Analisis Kinerja KPS Gunung Gede di Kecamatan Sukalarang Kabupeten Sukabumi Jawa Barat

ANALISIS KINERJA KPS GUNUNG GEDE DI KECAMATAN
SUKALARANG KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT

PUJI MUSTIKA LESTARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kinerja KPS
Gunung Gede di Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013

Puji Mustika Lestari
NIM H34090006

ABSTRAK
PUJI MUSTIKA L. Analisis Kinerja KPS Gunung Gede di Kecamatan
Sukalarang Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh
NETTI
TINAPRILLA.
Susu merupakan komoditas penting di Indonesia. Produksi susu di
Indonesia belum terpenuhi sehingga sebagian besar merupakan susu impor.
Sebagian besar pemasaran susu segar di Indonesia dikoordinasi oleh Koperasi
Produksi Susu (KPS). KPS gunung Gede merupakan salah satu KPS yang ada di
Jawa Barat. Sejak tahun 2011, penerimaan usaha di KPS Gunung Gede
mengalami penurunan, namun pengukuran kinerja di KPS Gunung Gede baru
dilakukan pada perspektif keuangan, sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kinerja dan menentukan kesehatan koperasi berdasarkan empat
perspektif dengan Balanced Scorecard. Hasil pengukuran kinerja di KPS Gunung

Gede menunjukkan bahwa skor kinerja pada perspektif pelanggan sebesar 28.03
persen, perspektif keuangan sebesar 13.13 persen, perspektif proses bisnis internal
sebesar 15.23 persen dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar 21.14
persen. Total kinerja keseluruhan yang didapat oleh KPS Gunung Gede sebesar
77.53 persen. Hal ini berarti bahwa kinerja KPS Gunung Gede pada tahun 2012
tergolong ke dalam kategori sangat sehat (A). Berdasarkan hasil penelitian, KPS
Gunung Gede disarankan untuk meningkatkan kinerjanya serta melakukan
pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard.
Kata kunci: Pengukuran kinerja, Balanced Scorecard, KPS Gunung Gede
ABSTRACT
PUJI MUSTIKA L. KPS Gunung Gede Performance Analysis In Sukalarang
Sukabumi Regency West Java. This study supervised by NETTI TINAPRILLA.
Milk is an important commodity in Indonesia. Milk production in
Indonesia has not been fulfilled yet, so mainly Indonesia still doing an import for
their milk. Most of the marketing of fresh milk in Indonesia is coordinated by
Koperasi Produksi Susu (KPS). KPS Gunung Gede is one of the dairy production
cooperative in West Java. Since 2011, cooperative revenues decreased, but
performance appraisal in KPS gunung Gede only on financial perspective so that
study aims to evaluated the performance and determine the health of cooperative
based on four perspective of Balanced Scorecard. The results of this study showed

that performance score of customer perspective was 28.03 percent, financial
perspective was 13.13 percent, internal business process perspective was 15.13
percent and learning and growth perspective was 21.14 percent. The overall
performance score by KPS Gunung Gede was 77.53 percent. This indicates that
the performance of KPS Gunung Gede in 2012 is very healthy (A). Based on this
study, KPS Gunung Gede advised to improve KPS Gunung Gede’s performance
and to use Balanced Scorecard as a tool in performance appraisal.
Key words: performance appraisal, Balanced Scorecard, KPS Gunung Gede

ANALISIS KINERJA KPS GUNUNG GEDE DI KECAMATAN
SUKALARANG KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT

PUJI MUSTIKA LESTARI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NRP

: Analisis Kinerja KPS Gunung Gede di Kecamatan Sukalarang
Kabupeten Sukabumi Jawa Barat
: Puji Mustika Lestari
: H34090006

Disetujui oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai Februari 2013 ini
ialah analisis kinerja, dengan judul Analisis Kinerja KPS Gunung Gede di
Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku
pembimbing, serta Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA dan Ibu Yanti Nuraeni Muflikh,
SP M.Agribuss selaku penguji yang telah memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Iwan Ramkar, Ibu Neneng, Ibu
Candra beserta seluruh pengurus maupun anggota di KPS Gunung Gede yang telah
membantu saya selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Tia, Taufik, Nora, Emil, Novita, Nanda, Ega,

Khoer, Aris dan Ridwan serta teman-teman Agribisnis 46 yang telah memberikan
motivasi selama penelitian berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

Puji Mustika Lestari

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
KERANGKA PEMIKIRAN
9
Kerangka Pemikiran Teoritis
9
Konsep Koperasi
9
Konsep Penilaian Kinerja
13
Konsep Balanced Scorecard
14

Konsep Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard
15
Konsep Integrasi Keempat Perspektif dalam Balanced Scorecard 17
Kerangka Pemikiran Operasional
19
METODE PENELITIAN
22
Lokasi dan Waktu Penelitian
22
Jenis dan Sumber Data
22
Metode Penentuan Responden
22
Pengolahan dan Analisis Data
23
Peta Strategis
23
Nilai Pembobotan dan Nilai Pencapaian
23
Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard

25
GAMBARAN UMUM KPS GUNUNG GEDE
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
36
Rancangan Sistem Pengukuran Kinerja KPS Gunung Gede dengan
Balanced Scorecard
36
Penentuan Sasaran strategis Balanced Scorecard
38
Penentuan Ukuran Kinerja Pencapaian Sasaran strategis
38
Penentuan Target pada Ukuran Kinerja
40
Peta Strategis KPS Gunung Gede
42
Analisis Kinerja KPS Gunung Gede dengan Balanced Scorecard
46
Analisis Kinerja Perspektif Pelanggan
47

Analisis Kinerja Perspektif Keuangan
51
Analisis Kinerja Proses Bisnis Internal
55
Analisis Kinerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
61
Analisis Keseluruhan Kinerja dari Keempat Perspektif
66
SIMPULAN DAN SARAN
72
Simpulan
72
Saran
72
DAFTAR PUSTAKA
73
LAMPIRAN
76

