosedur
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
menggunakan kuisioner yang ditujukan pada 15 peternak sapi potong yang diambil
dari empat desa di Kecamatan Pati, sehingga total 60 responden atau peternak. Data
yang dipergunakan dalam penelitian kali ini bersumber dari data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapang dan wawancara langsung dengan
peternak sapi potong sebagai responden yang diambil dari empat desa di kecamatan
Pati dengan menggunakan daftar kuisioner. Pengambilan empat desa tersebut
didasarkan pada data jumlah kepala keluarga. Data tersebut diperoleh dari data
sekunder. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Pati dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati.
Data yang dikumpulkan meliputi data populasi ternak sapi potong, jumlah
penduduk, luas lahan garapan, serta data-data lain yang mendukung dalam penelitian.
Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi
penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak yang dapat
mendukung perkembangan bidang peternakan sapi potong.
16

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Menurut Soewardi (1985), metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak
Ruminansia (KPPTR) merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas
wilayah dalam penyediaan hijauan makanan ternak. Metode tersebut didasarkan atas
dua sumberdaya, yaitu lahan dan tenaga kerja. Persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut :
a)

Potensi Maksimum berdasarkan Sumberdaya Lahan (PMSL)
PMSL = a LG + b PR + c R
PMSL : Potensi Maksimum Sumberdaya Lahan(ST)
a

: Koefisien kapasitas tampung lahan garapan sebesar 0,8 ST/ha

LG : Lahan garapan tanaman pangan (ha)
b

: koefisien kapasitas tampung padang rumput sebesar 0,5 ST/ha

PR : Luas padang rumput
c

: koefisien kapasitas tampung rawa sebesar 1,2 ST/ha

R

: Luas rawa (ha)

b) Potensi Maksimum berdasarkan Kepala Keluarga Petani (PMKK)
PMKK = d KK
PMKK : Potensi Maksimum (ST) berdasarkan Kepala Keluarga
KK

: Kepala Keluarga termasuk pekerja

d

: Koefisien rataan jumlah ternak ruminansia yang dapat dipelihara oleh
setiap KK yaitu 3 ST/KK

c)

Perhitungan KPPTR berdasarkan PMSL
KPPTR (SL) = PMSL – POPRIL
KPPTR (SL)

: Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (ST)
berdasarkan Sumberdaya Lahan

PMSL