Keefektifan Penggunaan sunblock Komersil sebagai Pelindung Ultraviolet untuk Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV)

(1)

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN SUNBLOCK KOMERSIL

SEBAGAI PELINDUNG ULTRAVIOLET untuk Spodoptera

litura NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SlNPV)

ELLYTA SARIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

ABSTRAK

ELLYTA SARIANI. Keefektifan Penggunaan Sunblock Komersil sebagai Pelindung Ultraviolet untuk Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.

Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan hama dengan rentang tanaman inang yang luas. Saat ini dikembangkan penggunaan virus patogen yaitu Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). Kendala utama pemanfaatan SlNPV dilapangan ialah menurunnya virulensi virus akibat sinar ultraviolet yang merusak polihedra virus. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mencari alternatif UV protektan dengan menggunakan bahan yang mudah diperoleh secara komersil di toko. Diketahui bahwa sunblock melindungi kulit manusia dari sinar ultraviolet, maka dilakukan percobaan penggunaan sunblock

sebagai UV protektan. Kedua jenis sunblock yaitu sunblock 1 dan sunblock 2 dengan konsentrasi 0,5% ditambahkan pada suspensi SlNPV lalu dipaparkan dibawah sinar matahari dengan 4 jenis waktu pemaparan yaitu 0, ½, 1, dan 3 jam. Suspensi tersebut diaplikasikan pada daun kedelai dengan metode kontaminasi pakan. Daun yang telah dicelup pada suspensi dimasukkan kedalam wadah plastik yang telah diisi larva instar III S. litura. Pengamatan terhadap kematian larva dilakukan setiap hari hingga larva mati atau menjadi pupa. Penambahan

sunblock pada SlNPV memberikan pengaruh yang nyata sebagai pelindung ultraviolet. Hal ini disebabkan karena adanya bahan phagostimulant dan bahan aktif dari masing-masing sunblock, pada sunblock 1 yaitu Etilheksil Metoksisinamat dan pada sunblock 2 yaitu Oktil Metoksisinamat. Selain itu, terdapat bahan kimia lainnya seperti Titanium dioksida dan Benzofenon 3 yang mempertahankan virulensi NPV dan melindunginya dari UV dengan memantulkan sinar yang mengenainya.


(3)

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN SUNBLOCK KOMERSIL

SEBAGAI PELINDUNG ULTRAVIOLET untuk Spodoptera

litura NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SlNPV)

ELLYTA SARIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Keefektifan Penggunaan sunblock Komersil sebagai Pelindung Ultraviolet untuk Spodoptera litura

Nucleopolyhedrovirus (SlNPV) Nama Mahasiswa : Ellyta Sariani

NIM : A34060033

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si. NIP 19650905 199002 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP 19650621 198910 2 001


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 3 September 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Ir. Luth Tarigan dan ibu Pilem br.Bukit. Penulis telah menyelesaikan sekolah dasar di SD Budi Murni 2 Medan pada tahun 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Immanuel Medan pada tahun 2003, sekolah menengah atas di SMAN (PLUS) MATAULI Pandan, Sibolga pada tahun 2006, dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dengan sistem mayor minor, pada tingkat kedua penulis masuk ke Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas pertanian IPB dengan minor Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun 2006 penulis menjadi anggota PMK IPB, tahun 2007 tergabung dalam Komisi Pelayanan Anak UKM PMK IPB. Penulis memiliki pengalaman magang kerja di Laboratorium PT. BISI Internasional Tbk. Kediri, Jawa Timur pada tahun 2008.


(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Keefektifan Penggunaan Sunblock Komersil sebagai Pelindung Ultraviolet untuk Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV)”, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan, dan saran-sarannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi. Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, MS., selaku dosen penguji tamu yang telah memberi bantuan berupa saran maupun perbaikan kepada penulis. Dr. Endang Sri Ratna selaku dosen moderator dalam seminar tugas akhir penulis. Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA selaku kepala laboratorium patologi serangga yang telah memberi bimbingan dan bantuannya selama penelitian di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, dan dukungan sejak awal penulis masuk Departemen Proteksi Tanaman IPB. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Proteksi Tanaman.

2. Bapak, Mama, kakak Ermy Arbina Tarigan SE., dan abang Leonardo Surbakti ST., kakak Betty Yusniati Tarigan SE., dan abang Agus Riskinta Sembiring SE., keponakanku Louren Vania Surbakti, Lori Gabriella Surbakti, Marvel Arizta Sembiring dan Max Yordan Simbarta Sembiring serta keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, keceriaan, kebahagiaan dan dukungannya kepada penulis. Penulis ucapkan terima kasih kepada Adri Elman Ginting yang setia menemani, memberi dukungan dan kasihnya kepada penulis.

3. Teman-teman seperjuangan di Departemen Proteksi Tanaman khususnya Sari Nurulita SP., Nisa Fawas Adillah SP., M. Eldiary Akbar SP., R. Laras Anjarsari SP., Wahyu Fitriningtyas SP., Dolpina A Ratissa SP, Lutfi Afifah SP, Agus Setiawan , A. Faisol SP., Reka Pradana, Gamatriani Markhamah SP., yang telah banyak membantu penelitian penulis dan juga telah memberikan persahabatan dan dukungan. Penulis ucapkan terima kasih kepada saudari Jesika Monia SP., Agustina SPi., Priskilla Widjaja S.Gz dan Andungers atas perhatian dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2012


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Biologi dan Ekologi Spodoptera litura ... 3

Pengendalian Spodoptera litura ... 4

Struktur dan Morfologi NPV ... 5

Proses dan Gejala Infeksi ... 6

Kelemahan Pemanfaatan SlNPV Untuk Pengendalian Spodoptera litura ... 7

Bahan Kimia Pelindung Radiasi Ultraviolet ... 8

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Metode ... 11

Penyiapan suspensi SlNPV ... 11

Penyiapan Serangga uji ... 12

Uji Toksisitas SlNPV ... 13

Uji Efektivitas Bahan UV Protektan ... 13

Metode Pengujian ... 14

Persentase mortalitas larva S. litura (%). ... 14

Rancangan Percobaan ... 15

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16 Halaman


(8)

Gejala Pada Larva ... 16

Pengaruh Lama Penyinaran Sinar Matahari Terhadap Virulensi SlNPV ... 16

Toksisitas SlNPV terhadap Larva S. litura Pada Berbagai Jenis Konsentrasi .... 17

Interaksi antara Penambahan Sunblock dan Waktu Pemaparan SlNPV ... 18

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23


(9)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.Parameter toksisitas SlNPV terhadap larva S. litura dengan metode perlakuan pakan (berdasarkan mortalitas kumulatif larva instar tiga) ... 18 2. Tabel 3. Rata-rata kematian larva S. litura setelah penggunaan SlNPV dan

sunblock pada pengamatan hari keenam. ... 18 Halaman


(10)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Polihedra Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirusdi bawah

mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x ... 12 2. Gambar 2.Rata-rata intensitas sinar UV dari sinar matahari di Bogor pada bulan Juli 2011 ... 17 3. Gambar 3.Rata-rata kematian S. litura pada Berbagai tingkat Konsentrasi

SlNPV ... 17 4. Gambar 4. Regresi Laju Mortalitas Pada Berbagai Campuran Pelindung

dengan empat waktu penjemuran ... 20 Halaman


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Foto-foto penelitian ... 26 Tabel 2. Sidik ragam Interaksi antara perlakuan SlNPV dengan penambahan

sunblock (S1 dan S2) dan waktu pemaparan ... 27 Halaman


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama penting pada tanaman kedelai. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 85%, bahkan dapat menyebabkan kegagalan panen (puso). Hama ini bersifat polifag danmenyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif S. litura memakan daun tanaman yang muda sehingga tinggal tulang daun saja dan pada fase generatif dengan memangkas polong–polong muda (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 1985). Serangan berat dari hama ini biasanya terjadi pada awal musim penghujan setelah musim kering yang panjang. Hama ini tersebar di Asia, Pasifik dan Australia (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 1996).

Pengendalian S. litura pada saat ini masih mengandalkan insektisida kimia, dan cara ini berdampak buruk terhadap fungsi dan kelangsungan hidup makhluk lainnya, termasuk musuh alami seperti parasitoid dan predator. Penggunaan insektisida dapat menimbulkan masalah resistensi maupun resurjensi terhadap ulat grayak maupun hama lainnya, digunakan cara pengendalian alternatif yaitu dengan pemanfaatan patogen serangga. Patogen serangga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mengatur populasi serangga di alam (Lacey et al. 2001). Patogen serangga memiliki kisaran inang yang sempit, tidak berdampak negatif terhadap parasitoid, predator, dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa patogen yang digunakan untuk mengendalikan hama antara lain cendawan, bakteri, dan virus untuk menekan peningkatan populasi hama.

Salah satu patogen yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida untuk pengendalian ulat grayak yaitu Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa SlNPV berpotensi dalam mengendalikan ulat grayak. Kekurangan dari penggunaan SlNPV adalah menurunnya keefektifan virus jika terpapar sinar ultraviolet. Menurut Granados dan Federici (1986) salah satu kelemahan utama dalam penggunaan mikroorganisme sebagai insektisida adalah menurunnya virulensi mereka setelah terpapar sinar matahari langsung terutama sinar ultraviolet. Untuk mempertahankan virulensinya, perlu


(13)

ditambahkan bahan yang mampu melindungi partikel NPV terhadap sinar ultraviolet matahari ( Federici dalam Hall & Julius 1999).

Sebelumnya pernah dilakukan pengujian dengan beberapa bahan tambahan untuk melindungi NPV dari sinar matahari antara lain Tinopal, gula sederhana, minyak kelapa, dan riboflavin (Sajap et al. 2008). Gula, seperti sukrosa, fruktosa dan sorbitol, juga telah digunakan sebagai UV protektan untuk mempertahankan virulensi NPV (Ballard et al. 2000). Daniati (2010) melaporkan bahwa bengkuang efektif melindungi NPV dari sinar Ultraviolet. Bengkuang banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam sunblock pemutih kulit. Bahan UV protektan nabati tidak selalu dapat diperoleh dengan mudah sehingga dalam penelitian ini dicari bahan UV protektan alternatif yang biasa terdapat dalam

sunblock. \ Sunblock yang digunakan merupakan bahan yang mudah diperoleh secara komersial di toko.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif UV protektan dengan menggunakan bahan yang mudah diperoleh secara komersil di toko.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan bahan alternatif UV protektan yang mudah diperoleh secara komersial bagi SlNPV.

Hipotesis


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Ekologi Spodoptera litura

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama daun yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar,kentang, dan lain-lain. Spodoptera litura disebut sebagai ulat grayak karena ulat ini dalam jumlah yang besar (mencapai ribuan) beramai-ramai menyerbu dan memakan tanaman pada malam hari dan tanaman akan habis dalam waktu yang singkat (Pracaya 2007). Ulat dan imago S. litura hanya keluar pada malam hari dan bersembunyi pada waktu siang hari, menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif yaitu memakan daun tanaman yang muda sehingga tinggal tulang daun saja dan pada fase generatif dengan memangkas polong– polong muda (Direktorat PerlindunganTanaman Pangan 1985). Menurut Adisarwanto & Widianto (1999) serangan S. litura menyebabkan kerusakan sekitar 12,5% dan lebih dari 20% pada tanaman umur lebih dari 20 hst.

