Analisis Ekonomi Pengembangan Domba Garut Berbasis Daya Dukung Pakan Hijauan di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut

(1)

ANALISIS EKONOMI PENGEMBANGAN DOMBA GARUT

BERBASIS DAYA DUKUNG PAKAN HIJAUAN

DI KECAMATAN CIKAJANG KABUPATEN GARUT

AULIA PUTRI ADHNIEY

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ekonomi Pengembangan Domba Garut Berbasis Daya Dukung Pakan Hijauan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013 Aulia Putri Adhniey NIM H44090011


(4)

ABSTRAK

AULIA PUTRI ADHNIEY. Analisis Ekonomi Pengembangan Domba Garut Berbasis Daya Dukung Pakan Hijauan di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut. Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR.

Kecamatan Cikajang merupakan salah satu daerah sentra peternakan domba Garut di Kabupaten Garut. Untuk mengembangkan usahaternak domba secara optimal diperlukan perhitunga kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) menggunakan metode Nell dan Rollinson 1974. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa di Kecamatan Cikajang telah terjadi over populasi sebesar 4 264.01 ST sehingga untuk memenuhi hijauan pakan ternak (HMT) peternak mencari hijauan dari luar kecamatan dan melakukan subtitusi pakan. Usaha yang dijalankan peternak di Kecamatan Cikajang masih skala peternakan rakyat sehingga dalam perhitungan kelayakan usaha menggunakan analisis pendapatan mengalami kerugian sebesar Rp 8 143 164.81. Oleh karena itu, karya ilmiah ini dibuat untuk memberikan rekomendasi dalam pengembangan usahan ternak domba Garut agar usaha layak. Hasil penelitian menggunakan analisis biaya manfaat menunjukkan bahwa pengembangan usaha baik menggunakan modal sendiri maupun dana pinjaman dalam jangka waktu 10 tahun layak untuk digunakan. Hasil analisis menunjukkan penggunaan modal sendiri (5.57%) nilai NPV sebesar Rp 86 541 955.96, Net B/C sebesar 3.37, IRR sebesar 26.21% dan payback period selama 17 bulan. Sedangkan menggunakan modal pinjaman (12%) NPV sebesar Rp 47 258 120.28, Net B/C sebesar 2.58, IRR sebesar 18.96% dan payback period selama 16 bulan.

Kata kunci: domba Garut, preferensi, kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR), analisis pendapatan (R/C), analisis biaya manfaat (ABM)

ABSTRACT

AULIA PUTRI ADHNIEY. Economic Analysis on the Development of Garut Lamb Based on Green Vegetable Feed in District of Cikajang Garut Regency. Supervised by RIZAL BAHTIAR

Garut known as sheep farm centers. One of sheep farm centers in Garut is District of Cikajang. The increament capacity of ruminant livestock population (KPPTR) showed that Cikajang thread over population by 4 264.01 AU. It meaned they have to find out another pasture to fulfilled the animal need. Their

farms maintained traditionally. By using income analys (R/C), they lost Rp 8 143 164.81. By using benefit cost analys (ABM) showed that to develop the

business take 10 years. The result of invesment (5.57%), NPV is Rp 86 541 955.96, Net B/C is 3.37, IRR is 26.21% and the payback periods is 17 months.While using capital loan (12%), NPV is Rp 47 258 120.28, Net B/C is 2.58, IRR is 18.96% and payback periods is 16 months.

Keywords: garut lamb, increament capacity of ruminant livestock population (KPPTR), income analys (R/C), benefit cost analys (ABM)


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS EKONOMI PENGEMBANGAN DOMBA GARUT

BERBASIS DAYA DUKUNG PAKAN HIJAUAN

DI KECAMATAN CIKAJANG KABUPATEN GARUT

AULIA PUTRI ADHNIEY

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

Judu) Skripsi: Analisis Ekonomi Pengembangan Domba Garut Berbasis Daya Dukung Pakan Hijauan di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut Nama : Aulia Putri Adhniey

NIM : H44090011

Disetujui oleh

セセ@

セ@

Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh


(8)

Judul Skripsi : Analisis Ekonomi Pengembangan Domba Garut Berbasis Daya Dukung Pakan Hijauan di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut Nama : Aulia Putri Adhniey

NIM : H44090011

Disetujui oleh

Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Analisis Kelayakan Ekonomi Pengembangan Domba Garut Berbasis Daya Dukung Pakan Hijauan di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ista dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, Bapak Kanda dan para peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang yang telah membantu dalam pengumpulan data dalam penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah (Suroso, S.Pd), ibu (Supriyatin, S.Pd), kakak (Rosya Satria Firdhaust, S.T) dan Moh Ali Hamdan, S.Pt yang selalu memberi dukungan dan mendampingi dalam pembuatan karya ilmiah ini serta teman-teman ESL 46 atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Agustus 2013 Aulia Putri Adhniey


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Domba ... 5

2.2 Domba Garut ... 5

2.3 Hijauan Pakan ... 6

2.4 Pemanfaatan Limbah ... 6

2.5 Usaha Ternak Domba ... 7

2.6 Manfaat Ekonomi Usaha Ternak Domba Garut ... 8

2.7 Penelitian Terdahulu ... 10

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

IV METODE PENELITIAN ... 14

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 14

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 14

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 15

4.4.1 Analisis Manfaat Ekonomi ... 15

4.4.2 Analisis Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ... 16

4.4.3 Analisis Pendapatan ... 17

4.4.4 Analisis Biaya Manfaat ... 18

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

5.1 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ... 21

5.2 Kependudukan Lokasi Penelitian ... 22

5.3 Potensi Peternakan di Lokasi Penelitian ... 23

5.4 Kondisi Peternakan Domba Garut di lokasi Penelitian ... 24

5.4.1 Sistem Perkandangan Domba Garut ... 24

5.4.2 Sistem Pemeliharaan Domba Garut ... 25

5.4.3 Sistem Perkawinan Domba Garut ... 28

5.4.4 Tenaga Kerja ... ... 29


(11)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

6.1 Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ... 32

6.1.1 Startegi Pemenuhan Kebutuhan Hijauan Ternak Domba Garut di Kecamatan Cikajang ... 34

6.1.2 Manajemen Pembukaan Lahan Budidaya Pakan Hijauan di Kecamatan Cikajang ... 35

6.2 Analisis Pendapatan Peternak Domba Garut di Kecamatan Cikajang ... 35

6.3 Analisis Kelayakan Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Domba Garut ... 37

6.3.1 Penentuan Harga Pengembangan Usaha Peternakan Domba Garut ... 38

6.3.2 Analisis Biaya dan Penerimaan Pengembangan Usaha Peternakan Domba Garut ... 38

6.3.3 Analisis Finansial Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Domba Garut ... 43

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 45

7.1 Simpulan ... 45

7.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 49


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produksi daging Kabupaten Garut 2011 ... 2

2 Matriks metode analisis data ... 15

3 Sumber hijauan makanan ternak di Kecamatan Cikajang dan nilai konversi kesetaraan ... 16

4 Nilai Satuan Ternak (ST) ... 17

5 Penggunaan lahan di Kecamatan Cikajang ... 22

6 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Cikajang ... 23

7 Populasi domba Garut di daerah sentra budidaya dan pembibitan domba Garut... 23

8 Jenis ternak ruminansia dan unggas di Kecamatan Cikajang ... 24

9 Curahan kerja per bulan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang .... 30

10 Persebaran usia peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang ... 30

11 Tingkat pendidikan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang ... 31

12 Jenis pekerjaan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang ... 31

13 Populasi riil ternak ruminansia di Kecamatan Cikajang ... 32

14 Konversi hijauan pakan di Kecamatan Cikajang ... 33

15 Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .... 33

16 Perhitungan pendapatan rata-rata per tahun peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang tanpa memasukan upah tenaga kerja ... 36

17 Perhitungan pendapatan rata-rata per tahun peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang dengan memasukan upah tenaga kerja ... 36

18 Total peneriman dan jumlah bakalan yang dijual per tahun ... 39

19 Total peneriman dan jumlah indukan yang dijual per tahun ... 40

20 Total peneriman dan jumlah domba tidak produktif yang dijual per tahun . 40 21 Biaya investasi usaha pengembangan peternakan domba Garut ... 41

22 Biaya variabel usaha pengembangan peternakan domba Garut ... 42

23 Hasil analisis kelayakan ekonomi usaha pengembangan peternakan domba Garut... 43

24 Hasil analisis kelayakan ekonomi usaha pengembangan peternakan domba Garut... 44

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alur kerangka berfikir ... 13

2 Peta Kecamatan Cikajang ... 21

3 Pola penyediaan hijauan pakan ternak ... 26

4 Suplemen perawatan domba Garut ... 27

5 Pakan hijauan penawar cacingan dan mencret ... 28

6 Kalender perkawinan domba Garut di Kecamatan Cikajang ... 29


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta Lokasi Penelitian ... 49

2 Kuesioner Penelitian Peternak Domba Garut ... 50 3 Perhitungan Kapasitas Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia

(KPPTR) ... 54 4 Perhitungan Ternak Ruminansia (Domba Garut) Kekurangan Pakan

Hijauan... 55 5 Perhitungan Tambahan Hijauan yang Dibutuhkan untuk Memenuhi

Pakan Hijauan Domba Garut... 56 6 Rincian Analisis Pendapatan Rata-Rata Per Tahun Peternak Domba

Garut ... 57 7 Biaya Variabel Usaha Pengembangan Peternakan Domba Garut Selama

Umur Proyek (10 Tahun) ... 58 8 Cash Flow Usaha Pengembangan Peternakan Domba Garut

Menggunakan Modal Pribadi (5,57%) ... 59 9 Cash Flow Usaha Pengembangan Peternakan Domba Garut

Menggunakan Modal Pinjaman (12%) ... 61


(14)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 mencapai 242 325 638 jiwa dan diperkirakan akan terjadi peningkatan setiap tahunnya (World Bank 2013)1. Meningkatnya pertumbuhan penduduk setiap tahunnya mengakibatkan permintaan kebutuhan pangan terus meningkat khususnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi nasional. Tingginya kebutuhan protein hewani secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan daging pada tingkat nasional. Salah satu ternak yang mampu memenuhi kebutuhan protein hewani nasional adalah domba sehingga diperlukan peningkatan jumlah domba untuk memenuhi kebutuhan gizi nasional pada tahun-tahun berikutnya.