DAFTAR TABEL


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Konsumsi susu dan produksi susu nasional tahun 2009-2010
Perkembangan anggota aktif KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Perkembangan penerimaan usaha KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Matriks perbandingan berpasangan
Kriteria total skor kinerja
Kriteria penilaian CSI
Standar penilaian rasio keuangan koperasi
Perkembangan keanggotaan KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Perkembangan jumlah karyawan di KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Rancangan Balanced Scorecard pada KPS Gunung Gede tahun 2012
Kepuasan anggota terhadap mutu pelayanan dari KPS Gunung Gede
Perkembangan harga beli susu oleh KPS Gunung Gede tahun 2007-2012
Persentase kehadiran anggota pada RAT KPS Gunung Gede tahun
2009-2012
Perkembangan rasio keuangan KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Penerimaan usaha KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Perkembangan SHU KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Produksi susu di KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Perkembangan populasi sapi di KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Penyerapan pakan ternak di KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Perkembangan modal unit simpan pinjam KPS Gunung Gede tahun
2009-2012
Penyerapan susu oleh unit pengolahan KPS Gunung Gede tahun
2009-2012
Angka kelahiran sapi di KPS Gunung Gede tahun 2009-2012
Perkembangan pelaksanaan rapat evaluasi di KPS Gunung Gede tahun
2009-2012
Kepuasan karyawan terhadap mutu pelayanan dari KPS Gunung Gede
Perkembangan kegiatan pertemuan dengan anggota KPS gunung Gede
tahun 2009-2012
Skor kinerja KPS Gunung Gede tahun 2012 dengan Balanced Scorecard

1
3
4
24
25
27
28
32
34
42
48
49
50
52
53
54
56
57
57
58
59
60
62
63
65
69

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7

Sistem manajemen strategis Balanced Scorecard
Integrasi empat perspektif dalam Balanced Scorecard sebagai sistem
manajemen
Kerangka pemikiran operasional
Struktur organisasi KPS Gunung Gede tahun 2012
Peta strategis KPS Gunung Gede
Proporsi skor kinerja setiap perspektif Balanced Scorecard
Target dan skor kinerja KPS Gunung Gede tahun 2012

15
18
21
31
45
66
71

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Hasil pembobotan perspektif Balanced Scorecard dan indikator kinerja
kunci keberhasilan (lag indicator)
Karakteristik responden (anggota KPS Gunung Gede)
Karakteristik responden (Karyawan KPS Gunung Gede)

76
83
84

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Susu merupakan komoditas peternakan yang mengandung zat gizi bernilai
tinggi yang dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat dari semua lapisan umur untuk
menjaga pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan berpikir. Penyediaan susu bagi
masyarakat merupakan hal yang harus terpenuhi. Tingkat konsumsi masyarakat di
Indonesia pada tahun 2010 sekitar 10.47 liter per kapita per tahun dan masih
rendah jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi susu di negara lainnya seperti
Malaysia yang sudah mencapai 27 liter, Jepang sebesar 37.8 liter dan Amerika
Serikat sebesar 83.9 liter (Anna 2010). Walaupun konsumsi susu di Indonesia
masih di bawah negara lainnya, tetapi konsumsi susu dari tahun ke tahun
mengalami trend yang meningkat. Peningkatan dari konsumsi susu nasional ini
juga diiringi oleh peningkatan produksi susu nasional. Namun, produksi susu
dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan nasional sehingga sebagian besar
merupakan susu impor. Besarnya angka impor susu yang mencapai 70 persen
bahkan menjadi target bagi pemerintah untuk menggiatkan swasembada susu di
tahun 2020. Perkembangan konsumsi dan produksi susu terdapat Tabel 1.
Tabel 1 Konsumsi susu dan produksi susu nasional tahun 2008-2010a
Tahun
Konsumsi susu
Pertumbuhan
Produksi susu
Pertumbuhan
(ribu ton)
(persen)
(ribu ton)
(persen)
2008
2 125.33
647.00
2009
2 277.20
7.15
827.20
27.85
2010
3 947.45
73.35
909.50
9.95
a

Sumber: Departemen Pertanian, diolah (2012).

Berdasarkan informasi pada Tabel 1 terlihat bahwa kontribusi produksi susu
nasional masih sangat kecil. Diwyanto et al. (2007) menyatakan bahwa sebagian
besar pemasaran susu segar dari peternak (lebih dari 90 persen) dikoordinasi oleh
Koperasi Produksi Susu (KPS) atau Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).
Koperasi dalam agribisnis susu memiliki peranan penting. Fungsi KPS di samping
sebagai wadah organisasi yang berhubungan langsung dalam meningkatkan
kesejahteraan peternak sapi perah melalui upaya pengembangan agribisnis sapi
perah juga sebagai negosiator dengan Industri Pengolah Susu (IPS). Keterkaitan
antara koperasi susu dengan agribisnis sapi perah bukan hanya sebatas pada
implementasi kebijakan pemerintah tetapi juga mengelola sarana dan prasarana
pengolahan produk. Begitu eratnya hubungan antara KPS dengan agribisnis sapi
perah, sehingga pengembangan agrbisnis sapi perah sangat bergantung pada
kemampuan koperasi dalam pemasaran susu sapi (Rusdiana et al. 2009).
Perkembangan susu di Indonesia dimulai pada tahun 1978 dengan
terbentuknya Badan Koordinasi Susu Indonesia (BKKSI) yang sekarang menjadi
GKSI, dengan adanya kelembagaan koperasi susu pada tingkat nasional, berbagai