Spodoptera litura digolongkan ke dalam ordo Lepidoptera famili Noctuidae, dan termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari 4 stadia hidup, yaitu telur, larva, kepompong, dan imago (Kalshoven 1981

).

Ngengat bertelur dalam 2-6 hari. Telur diletakkan dalam kelompok telur dengan bentuk yang bermacam-macam dan tertutupi oleh bulu-bulu halus sebagai pelindung telur. Masing-masing kelompok telur berisi ±350 butir. Telur akan menetas sesudah 3-5 hari.

Stadia larva terdiri atas lima instar dan instar yang sangat berbahaya bagi tanaman adalah instar III dan IV. Larva instar I dan II akan tinggal berkelompok di sekitar kulit telur dan memakan epidermis daun bagian bawah (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 1985). Larva muda berwarna kehijauan umumnya mempunyai dua bintik hitam dengan bentuk bulan sabit pada ruas abdomen keempat dan kesepuluh yang dibatasi oleh alur-alur lateral dan dorsal berwarna kuning yang memanjang sepanjang badan (Kalshoven 1981). Larva instar akhir akan memakan helaian daun sehingga tinggal tulang-tulang daun saja dan juga memakan bunga dan polong muda (Arifin 1991). Lama stadia larva berkisar antara 20-26 hari (Departemen Pertanian 1981). Hama ini suka bersembunyi di


(15)

tempat gelap. Biasanya larva bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis daunnya menuju tanaman lainnya.

Setelah dewasa ulat mulai berkepompong di dalam tanah dan pupanya terbungkus tanah. Pupa berbentuk oval memanjang berwarna coklat muda dan mengkilap, dan pada saat akan menjadi imago, pupa menjadi berwarna coklat kehitaman. Pupa bertipe obtekta dan berada didalam tanah dengan kedalaman 1 cm dari permukaan tanah. Lamanya masa berpupa adalah 5-8 hari tergantung dari ketinggian tempat. Imago memiliki panjang tubuh 10-14 mm dengan jarak rentang sayap 24-30 mm. Sayap depan berwarna putih keabu-abuan, pada bagian tengah sayap depan terdapat 3 pasang bitik berwarna keperakan dan sayap belakang berwarna putih dengan bagian tepi berwarna coklat gelap (Kalshoven 1981). Setelah menjadi imago, hama ini bisa terbang sejauh 5 km pada malam hari.

Pengendalian Spodoptera litura

Dalam Pracaya 2007, pengendalian yang dilakukan oleh petani antara lain secara teknis yaitu dengan mengambil telur dengan daun tempat menempelnya sebelum telur menetas; secara kimiawi yaitu dengan menggunakan insektisida Azodrin; secara sanitasi yaitu dengan pembersihan gulma disekitar tanaman dan pembuatan perangkap ulat grayak.

Sampai saat ini pengendalian S. litura masih mengandalkan insektisida kimia, dan cara ini berdampak buruk terhadap fungsi dan kelangsungan hidup musuh alami serangga. Selain itu penggunaan insektisida dapat menimbulkan masalah resistensi maupun resurgensi terhadap ulat grayak maupun hama lainnya (Endo et al. 1988) dan mengakibatkan munculnya hama-hama yang sudah lama menghilang sebagaimana dengan munculnya hama baru (Armes et al., 1995). Oleh karena itu digunakan cara pengendalian alternatif yaitu dengan pemanfaatan patogen serangga.

Patogen yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida untuk pengendalian ulat grayak yaitu Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). SlNPV berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati karena memiliki sifat menguntungkan yaitu (a) mempunyai daya bunuh spesifik, (b) tidak berdampak


(16)

negatif terhadap serangga bukan sasaran seperti parasitoid dan predator, (c) tidak mencemari lingkungan hidup dan persisten di alam, (d) efektif juga terhadap serangga yang telah resisten terhadap insektisida kimiawi dan (e) kompatibel dengan komponen pengendalian hama yang lain termasuk insektisida kimia (Bedjo 2005).

Struktur dan Morfologi NPV

Nucleopolyhedrovirus (NPV) termasuk dalam family Baculoviridae. NPV merupakan patogen yang berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan sejumlah arthropoda. Dari beberapa genera yang menyerang arthropoda, NPV merupakan genus terpenting karena sekitar 40% jenis virus yang dikenal menyerang serangga termasuk dalam genus ini. NPV pada umumnya menyerang ordo Lepidoptera (86%), Hymenoptera (7%) dan Diptera (3%). Selain itu virus juga telah diketahui menyerang ordo Coleoptera, Trichoptera dan Neuroptera. Umumnya NPV menginfeksi stadia larva Lepidoptera, dan sedikit sekali laporan yang menyebutkan bahwa NPV dapat menginfeksi pupa dan imago. Sebagian besar NPV bersifat spesifik inang sehingga penamaan NPV disesuaikan dengan nama inang dimana pertama kali diisolasi dan diidentifikasi (CAB 2000).

Nucleopolyhedrovirus bereplikasi didalam inti sel serangga inang. Agar NPV dapat menginfeksi sel serangga inang maka polihedra harus tertelan bersama pakan yang dikonsumsinya. NPV berbentuk batang dan terdapat di dalam badan oklusi yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat di dalam inti sel yang rentan, seperti hemolimfa, badan lemak, hipodermis, dan matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5-15 µm dan mengandung partikel virus yang disebut virion (Tanada dan Kaya, 1993). Virion berbentuk batang, berukuran 40-70 nm X 250-400 nm, dan berisi nukleokapsid yang mengandung molekul deoxy-ribonucleic acid (DNA) (Smits 1967). Virion yang mengandung satu nucleokapsid disebut single-enveloped NPV, sedangkan yang mengandung beberapa nukleokapsid disebut multiple-enveloped NPV tergantung jenis NPV (Maddox 1982). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat di bawah mikroskop elektron dengan pengecatan negatif atau dengan teknik irisan jaringan yang terinfeksi NPV.


(17)

Proses dan Gejala Infeksi

Nucleopolyhedrovirus biasanya ditemukan pada permukaan tanaman dan tanah. Saat termakan oleh ulat dan masuk ke dalam saluran pencernaan yang memiliki pH tinggi (>10), polihedra akan pecah melepaskan virion infektif. Virion yang terlepas dari matrik protein menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh dan memulai infeksi ke dalam sel – sel saluran pencernaan ulat yang rentan. Untai DNA bereplikasi didalam inti sel (Dirjenbun, 2010).

Dalam waktu 1-2 hari setelah polihedra tertelan, hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh. Ulat tampak berminyak, disertai membran integumen yang membengkak dan warna tubuh menjadi pucat-kemerahan, terutama pada bagian perut kemudian akan menghitam. Kemampuan makan ulat menurun, sehingga pertumbuhannya lambat. Ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati menggantung dengan posisi terbalik dengan tungkai semu pada pucuk tanaman. Hoffmann & Frodsham (1993) mengatakan bahwa penyakit yang diakibatkan oleh infeksi NPV sering disebut penyakit layu ulat (caterpillar wilt) atau penyakit ulat ujung pohon (tree top). Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan disintegrasi, sehingga sangat rapuh. Apabila integumen robek, dari dalam tubuh ulat keluar cairan hemolimfa berwarna putih-kecoklatan yang mengandung polihedra. Ulat muda (instar I-III) mati dalam 2 hari, sedangkan ulat tua (instar IV-VI) dalam 4-9 hari setelah polihedra tertelan (lgnoffo dan Couch, 1981). Sebelum mati, ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan yang diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan kemampuan makan dari ulat grayak yang mencapai 84%. Infeksi juga dapat terjadi pada larva instar awal akibat kontaminasi pada telur. Hal ini tejadi karena larva yang keluar akan memakan korion untuk membuat lubang. Apabila korion mengandung NPV, virus ini masuk kedalam tubuh larva dan menginfeksi organ tubuhnya maka kematian akan terjadi 1-2 hari kemudian (Narayanan 2004).


(18)

Kelemahan Pemanfaatan SlNPV Untuk Pengendalian Spodoptera litura

Beberapa keunggulan penggunaan NPV untuk mengendalikan hama tanaman dibandingkan dengan insektisida kimia antara lain efektif mengendalikan hama sasaran, spesifik inang sehingga tidak berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup musuh alami dan serangga berguna lainnya serta dihasilkannya inokulum yang dapat mengendalikan populasi hama selanjutnya (Lacey et al. 2001).

Dalam pemanfaatannya, bioinsektisida SlNPV mempunyai beberapa kelemahan. Hal ini merupakan tantangan yang harus dapat diatasi sehingga keefektifannya dapat dipertahankan. Beberapa kelemahan pada saat diaplikasikan di lapangan antara lain SlNPV peka terhadap pengaruh sinar matahari terutama sinar ultraviolet; kecepatan dalam mematikan inang relatif rendah yaitu 3-9 hari sehingga selama waktu tersebut larva yang telah terinfeksi masih bisa menimbulkan kerusakan walaupun intensitasnya menurun; SlNPV kurang efektif terhadap larva yang berukuran besar; dan penggunaan SlNPV ini memerlukan ketepatan waktu aplikasi yaitu pada waktu pagi (06.00-08.00) maupun sore hari (16.00 – 18.00) (Bedjo, 2005).

Menurut Granados dan Federici (1986) Salah satu kelemahan utama dalam penggunaan mikroorganisme sebagai insektisida adalah ketidakaktifan mereka setelah terpapar sinar matahari langsung terutama sinar ultraviolet. Dengan panjang gelombang 280 - 320 nm, UV B merupakan penyebab utama ketidakaktifan mikroba (Jacques 1977; Jones dan McKinley 1986 dalam

McIntosh AH et al, 2004). Ultraviolet A (320-400 nm) dapat juga berkontribusi terhadap penurunan keefektifan Baculovirus (Shapiro dan Domek 2002 dalam

McIntosh et al. 2004) dan UV C (250-280 nm) lebih merusak DNA. Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus, yang sangat patogenik untuk larva S. litura mulai kehilangan keefektifannya setelah 12 jam paparan sinar matahari langsung (Sajap

et al. 2007).

Seperti yang diungkapkan oleh Young (2003) dalam Bedjo (2005) bahwa NPV tidak tahan terhadap radiasi sinar ultraviolet maka berbagai upaya telah dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja NPV di lapangan yaitu dengan manambahkan bahan perekat, perangsang makan, pemicu


(19)

kinerja dan mencampur dengan bahan tambahan (adjuvant) yang dapat melindungi NPV terhadap sinar ultraviolet (CAB 2000).

Beberapa bahan yang telah diuji untuk mempertahankan persistensi NPV terhadap paparan sinar ultraviolet antara lain penambahan pencerah flourescen pada Lymantria dispar NPV(dougherty et.al 1996), dan pada S. exigua NPV (Lasa

et al. 2007), penambahan adjuvan pada H. armigera NPV (HaNPV) (Mehrvar et al. 2008), penambahan ekstrak teh hijau pada S. exigua NPV (SeNPV) (Shapiro et al 2008) dan penambahan Titanium dioksida (TiO2) pada Helicoverpa zea

nucleopolyhedrovirus (HzNPV) (Farrar et.al 2004). Farrar et al. (2004) menyatakan bahwa Titanium dioksida dapat memantulkan cahaya UV dan dapat meningkatkan persistensi polihedra Helicoverpa zea Nucleopolyhedrovirus (HzNPV) dilapangan. Selain itu, pendekatan yang telah digunakan dengan harapan penurunan keefektifan oleh UV B adalah penambahan UV protektan, seperti pewarna dan optik brighteners untuk formulasi (Shapiro dan Vaughn 1995

dalam McIntosh AH et al. 2004). Sel-sel serangga dapat melindungi virus dari ketidakaktifan oleh UV B (Grasela et al. 2002 dalam McIntosh et al. 2004).

