Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI HUTAN
PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI
JAWA BARAT

KENDY DANANG PRAYOGI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis
Kelelawar di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015

Kendy Danang Prayogi
NIM E34100080

ABSTRAK
KENDY DANANG PRAYOGI. Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Hutan
Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS
PRIYONO KARTONO dan IBNU MARYANTO.
Kelelawar sangat berperan penting bagi kelangsungan ekologi dan
kehidupan manusia, diantaranya sebagai penyebaran biji dan penyerbuk bunga
pada beberapa jenis tumbuhan serta dimanfaatkan sebagai sumber protein dan
obat oleh beberapa masyarakat. Masih rendahnya perhatian dan upaya konservasi
terhadap kelelawar menjadi alasan mengapa penelitian ini perlu dilakukan. Hasil
penelitian menujukkan terdapat 19 jenis dari 4 famili kelelawar yang ditemukan
dan diduga masih terdapat penambahan jenis, yakni: Pteropodidae (9 jenis),
Rhinolophidae (2 jenis), Hipposideridae (2 jenis), dan Vespertilionidae (6 jenis).
Jumlah individu dan jenis kelelawar terbanyak ditemukan di tegakan puspa, yaitu

sebanyak 87 individu dari 11 jenis. C. brachyotis merupakan jenis kelelawar yang
paling banyak ditemukan selama penelitian (74 individu). Kelelawar
Megachiroptera paling banyak ditemukan di lahan agroforest; sedangkan
kelelawar Microchiroptera paling banyak ditemukan di tegakan puspa. Tegakan
damar memiliki indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis kelelawar tertinggi
(H’=1.76; E=0.80). Indeks kekayaan jenis tertinggi terdapat pada tegakan puspa
(Dmg=2.24) dan indeks kesamaan komunitas tertinggi terdapat di tegakan damarpuspa (JI=0.43).
Kata kunci: HPGW, keanekaragaman, kelelawar

ABSTRACT
KENDY DANANG PRAYOGI. Bats Diversity in Gunung Walat Education
Forest Sukabumi West Java. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO and
IBNU MARYANTO.
Bat have essentials roles in human life and ecology sustainability, including
its role as seed dispers and pollinator for some flower, and also found as protein
source and medicine material for local people. Low priority and conservation
effort toward bats became the main reason why this research was conducted. The
result showed there were 19 species from 4 families of bats which recorded, and
to be expected more of them, namely: Pteropodidae (9 species), Rhinolophidae (2
species), Hipposideridae (2 species), and Vespertilionidae (6 species). Most

individual and species recorded from puspa stands, which is 87 individual from 11
species. C. brachyotis is the most recorded bats during the research (74
individual). Megachiroptera mostly found in agroforestry cover, while the bats
from sub ordo Microchiroptera mostly found in puspa stands. The index of
diversity and evenness in damar stands is highest amongst all (H’=1.76; E=0.80).
The index of richness in puspa stand is highest amongst all (Dmg=2.24). Highest
community evenness found in damar-puspa stands (JI=0.43).
Keywords: bats, diversity, HPGW

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI HUTAN
PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI
JAWA BARAT

KENDY DANANG PRAYOGI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

Keanekaragaman

Jenis

Nama

Kendy Danang Prayogi

NIM

E34100080


Kelelawar

di

Hutan

Pendidikan

Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat

Disetujui oleh

\

Dr Ir Aus Priyono Kmiono, MSi

Prof (Ris) Dr Ir lbnu Maryanto
Pembimbing II


Pembimbing I

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

0 6

FEB 2015

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat-Nya sehingga
penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dan pengumpulan data
lapangan “Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi Jawa Barat” dilaksanakan pada Mei 2014 hingga Agustus 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi dan
Prof (Ris) Dr Ir Ibnu Maryanto selaku Pembimbing atas arahan, bimbingan, dan
saran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada kedua orangtua dan adik penulis yang terus memberikan doa
dan semangat tanpa henti, keluarga Nepenthes rafflesiana (KSHE 47), keluarga

besar HIMAKOVA dan FAHUTAN IPB, partner penelitian Amalia Choirunnisa,
seluruh staf Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta semua pihak yang telah
memberikan bantuan moral maupun material selama penelitian dilakukan.
Kelelawar berperan dalam proses penyerbukan dan pemencaran biji
tumbuhan sehingga turut berperan dalam menjaga kelestarian ekosistem hutan.
Penelitian ini bertujuan untuk menduga kekayaan dan kemerataan jenis kelelawar,
mengukur tingkat keanekaragaman jenis kelelawar, dan mengukur kesamaan
komunitas kelelawar pada setiap tipe tutupan lahan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman jenis
kelelawar sebagai dasar dalam upaya konservasi kelelawar di kawasan Hutan
Pendidikan Gunung Walat. Semoga bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

Kendy Danang Prayogi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar belakang

1

Tujuan

2


Manfaat

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

5

Jenis Data

5


Metode Pengumpulan Data

5

Pengolahan dan Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

9
9
17
22

Simpulan


22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Titik koordinat alat perangkap pada tiap tipe tutupan lahan
Komposisi jenis kelelawar yang ditemukan di Hutan Pendidikan
Gunung Walat
Status konservasi jenis kelelawar di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Perbandingan kerapatan tegakan pada tiap tutupan lahan
Hasil uji logistik biner terhadap masing-masing tutupan lahan
Indeks kesamaan komunitas kelelawar pada tiap tipe tutupan lahan
Matriks nilai niche overlap pada tiap jenis kelelawar berdasarkan tipe
tutupan lahan