2

permasalahan yang dihadapi koperasi susu sedikit demi sedikit dapat teratasi
dengan keluarnya beberapa kebijakan oleh pemerintah. Koperasi susu semakin
berkembang didukung oleh perlindungan dan bantuan dari pemerintah. Koperasi
terus berkembang dari 27 koperasi di tahun 1979 menjadi 198 koperasi di tahun
1989 (Baga dalam Saptati dan Rusdiana 2008). Pertumbuhan koperasi yang
bergerak dalam usaha sapi perah pada saat itu mengalami pertumbuhan 5.8 persen
per tahun sementara jumlah peternak yang menjadi anggota koperasi mengalami
pertumbuhan 10.8 persen per tahun. Namun, setelah tahun 1984 koperasi
mengalami pertumbuhan yang relatif lambat dan hampir tidak berkembang
(Yusdja dan Sayuti 2002). Pada tahun 2000 jumlah koperasi susu mencapai 210
koperasi, hingga tahun 2007, koperasi susu yang masih aktif tinggal 96 koperasi
dengan anggota mencapai 92.5 ribu peternak dan memelihara sekitar 290 ribu
ekor sapi (Dirjen Perbendaharaan dalam Saptati dan Rusdiana 2008).
Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu pemasok susu terbesar di Indonesia
setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah, dalam perkembangan agribisnis sapi perah
dapat terus bertahan karena dukungan dari kelembagaan yang tergabung dalam
GKSI Daerah Jawa Barat dengan anggota koperasi sebanyak 25 koperasi dan
KUD persusuan yang tersebar di beberapa kabupaten atau kota baik di daerah
Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Sumedang, Majalengka, Garut, Kuningan
dan Tasikmalaya (GKSI 2007). Produksi susu tertinggi di Jawa Barat berasal dari
daerah Bandung dengan produksi susu tertinggi dari KPSBU sebesar 119 492 kg
per hari dan populasi sapi perah sebanyak 16 469 ekor pada tahun 2009 (KPSBU
2009).
Ketidakmampuan koperasi dalam menghadapi perubahan-perubahan baik
dari faktor internal maupun eksternal akan menyebabkan kinerja koperasi semakin
menurun. Hal ini dapat ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan terhadap
anggota, menurunnya kinerja keuangan, permodalan hingga pada akhirnya
koperasi tidak mampu lagi beroperasi. Oleh karena itu, untuk menjalankan
fungsinya sebagai lembaga yang memberikan manfaat sosial dan ekonomi,
penting bagi koperasi untuk mengukur kinerja baik dari aspek keuangan maupun
non keuangan.
Koperasi Produksi Susu (KPS) Gunung Gede juga merupakan koperasi susu
yang tergabung dalam GKSI Daerah Jawa Barat. Keberadaan koperasi ini telah
membantu peternak sapi perah di daerah Sukalarang dan telah membuat unit
usaha pengolahan hasil produksi agar terus dapat bertahan. Namun, jika
dibandingkan dengan KPSBU, dari segi produksi susu maupun populasi masih
jauh berada di bawah KPSBU. KPS Gunung Gede merupakan koperasi susu yang
berdiri pada tahun 1999. Koperasi ini merupakan salah stau koperasi susu yang
masih dapat bertahan bahkan di tahun 2005 mengembangkan unit usaha
pengolahan hasil produksi dengan nama HAS MILK. Keberadaan unit pengolahan
ini membantu koperasi untuk meningkatkan harga beli susu anggota. Namun, di
saat unit pengolahan berkembang dan membutuhkan banyak bahan baku susu
segar, produksi susu di KPS Gunung Gede semakin menurun. Hal ini yang
mengakibatkan kinerja keuangan menurun dilihat dari penerimaan usaha pada
tahun 2012 sebesar Rp 1 308 394 900 yang menurun sebesar 19.11 persen
dibandingkan tahun sebelumnya. Pengukuran kinerja keuangan telah dilakukan
oleh koperasi sebagai bahan evaluasi setiap tahunnya. Namun pengukuran belum
dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek non keuangan.

3

Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
organisasi yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan organisasi serta
sebagai dasar penyusunan imbalan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi
menggunakan aspek keuangan saja tidak cukup utuk mengetahui kinerja organsasi
secara keseluruhan karena pada saat sekarang asset organisasi lebih didominasi
oleh aktiva tak berwujud seperti keterampilan pekerja, kesetiaan pelanggan dan
hubungan baik dengan pemasok sehingga diperlukan pengukuran kinerja yang
lebih komprehensif yang mengukur tidak hanya dari aspek keuangan saja tetapi
juga aspek non keuangan. Metode Balanced Scorecard merupakan salah stau
metode pengukuran yang mengukur kinerja tidak hanya dari perspektif keuangan
saja tetapi juga dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton 2000). Begitu juga dengan
KPS Gunung Gede, dimana aktiva tak berwujud seperti kepuasan anggota dan
kepuasan karyawan perlu diukur karena dapat meningkatkan kinerja koperasi dan
berperan penting dalam keberhasilan koperasi. Hal ini yang menjadi latar
belakang untuk melakukan penelitian terkait analisis kinerja di KPS Gunung Gede
yang dilakukan dengan menggunakan metode Balanced Scorecard.

Perumusan Masalah
Koperasi Produksi Susu (KPS) Gunung Gede merupakan salah satu koperasi
susu yang terdapat di Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi. Koperasi ini
berdiri sejak tahun 1999 yang dilatarbelakangi oleh kesulitan para peternak susu
di daerah Sukalarang dalam pemasaran susu. Pada saat itu, produksi susu tinggi
namun para peternak masih kesulitan dalam memasarkannya. Pada wal pendirian
KPS Gunung Gede, hanya bertujuan untuk menampung susu dari peternak dan
bertugas untuk memasarkannya.
Sejak pendirian KPS Gunung Gede, koperasi ini selalu berusaha untuk terus
bertahan dalam kegiatan usaha produksi susu. Berbagai unit usaha dikembangkan
oleh KPS Gunung Gede untuk mendukung kegiatan operasionalnya, sehingga
pada tahun 2012 terdapat enam unit usaha yang dijalankan terdiri dari unit usaha
produksi, unit usaha pakan ternak, unit usaha simpan pinjam, unit usaha
pengolahan, unit usaha waserda serta unit usaha pembibitan. Perkembangan
anggota aktif di KPS Gunung Gede mengalami peningkatan. Pada tahun 2012,
anggota aktif meningkat sebesar 15.79 persen jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Perkembangan anggota aktif di KPS Gunung Gede dapat diilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan anggota aktif KPS Gunung Gede tahun 2009-2012a
Tahun
Jumlah Anggota Aktif
Pertumbuhan (persen)
2009
33
2010
32
-3.12
2011
32
0
2012
38
15.79
a

Sumber: Laporan pertanggungjawaban KPS Gunung Gede tahun buku 2009-2012.

4

Berdasarkan Tabel 2 dapat diidentifikasi bahwa anggota mengalami
peningkatan di tahun 2012, namun untuk penerimaan usaha KPS Gunung Gede
mengalami penurunan sejak tahun 2011. Perkembangan penerimaan usaha KPS
Gunung Gede terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembagan penerimaan usaha KPS Gunung Gede tahun 2009-2012a
Tahun
Penerimaan Usaha (Rp)
Pertumbuhan (persen)
2009
1 615 668 400
2010
2 050 200 135
26.89
2011
1 617 462 380
-21.11
2012
1 308 394 900
-19.11
a

Sumber: Laporan keuangan KPS Gunung Gede tahun 2009-2012.

