Kelayakan usaha agroforestry di hutan pendidikan gunung walat Sukabumi, Jawa Barat

(1)

KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRY

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SUKABUMI JAWA BARAT

DYAH NUR ISNAINI E14101019

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRY

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SUKABUMI JAWA BARAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DYAH NUR ISNAINI E14101019

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Judul : Kelayakan Usaha Agroforestry di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Dyah Nur Isnaini

NRP : E14101019

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc NIP 131 918 661

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP 131 430 799


(4)

RINGKASAN

Dyah Nur Isnaini. E14101019. Analisis Kelayakan Usaha Agroforestry Di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.

Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peranan yang strategis dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Kurangnya kesempatan masyarakat desa sekitar hutan untuk mengakses sumberdaya alam tersebut dapat menimbulkan konflik, sebagai contoh krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah mengakibatkan perambahan kawasan hutan berlangsung dimana-mana. Kondisi ini terjadi pula di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Untuk dapat menekan, mengurangi dan mengembalikan kawasan hutan ke kondisi semula perlu diadakan suatu kegiatan rehabilitasi. Salah satu caranya yaitu dengan adanya pembinaan masyarakat sekitar hutan melalui kerja sama agroforestri. Untuk dapat melihat sejauh mana agroforestry telah berkembang di HPGW dan mencapai tingkat keberhasilan khususnya keuntungan yang diperoleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan suatu analisis untuk mengukurnya. Analisis yang sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek berbasis finansial.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), pada bulan Maret 2005 dengan sasaran para petani penggarap agroforestry di HPGW. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dari sasaran penelitian dengan total responden 60 orang (40,54%), pola I sebesar 7,43% (11 responden), pola II sebesar 9,46% (14 responden) dan pola III sebesar 23,65% (35 responden).

Data dianalisis secara deskriptif sehingga dapat diketahui kelayakan usaha agroforestry yang dikembangkan di HPGW dengan menggunakan kriteria kelayakan usaha yaitu BCR, NPV, IRR, BEP dan Payback Periode. Selain itu, dapat diketahui pula tingkat persepsi petani tentang keberlanjutan program kerjasama agroforestry.

Usaha agroforestry yang dikembangan di HPGW meliputi 3 pola agroforestry. Pola agroforestry dibedakan dari kondisi hutan dan jumlah pohon/ha. Pola I apabila kondisi hutan sudah gundul atau jumlah pohon yang tersisa kurang dari 25 pohon/ha. Untuk pola II, kondisi hutan sudah agak gundul


(5)

atau jumlah pohon yang tersisa dari 25 – 100 pohon/ha dan apabila kondisi hutannya masih cukup rapat atau jumlah pohon yang tersisa antara 100 – 200 pohon/ha merupakan pola III.

Kriteria kelayakan yang digunakan dalam analisis yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR), Break Event Point (BEP) dan Payback Periode (PBP). Nilai NPV yang diperoleh untuk masing-masing pola yaitu sebesar Rp 5.335.481 pola AF I , Rp 2.204.372 untuk pola AF II dan Rp 14.476.541 untuk pola AF III. Sedangkan nilai BCR untuk masing-masing pola adalah 1,50 untuk pola AF I, 1,20 pola AF II dan 2,18 pola AF II. Untuk nilai IRR pada pola AF I diperoleh 31%, pola AF II dan III sebesar 32%. Break Event Point untuk ketiga pola bervariasi, pola AF I pada tahun ke-6, pola AF II pada tahun ke-7 dan pola AF III pada tahun ke-5. Indikator payback periode untuk ketiga pola diperoleh hasil yang sama yaitu pada tahun ke-2.

Persepsi petani penggarap agroforestry di HPGW terhadap program kerjasama agroforestry mempunyai tingkat persepsi rata-rata sedang. Artinya mereka menganggap agroforestry yang dikembangkan mempunyai manfaat dan dapat menguntungkan kedua belah pihak, baik pihak petani maupun HPGW. Dengan biaya yang tidak terlalu mahal agroforestry tetap dapat dilaksanakan dan sewaktu-waktu hasilnya dapat diambil untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Keberlanjutan program kerjasama ini, menurut hasil pengukuran persepsi bahwa para petani penggarap agroforestry di HPGW akan tetap melaksanakan program kerjasama ini. Dengan alasan program ini dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari para petani dan dapat pula meningkatkan kesejahteraan petani bila pengelolaanya dilakukan secara maksimal.

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis kelayakan usaha agroforestri yang dikembangkan di HPGW dengan menggunakan 5 kriteria diatas maka ketiga pola yang terbentuk adalah layak untuk diusahakan. Sedangkan untuk tingkat persepsi responden petani penggarap agroforestry tentang keberlanjutan program kerjasama agroforestry dengan pihak HPGW, adalah bahwa program ini akan dapat terus dilanjutkan meskipun tidak ada bantuan lagi dari pihak HPGW.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 9 November 1982 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wagiyo dengan Ibu Suisna ‘Asri Jiwarti. Pendidikan penulis diawali pada tahun1986 di Taman Kanak-Kanak R. A. Hidayah Tayu Wetan selama dua tahun. Tahun 1989, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Tayu Wetan 02 selama enam tahun. Selanjutnya pada tahun 1995, penulis mengikuti pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 1 Tayu - Pati dan menyelesaikannya pada tahun 1998. pada tahun yang sama, penulis memasuki SMU Negeri 1 Tayu - Pati hingga tamat pada tahun 2001.

Pada tahun 2001, penulis diberi kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kehutanan pada program studi Manajemen Hutan melalui jalur USMI. Tahun ketiga pendidikan di IPB, penulis memilih Laboratorium Politik Ekonomi Sosial Kehutanan. Selama melaksanakan studi di Fakultas Kehutanan IPB, penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan (2003-2004) sebagai sekretaris Departemen Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Sosial (KKS) dan tahun 2004-2005 sebagai Sekretaris Umum. Tahun 2004 juga aktif di himpunan profesi Forest Managemet Student Club (FMSC) sebagai sekretaris Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM).

Tahun 2004, penulis melaksanakan Praktik Umum Kehutanan (PUK) di Jawa Tengah, jalur Cilacap – Baturaden dan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Getas (KPH Ngawi). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul “ Kelayakan Usaha Agroforestry di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat “, di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam juga tercurah kepada nabi besar umat Islam Muhammad SAW beserta para sahabat dan keluarganya serta para pengikutnya yang istiqomah hingga akhir masa.

Ucapan terima kasih diucapkan kepada :

1. Bapak Wagiyo dan Ibu Suisna Asri Jiwarti atas segala upaya jerih payahnya dan lantunan doa yang tak pernah putus. Semoga Allah memberikan balasan yang leih baik dan menempatkan keduanya pada tempat yang mulia disisi-Nya nanti.

2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc atas bimbingan, ilmu dan waktu yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik.

3. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Lina Karlinasari, S.Hut, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan atas segala kritik dan masukannnya demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Mas Wahyu, Dik Ida dan Addin atas kebersamaan yang indah, dukungan moral dan materiilnya. Semoga Allah selalu membimbing kita pada jalan hidayah-Nya.

5. Lingkaran kecilku yang telah memberikan energi dan pencerahan dalam menapaki hidup.

6. Seluruh staf dan teman-teman dari Laboratorium Politik Ekonomi Sosial Kehutanan serta staf administrasi Departemen Manajemen Hutan atas segala bantuan dan kerjasamanya.

7. Saudara-saudara akhwat dan ikhwan ’38 atas setiap waktu yang diperjuangkan dan ukhuwah yang tak tergoyahkan.

Jazakumullahu Khairan Katsiran.


(8)

9. Keluarga kecil “Wisma Mardiyah” : Trias, mba Puji, De Ajeng, Delfy, Yayat & Afi, Santi, teh itatea, Herlin yang memberikan banyak motivasi dan semangat. Semoga ukhuwah kita tetap terjalin hingga nanti.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dan telah sangat membantu dalam penyelesaian tulisan. Terima kasih ya!

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia kehutanan. Atas segala kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena sesungguhnya kelebihan hanya datang dari Allah SWT semata dan kekurangan berasal dari diri penulis pribadi.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Bogor, Maret 2006


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Kerangka Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Agroforestry ... 5

B. Analisis Kelayakan Usaha ... 6

C. Persepsi dan Keberlanjutan Program ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

B. Sasaran dan Alat ... 12

C. Sumber Data ... 12

D. Jenis Data ... 12

E. Metode Pengumpulan Data ... 13

F. Metode Pengambilan Contoh ... 13

G. Metode Pengolahan Data ... 13

H. Metode Analisis Data ... 17

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Umum Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) ... 18

1. Letak dan Luas ... 18


(10)

3. Topografi ... 19

4. Vegetasi dan Fauna ... 19

5. Kelembagaan dan Sejarah HPGW ... 20

6. Pengembangan Pola-Pola Agroforestry ... 21

B. Keadaan Umum Desa Hegarmanah ... 23

1. Kondisi Bio-fisik ... 23

2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hegarmanah ... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 29

1. Karakteristik Responden Petani Penggarap Agroforestriy ... 29

B. Pendapatan dan Pengeluaran Rata-Rata Rumah Tangga Petani Agroforestry ... 33

1. Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 33

2. Pengeluaran Rumah Tangga Petani ... 36

C. Kelayakan Usaha Agroforestry ... 37

1. Pendapatan Petani Agroforestry ... 37

2. Pengeluaran Petani Agroforestry ... 38

3. Perkiraan Analisis Rugi dan Laba Usaha Agroforestry ... 39

4. Kriteria Analisis Finansial ... 40

a. Benefit Cost Ratio (BCR) ... 41

b. Net Present Value (NPV) ... 41

c. Internal Rate of Return (IRR) ... 42

d. Break Event Point (BEP) ... 43

e. Pay Back Periode (PBP ... 44

D. Persepsi dan Keberlanjutan Kerjasama Agroforestry ... 45

1. Tingkat Persepsi Petani Penggarap Agroforestry ... 45

2. Keberlanjutan Program Kerjasama Agroforestry ... 48

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(11)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Tingkat Persepsi berdasarkan Skala Likert ... 16