4
10
13
13
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Peta lokasi penelitian
Kondisi tutupan lahan di lokasi pengamatan. a) Tegakan damar, b)
Tegakan pinus, c) Tegakan puspa, d) Agroforest
(a) Pemasangan jaring kabut, (b) Pemasangan perangkap harpa
Cara pemasangan jaring kabut menurut Prasetyo et al. 2011. (a)
Dipasang menggunakan bambu, (b) Digantung di pohon
Bagian-bagian tubuh kelelawar yang diukur
Ilustrasi pembuatan petak
Jumlah individu jenis kelelawar yang ditemukan di HPGW
Perbandingan jumlah jenis dan jumlah individu kelelawar pada
masing-masing tutupan lahan
Perbandingan jumlah jenis dan jumlah individu tiap famili
Perbandingan jumlah jenis dan jumlah individu kelelawar sub ordo
Megachiroptera dan Microchiroptera di tiap tutupan lahan
Perbandingan keberhasilan alat penangkap pada tiap tutupan lahan
Perbandingan jumlah jenis dan individu kelelawar yang tertangkap
berdasarkan periode bulan
Perbandingan nilai indeks pada masing-masing tutupan lahan
Jenis kelelawar R. affinis
Jenis kelelawar (a) C. brachyotis, (b) C. titthaecheilus

3
3
5
6
6
7
10
11
11
11
12
12
15
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Jenis kelelawar yang ditemukan di HPGW
Hasil pengolahan logistik biner menggunakan software SPSS 16

25
29

PENDAHULUAN
Latar belakang
Kelelawar merupakan satu-satunya anggota kelas mamalia yang mampu
terbang secara sempurna dengan menggunakan sayap (Hill dan Smith 1984).
Mamalia ini termasuk ke dalam ordo Chiroptera dan terdiri atas 18 famili, 192
marga, dan 977 jenis (Nowak 1999 diacu dalam Suyanto 2001). Kelelawar terbagi
atas dua sub ordo, yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera. Suyanto (2001)
menyatakan bahwa keanekaragaman jenis kelelawar di Indonesia tergolong tinggi
dengan total jenis sebanyak 205 jenis atau sekitar 21% dari jenis kelelawar di
dunia yang telah teridentifikasi, jumlah ini terdiri dari 72 jenis sub ordo
Megachiroptera dan 133 jenis sub ordo Microchiroptera.
Kelelawar memiliki peran penting bagi kelangsungan ekologi maupun
kehidupan manusia. Peranannya antara lain mambantu penyebaran biji dan
penyerbuk bunga pada beberapa jenis tumbuhan, penghasil pupuk guano, dan
sebagai sumber protein dan obat bagi beberapa masyarakat. Selain itu, kelelawar
juga menjadi pengendali hama serangga yang dapat menimbulkan kerusakan di
lahan pertanian, perkebunan, atau pun hutan.
Sebagai peranannya dalam penyebar biji, kelelawar menyebar biji buahbuahan seperti sawo, jambu air, jambu biji, duwet, dan cendana (Dumont et al.
2004). Penelitian Tan et al. (1998) diacu dalam Wijayanti (2011) membuktikan
bahwa kelelawar Cynopterus brachyotis (sub ordo Megachiroptera) di Bangi
Malaysia memakan buah dan menyebarkan biji 17 famili tumbuhan hutan dan
tanaman perkebunan. Penelitian Razakarivony et al. (2005) di Malagasy juga
membuktikan bahwa beberapa kelelawar sub ordo Microchiroptera yang
bersarang di gua memakan serangga ordo Isoptera, Hymenoptera, Coleoptera,
Lepidoptera, Orthoptera, Hemiptera, dan Homoptera yang tercatat sebagai
serangga hama tanaman.
Meskipun peranan kelelawar terhadap ekologi dan kehidupan manusia
sangat besar, populasi kelelawar di seluruh dunia mengalami penurunan. Menurut
Falcão et al. (2003), beberapa jenis kelelawar telah dinyatakan punah dan jenisjenis lainnya sedang mengalami proses menuju kepunahan. Salah satu penyebab
utama penurunan populasi kelelawar adalah degradasi habitat. Banyak jenis
kelelawar yang mencari makan di hutan hujan tropis dan menyesuaikan hidupnya
dengan kondisi sekitarnya sehingga tidak mampu bertahan hidup di hutan yang
telah ditebang atau di perkebunan (Suyanto 2001). Degradasi habitat dapat
mengubah komposisi dan struktur vegetasi dari kondisi semula sehingga akan
mempengaruhi kekayaan dan komposisi jenis kelelawar di suatu lokasi (Kartika
2008).
Menurut Suyanto (2001), habitat kelelawar antara lain gua karst, pohon, dan
atap rumah atau bangunan. Kelelawar juga dapat ditemukan di berbagai tempat
yang memiliki ekosistem darat bervegetasi (Medellín et al. 2000). Salah satu
ekosistem darat yang digunakan sebagai habitat oleh kelelawar adalah kawasan
hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat. Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan kawasan hutan dengan tujuan
khusus sebagai areal pendidikan dengan luas 359 ha. Jenis-jenis pohon yang

2
terdapat di HPGW diantaranya damar (Agathis sp.), pinus (Pinus merkusii), puspa
(Schima wallichii), dan mahoni (Swietenia macrophylla).
Meskipun kelelawar memiliki peran yang cukup penting bagi kehidupan
manusia, namun sampai saat ini perhatian dan upaya konservasi kelelawar masih
tergolong rendah. Hal ini diduga karena lemahnya pengetahuan masyarakat akan
arti penting kelelawar dalam mata rantai ekologi (Soegiharto dan Kartono 2009).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian guna memperoleh informasi mengenai
keanekaragaman jenis kelelawar yang dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan di wilayah ini.

Tujuan
Penelitian mengenai studi keanekaragaman jenis kelelawar di Hutan
Pendidikan Gunung Walat ini bertujuan untuk:
1) Mengukur tingkat keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap tipe tutupan
lahan.
2) Menduga kekayaan dan kemerataan jenis kelelawar berdasarkan tipe tutupan
lahan.
3) Mengukur kesamaan komunitas kelelawar antar tipe tutupan lahan.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keanekaragaman jenis kelelawar sebagai dasar dalam upaya konservasi kelelawar
di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi Jawa Barat (Gambar 1). Pengambilan data di lapang dilakukan selama
empat bulan, yaitu dari bulan Mei–Agustus 2014. Penelitian dilakukan di empat
area tutupan lahan yang terdapat di HPGW (Gambar 2), yaitu: tegakan damar
(Agathis sp.) yang berada di bagian tengah kawasan HPGW, tegakan pinus (Pinus
merkusii) yang berada di bagian utara dan timur HPGW, tegakan puspa (Schima
wallichii) yang berada di bagian barat HPGW, dan lahan agroforest yang berada
di bagian selatan HPGW.