Populasi domba di Indonesia tahun 2007 sampai 2011 terus meningkat dari 9 514 184 ekor menjadi 11 371 630 ekor domba (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2012). Peningkatan populasi domba tersebut tidak tersebar merata pada semua daerah sehingga hanya beberapa daerah tertentu yang berpotensi untuk dijadikan sentra usaha peternakan domba. Hal ini disebabkan iklim dan topografi pada tiap daerah berbeda-beda sehingga tidak semua daerah cocok sebagai sentra budidaya domba.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dirjen Peternakan dan Keswan Kementrian Pertanian RI (2012), populasi domba terbesar di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 6 768 735 ekor pada tahun 2011 dan Kabupaten Garut merupakan salah satu populasi domba terbesar di Provinsi Jawa Barat yaitu 788 582 ekor pada tahun 2011.

Tingkat konsumsi daging masyarakat di Kabupaten Garut tergolong tinggi, terlihat pada tahun 2011 tingkat produksi daging yang sering dikonsumsi masyarakat Garut mencapai 10 545 172 kg (Badan Pusat Statstik Kabupaten Garut 2012). Jenis daging yang sering dikonsumsi masyarakat Garut adalah daging

1

http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL/countries?display=graph diakses tanggal 1 Oktober 2012


(15)

2

ayam, daging sapi, daging domba dan daging kambing. Adapun data produksi daging di Kabupaten Garut 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi daging Kabupaten Garut 2011

Jenis Ternak Produksi Daging (Kg) Ternak Besar

Sapi Potong 2 604 252

Kerbau 807 367

Domba 1 153 714

Kambing 350 051

Unggas Ayam 5 280 719

Itik 349 069

Jumlah 10 545 172

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2012)

Hal ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat terhadap daging khususnya daging domba tergolong tinggi. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai peluang usaha yang berpotensi mampu meningkatkan pendapatan bagi peternak domba di Kabupaten Garut.

Pada tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Garut menetapkan Kecamatan Cikajang sebagai salah satu daerah sentra peternakan domba Garut terbesar. Namun, masih kecilnya skala usaha yang dilakukan peternak dengan sistem peternakan rakyat mengakibatkan masih rendahnya tingkat pendapatan peternak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kelayakan usaha peternak domba Garut dan strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pengembangan usahaternak domba Garut di Kecamatan Cikajang dengan melihat daya dukung pakan hijauan agar masyarakat yang menjalankan usahaternak domba Garut dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada seefisien mungkin sehingga memperoleh manfaat yang lebih besar.

1.2 Perumusan Masalah

Usahaternak domba Garut merupakan usaha peternakan bagi sebagian besar masyarakat Garut. Domba Garut memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga domba dapat tumbuh dan berkembang biak di berbagai daerah dengan cuaca yang berbeda dan mampu berkembang biak sepanjang tahun (Mulyono 2003). Selain sebagai domba tangkas, domba Garut juga dapat dimanfaatkan dagingnya sebagai konsumsi sehari-hari seperti domba pada umumnya.


(16)

3 Dalam pengembangan ternak domba Garut agar mencapai kondisi optimal perlu diketahui daya dukung hijauan pakan yang tersedia di Kecamatan Cikajang agar pemenuhan pakan ternak domba Garut tidak mengalami kekurangan. Masih sederhananya pola pemeliharaan ternak domba Garut menjadi sorotan yang penting untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha yang dijalankan dan strategi yang mampu diterapkan dalam upaya pengembangan usaha peternakan domba Garut.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1 Mengidentifikasi pengembangan ternak domba Garut di Kecamatan Cikajang berdasarkan ketersediaan hijauan pakan ternak

2 Menganalisis tingkat kelayakan usaha peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang dilihat dari pendapatan

3 Menganalisis tingkat kelayakan strategi pengembangan usaha peternakan domba Garut di Kecamatan Cikajang menggunakan analisis finansial

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dan batasan-batasan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1 Objek penelitian ini adalah peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang. 2 Aspek sosial yang dibahas adalah karakteristik peternak domba Garut dan

sistem pemeliharaan domba Garut di Kecamatan Cikajang.

3 Aspek ekonomi yang dikaji adalah kelayakan usaha peternak domba Garut dan strategi pengembangan usaha peternakan domba Garut agar usaha yang dijalankan peternak tidak mengalami kerugian.

4 Umur usahaternak domba Garut adalah 10 tahun, ditentukan dari ketahanan kandang secara teknis.

5 Manfaat ternak domba Garut yang dianalisis dibatasi pada manfaat penjualan domba meliputi penjualan bakalan, penjualan indukan, penjualan domba tidak produktif dan penjualan kotoran domba sebagai pupuk kandang.


(17)

4

6 Biaya yang dianalisis adalah biaya investasi dan biaya operasional. 7 Analisis kelayakan ekonomi menggunakan harga pasar.

8 Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga dipesito dan suku bunga pinjaman bank pada tahun 2012, yaitu 5.57%. dan 12% Tingkat suku bunga tersebut digunakan sebagai alternatif peternak dalam menjalankan usaha menggunakan modal sendiri atau pun modal pinjaman.

9 Aspek lingkungan yang dikaji adalah pemanfaatan limbah berupa kotoran domba yang diolah menjadi pupuk kandang dan mengidentifikasi ketersediaan hijauan pakan ternak untuk mengetahui daya dukung optimal jumlah domba Garut yang dapat dikembangkan di kecamatan Cikajang.


(18)

5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Domba

Domba merupakan ruminansia kecil pemakan rumput. Perbedaan domba dengan kambing yaitu domba memiliki kelenjar di bawah mata yang menghasilkan sekresi air mata (kelenjar suborbitalis), tidak memiliki ligamen telinga sehingga tidak dapat memanjat. Di celah kuku (kelenjar intergigitalis) keluar sekresi yang berbau khas disaat berjalan, tanduk panjang melengkung dan tumbuh melingkar (Sutama 2009). Karakteristik khas dari domba adalah memiliki bulu keriting lebat yang digunakan sebagai termoregulator (pengatur suhu tubuh) pada musim dingin dan panas (Widodo 2010).

2.2 Domba Garut

Domba di Indonesia yang dikenal ada beberapa jenis. Secara umum kategori domba dapat dikelompokan menjadi dua yaitu domba ekor tipis dan ekor gemuk. Domba Garut merupakan keturunan campuran antara domba lokal ekor tipis (DET), domba kaapstad (ekor gemuk) dari Afrika Barat Daya dan domba merino dari Australia. Populasi domba ini banyak tersebar di daerah Jawa Barat khususnya di Kabupaten Garut. Domba Garut terkenal sebagai domba aduan (Sutama 2009). Ciri-ciri fisik domba Garut antara lain:

1 Badan agak besar. Domba jantan dewasa mempunyai bobot 60 sampai 80 kg, sedangkan yang betina mempunyai bobot 30 sampai 40 kg.

2 Domba jantan memiliki tanduk yang cukup besar, melengkung kearah belakang, dan ujungnya mengarah kedepan sehingga berbentuk seperti spiral. Pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu.

3 Domba betina tidak memiliki tanduk.

4 Ekornya pendek dan pangkalnya agak besar (gemuk). 5 Lehernya agak kuat.

6 Bentuk telinganya kecil dan terletak dibelakang pangkal tanduk.

7 Bulu lebih panjang dan halus jika dibandingkan dengan domba asli, berwarna putih, hitam, cokelat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut.


(19)

6

2.3 Hijauan Pakan

Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia sehingga dalam peningkatan produksi ternak ruminansia harus diikuti dengan penyediaan hijauan pakan yang cukup dalam jumlah maupun kualitas. Hijauan ternak yang umum diberikan untuk ternak ruminansia adalah rumput-rumputan baik segar maupun awetan yang berasasl dari padang penggembalaan atau rumput, tegalan, pematangan serta pinggiran jalan (Syamsu et al. 2006). Sedangkan Dwiyanto et al. (2000) menyatakan bahwa hijauan pakan yang tersedia di pedesaan adalah rumput unggul, rumput lapangan dan leguminosa.

Pengembangan ternak khususnya ternak ruminansia masih tergantung pada kecukupan tersedianya pakan hijauan baik jumlah, kualitas, dan kesinambungannya sepanjang tahun. Hijauan pakan yang digunakan untuk ternak ruminansia sering mengalami kekurangan terutama musim kering dengan mutu yang rendah. Selain itu, penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan karena tanaman pakan belum menjadi prioritas (Sajimin et al. 2000). Pemenuhan kebutuhan hijauan makanan ternak menjadi kendala karena sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia mengalami penurunan sekitar 30%. Hal ini dikarenakan perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan, dan tanaman industri (Djajanegara 1999).

2.4 Pemanfaatan Limbah Ternak Domba

Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas (Soehadji 1992).


(20)

7 Daur ulang limbah ternak berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan secara bersamaan juga meningkatkan produktivitas tanaman. Kotoran ternak mempunyai nilai pupuk (padat dan cair) yang tinggi dan mudah terdekomposisi (Susanto 2002).

Limbah ternak khususnya domba mengandung bahan organik yang dapat menyediakan zat hara bagi tanaman melalui proses penguraian (dekomposisi) dan dampak penggunaan pupuk hasil olahan limbah ternak dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (soil condotion). Dengan pengelolaan dan pemanfaatan limbah ternak dapat tercapai suatu konsep peternakan yang ramah lingkungan.