2. Penduduk Desa Hegarmanah Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 25

3. Sarana Pendidikan di Desa Hegarmanah ... 25

4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Hegarmanah ... 26

5. Pola Penggunaan Lahan di Desa Hegarmanah ... 27

6. Jumlah Pemilik Lahan Menurut Luas Lahan ... 27

7. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Kampung ... 29

8. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Pemilikan Lahan ... 29

9. Rata-rata Penguasaan Lahan Bedasarkan Pola Agroforestry ... 30

10.Distribusi Responden Berdasarkan Pola Agroforestry ... 30

11. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 31

12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 32

12. Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian ... 33

14. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 33

15. Pendapatan Rata-rata Responden dari Berbagai Sumber ... 34

16. Tingkat Kesejahteraan Penggarap Agroforestry ... 35

17. Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Responden pertahun ... 36

18. Perkiraan Analisis Rugi dan Laba Agroforestry Pola I ... 39

19. Perkiraan Analisis Rugi dan Laba Agroforestry Pola II ... 39

20. Perkiraan Analisis Rugi/Laba Agroforestry Pola III ... 40

21. Kriteria Analisis Finansial ... 41

22. Penilaian Pola AF I dengan Break Event Point (BEP) ... 43

23. Penilaian Pola AF II dengan Break Event Point (BEP) ... 43

24. Penilaian Pola AF III dengan Break Event Point (BEP) ... 44

25. Rincian Biaya Pengeluaran pada Tahun I Berdasarkan Pola AF ... 44

26. Rincian Pendapatan Kumulatif Tahun Ke-i Berdasarkan Pola AF ... 45

27. Penilaian Tingkat Persepsi Responden... 46


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran ... 4

2. Pola Agroforestry I di HPGW ... 22

3. Layout Pola Agroforestry I dan II di HPGW ... 22

4. Pola Agroforestry II di HPGW ... 22

5. Pola Agroforestry III di HPGW ... 23


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Karakteristik Responden ... 53

2. Penentuan Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) Agroforestriy Pola I ... 55

3. Penentuan Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) Agroforestry Pola II ... 55

4. Penentuan Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) Agroforestry Pola III ... 56

5. Penentuan Nilai Net Present Value (NPV) Agroforestry Pola I ... 57

6. Penentuan Nilai Net Present Value (NPV) Agroforestry Pola II ... 57

7. Penentuan Nilai Net Present Value (NPV) Agroforestry Pola III ... 57

8. Penentuan Nilai Internal Rate of Return (IRR) Agroforestry Pola I ... 58

9. Penentuan Nilai Internal Rate of Return (IRR) Agroforestry Pola II ... 59

10. Penentuan Nilai Internal Rate of Return (IRR) Agroforestry Pola III ... 60

11. Analisis Finansial Agroforestry di HPGW Pola I ... 61

12. Analisis Finansial Agroforestry di HPGW Pola II ... 63


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa dampak pada berbagai sektor kehidupan yang bersamaan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah permintaan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka manusia mengadakan eksploitasi secara besar-besaran sehingga pada sektor kehutanan semakin banyak dikonversi ke non kehutanan.

Hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dan mempunyai peranan yang strategis baik sebagai pelindung ekosistem dan plasma nutfah maupun dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Bagi masyarakat sekitar hutan, hutan memiliki fungsi sebagai tempat penyangga seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Kurangnya kesempatan masyarakat desa sekitar hutan untuk mengakses sumberdaya alam tersebut mengakibatkan terputusnya masyarakat dari sumber kesejahteraan sosial, budaya dan ekonomi. Hal ini sering terjadi dan dapat menimbulkan konflik serta ditambah dengan keadaan ekonomi yang sedang melanda negeri ini mengakibatkan penjarahan kayu dan perambahan kawasan hutan berlangsung dimana-mana.

Kondisi ini terjadi pula di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 pada akhirnya bermuara pada pencurian kayu dan perambahan areal kawasan hutan. Untuk dapat menekan, mengurangi dan mengembalikan kawasan hutan ke kondisi semula perlu diadakan suatu kegiatan rehabilitasi. Salah satu caranya yaitu dengan adanya pembinaan masyarakat sekitar hutan melalui kerja sama agroforestry. Kerja sama ini merupakan usaha membina masyarakat sekitar hutan khususnya para perambah melalui penguatan kelembagaan masyarakat dan pemberian ketrampilan teknis pertanian dan kehutanan.

Masyarakat sekitar hutan khususnya para perambah dibina dan diajak secara bersama-sama untuk merehabilitasi hutan dengan pola agroforestry yaitu dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian di lahan mereka. Pola agroforestry terus dikembangkan yang akan


(15)

berdampak pada kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk dapat melihat sejauh mana agroforetry telah berkembang di HPGW dan mencapai tingkat keberhasilan khususnya keuntungan yang diperoleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan suatu analisis untuk mengukurnya. Analisis yang sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek berbasis finansial. Karena sistem agroforestry ini menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka waktu pemanenannya berbeda, dimana paling sedikit satu tahun, maka analisis ini diperlukan untuk melihat sejauh mana usaha agroforestry tersebut memberikan keuntungan.

B. Perumusan Masalah

Sejak terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan mulai tahun 1997, masyarakat di sekitar HPGW terutama dari Desa Hegarmanah yang berbatasan langsung dengan hutan melakukan kegiatan perambahan dengan menanami lahan hutan dengan tanaman pangan. Kegiatan tersebut terus berlangsung hingga masyarakat melakukan penebangan liar untuk tujuan memperoleh kayu, tetapi selain itu masyarakat juga ingin mendapatkan lahan pertanian yang lebih luas. Sampai tahun 2004 lahan yang sudah dirambah kurang lebih mencapai 75 Ha (Trison, 2005)

Dalam upaya mempertahankan kelestarian hutan dan mengatasi masalah perambahan di HPGW pada tahun 2001, konsep agroforestry telah dikembangkan dengan bentuk pembinaan terhadap masyarakat sekitar hutan. Dalam rangka proyek restorasi hutan tropis yang terdegradasi di Asia Tenggara maka HPGW mendapat dukungan dana dari ASEAN-Korea Enviromental Cooperation Project (AKECOP) untuk restorasi hutan dengan sistem agroforestry yang menyertakan partisipasi masyarakat.

Masyarakat sekitar hutan HPGW yang melakukan kerjasama ini pada umumnya memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi hutan melalui kerjasama agroforestry. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini juga dipengaruhi oleh unsur kemampuan dan kesempatan berpartisipasi. Kemampuan dipengaruhi oleh faktor pendapatan, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, umur dan kegiatan penyuluhan.


(16)

Pada umumnya, tingkat pendidikan masyarakat di sekitar HPGW masih dianggap rendah sehingga banyak petani agroforestry yang belum dapat menghitung komponen biaya manfaat dari hasil agroforestry. Mereka belum memahami dari pengelolaan agroforestry dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal bila dalam pengelolaannya diperhatikan biaya produksi dan manfaatnya. Untuk itu, perlu ditinjau aspek kelayakan usaha agroforestry dengan melihat pendapatan dan biaya produksi yang dikeluarkan dalam kurun waktu tertentu.

C. Kerangka Pemikiran

Masyarakat di sekitar HPGW merupakan pelaku dari program kerjasama agroforestry ini. Pihak HPGW sebagai fasilitator yaitu menyediakan lahan untuk digarap oleh para petani. Sedangkan AKECOP sebagai mitra atau penyedia dana dalam penyelenggaraan program kerjasama agroforestry untuk rehabilitasi dan restorasi HPGW. Untuk mengetahui seberapa pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan masayarakat terutama para petani penggarap agroforestry maka dilakukan uji kelayakan usaha dengan menggunakan analisis finansial yaitu kriteria yang digunakan berupa Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR),

Internal Rate of Return (IRR), Break Event Point (BEP) dan Payback Periode

(PBP). Alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran

Masyarakat sekitar HPGW (pelaku)

HPGW - IPB (fasilitator)

AKECOP (mitra)

Agroforestry

Kesejahteraan Masyarakat

NPV ? BCR ? IRR ? BEP ? PBP ?


(17)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menghitung kelayakan usaha agroforestry pada lahan agroforestry di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

2. Mendeskripsikan persepsi petani penggarap agroforestry mengenai keberlanjutan program kerjasama agroforestry di HPGW.

E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran tentang kelayakan usaha agroforestry yang dikembangkan di HPGW.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan agroforestry di HPGW pada masa mendatang dan pemanfaatan lahan secara lebih menguntungkan baik dari sisi ekonomi maupun ekologi.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Agroforestry

Menurut Laundgen dan Raintee (1982) dalam ICRAF (2003) agroforestry adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll) dengan tanaman pertanian dan atau/hewan (ternak) dan atau/ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

Unsur-unsur dalam agroforestry menurut Hairiah, et.al (2003) adalah:

ƒ Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia

ƒ Penerapan teknologi

ƒ Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/ atau ternak atau hewan

ƒ Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu

ƒ Ada interaksi ekologi, ekonomi dan sosial

Menurut Hairiah, et.al (2003) agroforestry pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan pedesaan, serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumberdaya beserta lingkungannya. Agroforestry diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestry utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan.

Konsep agroforestry secara keseluruhan menempatkan manusia (masyarakat) sebagai subyek, secara aktif berupaya dengan daya dan kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan permasalahan kebutuhan, menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang kehidupan (Widianto,


(19)

Menurut Widianto, et.al (2003) sistem agroforestry memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem monokultur, karena adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem, dalam hal ini jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk sehingga sangat mempengaruhi fungsi sosial ekonomi dari sistem agroforestry. Pola penyerapan tenaga kerja dan karakteristik tenaga kerja yang dibutuhkan dalam sistem agroforestry dipengaruhi oleh bebrapa faktor diantaranya adalah jenis dan komposisi tanaman (pepohonan dan tanaman semusim) tingkat perkembangan atau umur.