3

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 2 Kondisi tutupan lahan di lokasi pengamatan. a) Tegakan damar, b)
Tegakan pinus, c) Tegakan puspa, d) Agroforest
Kondisi vegetasi dan karakteristik tiap tipe tutupan lahan berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Tegakan damar berada di bagian tengah kawasan
HPGW dengan ketinggian tempat 500-600 mdpl. Tumbuhan damar (Agathis sp.)
paling mendominasi di area ini. Tegakan pinus berada di bagian utara dan timur
HPGW, didominasi oleh tumbuhan pinus (Pinus merkusii). Area ini merupakan
area tertinggi di HPGW dengan ketinggian tempat 600-800 mdpl. Tegakan puspa
berada di bagian barat HPGW dan memiliki ketinggian tempat 500-600 mdpl.
Area ini didominasi oleh tumbuhan tingkat pohon dengan puspa (Schima
wallichii) sebagai tumbuhan yang mendominasi. Lahan agroforest berada di
bagian timur dan selatan HPGW serta berbatasan langsung dengan pemukiman

4
warga. Pengambilan data dilakukan di area bagian selatan. Area ini berada pada
ketinggian tempat 400-500 mdpl. Jenis tumbuhan yang terdapat di area ini antara
lain damar (Agathis sp.), puspa (Schima wallichii), mahoni (Swietenia
macrophylla), pinus (Pinus merkusii), dan beberapa jenis tumbuhan buah. Titik
koordinat pemasangan tiap alat perangkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Titik koordinat alat perangkap pada tiap tipe tutupan lahan
Koordinat
Tipe tutupan
No
Jaring kabut
Perangkap harpa
lahan
S
E
S
E
Tegakan damar 1
6°54’955
106°49’435
6°55’010
106°49’423
2
6°55’061
106°49’419
6°55’034
106°49’423
3
6°55’165
106°49’419
6°55’183
106°49’416
4
6°54’930
106°49’402
6°54’910
106°49’376
5
6°54’979
106°49’378
6°54’975
106°49’391
6
6°55’019
106°49’391
6°55’040
106°49’360
7
6°55’275
106°49’395
6°55’282
106°49’369
8
6°55’311
106°49’345
6°55’334
106°49’370
9
6°55’365
106°49’344
6°55’351
106°49’302
1
Tegakan pinus
6°54’645
106°49’600
6°54’664
106°49’653
2
6°54’637
106°49’434
6°54’644
106°49’526
3
6°54’614
106°49’343
6°54’627
106°49’389
4
6°54’667
106°49’863
6°54’699
106°49’881
5
6°54’673
106°49’847
6°54’686
106°49’864
6
6°54’656
106°49’817
6°54’664
106°49’812
7
6°54’802
106°50’143
6°54’813
106°50’130
8
6°54’772
106°50’112
6°54’751
106°50’087
9
6°54’730
106°50’069
6°54’733
106°50’055
1
Tegakan puspa
6°54’778
106°49’100
6°54’760
106°49’122
2
6°54’753
106°49’146
6°54’762
106°49’164
3
6°54’726
106°49’165
6°54’709
106°49’168
4
6°54’798
106°49’076
6°54’824
106°49’065
5
6°54’844
106°49’034
6°54’885
106°49’048
6
6°54’818
106°49’045
6°54’800
106°49’031
7
6°54’804
106°48’990
6°54’767
106°48’985
8
6°54’809
106°48’928
6°54’799
106°48’950
9
6°54’849
106°48’913
6°54’835
106°48’903
1
Agroforest
6°55’496
106°49’135
6°55’468
106°49’154
2
6°55’486
106°49’107
6°55’483
106°49’086
3
6°55’449
106°49’085
6°55’453
106°49’116
4
6°55’486
106°49’192
6°55;486
106°49’214
5
6°55’526
106°49’207
6°55’513
106°49’179
6
6°55’565
106°49’171
6°55’536
106°49’170
7
6°55’466
106°49’240
6°55’458
106°49’234
8
6°55’434
106°49’206
6°55’425
106°49’205
9
6°55’443
106°49’187
6°55’420
106°49’178

5

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain jaring kabut (mist
net), perangkap harpa (harp trap), GPS Garmin, Krisbow digital caliper KW06351 dengan ketelitian 0.05mm untuk mengukur panjang bagian-bagian tubuh
kelelawar, Tanita digital scale KD-160 dengan ketelitian 0.5 gram untuk
mengukur bobot tubuh kelelawar, software SPSS 16, altimeter, meteran gulung 50
meter, meteran jahit, headlamp, penunjuk waktu, kantong blacu, kertas label,
spidol permanen, plastik spesimen, botol spesimen, kapas, jarum suntik, sarung
tangan karet, alat tulis, tally sheet, dan kamera.