2.5 Usahaternak Domba

Usahaternak domba memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan usahaternak lainnya. Keuntungan tersebut antara lain, modal yang lebih rendah baik dalam pemakaian lahan maupun dalam sistem pemeliharaannya. Menurut Mulyono (2003), ditinjau dari keadaan bibit, makanan dan pengelolaan ternak, peternakan dibagi menjadi peternakan tradisional dan modern. Ciri-ciri peternakan tradisional diantaranya:

1 Tidak dilandasi pada perhitungan ekonomi 2 Hasil untuk keperluan sendiri

3 Pada umumnya berskala kecil

4 Teknologi yang digunakan tidak berkembang, bahkan bersifat statis tradisional

Sedangkan pada peternakan modern mempunyai ciri-ciri:

1 Menggunakan teknologi baru (bibit, pakan dan pengelolaan) yang dilandasi dengan penemuan ilmiah

2 Memanfaatkan prinsip-prinsip manajemen perusahaan selalu berkembang ke depan

3 Bertujuan komersil dan berorientasi ke pasar.

Mulyono (2003), menyatakan bahwa ternak domba memiliki potensi ekonomi yang harus dipertimbangkan dengan alasan:


(21)

8

1 Badan yang relatif kecil dan pertumbuhan yang cepat sehingga tingkat reproduksi dan produksi lebih tinggi

2 Modal usaha cepat berputar karena mudahnya dalam hal pemasaran

3 Ternak domba tidak memerlukan lahan yang luas apalagi dapat dilakukan kemitraan dengan pihak pengadaan pakan

4 Tenaga kerja lebih efisien karena ternak suka bergerombol

5 Proses perkembangbiakan dapat diatur (terpola) karena induk dapat dilakukan penjadwalan estrus

Skala usaha yang dianjurkan adalah 8 sampai 12 ekor induk dengan harapan setiap kali melahirkan akan memperoleh anak sapih sekitar 12 sampai 18 ekor.

2.6 Manfaat Ekonomi Usahaternak Domba Garut

Pada umumnya peternakan domba di Indonesia berbentuk peternakan rakyat yang ditentukan oleh keterlibatan tenaga kerja keluarga (Mubyarto 1982). Peranan peternakan domba di daerah pedesaan berfungsi sebagai usahatani berupa tabungan, sumber pupuk untuk memperbaiki kesuburan tanah secara tidak langsung, dan dapat meningkatkan status kepemilikan.

Gittinger (2008), mendefinisikan proyek sebagai suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam suatu unit. Proyek dapat dilihat sebagai satu kesatuan ruang/tempat dan waktu, masing-masing dengan nilai ekonomi, finansial dan dampak sosial yang tergabung dalam satu kesatuan. Pemilihan proyek sebagian didasarkan kepada indikator-indikator nilai-nilai biaya dan hasil-hasilnya. Kegiatan proyek dapat berbentuk investasi baru atau perluasan ataupun perbaikan dari proyek yang sudah ada. Suatu proyek dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah, badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sosial maupun perorangan.

Dalam menganalisis kelayakan suatu proyek, terdapat dua pendekatan yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial meninjau dari sudut peserta proyek secara individu, sedangkan analisis ekonomi dari sudut masyarakat. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan yang sama, namun ada tiga perbedaan


(22)

9 penting dari kedua analisis ini. Adapun perbedaan tersebut adalah: 1) dalam analisis ekonomi pajak dan subsidi akan diperlakukan sebagai pembayaran transfer. Sedangkan dalam analisis finansial pajak dianggap sebagai biaya dan subsidi sebagai hasil (return); 2) dalam analisis finansial harga yang biasa digunakan adalah harga pasar. Harga ini sudah memperhatikan pajak dan subsidi. Dari harga ini kita dapat memperoleh data yang dapat digunakan dalam analisis ekonomi. Akan tetapi, dalam analisis ekonomi kita boleh mengubah harga pasar sedemikian sehingga analisis kita dapat lebih mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial dan ekonomi. Harga yang telah disesuaikan ini disebut dengan harga bayangan (shadow price); 3) dalam analisis finansial, bunga pinjaman merupakan biaya proyek dan bunga modal dianggap sebagai manfaat atas investasi. Pada analisis ekonomi, bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil bruto (Gray et al. 2007).

Dalam analisa proyek, tujuan analisis harus disertai dengan definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Secara sederhana suatu biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan (Gittinger 2008). Dalam analisis ekonomi apa saja yang secara langsung atau tidak langsung menambah konsumsi barang-barang atau jasa-jasa sehubungan dengan proyek digolongkan sebagai benefit proyek. Sebaliknya, apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan proyek digolongkan sebagai biaya proyek ( Gray et al. 2007).

Dalam meninjau kelayakan usaha peternakan domba Garut sebagai salah satu usaha dalam bidang pertanian maka perlu mengetahui kriteria dalam penentuan suatu proyek. Dalam analisa proyek ada beberapa kriteria yang sering digunakan untuk menentukan diterima-tidaknya suatu usulan proyek atau untuk menentukan pilihan antara berbagai macam usulan proyek. Menurut Gray et al. (2007) menyebutkan bahwa layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi yaitu Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dan Payback Period.


(23)

10

2.7 Penelitian Terdahulu

Hardyastuti (2008) melakukan penelitian dengan judul “Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan sebagai Sentra Produksi Sapi Potong”, tujuan penelitian tersebut yaitu mengetahui kapasitas peningkatan populasi ternak sapi potong dan tingkat kepemilikan sapi potong di Kabupaten Grobogan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki potensi yang cukup untuk dapat dikembangkan menjadi sebuah sentra produksi ternak. Akan tetapi terdapat kendala dalam ketersediaan sumberdaya, diantaranya sumberdaya pakan dalam penyediaan hijauan. Berdasarkan analisi KPPTR, nilai total KPPTR Kabupaten Grobogan adalah -20164,1 ST. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Kabupaten Grobogan memiliki populasi sapi potong yang sudah terlalu banyak atau terjadi over population. Meskipun nilai total KPPTR menunjukkan nilai negatif, tetapi tidak semua wilayah di Kabupaten Grobogan memiliki nilai KPPTR negatif. Analisis KPPTR menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki sepuluh kecamatan yang memiliki nilai positif. Kesepuluh kecamatan ini masih memiliki potensi untuk dapat ditingkatkan populasi sapi potongnya sebesar nilai tersebut dan dapat dijadikan sebagai sentra produksi bibit ternak sapi maupun sapi siap potong.

Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian Hardyastuti (2008) dengan judul “Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan sebagai Sentra Produksi Sapi Potong”. Persamaan berupa menganalisis kapasitas peningkatan populasi ternak disuatu daerah tertentu dan yang membedakan adalah pada penelitian Hardyastuti (2008) analisis dilakukan secara keseluruhan satu kabupaten, hanya ingin mengetahui jumlah kapasitas populasi di Kabupaten Grobogan menggunakan perhitungan KPPTR tidak langsung. Sedangkan pada penelitian ini, penulis melakukan analisis kapasitas peningkatan ternak dilakukan secara langsung dan lebih spesifik di Kecamatan Cikajang dengan tujuan pengaplikasian perhitungan kelayakan usahaternak berdasarkan ketersediaan pakan hijauan dinilai dengan analisis biaya dan manfaat.

Wulansari (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Ekonomi Usahtaani Nilam” yang bertujuan untuk menganalisis tingkat kelayakan ekonomi usahatani nilam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proyek


(24)

11 tersebut layak secara ekonomi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar 4 180 266.575 menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh petani selama umur proyek adalah sebesar Rp 4 180 266.575 menurut nilai sekarang. IRR sebesar 229.04% artinya bahwa keuntungan bersih yang diperoleh akan bernilai nol pada tingkat suku bunga atau diskonto 299.04 % dan Net B/C sebesar 4.137 bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan penerimaan bersih sebesar Rp 4 137. Namun secara riil bahwa dengan keuntungan tersebut belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup petani sehari-hari dengan tanggungan keluarga umumnya sebanyak 3 sampai 5 orang.

Penelitian yang dilakukan penulis memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian Wulansari (2005) dengan judul “Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Nilam”. Persamaan berupa menganalisis kelayakan proyek menggunakan analisis biaya dan manfaat dan yang membedakan adalah pada penelitian Wulansari (2005) manfaat yang dinilai dibatasi pada manfaat tangible berupa hasil produksi ikan, sedangkan pada penelitian ini nilai manfaat yang dinilai adalah manfaat tangible yang merupakan pengembangan dari hasil pendapatan dari kepemilikan domba Garut dan pemanfaatan kotoran domba.


(25)

12

III KERANGKA PEMIKIRAN

Usaha peternakan domba merupakan salah satu sektor usaha yang memiliki peluang dan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Salah satu faktor yang mendukung pengembangan usaha ini yaitu tersebarnya populasi domba yang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Belum berkembangnya usahaternak ini disebabkan karena sebagian besar masih menerapkan sistem tradisional berupa peternakan rakyat dalam pengembangannya dan hampir sebagian besar peternak hanya menjadikan ternak domba sebagai usaha sampingan.

Provinsi Jawa Barat merupakan daerah dengan tingkat populasi domba terbesar di Indonesia, salah satunya yaitu di daerah Garut. Daerah ini merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan peternakan domba karena sumberdaya alam dan letak geografisnya sangat mendukung. Kondisi ini telah lama dimanfaatkan oleh warga setempat untuk membudidayakan domba hingga saat ini. Akan tetapi, pengembangan usahaternak domba di Garut belum berkembang secara optimal. Selain itu, kurangnya informasi-informasi dan masih terbatasnya ilmu pengetahuan mengenai pengembangan peternakan domba menyebabkan warga belum mampu untuk mengembangkan usahaternak domba secara optimal dan belum dikembangkannya usahaternak domba Garut di luar Jawa Barat sehingga tingkat preferensi permintaan domba Garut masih sedikit di pasaran. Untuk itu dibutuhkan analisis kelayakan usaha dan strategi pengembangan usahaternak domba yang sesuai agar pengembangan usahaternak domba dapat terlaksana dengan baik.

Analisis kelayakan ekonomi usahaternak domba Garut diharapkan dapat menjadikan pertimbangan bagi peternak domba dan pembuat kebijakan untuk dapat mengoptimalkan pengembangan usahaternak domba Garut. Oleh karena itu, perlu diketahui karakteristik peternak domba dilihat dari skala usahanya serta kontribusi usaha peternakan domba terhadap pendapatan keluarga peternak. Selain itu, diperlukan juga perhitungan ketersediaan hijauan pakan ternak untuk mengetahui potensi optimal jumlah domba yang dapat dikembangkan di Garut. Untuk lebih jelas, alur penelitian ini dapat dilihat pada diagram alur kerangka berpikir pada Gambar 1.