Dalam Suprayogo, et.al (2003) keberhasilan usaha pertanian dengan menggunakan konsep agroforestry sangat tergantung pada tingkat pemahaman interaksi antara pohon - tanah - tanaman semusim. Pemahaman interaksi ini dapat berdasarkan pengamatan, pengalaman maupun penelitian di lapangan.

Menurut Suharjito, et.al (2003) dalam analisis ekonomi terhadap suatu sistem agroforestry harus memperhatikan ciri-ciri sistem agroforestry diantaranya :

• Menghasilkan lebih dari satu macam produk

• Pada lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis tanaman semusim dan satu jenis tanaman tahunan/ pohon

• Produk-produk yang dihasilkan dapat terukur (tangible) dan tak terukur (intangible)

• Terdapat kesenjangan waktu (time lag) antara waktu penanaman dan pemanenan produk tanaman tahunan/ pohon yang sudah lama.

B. Analisis Kelayakan Usaha

Penilaian suatu proyek dapat dilakukan dalam dua analisis yaitu finansial dan analisis ekonomi. Analisis finasial berarti melihat keberhasilan suatu proyek dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam investasi dalam proyek atau pihak yang berkepentingan dalam proyek tersebut. Sedangkan analisis ekonomi melihat dari segi perekonomian secara keseluruhan (Kadariah, et.al, 1978).

Menurut Gittinger (1986) analisis finansial adalah metode untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan hidupnya kepada usaha tersebut. Dalam analisis finansial yang diperhatikan adalah


(20)

hasil untuk modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek (Kadariah, et al, 1978).

Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan suatu proyek menurut Gittinger (1986) adalah :

1. Aspek teknis

Analisis secara teknis yang berhubungan dengan penyediaan input dan output proyek.

2. Aspek institusional, organisasi dan manajerial

Penetapan institusi atau lembaga proyek harus tepat, harus mempertimbangkan pola sosial, budaya dan lembaga yang akan dilayani proyek. Usulan organisasi proyek harus diteliti agar proyek dapat diarahkan dan organisasi proyek harus mempertimbangkan kebiasaan dan prosedur organisai di suatu daerah atau negara. Dalam hal ini manajerial harus diteliti kesanggupan atau keahlian staf yang ada dalam menangani kegiatan-kegiatan sektor publik yang berskala besar.

3. Aspek sosial

Dengan mempertimbangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Selain itu proyek harus tanggap pada kebiasaan sosial dan dampak lingkungan yang merugikan.

4. Aspek komersial

Menyangkut perencanaan penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan proyek dan rencana pemasaran output yang dihasilkan proyek.

5. Aspek finansial

Menganalisis biaya-biaya yang diperlukan, hasil-hasil proyek yang dapat menutupi biaya-biaya administrasi dan upaya mempertahankan kelangsungan proyek.

6. Aspek ekonomi

Menganalisis apakah proyek dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya yang diperlukan.


(21)

Tujuan dari analisis proyek menurut Gray, (1992) adalah untuk :

1. Untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu proyek.

2. Sejalan dengan point (1), menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan. 3. Mengadakan pemilihan terhadap peluang investasi yang ada sehingga

dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan. 4. Sejalan dengan (3), menentukan prioritas investasi.

Untuk mengetahui tingkat keuntungan sutau calon proyek, perlu dihitung benefit dan biaya yang diperlukan sepanjang umur proyek. Suatu proyek dapat dianjurkan untuk dilaksanakan atau tidak dan dapat dinyatakan terbaik untuk dipilih diantara berbagai alternatif, hanyalah bila hasil-hasil yang diperoleh dari proyek tersebut dapat dibandingkan dengan sumber-sumber yang diperlukan. Untuk itu dikembangkan beberapa pengukuran yang disebut

kriteria investasi (Gray, 1992).

Menurut Suharjito, et.al (2003) analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya.

Ukuran-ukuran yang umum digunakan adalah :

Net Present Value(NPV) atau Nilai Kiwari Bersih

Yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money.

Untuk mengetahui nilai uang di masa yang akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan agroforestry di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di pasaran.

Suatu usaha termasuk usaha agroforestry akan dikatakan menguntungkan dan sebagai implikasinya akan diadopsi oleh masyarakat apabila memilki nilai NPV yang positif. Besaran NPV yang negatif menunjukkan kerugian dari usaha yang dilakukan sehingga tidak


(22)

layak diusahakan. Makin besar angka NPV maka makin baik ukuran kelayakan usahanya.

Benefit Cost Ratio(BCR) atau Rasio Keuntungan Biaya

Yaitu perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran selama jangka waktu pengusahaan ( dengan memperhitungkan nilai dari uang atau

time value of money).

Internal Rate of Returns (IRR)

Menunjukkan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek/ usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang terdiskonto sama dengan nol. Usaha agroforestry akan dikatakan layak apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut.

Menurut Gray et.al (2002) IRR yang unik terdapat apabila terjadi investasi paling tidak dalam kurun waktu satu tahun yaitu salah satu nilai Ct tidak ditutup 100% oleh benefit dalam tahun t. Sebaliknya jika Bt – Ct selalu positif, termasuk dalam tahun ke nol maka IRR menjadi tak terhingga. Apabila tiap tahunnya ditutup benefit, maka pendekatan yang relevan adalah mencari program yang memaksimalkan NPV benefit, mengingat keterbatasan dana yang tersedia.

Pada umumnya, nilai Bt – Ct untuk tahun-tahun permulaan proyek adalah negatif dan selanjutnya selama umur proyek akan bernilai positif. Jadi lazimnya Bt – Ct akan memperlihatkan pola - - - + + +. Jika polanya terlihat seperti - - + + - + + yaitu memperlihatkan campuran tanda plus dan minus setelah periode investasi semula, maka secara matematis terdapat paling tidak dua pemecahan dimana salah satu diantaranya mungkin negatif. Dalam evaluasi proyek hanya dipakai nilai yang positif. Jika kedua-duanya positif, biasanya dipilih nilai IRR yang kelihatan “wajar” yaitu tidak terlalu tinggi (Gray et.al, 2002).


(23)

Kriteria lainnya yaitu Analisis Break Even Point (BEP) yang digunakan sebagai penentu batas produksi minimal suatu kegiatan usaha yang harus menghasilkan atau menjual produknya agar tidak menderita rugi. BEP adalah suatu keadaan usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian. Sedangkan Pay Back Periode menurut Gittinger (1986) adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi kapital yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai netto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi yang ditanamkan. Lain halnya menurut Djamin yang menyatakan bahwa payback periode merupakan penilaian investasi suatu proyek yang didasarkan pada pelunasan biaya investasi oleh net benefit dari proyek.

C. Persepsi dan Keberlanjutan Program

Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.

Persepsi yang dimiliki seseorang berbeda karena pengaruh berbagai faktor mulai dari pengalaman, latar belakang, lingkungan dimana dia tinggal, juga motivasi dan lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang akan menyebabkan seseorang dalam menginterpretasikan sesuatu mempunyai perbedaan pendapat (Nurdin, 2003).

Menurut Siagian (1995) dalam Nurdin (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :

1. Diri seseorang yang bersangkutan.

Apabila seseorang melihat dan berusaha memberi interpretasi tentang apa yang telah dilihatnya, pendapatnya akan dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapan.

2. Sasaran persepsi

Sasaran persepsi dapat berupa benda atau peristiwa. Dalam persepsinya seseorang biasanya membuat generalisasi dengan menggolongkan dari sekelompok orang, benda atau peristiwa yang memiliki karakteristik yang serupa.


(24)

3. Situasi

Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi. Istilah persepsi muncul sangat diperlukan.

Nurdin (2003) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses pemaknaan terhadap obyek berdasarkan kesenjangan antara benar atau salahnya suatu pernyataan. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap motivasi, kemauan, dan perasaan suatu stimulus tersebut (Langevelt, 1966

dalam Nurdin, 2003)

Saarinen (1976) dalam Nurdin (2003) mengatakan bahwa persepsi sosial (sosial perseption) umumnya berkaitan dengan faktor-faktor sosial budaya terhadap struktur kognitif dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Menurut Syarwani dalam Suparlan (1994) keberlanjutan hanya bisa dicapai melalui pembangunan dengan rakyat sebagai sentral. Untuk menjaga keberlanjutan program, maka pelaksanaannya harus dilandasi oleh konsep-konsep tertentu yang dapat menjamin bahwa program ini dapat dan harus sampai pada kelompok sasaran (target group) untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu peningkatan kesejahteraan dan sekaligus membawa peningkatan sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial (social capital) dari kelompok sasaran (Khandker, et.al, 1995 dalam Yuliarso, 2004).

Rohima (2002) menyatakan bahwa implementasi dan keberlanjutan program merupakan suatu tantangan dalam perencanaan program. Strategi

top down tidak hanya kurang efektif tapi juga sulit untuk menjaga keberlanjutan. Program pengembangan pada masyarakat perlu mempertimbangkan tentang jalan keluar yang baik dari masalah yang ada di masyarakat juga kebutuhan terhadap program yang ditawarkan.


(25)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Sukabumi Jawa Barat. Waktu penelitian pada bulan Maret 2005.

B. Sasaran dan Alat

Sasaran dalam penelitian ini adalah para petani agroforestry di HPGW yang menggarap lahan agroforestry dengan luasan yang berbeda menurut pola agroforestry yang telah dikembangkan yaitu, pola agroforestry dengan lahan terbuka dan kerapatan <25 pohon/ha disebut pola AF I, lahan dengan kerapatan pohon antara 25 - 100 pohon/ha disebut pola AF II dan lahan dengan kerapatan antara 100 - 200 pohon/ha disebut pola AF III. Dalam penelitian ini digunakan alat berupa alat tulis, alat hitung, kamera, daftar pertanyaan (kuesioner), komputer serta alat perekam.