\

(a)
(b)
Gambar 3 (a) Pemasangan jaring kabut, (b) Pemasangan perangkap harpa
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%. Obyek
penelitian adalah kelelawar yang terdapat di HPGW. Kegiatan identifikasi jenis
kelelawar menggunakan Buku Seri Panduan Lapangan Kelelawar di Indonesia
(Suyanto 2001), Jenis-Jenis Kelelawar Khas Agroforest Sumatera (Prasetyo et
al.2011), dan Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan
Brunei Darussalam (Payne et al. 2000).
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer meliputi: (1) Jumlah jenis kelelawar pada tiap tipe
tutupan lahan, (2) Jumlah individu setiap jenis kelelawar, dan (3) karakteristik
morfologi tiap jenis kelelawar, serta (4) kerapatan vegetasi pada tiap tipe tutupan
lahan. Data sekunder yang diambil berupa kondisi umum lokasi penelitian yang
diperoleh melalui studi pustaka.
Metode Pengumpulan Data
Keanekaragaman jenis kelelawar
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai jenis kelelawar
dan jumlah individu setiap jenis kelelawar yang tertangkap. Pengambilan data
dilakukan pada tiga tipe tutupan lahan, yakni: tegakan damar, tegakan pinus,
tegakan puspa, dan agroforest. Pada setiap tegakan dilakukan pemasangan jaring

6
kabut dan perangkap harpa masing-masing sebanyak tiga buah. Pemasangan
jaring kabut dan perangkap harpa dilakukan pada sore hari sekitar pukul 16.00
WIB dan pemeriksaan dilakukan pada pukul 19.00 – 21.00 WIB dan pukul 07.00
WIB. Penempatan jaring kabut dan perangkap harpa ditentukan secara purposive
mewakili setiap tipe tutupan lahan.

Gambar 4

Cara pemasangan jaring kabut menurut Prasetyo et al. 2011. (a)
Dipasang menggunakan bambu, (b) Digantung di pohon

Morfologi
Individu kelelawar yang tertangkap kemudian dilepaskan dari perangkap
secara hati-hati kemudian dicatat jumlah individu tiap jenisnya. Setelah itu
dilakukan analisis morfometrik untuk menentukan jenis kelelawar yang
tertangkap.

Gambar 5 Bagian-bagian tubuh kelelawar yang diukur
Data morfometrik yang dicatat antara lain: Bobot tubuh (BW), jenis kelamin
(JK), panjang tubuh total (TT), panjang telinga (EL), panjang lengan bawah sayap
(FA), betis (TB), panjang kaki belakang (HF), dan panjang ekor (TV) untuk jenisjenis tertentu.
Kerapatan vegetasi
Pengumpulan data kerapatan vegetasi dilakukan pada tingkat pertumbuhan
pohon untuk mengetahui kondisi habitat kelelawar di HPGW secara umum
dengan mengetahui komposisi vegetasinya. Pelaksanaan metode ini dimulai
dengan membuat petak lingkaran berjari-jari 17.8 meter sebanyak enam petak di
tiap tipe tutupan lahan. Data yang diambil meliputi nama jenis, jumlah individu
tiap jenis, diameter, dan tinggi total. Total petak contoh yang dibuat berjumlah 36
petak.

7

Gambar 6 Ilustrasi pembuatan petak
Pengolahan dan Analisis Data
Indeks keanekaragaman jenis
Keanekaragaman jenis kelelawar dihitung menggunakan
keanekaragaman jenis Shannon-Wiener dengan persamaan:

indeks

n

H =- ∑ pi .ln(pi ) dan pi = i
N
Keterangan: H’= indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi= jumlah individu
jenis ke-i, dan N= jumlah total individu seluruh jenis.
Indeks kekayaan jenis
Kekayaan jenis kelelawar dihitung menggunakan indeks kekayaan jenis
Margalef (Dmg). Kekayaan jenis kelelawar diukur dengan menggunakan rumus:
1
Dmg=
ln N
Keterangan: Dmg= indeks kekayaan jenis Margalef, S= jumlah jenis, dan N=
jumlah total individu seluruh jenis.
Selain menggunakan indeks kekayaan jenis Margalef (Dmg), penghitungan
kekayaan jenis kelelawar juga dilakukan menggunakan indeks kekayaan jenis
Jackknife untuk menduga besarnya kekayaan jenis kelelawar di lokasi penelitian.
Persamaan indeks kekayaan jenis Jackknife adalah sebagai berikut (Heltse dan
Forrester 1983):
n 1
=s (
)k
n
Keterangan: = indeks kekayaan Jackknife, s= total jumlah jenis yang
teramati, n= banyaknya unit contoh, k= jumlah spesies yang unik.
Keragaman nilai dugaan Indeks kekayaan jenis Jackknife dihitung
menggunakan rumus berikut:
k2
n 1
j fj
) [∑ 2 n ]
ar = (
n
Keterangan: ar = keragaman dugaan Jackknife, fj= jumlah unit contoh
ditemukan jenis unik, k= jumlah jenis unik, n= jumlah total unit contoh.

8
Pendugaan selang bagi indeks kekayaan jenis Jackknife dihitung
menggunakan rumus berikut:

n–1.



Notasi tα diperoleh dari tabel t-student pada α= 0.05 dengan derajat bebas

Indeks kemerataan jenis
Ludwig dan Reynold (1988) menyatakan bahwa proporsi kelimpahan tiap
jenis pada lokasi pengamatan dapat dihitung dengan menggunakan indeks
kemerataan. Indeks kemerataan menunjukkan ada tidaknya dominasi suatu jenis
pada lokasi pengamatan. Penentuan nilai indeks kemerataan jenis kelelawar
menggunakan persamaan berikut:
H
E=
ln
Keterangan: E= indeks kemerataan jenis, H’= indeks keanekaragaman jenis
Shannon-Wiener, dan S= jumlah jenis.
Menurut Krebs (1978), nilai indeks kemerataan mendekati satu
menunjukkan bahwa jenis yang terdapat dalam suatu komunitas semakin merata,
sedangkan bila nilai indeks kemerataan mendekati nol maka menunjukkan
ketidakmerataan jenis dalam komunitas tersebut.
Indeks kesamaan komunitas
Indeks kesamaan komunitas dihitung untuk mengetahui kesamaan antar
habitat berdasarkan jumlah jenis yang dijumpai (Husna 2006). Penghitungan
koefisien kesamaan jenis didasarkan pada keberadaan suatu jenis yang dinotasikan
dengan angka 1 dan apabila tidak terdapat suatu jenis maka dinotasikan dengan
angka 0 dalam habitat yang dibandingkan. Metode yang digunakan dalam
perhitungan indeks kesamaan jenis kelelawar adalah indeks Jaccard (JI). Menurut
Goodall (1973) diacu dalam Ludwig dan Reynolds (1988), Indeks Jaccard
umumnya tidak menghasilkan bias bahkan pada ukuran sampel yang kecil. Indeks
Jaccard menggunakan persamaan berikut:
a
JI=
a b c
Keterangan: a= jumlah jenis yang ditemukan di habitat A dan B, b= jumlah jenis
yang ditemukan di habitat A, dan c= jumlah jenis yang ditemukan di habitat B.
Kerapatan vegetasi
Data vegetasi yang telah didapatkan diolah menggunakan rumus kerapatan
berikut:
kerapatan =jumlah individu⁄luas petak contoh
Hubungan antara tutupan lahan dengan keberadaan jenis kelelawar diuji
menggunakan uji logistik biner (binary logistic) dalam software SPSS 16.