Bahan pelindung alami juga diujicobakan untuk melindungi NPV dari paparan UV seperti Tinopal, gula sederhana, minyak kelapa, riboflavin (Sajap et al. 2008), polyvinil, tween 80, kaolin, tetes tebu, dan sukrosa (Bedjo 2005). Gula, seperti sukrosa, fruktosa dan sorbitol, juga dapat meningkatkan keefektifan NPV (Ballard et al. 2000).

Bahan Kimia Pelindung Radiasi Ultraviolet

Radiasi UV adalah bagian dari spektrum elektromagnetik (cahaya) yang mencapai bumi dari matahari. Radiasi ini memiliki panjang gelombang yang lebih pendek daripada cahaya tampak, sehingga tak terlihat dengan mata telanjang. Panjang gelombang ini diklasifikasikan sebagai UVA, UVB, dan UVC. Ultraviolet A terpanjang dari ketiga jenis UV, di 320-400 nm. UVA dibagi menjadi dua rentang panjang gelombang, UVA, yang mengukur 340-400 nm dan UVA II membentang dari 320-400 nm. UVB berkisar antara 290 dan 320 nm. Dengan sinar yang lebih pendek, UVC diserap oleh lapisan ozon dan tidak mencapai bumi (Epstein dan Wang 2011).


(20)

Tabir surya merupakan penghalang antara kulit dan matahari, dapat berupa fisik, kimia atau keduanya. Tabir surya terbuat dari bahan kimia yang dapat menyerap panjang gelombang spesifik dari spektrum matahari. Pelindung fisik seperti seng oksida, mencerminkan sinar UVA, sedangkan pelindung kimia yang paling menyerap sinar UVB menggunakan blok Ming Oktil Metoksisinamat, Parsol 1789, Octisalate, dan Titanium dioksida. Ada beberapa agen kimia yang menyerap sinar UVA, seperti Parsol 1789; namun, tidak mampu untuk memblokir semua dari sinar UVA.

Oktil metoksisinamat merupakan senyawa sinamat dari kelompok bahan kimia minyak larut, menyerap cahaya dengan panjang gelombang dari 290 nm – 320 nm, dalam kisaran UVB. Bahan ini tidak melindungi dari UVA. Ketika terkena sinar matahari metoksisinamat oktil diubah menjadi bentuk yang kurang menyerap UV (dari E metoksisinamat-oktil--p-Z menjadi oktil-p-metoksisinamat). Konversi ini dapat dicegah dengan beberapa UV blocker tertentu lainnya, terutama bemotrizinol (Tinosorb M).

Etilheksil metoksisinamat adalah cairan bening yang tidak larut dalam air. Etilheksil metoksisinamat digunakan dalam formulasi berbagai jenis produk termasuk tabir surya dan produk make up yang mengandung bahan-bahan untuk melindungi kulit dari matahari. Di Amerika Serikat, produk ini diatur sebagai obat bebas (Over-the-Counter). Administrasi Obat dan Makanan (FDA) melakukan peninjauan OTC Etilheksil metoksisinamat menyetujui penggunaan bahan ini sebagai bahan aktif dalam produk tabir surya sampai dengan konsentrasi 7,5%. Di Kanada, Etilheksil metoksisinamat diijinkan dalam produk tabir surya pada konsentrasi hingga 8,5%.

Menurut petunjuk Kosmetika Uni Eropa, Etilheksil metoksisinamat dapat digunakan pada konsentrasi maksimum 10% pada produk tabir surya. Etilheksil metoksisinamat atau Octinoxate digunakan dalam produk yang diterapkan pada kulit untuk menyerap, mencerminkan atau menyebarkan sinar UV. Bahan ini berfungsi untuk melindungi kulit dari sinar matahari serta efek merusak lainnya dari cahaya matahari. Etilheksil metoksisinamat juga melindungi kosmetik dan produk perawatan pribadi dari kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV.


(21)

unsur difenilketon struktural, meningkatkan kelarutan keton dan mengubah kemampuannya untuk menyerap sinar ultraviolet. Bahan ini digunakan sebagai

photostabilizers produk kosmetik dan perawatan pribadi serta memiliki efek photoprotektif pada kulit bila digunakan dalam produk sunblock.

Benzofenon terdiri dari beberapa jenis antara lain Benzophenone-1, Benzofenon-3, Benzofenon-4, Benzofenon-5, Benzofenon-9 dan Benzofenon-11 yang berfungsi melindungi kosmetik dan produk perawatan pribadi dari kerusakan dengan menyerap, mencerminkan, atau memantulkan sinar UV. Benzofenon-3, terdaftar sebagai oksibenzon. Sebagai bagian dari produk sunblock, Benzofenon-3 melindungi kulit dari efek berbahaya dari matahari. Tereksposnya kulit yang tidak dilindungi (terutama dalam kisaran UV-B) dapat mengakibatkan kulit terbakar dan dapat mempercepat penuaan dini pada kulit bahkan dapat menyebabkan kanker kulit. Oksibenzon dapat digunakan pada konsentrasi hingga 10%.

Titanium dioksida memiliki rumus TiO2. Bahan ini digunakan dalam berbagai kosmetik dan produk perawatan pribadi yaitu makeup, sabun mandi, dan juga terdapat dalam produk-produk sunblock. Titanium dioksida merupakan bahan yang berasal dari mineral. Karena senyawa ini yang berasal dari tubuh bumi, kemungkinan mengandung sejumlah kecil logam berat. Tingkat logam berat dalam Titanium dioksida diatur oleh FDA (The Food and Drug Administration) dalam jumlah kecil dalam produk kosmetik atau perawatan sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Titanium dioksida bekerja sebagai pelindung sinar matahari dengan memantulkan radiasi UV. Produk ini mengurangi sengatan sinar matahari, penuaan kulit serta mengurangi risiko untuk kanker kulit. Titanium dioksida terdaftar sebagai CI 77891 dalam kosmetik direktif Uni Eropa dan dapat digunakan tanpa batasan sebagai bahan pewarna ketika kemurnian persyaratan terpenuhi. FDA juga telah menyetujui penggunaan Titanium dioksida untuk digunakan dalam sunblock pada konsentrasi hingga 25%.


(22)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari Februari 2011 sampai September 2011.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva S. litura, SlNPV,

sunblock komersil, daun kedelai, daun talas, buffer SDS 0,1%, kertas tisu, dan air destilata. Alat-alat yang digunakan adalah wadah pembiakan dan pemeliharaan S. litura, cawan petri, mikroskop stereo, lemari pendingin, pinset, mortar, hemositometer, pipet, tabung reaksi, sentrifus, otoklaf, timbangan digital, kuas, dan wadah plastik.

Metode Penyiapan suspensi SlNPV

Larva S. litura hasil pemeliharaan dikontaminasi dengan perlakuan kontaminasi pakan yang diberi virus NPV dari laboratorium. Larva yang terinfeksi dikumpulkan dan dibersihkan, kemudian digerus menggunakan mortar dan pistil di dalam buffer SDS 0,1% untuk mendapatkan suspensi kasar. Suspensi kasar yang diperoleh disentrifugasi dengan sentrifus (High speed micro refrigerated centrifuge Tommy 151) untuk memurnikan polihedra dan untuk memperoleh suspensi virus yang lebih halus dan lebih bersih dari berbagai macam kotoran ataupun dari sisa jaringan larva. Suspensi kasar disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 2 menit, kemudian supernatan dikumpulkan dan endapannya dibuang. Supernatan disentrifugasi lagi dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit, kemudian endapannya diambil dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 2 menit. Supernatan disentrifugasi kembali dengan tahapan yang sama seperti sebelumnya sampai diperoleh hasil berupa endapan akhir yang relatif bersih. Endapan akhir tersebut diresuspensi dengan akuades secukupnya. .Suspensi yang didapatkan kemudian diencerkan untuk


(23)

mempermudah penghitungan konsentrasi Polyhedra Inclusion Bodies (PIBs). Suspensi induk sebanyak 0,01 ml diencerkan dengan akuades sebanyak 0,99 ml untuk mendapatkan pengenceran 100 kali. Suspensi hasil pengenceran tersebut diambil dengan pipet tetes dan diteteskan pada hemositometer burker kemudian diamati dan dihitung konsentrasi polihedranya di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali (Gambar 1). Konsentrasi PIBs dalam suspensi induk yang diperoleh yaitu 4,35x107 PIBs/ml. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji toksisitas.

Gambar 1. Polihedra Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x

Penyiapan Serangga uji

Larva yang akan diuji dikoleksi dari lapangan kemudian dipelihara di laboratorium. Larva yang diperoleh dibiakkan dalam kotak serangga dan diberi pakan daun talas. Larva kemudian dipindahkan ke dalam wadah yang berisi serbuk gergaji untuk berpupa. Setelah larva menjadi pupa, pupa-pupa tersebut kemudian dipindahkan ke dalam wadah plastik. Serangga dewasa yang muncul dipindahkan ke dalam wadah plastik yang lebih besar yang diberi madu sebagai pakannya dan dipelihara hingga bertelur. Bagian dalam wadah plastik dilapisi dengan kertas buram sebagai tempat peletakan telur dan dikumpulkan hingga menetas. Larva yang digunakan adalah instar III yang sehat dengan ciri-ciri warna tubuh larva cerah dan tidak lembek, serta larva aktif bergerak.


(24)

Uji Toksisitas SlNPV

Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf konsentrasi efektif dari

SlNPV terhadap larva S. litura. Penentuan konsentrasi yang digunakan berdasarkan SlNPV dengan tingkat patogenisitas tertinggi yang dihitung dengan nilai LD50. Nilai LD50 (dosis yang mematikan 50% populasi) untuk larva instar III sebesar 4,86x 101 polihedra inclusion bodies (PIBs)/ml dan sebagai kontrol digunakan akuades.

Pengujian toksisitas SlNPV terhadap larva S. litura dilakukan dengan metode kontaminasi pakan. Ekstrak virus yang diuji dengan lima taraf konsentrasi mulai dari 4,35x107 PIBs/ml dengan pengenceran 10 kali hingga 4,35x103 PIBs/ml. Hal ini diharapkan dapat mengakibatkan kematian S. litura

10% sampai 100%. Metode kontaminasi pakan dilakukan dengan cara meneteskan 100µl SlNPV pada daun kedelai yang telah dipotong dengan ukuran 2 x 2 cm. Daun kontrol hanya ditetesi akuades. Daun perlakuan dan kontrol masing-masing sebanyak satu lembar dimasukkan ke dalam wadah plastik, kemudian satu larva instar tiga S. litura dimasukkan ke dalam wadah dan diulang tiga kali. Setiap ulangan terdiri atas 30 larva. Pakan diganti setiap hari dengan daun kedelai yang tidak mengandung NPV. Pengamatan dilakukan setiap hari selama delapan hari. Data hubungan konsentrasi dengan mortalitas diolah dengan program polo-pc.