C. Sumber Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, yaitu : 1. Petani agroforestry (responden)

2. Instansi-instansi yang terkait yang berhubungan dengan perolehan data penelitian

3. Literatur dan publikasi lainnya

D. Jenis Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dari sasaran penelitian. Data primer meliputi keadaan umum responden yang diambil melalui wawancara semi terstruktur dan kuesioner. Sedangkan data sekunder meliputi keadaan lingkungan biofisik tempat penelitian dan data lain yang relevan dengan penelitian.


(26)

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Teknik Observasi, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek peneliti.

2. Teknik Survei, yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan wawancara dengan masyarakat (responden) serta pihak-pihak yang terkait dengan menggunakan responden.

3. Studi Pustaka, yaitu cara pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur, laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian.

F. Metode Pengambilan Contoh

Responden dipilih secara sengaja yaitu petani yang menggarap lahan agroforestry dengan tiga pola agroforestry yang telah berkembang. Total responden 60 orang sebesar 40,54% dari seluruh petani penggarap di HPGW (148 orang) dengan pola I sebesar 7,43% (11 responden), pola II sebesar 9,46% (14 responden) dan pola III sebesar 23,65% (35 responden). Responden dari ketiga pola agroforestry tersebut diambil secara sengaja.

G. Metode Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi untuk mendapatkan informasi dan gambar tentang hubungan dan biaya pada petani agroforestry di HPGW dengan memperhatikan variabel-variabel yang telah ditentukan dan selanjutnya dianalisis sesuai indikator.

Asumsi-asumsi yang digunakan untuk analisis finansial, yaitu :

1. Menggunakan faktor diskonto/suku bunga bank yang berlaku yaitu 12%. 2. Kondisi perekonomian selama jangka waktu analisis stabil.

3. Pembuatan lahan agroforestry di mulai sejak diadakannya kerjasama agroforestry.

4. Pendapatan mulai dihitung sejak lahan diolah dan dimanfaatkan. 5. Sumberdaya manusia yang digunakan terbatas.

6. Umur kelayakan proyek dihitung sampai umur 8 tahun didasarkan pada siklus tebang untuk tanaman sengon.


(27)

7. Upah Hari Orang Kerja (HOK) satu hari dihitung berdasarkan upah yang berlaku.

8. Pendapatan dari tanaman pertanian dihitung sesuai periodisasi panen. 9. Semua harga output dan input yang digunakan dalam analisis yaitu

berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung dengan asumsi harga konstan sampai selesainya penelitian.

Indikator-indikator yang dinilai yaitu :

a. Net Present Value (NPV) / Nilai Bersih Sekarang

NPV didapat dari mendiskonto semua biaya dan pendapatan pada suku bunga diskonto dan kemudian hasil diskonto pendapatan dikurangi hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan layak jika NPV>0 yang berarti proyek tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat pengembalian yang diisyaratkan dan harus diterima (social opportunity cost of capital) atau NPV bernilai positif. Jika NPV<0 proyek tidak layak diusahakan.

Rumus :

keterangan:

NPV = Nilai bersih sekarang PV = Present value

Bt = Manfaat yang diperoleh setiap tahun Ct = Biaya yang dikeluarkan setiap tahun t = periode waktu (tahun)

i = tingkat suku bunga

b. Benefit Cost Ratio (BCR) / Rasio Keuntungan

BCR didapat dengan membagi jumlah hasil diskonto pendapatan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Proyek dikatakan layak bila BCR > 1.

Rumus :

(

)

(

)

(

)

= = = +− = + − + = − = n t t n t t n t t i Ct Bt i Ct i Bt PV PV NPV 1 1 1 1 1 1 Penerimaan Pengeluaran


(28)

(

)

(

)

(

)

(

)

= = = =

+

+

=

+

+

=

n t t n t t n t t n t t

i

Ct

i

Bt

i

Bt

Ct

i

Ct

Bt

BCR

1 1 1 1

1

1

1

1

Keterangan :

BCR = Rasio manfaat biaya

Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun t = periode waktu (tahun)

i = tingkat suku bunga

c. Internal Rate of Return (IRR) / Tingkat Pengembalian Internal

IRR merupakan suku bunga diskonto yang menyebabkan jumlah hasil diskonto pendapatan sama dengan jumlah hasil diskonto biaya, atau suku bunga yang membuat NPV sebesar nol. Suatu proyek layak bila besar suku bunga diskonto.

Rumus :

(

1

)

0

1

=

+

=

= n t t

i

Ct

Bt

IRR

Keterangan :

IRR = tingkat pengembalian internal Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun t = periode waktu (tahun)

i = tingkat suku bunga atau

Rumus :

IRR

i

i NPVNPVi NPVii

( )

i

ii

i

i i

+

=

d. Analisis Payback Periode

Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh modal investasi yang digunakan proyek.

Rumus :

PBP = Investasi awal Pendapatan


(29)

e. Analisis Break Even Point (BEP)

Untuk mengetahui titk impas yaitu antara pendapatan dan pengeluaan Rumus :

Total Penerimaan = Total Pengeluaran

f. Penentuan Persepsi

Penentuan persepsi responden terhadap keberlanjutan program dilakukan dengan melakukan sejumlah pernyataan melalui kuesioner. Variabel dan pernyataan tersebut ditentukan sesuai bentuk kegiatan pelaksanaan program kerjasama agroforestry di HPGW yang dilakukan oleh responden. Metode yang digunakan yaitu metode rating yang dijumlahkan atau penskalaan Likert (Mueller, 1996) merupakan metode penskalaan pernyataan sikap/persepsi yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Responden akan diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam lima kategori jawaban, yaitu “Sangat Tidak Setuju” (STS), “Tidak Setuju” (TS), “Tidak Dapat Menentukan” atau “Entahlah” (E), “Setuju” (S), dan “Sangat Setuju” (SS). Dari masing-masing kategori jawaban akan diberi nilai tergantung dari bentuk pernyataannya baik yang berupa pernyataan positif maupun negatif. Pemberian nilai dari 0 sampai 4 tergantung bentuk pernyataannya, apabila positif maka nilai terbesar untuk kategori jawaban persetujuan misalnya Sangat Setuju (SS) sedangkan untuk pernyataan yang bersifat negatif, nilai terbesar untuk kategori jawaban penolakan misalnya Sangat Tidak Setuju (STS). Hasil dari kuesioner dicari nilai rata-rata dari tiap butir pernyataan dengan menjumlahkan nilai dari tiap jawaban dan membaginya dengan jumlah responden. Sehingga diperoleh nilai yang menggambarkan tingkat persepsi responden. Interval nilai rata-rata dari pernyataan/ tanggapan untuk tingkat persepsi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Tingkat Persepsi berdasarkan Skala Likert

Interval nilai tanggapan Tingkat Persepsi

3,00 - 4,00 Tinggi

2,00 - 2,99 Sedang


(30)

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif sehingga dapat diketahui apakah usaha agroforestry di HPGW telah memenuhi kriteria kelayakan yang diharapkan untuk dapat mengembangkan pola-pola usaha agroforestry yang serupa pada masa depan serta keberlanjutan program agroforestry.


(31)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Umum Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) 1. Letak dan Luas

Secara admnistratif pemerintahan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) termasuk dalam Kecamatan Cikembar dan Cibadak Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. HPGW berjarak 55 Km dari Bogor dan 15 Km dari Sukabumi. Tepatnya secara geografis terletak antara 06º 53 ’35’’ – 06 º55’ 10’’ Lintang Selatan (LS) dan 106º 47’ 50’’ - 106º 51’ 30’’ Bujur Timur (BT). Berdasarkan pembagian wilayah kehutanannya, HPGW termasuk dalam BKPH Cikawung KPH Sukabumi.

Luas HPGW seluruhnya 359 Ha yang terbagi menjadi 3 blok dalam pengelolaannya, yaitu :

1. Blok I (Cikatomas ), merupakan areal sebelah timur dengan luas sekitar 120 ha.

2. Blok II (Cimenyan), merupakan areal sebelah barat dengan luas sekitar 125 ha.

3. Blok III (Tangkalak), merupakan areal bagian tengah dengan luas sekitar 114 ha. (Fahutan – IPB, 2001 dalam Buliyansih 2005).

2. Iklim dan Curah Hujan

HPGW, menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim B (Q = 18,42 %) yaitu daerah basah dengan vegetasi masih hutan hujan tropika. Berdasarkan data curah hujan distribusi curah hujan HPGW, DAS Cipeureu, Sukabumi tahun 1999 s/d 2004, diketahui bahwa curah hujan rata-rata tertinggi jatuh pada bulan Desember yaitu sebesar 453,4 mm dan curah hujan rata-rata terendah jatuh pada bulan Juli dan Agustus dengan masing-masing nilainya yaitu sebesar 53,18 mm dan 53,52 mm. Selanjutnya, untuk nilai rata-rata bulan basah diperoleh sebesar 289,56 mm dan rata-rata bulan kering sebesar 53,35 mm (Lab. Pengaruh Hutan-Fahutan IPB, 2004 dalam Buliyansih 2005).


(32)

3. Topografi

HPGW berada pada ketinggian 500 – 700 mdpl dengan topografi yang beragam, berupa bukit memanjang ke arah timur garis punggung bukit membelah wilayah menjadi dua bagian yang mengarah ke utara dan selatan. Wilayah utara (30%) umumnya berlereng curam, sedangkan di wilayah selatan terdiri dari daerah curam (30%) dan daerah landai (70%). Di bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl pada titik triangulasi KQ 2212 dan bagian barat dengan ketinggian 726 mdpl pada titik KQ 2213. HPGW dilintasi beberapa aliran sungai yang umumnya mengalir sepanjang tahun, antara lain sungai Cipereu, sungai Citangklak, sungai Cikabayan, sungai Cikatomas dan sungai Legok Pusar (Fahutan-IPB, 2001dalam Buliyansih, 2005).