Penurunan pada penerimaan usaha di KPS Gunung Gede diakibatkan karena
terjadinya penurunan produksi susu yang menjadi sumber utama penerimaan
usaha KPS Gunung Gede. Selain itu, penurunan pada penerimaan usaha ini
mengakibatkan penurunan pada SHU yang akan diterima oleh anggota koperasi.
Penurunan pada SHU ini dapat mempengaruhi kepuasan anggota terhadap
pelayanan yang diberikan oleh KPS Gunung Gede, padahal kesejahteraan anggota
merupakan tujuan utama dari keberadaan koperasi. Pengukuran kinerja di KPS
Gunung Gede baru dilakukan pada aspek keuangan sehingga diperlukan
pengukuran kinerja secara menyeluruh tidak hanya dari aspek keuangan tetapi
juga non keuangan seperti pada perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang terdapat dalam
pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard. Berdasarkan uraian
tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja KPS Gunung Gede di tahun 2012 dalam menghadapi
dinamika kondisi saat ini?

Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini didasarkan pada latar belakang dan
perumusan masalah, yaitu:
1. Mengevaluasi kinerja empat perspektif menurut Balanced Scorecard pada
KPS Gunung Gede.
2. Menentukan kesehatan KPS Gunung Gede berdasarkan skor kinerja
Balanced Scorecard.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dan keterbatasan dalam melakukan penilitian ini adalah
sebagai berikut:

5

1. Penelitian ini difokuskan pada analisis kinerja KPS Gunung Gede dengan
menggunakan Balanced Scorecard.
2. Kinerja yang diukur terbatas pada kinerja KPS Gunung Gede tahun 2012
yang akan dibandingkan dengan target KPS Gunung Gede tahun 2012.
3. Adanya keterbatasan pada penelitian menyebabkan penelitian ini memiliki
kelemahan pada penetapan target dari sasaran stratgis KPS Gunung Gede.
Target pada penilaian kinerja merupakan target yang telah ditetapkan oleh
koperasi kecuali penetapan target pada pengukuran kinerja di KPS Gunung
Gede untuk sasaran strategis tingkat kepuasan anggota maupun karyawan
yang ditetapkan berdasarkan pendapat dari pengurus koperasi serta target
dari sasaran strategis rasio keuangan yang ditetapkan berdasarkan indikator
kesehatan rasio keuangan dari Kementerian Koperasi dan UKM.

TINJAUAN PUSTAKA

Pada setiap organisasi, kinerja merupakan salah satu aspek penting yang
harus diperhatikan. Kinerja menunjukkan tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja dalam organisasi merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan dari konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Dalam mengelola
kinerja organisasi dikenal sebagai suatu sistem manajemen kinerja yang terdiri
atas pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, diagnosis, dan tindak lanjut dari proses
diagnosis tersebut (Wibisiono 2006).
Pengukuran kinerja merupakan bagian dari manajemen kinerja dalam
organisasi. David (2009) mendefinisikan pengukuran kinerja organisasi sebagai
aktivitas pembanding hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya,
penyelidikan terhadap penyimpangan dari rencana, evaluasi kinerja individual dan
pengamatan kemajuan yang telah dibuat ke arah pencapaian tujuan yang telah
tersurat. Kriteria dalam mengevaluasi kinerja harus terukur dan mudah
diverifikasi. Adanya pengukuran kinerja ini organisasi dapat mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan yang terjadi dalam melaksanakan perencanaan yang
ditentukan dan mengukur sejauh mana tujuan dari organisasi telah dicapai dari
hasil kinerjanya.
Pengukuran kinerja memainkan peranan penting bagi peningkatan suatu
kemajuan (perubahan) ke arah yang lebih baik. Dalam manajemen modern,
pengukuran terhadap fakta-fakta akan menghasilkan data, yang kemudian apabila
data tersebut dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat, yang
selanjutnya informasi tersebut akan berguna bagi peningkatan pengetahuan para
manajer dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Berkaitan dengan pengukuran kinerja, pemilihan
ukuran-ukuran kinerja yang tepat dan berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan
strategis perusahaan adalah sangat penting dan menentukan (Gaspersz 2002).
Pada umumnya, metode yang dilakukan organisasi dalam menilai
kinerjanya melalui ukuran keuangan. Pada akhir abad ke dua puluh, pengukuran
kinerja berdasarkan aspek keuangan telah dikembangkan dengan pesat, namun
banyak pengamat yang telah mengkritik penggunaan yang ekstensif dan eksklusif

6

berbagai ukuran keuangan dalam dunia usaha. Salah satu contoh yang terjadi pada
perusahaan Xerox yang menikmati monopoli dalam bisnis mesin photo copy
hingga tahun 1970-an. Xerox tidak menjual mesinnya tetapi menyewabelikan
mesin tersebut, namun para pelanggan di samping memikirkan ongkos yang tinggi
juga mengeluh tentang tingginya tingkat keruskaan mesin. Dari pada merancang
kembali mesin agar tidak terlalu sering mengalami kerusakan, para eksekutif
Xerox melihat suatu peluang untuk meningkatkan pendapatan dengan
mengijinkan pembelian langsung mesin photo copy dan kemudian mendirikan
pelayanan lapangan yang ekstensif sebagai suatu sentra laba tersendiri. Hal ini
memang berakibat pada pertumbuhan penjualan dan laba dan membuktikan
keberhasilan strategi dari indikator keuangan yang dilakukan. Di sisi lain,
pelanggan tidak puas dan kesal karena pelanggan tidak menghendaki pemasoknya
menjadi hebat dengan memiliki satuan layanan lapangan yang hebat. Pelanggan
menghendaki mesin yang memberi efisiensi kerja dan tidak mudah rusak. Ketika
para pesaing dari Jepang maupun Amerika mampu menawarkan mesin sesuai
dengan harapan pelanggan, perusahaan Xerox hampir ambruk karena tidak
memperhatikan aspek pelanggan (Kaplan dan Norton 2000).
Ukuran keuangan tidak cukup untuk menuntun dan mengevaluasi
perusahaan melalui lingkungan yang kompetitif. Pengukuran kinerja sebaiknya
dilakukan dengan cara mengukur pencapaian aspek-aspek yang dijalankan oleh
organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Kaplan
dan Norton (2000) pengukuran kinerja dilakukan dalam dua aspek yang berbeda
tetapi saling mempengaruhi yaitu aspek keuangan dan non keuangan. Dalam
mengukur ke dua aspek tersebut, dibagi ke dalam empat perspektif pengukuran
yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal
serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard merupakan salah satu metode yang dikembangkan oleh
Kaplan dan Norton untuk mengukur kinerja dari organisasi. Konsep Balanced
Scorecard mengemukakan bahwa tolak ukur keuangan saja tidak cukup untuk
memberikan informasi yang komprehensif untuk memandu perusahaan dalam
rangka penciptaan nilai perusahaan jangka panjang. Jika akan melakukan
penilaian maka dilihat tidak hanya dari satu aspek saja melainkan dari empat
perspektif meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Para ahli manajemen sependapat bahwa pengukuran kinerja dapat
memberikan dasar yang baik bagi manajemen organisasi yang kemudian berlanjut
dengan menentukan unit-unit usaha yang ada di dalamnya yang dapat memenuhi
tujuan organisasi secara keseluruhan. Agar pengukuran kinerja dapat
menghasilkan informasi yang berguna, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu sistem pengkuran harus sesuai dengan tujuan organisasi,
menggambarkan aktifitas-aktifitas kunci dari manjemen, dapat dimengerti para
pegawai, mudah diukur dan dievaluasi serta dapat digunakan oleh organisasi
secara konsisten (Sinaga 2004).
Pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard sudah sering
dilakukan di perusahan-perusahaan seperti pada PT. Bank Tabungan Negara
(BTN) Cabang Bogor. Pengukuran kinerja pada PT. Bank Tabungan Negara
(persero) Cabang Bogor dengan Balanced Scorecard menunjukkan bahwa
berdasarkan empat perspektif yaitu perspektif pelanggan, perspektif keuangan,