Jika persentase kematian S. litura pada kontrol maksimal 5% maka dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus Abbott ( 1925) sebagai berikut : Pt = {(P0 – Pc)/(100 – Pc)} x 100%

Pt = % Kematian terkoreksi

P0 = % Kematian kumulatif pada perlakuan Pc = % Kematian kumulatif pada kontrol

Uji Efektivitas Bahan UV Protektan

Dalam penelitian ini, bahan UV protektan yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 jenis sunblock komersil yatu sunblock 1 dan sunblock 2. Kedua


(25)

yaitu 0,1% dan 0,5%. Setelah dilakukan pengujian awal, diperoleh dan digunakan konsentrasi yang diinginkan yaitu 0,5% untuk masing-masing sunblock.

Metode Pengujian

Pemaparan SlNPV dengan penambahan sunblock dilakukan di bawah sinar matahari langsung selama 0, ½, 1, dan 3 jam. Pengukuran terhadap intensitas sinar Ultraviolet dilakukan dengan menggunakan pengukur UV 290 - 390 nm (UV 340 Lutron). Percobaan ini terdiri atas tiga faktor perlakuan, faktor pertama yaitu penggunaan SlNPV dan tanpa SlNPV, faktor kedua yaitu sunblock komersil dengan konsentrasi 0,5%. Faktor ketiga yaitu waktu pemaparan di bawah sinar matahari langsung selama 0, ½, 1, dan 3 jam. Sunblock dicampurkan kedalam suspensi NPV hingga konsentrasi akhir UV protektan sebesar 5%. Konsentrasi NPV yang digunakan adalah 107 PIBs/ml.

Sebanyak 100 ml suspensi dituangkan ke dalam cawan petri berdiameter 14 cm. Cawan petri tersebut diletakan dalam keadaan terbuka di bawah sinar matahari langsung sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Daun kedelai segar berukuran 2 x 2 cm dicelupkan selama 5 detik kedalam suspensi NPV kemudian dikering anginkan selama 30 detik. Daun kedelai tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik yang sudah berisi larva S. litura instar III. Setelah pakan habis, diganti dengan daun-daun talas yang tidak diberi perlakuan virus dan diberikan sesuai kapasitas makan, sehingga larva tidak kekurangan pakan.

Kematian larva dicatat setiap hari hingga larva menjadi pupa. Persentase mortalitas larva dikoreksi dengan menggunakan rumus Abbott dengan formula seperti yang telah disebutkan pada percobaan sebelumnya.

Persentase mortalitas larva S. litura (%).

Pengamatan mortalitas dihitung setiap hari. Persentase mortalitas larva dihitung dengan menggunakan rumus :

P n x 100% N

Keterangan : P = Persentase mortalitas larva n = Jumlah larva yang mati N = Jumlah larva yang diuji.


(26)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 30 larva.

Faktor pertama adalah bahan tambahan sunblock.

K = H2O+H2O

S1 = H2O+sunblock 1 S2 = H2O+sunblock 2

V = NPV+H2O

VS1 = NPV+sunblock 1 VS2 = NPV+sunblock 2

Faktor yang kedua yaitu waktu pemaparan di bawah sinar matahari langsung yaitu:

T0 = 0 jam T1/2 = ½ jam T1 = 1 jam T3 = 3 jam

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan program Statistical Analisis System (SAS) for Windows versi 9.0 untuk memperoleh analisis ragam. Apabila terjadi perbedaan, dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata α = 0,05.


(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Pada Larva

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, penggunaan SlNPV pada S.litura

menyebabkan perubahan perilaku makan dari larva. Hal ini terlihat pada tiga hari setelah aplikasi. Larva menjadi lamban, tubuhnya membengkak, bagian toraks berwarna putih susu serta berwarna kehitaman pada bagian punggung. Untung (1993) menyatakan bahwa larva yang terserang NPV akan semakin malas bergerak dan pertumbuhannya menjadi lambat. Larva akan bergerak menuju pucuk tanaman. Ulat yang mati posisi tubuhnya seperti patah dan tergantung pada bagian tanaman.

Larva yang terinfeksi sering menggantung dengan kaki semu melekat pada ujung daun. Tubuh larva yang mati jaringan internalnya terdisintegrasi dan badan-badan inklusi tersebar sehingga hemolimfa menjadi keruh. Integumen dapat hancur bila hipodermis terinfeksi (Pionar dan Thomas 1984). Larva mati yang terinfeksi NPV akan mengeluarkan cairan berwarna kecoklatan dan hancur. Cairan tersebut merupakan cairan yang penuh dengan polihedra NPV.

Pengaruh Lama Penyinaran Sinar Matahari Terhadap Virulensi SlNPV

Intensitas UV yang diukur pada saat perlakuan penjemuran disajikan pada Gambar 1. Intensitas sinar UV dari mulai meningkat pada pukul 10.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB dengan tingkat rata-rata lebih dari 2000 µW/cm2. Intensitas tertinggi terjadi pada pukul 12.00 WIB. Hunter-Fujita et al.(1998) menyatakan bahwa sebagian besar sinar UV mengenai permukaan bumi antara pukul 09.00-15.00 waktu setempat. Perlakuan penjemuran dilakukan pada pukul 11.00-13.00 WIB karena pada waktu tersebut intensitas sinar UV berada pada tingkat tertinggi.


(28)

Gambar 2. Rata-rata intensitas sinar UV dari sinar matahari di Bogor pada bulan Juli 2011

Toksisitas SlNPV terhadap Larva S. litura Pada Berbagai Jenis Konsentrasi

Dari hasil pengujian terhadap beberapa tingkat konsentrasi, kematian larva

S. litura dimulai pada hari keempat hingga kedelapan setelah aplikasi. Kematian tertinggi terjadi pada konsentrasi 4,3 x 107 PIBs/ml sebesar 100 % dan kematian terendah terjadi pada 4,3 x 103 PIBs/ml sebesar 22 % (Gambar 3).

Gambar 3. Rata-rata kematian S. litura pada Berbagai tingkat Konsentrasi

SlNPV 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

9 10 11 12 13 14 15

waktu (WIB) In te n sita s s in ar UV ( µ W /c m 2)

y = 15.86x - 9.609 R² = 0.930

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 1 2 3 4 5 6 7

Log konsentrasi (PIBs/ml)

M o rta lita s ( % )


(29)

Tabel 1. Parameter toksisitas SlNPV terhadap larva S. litura dengan metode perlakuan pakan (berdasarkan mortalitas kumulatif larva instar tiga)

Taraf toksisitas Konsentrasi Regresi (Y) 1SK95(%) 2

LD50 (PIBs/ml) 48,6 0,835 + 0,072 31,0 - 73,5 2

LD95 (PIBs/ml) 4522,3 0,835 + 0,072 2280,7 - 11295,1 1

SK : Selang Kepercayaan

2

LD : Lethal concentration untuk tanggap mortalitas

Hasil analisis probit ini ditampilkan pada Tabel 1 dan diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 8.35X + 0,72. Rata-rata kematian yang dicatat merupakan hasil pengamatan hari kedelapan setelah aplikasi. Nilai LD50 dari SlNPV adalah 4,86 x 101 PIBs/ml dan LD95 adalah 4,52 x 103 PIBs/ml (Tabel 1).

Interaksi antara Penambahan Sunblock dan Waktu Pemaparan SlNPV

Tabel 2 (dalam lampiran) menunjukkan adanya interaksi antara penggunaan

SlNPV dan penambahan sunblock, penggunaan sunblock dengan lamanya penjemuran, penggunaan SlNPV dengan lamanya penjemuran, serta penggunaan

SlNPV, penambahan sunblock dan lamanya penjemuran.

Tabel 3. Rata-rata kematian larva S. litura setelah penggunaan SlNPV dan

sunblock pada pengamatan hari keenam.

*angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%

Waktu pemaparan

(jam)

mortalitas rata-rata kumulatif*(%) campuran penggunaan sunblock

kontrol sunblock 1

sunblock

2 SlNPV

SlNPV +

Sunblock 1

SlNPV +

Sunblock 2

0 0,00g 0,00g 0,00g 87,76b 100a 98,9a

½ 0,00g 0,00g 0,00g 68,90d 96,67a 87,76b 1 0,00g 0,00g 0,00g 56,67e 90,00b 86,67b 3 0,00g 0,00g 0,00g 47,76f 74,43c 66,67d


(30)

Rata-rata tingkat kematian S. litura setelah penggunaan SlNPV dan

sunblock disajikan dalam Tabel 3. Setiap perlakuan dibandingkan dengan uji Duncan dengan taraf nyata 5 %. Aplikasi virus tanpa penambahan sunblock dan perlakuan virus dengan penambahan sunblock memperlihatkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol baik dalam waktu pemaparan 0 jam, ½ jam, 1 jam maupun 3 jam.

Tingkat kematian S. litura setelah aplikasi SlNPV tanpa penggunaan

sunblock pada perlakuan 0 jam berbeda nyata dengan perlakuan pemaparan ½ jam, 1 jam dan 3 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan, maka virulensi NPV semakin menurun akibat pengaruh UV yang menyebabkan kerusakan polihedra yang mejadi pelindung partikel virus. Sajap et al. (2007) juga menyatakan bahwa SlNPV yang patogenik pada larva S. litura

mulai kehilangan keefektifannya setelah 12 jam pemaparan pada sinar matahari langsung.

Perlakuan SlNPV dengan penambahan sunblock 1 pada pemaparan 0 jam tidak berbeda nyata dengan pemaparan ½ jam, tetapi berbeda nyata dengan pemaparan 1 jam dan 3 jam. Perlakuan SlNPV dengan penambahan sunblock 2 pada pemaparan 0 jam berbeda nyata dengan pemaparan ½ jam, 1 jam dan 3 jam. Pemaparan ½ jam dan 1 jam pada perlakuan SlNPV dengan penambahan sunblock

2 pengaruhnya tidak berbeda nyata. Penambahan 0,5% sunblock, baik sunblock 1 maupun sunblock 2 pada SlNPV efektif dalam mempertahankan tingkat kematian larva S. litura yang terlihat dari tingginya tingkat kematian larva dibandingkan perlakuan SlNPV tanpa penggunaan sunblock. Bahan sunblock bahkan meningkatkan virulensi dari SlNPV. Hal ini diduga bahwa kedua bahan sunblock

memiliki sifat phagostimulant.

Phagostimulant merupakan bahan kimia yang memiliki pengaruh pada aktifitas makan serangga (Genc 2006). Mcfarlane (1985) menyatakan bahwa asam amino, gula, asam lemak, sterol dan vitamin dapat merangsang serangga untuk makan. Hasil penelitian Genc (2006) menunjukkan bahwa gula sukrosa dan heksosa merupakan nutrisi utama serangga dan berfungsi sebagai phagostimulant


(31)

Gambar 4. Regresi Laju Mortalitas Pada Berbagai Campuran Pelindung dengan empat waktu penjemuran

Dari pengujian SlNPV yang dilakukan dengan penambahan sunblock

sebagai pelindung virus pada beberapa waktu penyinaran yang berbeda

R² = 0.9985

R² = 0.9996

R² = 0.9985

0 20 40 60 80 100

0 2 4 6 8 10

VS1 VS2 V K S1 S2 0 JAM M o rta lita s ( % )

R² = 0.9995

R² = 0.9987

R² = 0.9998

0 20 40 60 80 100

0 2 4 6 8 10

VS1 VS2 V K S1 S2 M o rta lita s( % ) 1/2 JAM

R² = 0.9999 R² = 0.9997

R² = 0.9997 0 20 40 60 80 100

0 2 4 6 8 10

VS1 VS2 V K S1 S2 1 JAM M o rta lita s( % )

R² = 1

R² = 0.9997

R² = 0.9999

0 20 40 60 80 100

0 2 4 6 8 10

VS1 VS2

V K

S1 S2

Hari Setelah Aplikasi (HSA)

M o rta lita s( % ) 3 JAM


(32)

menunjukkan tingkat mortalitas larva S. litura yang tinggi mulai hari ketiga setelah aplikasi. Analisis regresi dilakukan berdasarkan data mortalitas hingga hari kesepuluh.