9
Niche overlap
Niche overlap digunakan untuk mengetahui hubungan antara setiap jenis
kelelawar terhadap sumberdaya yang dimanfaatkan berdasarkan tipe tutupan
lahan. Persamaan yang digunakan menggunakan Morisita-Horn Index dengan
rumus:
2 ∑ni pij pik
CH = n
∑i pij2 ∑ni pik2

Keterangan: CH= Indeks Morisita-Horn antara kelelawar jenis ke-j dan jenis ke-k,
pij= proporsi tipe tutupan lahan yang digunakan kelelawar jenis ke-j (pij= n/N),
pik= proporsi tipe tutupan lahan yang digunakan kelelawar jenis ke-k (pik= n/N),
n= jumlah tipe tutupan lahan.
Morfologi kelelawar
Pengukuran morfologi kelelawar dianalisis secara kuantitatif dan
kualitatif. Analisis morfologi kelelawar secara kuantitatif dilakukan dengan
mengukur berat tubuh kelelawar dan mengukur panjang bagian tubuh yang terdiri
dari panjang tubuh total, lengan bawah sayap, telinga, kaki, dan ekor untuk jenisjenis tertentu. Analisis morfologi kelelawar secara kualitatif dilakukan dengan
mellihat perbedaan struktur wajah, rambut, dan adanya cakar pada jari sayap
kedua.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Komposisi jenis kelelawar
Jumlah jenis kelelawar yang ditemukan selama pengambilan data
sebanyak 19 jenis dan berasal dari 4 famili, yaitu Pteropodidae (9 jenis),
Rhinolophidae (2 jenis), Hipposideridae (2 jenis), dan Vespertilionidae (6 jenis).
Berdasarkan tipe tutupan lahannya, sebanyak 9 jenis kelelawar ditemukan di
tegakan damar, 8 jenis di lahan agroforest dan pinus, serta 11 jenis di tegakan
puspa. Jumlah total individu yang tertangkap sebanyak 205 individu (Tabel 2).
Kelelawar jenis Cynopterus brachyotis, Cynopterus titthaecheilus, dan
Rhinolophus affinis merupakan jenis kelelawar yang terdapat di seluruh tutupan
lahan. Cynopterus brachyotis merupakan jenis kelelawar yang paling banyak
ditemukan selama pengamatan yaitu 74 individu, dan jenis kelelawar yang paling
sedikit ditemukan antara lain Rousettus amplexicaudatus, Myotis muricola, Myotis
adversus, Murina suilla, Hipposideros diadema, dan Cynopterus horsfieldii yang
berjumlah masing-masing 1 individu (Gambar 7).

10
Tabel 2 Komposisi jenis kelelawar yang ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung
Walat
No

Famili

Nama Jenis

1
2
3
4

Pteropodidae
Pteropodidae
Pteropodidae
Pteropodidae

5

Pteropodidae

6
7
8

Pteropodidae
Pteropodidae
Pteropodidae

Cynopterus brachyotis
Cynopterus horsfieldii
Cynopterus minutus
Cynopterus sphinx
Cynopterus
titthaecheilus
Eonycteris spelaea
Macroglossus sobrinus
Rousettus
amplexicaudatus
Rousettus leschenaultii
Hipposideros diadema
Hipposideros larvatus
Rhinolophus affinis
Rhinolophus pusillus
Kerivoula hardwickii
Miniopterus australis
Murina suilla
Myotis adversus
Myotis muricola
Pipistrellus tenuis

Jumlah Individu Ditemukan
Dmr Agf Pns
Psp
10
27
10
27
0
0
1
0
3
1
2
0
0
0
10
1
1

3

14

5

0
0

3
3

0
0

0
0

0

1

0

0

Pteropodidae
1
1
0
Hipposideridae
1
0
0
Hipposideridae
5
0
0
Rhinolophidae
12
2
1
Rhinolophidae
2
0
1
Vespertilionidae
0
0
2
Vespertilionidae
0
0
0
Vespertilionidae
1
0
0
Vespertilionidae
0
0
0
Vespertilionidae
0
0
0
Vespertilionidae
0
0
0
Jumlah Jenis
9
8
8
Jumlah Individu
36
41
41
Keterangan: Dmr= Damar, Agf= Agroforest, Pns= Pinus, Psp= Puspa

1
0
10
31
4
0
1
0
1
1
5
11
87

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

80
70
60
50
40
30
20
10
0

Jumlah Individu

74
46
23

15

11

7

6

5

3

3

3

2

1

1

1

1

1

1

Gambar 7 Jumlah individu jenis kelelawar yang ditemukan di HPGW

1

11
Tegakan puspa memiliki jumlah jenis kelelawar terbanyak yaitu 11 jenis;
sedangkan jumlah jenis terendah terdapat pada lahan agroforest dan pinus yaitu
masing-masing 8 jenis (Gambar 8). Kelelawar dari famili Pteropodidae
merupakan famili yang memiliki jumlah jenis dan jumlah individu paling banyak
diantara famili lainnya; sedangkan famili Hipposideridae dan Rhinolophidae
memiliki jumlah jenis yang paling sedikit. Jumlah individu paling sedikit
ditemukan pada famili Vespertilionidae (Gambar 9).
100