7

perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Total skor penilaian kinerja BTN Cabang Bogor sebesar 93.29 persen
menunjukkan bahwa kinerja secara keseluruhan sangat baik. Pencapaian target
terendah pada perspektif proses bisnis internal sebesar 72.34 persen sehingga
direkomendasikan agar BTN memperbaiki kinerja proses bisnis internalnya dalam
upaya meningkatkan kepuasan nasabahnya dengan cara memperhatikan efisiensi
waktu antrian dan efisiensi waktu transaksi dengan peningkatan mutu SDM serta
peningkatan fasilitas layanan dengan menambah jumlah mesin ATM pada lokasi
strategik (Fury 2009).
Menurut Mutasowifin (2002), pembahasan mengenai pengukuran kinerja
dengan menggunakan Balanced Scorecard lebih sering dilakukan dalam konteks
penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari profit.
Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan Balanced Scorecard pada
organisasi nirlaba atau organisasi dengan karakteristik khusus seperti koperasi.
Penerapan Balanced Scorecard sebenarnya dapat juga diterapkan pada koperasi.
Prijambodo (2012) menjelaskan bagaimana penerapan Balanced Scorecard dapat
digunakan di koperasi karena beberapa alasan yaitu koperasi memiliki rencana
kerja dengan tujuan, indikator, target, aktivitas serta waktu dan biaya yang
obyektif, jelas dan terukur. Rencana kerja yang disusun melandaskan pada
perhitungan dan kondisi internal dan eksternal sesuai dengan kapasitas dari
koperasi. Koperasi secara otomatis memiliki instrumen monitoring dan evaluasi.
Dalam jurnal infokop No. 25 tahun XX, 2004, oleh Pariaman Sinaga juga
dijelaskan bahwa koperasi selaku badan usaha yang modern dan oleh karena itu
dalam aktivitasnya diharapkan telah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen,
pengembangan organisasi, pengelolaan asset, pegembangan pemasaran dan
pengelolaan keuangan serta pengembangan kemitraan. Oleh karena itu,
pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard tersebut pada hakekatnya dapat
dilakukan berdasarkan kajian berbagai aspek dan jika diperlukan dapat
dimodifikasi sesuai dengan karakter organisasi koperasi sebagai badan usaha dan
kumpulan orang yang disebut aggota.
Mutasowifin (2002) juga menjelaskan bahwa koperasi memiliki perbedaan
dengan badan usaha lainnya. Karakterisktik utama koperasi adalah anggota
sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Partisipasi anggota dalam
kegiatan usaha yang dijalankan koperasi sangat penting. Pada dasarnya kualitas
partisipasi tergantung pada interaksi pada tiga variabel yaitu anggota, manajemen
koperasi serta program. Tujuan koperasi juga berbeda dengan badan usaha yang
menekankan profit seeking organization. Laba rugi dalam koperasi disebut
dengan perhitungan hasil usaha mengingat manfaat dari usaha koperasi tidak
semata-mata diukur dari sisa hasil usaha atau laba, tetapi lebih ditentukan pada
manfaat bagi anggota. Hal ini yang sering tidak disadari oleh koperasi. Ada
banyak koperasi yang mencapai penjualan dan sisa hasil usaha yang tinggi namun
tidak memberi kemanfaatan kepada anggota, sehingga untuk mencegah hal
tersebut, harus dibangun sebuah model penilaian yang lebih komprehensif yang
menempatkan kepentingan dan kesejahteraan anggota pada posisi yang sentral
dari keseluruhan aktivitas koperasi. Dalam konteks Balanced scorecard sebagai
sebuah system penilaian kinerja, sungguh relevan untuk melakukan penyesuaian
atas keempat perspektif yang diajukan Kaplan dan Norton yang menempatkan
kinerja keuangan sebagai tujuan utama dengan penyesuaian pada koperasi yang