Dari grafik regresi laju mortalitas dengan empat waktu penjemuran, efektifitas bahan sunblock terlihat dari slope suatu grafik. Semakin curam grafik, maka semakin baik sunblock tersebut sebagai bahan tambahan. Pada pemaparan 0, ½, 1 dan 3 jam, penambahan sunblock 1 pada SlNPV paling efektif dalam mempertahankan laju mortalitas.

Selain adanya Phagostimulant, bahan kimia yang terdapat dari sunblock

berfungsi memantulkan sinar UV yang mengenainya. Dari hasil akhir penelitian, perlakuan dengan penambahan sunblock memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol ataupun perlakuan sunblock tanpa NPV. Selain bahan aktif Etilheksil metoksisinamat, komposisi sunblock 1 terdapat bahan pelindung lain yaitu Titanium dioksida. Farrar et al.(2004) menyatakan bahwa Titanium dioksida dapat memantulkan cahaya UV dan dapat meningkatkan persistensi polihedra Helicoverpa zea nucleopolyhedrovirus (HzNPV) di lapangan. Pada

sunblock 2, bahan pelindung lainnya ialah benzofenon-3. Bahan ini merupakan bahan kimia yang meredam UV dalam dalam rentang waktu yang singkat bila diaplikasikan tunggal. Benzophenon stabil dan lebih efektif bila diaplikasikan bersama dengan bahan pelindung lain. Bahan yang dapat menahan atau menyerap sinar UV dapat mempertahankan persistensi NPV setelah diaplikasikan di lahan. Hal tersebut sangat penting agar virus yang diaplikasikan pada daun dapat terjaga virulensinya dalam mengendalikan hama inang (Mehrvar et al. 2008)

Menurut Arifin et al. (1999) dosis dan bahan formulasi NPV yang efektif dan efisien ditentukan berdasarkan beberapa criteria, antara lain tingkat kematian ulat minimal yang mencapai 70%, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat kematian 70% relatif singkat, tingkat kerusakan daun yang diakibatkan oleh ulat yang bertahan hidup relatif rendah, dosis yang diperlukan cukup ekonomis dan bahan formulasi yang digunakan mudah diaplikasikan.


(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 0,5% sunblock baik

sunblock 1 dan sunblock 2 mampu melindungi keefektifan NPV dengan rata-rata mortalitas mencapai 100%. Sunblock 1 dan 2 dapat dijadikan UV protektan. Tantangan kelemahan SlNPV terhadap sinar matahari saat aplikasi di lapangan dapat diatasi dengan penambahan sunblock ini. Selain tersedia dimana saja, harga dari sunblock tidak terlalu mahal sehingga dapat digunakan dan diaplikasikan oleh siapa saja.

Saran

Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut dengan mengaplikasikan di lapangan dan mencari serta menggunakan bahan alam lainnya sebagai UV protektan dalam aplikasi di lapangan.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott WS. 1925. A method of computing the effectiveness of insecticide. J Econ Entomtol 18: 265-267.

Adisarwanto & Widianto, R. 1999.Meningkatkan Hasil PanenKedelai di Lahan Sawah-Kering-Pasang Surut. Jakarta: Swadaya.

Arifin, M. 1991. Bioekologi, serangan dan pengendalian hama pemakan daun kedelai. Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai.Malang, 8-11 Agustus 1991.

Arifin M, Villayanti I, Alwi A. 1999. Keefektifan SlNPV pada berbagai bahan formulasi terhadap ulat grayak, Spodoptera litura (F.) pada kedelai. Seminar Nasional PEI Bogor 16 Feb.1999:149 – 158.

Armes, N.J., D.R. Jadhav, dan P.A. Lonergan. 1995. Insecticide resistance in

Helicoverpa (Hubner): status and prospects for its management in India. Dalam Challenging the future: Constable. GA and NW Forrester, editor. Proceedings of the World Cotton Conference I, Brisbane, Australia, February 14-17 1994. Melbourne: CSIRO. Hal: 522-533.

Ballard J, Elis DJ and Payne CC. 2000. Role of formlarvaion additives in increasing the potency of Cyndia pomonella granulovirus for codling moth larvae, in laboratory and field experiment. Boicontrol Science and Tecnology 10. Hal: 627-640.

Bedjo. 2005. Potensi, Peluang, dan Tantangan Pemanfaatan Spodoptera litura

Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) untuk Pengendalian Spodoptera litura

Fabricius pada Tanaman Kedelai. http://plasmanutfah.litbang.deptan.go.id. [30 november 2010]

CAB INTERNASIONAL. 2000. Crop protection Compendium. Wallingford: UK.

Daniati M. 2010. Penggunaan Ekstrak Umbi Bengkuang Pachyrhizus erosus (L) Urban Sebagai Pelindung Ultraviolet untuk Spodoptera litura

Nucleopolyhedrovirus (SlNPV) [skripsi]. Bogor, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 1985. Pengenalan Jasad Pengganggu Tanaman Palawija. Jakarta: Dirjen Pertanian Tanaman Pangan.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 1996. Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SINPV) sebagai Sarana Pengendali Hayati terhadap Ulat Grayak pada Tanaman Kedelai. Jakarta: Dirjen Pertanian Tanaman Pangan.


(35)

Dougherty EM, Guthrie KP, Shapiro M. 1996. Optical provide baculovirus activity enhancement and UV radiation protection. Biocont 7; 4:71-74. Endo,S. Sutrisno, I.M. Samudra, A. Nugraha, J. Soejitno, and T. Okada. 1988.

Insecticide Susceptibility of Spodoptera litura F. collected from three location in Indonesia. Seminar BORIF, 24 June 1988. Hal: 18.

Farrar RR Jr, Shapiro M, Javaid I. 2004. Photostabilized Titanium dioxide and a fluorescent brightener as adjuvants for a nucleopolyhedrovirus. Biocontrol

48;4: 543-560.

Federici BA. 1999. Naturally occurring baculoviruses for insect pest control. Dalam Biopesticides Use and Delivery.Hall FR, Julius JM, editor. New Jersey: Humana Press. Hal: 301-320.

Genc H. 2006. General principles of insect nutrional ecology. Trakya Univ J Sci

7; 1: 53-57.

Granados RR, federici BA. 1986a. The Biologi of Baculovirus.volume I,

Biological Properties and Molecular Biology. Florida: CRC Press.

Granados RR, federici BA. 1986b. The Biologi of Baculovirus.volume II,

Practikcal Application for Insect Control. Florida: CRC Press.

Hoffmann MP, Frodsham AC. 1993. Natural enemies of vgetable insect pest. New York: Cooperative Extention, Cornell University. Hal: 63.

Hunter-Fujita FR, Entwistle RF, Evans HF, Crook NE. 1998. Insect Viruses and Pest Management. New York: John Wiley & Son, Inc. Hal: 620.

Ignoffo CM, Cough TL. 1981. The nuclepolyhedrosis virus of Heliothis spp. as a microbial insecticide in Burges HP (Ed.) Microbial Control of Pest and Plant diseases 1970-1980. New York: Academic press London. Hal: 29-362.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Van der Lann PA, penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: de Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Lacey LA, Frutos R, Kaya HK, Vail P. 2001. Insect patogens as biological control agents: do they have a future?.Biol Cont 21: 230-248.

Lasa R, Ruiz-Portero C, Alcazar MD, Belda JE, Caballero P, William T. 2007. Efficacy of optical brightener formulations of Spodoptera exigua multiple nucleopolyhedrovirus (SeMNPV) as a biological in greenhouse of Southern Spain. Boil Cont 40: 89-96.


(36)

Maddox JV. 1982. Use of disease in Pest Management. Dalam Introduction to insect pest management. R.L. Metcalf and Luckmann W, editor. New York: John Wiley and Sons, Inc. Hal 198-233.

Mcfarlane JE. 1985. Nutrition and digestive organs. Dalam Fundamentals of Insect Physiology. Blum MS, editor. New York: John Wiley & Sons, Inc. Hal: 598.

Mcintosh AH, Grasela JJ, Lua L, dan Braunagel SC. 2004. Demonstration of the protective effects of fluorescent proteins in baculoviruses exposed to ultraviolet light inactivation Journal of Insect Science 31: 1-9. 2004 published by: university of wisconsin library.

Mehrvar A, Rabindra RJ, Veenakumari K, Narabenchi GB. 2008. Evaluation of adjuvants for increased of HearNPV against Helicoverpa armigera

(Hubner) using suntest machine. J Biol Sci 1-8.

Narayanan K. 2004. Insect defence: its impact on microbial cantrol of insect pests. Current Sci 86; 6:800-814.

Pionar OG Jr, Thomas GM. 1984. Laboratory Guide to Insect Patogens and Parasites. New York: Plenum Press. Hal: 392.

Purnomo. 1991. Pengaruh sublaten NPV terhadap biolog Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Nuctuidae). Jurnal Litbang Pertanian 2: 34-40.

Pracaya. 2007. Hama Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sajap AS, Bakir MA, Kadir HA and Samad NA. 2007. Effect of pH, rearing temperature and sunlight on infectivity of Malaysian isolate of nucleopolyhedrovirus to larvae of Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). [Abstrak]. Jurnal Tropical Insect Science.27: 108-113. Sajap AS, Bakir MA, Kadir HA dan Samad NA. 2008. Efficacy of selected

adjuvants for protecting Spodoptera litura nucleopolyhedrovirus from sunlight inactivation. Jurnal of Asian-Pacific Entomology.12: 85-88.

Shapiro M, Salamouny SE, Shepard BM. 2008. Green tea extracts as ultraviolet protectants for the beet armyworm, Spodoptera exigua

nucleopolyhedrovirus. Biocon Sci Tech 18: 591-603. Smits KM. 1967. Insect Vyrology. San Diego: CPC Press.

Tanada Y, HK Kaya. 1993. Insect Pathology. California: Academic Press.

Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta : Gajahmada University Press.


(37)

LAMPIRAN

Lampiran. Foto-foto penelitian

Larva yang sehat (Gambar A dan B)

A B

C

D

Spodoptera litura yang terserang NPV (Gambar C dan D)


(38)

Tabel 2. Sidik ragam Interaksi antara perlakuan SlNPV dengan penambahan

sunblock (S1 dan S2) dan waktu pemaparan

Sumber Db JK KTG F hitung P

Virus 1 10416.05556 10416.05556 10416.1 <.0001

sunblock 2 187.52778 93.76389 3.04 <.0001

virus*sunblock 2 187.52778 93.76389 2.71 <.0001

Penjemuran 3 223.61111 74.53704 1.96 <.0001

virus*penjemuran 3 223.61111 74.53704 1.98 <.0001

sunblock*penjemuran 6 22.80556 3.80093 0.75 0.0035

virus*sunblock*penjemuran 6 22.80556 3.80093 0.74 0.0035

Galat 48 48.00000 1.00000

Total 71 11331.94444


(39)

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN SUNBLOCK KOMERSIL

SEBAGAI PELINDUNG ULTRAVIOLET untuk Spodoptera

litura NUCLEOPOLYHEDROVIRUS (SlNPV)

ELLYTA SARIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(40)

ABSTRAK

ELLYTA SARIANI. Keefektifan Penggunaan Sunblock Komersil sebagai Pelindung Ultraviolet untuk Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.

Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan hama dengan rentang tanaman inang yang luas. Saat ini dikembangkan penggunaan virus patogen yaitu Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). Kendala utama pemanfaatan SlNPV dilapangan ialah menurunnya virulensi virus akibat sinar ultraviolet yang merusak polihedra virus. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mencari alternatif UV protektan dengan menggunakan bahan yang mudah diperoleh secara komersil di toko. Diketahui bahwa sunblock melindungi kulit manusia dari sinar ultraviolet, maka dilakukan percobaan penggunaan sunblock

sebagai UV protektan. Kedua jenis sunblock yaitu sunblock 1 dan sunblock 2 dengan konsentrasi 0,5% ditambahkan pada suspensi SlNPV lalu dipaparkan dibawah sinar matahari dengan 4 jenis waktu pemaparan yaitu 0, ½, 1, dan 3 jam. Suspensi tersebut diaplikasikan pada daun kedelai dengan metode kontaminasi pakan. Daun yang telah dicelup pada suspensi dimasukkan kedalam wadah plastik yang telah diisi larva instar III S. litura. Pengamatan terhadap kematian larva dilakukan setiap hari hingga larva mati atau menjadi pupa. Penambahan

sunblock pada SlNPV memberikan pengaruh yang nyata sebagai pelindung ultraviolet. Hal ini disebabkan karena adanya bahan phagostimulant dan bahan aktif dari masing-masing sunblock, pada sunblock 1 yaitu Etilheksil Metoksisinamat dan pada sunblock 2 yaitu Oktil Metoksisinamat. Selain itu, terdapat bahan kimia lainnya seperti Titanium dioksida dan Benzofenon 3 yang mempertahankan virulensi NPV dan melindunginya dari UV dengan memantulkan sinar yang mengenainya.


(41)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama penting pada tanaman kedelai. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 85%, bahkan dapat menyebabkan kegagalan panen (puso). Hama ini bersifat polifag danmenyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif S. litura memakan daun tanaman yang muda sehingga tinggal tulang daun saja dan pada fase generatif dengan memangkas polong–polong muda (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 1985). Serangan berat dari hama ini biasanya terjadi pada awal musim penghujan setelah musim kering yang panjang. Hama ini tersebar di Asia, Pasifik dan Australia (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 1996).

Pengendalian S. litura pada saat ini masih mengandalkan insektisida kimia, dan cara ini berdampak buruk terhadap fungsi dan kelangsungan hidup makhluk lainnya, termasuk musuh alami seperti parasitoid dan predator. Penggunaan insektisida dapat menimbulkan masalah resistensi maupun resurjensi terhadap ulat grayak maupun hama lainnya, digunakan cara pengendalian alternatif yaitu dengan pemanfaatan patogen serangga. Patogen serangga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mengatur populasi serangga di alam (Lacey et al. 2001). Patogen serangga memiliki kisaran inang yang sempit, tidak berdampak negatif terhadap parasitoid, predator, dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa patogen yang digunakan untuk mengendalikan hama antara lain cendawan, bakteri, dan virus untuk menekan peningkatan populasi hama.

Salah satu patogen yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida untuk pengendalian ulat grayak yaitu Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa SlNPV berpotensi dalam mengendalikan ulat grayak. Kekurangan dari penggunaan SlNPV adalah menurunnya keefektifan virus jika terpapar sinar ultraviolet. Menurut Granados dan Federici (1986) salah satu kelemahan utama dalam penggunaan mikroorganisme sebagai insektisida adalah menurunnya virulensi mereka setelah terpapar sinar matahari langsung terutama sinar ultraviolet. Untuk mempertahankan virulensinya, perlu


(42)

ditambahkan bahan yang mampu melindungi partikel NPV terhadap sinar ultraviolet matahari ( Federici dalam Hall & Julius 1999).

Sebelumnya pernah dilakukan pengujian dengan beberapa bahan tambahan untuk melindungi NPV dari sinar matahari antara lain Tinopal, gula sederhana, minyak kelapa, dan riboflavin (Sajap et al. 2008). Gula, seperti sukrosa, fruktosa dan sorbitol, juga telah digunakan sebagai UV protektan untuk mempertahankan virulensi NPV (Ballard et al. 2000). Daniati (2010) melaporkan bahwa bengkuang efektif melindungi NPV dari sinar Ultraviolet. Bengkuang banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam sunblock pemutih kulit. Bahan UV protektan nabati tidak selalu dapat diperoleh dengan mudah sehingga dalam penelitian ini dicari bahan UV protektan alternatif yang biasa terdapat dalam

sunblock. \ Sunblock yang digunakan merupakan bahan yang mudah diperoleh secara komersial di toko.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif UV protektan dengan menggunakan bahan yang mudah diperoleh secara komersil di toko.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan bahan alternatif UV protektan yang mudah diperoleh secara komersial bagi SlNPV.

Hipotesis


(43)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Ekologi Spodoptera litura

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama daun yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar,kentang, dan lain-lain. Spodoptera litura disebut sebagai ulat grayak karena ulat ini dalam jumlah yang besar (mencapai ribuan) beramai-ramai menyerbu dan memakan tanaman pada malam hari dan tanaman akan habis dalam waktu yang singkat (Pracaya 2007). Ulat dan imago S. litura hanya keluar pada malam hari dan bersembunyi pada waktu siang hari, menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif yaitu memakan daun tanaman yang muda sehingga tinggal tulang daun saja dan pada fase generatif dengan memangkas polong– polong muda (Direktorat PerlindunganTanaman Pangan 1985). Menurut Adisarwanto & Widianto (1999) serangan S. litura menyebabkan kerusakan sekitar 12,5% dan lebih dari 20% pada tanaman umur lebih dari 20 hst.

Spodoptera litura digolongkan ke dalam ordo Lepidoptera famili Noctuidae, dan termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari 4 stadia hidup, yaitu telur, larva, kepompong, dan imago (Kalshoven 1981

).

Ngengat bertelur dalam 2-6 hari. Telur diletakkan dalam kelompok telur dengan bentuk yang bermacam-macam dan tertutupi oleh bulu-bulu halus sebagai pelindung telur. Masing-masing kelompok telur berisi ±350 butir. Telur akan menetas sesudah 3-5 hari.

Stadia larva terdiri atas lima instar dan instar yang sangat berbahaya bagi tanaman adalah instar III dan IV. Larva instar I dan II akan tinggal berkelompok di sekitar kulit telur dan memakan epidermis daun bagian bawah (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 1985). Larva muda berwarna kehijauan umumnya mempunyai dua bintik hitam dengan bentuk bulan sabit pada ruas abdomen keempat dan kesepuluh yang dibatasi oleh alur-alur lateral dan dorsal berwarna kuning yang memanjang sepanjang badan (Kalshoven 1981). Larva instar akhir akan memakan helaian daun sehingga tinggal tulang-tulang daun saja dan juga memakan bunga dan polong muda (Arifin 1991). Lama stadia larva berkisar antara 20-26 hari (Departemen Pertanian 1981). Hama ini suka bersembunyi di


(44)

tempat gelap. Biasanya larva bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis daunnya menuju tanaman lainnya.

Setelah dewasa ulat mulai berkepompong di dalam tanah dan pupanya terbungkus tanah. Pupa berbentuk oval memanjang berwarna coklat muda dan mengkilap, dan pada saat akan menjadi imago, pupa menjadi berwarna coklat kehitaman. Pupa bertipe obtekta dan berada didalam tanah dengan kedalaman 1 cm dari permukaan tanah. Lamanya masa berpupa adalah 5-8 hari tergantung dari ketinggian tempat. Imago memiliki panjang tubuh 10-14 mm dengan jarak rentang sayap 24-30 mm. Sayap depan berwarna putih keabu-abuan, pada bagian tengah sayap depan terdapat 3 pasang bitik berwarna keperakan dan sayap belakang berwarna putih dengan bagian tepi berwarna coklat gelap (Kalshoven 1981). Setelah menjadi imago, hama ini bisa terbang sejauh 5 km pada malam hari.

Pengendalian Spodoptera litura

Dalam Pracaya 2007, pengendalian yang dilakukan oleh petani antara lain secara teknis yaitu dengan mengambil telur dengan daun tempat menempelnya sebelum telur menetas; secara kimiawi yaitu dengan menggunakan insektisida Azodrin; secara sanitasi yaitu dengan pembersihan gulma disekitar tanaman dan pembuatan perangkap ulat grayak.

Sampai saat ini pengendalian S. litura masih mengandalkan insektisida kimia, dan cara ini berdampak buruk terhadap fungsi dan kelangsungan hidup musuh alami serangga. Selain itu penggunaan insektisida dapat menimbulkan masalah resistensi maupun resurgensi terhadap ulat grayak maupun hama lainnya (Endo et al. 1988) dan mengakibatkan munculnya hama-hama yang sudah lama menghilang sebagaimana dengan munculnya hama baru (Armes et al., 1995). Oleh karena itu digunakan cara pengendalian alternatif yaitu dengan pemanfaatan patogen serangga.

Patogen yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida untuk pengendalian ulat grayak yaitu Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV). SlNPV berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati karena memiliki sifat menguntungkan yaitu (a) mempunyai daya bunuh spesifik, (b) tidak berdampak


(45)

negatif terhadap serangga bukan sasaran seperti parasitoid dan predator, (c) tidak mencemari lingkungan hidup dan persisten di alam, (d) efektif juga terhadap serangga yang telah resisten terhadap insektisida kimiawi dan (e) kompatibel dengan komponen pengendalian hama yang lain termasuk insektisida kimia (Bedjo 2005).

Struktur dan Morfologi NPV

Nucleopolyhedrovirus (NPV) termasuk dalam family Baculoviridae. NPV merupakan patogen yang berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan sejumlah arthropoda. Dari beberapa genera yang menyerang arthropoda, NPV merupakan genus terpenting karena sekitar 40% jenis virus yang dikenal menyerang serangga termasuk dalam genus ini. NPV pada umumnya menyerang ordo Lepidoptera (86%), Hymenoptera (7%) dan Diptera (3%). Selain itu virus juga telah diketahui menyerang ordo Coleoptera, Trichoptera dan Neuroptera. Umumnya NPV menginfeksi stadia larva Lepidoptera, dan sedikit sekali laporan yang menyebutkan bahwa NPV dapat menginfeksi pupa dan imago. Sebagian besar NPV bersifat spesifik inang sehingga penamaan NPV disesuaikan dengan nama inang dimana pertama kali diisolasi dan diidentifikasi (CAB 2000).

Nucleopolyhedrovirus bereplikasi didalam inti sel serangga inang. Agar NPV dapat menginfeksi sel serangga inang maka polihedra harus tertelan bersama pakan yang dikonsumsinya. NPV berbentuk batang dan terdapat di dalam badan oklusi yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat di dalam inti sel yang rentan, seperti hemolimfa, badan lemak, hipodermis, dan matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5-15 µm dan mengandung partikel virus yang disebut virion (Tanada dan Kaya, 1993). Virion berbentuk batang, berukuran 40-70 nm X 250-400 nm, dan berisi nukleokapsid yang mengandung molekul deoxy-ribonucleic acid (DNA) (Smits 1967). Virion yang mengandung satu nucleokapsid disebut single-enveloped NPV, sedangkan yang mengandung beberapa nukleokapsid disebut multiple-enveloped NPV tergantung jenis NPV (Maddox 1982). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat di bawah mikroskop elektron dengan pengecatan negatif atau dengan teknik irisan jaringan yang terinfeksi NPV.