(26)

13

Pengembangan usaha peternakan domba Garut

Layak atau tidaknya usaha ternak domba Garut di Kecamatan Cikajang

berdasarkan pendapatan

Jumlah optimal domba Garut yang dapat dibudidayakan berdasarkan ketersediaan hijauan pakan Aspek Sosial Aspek Ekonomi Aspek Lingkungan Karakteristik peternak dan sistem pemeliharaan domba Garut Strategi pengembangan usaha peternakan domba Garut Kelayakan usaha peternak domba Garut sistem tradisional Hijauan pakan ternak Pemanfaatan limbah ternak (kotoran domba) Analisis Kelayakan Ekonomi (ABM) Analisis Pendapatan KPPTR Rekomendasi Kebijakan Kepada Pemerintah Pengembangan usaha peternakan domba Garut Observasi lapang Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Analisis Deskriptif

Gambar 1 Diagram alur kerangka berfikir

Analisis Manfaat Ekonomif


(27)

14

IV METODE

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat untuk pengambilan data peternak domba Garut. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013. Namun, dalam pengambilan data di lapang dilakukan selama bulan Maret 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner secara intensif kepada peternak domba Garut serta observasi lapang terhadap pengambilan data sampel terhadap ternak ruminansia yang ada di Kecamatan Cikajang meliputi ternak ruminansia dewasa, muda dan anak. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut, Monografi Kecamatan Cikajang, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, penelitian terdahulu, beberapa literatur dan informasi dari media online.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Penentuan responden peternak domba Garut menggunakan metode non-probability yaitu teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik memilih responden secara sengaja sesuai dengan kriteria untuk dijadikan sampel (Juanda 2007). Pemilihan responden dilakukan dengan memilihan peternak di Kecamatan Cikajang yang beternak domba Garut galur murni dan jenis kandang yang digunakan berjenis kandang panggung.

Teknik purposive sampling dipilih disebabkan tidak ditemukannya data pendukung populasi peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang. Sehingga dalam pengambilan sampel jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang peternak domba Garut. Jumlah tersebut sudah memenuhi kaidah dalam pengambilan sampel secara statistik yaitu minimal sebanyak 30 sampel, data mendekati sebaran normal (Juanda 2007).


(28)

15 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dipahami dan diinterpretasikan. Analisis data yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan bantuan program komputer yaitu Microsoft Office Excell 2007. Data diolah dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif serta disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan perhitungan matematis. Metode analisis data yang digunakan dalam menjawab tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Karakteristik

peternak domba Garut

Wawancara menggunakan kuesioner

Analisis deskriptif, analisis manfaat ekonomi

2 Ketersediaan Hijauan Makanan Ternak

Data sekunder dari BPS Kabupaten garut dan observasi lapang

Kapasitas Peningkatan Popisalsi Ternak Ruminansia (KPPTR) metode Nell and Rollinson (1974)

3 Kelayakan usaha peternak domba Garut

Wawancara menggunakan kuesioner

Analisis pendapatan (R/C)

4 Strategi usaha pengembangan peternakan domba Garut

Wawancara intensif Analisis biaya dan manfaat

4.4.1 Analisis Manfaat Ekonomi

Perubahan pendapatan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang dilihat dengan perhitungan pendapatan rata-rata berdasarkan kelompok pekerjaan. Pendapatan rata-rata hanya beternak domba Garut didapatkan dengan mengurangi pendapatan total peternak domba Garut dan pendapatan peternak diluar beternak domba Garut. Rumus perubahan pendapatan sebagai berikut:

I

TP

= I

Tot

- I

NonTP

Keterangan:

∆ITP = Perubahan pendapatan rata-rata peternak dari beternak domba Garut

ITot = Pendapatan total peternak domba Garut

INonTP = Pendapatan rata-rata peternak selain beternak domba Garut

Analisis ini dilanjutkan dengan mencari besarnya proporsi pendapatan yang diperoleh dari usaha beternak domba Garut maupun dari selain beternak domba


(29)

16

Gaut. Hasil analisis dapat menunjukkan apakah pendapatan yang diperoleh merupakan pekerjaan utama bagi peternak. Persentase proporsi pendapatan yang diperoleh dari peternak dapat dihitung dengan rumus:

% I

TP

=

Keterangan:

% ITP = Peresentase proporsi pendapatan rata-rata peternak dari beternak domba

Garut terhadap total pendapatan

ITP = Pendapatan rata-rata peternak dari beternak domba Garut

Soehadji (1995) dalam Soetanto (2002) menjelaskan persentase tipologi usaha terhadap pendapatan total seseorang, yaitu:

1 Usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan kurang dari 30% disebut sebagai usaha sambilan.

2 Usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan antara 30-70% disebut sebagai cabang usaha.

3 Usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan antara 70-100% disebut sebagai usaha pokok.

4.4.2 Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Metode Nell dan Rollinson (1974) menghitung produksi pakan hijauan selama satu tahun dari suatu wilayah berdasarkan jumlah hijauan yang tersedia di wilayah tersebut. Perhitungan potensi penyediaan hijauan di Kecamatan Cikajang dikonversi terhadap potensi padang rumput alami, kemudian dilakukan perhitungan potensi penyedia hijauan berdasarkan satuan ternak (ST).

Tabel 3 Sumber hijauan makanan ternak di Kecamatan Cikajang dan nilai konversi kesetaraan

No Sumber Hijauan Nilai konversi kesetaraan

(Sumber pembaku) Keterangan 1 Padang rumput

permanen (PRP) (sumber pembaku)

- Produksi: 15 ton BK/Ha/th

2 Sawah bera (Sb) 10% luas Sb setara Prp

3 Galengan sawah (Gs) 100% luas GS setara Prp Luas galengan: 3% luas sawah 4 Hutan Budidaya (Hb) 5% luas Hb setara Prp

5 Tegalan (Tg) 1% luas Tg setara Prp 6 Perkebunan (Pk) 5% luas Pk setara Prp


(30)

17 1 Daya dukung lahan (KPPTR Maksimum)

Rumus =

Keterangan:

-Potensi hijauan pakan (BK) dengan satuan kg/tahun -Konsumsi ternak sebesar 6.29 kg BK/ST/hari

2 KPPTR Efektif (ST) = KPPTR Maksimum – POPRIL Keterangan:

-POPRIL adalah populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu Tabel 4 Nilai Satuan Ternak (ST)

Sapi Kerbau Domba Kambing

Dewasa 1 1 0.14 0.14

Muda 0.5 0.5 0.07 0.07

Anak 0.25 0.25 0.035 0.035

Sumber: Nell dan Rollinson (1974)

4.4.3 Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui manfaat langsung dari adanya usahaternak domba Garut. Persamaan pendapatan dinyatakan dalam rumus berikut (Hermanto, 1989):

Π

= TR – TC Keterangan:

Π

= Pendapatan (rupiah) TR = Total penerimaan (rupiah) TC = Total biaya (rupiah)

Penerimaan diperoleh dari hasil penjualan output. Adapun rumus penerimaan sebagai berikut:

TR = Q x P Keterangan:

TR = Total penerimaan (rupiah)

Q = Jumlah domba Garut yang dijual (ekor) P = Harga jual domba Garut (rupiah/ekor)


(31)

18

Biaya total merupakan penjumlahan biaya variabel dan biaya tetap. Adapun rumus biaya total sebagai berikut:

TC = TFC + TVC Keterangan:

TC = Total biaya (rupiah) TFC = Total biaya tetap (rupiah) TVC = Total biaya variabel (rupiah)

Imbangan biaya penerimaan dinyatakan dalam benruk R/C (return and cost). Rumus perhitungan R/C sebagai berikut:

ratio tunai =

ratio total = Keterangan:

TC1 = Biaya tunai (rupiah)

TC2 = Biaya tidak tunai (rupiah)

TR = Total penerimaan (rupiah) TC = Total biaya (rupiah)

Jika nilai R/C > 1, maka usahaternak domba Garut layak atau efisien

Jika nilai R/C < 1, maka usahaternak domba Garut tidak layak atau tidak efisien. 4.4.4 Analisis Biaya Manfaat

Penilaian kelayakan suatu investasi dilakukan dengan membandingkan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh dari proyek dalam jangka waktu tertentu. Untuk menganalisis suatu investasi terlebih dahulu membuat aliran kas tunai (cash flow). Layak tidaknya proyek dinilai dengan kriteria kelayakan investasi , yaitu NPV, Net B/C, IRR dan Payback Period.

1 Net Present Value (NPV)

Net present value merupakan nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut (Gray et al, 1993):


(32)

19 Keterangan:

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t (rupiah) Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (rupiah) n = Umur ekonomis proyek (tahun)

i = Tingkat suku bunga (%) t = Tahun investasi (t=0,1,2...,10)

Proyek dikatakan layak jika NPV > 0. Jika NPV = 0 proyek mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak karena keuntungan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan jadi lebih baik tidak dilaksanakan.

2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Nilai Net B/C adalah perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit negatif (Kadariah, 1999). Persamaan perhitungannya adalah sebagai berikut (Gray et al, 1993):

⁄ ∑

Keterangan:

Bt = Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (rupiah)

Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (rupiah)

n = Umur ekonomis proyek (tahun) i = Tingkat suku bunga (%)

t = Tahun investasi (t=0,1,2....,10)

Proyek dikatakan layak jika Net B/C ≥ 1. Net B/C =1 memiliki arti NPV = 0, sedangkan Net B/C < 1 memiliki arti NPV < 0 yang berarti proyek tidak layak untuk dijalankan.

3 Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat discount rate yang dapat membuat NPV bernilai nol. IRR dinyatakan dalam satuan persen. Jika IRR ≥ tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek dikatakan layak. Sebaliknya jika IRR < tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek tidak layak untuk dijalankan. Perhitungan nilai IRR dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gray et al, 1993):


(33)

20

Keterangan:

NPV1 = NPV yang bernilai positif (rupiah)

NPV2 = NPV yang bernilai negatif (rupiah)

i1 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (%)

i2 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (%)

4 Payback Period

Payback period adalah alat analisis untuk mengukur seberapa lama investasi dapat kembali, dirumuskan sebagai berikut:

PP =

Keterangan:

PP = Jumlah waktu (tahun/periode) yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi

I = Jumlah modal investasi


(34)

21

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian

Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut terletak diantara 6°57’34” -

7°44’57” LS dan 107°24’3” - 108°24’34” BT dengan luas wilayah sekitar 3 065.19 Km2 (BPS Kabupaten Garut, 2012). Secara umum sebagian besar

wilayah Kabuaten Garut merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit dan berupa pegunungan yang memiliki iklim tropis dengan curah hujan tinggi serta hari hujan yang banyak. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar luas wilayahnya dipergunakan sebagai lahan pertanian dan peternakan.