Jumlah Jenis
41

36

50

Jumlah Individu

9

87

41

8

11

8

0
Damar

Gambar 8

Agroforest

Pinus

Puspa

Perbandingan jumlah jenis dan jumlah individu kelelawar pada
masing-masing tutupan lahan
6

Vespertilionidae
Hipposideridae

2

Rhinolophidae

2

11

Jumlah Jenis

Jumlah Individu

16
53
9

Pteropodidae
0

125
20

40

60

80

100

120

140

Gambar 9 Perbandingan jumlah jenis dan jumlah individu tiap famili
Jenis kelelawar Megachiroptera terbanyak ditemukan di lahan agroforest
yaitu 7 jenis, diantaranya C. brachyotis, C. minutus, C. titthaecheilus, E. spelaea,
M. sobrinus, R. amplexicaudatus, dan R. leschenaultii; sedangkan pada tegakan
damar dan puspa memiliki jenis kelelawar Megachiroptera paling sedikit yaitu
masing-masing 4 jenis. Jumlah jenis kelelawar Microchiroptera terbanyak
ditemukan di tegakan puspa yaitu 7 jenis, diantaranya H. larvatus, M. australis,
M. adversus, M. muricola, P. tenuis, R. affinis, dan R. pusillus; sedangkan jumlah
jenis terendah terdapat di lahan agroforest yaitu 1 jenis (Gambar 10).
60
40
20
0

Damar
4

7

5

4

Megachiroptera

Agroforest
5

1

3

Pinus
7

Microchiroptera

Jumlah Jenis

Puspa
39 37 34

15

53
21
2

Megachiroptera

4

Microchiroptera

Jumlah Individu

Gambar 10 Perbandingan jumlah jenis dan jumlah individu kelelawar sub ordo
Megachiroptera dan Microchiroptera di tiap tutupan lahan

12

Jumlah jenis

Seluruh jenis kelelawar yang tertangkap oleh jaring kabut merupakan
kelelawar Megachiroptera sebanyak 9 jenis dengan jumlah individu tertangkap
sebanyak 125 individu. Seluruh kelelawar yang tertangkap oleh perangkap harpa
berasal dari sub ordo Microchiroptera sebanyak 10 jenis dengan jumlah individu
tertangkap sebanyak 80 individu. Jaring kabut memiliki tingkat keberhasilan lebih
tinggi pada lahan agroforest dan pinus daripada perangkap harpa. Keberhasilan
perangkap harpa lebih tinggi ditemukan pada tegakan damar dan puspa dengan
jumlah jenis kelelawar tertangkap lebih banyak dibandingkan menggunakan jaring
kabut. Perbandingan keberhasilan alat penangkapan disajikan pada Gambar 11.
20

4

5

Jaring kabut

Perangkap harpa

9

8

7
1

5

Total

8
3

7

4

11

0
Damar

Agroforest

Pinus

Puspa

Gambar 11 Perbandingan keberhasilan alat penangkap pada tiap tutupan lahan
Hasil analisis pendugaan kekayaan jenis Jackknife menunjukkan bahwa
jumlah jenis yang ditemukan di lokasi penelitian masih bisa bertambah antara 19
sampai dengan 32 jenis dengan simpangan baku sebesar 2.14 (selang kepercayaan
95%) serta jumlah jenis unik yang dapat ditemukan sebanyak 25 jenis. Selama
pengambilan data berlangsung, pada tegakan damar dan puspa masih terjadi
penambahan jenis hingga pengulangan terakhir sebanyak 9 jenis dan 11 jenis;
sedangkan pada lahan agroforest dan pinus sudah tidak terjadi penambahan jenis
dengan jumlah masing-masing 8 jenis. Total usaha penangkapan adalah 36
individu per malam-perangkap.
Aktivitas kelelawar diduga berkaitan dengan periode bulan.. Jumlah jenis
dan individu kelelawar yang tertangkap ketika periode bulan penuh jauh lebih
sedikit dibandingkan kelelawar yang tertangkap ketika periode diluar bulan penuh
(Gambar 12).
300

Jumlah Jenis

Jumlah Individu

200
100
0

4

10

Periode bulan penuh

205

19
Periode diluar bulan penuh

Gambar 12 Perbandingan jumlah jenis dan individu kelelawar yang tertangkap
berdasarkan periode bulan
Seluruh jenis kelelawar yang didapatkan pada penelitian ini berstatus
konservasi LC (Least Concern) atau resiko rendah dalam IUCN, tidak terdapat
jenis kelelawar yang termasuk ke dalam daftar kategori Appendiks CITES dan
dalam daftar jenis satwa yang dilindungi menurut PP No. 7 Tahun 1999 (Tabel 3).

13
Tabel 3 Status konservasi jenis kelelawar di Hutan Pendidikan Gunung Walat
No

Jenis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Cynopterus brachyotis (Müller, 1838)
Cynopterus horsfieldii (Gray, 1843)
Cynopterus minutus (Miller, 1906)
Cynopterus sphinx (Vahl, 1797)
Cynopterus titthaecheilus (Temminck, 1825)
Eonycteris spelaea (Dobson, 1871)
Hipposideros diadema (Geoffroy, 1813)
Hipposideros larvatus (Horsfield, 1823)
Kerivoula hardwickii (Horsfield, 1824)
Macroglossus sobrinus (K.Andersen, 1911)
Miniopterus australis (Tommes, 1858)
Murina suilla (Temminck, 1840)
Myotis adversus (Horsfield, 1824)
Myotis muricola (Gray, 1864)
Pipistrellus tenuis (Temminck, 1840)
Rhinolophus affinis (Horsfield, 1823)
Rhinolophus pusillus (Temminck, 1834)
Rousettus amplexicaudatus (É.Geoffroy,
18
1810)
19 Rousettus leschenaultii (Desmarest, 1820)
Keterangan: LC= Least Concern, n.a= non appendix