8

menempatkan kepentingan anggota dan kesejahteraannya sebagai tujuan utama.
Berkaitan dengan hal tersebut, sebuah perspektif yang mampu merefleksikan dan
mengakomodasikan posisi penting anggota koperasi dan kesejahteraannya dalam
model Balanced Scorecard untuk koperasi adalah perspektif keanggotaan.
Perspektif ini bukan menggantikan perspektif pelanggan namun merupakan
perluasan dari perspektif pelanggan dengan ukuran yang dipergunakan
disesuaikan dengan posisi unik anggota dalam koperasi.
Penelitian terhadap kinerja koperasi dengan Balanced Scorecard juga sudah
pernah dilakukan. Penelitian terhadap kinerja koperasi yang dilakukan di KBU
Al-Ihsan melalui Balanced Scorecard menunjukkan bahwa kinerja KBU Al-Ihsan
mencapai hasil yang cukup baik dengan skor kinerja 68.66 persen. Pencapaian
kinerja terendah terdapat pada perspektif bisnis internal dengan nilai pencapaian
49.70 persen dan pencapaian kinerja tertinggi terdapat pada perspektif keuangan
dengan nilai pencapaian kinerja sebesar 81.91 persen (Fareza 2012). Berdasarkan
penelitian tersebut dapat diidentifikasi bahwa kinerja keuangan yang baik belum
tentu menunjukkan kinerja pada proses bisnis internal koperasi yang baik. Selain
itu, gambaran mengenai pencapaian kinerja koperasi yang rendah pada perspektif
proses bisnis internal dapat membantu koperasi untuk meningkatkan kinerjanya
pada perspektif ini untuk meningkatkan kinerja koperasi dengan tindakan yang
tepat.
Penelitian lainnya mengenai analisis kinerja koperasi juga dilakukan pada
Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor dengan metode Balanced Scorecard.
Berdasarkan empat perspektif dari Balanced Scorecard, KPS Bogor di tahun 2011
termasuk ke dalam koperasi dengan kategori kurang sehat sehingga diperlukan
evaluasi kembali dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja KPS Bogor di
masa mendatang. Skor kinerja secara keseluruhan sebesar 53.4 persen dengan
skor kinerja untuk perspektif pelanggan, keuangan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan masing-masing sebesar 17.03 persen, 11.49
persen, 20.06 persen dan 4.82 persen. Penilaian yang dilakukan terhadap keempat
perspektif memberikan rekomendasi lagkah strategis yang dapat dilakukan oleh
KPS Bogor pada masing-masing perspektif. Pada perspektif pelanggan, langkah
strategis yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kualitas pakan dan harga susu
peternak. Pada perspektif keuangan, dengan meningkatkan penjualan dan
memperluas pemasaran susu. Pada perspektif proses bisnis internal, dengan
memperbaiki kualitas susu dan mencari permodalan. Sedangkan pada perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, dengan meningkatkan kualitas SDM koperasi
(Roseriza 2011).
Penilaian kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard di koperasi
memiliki kelebihan jika hanya melakukan penilaian kinerja berdasarkan aspek
keuangan saja. Penelitian Analisis Kinerja Keuangan pada Koperasi BMT Bina
Usaha Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang yang dilakukan dengan analisis
rasio keuangan menunjukkan bahwa secara keseluruhan rasio yang dianalisis
sudah menghasilkan angka rasio yang cukup baik dan disarankan agar koperasi
memperhatikan keseimbangan harta yang tidak hanya berasal dari piutang karena
akun piutang juga memiliki kemungkinan adanya piutang yang tidak tertagih
(Ni’mah 2011). Pengukuran kinerja dengan aspek keuangan memang lebih mudah
diukur kinerjanya serta pada umumnya bagi setiap organisasi telah memiliki
standar yang tetap untuk analisis kinerja keuangan. Namun, hasil yang didapat

9

tidak dapat memberi gambaran bagaimana kinerja pada aspek non keuangan yang
telah mendukung kinerja keuangan. Penggunaan Balanced Scorecard memiliki
beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan penilaian kinerja hanya pada aspek
keuangan saja. Menurut Mulyadi (2001) Balanced Scorecard memiliki
keunggulan yaitu komprehensif karena pengukuran yang dilakukan secara
menyeluruh, koheren karena pengukuran menggambarkan hubungan sebab akibat
antar setiap perspektif, seimbang karena sasaran strategik yang dihasilkan
meliputi jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal maupun
eksternal serta terukur. Namun, pada pelaksanaan Balanced scorecard akan
terlaksana dengan baik jika setiap sasaran strategik dalam pengukuran kinerja
dapat didefinisikan secara benar terutama pada aspek non keuangan serta belum
adanya standar baku pada penilaian kinerja aspek non keuangan menjadi salah
satu kelemahan Balanced Scorecard.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap kinerja
koperasi dengan menggunakan Balanced Scorecard melalui empat perspektif
yaitu perspektif pelanggan, perspektif keuangan, perspektif proses bisnis internal
serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menunjukkan bahwa Balanced
Scorecard dapat dijadikan metode penilaian kinerja di koperasi. Penelitian
sebelumnya ini sangat bermanfaat sebagai bahan rujukan untuk penelitian Analisis
Kinerja KPS Gunung Gede di Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi Jawa
Barat. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode Balanced Scorecard
dengan empat perspektif. Secara prosedural, KPS Gunung Gede dinilai sudah baik
dalam kinerjanya, terlihat dari adanya visi, misi serta sasaran atau target yang
ingin dicapai di tahun 2015 nanti. Namun, sejak tahun 2007 hingga saat ini belum
ada penilaian kinerja secara menyeluruh terhadap kinerja koperasi. Pada tahun
2011, KPS gunung Gede sedang mengalami penurunan pada penerimaan usaha
karena terjadinya penurunan pada produksi susu, sehingga dibutuhkan penilaian
kinerja sebagai evaluasi dari hasil kinerja koperasi untuk menghadapi dinamika
koperasi saat ini.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini dilandasi oleh teori-teori
mengenai konsep koperasi, konsep penilaian kinerja, konsep Balanced Scorecard,
konsep keempat perspektif Balanced Scorecard serta konsep integrasi keempat
perspektif dalam Balanced Scorecard.
Konsep Koperasi
Koperasi merupakan organisasi yang unik dimana terdiri atas kumpulan
orang yang bekerja bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan melalui suatu unit
usaha. Unit usaha dalam bentuk koperasi berbeda dengan unit usaha lainnya
karena koperasi memiliki identitas ganda dimana pemilik juga berperan sebagai
pelanggan serta bergerak dalam dua dimensi yaitu sosial dan ekonomi. Pengertian
koperasi dijelaskan dalam UU No. 12/1967 yang mendefinisikan koperasi sebagai

10

organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha
bersama atas kekeluargaan. Namun, dalam perkembangannya terjadi perubahan
terhadap Undang-Undang perkoperasian menjadi UU No. 25/1992. Dalam UU
No. 25/1992 koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan
orang seorang atau badan hukum koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (Firdaus dan Agus 2002).
Adanya pergantian UU perkoperasian tersebut diharapkan dapat menjadikan
koperasi menjadi suatu kelembagaan yang lebih baik lagi. Namun dalam UU No.
25/1992 koperasi didefinisikan sebagai badan usaha. Hal ini berarti koperasi
disamakan dengan jenis badan usaha lainnya. Keberadaan koperasi yang
disejajarkan dengan badan usaha lainnya kurang sesuai dengan nilai dan prinsip
koperasi sehingga koperasi kini semakin kehilangan jatidirinya dan sulit untuk
berkembang di Indonesia.
1.