4. Vegetasi dan Fauna

Keadaan HPGW pada tahun 1958 yaitu seluas 100 ha yang ditanami untuk hutan tanaman dan sisanya ditumbuhi semak, alang-alang dan beberapa pohon yang sangat jarang. Sejak ditunjuk sebagai hutan pendidikan pada tahun 1969 luasnya menjadi 359 yang berupa tegakan

Agathis loranthifolia (damar) seluas 125 Ha, Pinus merkusii seluas 100 Ha, mahoni (Swietenia macrophylla), beberapa jenis pinus (Pinus oocarpa, Pinus caribaea, Pinus insularis), sonokeling (Dalbergia latifolia), rasamala (Altingia excelsa), cendana (Santalum album), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), jenis-jenis acacia (A. Auriculiformis dan

A. Mangium).

Selain pepohonan, terdapat pula jenis paku-pakuan, epifit dan berbagai vegetasi tumbuhan bawah berupa tanaman perdu dan herba serta rerumputan liar. Tumbuhan bawah serta semak herba dan perdu yang terdapat di HPGW antara lain alang-alang (Imperata cylindrica), harendong (Melastoma malabathricum), beberapa jenis paku-pakuan seperti paku pakis areuy (Nekania scanden), rane (Selaginella plana), serta jenis-jenis rerumputan seperti antaran (Viola odorata), jampang (Phastrophus compressus), jukut ki pait (Paspalum conjugatum), teki (Kyllinga monocephala), dan lain sebagainya. Untuk tumbuhan bawah yang masuk jenis tumbuhan obat banyak ditemui jenis kayu manis (Cinnamomum zeylanicum), jahe (Zingiber officinale), kencur (Capparis microcantha),


(33)

temulawak (Curcuma zanthorriza), serta jenis kapulaga (Amomum cardamomum) (Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih).

Jenis satwa liar yang ditemui di HPGW antara lain musang (Paradoxurus hemaphroditus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesclagus sp), bajing (Callossiurus sp), babi hutan (Sus crofa). Disamping itu ada beberapa jenis burung seperti kutilang (Pycononotus aurigaster), perkutut (Goepelia striata), burung madu (Nectarinia jugularis pectolaris), serta burung srengenge (Anthreptes malaccensis mystacalis). Di HPGW terdapat pula berbagai jenis-jenis reptil seperti ular piton (Pyton molurus), biawak (Varanus salvator) dan berbagai jenis reptil kecil seperti kadal, tokek dan bunglon (Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih, 2005).

5. Kelembagaan dan Sejarah HPGW

HPGW dibangun sebagai manifestasi piagam kerjasama antara IPB dengan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan Republik Indonesia yang dipergunakan oleh Fakultas Kehutanan IPB dengan status pinjaman. Biaya pembangunan terutama diperoleh dari Direktorat Jenderal dan IPB dicantumkan dalam anggaran pembangunan Pelita (Fahutan-IPB, 2001 dalam Wahidiat, 2002).

Pada tahun 1967 dilakukan penjajagan oleh IPB untuk mengusahakan hutan Gunung Walat, kemudian dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Jawatan Kehutanan Propinsi Jawa Barat tanggal 14 Oktober 1969 No. 7041/IV/69 HPGW seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan. Dalam surat keputusan tersebut pengelolaan, pengamanan, dan segala sesuatu yang menyangkut kawasan tersebut merupakan tanggungjawab Fakultas Kehutanan IPB (Fahutan-IPB 2001 dalam

Febriani, 2003). Sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Pertanian RI No. 008/kpts/dj/I/73, maka HPGW diserahkan kepada IPB dengan status hak pakai (Fahutan-IPB dalam Wahidiat, 2002).

Dalam pelaksanaan pengelolaannya IPB mengangkat seorang Kepala Kebun Percobaan membawahi tiga orang staf pembantu sesuai dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Kehutanan No. 11/Kpts-11/1992 meliputi staf perencanaan, staf teknik lapangan dan staf pengendalian. Perkembangan pengelolaannya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-11/1992 tentang penunjukan kompleks HPGW sebagai hutan pendidikan. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan kawasan


(34)

HPGW seluas 359 Ha sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dengan Pusat Pendidikan Latihan atau Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan tersebut berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993 (Fahutan-IPB, 2001 dalam Febriani, 2003).

HPGW selanjutnya ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus, menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 188/Menhut-11/2005 tanggal 8 Juli 2005 tentang penunjukan dan penetapan kawasan Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk Pendidikan dan Latihan Fakultas Kehutanan IPB yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada Fakultas Kehutanan IPB.

6. Pengembangan Pola-Pola Agroforestry di HPGW

Sejak terjadi krisis pada tahun 1997 terjadi aksi perambahan hutan secara besar-besaran. Hal ini juga terjadi di HPGW dengan pelakunya adalah masyarakat sekitar hutan. Hampir 20% (75 ha) dari total luas HPGW yang dirambah oleh masyarakat sehingga perlu adanya pemulihan kondisi hutan. Pada tahun 2001 telah dikembangkan konsep agroforestry untuk mempertahankan dan mengembalikan kondisi HPGW dengan mendapat bantuan dana dari AKECU (ASEAN-Korea Enviromental Cooperation Unit) dalam rangka proyek restorasi hutan tropis di Asia Tenggara.

Ada beberapa pola agroforestry yang dikembangkan di HPGW, yang telah teridentifikasi yaitu tiga pola agroforestry (AF) yang di desain untuk kondisi tegakan hutan saat ini. Pola pertama di desain untuk memulihkan areal hutan yang benar-benar tidak tertanami pohon atau istilahnya tegakan hutan yang gundul dengan jumlah pohon yang tersisa kurang dari 25 pohon/ha. Kondisi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Jenis tanaman kehutanannya adalah Paraserianthes falcataria

(sengon) dan Agathis loranthifolia (damar), sedangkan untuk tanaman pertaniannya adalah padi, jagung, pisang, nanas, singkong, kapulaga dan kopi (Gambar 3).


(35)

Gambar 2. Pola Agroforestry I

Gambar 3. Layout Pola Agroforestry I dan II

Pola kedua merupakan modifikasi dari pola pertama dan jika kondisi hutan sudah agak gundul atau jumlah pohon yang tersisa dari 25 – 100 pohon/ha, kondisi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan komposisi tanamannya sama dengan pola AF I (Gambar 3).

Gambar 4. Pola Agroforestry II

Apabila kondisi hutannya masih cukup rapat atau jumlah pohon yang tersisa lebih dari 100 pohon/ha merupakan pola III (Gambar 5). Pada pola ini tidak dilakukan penanaman kembali jenis pohon tetapi hanya penataan dan penanaman tanaman pertanian yang tahan naungan, seperti kopi, kapulaga dan pisang. Di areal dimana terdapat cukup cahaya dapat

⊗ ฀∗••••••••••∗฀ ⊕ ฀∗••••••••••∗฀ ⊗ ฀∗••••••••••∗฀ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••

© ฀∗••••••••••∗฀ © ฀∗••••••••••∗฀ © ฀∗••••••••••∗฀ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••

⊗ ฀∗••••••••••∗฀ ⊕ ฀∗••••••••••∗฀ ⊗ ฀∗••••••••••∗฀ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••

© ฀∗••••••••••∗฀ © ฀∗••••••••••∗฀ © ฀∗••••••••••∗฀ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••

⊗ ฀∗••••••••••∗฀ ⊕ ฀∗••••••••••∗฀ ⊗ ฀∗••••••••••∗฀ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••

© ฀∗••••••••••∗฀ © ฀∗••••••••••∗฀ © ฀∗••••••••••∗฀ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••

Keterangan :

⊗ Damar

© Sengon

⊕ Pisang

฀ Nanas

∗ Cabe

•••• Padi/jagung/


(36)

ditanami dengan singkong, padi gogo, jagung atau kacang tanah. Pola tanaamn pertanian dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Pola Agroforestry III

Gambar 6. Layout Pola Agroforestry III

B. Keadaan Umum Desa Hegarmanah 1. Kondisi Bio-fisik

a. Letak dan Luas

Secara geografis, desa Hegarmanah terletak pada 6, 57° LS dan 106, 41° BT. Desa Hegarmanah termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Dati II Sukabumi yang memiliki luas 1.488,328 Ha. Desa ini terdiri dari 7 dusun, yaitu Hegarmanah, Nangerang, Cilubang, Pangkalan, Manggis, Longkewang dan Kebon Bera. Sedangkan batas-batas administratif dari Desa Hegarmanah adalah sebagai berikut :

Ž

ŽŽ Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Batununggal, Kecamatan Cibadak

Ž

ŽŽ Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cikembar, Kecamatan Cikembar

Ž

ŽŽ Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cicantayan, Kecamatan Cicantayan ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ Keterangan :

⊗ Damar

⊕ Pisang

∇ Kopi


(37)

Ž

ŽŽ Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sekarwangi, Kecamatan Cikembar

b. Topografi dan Keadaan Tanah

Desa Hegarmanah memiliki topografi yang bervariasi mulai dari datar hingga gunung dengan persentase masing-masing dari datar hingga bergelombang 32%, berombak sampai berbukit 41%, dan berbukit sampai dengan bergunung 21%. Jenis tanah di desa ini adalah kompleks Podzolik merah kuning, latosol dan litosol dari batuan endapan dan batuan beku. c. Iklim

Berdasarkan tipe iklim Schimidt dan Ferguson, daerah disekitar HPGW termasuk tipe iklim B. Ketinggian tempat dari permukaan air laut adalah 600 mdpl. Suhu minimum pada malam hari adalah 22°C sedangkan suhu maksimum pada siang hari adalah 30°C (Monografi Desa Hegarmanah, 2003).