IUCN

CITES

LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC

n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a

PP No.
7 tahun
1999
-

LC

n.a

-

Kerapatan tegakan
Kondisi kerapatan tegakan pada setiap tutupan lahan berbeda antara satu
dengan yang lainnya dan diduga berpengaruh terhadap aktivitas kelelawar.
Kerapatan tertinggi terdapat pada tegakan pinus; sedangkan kerapatan terendah
terdapat pada lahan agroforest (Tabel 4).
Tabel 4 Perbandingan kerapatan tegakan pada tiap tutupan lahan
Kerapatan
(ind/ha)
308

2

Tipe Tutupan
Lahan
Tegakan
Damar
Agroforest

52

Puspa

3

Tegakan Pinus

370

Pinus

4

Tegakan Puspa

257

Puspa

No
1

Jenis
Jenis Tumbuhan Lain
Mendominasi
Damar
Puspa, kayu afrika
Damar, kayu afrika,
mahoni, pinus, puspa,
pisang, pambu bol,
manggis, nangka, kopi,
akasia, durian, salak,
sukun, rambutan
Kayu afrika, mahoni,
puspa
Damar, mahoni

14
Kelelawar diduga lebih memanfaatkan lahan agroforest, pinus, dan puspa;
sedangkan pada tegakan damar tidak terdapat kelelawar yang lebih memanfaatkan
tipe tutupan lahan ini (Tabel 5).
Tabel 5 Hasil uji logistik biner terhadap masing-masing tutupan lahan
Tutupan Lahan
Pinus

Puspa

40.488
26.202

38.139
24.373

40.488
23.112

-1.505
1
.220

14.286
3
.003

13.766
2
.001

17.376
3
.001

.000

.485

.486

.567

.000
.000
.

7.489
6
.278
C. brachyotis,
E. Spelaea, R.
affinis

.108
2
.947

3.300
5
.654
C. brachyotis,
H. Larvatus,
M. australis

Metode Uji
'-2 Log likelihood
Block 0
Block 1
Omnibus Test
Chi-square
Df
Sig.
Nagelkerke R
Square
Hosmer and
Lemeshow Test
Chi-square
Df
Sig.
Variables in the
Equation

Damar

Agroforest

40.488
40.488

-

C.
titthaecheilus,
K. Hardwickii

Tipe tutupan lahan agroforest didapatkan 3 jenis kelelawar yang lebih
memanfaatkan tutupan lahan (C. brachyotis, E. spelaea, R. affinis), pada tegakan
pinus terdapat 2 jenis kelelawar yang lebih memanfatkan tutupan lahan (C.
titthaecheilus, K. hardwickii), dan pada tegakan puspa terdapat 3 jenis kelelawar
yang lebih memanfaatkan tutupan lahan (C. brachyotis, H. larvatus, M. australis).
Keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan jenis kelelawar
Nilai keanekaragaman kelelawar yang ditemukan di HPGW secara
keseluruhan adalah sebesar 2.02 dengan nilai kekayaan jenis sebesar 3.38 dan
nilai kemerataan 0.69. Keanekaragaman jenis kelelawar tertinggi didapatkan pada
tegakan damar H’= 1.76) sedangkan keanekaragaman jenis terendah terdapat di
lahan agroforest H’= 1.27). Nilai kekayaan jenis tertinggi terdapat di tegakan
puspa (Dmg= 2.24) sedangkan nilai kekayaan jenis terendah terdapat pada lahan
agroforest dan pinus (Dmg= 1.88). Indeks kemerataan jenis tertinggi terdapat di
tegakan damar (E= 0.80) dan kemerataan terendah terdapat di lahan agroforest
(E= 0.61) (Gambar 13). Seluruh nilai kemerataan jenis pada tiap tipe tutupan
lahan mendekati 1, hal ini menunjukkan bahwa kelelawar di HPGW cenderung
merata dan tidak terdapat jenis yang sangat mendominasi.

15
2,50
2,00

2.24

2.23
1.88

1.76

1.88

1.71

1.27

1,50
1,00

1.62

0.80

0.61

0.78

0.71

0,50
0,00
Damar

Agroforest
Keanekaragaman

Pinus
Kekayaan

Puspa

Kemerataan

Gambar 13 Perbandingan nilai indeks pada masing-masing tutupan lahan
Kesamaan komunitas kelelawar
Perhitungan kesamaan komunitas kelelawar pada tiap tipe tutupan lahan
menunjukkan bahwa kesamaan komunitas tertinggi ditemukan antara tegakan
damar dengan tegakan puspa (JI= 0.43); sedangkan nilai indeks kesamaan
komunitas terendah ditemukan antara lahan agroforest dengan tegakan puspa (JI=
0.27) (Tabel 6).
Tabel 6 Indeks kesamaan komunitas kelelawar pada tiap tipe tutupan lahan
Habitat
Damar
Agroforest
Pinus
Puspa
Damar
0.42
0.42
0.43
Agroforest
0.33
0.27
Pinus
0.36
Puspa
Niche overlap
Nilai niche overlap terbesar terdapat pada kelelawar jenis Cynopterus
horsfieldii terhadap Kerivoula hardwickii, Eonycteris spelaea terhadap
Macroglossus sobrinus dan Rousettus amplexicaudatus, Hipposideros diadema
terhadap Murina suilla dan Rousettus leschenaultii, Macroglossus sobrinus
terhadap Rousettus amplexicaudatus, serta Miniopterus australis terhadap Myotis
adversus, Myotis muricola, dan Pipistrellus tenuis masing-masing sebesar 1. Nilai
niche overlap yang mendekati 1 menunjukkan telah terjadi kesamaan penggunaan
tipe tutupan lahan yang besar, sedangkan nilai niche overlap yang bernilai
mendekati 0 menunjukkan bahwa overlap yang terjadi tidak besar. Matriks nilai
niche overlap tiap jenis kelelawar disajikan pada Tabel 7.
Kesamaan penggunaan sumberdaya juga terjadi antar spesies yang sama.
Penelitian ini menunjukkan terdapat kesamaan penggunaan sumberdaya pada
kelelawar Kerivoula hardwickii jantan terhadap Kerivoula hardwickii betina, dan
Macroglossus sobrinus jantan terhadap Macroglossus sobrinus betina. Matriks
nilai niche overlap tiap jenis kelelawar berdasarkan jenis kelamin disajikan pada
Lampiran 4.