Kabupaten Garut terdiri dari 42 kecamatan dengan potensi sumberdaya yang berbeda-beda. Berdasarkan sumberdaya serta data yang diperoleh, lokasi penelitian ditetapkan di Kecamatan Cikajang.

Kecamatan Cikajang merupakan kecamatan yang terletak di Garut bagian selatan. Secara geografis, Kecamatan Cikajang terletak pada ketinggian 1 200 – 1 300 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara mencapai 18°C. Selain itu, Kecamatan Cikajang termasuk dalam iklim tropis dengan rata-rata curah hujan 186 mm/tahun. Kecamatan Cikajang yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisurupan dan Cigedug, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarwangi, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cihurip dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan (Monografi Kecamatan Cikajang, 2012).

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2012) Gambar 2 Peta Kecamatan Cikajang


(35)

22

Kecamatan Cikajang terletak sekitar 26 km dari Ibu Kota Kabupaten Garut. Luas wilayah Kecamatan Cikajang sekitar 12 039.09 Ha2, terdiri dari 12 Desa, 35 Dusun, 107 Rukun Warga (RW) dan 483 Rukun Tetangga (RT). Dengan topografi wilayah berupa dataran tinggi dengan kemiringan lahan datar 81.99%, lahan bergelombang 14.99% dan lahan curam sebesar 3.02% (BPS Kabupaten Garut, 2012).

Pemanfaatan lahan di Kecamatan Cikajang sebagian besar berupa perkebunan dan hutan. Luas lahan perkebunan seluas 4 261 Ha atau 34.10% dan pemanfaatan hutan seluas 3 218 Ha atau 25.75%. Perkebunan sebagian besar dikelola oleh perorangan atau kepemilikan pribadi sedangkan hutan merupakan tanah milik pemerintah UPTD Kehutanan yang dikelola bersama masyarakat setempat. Data penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Cikajang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Penggunaan lahan di Kecamatan Cikajang

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Presentase (%)

1 Perkampungan 943 7.55

2 Industri 2 0.02

3 Persawahan 218 1.74

4 Tegalan/Kering semusim 901 7.21 5 Kebun campuran 1 771 14.17 6 Perkebunan 4 261 34.10

7 Padang, semak 16 0.13

8 Hutan 3 218 25.75

9 Perairan darat 56 0.45

10 Lain-lain 1 109 8.88

Jumlah 12 495 100.00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2012)

5.2 Kependudukan Lokasi Penelitian

Jumlah penduduk Kecamatan Cikajang pada tahun 2011 sebanyak 79 524 jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 20 312 kepala keluarga, dengan anggota rumah tangga antara 3 sampai 4 orang. Dengan luas wilayah sekitar 120.39 Km2 Kecamatan Cikajang memiliki kepadatan rata-rata sebanyak 636.45 jiwa/Km2 dengan sebaran yang tidak merata pada setiap desa (BPS Kabupaten Garut, 2012). Sebagian besar penduduk Kecamatan Cikajang bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian di Kecamatan Cikajang mampu menyerap tenaga kerja


(36)

23 hingga 9 559 jiwa atau 37.78% dari jumlah penduduk. Sektor pertanian di Kecamatan Cikajang meliputi bertani, berkebun dan beternak. Selain dari sektor pertanian, mata pencaharian penduduk Kecamatan Cikajang yaitu pedagang sebesar 26.11%, penjual jasa 5.90%, PNS/ TNI/ Polri 2.84%, dan buruh sebesar 27.37%. Penyebaran penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6 (Monografi Kecamatan Cikajang, 2012).

Tabel 6 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Cikajang

No Mata Pencaharian Jumlah Presentase (%)

1 Petani 9 559 37.78

2 Pedagang 6 608 26.11

3 Jasa 1 492 5.90

4 PNS/TNI/Polri 719 2.84

5 Buruh 6 927 27.37

Jumlah 25 305 100.00

Sumber: Monografi Kecamatan Cikajang (2012)

5.3 Potensi Peternakan di Lokasi Penelitian

Sektor peternakan menjadi salah satu mata pencaharian warga di Kabupaten Garut. Peternakan ruminansia khususnya Domba Garut merupakan salah satu ternak yang banyak dibudidayakan warga Garut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut 2012, terdapat empat daerah sentra budidaya dan pembibitan Domba Garut, yaitu Kecamatan Cikajang, Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Kadungora, dan Kecamatan Leles. Sentra budidaya dan pembibitan Domba Garut terbesar terdapat pada Kecamatan Cikajang, yaitu sebanyak 40 495 ekor.

Tabel 7 Populasi domba Garut di daerah sentra budidaya dan pembibitan domba Garut

No Kecamatan Tahun

2007 2008 2009 2010 2011 1 Cikajang 13 666 12 633 35 994 40 494 40 495 2 Cisurupan 22 914 29 537 31 632 36 132 36 133 3 Kadungora 10 603 12 274 19 120 23 620 23 621 4 Leles 10 738 11 599 14 061 22 461 18 562 Jumlah 57 921 66 043 100 807 122 707 118 811


(37)

24

Selain sebagai sentra budidaya dan pembibitan Domba Garut, jenis ternak ruminansia yang terdapat di Kecamatan Cikajang adalah sapi perah, sapi potong, kerbau, dan kambing. Selain itu, terdapat juga ternak unggas terdiri dari itik, dan ayam buras. Populasi ternak di Kecamatan Cikajang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis ternak ruminansia dan unggas di Kecamatan Cikajang

No Kecamatan Jumlah (ekor)

1 Sapi Perah 4 366

2 Sapi Potong 12

3 Kerbau 38

4 Domba 40 495

5 Kambing 1 224

6 Itik 1 610

7 Ayam Buras 27 306

Jumlah 75 051

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2012)

Para peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang bergerak dalam bisnis breeding dan penggemukan. Bisnis breeding atau yang sering disebut pembibitan dilakukan oleh peternak untuk menghasilkan bibit domba Garut murni. Harga bibit domba Garut untuk jantan sebesar Rp 2 000 000 dan bibit domba Garut betina berkisar Rp 750 000 sampai Rp 1 500 000 tiap ekor tergantung pada kualitas dan performa. Untuk usaha pembesaran, harga domba Garut berkisar Rp 3 000 000 hingga Rp 7 000 000 saat usia afkir. Dengan harga tersebut, sektor peternakan domba Garut di Kecamatan Cikajang diharapkan mampu membantu perekonomian warga.

5.4 Kondisi Peternakan Domba Garut di Lokasi Penelitian

Kecamatan Cikajang merupakan daerah sentra pengembangan dan pembibitan domba Garut terbesar di Kabupaten Garut. Domba Garut yang dibudidayakan di Kecamatan Cikajang merupakan domba tipe laga atau tangkas. Pada usia afkir domba ini sering dijual oleh para peternak sebagai domba pedaging.

5.4.1 Sistem Perkandangan Domba Garut

Sistem pemeliharaan domba di Kecamatan Cikajang bersifat intensif. Menurut Sugeng (1998) pada umumnya ternak yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada di dalam kandang. Ternak diberi pakan sebanyak


(38)

25 mungkin dan sebaik mungkin sehingga cepat menjadi gemuk. Pemeliharaan secara intensif, ternak memperoleh perlakuan yang lebih teratur dalam pemberian pakan dan pembersihan kandang.

Jenis kandang yang digunakan peternak di kecamatan ini adalah kandang panggung terbuat dari kayu dan lantai beralaskan bambu. Lantai kandang memiliki jarak dengan tanah sehingga kotoran domba berada di bawah kandang sehingga mempermudah peternak dalam pembersihan kandang. Menurut Sutama (2009) lantai kandang dibuat 0.5-1.5 m di atas permukaan tanah. Perputaran udara dalam kandang panggung lebih terjamin dan kolong kandang dapat dipergunakan sebagai tempat penampung feses, urine dan makanan sehngga menghemat tenaga dan waktu dalam pmbersihan kandang.

Kandang yang digunakan peternak di Kecamatan Cikajang berbentuk sekat, masing-masing domba dewasa memiliki satu ruangan tersendiri agar ruang gerak lebih leluasa. Untuk pejantan ukuran kandang rata-rata 0.8 m2 dan untuk betina 1.2 m2. Menurut Sutama (2009) luas kandang untuk jantan dewasa 2 m2, betina dewasa 1.5 m2, betina bunting/menyusui 2 m2, anak sapihan 0.7 m2dan jantan/betina muda 1 m2.

Pembersihan kandang dilakukan sekitar 1 minggu sampai 1 bulan sekali pada hari Jumat. Pembersihan kandang hanya membersihkan kotoran-kotoran yang ada di dalam kandang masing-masing domba dan pembersihan kotoran yang ada di bawah kandang. Hasil pembersihan kotoran domba dikumpulkan di tempat tertentu untuk dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Pupuk kandang tersebut digunakan sebagai pupuk organik di kebun masing-masing peternak sebelum melakukan penanaman. Selain itu, ada juga peternak yang menjual pupuk kandang ke petani lintas kecamatan.

5.4.2 Sistem Pemeliharaan Domba Garut

Sistem pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari berupa hijauan, seperti rumput dan sisa penjualan sayuran yang tidak terjual seperti labu siam dan wortel. Pemberian pakan dilakukan pada pagi sebelum peternak mencari rumput, sekitar pukul 06.00 WIB, siang hari pukul 12.00 WIB, dan sore hari pukul 18.00 WIB. Untuk makan pagi dan malam, peternak hanya memberikan pakan berupa hijauan sedangkan pada siang, biasanya pakan berupa hijauan dicampur dengan labu siam


(39)

26

atau wortel ada juga yang dicampur dengan dedak atau singkong. Hal tersebut tergantung masing-masing peternak dalam pemberian pakan.

Dalam satu hari hijauan yang diperlukan domba Garut di Kecamatan Cikajang rata-rata mencapai 6 kg berat segar hijauan per ekor. Peternak dalam menyediakan hijauan pakan melakukan cara cut and carry (Gambar 3). Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1979), sistem cut and carry adalah makanan diaritkan dan diberikan di kandang.