2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hegarmanah a. Jumlah Penduduk dan Usia Produktif

Berdasarkan Laporan Kependudukan Kecamatan Cicantayan tahun 2004, total jumlah penduduk desa Hegarmanah adalah 8360 jiwa yang terdiri dari 4097 jiwa laki-laki dan 4263 perempuan. Sedangkan total jumlah rumah tangga yang ada di Desa Hegarmanah yaitu 2281 KK. Dari total jumlah penduduk Desa Hegarmanah sebesar 22% merupakan usia belum produktif (0 – 14 tahun), kelompok usia tidak produktif (diatas usia 55 tahun) sebesar 7% dan 71% merupakan kelompok usia produktif (15 – 54 tahun).

Banyaknya jumlah penduduk pada usia produktif menunjukkan melimpahnya sumber tenaga kerja di Desa Hegarmanah. Jika hal ini tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang sesuai maka akan menimbulkan jumlah pengangguran yang melimpah.

b. Tingkat Pendidikan

Pada umumnya tingkat pendidikan di Desa Hegarmanah masih tergolong cukup rendah. Sebagian besar penduduknya hanya sampai tamat Sekolah Dasar (SD) saja. Sebagian kecil penduduk berpendidikan


(38)

SLTP dan SLTA. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Desa Hegarmanah. Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya.

Tabel 2. Penduduk Desa Hegarmanah Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan N (orang) %

Belum Sekolah 2206 26,4

Tidak Sekolah 521 6,23

Tidak tamat SD/sederajat 1312 15,7

Tamat SD/sederajat 2979 35,63

Tamat SLTP/sederajat 552 6,60

Tamat SLTA/sederajat 768 9,2

Tamat Akademi/Sederajat 12 0,14

Tamat PT 10 0,12

Jumlah 8360 100,00

Sumber : Buku Potensi Desa Hegarmanah, 2003

Di Desa Hegarmanah sarana pendidikan secara umum telah ada, tetapi dalam jumlah yang sedikit. Dengan jarak tempuh yang cukup jauh dan sulitnya sarana transportasi umum, tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

Tabel 3. Sarana Pendidikan di Desa Hegarmanah

Jenis Sarana Pendidikan Jumlah Bangunan (unit) TK

SD/ Sederajat SLTP/ Sederajat SLTA/ Sederajat TPA

Pondok Pesantren

1 5 2 1 1 3

Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah, 2003

c. Mata Pencaharian Penduduk

Menurut data potensi Desa Hegarmanah, penduduk sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Sehingga masyarakat sangat tergantung sekali pada sektor pertanian. Ketersediaaan lahan bagi masyarakat sangatlah penting untuk memperoleh pendapatan, karena


(39)

untuk bekerja di luar sektor ini mereka terbentur dengan banyaknya kendala, terutama rendahnya tingkat pendidikan dan modal usaha.

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Hegarmanah

Jenis Mata Pencaharian N (jiwa) %

Petani Buruh Tani Buruh Swasta Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak Nelayan Montir Supir Tukang Kayu Tukang Batu Guru Swasta Veteriner 1906 1506 319 20 37 112 5 1 10 10 25 50 20 10 47,28 37,36 7,91 0,50 0,92 2,78 0,12 0,02 0,25 0,25 0,62 1,24 0,50 0,25

Jumlah 4031 100,00

Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah, 2003

d. Struktur Penggunaan dan Kepemilikan Lahan

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa luas lahan terbesar digunakan untuk perkebunan berupa tegal maupun ladang sebesar 56,4%. Biasanya lahan tersebut diusahakan pada lahan milik maupun lahan garapan dengan bentuk kebun campuran. Sedangkan luas hutan sebear 359 Ha di Desa Hegarmanah meliputi Hutan Pendidikan Gunung Walat yang termasuk ke dalam areal lindung.


(40)

Tabel 5. Pola Penggunaan Lahan di Desa Hegarmanah

Pola Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Pertanian

Tegal/ Ladang/Perkebunan Permukiman/Perkampungan Perkebunan Swasta

Fasilitas Umum (Kantor Desa dan Lapangan)

Hutan Lindung

121 826 25 130 4

359

8,3 56,4 1,7 8,9 0,3

24,5

Total 1465 100,0

Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah 2003

Untuk kepemilikan lahan penduduk di desa Hegarmanah relatif kecil, bahkan terdapat pula yang tidak memiliki lahan. Tabel berikut menerangkan jumlah pemilik lahan menurut luas lahan.

Tabel 6. Jumlah Pemilik Lahan Menurut Luas Lahan

Pemilikan Lahan N (orang) Persentase (%)

Kurang dari 0,5 Ha 0,5 – 1,0 Ha Lebih dari 1,0 Ha Tidak memiliki

845 55 75 165

74,1 4,8 6,6 14,5

Total 1140 100,0

Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah 2003

Penduduk desa Hegarmanah yang memiliki lahan milik dengan luasan yang besar hanya berjumlah 75 orang atau sebesar 6,6% dari seluruh penduduk. Sedangkan rata-rata penduduk memiliki lahan milik kurang dari 0,5 Ha sebesar 74,1%. Hal ini dapat dilihat sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh tani karena lahan milik yang dimiliki mempunyai luasan yang kecil.


(41)

e. Agama dan Sosial Masyarakat

Di Desa Hegarmanah, penduduk seluruhnya beragama Islam. Fasilitas peribadatan terdiri 24 masjid dan musholla sebanyak 45 buah. Kegiatan-kegiatan keagamaan juga sering dilakukan pada waktu Idul Fitri, Lebaran Idul Adha, Maulid Nabi Muhammad SAW dan Isro’ Mi’roj. Acara-acara tersebut biasanya dilakukan di masjid-masjid terdekat ataupun mushola-musholla. Selain itu terdpat pula pengajian rutin setiap minggunya, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa majelis taklim yang telah terbentuk di desa tersebut.

Kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat Desa Hegarmanah berupa kerja bakti membangun irigasi maupun memperbaiki jalan. Selain itu kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya yaitu tujuh belasan memperingati Hari Kemerdekaan RI dengan berbagai macam lomba. Ada pula yang dinamakan samenan yaitu acara perpisahan SD atau kenaikan kelas, biasanya berupa pertunjukan orkes, pemutaran film maupun tari-tarian dari anak-anak SD tersebut.


(42)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Karakteristik responden petani penggarap dalam penelitian ini meliputi kampung, penguasaan lahan, pola agroforestry, umur, pendidikan, mata pencaharian, dan jumlah anggota keluarga.

Kampung. Dalam penelitian ini responden yang diambil adalah 60 KK yang tersebar di empat kampung di Desa Hegarmanah. sebesar 41,7% berasal dari kampung Citalahab (25 responden), sebanyak 22 responden berasal dari kampung Cipereu (36,7%), 6 responden dari Sampai dan 7 dari kampung Sindang. Pengambilan responden dilakukan secara sengaja.

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Kampung

Asal Kampung Jumlah Persentase

(%)

Citalahab 25 41,7

Cipereu 22 36,7

Sampai 6 10,0

Sindang 7 11,7

Total 60 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Penguasaan Lahan. Berdasarkan Tabel 8 distribusi responden menurut tingkat penguasaan lahan dengan status kepemilikan lahan berupa lahan milik dan lahan garapan yang berupa agroforestry di HPGW. Rincian distribusi responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Pemilikan Lahan

Luas Lahan (Ha) Lahan Milik Lahan Garapan AF

N % N %

Tidak memiliki 13 21,7 0 0,0

< 0, 25 Ha 32 53,3 31 51,7

0, 25 - 0, 50 Ha 7 11,7 22 36,7

0,50 - 1, 00 6 10,0 5 8,3

> 1, 00 Ha 2 3,3 2 3,3

Total 60 100,0 60 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Tabel 8 diatas menerangkan bahwa terdapat 53,3 % petani penggarap agroforestry memiliki lahan dengan luas kurang dari 0, 25 ha. Sedangkan paling kecil sebesar 3,3% responden memiliki lahan diatas 1 Ha dan sebesar 21,7 % petani penggarap tidak memiliki lahan milik. Untuk lahan garapan sebagian besar (sebesar 51,7 %) responden memiliki lahan garapan seluas


(43)

kurang dari 0, 25 Ha. Sebesar 36,7 % responden menggarap lahan dengan luas berkisar 0, 25 – 0,50 Ha. Sedangkan sebesar 3,3 % petani yang menggarap lahan diatas 1 Ha. Lahan garapan ini yang dimaksud adalah lahan garapan agroforestry di HGW.

Tabel 9. Rata-rata Penguasaan Lahan Berdasarkan Pola Agroforestri

Pola AF N Lahan (Ha) Total

Milik Garapan AF

I 11 0,32 0,33 0,65 II 14 0,24 0,35 0,49 III 35 0,28 0,29 0,51

Total 60 0,28 0,31 0,53

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Berdasarkan Tabel 9 diatas, rata-rata penguasaan lahan responden berdasarkan pola agroforestry untuk lahan milik pada pola I yaitu sebesar 0,32 ha, pola II sebesar 0,24 Ha dan pada pola III adalah 0,28 Ha. Sedangkan untuk lahan garapan agroforestry masing-masing pola berbeda yaitu 0,33 Ha untuk pola I, 0,35 Ha untuk pola II dan pola III sebesar 0,29 Ha. Untuk total lahan yang dikerjakan responden pada masing-masing pola adalah sebesar 0,65 untuk pola I, sebesar 0,49 untuk pola II dan 0,52 untuk pola III. Sedangkan rata-rata penguasaan lahan untuk seluruh responden tidak jauh beda yaitu sebesar 0,28 Ha untuk lahan milik 0,31 Ha untuk lahan garapan dan untuk total lahan sebesar 0,53 Ha.

Dari 60 responden, semuanya telah mencakup tiga pola agroforestry yang dikembangkan di HPGW. Pola agroforestry dibedakan dari kondisi hutan dan jumlah pohon/ha. Distribusi responden berdasarkan pola agroforestry dapat dilihat pada Tabel 10. Terdapat 11 responden (18,3%) untuk petani penggarap agroforestry dengan pola I, 14 responden untuk pola agroforestry II (58,3%) dan sebesar 58,3% (35 responden) untuk pola agroforestry III.