16

CB
CH
CM
CS
CT
ES
HD
HL
KH
MS
MA
Msu
Mad
MM
PT
RA
RP
Ram
RL

CB
1.00

Tabel 7
CH CM
0.21 0.50
1.00 0.48
1.00

Matriks nilai niche overlap pada tiap jenis kelelawar berdasarkan tipe tutupan lahan
CS
CT ES HD HL KH MS MA Msu Mad MM PT RA
0.27 0.58 0.56 0.21 0.67 0.21 0.56 0.56 0.21 0.56 0.56 0.56 0.73
0.99 0.85 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03
0.50 0.60 0.24 0.72 0.35 0.48 0.24 0.00 0.72 0.00 0.00 0.00 0.32
1.00 0.90 0.00 0.00 0.09 0.99 0.00 0.10 0.00 0.10 0.10 0.10 0.12
1.00 0.18 0.06 0.32 0.85 0.18 0.30 0.06 0.30 0.30 0.30 0.37
1.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06
1.00 0.43 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.34
1.00 0.00 0.00 0.86 0.43 0.86 0.86 0.86 0.99
1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03
1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06
1.00 0.00 1.00 1.00 1.00 0.88
1.00 0.00 0.00 0.00 0.34
1.00 1.00 1.00 0.88
1.00 1.00 0.88
1.00 0.88
1.00

RP
0.73
0.20
0.47
0.29
0.52
0.00
0.40
0.97
0.20
0.00
0.80
0.40
0.80
0.80
0.80
0.97
1.00

Ram
0.56
0.00
0.24
0.00
0.18
1.00
0.00
0.00
0.00
1.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.06
0.00
1.00

RL
0.91
0.00
0.62
0.05
0.34
0.50
1.00
0.75
0.00
0.50
0.50
0.50
0.50
0.50
0.50
0.76
0.75
0.50
1.00

Keterangan: CB= Cynopterus brachyotis, CH= Cynopterus horsfieldii, CM= Cynopterus minutus, CS= Cynopterus sphinx, CT=
Cynopterus titthaecheilus, ES= Eonycteris spelaea, HD= Hipposideros diadema, HL= Hipposideros larvatus, KH= Kerivoula hardwickii,
MS= Macroglossus sobrinus, MA= Miniopterus australis, Msu= Murina suilla, Mad= Myotis adversus, MM= Myotis muricola, PT=
Pipistrellus tenuis, RA= Rhinolophus affinis, RP= Rhinolophus pusillus, Ram= Rousettus amplexicaudatus, RL= Rousettus leschenaultii
16

17
Pembahasan
Komposisi jenis kelelawar
Kelelawar yang ditemukan di HPGW berjumlah 19 jenis atau sekitar 9%
dari total 205 jenis kelelawar yang terdapat di Indonesia menurut Suyanto (2001).
Tegakan puspa memiliki jumlah jenis dan kelimpahan individu kelelawar paling
tinggi dibandingkan dengan tipe tutupan lahan lainnya. Hal ini dikarenakan lokasi
tegakan puspa yang berbatasan langsung dengan lahan agroforest dan perkebunan
warga sehingga jenis tumbuhan yang terdapat di lokasi ini lebih beragam.
Menurut Kartika (2008), sebagian jenis kelelawar menggunakan pohon yang
memiliki karakteristik tertentu sebagai tempat bertengger. Secara tidak langsung,
vegetasi menyediakan pohon pakan dan merupakan habitat serangga yang
merupakan sumber pakan bagi kelelawar.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sumirto (2013) yang
menunjukkan bahwa jumlah jenis kelelawar paling banyak ditemukan di habitat
kebun. Perbedaan ini disebabkan karena letak lahan agroforest berbatasan
langsung dengan pemukiman warga, sehingga mempengaruhi aktivitas kelelawar
baik dalam mencari pakan ataupun bersarang. Menurut Baudinette et al. (1994),
Russso et al. (2003), dan Willis dan Brigham (2004) diacu dalam Wijayanti
(2011), dengan memilih sarang, kelelawar dapat memperoleh beberapa
keuntungan, yaitu perlindungan dari cuaca buruk, perlindungan dari predator,
memperkecil energi termoregulasi, keberhasilan reproduksi, serta transfer
informasi tempat mencari makan dan tempat bersarang.
Kelelawar anggota sub ordo Megachiroptera paling banyak ditemukan di
lahan agroforest baik dari segi jenis maupun kelimpahan individunya. Jenis
tumbuhan yang terdapat di lokasi ini paling bervariasi dibandingkan lokasi
lainnya khususnya tumbuhan buah, sehingga diduga dimanfaatkan oleh kelelawar
untuk beraktivitas. Menurut Altringham (1996), kebanyakan kelelawar
Megachiroptera bersarang di pohon dengan jumlah koloni besar. Pohon sarang
Megachiroptera biasanya tinggi dan besar, tetapi tidak berdaun rimbun. Pohon
tempat bersarang kelelawar biasanya menyediakan akses yang mudah menuju
tempat pencarian pakan dan mempunyai pencahayaan yang cukup bagi
perkembangan anakan (Campbell et al. 1996). Penelitian Maryati (2008) di
Taman Nasional Gunung Ciremai menunjukkan terdapat 21 jenis tumbuhan yang
merupakan sumber pakan kelelawar sub ordo Megachiroptera.
Jumlah individu kelelawar sub ordo Microchiroptera di tegakan puspa
paling melimpah diantara tutupan lahan yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh
keberadaan Gua Putih yang terdapat di lokasi ini. Menurut Altringham (1996) dan
Zahn dan Hager (2005) beberapa jenis kelelawar memilih gua sebagai tempat
bersarang karena kondisi gua yang lembap, suhu stabil, dan jauh dari kebisingan.
Gua-gua dengan lorong pendek (