Landasan Koperasi
Landasan dalam koperasi dijelaskan dalam UU No. 25/1992 yaitu Koperasi
berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas
kekeluargaan. Koperasi sejak awal bahkan telah dirumuskan dalam pasal 33 UUD
1945 oleh para pendiri kita terdahulu dan diharapkan dapat menjadi sokoguru bagi
perekonomian nasional sehingga harus memiliki landasan yang kuat. Landasan
koperasi terdiri atas tiga landasan yaitu landasan idiil, strukturil serta mental.
Landasan idiil koperasi terwujud dalam pancasila yang terdiri atas lima sila mulai
dari ketuhanan, perikemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat dan keadilan
sosial. Landasan ini harus dapat diwujudkan dalam kehidupan berkoperasi
(Firdaus dan Agus 2002).
Landasan yang kedua merupakan landasan strukturil yang terwujud dalam
UUD 1945 dan landasan geraknya merupakan pasal 33 ayat 1 yang berbunyi
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas
kekeluargaan. Berdasarkan landasan ini, maka koperasi harus digerakkan atas
kekeluargaan. Koperasi dijalankan secara bersama-sama bukan secara
perseorangan. Selain landasan idiil dan strukturil, koperasi juga memiliki landasan
mental koperasi yaitu setia kawan dan kesadaran berpribadi. Kesetiakawanan
terlihat dalam perwujudan kehidupan bangsa Indonesia yaitu gotong royong,
namun, kesetiakawanan hanya dapat memelihara persatuan dalam koperasi saja
sehingga dibutuhkan kesadaran berpribadi agar mampu mendorong setiap anggota
untuk menjalankan dan mencapai tujuan koperasi yang sesungguhnya.
2.

Tujuan Koperasi
Setiap badan usaha maupun suatu kelembagaan didirikan untuk mencapai
tujuannya. Begitu juga dengan koperasi yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan anggotanya. Koperasi didirikan agar dapat memperjuangkan hakhak para anggotanya berdasar atas nilai dan prinsip koperasi. Tidak hanya sebatas
meningkatkan kesejahteraan anggotanya, koperasi juga memiliki tujuan untuk ikut
serta dalam pembangunan ekonomi secara nasional.
Koperasi memiliki tujuan yang berbeda dengan badan usaha lainnya. Jika
badan usaha memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya, koperasi bertujuan pelayanan kesejahteraan. Tujuan koperasi dijelaskan

11

dalam Undang-undang perkoperasian dalam UU No. 25/1992 yang menyebutkan
bahwa Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangkan mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Firdaus dan Agus 2002).
3.

Nilai Koperasi
Nilai dan prinsip koperasi menjadi salah satu instrumen yang diperlukan
agar koperasi dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan serta landasan
koperasi. Koperasi memiliki nilai menolong diri sendiri yang didasarkan kepada
kepercayaan bahwa setiap orang mampu untuk berusaha keras demi nasibnya
sendiri. Selain itu, koperasi juga memiliki nilai bertanggungjawab kepada diri
sendiri yang berarti bahwa setiap anggota bertanggung jawab terhadap koperasi
yang dijalankan agar tetap berdiri sendiri tanpa ganguan dari organisasi lain,
publik maupun swasta. Nilai demokrasi juga menjadi nilai dalam koperasi yang
membedakan dengan unit usaha lainnya dimana setiap anggota memiliki hak
untuk berpartisipasi, memperoleh informasi, didengar serta dilibatkan dalam
pengambilan keputusan. Selain ketiga nilai tersebut, koperasi juga memiliki nilai
persamaan atau keadilan dimana setiap anggota harus diperlakukan sama dan adil.
Nilai yang terakhir adalah solidaritas yang akan menjamin bahwa koperasi
merupakan kegiatan yang bertujuan kepentingan bersama-sama bukan
kepentingan perseorangan (Baga et al. 2012).
4.

Prinsip Koperasi
Selain nilai-nilai yang dipegang dalam koperasi, prinsip juga harus ada
dalam setiap kegiatan yang dijalankan koperasi. Prinsip ini akan menjadi pedoman
bagi koperasi dalam menjalankan nilainya. Prinsip yang dipegang oleh koperasi
Indonesia berdasarkan kepada tujuh prinsip koperasi yang disepakati di
Manchaster tahun 1995. Tiga prinsip berkaitan dengan dinamika internal koperasi
sementara empat prinsip berkaitan dengan operasi internal maupun hubungan
eksternal koperasi. Ketujuh prinsip tersebut adalah sebagai berikut (Baga et al.
2012):
a. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka. Koperasi merupakan organisasi
yang bersifat terbuka bagi semua orang yang bersedia menggunakan jasa
dan mau menerima tanggung jawab keanggotaan.
b. Pengawasan demokrasi yang terbuka. Koperasi diawasi langsung oleh
setiap anggotanya yang memiliki hak untuk ikut serta dalam menetapkan
kebijakan dan pengambilan keputusan.
c. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Setiap anggota koperasi akan
memberikan kontribusi permodalan secara adil dan penggunaannya
langsung diawasi oleh anggota secara demokratis. Alokasi modal ini
ditujukkan untuk mengembangkan koperasi, membagikan kepada anggota
karena transaksi yang dilakukan serta mendukung kegiatan lainnya.
d. Otonomi dan kemandirian. Koperasi memiliki prinsip otonom untuk
menolong diri sendiri serta diawasi oleh anggotanya langsung. Prinsip ini
penting agar koperasi tetap mampu mempertahankan kebebasannya sebagai
tonggak dalam mengendalikannya nasibnya sendiri.

12

e. Pendidikan, pelatihan dan penerangan. Koperasi tidak hanya bergerak
dalam menjalankan unit usaha saja namun juga memberikan pendidikan dan
pelatihan kepada setiap anggota agar dapat melakukan tugasnya lebih efektif
bagi perkembangan koperasi.
f. Kerjasama antar koperasi. Koperasi tidak hanya dijalankan secara bersamasama oleh setiap anggotanya, namun juga menjalankan koperasi secara
bersama-sama dengan koperasi lainnnya. Hal ini dilakukan untuk
memperkuat keberadaan koperasi dengan melaksanakan gerakan koperasi
pada tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.
g. Kepedulian terhadap masyarakat. Koperasi tidak hanya bertanggung jawab
terhadap anggotanya tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya melalui kebijakan yang diputuskan oleh rapat
anggota.
5.