Tabel 10. Distribusi Responden berdasarkan Pola Agroforestry

Pola Agroforestry (AF) Jumlah Responden Persentase (%)

I 11 18,3

II 14 23,3

III 35 58,3

Total 60 100,0


(44)

Antara lahan garapan dengan rumah/ tempat tinggal mempunyai jarak rata-rata lebih dari 500 m. Lahan garapan juga tersebar di berbagai blok pengelolaan. Diantaranya blok Cipereu/ Legole Randu, Citalahab, Cipereu/ Cimenyan, Sindang, Nangerang dan Gua Cipenu. Luas garapan bervariasi yaitu berkisar dari 0,04 – 1,6 Ha. Untuk pola I rata-rata luas lahan garapan sebesar 0,3 Ha, pola II 0,3 Ha dan pola III yaitu 0,3 Ha.

Umur. Pada umumnya umur para petani pengarap adalah 40 tahun, yang termuda berumur 21 tahun dan tertua yaitu 80 tahun. Rata-rata umur petani penggarap agroforestry dalam usia yang produktif. Pola agroforestry I rata-rata umur responden tertinggi pada usia antara 36 – 45 dan 56 – 65 sebesar 27,3 %. Sedangkan rata-rata umur diatas 66 tahun tidak ada (0 %). Untuk pola II, rata-rata umur responden terbanyak sebesar 28,6 % yaitu pada umur 36 – 45 dan 46 – 55. Rata-rata umur responden terendah yaitu pada usia16 – 25 dan 26 – 35 sebesar 7,1 %. Pada pola agroforestry III, rata-rata umur responden terbanyak yaitu sebesar 34,3 % pada umur 36 – 45 tahun. Sedangkan umur 16 – 25 tidak ada sama sekali dan sebesar 11,4 % ditempati rata-rata umur diatas 66 tahun merupakan persentase terkecil untuk pola III. Untuk umur kurang dari 15 tahun dari ketiga pola tidak terdapat petani penggarap agroofrestry. Rincian distribusi responden berdasarkan umur dan pola agroforestry dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Pola Agroforestry

Umur Pola AF I Pola AF II Pola AF III

N % N % N %

< 15 0 0,0 0 0,0 0 0,0

16 -25 1 9,1 1 7,1 0 0,0

26 - 35 2 18,2 1 7,1 5 14,3

36 - 45 3 27,3 4 28,6 12 34,3

46 - 55 2 18,2 4 28,6 6 17,1

56 - 65 3 27,3 2 14,3 8 22,9

> 66 0 0,0 2 14,3 4 11,4

Total 11 100,0 14 100,0 35 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Pendidikan. Dalam hal pendidikan, umumnya responden hanya berpendidikan sampai tamat SD sebesar 72, 7% (8 KK) untuk pola I, sebesar 57,1 % (8 KK) untuk pola II dan pola III sebesar 71,4 %.. Sedangkan yang tidak tamat/tidak sekolah terdapat 3 KK (27,3%) untu pola I, pola II sebesar 35,7 % (5 KK) dan sebesar 25, 7 % untuk pola III. Untuk yang berhasil menamatkan


(45)

pendidikannya sampai SMP/ sederajat sebesar 7,1 % dan 2, 9 % yang terdapat hanya pada pola II dan III. Rincian distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pola AF I Pola AF II Pola AF III

pendidikan N % N % N %

Tidak sekolah/ 3 27,3 5 35,7 9 25,7

Tidak tamat

SD/sederajat 8 72,7 8 57,1 25 71,4

SMP/sederajat 0 0,0 1 7,1 1 2,9

SMA/sederajat 0 0,0 0 0,0 0 0,0

PT 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 11 100,0 14 100,0 35 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Bila dilihat dari tabel diatas, di Desa Hegarmanah khususnya para petani penggarap agroforestry mempunyai tingkat pendidikan yang masih rendah. Rata-rata hanya sampai SD. Hal ini akan berpengaruh pada status sosial mereka di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula status sosialnya di masyarakat. Selain itu, akan berdampak pada peluang kerja dan tingkat upah seseorang.

Mata Pencaharian. Mata pencaharian sebagian besar responden petani penggarap agroforestry adalah buruh tani untuk pola agroforestry II dan III yaitu sebesar 85,7% dan 62,9 %. Sedangkan untuk pola agroforestri I sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 63,6 %, untuk yang bermata pencaharian buruh tani juga tidak jauh beda yaitu sebesar 36,4%. Selain itu, untuk pola I dan II mata pencaarian responden hanya terdiri dari dua macam yaitu petani dan buruh tani. Untuk pola III mata pencaharian responden beragam, terdiri dari petani, buruh tani, buruh swasta dan pedagang msing-masing sebesar 2,9 %. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 13.


(46)

Jenis Pola AF I Pola AF II Pola AF III

Mata Pencaharian N % N % N %

Petani 7 63,6 2 14,3 10 28,6

Buruh Tani 4 36,4 12 85,7 22 62,9

Buruh Swasta 0 0,0 0 0,0 1 2,9

Pedagang 0 0,0 0 0,0 1 2,9

Tukang Ojek 0 0,0 0 0,0 1 2,9

Total 11 100,0 14 100,0 35 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Jumlah Anggota Keluarga. Rata-rata responden petani penggarap agroforestry mempunyai jumlah anggota keluarga 2-3 orang untuk pola I sebesar 72,7%, pola II sebesar 21,4% dan pola III sebesar 31,4%. Untuk jumlah anggota keluarga 4-5 orang, jumlah terbesar yaitu pada pola II sebesar 78,6% dan terkecil yaitu pola I sebesar 18,2%. Sedangkan jumlah anggota keluarga antara 6-7 orang pada pola II tidak ada, untuk pola I sebesar 9,1% dan 17,1% pada pola III. Dalam menggarap lahannya, petani tidak hanya menggunakan tenganya sendiri, biasanya memanfaatkan anggota keluarga yang lain. Seperti anak, istri, keponakan, dll. Selain itu, jumlah anggota keluarga akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan keluarga responden petani penggarap agroforestry. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Pola AF I Pola AF II Pola AF III

Anggota Keluarga N % N % N %

2 – 3 orang 8 72,7 3 21,4 11 31,4

4 – 5 orang 2 18,2 11 78,6 18 51,4

6 – 7 orang 1 9,1 0 0,0 6 17,1

Total 11 100,0 14 100,0 35 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

B. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Penggarap Agroforestry

1. Pendapatan Rumah Tangga Petani Penggarap

Sebanyak 63,6% responden pada pola AF I adalah petani sehingga pendapatan terbesar juga dari hasil usaha tani. Untuk pola yang lain mata pencaharian responden beragam, dapat dilihat pada Tabel 13. Perbedaan sumber-sumber mata pencaharian responden akan mempengaruhi langsung


(47)

terhadap jumlah pendapatan responden. Pendapatan rata-rata responden selama setahun dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Pendapatan rata-rata Responden dari Berbagai Sumber

Sumber

Pola AF I (N = 11)

Pola AF II (N = 14)

Pola AF III

(N = 35) Rata-rata Pendapatan (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th)

Berdagang 0 0 0 0 1580000 15,7 1580000

Ternak 270000 2,2 565000 7,3 334444 3,3 367500 Buruh 3010909 24,3 3000000 38,7 2915294 29,0 2953220 Usaha Tani

(sawah) 7794527 62,9 3306034 42,7 3894182 38,7 5345633 Agroforestry 1307610 10,6 878770 11,3 1337871 13,3 1380594 Total 12383046 100,0 7749804 100,0 10061792 100,0 11626948

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Pendapatan rata-rata rumah tangga petani penggarap agroforestry sebanyak 62,9% diperoleh dari usaha tani (sawah) untuk pola AF I, karena sebagian besar mata pencaharian responden pada pola ini adalah petani. Sedangkan untuk pola II dan III, pendapatan terbesar juga dari hasil usaha tani (sawah) yaitu masing-msing sebesar 42,7% dan 38,7% .

Untuk pendapatan dari hasil ternak, pola II memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 7,3%. Sedangkan pola I sebesar 2,2% dan pola III yaitu 3,3%. Pada pola AF II responden banyak yang memiliki ternak seperti kambing, kerbau dan sapi.

Sumber pendapatan dari hasil berdagang hanya didapat pada pola AF III yaitu sebesar 15,7%. Hal ini dikarenakan terdapat responden yang mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang.

Sedangkan sumber pendapatan dari buruh masing-masing pola yaitu sebesar 34,3% untuk pola I, 38,7% untuk pola II dan 29,0% pada pola III. Prosentase terbesar terdapat pada pola II karena pada umumnya pada pola II ini mata pencaharian pokok responden adalah sebagai buruh tani.

Untuk pendapatan dari lahan garapan agroforestry dalam setahunnya ternyata sangat berpengaruh. Untuk pola AF I sebesar 10,6%, pola AF II sebesar 11,3% dan pada Pola AF III sebesar 13,3%. Lahan agroforestry ini mempunyai kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga petani rata-rata diatas 10%. Hal ini sangat membantu para petani penggarap agroforestry, karena untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari hasil dari agroforestry


(48)

ternyata sangat membantu bagi para petani penggarap agroforestry yang tergolong sangat miskin. Karena sewaktu-waktu hasil dari lahan agroforestri dapat diambil sewaktu-waktu sesuai kebutuhan dan tidak menunggu dalam waktu yang lama, terlebih untuk tanaman pertanian yang merupakan tanaman musiman.

Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan responden petani penggarap agroforestry dapat dilihat dari hasil pendapatan petani dalam setahunnya. Dalam hal ini digunakan standar kebutuhan hidup minimum Sajogyo (1977). Batasan minimum ditentukan berdasarkan besarnya pendapatan per kapita per tahun setara dengan konsumsi beras. Harga beras yang digunakan yaitu berkisar Rp 3000,00 per Kg dan merupakan harga yang berlaku di desa Hegarmanah pada saat penelitian. Tingkat kesejahteraan responden dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Tingkat Kesejateraan Penggarap Agroforestry Berdasarkan Pola Agroforestry

Tingkat Pola AF I Pola AF II Pola AF III

Kesejahteraan N % N % N %

Sangat Miskin 0 0,0 3 21,4 4 11,4

Miskin 1 9,1 2 14,3 8 22,9

Hampir Cukup 0 0,0 5 35,7 8 22,9

Cukup 10 90,9 4 28,6 15 42,9

Total 11 100,0 14 100,0 35 100,0

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat tingkat kesejahteraan responden. Dari ketiga pola tersebut, pola AF II terdapat responden yang tergolong sangat miskin yaitu sebesar 21,4%. Sedangkan pada pola AF I tidak terdapat golongan yang sangat miskin dan untuk pola AF III terdapat 4 responden atau sebesar 11,4 %. Pada pola AFI juga rata-rata responden tergolong cukup yaitu hampir seluruh dari responden sebesar 90,9% dan hanya 9,1% yang tergolong miskin. Untuk pola AF II, rata-rata responden tergolong hampir cukup yaitu sebesar 35,7%, responden yang tergolong cukup sebesar 28,6% dan miskin sebesar 14,3% (2 responden). Sebesar 42,9% responden pada pola AF III tergolong cukup dan sebesar 22,9% masing-masing untuk responden yang tergolong hampir cukup dan miskin.


(49)

Kriteria berdasarkan pada garis kemiskinan menurut Sajogyo (1977), yaitu :

Sangat Miskin, apabila petani penggarap mempunyai penghasilan di bawah setara dengan 240 kg beras ekivalen setiap orang dalam satu tahun untuk penduduk di pedesaan.

Miskin, apabila petani penggarap mempunyai penghasilan setara dengan 240 – 320 kg beras ekuivalen setiap orang dalam satu tahun untuk penduduk di pedesaan.

Hampir Cukup, apabila petani penggarap mempunyai penghasilan setara dengan 320 – 480 kg beras ekuivalen setiap orang dalam satu tahun untuk penduduk di pedesaan.

Cukup, apabila petani penggarap mempunyai penghasilan di atas setara dengan 480 kg beras ekuivalen setiap orang dalam satu tahun untuk penduduk di pedesaan.

2. Pengeluaran Rumah Tangga Petani Penggrap

Pengeluaran setiap responden pada masing-masing pola agroforestry bebeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh pola konsumsi, tingkat pengetahuan, jumlah tanggungan setiap keluarga dan faktor lainnya. Jenis pengeluaran masyarakat untuk semua responden hampir sama yaitu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti makan (membeli beras), pendidikan dan pakaian. Selain itu untuk pemenuhan kebutuhan lain-lain seperti pembayaran pajak, biaya usaha tani dan lain sebagainya. Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani per tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 17. Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Responden pertahun

Jenis

Pola AF I (N = 11)

Pola AF II (N = 14)

Pola AF III (N = 35)

Rata-rata Pengeluaran (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th) Rumah Tangga 4081364

99,7 3936786 99,5 4437357 99,5 4255292 (makan,

pendidikan,

pakaian)

Non RT (pajak,

dll) 12456

0,3 20300 0,5 22683 0,5 20165 Total 4093820 100,0 3957086 100,0 4460040 100,0 4275456


(1)

Lampiran 11. Analisis Finansial Agroforestry di HPGW Pola I dalam Rp/ha/thn

KOMPONEN PENERIMAAN DAN BIAYA

TAHUN KE-

Thn ke 1 2 3 4 5 6 7 8

Thn 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

B I A

Y

A

A Alat Tani

1 Cangkul 158131 158131 158131

2 Golok 145104 145104

3 Parang 30202 30202 30202

4 Garpu 329584 329584

5 Gait 115591 115591 115591

6 Caluk 0

7 Cungkir 0

8 Congkerang 50000 50000

Jumlah 828613 0 0 303925 50000 474688 303925 0

B Tenaga Kerja 1667146 1615435 1615435 1615435 1615435 1615435 1615435 1615435

Jumlah 1667146 1615435 1615435 1615435 1615435 1615435 1615435 1615435

C Bahan (Pupuk)

1 Urea 18624 18624 18624 18624 18624 18624 18624 18624

2 TC 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000

3 TSP 0 0 0 0 0 0 0 0

4 NPK 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Pupuk kandang 19207 19207 19207 19207 19207 19207 19207 19207

Jumlah 42831 42831 42831 42831 42831 42831 42831 42831


(2)

(Lanjutan) Lampiran 11

P E N E R I M

A

A N

A Kayu 2613750

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 2613750 B Tanaman Pertanian 1 Kopi 0 13333 13333 13333 13333 13333 13333 13333 2 Singkong 790801 790801 790801 790801 790801 790801 790801 790801 3 Talas 62500 62500 62500 62500 62500 62500 62500 62500 4 Kapol 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 5 Pisang 388683 388683 388683 388683 388683 388683 388683 388683 6 Padi huma 525773 525773 525773 525773 525773 525773 525773 525773 7 Jagung 0 1176471 1176471 1176471 1176471 1176471 1176471 1176471 Jumlah 1787757 2977560 2977560 2977560 2977560 2977560 2977560 2977560 D Sisa Alat Tani 1 Cangkul 105421

2 Golok 87063

3 Parang 20135

4 Garpu 197750

5 Gait 20135

6 Caluk 0

7 Cungkir 0

8 Congkerang 0

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 430504


(3)

Lampiran 12. Analisis Finansial Agroforestry di HPGW Pola II dalam Rp/ha/thn

KOMPONEN PENERIMAAN DAN BIAYA

TAHUN KE-

Thn ke 1 2 3 4 5 6 7 8

Thn 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

B I A Y A

A Alat Tani

1 Cangkul 148483 148483 148483

2 Golok 143919 143919 143919

3 Parang 72812 72812 72812

4 Garpu 264288 264288

5 Gait 260870 260870 260870

6 Caluk 0

7 Cungkir 62474 62474 62474

8 Congkerang 0

Jumlah 952846 0 0 688557 0 264288 688557 0

B Tenaga Kerja 1906527 1850569 1850569 1850569 1850569 1850569 1850569 1850569

Jumlah 1906527 1850569 1850569 1850569 1850569 1850569 1850569 1850569

C Bahan (Pupuk)

1 Urea 13737 13737 13737 13737 13737 13737 13737 13737

2 TC 9058 9058 9058 9058 9058 9058 9058 9058

3 TSP 13201 13201 13201 13201 13201 13201 13201 13201

4 NPK 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Pupuk kandang 18583 18583 18583 18583 18583 18583 18583 18583

Jumlah 54579 54579 54579 54579 54579 54579 54579 54579


(4)

(Lanjutan) Lampiran 12

P E N E R I

M A A N

A Kayu 0 0 0 0 0 0 0 765000

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 765000

B Tanaman Pertanian

1 Kopi 217731 217731 217731 217731 217731 217731 217731 217731

2 Singkong 497705 497705 497705 497705 497705 497705 497705 497705

3 Talas 562500 562500 562500 562500 562500 562500 562500 562500

4 Kapol 12355 12355 12355 12355 12355 12355 12355 12355

5 Pisang 265412 265412 265412 265412 265412 265412 265412 265412

6 Padi huma 379774 379774 379774 379774 379774 379774 379774 379774

7 Jagung 660066 660066 660066 660066 660066 660066 660066 660066

Jumlah 2595543 2595543 2595543 2595543 2595543 2595543 2595543 2595543

D Sisa Alat Tani

1 Cangkul 98988

2 Golok 95946

3 Parang 48542

4 Garpu 158573

5 Gait 173913

6 Caluk - 7 Cungkir 41649

8 Congkerang -

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 617611


(5)

Lampiran 13. Analisis Finansial Agroforestry di HPGW Pola III dalam Rp/ha/thn

KOMPONEN PENERIMAAN DAN BIAYA

TAHUN KE-

Thn ke 1 2 3 4 5 6 7 8

Thn 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

B I A Y A

A Alat Tani

1 Cangkul 174346 174346 174346

2 Golok 168660 168660

3 Parang 46902 46902 46902

4 Garpu 596626 596626

5 Gait 73232 73232 73232

6 Caluk 97770 97770 97770

7 Cungkir 0

8 Congkerang 0

Jumlah 1157536 0 0 392250 168660 0 988876 0

B Tenaga Kerja 1871330 1816282 1816282 1816282 1816282 1816282 1816282 1816282

Jumlah 1871330 1816282 1816282 1816282 1816282 1816282 1816282 1816282

C Bahan (Pupuk)

1 Urea 45927 45927 45927 45927 45927 45927 45927 45927

2 TC 63186 63186 63186 63186 63186 63186 63186 63186

3 TSP 72289 72289 72289 72289 72289 72289 72289 72289

4 NPK 73499 73499 73499 73499 73499 73499 73499 73499

5 Pupuk kandang 12710 12710 12710 12710 12710 12710 12710 12710

Jumlah 267611 267611 267611 267611 267611 267611 267611 267611


(6)

(Lanjutan) Lampiran 13

P E N E R I

M A A N

A Kayu 5982692

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 5982692 B Tanaman Pertanian 1 Kopi 0 88789 88789 88789 88789 88789 88789 88789 2 Singkong 924775 924775 924775 924775 924775 924775 924775 924775 3 Talas 0 35584 35584 35584 35584 35584 35584 35584 4 Kapol 160767 160767 160767 160767 160767 160767 160767 160767 5 Pisang 521313 521313 521313 521313 521313 521313 521313 521313 6 Padi huma 0 3831424 3831424 3831424 3831424 3831424 3831424 3831424 7 Jagung 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 1606855 5562652 5562652 5562652 5562652 5562652 5562652 5562652 D Sisa Alat Tani 1 Cangkul 116231

2 Golok 0

3 Parang 31268

4 Garpu 198875

5 Gait 48821

6 Caluk 65180

7 Cungkir 0

8 Congkerang 0

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 460375