(a) (b)

Gambar 3 Pola penyediaan hijauan pakan ternak

Perawatan domba Garut yang dilakukan peternak di Kecamatan Cikajang pada umumnya terdiri dari pemandian, pencukuran bulu, pemberian suplemen, dan pencegahan penyakit. Frekuensi pemandian domba pejantan dilakukan satu sampai empat minggu sekali dan khusus domba betina atau indukan dimandikan setelah melahirkan anaknya. Pencukuran bulu untuk pejantan berkisar satu sampai tiga bulan sekali karena pertumbuhan bulu pejantan lebih cepat dibandingkan dengan betina. Sedangkan pencukuran bulu betina bisa dilakukan tiga sampai lima bulan sekali.

Dalam perawatan domba Garut (Gambar 4), peternak juga memberikan suplemen untuk domba agar nafsu makan tetap terjaga, suplemen yang biasa diberikan adalah gayemi. Untuk pencegahan penyakit, peternak setiap tiga bulan sekali memberikan obat cacing kepada masing-masing domba. Obat cacing yang digunakan adalah albenol-2 500 bolus. Untuk domba muda, satu tablet untuk empat domba dan untuk domba dewasa satu tablet untuk dua domba diberikan tiga bulan sekali.


(40)

27

(a) (b)

Gambar 4 Suplemen perawatan domba Garut. (a) gayemi; (b) albenol-2 500 bolus Dalam penanganan penyakit domba Garut para peternak di Kecamatan Cikajang masih bersifat tradisional. Penyakit yang sering diderita adalah kudis, kembung, cacingan, dan mencret. Penyakit kudis bersifat menular yang berpindah melalui kontak dengan domba yang terinfeksi. Menurut Mulyono (2003), penyakit kudis disebabkan oleh Sarcoptes scabei, Psoroptes communis var. ovis, Choriopteso ovis. Untuk penyembuhan, peternak hanya memandikan domba secara rutin setiap hari menggunakan air hangat dan bagian kudis dioles oli bekas agar tidak gatal.

Penyakit kembung pada domba Garut di Kecamatan Cikajang biasanya terjadi karena pola pemberian pakan hijauan yang tidak teratur. Menurut Mulyono (2003), penyakit kembung terjadi karena domba tidak mampu menghilangkan gas yang dihasilkan pada lambung pertama (rumen). Gas timbul akibat domba terlalu banyak makan hijauan legum, pemberian pakan tidak teratur, domba terlalu lapar dan makan hijauan yang masih berembun. Peternak di kecamatan Cikajang dalam menangani penyakit kembung pada domba masih tradisional yaitu diberi minum air kelapa secara berkala sampai sembuh.

Selain itu, cacingan dan mencret merupakan penyakit yang sering diderita domba Garut di Kecamatan Cikajang. Hal ini disebabkan peternak dalam pencarian pakan hijauan masih terlalu pagi sehingga rumput masih dalam keadaan berembun dan tercemar oleh telur-telur cacing. Untuk mengatasi cacingan dan mencret peternak memberi pakan hijauan berupa daun jambul kuda, daun kaliandra, pete cina, dan asem jawa sebagai obat tradisonal dan albenol-2 500 bolus sebagai obat komersil. Menurut Mulyono (2003), pencegahan penyakit


(41)

28

cacingan dan mencret yaitu hindari pakan hijauan yang telah tercemari oleh siput, hindari memotong hijauan yang masih berembun dan jangan meletakkan potongan rumput di atas tanah.

(a) (b)

Gambar 5 Pakan hijauan penawar cacingan dan mencret. (a) daun jambul kuda; (b) daun kaliandra

5.4.3 Sistem Perkawinan Domba Garut

Sistem perkawinan ternak domba Garut khususnya di Kecamatan Cikajang masih bersifat alami. Ketika domba betina birahi tetapi peternak tidak memiliki pejantan maka peternak akan meminjam pejantan dari peternak lain tanpa dipungut biaya. Pada kondisi baik, pejantan dalam satu minggu dapat mengawini 3 betina.

Untuk menghasilkan bibit unggul, para peternak tidak sembarangan mengawinkan dombanya. Peternak harus melihat silsilah keturunan agar menghindari perkawinan sedarah atau imbreeding. Menurut Mulyono (2003), jangan mengawinkan antara induk dan pejantan yang masih ada hubungan darah (kembaran, induk, ayah, adik, kakak, dan sebagainya) karena akan menurunkan kualitas genetik atau depresi mnbreeding.

Peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang dalam mengawinkan domba Garut sudah terpola dengan baik. Hal ini terbukti setiap dua tahun domba Garut mampu 3 kali beranak. Pola perkawinan domba Garut yang telah diterapkan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang mulai mengawinkan hingga mengawinkan lagi membutuhkan waktu 8 bulan sehingga dalam waktu 2 tahun domba Garut dapat beranak sebanyak 3 kali.

Pertama kali domba Garut dikawinkan sekitar usia 8-12 bulan setelah terlihat tanda-tanda birahi, siklus birahi terjadi selama 19 hari. Untuk menghindari


(42)

29 kegagalan dalam proses perkawinan, domba betina dan pejantan dijadikan dalam satu kandang oleh petrnak. Rata-rata domba bunting selama 147 hari. Setelah 2-3 bulan dari melahirkan domba Garut sudah terlihat tanda-tanda birahi lagi dan siap untuk dikawinkan. Ketika domba siap untuk dikawinkan kembali, anakan domba siap untuk disapih. Adapun kalender perkawinan untuk mempermudah mengetahui siklus perkawinan domba Garut di Kecamatan Cikajang dapat dilihat pada Gambar 6.

`

Sumber: Data primer diolah (20013)

Gambar 6 Kalender perkawinan domba Garut di Kecamatan Cikajang 5.4.4 Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan adalah anggota keluarga. Untuk aktivitas yang dilakukan pada waktu tertentu adalah pembersihan kandang, memandikan domba, pencukuran bulu, dan pembentukan tanduk pejantan. Rata-rata curahan waktu kerja yang biasa dihabiskan peternak domba selama satu bulan yaitu 222.67 jam per bulan. Adapun curahan kerja per bulan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang dapat dilihat pada Tabel 9.


(43)

30

Tabel 9 Curahan kerja per bulan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang

No Jenis Kegiatan Curahan Waktu (Jam/Bln) 1 Pengambilan Rumput 120

2 Pemberian Pakan 90

3 Pembersihan Kandang 8

4 Memandikan Domba 4

5 Pencukuran Bulu Domba 0.67

Total 222.67

Sumber: Data primer diolah (2013)

5.5 Profil Peternak Domba Garut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia peternak responden di Kecamatan Cikajang beragam, mulai dari kelompok usia kurang dari 29 tahun hingga kelompok usia diatas 60 tahun. Dari seluruh responden sebagian besar 20.00% adalah golongan usia 40 – 44 tahun sebanyak 6 orang. Hal ini membuktikan bahwa mulai menurunnya minat masyarakat usia muda untuk mengembangkan usahaternak Domba Garut. Persebaran usia peternak dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Persebaran usia peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang

No Golongan Usia (Tahun) Jumlah Peternak (Orang) Presentase (%)

1 < 29 2 6.67

2 30 – 34 2 6.67

3 35 – 39 3 10.00

4 40 – 44 6 20.00

5 45 – 49 4 13.33

6 50 – 54 4 13.33

7 55 – 59 5 16.67

8 > 60 4 13.33

Jumlah 30 100.00

Sumber: Data primer diolah (2013)

Dilihat dari tingkat pendidikan responden (Tabel 11), peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang paling banyak adalah tamatan SD yaitu sebanyak 18 orang atau 60.00% dan pendidikan tertinggi yaitu tamatan SMA sebanyak tiga orang atau sebesar 10.00%. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang tergolong masih rendah. Ketrampilan yang diperoleh dalam beternak domba Garut diperoleh dari pengalaman turun - temurun keluarganya dan pemerintah setempat yang memberi


(44)

31 bantuan berupa penyuluhan tentang tatacara dan perawatan beternak domba yang baik dan benar.

Tabel 11 Tingkat pendidikan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang

No Tingkat Pendidikan Peternak (Orang) Presentase (%) 1 Tidak Sekolah 4 13.33

2 Tamat SD 18 60.00

3 Tamat SMP 5 16.67

4 Tamat SMA 3 10.00

Jumlah 30 100.00

Sumber: Data primer diolah (2013)

Tidak semua peternak domba garut di Kecamatan Cikajang hanya bermatapencaharian tunggal sebagai peternak saja. Sebagian besar dari responden memiliki pekerjaan selain beternak domba Garut, sebesar 60.00% berprofesi sebagai petani sayur - sayuran. Jenis pekerjaan peternak domba Garut dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Jenis pekerjaan peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang

No Jenis Pekerjaan Peternak (Orang) Presentase (%)

1 Peternak 5 16.67

2 Petani 18 60.00

3 PNS 1 3.33

4 Pemilik pabrik tahu 1 3.33

5 Buruh 5 16.67

Jumlah 30 100.00

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pendapatan total rata-rata peternak domba Garut adalah pendapatan yang diperoleh hanya dari beternak domba Garut ditambah dengan pendapatan diluar beternak domba garut. Rata-rata pendapatan selama satu tahun peternak dari hasil beternak domba Garut yaitu mencapai Rp 9 666 667.00 dan pendapatan total rata-rata peternak domba Garut selama satu tahun mencapai Rp 18 072 00.00. Berdasarkan perhitungan, diperoleh proporsi pendapatan rata-rata selama satu tahun peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang yaitu presentase proporsi sebesar 53%. Presentase proporsi sebesar 53% menggambarkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari beternak domba Garut merupakan cabang usaha. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soehadji (1995) dalam Soetanto (2002) yang menyatakan bahwa usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan 30-70% disebut sebagai cabang usaha.