Bentuk Koperasi
Koperasi terdiri atas berbagai bentuk bergantung pada segi pembagiannya.
Jika koperasi dilihat dari bidang usahanya, maka terdiri atas lima bentuk koperasi,
yaitu (Firdaus dan Agus 2002):
a. Koperasi konsumsi yang bergerak dalam menyediakan kebutuhan seharihari agar anggota dapat membeli kebutuhan sehari-hari dengan harga yang
baik dan berkualitas.
b. Koperasi kredit atau simpan pinjam yang bergerak dalam usaha
pembentukan modal melalui tabungan anggota untuk dapat dipinjamkan
dikemudian hari.
c. Koperasi produksi yang bergerak dalam produksi atau pembuatan produk
yang akan dikelola oleh koperasi.
d. Koperasi jasa yang bergerak dalam penyediaan jasa tertentu bagi para
anggota koperasi ataupun masyarakat umum.
e. Koperasi unit desa yang dapat bergerak dalam bidang perkreditan,
penyediaan dan penyaluran sarana produksi pertanian dan kebutuhan seharihari serta pengelolaan dan pemasaran hasil pertanian.
Selain kelima bentuk koperasi berdasarkan jenis usahanya, koperasi juga
dapat berbentuk sebagai koperasi primer maupun sekunder. Koperasi primer dapat
terbentuk apabila terdiri atas anggota sekurang-kurangnya 20 orang, sedangkan
koperasi sekunder dapat terbentuk apabila terdiri sekurang-kurangnya tiga
koperasi primer. Berdasarkan UU No. 25/1992 koperasi juga memiliki tingkat
organisasi berdasarkan tingkat daerah administrasi pemerintah yang terdiri atas
koperasi primer, pusat koperasi (tingkat kabupaten/kota), koperasi gabungan
(tingkat provinsi) dan induk koperasi (tingkat nasional).
6.

Keanggotaan
Keanggotaan koperasi dijelaskan dalam UU No. 25/1992 tentang
perkoperasian dalam pasal 17, 18 dan 19. Pasal 17 ayat 1 menyatakan bahwa
anggota koperasi Indonesia adalah merupakan pemilik sekaligus sebagai
pengguna jasa koperasi. Hal ini menunjukkan identitas ganda yang dimiliki
koperasi dimana anggota bertindak sebagai pemilik sekaligus pelanggan. Pasal 18
ayat 1 menyatakan bahwa yang dapat menjadi anggota koperasi adalah setiap

13

warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi
yang memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan dalam anggran dasar.
Sementara dalam pasal 19 ayat 3 dijelaskan mengenai keanggotan koperasi yang
tidak dapat dipindahtangankan. Jika terdapat anggota koperasi yang meninggal
dunia maka keanggotaanya dapat dipindahtangankan oleh ahli warisnya yang
memenuhi syarat dalam anggaran dasar (Firdaus dan Agus 2002).
7.

Permodalan
Koperasi sebagai unit usaha dalam menjalankan kegiatannya juga
ditentukan oleh modal yang digunakan. Penjelasan mengenai permodalan koperasi
terdapat dalam UU No. 12/1967 yang menjelaskan bahwa modal koperasi terdiri
atas simpanan pokok, wajib serta sukarela (Firdaus dan Agus 2002).
a. Simpanan pokok yaitu simpanan yang dibayar satu tahun sekali atau satu
kali selama menjadi anggota. Besarnya bergantung dari hasil kesepakatan
pengurus dan anggota koperasi. Selama menjadi anggota koperasi simpanan
ini tidak dapat diambil.
b. Simpanan wajib yaitu simpanan yang wajib dibayar pada waktu tertentu.
Besarnya simpanan bergantung kepada hasil kesepakatan pengurus dan
anggota koperasi. Selama menjadi anggota koperasi simpanan ini tidak
dapat diambil.
c. Simpanan suka rela yaitu simpanan yang besarnya tidak ditentukan tetapi
bergantung kepada kemampuan anggota. Simpanan ini dapat disetorkan dan
diambil setiap saat.
Selain itu, permodalan koperasi juga dapat berasal dari dana cadangan yaitu
sejumlah uang yang diperoleh dari penyisishan sisa usaha yang dimasukkan untuk
modal dan menutup kerugian. Sumber permodalan lainnnya juga dapat berasal
dari sisa hasil usaha (SHU), hibah, atau berasal dari dana pinjaman baik pinjaman
anggota, pinjaman dari koperasi lainnya serta pinjaman dari lembaga keuangan
(bank maupun non bank).
8.

Organisasi
Menurut Firdaus dan Agus (2002) struktur organisasi koperasi dapat dilihat
dari dua sisi yaitu sisi intern organisasi koperasi serta sisi ekstern organisasi
koperasi. Sisi intern organisasi koperasi adalah organisasi yang ada dalam setiap
tubuh koperasi baik koperasi primer, sekunder, pusat, gabungan maupun induk.
Intern organisasi koperasi terdiri atas tiga unsur yaitu alat-alat perlengkapan
organisasi (rapat anggota, pengurus dan badan pemeriksa), unsur dewan penasehat
serta unsur pelaksanaan-pelaksanaan (manajer dan karyawan koperasi lainnya).
Konsep Penilaian Kinerja
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Dalam
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang seharusnya memiliki derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata
yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
karyawan sesuai dengan peranannya dalam perusahaan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara
melihat hasil penilaian kinerja.

14

Pengukuran memainkan peranan penting bagi peningkatan suatu kemajuan
(perubahan) ke arah yang lebih baik. Dalam manajemen modern, pengukuran
terhadap fakta-fakta akan menghasilkan data, yang kemudian apabila data tersebut
dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat, yang selanjutnya
informasi tersebut akan berguna bagi peningkatan pengetahuan para manajer
dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk meningkatkan
kinerja organisasi (Gaspersz 2002).
Berkaitan dengan penilaian kinerja, pemilihan ukuran-ukuran kinerja yang
tepat dan berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis perusahaan adalah
sangat penting dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan
hanya sekedar melaksanakan pengukuran hal-hal yang tidak penting dan tidak
berkaitan langsung dengan tujuan –tujuan strategis perusahaan.
Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi para personel dalam
mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan.
Standar ini dapat berupa kebijakan manajemen, program dan anggaran organisasi.
Selain itu, penilaian kinerja juga dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya serta merangsang dan menekan perilaku yang diinginkan melalui
umpan balik hasil kinerja.
Pada umumnya, metode penilaian kinerja yang digunakan sesuai dengan
tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba maksimum, sehingga hampir secara
keseluruhan perusahaan mengukur kinerjanya dengan ukuran keuangan. Padahal,
pengkuran kinerja dapat dilakukan lebih luas lagi tidak sebatas pada keuangan.
Konsep Balanced Scorecard
Pada tahun 1992, Robert Kaplan dan David P. Norton melaporkan hasilhasil proyek penelitian pada multiperusahaan dan memperkenalkan suatu
metodologi penelitian kinerja yang berorientasi pada pandangan strategis ke masa
depan yang disebut denga