(46)

Proses dan Gejala Infeksi

Nucleopolyhedrovirus biasanya ditemukan pada permukaan tanaman dan tanah. Saat termakan oleh ulat dan masuk ke dalam saluran pencernaan yang memiliki pH tinggi (>10), polihedra akan pecah melepaskan virion infektif. Virion yang terlepas dari matrik protein menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh dan memulai infeksi ke dalam sel – sel saluran pencernaan ulat yang rentan. Untai DNA bereplikasi didalam inti sel (Dirjenbun, 2010).

Dalam waktu 1-2 hari setelah polihedra tertelan, hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh. Ulat tampak berminyak, disertai membran integumen yang membengkak dan warna tubuh menjadi pucat-kemerahan, terutama pada bagian perut kemudian akan menghitam. Kemampuan makan ulat menurun, sehingga pertumbuhannya lambat. Ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati menggantung dengan posisi terbalik dengan tungkai semu pada pucuk tanaman. Hoffmann & Frodsham (1993) mengatakan bahwa penyakit yang diakibatkan oleh infeksi NPV sering disebut penyakit layu ulat (caterpillar wilt) atau penyakit ulat ujung pohon (tree top). Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan disintegrasi, sehingga sangat rapuh. Apabila integumen robek, dari dalam tubuh ulat keluar cairan hemolimfa berwarna putih-kecoklatan yang mengandung polihedra. Ulat muda (instar I-III) mati dalam 2 hari, sedangkan ulat tua (instar IV-VI) dalam 4-9 hari setelah polihedra tertelan (lgnoffo dan Couch, 1981). Sebelum mati, ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan yang diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan kemampuan makan dari ulat grayak yang mencapai 84%. Infeksi juga dapat terjadi pada larva instar awal akibat kontaminasi pada telur. Hal ini tejadi karena larva yang keluar akan memakan korion untuk membuat lubang. Apabila korion mengandung NPV, virus ini masuk kedalam tubuh larva dan menginfeksi organ tubuhnya maka kematian akan terjadi 1-2 hari kemudian (Narayanan 2004).


(47)

Kelemahan Pemanfaatan SlNPV Untuk Pengendalian Spodoptera litura

Beberapa keunggulan penggunaan NPV untuk mengendalikan hama tanaman dibandingkan dengan insektisida kimia antara lain efektif mengendalikan hama sasaran, spesifik inang sehingga tidak berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup musuh alami dan serangga berguna lainnya serta dihasilkannya inokulum yang dapat mengendalikan populasi hama selanjutnya (Lacey et al. 2001).

Dalam pemanfaatannya, bioinsektisida SlNPV mempunyai beberapa kelemahan. Hal ini merupakan tantangan yang harus dapat diatasi sehingga keefektifannya dapat dipertahankan. Beberapa kelemahan pada saat diaplikasikan di lapangan antara lain SlNPV peka terhadap pengaruh sinar matahari terutama sinar ultraviolet; kecepatan dalam mematikan inang relatif rendah yaitu 3-9 hari sehingga selama waktu tersebut larva yang telah terinfeksi masih bisa menimbulkan kerusakan walaupun intensitasnya menurun; SlNPV kurang efektif terhadap larva yang berukuran besar; dan penggunaan SlNPV ini memerlukan ketepatan waktu aplikasi yaitu pada waktu pagi (06.00-08.00) maupun sore hari (16.00 – 18.00) (Bedjo, 2005).

Menurut Granados dan Federici (1986) Salah satu kelemahan utama dalam penggunaan mikroorganisme sebagai insektisida adalah ketidakaktifan mereka setelah terpapar sinar matahari langsung terutama sinar ultraviolet. Dengan panjang gelombang 280 - 320 nm, UV B merupakan penyebab utama ketidakaktifan mikroba (Jacques 1977; Jones dan McKinley 1986 dalam

McIntosh AH et al, 2004). Ultraviolet A (320-400 nm) dapat juga berkontribusi terhadap penurunan keefektifan Baculovirus (Shapiro dan Domek 2002 dalam

McIntosh et al. 2004) dan UV C (250-280 nm) lebih merusak DNA. Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus, yang sangat patogenik untuk larva S. litura mulai kehilangan keefektifannya setelah 12 jam paparan sinar matahari langsung (Sajap

et al. 2007).

Seperti yang diungkapkan oleh Young (2003) dalam Bedjo (2005) bahwa NPV tidak tahan terhadap radiasi sinar ultraviolet maka berbagai upaya telah dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja NPV di lapangan yaitu dengan manambahkan bahan perekat, perangsang makan, pemicu


(48)

kinerja dan mencampur dengan bahan tambahan (adjuvant) yang dapat melindungi NPV terhadap sinar ultraviolet (CAB 2000).

Beberapa bahan yang telah diuji untuk mempertahankan persistensi NPV terhadap paparan sinar ultraviolet antara lain penambahan pencerah flourescen pada Lymantria dispar NPV(dougherty et.al 1996), dan pada S. exigua NPV (Lasa

et al. 2007), penambahan adjuvan pada H. armigera NPV (HaNPV) (Mehrvar et al. 2008), penambahan ekstrak teh hijau pada S. exigua NPV (SeNPV) (Shapiro et al 2008) dan penambahan Titanium dioksida (TiO2) pada Helicoverpa zea

nucleopolyhedrovirus (HzNPV) (Farrar et.al 2004). Farrar et al. (2004) menyatakan bahwa Titanium dioksida dapat memantulkan cahaya UV dan dapat meningkatkan persistensi polihedra Helicoverpa zea Nucleopolyhedrovirus (HzNPV) dilapangan. Selain itu, pendekatan yang telah digunakan dengan harapan penurunan keefektifan oleh UV B adalah penambahan UV protektan, seperti pewarna dan optik brighteners untuk formulasi (Shapiro dan Vaughn 1995

dalam McIntosh AH et al. 2004). Sel-sel serangga dapat melindungi virus dari ketidakaktifan oleh UV B (Grasela et al. 2002 dalam McIntosh et al. 2004).

Bahan pelindung alami juga diujicobakan untuk melindungi NPV dari paparan UV seperti Tinopal, gula sederhana, minyak kelapa, riboflavin (Sajap et al. 2008), polyvinil, tween 80, kaolin, tetes tebu, dan sukrosa (Bedjo 2005). Gula, seperti sukrosa, fruktosa dan sorbitol, juga dapat meningkatkan keefektifan NPV (Ballard et al. 2000).

Bahan Kimia Pelindung Radiasi Ultraviolet

Radiasi UV adalah bagian dari spektrum elektromagnetik (cahaya) yang mencapai bumi dari matahari. Radiasi ini memiliki panjang gelombang yang lebih pendek daripada cahaya tampak, sehingga tak terlihat dengan mata telanjang. Panjang gelombang ini diklasifikasikan sebagai UVA, UVB, dan UVC. Ultraviolet A terpanjang dari ketiga jenis UV, di 320-400 nm. UVA dibagi menjadi dua rentang panjang gelombang, UVA, yang mengukur 340-400 nm dan UVA II membentang dari 320-400 nm. UVB berkisar antara 290 dan 320 nm. Dengan sinar yang lebih pendek, UVC diserap oleh lapisan ozon dan tidak mencapai bumi (Epstein dan Wang 2011).


(49)

Tabir surya merupakan penghalang antara kulit dan matahari, dapat berupa fisik, kimia atau keduanya. Tabir surya terbuat dari bahan kimia yang dapat menyerap panjang gelombang spesifik dari spektrum matahari. Pelindung fisik seperti seng oksida, mencerminkan sinar UVA, sedangkan pelindung kimia yang paling menyerap sinar UVB menggunakan blok Ming Oktil Metoksisinamat, Parsol 1789, Octisalate, dan Titanium dioksida. Ada beberapa agen kimia yang menyerap sinar UVA, seperti Parsol 1789; namun, tidak mampu untuk memblokir semua dari sinar UVA.

Oktil metoksisinamat merupakan senyawa sinamat dari kelompok bahan kimia minyak larut, menyerap cahaya dengan panjang gelombang dari 290 nm – 320 nm, dalam kisaran UVB. Bahan ini tidak melindungi dari UVA. Ketika terkena sinar matahari metoksisinamat oktil diubah menjadi bentuk yang kurang menyerap UV (dari E metoksisinamat-oktil--p-Z menjadi oktil-p-metoksisinamat). Konversi ini dapat dicegah dengan beberapa UV blocker tertentu lainnya, terutama bemotrizinol (Tinosorb M).

Etilheksil metoksisinamat adalah cairan bening yang tidak larut dalam air. Etilheksil metoksisinamat digunakan dalam formulasi berbagai jenis produk termasuk tabir surya dan produk make up yang mengandung bahan-bahan untuk melindungi kulit dari matahari. Di Amerika Serikat, produk ini diatur sebagai obat bebas (Over-the-Counter). Administrasi Obat dan Makanan (FDA) melakukan peninjauan OTC Etilheksil metoksisinamat menyetujui penggunaan bahan ini sebagai bahan aktif dalam produk tabir surya sampai dengan konsentrasi 7,5%. Di Kanada, Etilheksil metoksisinamat diijinkan dalam produk tabir surya pada konsentrasi hingga 8,5%.

Menurut petunjuk Kosmetika Uni Eropa, Etilheksil metoksisinamat dapat digunakan pada konsentrasi maksimum 10% pada produk tabir surya. Etilheksil metoksisinamat atau Octinoxate digunakan dalam produk yang diterapkan pada kulit untuk menyerap, mencerminkan atau menyebarkan sinar UV. Bahan ini berfungsi untuk melindungi kulit dari sinar matahari serta efek merusak lainnya dari cahaya matahari. Etilheksil metoksisinamat juga melindungi kosmetik dan produk perawatan pribadi dari kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV.


(50)

unsur difenilketon struktural, meningkatkan kelarutan keton dan mengubah kemampuannya untuk menyerap sinar ultraviolet. Bahan ini digunakan sebagai

photostabilizers produk kosmetik dan perawatan pribadi serta memiliki efek photoprotektif pada kulit bila digunakan dalam produk sunblock.

Benzofenon terdiri dari beberapa jenis antara lain Benzophenone-1, Benzofenon-3, Benzofenon-4, Benzofenon-5, Benzofenon-9 dan Benzofenon-11 yang berfungsi melindungi kosmetik dan produk perawatan pribadi dari kerusakan dengan menyerap, mencerminkan, atau memantulkan sinar UV. Benzofenon-3, terdaftar sebagai oksibenzon. Sebagai bagian dari produk sunblock, Benzofenon-3 melindungi kulit dari efek berbahaya dari matahari. Tereksposnya kulit yang tidak dilindungi (terutama dalam kisaran UV-B) dapat mengakibatkan kulit terbakar dan dapat mempercepat penuaan dini pada kulit bahkan dapat menyebabkan kanker kulit. Oksibenzon dapat digunakan pada konsentrasi hingga 10%.