(45)

32

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di Kecamatan Cikajang dihitung berdasarkan metode Nell dan Rollinson (1974) menggunakan pendekatan potensi lahan sebagai sumber dan penyedia hijauan bagi ternak ruminansia. Perhitungan satuan ternak dilakukan dengan cara perkalian populasi ternak dengan koefisien satuan ternak. Selain itu, perhitungan potensi lahan sebagai sumber penyedia hijauan makanan ternak ruminansia dilakukan dengan menghitung potensi luas lahan dalam menghasilkan hijauan, satuannya adalah berat kering (BK). Perhitungan populasi rill ternak ruminansia di Kecamatan Cikajang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Populasi riil ternak ruminansia di Kecamatan Cikajang

Jenis Ternak Kelompok Umur Satuan Ternak Populasi Riil Ternak (ST)

Sapi Dewasa 1 2 580.04

Muda 0.5 442.53

Anak 0.25 228.22

Kerbau Dewasa 1 22.80

Muda 0.5 0.00

Anak 0.25 3.80

Domba Dewasa 0.14 3 307.09

Muda 0.07 708.66

Anak 0.035 236.22 Kambing Dewasa 0.14 68.54

Muda 0.07 21.42

Anak 0.035 14.99

Total Satuan Ternak 7 634.33

Sumber: Data primer diolah (2013)

Populasi riil ternak ruminansia yang ada di Kecamatan Cikajang mencapai 7 634.33 ST. Populasi riil yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR efektif) yang ada di Kecamatan Cikajang. Untuk mengetahui nilai KPPTR efektif, perlu diketahui juga kapasitas tampung maksimum produksi hijauan dalam mencukupi kebutuhan berat kering ternak per ekor dalam satu hari (KPPTR maksimum). Produksi hijauan diperoleh dari sumber hijauan yang tersedia di Kecamatan Cikajang, terdiri dari persawahan, galengan sawah, tegalan, perkebunan, semak dan hutan (Tabel 14). Berdasarkan perhitungan (Lampiran 3), KPPTR maksimum diperoleh


(46)

33 sebesar 3 370.32 ST sehingga KPPTR efektif diperoleh sebesar -4 264.01 ST (Tabel 15).

Tabel 14 Konversi hijauan pakan di Kecamatan Cikajang

No Sumber Hijauan Luas (Ha) Konversi Hijauan (ton BK/Ha/th) 1 Persawahan 281.00 327.00 2 Galengan Sawah 6.54 98.10 3 Tegalan/Kering semusim 901.00 135.15 5 Perkebunan 6 032.00 4 524.00 6 Padang, semak 16.00 240.00 7 Hutan 3 218.00 2 413.50 Jumlah 10 391.54 7 737.75

Sumber: Data primer diolah (2013)

Dalam perhitungan, nilai KPPTR di Kecamatan Cikajang memiliki nilai negatif (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi over population sehingga produksi hijauan makanan ternak (HMT) Kecamatan Cikajang tidak mampu memenuhi kebutuhan ternak yang ada. Kebutuhan hijauan ternak di Kecamatan Cikajang yang tidak tercukupi disebabkan oleh fluktuasi produksi hijauan. Produktivitas hijauan akan sangat menurun ketika musim kemarau tiba. Selain itu, Kecamatan Cikajang merupakan salah satu daerah sentra pembibitan dan produksi Domba Garut terbesar di Kabupaten Garut sehingga suatu hal yang mungkin apabila terjadi over population yang berdampak pada kurangnya hijauan makanan ternak (HMT) ruminansia.

Tabel 15 Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kecamatan Cikajang

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Produksi Hijauan (ton BK/ha/th) 7 737.75 KPPTR Maksimum (ST) 3 370.32 Populasi Satuan Ternak (ST) 7 634.33 KPPTR Efektif (ST) - 4 264.01

Sumber: Data primer diolah (2013)

Untuk mengatasi kekurangan dalam memenuhi hijauan makanan ternak (HMT) sebanyak 4 264.01 ST para peternak di Kecamatan Cikajang mendatangkan atau mengambil hijauan pakan dari kecamatan lain yang masih memiliki sumber hijauan dengan intensitas tumbuh tinggi. Selain itu, beberapa peternak mensubtitusi hijauan dengan pakan tambahan seperti ampas tahu atau dedak sehingga dapat mengurangi pemanfaatan hijauan sebagai pakan pokok


(47)

34

ternak ruminansia. Pengurangan jumlah populasi ternak ruminansia dengan melakukan penjualan ternak keluar daerah bahkan luar kabupaten telah dilakukan para peternak di Kecamatan Cikajang sehingga membantu mengurangi terjadinyan over population.

6.1.1 Strategi Pemenuhan Kebutuhan Hijauan Ternak Domba Garut di Kecamatan Cikajang

Berdasarkan hasil analisis KPPTR, diperoleh nilalai KPPTR Efektif di Kecamatan Cikajang sebesar - 4 264.01 ST yang menandakan telah terjadi over population di Kecamatan Cikajang. Hal ini berarti hijauan yang ada di Kecamatan Cikajang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan ternak ruminansia. Apabila dianalisis lebih lanjut, maka jumlah ternak (asumsi Kecamatan Cikajang sebagai sentra domba) sebanyak 30 458 ekor domba dewasa mengalami kekurangan pakan hijauan (Lampiran 4).

Dalam sistem pemeliharaan intensif ketersediaan pakan harus bersifat continue. Apabila kekurangan pakan hijauan dibiarkan begitu saja maka mengakibatkan pertumbuhan domba tidak optimal. Sehingga diperlukan penambahan hijauan berupa meningkatkan produksi hijaun dalam Kecamatan Cikajang maupun mendatangkan hijauan dari luar Kecamatan Cikajang yang memiliki surplus produksi hijauan.

Nilai KPPTR Efektif sebesar - 4 264.01 ST bisa terpenuhi dengan menambahkan hijauan di Kecamatan Cikajang sebanyak 9 789.53 ton BK/tahun (Lampiran 5). Apabila kebutuhan tersebut ingin dipenuhi maka diperlukan budidaya lahan untuk pakan hijauan, seperti budidaya rumput gajah (Pennisetum purporeum L.) seluas 652.64 hektar. Dimana dalam satu tahun rumput gajah mampu memproduksi sebesar 15 ton BK/hektar. Dengan dilakukannya budidaya rumput gajah maka tidak hanya dalam segi kuantitas namun segi kualitas nutrisi dapat mencukupi secara optimal. Pada lahan budidaya, pemagaran dapat menggunakan leguminosa pohon, seperti kaliandra (Caliandra haematocephala Hassk), turi (Sesbania grandiflora Pers.), gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Selain berfungsi sebagai pelindung tanaman inti, leguminosa pohon ini dapat berfungsi sebagai penyedia hijauan berprotein tinggi sebagai suplementasi pakan ternak.


(48)

35 6.1.2 Manajemen Pembukaan Lahan Budidaya Pakan Hijauan di

Kecamatan Cikajang

Pembukaan lahan budidaya hijauan di Kecamatan Cikajang untuk memenuhi 30 458 ekor domba dewasa sebaiknya dilakukan oleh Pemerintah Kecamatan Cikajang di bawah pengawasan UPTD Peternakan, mengingat luas lahan yang diperlukan sebesar 652.64 hektar. Apabila dikelola perseorangan oleh peternak maka hasilnya tidak akan maksimal. Adapun beberapa kendala apabila dibudidayakan perseorangan yaitu sebagai berikut: (1) waktu tunggu antara tanam dan panen lama; (2) luas lahan apabila dibagi dengan peternak yang ada sangat tidak efektif; (3) penanganan yang relatif lebih sulit; (4) pemerintah kurang berpartisipasi aktif dalam perkembangan peternakan.

Lahan budidaya hijauan seluas 652.64 hektar dapat memanfaatkan lahan komunal (tidak terpakai) yang ada di Kecamatan Cikajang agar lahan termanfaatkan sehingga menjadi lahan produktif. Lahan budidaya hijauan dapat ditanami rumput gajah (Pennisetum purporeum L.), tanaman rumput pendek, seperti brachiaria sp., beberapa leguminosa semak, seperti Centrosema pubescens, Pueraria phaseoloides, Calopogonium mucunoides, dan leguminosa pohon, seperti (Caliandra haematocephala Hassk), turi (Sesbania grandiflora Pers.), gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Hal tersebut bertujuan selain sebagai lahan budidaya hijauan dapat digunakan sebagai lahan penggembalaan.

Pola penanaman budidaya hijauan seluas 652.64 hektar dibuat pola petak 5 000 m2, petak yang dihasilkan adalah 1305 petak. Apabila setiap hari panen satu petak maka pemanenan dapat terus berlangsung (continue) setiap hari sesuai dengan umur rumput produktif (45 hari). pembuatan pola petak ini bertujuan ketika pemanenan waktunya bisa berselang dan ada waktu tumbuh untuk petakan yang pertama kali dipanen. Pola tanam seperti ini disebut dengan manajemen panen.

6.2 Analisis Pendapatan Peternakan Domba Garut di Kecamatan Cikajang Pendapatan pada peternak domba Garut merupakan manfaat langsung dari peternak domba Garut di Kecamatan Cikajang. Perhitungan pendapatan rata-rata


(1)

59

Lampiran 8

Chas flow

usaha pengembangan peternakan domba Garut menggunakan modal pribadi (5.57%)

No. Uraian Tahun ke -

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

I MANFAAT

1 Penjualan Bakalan - 8 500 000.00 13 000 000.00 17 000 000.00 20 000 000.00 23 000 000.00 28 500 000.00 31 500 000.00 38 500 000.00 44 500 000.00 2 Penjualan Indukan - 13 000 000.00 11 000 000.00 11 000 000.00 16 000 000.00 17 000 000.00 22 000 000.00 27 000 000.00 31 000 000.00 35 000 000.00 3 Penjualan domba

tidak produktif - 650 000.00 650 000.00 650 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 950 000.00 4 Pupuk Kandang 816 000.00 816 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00

5 Nilai Sisa - 10 837 500.00

TOTAL MANFAAT

(Bt) 816 000.00 22 966 000.00 26 282 000.00 30 282 000.00 38 932 000.00 42 932 000.00 53 432 000.00 61 432 000.00 72 432 000.00 93 919 500.00

DF 5.57% 0.95 0.90 0.85 0.81 0.76 0.72 0.68 0.65 0.61 0.58

TOTAL MANFAAT DF 5.57%

772 946.86 20 606 503.98 22 337 617.31 24 379 369.46 29 689 583.62 31 012 586.70 36 560 975.90 39 817 178.51 44 469 862.15 54 619 856.69 304 266 481.17 II

BIAYA A BIAYA

INVESTASI

a.1 Lahan 6 250 000.00

a.2 Pembuatan Kandang 7 500 000.00 - - - 7 500 000.00 - - - -

a.3 Tempat Pakan 57 500.00 57 500.00 57 500.00.00 57 500.00 57 500.00

a.4 Sabit 70 000.00 - - - - 70 000.00 - - - -

a.5 Sarung Tangan 20 000 00 20 000.00 20 000.00 20 000.00 20.000,00 20 000.00 20 000.00 20 000.00 20 000.00 20 000.00

a.6 Sepatu But 150 000.00 - - 150 000.00 - - 150 000.00 - - 150 000.00

a.7 Pencukur Bulu 440 000.00 - - 440 000.00 - - 440 000.00 - - 440 000.00

a.8 Pembentuk Tanduk 100 000.00 - - 100 000.00 - - 100 000.00 - - 100 000.00

B BIAYA

OPERASIONAL


(2)