Titanium dioksida memiliki rumus TiO2. Bahan ini digunakan dalam berbagai kosmetik dan produk perawatan pribadi yaitu makeup, sabun mandi, dan juga terdapat dalam produk-produk sunblock. Titanium dioksida merupakan bahan yang berasal dari mineral. Karena senyawa ini yang berasal dari tubuh bumi, kemungkinan mengandung sejumlah kecil logam berat. Tingkat logam berat dalam Titanium dioksida diatur oleh FDA (The Food and Drug Administration) dalam jumlah kecil dalam produk kosmetik atau perawatan sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Titanium dioksida bekerja sebagai pelindung sinar matahari dengan memantulkan radiasi UV. Produk ini mengurangi sengatan sinar matahari, penuaan kulit serta mengurangi risiko untuk kanker kulit. Titanium dioksida terdaftar sebagai CI 77891 dalam kosmetik direktif Uni Eropa dan dapat digunakan tanpa batasan sebagai bahan pewarna ketika kemurnian persyaratan terpenuhi. FDA juga telah menyetujui penggunaan Titanium dioksida untuk digunakan dalam sunblock pada konsentrasi hingga 25%.


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 0,5% sunblock baik sunblock 1 dan sunblock 2 mampu melindungi keefektifan NPV dengan rata-rata mortalitas mencapai 100%. Sunblock 1 dan 2 dapat dijadikan UV protektan. Tantangan kelemahan SlNPV terhadap sinar matahari saat aplikasi di lapangan dapat diatasi dengan penambahan sunblock ini. Selain tersedia dimana saja, harga dari sunblock tidak terlalu mahal sehingga dapat digunakan dan diaplikasikan oleh siapa saja.

Saran

Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut dengan mengaplikasikan di lapangan dan mencari serta menggunakan bahan alam lainnya sebagai UV protektan dalam aplikasi di lapangan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott WS. 1925. A method of computing the effectiveness of insecticide. J Econ Entomtol 18: 265-267.

Adisarwanto & Widianto, R. 1999.Meningkatkan Hasil PanenKedelai di Lahan Sawah-Kering-Pasang Surut. Jakarta: Swadaya.

Arifin, M. 1991. Bioekologi, serangan dan pengendalian hama pemakan daun kedelai. Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai.Malang, 8-11 Agustus 1991.

Arifin M, Villayanti I, Alwi A. 1999. Keefektifan SlNPV pada berbagai bahan formulasi terhadap ulat grayak, Spodoptera litura (F.) pada kedelai. Seminar Nasional PEI Bogor 16 Feb.1999:149 – 158.

Armes, N.J., D.R. Jadhav, dan P.A. Lonergan. 1995. Insecticide resistance in Helicoverpa (Hubner): status and prospects for its management in India. Dalam Challenging the future: Constable. GA and NW Forrester, editor. Proceedings of the World Cotton Conference I, Brisbane, Australia, February 14-17 1994. Melbourne: CSIRO. Hal: 522-533.

Ballard J, Elis DJ and Payne CC. 2000. Role of formlarvaion additives in increasing the potency of Cyndia pomonella granulovirus for codling moth larvae, in laboratory and field experiment. Boicontrol Science and Tecnology 10. Hal: 627-640.

Bedjo. 2005. Potensi, Peluang, dan Tantangan Pemanfaatan Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) untuk Pengendalian Spodoptera litura Fabricius pada Tanaman Kedelai. http://plasmanutfah.litbang.deptan.go.id. [30 november 2010]

CAB INTERNASIONAL. 2000. Crop protection Compendium. Wallingford: UK.

Daniati M. 2010. Penggunaan Ekstrak Umbi Bengkuang Pachyrhizus erosus (L) Urban Sebagai Pelindung Ultraviolet untuk Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV) [skripsi]. Bogor, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 1985. Pengenalan Jasad Pengganggu Tanaman Palawija. Jakarta: Dirjen Pertanian Tanaman Pangan.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 1996. Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SINPV) sebagai Sarana Pengendali Hayati terhadap Ulat Grayak pada Tanaman Kedelai. Jakarta: Dirjen Pertanian Tanaman Pangan.


(3)

24

Dougherty EM, Guthrie KP, Shapiro M. 1996. Optical provide baculovirus activity enhancement and UV radiation protection. Biocont 7; 4:71-74. Endo,S. Sutrisno, I.M. Samudra, A. Nugraha, J. Soejitno, and T. Okada. 1988.

Insecticide Susceptibility of Spodoptera litura F. collected from three location in Indonesia. Seminar BORIF, 24 June 1988. Hal: 18.

Farrar RR Jr, Shapiro M, Javaid I. 2004. Photostabilized Titanium dioxide and a fluorescent brightener as adjuvants for a nucleopolyhedrovirus. Biocontrol 48;4: 543-560.

Federici BA. 1999. Naturally occurring baculoviruses for insect pest control. Dalam Biopesticides Use and Delivery.Hall FR, Julius JM, editor. New Jersey: Humana Press. Hal: 301-320.

Genc H. 2006. General principles of insect nutrional ecology. Trakya Univ J Sci 7; 1: 53-57.

Granados RR, federici BA. 1986a. The Biologi of Baculovirus.volume I, Biological Properties and Molecular Biology. Florida: CRC Press.

Granados RR, federici BA. 1986b. The Biologi of Baculovirus.volume II, Practikcal Application for Insect Control. Florida: CRC Press.

Hoffmann MP, Frodsham AC. 1993. Natural enemies of vgetable insect pest. New York: Cooperative Extention, Cornell University. Hal: 63.

Hunter-Fujita FR, Entwistle RF, Evans HF, Crook NE. 1998. Insect Viruses and Pest Management. New York: John Wiley & Son, Inc. Hal: 620.

Ignoffo CM, Cough TL. 1981. The nuclepolyhedrosis virus of Heliothis spp. as a microbial insecticide in Burges HP (Ed.) Microbial Control of Pest and Plant diseases 1970-1980. New York: Academic press London. Hal: 29-362.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Van der Lann PA, penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: de Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Lacey LA, Frutos R, Kaya HK, Vail P. 2001. Insect patogens as biological control agents: do they have a future?.Biol Cont 21: 230-248.

Lasa R, Ruiz-Portero C, Alcazar MD, Belda JE, Caballero P, William T. 2007. Efficacy of optical brightener formulations of Spodoptera exigua multiple nucleopolyhedrovirus (SeMNPV) as a biological in greenhouse of Southern Spain. Boil Cont 40: 89-96.


(4)

25

Maddox JV. 1982. Use of disease in Pest Management. Dalam Introduction to insect pest management. R.L. Metcalf and Luckmann W, editor. New York: John Wiley and Sons, Inc. Hal 198-233.

Mcfarlane JE. 1985. Nutrition and digestive organs. Dalam Fundamentals of Insect Physiology. Blum MS, editor. New York: John Wiley & Sons, Inc. Hal: 598.

Mcintosh AH, Grasela JJ, Lua L, dan Braunagel SC. 2004. Demonstration of the protective effects of fluorescent proteins in baculoviruses exposed to ultraviolet light inactivation Journal of Insect Science 31: 1-9. 2004 published by: university of wisconsin library.

Mehrvar A, Rabindra RJ, Veenakumari K, Narabenchi GB. 2008. Evaluation of adjuvants for increased of HearNPV against Helicoverpa armigera (Hubner) using suntest machine. J Biol Sci 1-8.

Narayanan K. 2004. Insect defence: its impact on microbial cantrol of insect pests. Current Sci 86; 6:800-814.

Pionar OG Jr, Thomas GM. 1984. Laboratory Guide to Insect Patogens and Parasites. New York: Plenum Press. Hal: 392.

Purnomo. 1991. Pengaruh sublaten NPV terhadap biolog Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Nuctuidae). Jurnal Litbang Pertanian 2: 34-40.

Pracaya. 2007. Hama Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sajap AS, Bakir MA, Kadir HA and Samad NA. 2007. Effect of pH, rearing temperature and sunlight on infectivity of Malaysian isolate of nucleopolyhedrovirus to larvae of Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). [Abstrak]. Jurnal Tropical Insect Science.27: 108-113. Sajap AS, Bakir MA, Kadir HA dan Samad NA. 2008. Efficacy of selected

adjuvants for protecting Spodoptera litura nucleopolyhedrovirus from sunlight inactivation. Jurnal of Asian-Pacific Entomology.12: 85-88.

Shapiro M, Salamouny SE, Shepard BM. 2008. Green tea extracts as ultraviolet protectants for the beet armyworm, Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus. Biocon Sci Tech 18: 591-603.

Smits KM. 1967. Insect Vyrology. San Diego: CPC Press.

Tanada Y, HK Kaya. 1993. Insect Pathology. California: Academic Press.

Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta : Gajahmada University Press.


(5)

LAMPIRAN

Lampiran. Foto-foto penelitian

Larva yang sehat (Gambar A dan B)

A B

C

D

Spodoptera litura yang terserang NPV (Gambar C dan D)


(6)

27

Tabel 2. Sidik ragam Interaksi antara perlakuan SlNPV dengan penambahan sunblock (S1 dan S2) dan waktu pemaparan

Sumber Db JK KTG F hitung P

Virus 1 10416.05556 10416.05556 10416.1 <.0001 sunblock 2 187.52778 93.76389 3.04 <.0001 virus*sunblock 2 187.52778 93.76389 2.71 <.0001

Penjemuran 3 223.61111 74.53704 1.96 <.0001

virus*penjemuran 3 223.61111 74.53704 1.98 <.0001 sunblock*penjemuran 6 22.80556 3.80093 0.75 0.0035 virus*sunblock*penjemuran 6 22.80556 3.80093 0.74 0.0035

Galat 48 48.00000 1.00000

Total 71 11331.94444


Dokumen yang terkait

Pengaruh Biopestisida Dalam Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Di Rumah Kasa

0 42 47

Keefektifan bahan pelindung alami dalam mempertahankan infektivitas Spodoptera exigua nucleopolyhedrovirus (SeNPV)

0 3 10

Keefektifan Ekstrak Akar Kudzu (Pueraria javanica) dan Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis L.) dalam Kemasan sebagai Pelindung Ultra Violet untuk Spodoptera litura F. Nucleopolyhedrovirus (SlNPV)

1 6 73

Pengujian Arang Tempurung Sebagai Bahan Pelindung Terhadap Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus(SpltNPV) Untuk Mengendalikan Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera : Noctuide) di Laboratorium

0 7 92

Pengujian Arang Tempurung Sebagai Bahan Pelindung Terhadap Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus(SpltNPV) Untuk Mengendalikan Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera : Noctuide) di Laboratorium

1 1 12

Pengujian Arang Tempurung Sebagai Bahan Pelindung Terhadap Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus(SpltNPV) Untuk Mengendalikan Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera : Noctuide) di Laboratorium

0 0 2

Pengujian Arang Tempurung Sebagai Bahan Pelindung Terhadap Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus(SpltNPV) Untuk Mengendalikan Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera : Noctuide) di Laboratorium

0 0 3

Pengujian Arang Tempurung Sebagai Bahan Pelindung Terhadap Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus(SpltNPV) Untuk Mengendalikan Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera : Noctuide) di Laboratorium

1 1 7

Pengujian Arang Tempurung Sebagai Bahan Pelindung Terhadap Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus(SpltNPV) Untuk Mengendalikan Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera : Noctuide) di Laboratorium

0 0 4

Pengujian Arang Tempurung Sebagai Bahan Pelindung Terhadap Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus(SpltNPV) Untuk Mengendalikan Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera : Noctuide) di Laboratorium

0 0 46