60

B.1 BIAYA

VARIABEL

b.1.1 Bibit Domba 6 500 000.00 - - - - - - - - - b.1.2 Pakan Tambahan 3 277 440.00 6 295 416.00 7 559 962.00 8 709 797.00 10 378 560.00 12 563 520.00 15 294 720.00 17 479 680.00 20 757 120.00 24 307 680.00 b.1.3 Gayemi 190 080.00 365 112.00 438 451.00 505 138.00 601 920.00 728 640.00 887 040.00 1 013 760.00 1 203 840.00 1 409 760.00 b.1.4 Albenol-2 500 bolus 414 720.00 796 608.00 956 621.00 1 102 118.00 1 313 280.00 1 589 760.00 1 935 360.00 2 211 840.00 2 626 560.00 3 075 840.00

b.1.5 Sabun 5 760.00 11 064.00 13 286.00 15 307.00 18 240.00 22 080.00 26 880.00 30 720.00 36 480.00 42 720.00

b.1.6 obat penyakit 4 800.00 9 220.00 11 072.00 12 756.00 15 200.00 18 400.00 22 400.00 25 600.00 30 400.00 35 600.00

b.1.7 Bahan Bakar

transportasi 144 000.00 276 600.00 332 160.00 382 680.00 456.000.00 552 000.00 672 000.00 768 000.00 912 000.00 1 068 000.00 b.1.8 Listrik 172 800.00 331 920.00 398 592.00 459 216.00 547 200.00 662 400.00 806 400.00 921 600.00 1.094.400.00 1 281 600.00

B.2 BIAYA TETAP

b.2.1 Tenaga Kerja 9 000 000.00 9 000 000.00 9 000 000.00 9 000 000.00 9 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 b.2.2 Pemeliharaan

Kandang - - 13 333.33 - - 13 333.33 13 333.33 13 333.33 13 333.33

TOTAL BIAYA (Ct) 34 297 100.00 17 105 940.00 18 800 976.93 20 897 012.00 29 907 900.00 28 240 133.33 32 425 633.33 34 471 200.00 38 751 633.33 43 944 533.33

DF 5.57% 0.95 0.90 0.85 0.81 0.76 0.72 0.68 0.65 0.61 0.58

TOTAL BIAYA DF

5.57% 32 487 543.81 15 348 498.68 15 979 340.53 16 823 722.87 22 807 795.59 20 399 692.15 22 187 318.44 22 342 523.83 23 791 691.41 25 556 397.90 217 724 525.21 Laba usaha (33 481 100.00) 5 860 060.00 7 481 023.07 9 384 988.00 9 024 100.00 14 691 866.67 21 006 366.67 26 960 800.00 33 680 366.67 49 974 966.67

DF 5.57% 0.95 0.90 0.85 0.81 0.76 0.72 0.68 0.65 0.61 0.58

NPV DF 5.57% (31 714 96.95) 5 258 005.30 6 358 276.78 7 555 646.58 6 881 788.03 10 612 894.55 14 373 657.46 17 474 654.68 20 678 170.74 29 063 458.79 86 541 955.96

NPV 86 541 955.96

Net BCR 3.73

IRR 26.21%

Payback Period 1 tahun 5 bulan


(3)

61

Lampiran 9

Chas flow

usaha pengembangan peternakan domba Garut menggunakan modal pribadi (12%)

No. Uraian Tahun ke -

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

I MANFAAT

1 Penjualan Bakalan - 8 500 000.00 13 000 000.00 17 000 000.00 20 000 000.00 23 000 000.00 28 500 000.00 31 500 000.00 38 500 000.00 44 500 000.00 2 Penjualan Indukan - 13 000 000.00 11 000 000.00 11 000 000.00 16 000 000.00 17 000 000.00 22 000 000.00 27 000 000.00 31 000 000.00 35 000 000.00 3 Penjualan domba

tidak produktif - 650 000.00 650 000.00 650 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 300 000.00 1 950 000.00

4 Pupuk Kandang 816 000.00 816 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00 1 632 000.00

5 Nilai Sisa - 10 837 500.00

TOTAL MANFAAT

(Bt) 816 000.00 22 966 000.00 26 282 000.00 30 282 000.00 38 932 000.00 42 932 000.00 53 432 000.00 61 432 000.00 72 432 000.00 93 919 500.00

DF 12% 0.89 0.80 0.71 0.64 0.57 0.51 0.45 0.40 0.36 0.32

TOTAL MANFAAT DF 12%

728 571.43 18 308 354.59 18 707 008.47 19 244 758.45 22 091 062.35 21 750 687.29 24 169 923.27 24 811 354.46 26 119 705.33 30 239 565.39 206 170 991.04

II BIAYA

A BIAYA INVESTASI

a.1 Lahan 6 250 000.00

a.2 Pembuatan Kandang 7 500 000.00 - - - 7 500 000.00 - - - -

a.3 Tempat Pakan 57 500.00 57 500.00 57 500.00.00 57 500.00 57 500.00

a.4 Sabit 70 000.00 - - - - 70 000.00 - - - -

a.5 Sarung Tangan 20 000 00 20 000.00 20 000.00 20 000.00 20.000,00 20 000.00 20 000.00 20 000.00 20 000.00 20 000.00

a.6 Sepatu But 150 000.00 - - 150 000.00 - - 150 000.00 - - 150 000.00

a.7 Pencukur Bulu 440 000.00 - - 440 000.00 - - 440 000.00 - - 440 000.00

a.8 Pembentuk Tanduk 100 000.00 - - 100 000.00 - - 100 000.00 - - 100 000.00

B BIAYA

OPERASIONAL


(4)

62

B.1 BIAYA

VARIABEL

b.1.1 Bibit Domba 6 500 000.00 - - - - - - - - - b.1.2 Pakan Tambahan 3 277 440.00 6 295 416.00 7 559 962.00 8 709 797.00 10 378 560.00 12 563 520.00 15 294 720.00 17 479 680.00 20 757 120.00 24 307 680.00 b.1.3 Gayemi 190 080.00 365 112.00 438 451.00 505 138.00 601 920.00 728 640.00 887 040.00 1 013 760.00 1 203 840.00 1 409 760.00 b.1.4 Albenol-2 500 bolus 414 720.00 796 608.00 956 621.00 1 102 118.00 1 313 280.00 1 589 760.00 1 935 360.00 2 211 840.00 2 626 560.00 3 075 840.00

b.1.5 Sabun 5 760.00 11 064.00 13 286.00 15 307.00 18 240.00 22 080.00 26 880.00 30 720.00 36 480.00 42 720.00

b.1.6 obat penyakit 4 800.00 9 220.00 11 072.00 12 756.00 15 200.00 18 400.00 22 400.00 25 600.00 30 400.00 35 600.00

b.1.7 Bahan Bakar

transportasi 144 000.00 276 600.00 332 160.00 382 680.00 456.000.00 552 000.00 672 000.00 768 000.00 912 000.00 1 068 000.00 b.1.8 Listrik 172 800.00 331 920.00 398 592.00 459 216.00 547 200.00 662 400.00 806 400.00 921 600.00 1.094.400.00 1 281 600.00

B.2 BIAYA TETAP

b.2.1 Tenaga Kerja 9 000 000.00 9 000 000.00 9 000 000.00 9 000 000.00 9 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 12 000 000.00 b.2.2 Pemeliharaan

Kandang - - 13 333.33 - - 13 333.33 13 333.33 13 333.33 13 333.33

TOTAL BIAYA (Ct) 34 297 100.00 17 105 940.00 18 800 976.93 20 897 012.00 29 907 900.00 28 240 133.33 32 425 633.33 34 471 200.00 38 751 633.33 43 944 533.33

DF 12% 0.89 0.80 0.71 0.64 0.57 0.51 0.45 0.40 0.36 0.32

TOTAL BIAYA DF

12% 30 622 410.71 13 636 750.64 13 382 164.02 13 280 428.91 16 970 545.66 14 307 330.41 14 667 709.79 13 922 339.53 13 974 227.46 14 148 963.63 158 912 870.76 Laba usaha (33 481 100.00) 5 860 060.00 7 481 023.07 9 384 988.00 9 024 100.00 14 691 866.67 21 006 366.67 26 960 800.00 33 680 366.67 49 974 966.67

DF 12% 0.89 0.80 0.71 0.64 0.57 0.51 0.45 0.40 0.36 0.32

NPV DF 12% (29 893 839.29) 4 671 603.95 5 324 844.45 5 964 329.54 5 120 516.69 7 443 356.88 9 502 213.48 10 889 014.93 12 145 477.87 16 090 601.77

47 258 120.28

NPV 47 258 120.28

Net BCR 2.58

IRR 18.96%

Payback Period 1 tahun 4 bulan


(5)

Lampiran 10 Dokumentasi

Sapi

Kerbau

Kambing

Domba Garut

Kandang Panggung

Pupuk kandang hasil

limbah kotoran

domba

Pencarian pakan hijauan

Kondisi Lokasi Penelitian


(6)

2

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 23 Januari 1992.

Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara pasangan Suroso, S.Pd dan

Supriyatin, S.Pd. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 2

Tayu, lulus pada tahun 2003. Melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah

Pertama Negeri 1 Tayu, lulus pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pati, lulus tahun 2009. Pada

tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

organisasi baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Tercatat penulis pernah

menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan

Manajemen (FEM) Kabinet Sinergi tahun 2011 bidang Komunikasi dan Informasi

dan Kabinet Progresif tahun 2012 bidang

Human Resource Development

, anggota

Himpunan Profesi (HIMPRO)

Resource and Environmental Economics Student

Association

(RESSA) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan tahun

2010 sampai sekarang, dan tercatat pernah menjadi sekretaris Organisasi

Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati pada tahun

2009-2010 dan menjadi anggota hingga sekarang. Selain itu penulis tercatat aktif di

berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa dan peserta berbagai kegiatan seminar

terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu penulis.