Analisis Sikap Konsumen terhadap Produk Teh Pucuk Harum di Kota Bogor

ANALISIS SIKAP KONSUMEN TERHADAP PRODUK
TEH PUCUK HARUM DI KOTA BOGOR

KURNIASIH APRILLIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sikap
Konsumen terhadap Produk Teh Pucuk Harum di Kota Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013
Kurniasih Aprilliani
H34086048

ABSTRAK
KURNIASIH APRILLIANI. Analisis Sikap Konsumen terhadap Produk Teh
Pucuk Harum di Kota Bogor. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.
Teh Pucuk Harum merupakan produk baru di pasar minuman teh dalam
kemasan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji karakteristik konsumen,
menganalisis tahapan keputusan pembelian dan sikap konsumen Teh Pucuk
Harum di Kota Bogor. Analisis Fishbein akan memberikan gambaran preferensi
konsumen berupa sikap konsumen terhadap Teh Pucuk Harum. Produk Teh Botol
Sosro kemasan botol plastik dijadikan pembanding dari Teh Pucuk Harum. Hal ini
dilakukan karena Teh Botol Sosro sebagai pemimpin pasar dan berjenis teh sama
dengan Teh Pucuk Harum yaitu teh hitam. Hasil perhitungan Fishbein
menunjukkan bahwa Teh Pucuk Harum memiliki skor sikap lebih tinggi
dibandingkan dengan Teh Botol Sosro yaitu sebesar 18.23 dan 17.93. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara keseluruhan Teh Pucuk Harum lebih disukai

responden. Teh Pucuk Harum memiliki keunggulan dalam atribut kesegaran, rasa,
dan aroma sedangkan Teh Botol Sosro memiliki keunggulan pada atribut manfaat
dan ketersediaan produk. PT Mayora Indah sebaiknya menjamin ketersediaan
produk Teh Pucuk Harum dan terus berinovasi dengan menciptakan varian baru
untuk meningkatkan pangsa pasar.
Kata kunci: Teh Pucuk Harum, Fishbein, sikap konsumen

ABSTRACT
KURNIASIH APRILLIANI. Analysis of Consumer Attitude for Teh Pucuk
Harum Product’s in Bogor. Supervised by TINTIN SARIANTI.
Teh Pucuk Harum is new product in Ready To Drink (RTD) tea market. The
goals of this research are to assess consumer characteristics, analyze buying
decision steps and the consumer attitude about Teh Pucuk Harum in Bogor.
Fishbein analysis will give a point of view of preferences about consumer attitude
for Teh Pucuk Harum. Teh Botol Sosro with plastic bottle package has used as a
comparasion with Teh Pucuk Harum. Teh Botol Sosro has selected because it is
market leader in RTD tea with black tea product. The Fishbein counting results
shown that Teh Pucuk Harum have higher score behavior than Teh Botol Sosro
which is 18.23 versus 17.93. This is indicate that respondent prefer with Teh
Pucuk Harum in overall. Teh Pucuk Harum has excellence in freshness, taste, and

flavor while Teh Botol Sosro has excellence in function and product availability.
PT Mayora Indah should guarantee the availability of Teh Pucuk Harum and keep
innovated with new variant to get market leader.
Keywords: Teh Pucuk Harum, Fishbein, consumer attitude

ANALISIS SIKAP KONSUMEN TERHADAP PRODUK
TEH PUCUK HARUM DI KOTA BOGOR

KURNIASIH APRILLIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Analisis Sikap Konsumen terhadap Produk Teh Pucuk Harum di
Kota Bogor
Nama
NIM

: Kurniasih Aprilliani
: H34086048

Disetujui oleh

Tintin Sarianti, SP, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini adalah
perilaku konsumen, dengan judul Analisis Sikap Konsumen terhadap Produk Teh
Pucuk Harum di Kota Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM serta Ibu
Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla selaku
dosen penguji utama, Bapak Arif Karyadi, SP selaku dosen komite akademik dan
Walidatur Rosyidah selaku pembahas yang telah memberikan saran dalam
penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang
tua dan Abu Sulthan serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Kurniasih Aprilliani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

vi
viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian


4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Jenis Teh

5

Teh dalam Kemasan


6

Penelitian Terdahulu

7

KERANGKA PEMIKIRAN

10

Kerangka Pemikiran Teoritis

10

Proses Keputusan Pembelian

11

Sikap


15

Kerangka Pemikiran Operasional

20

METODE PENELITIAN

22

Lokasi dan Waktu

22

Metode Penentuan Sampel

22

Data dan Instrumentasi


22

Metode Pengolahan Data

23

Definisi Operasional

26

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

26

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

26

Visi dan Misi


27

Struktur Organisasi

28

Bauran Pemasaran PT Mayora Indah

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

30

Karakteristik Konsumen

30

Tahapan Keputusan Pembelian

33

Analisis Sikap Responden

47

SIMPULAN DAN SARAN

56

Simpulan

56

Saran

57

DAFTAR PUSTAKA

58

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
Data penjualan produk teh dalam kemasan di Indonesia

2

Penjualan Teh Pucuk Harum di segmen hotel, restoran dan kantin

2

Pangsa pasar teh dalam kemasan di Indonesia

3

Sebaran responden berdasarkan usia

30

Sebaran responden berdasarkan status marital

31

Sebaran jumlah anggota keluarga responden

31

Sebaran responden berdasarkan pekerjaan

32

Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir

32

Sebaran responden berdasarkan pendapatan

33

Motivasi responden terhadap konsumsi teh hitam siap minum

34

Tingkat kepentingan responden terhadap konsumsi teh hitam
siap minum

35

Sikap responden apabila tidak mengkonsumsi teh hitam siap minum

35

Sumber informasi responden teh hitam siap minum

36

Fokus responden terhadap infomasi teh hitam siap minum

37

Atribut yang dijadikan pertimbangan awal responden

37

Aktivitas responden untuk menghilangkan dahaga

38

Manfaat utama mengkosumsi teh hitam siap minum

38

Tempat pembelian teh hitam siap minum

39

Keputusan pembelian teh pucuk harum

39

Waktu konsumsi teh pucuk harum

40

Pengaruh teman/kerabat/keluarga dalam pembelian Teh Pucuk
Harum

40

Pengaruh penjual dalam pembelian Teh Pucuk Harum

41

Rata-rata pengeluaran responden untuk pembelian Teh Pucuk
Harum setiap bulan

41

Bentuk promosi Teh Pucuk Harum

42

Tingkat kepuasan responden terhadap Teh Pucuk Harum

42

Sikap responden terhadap pembelian ulang Teh Pucuk Harum

43

Rekomendasi responden Teh Pucuk Harum kepada orang lain

43

Sikap responden apabila tidak mengkonsumsi Teh Pucuk
Harum

43

Sikap responden apabila Teh Pucuk Harum tidak tersedia

44

Sikap responden apabila terjadi kenaikan harga Teh Pucuk
Harum

44

Sikap responden apabila terdapat merek baru dengan kisaran
harga yang sama

45

Ringkasan tahapan keputusan pembelian teh hitam siap minum merek
Teh Pucuk Harum

46

Skor evaluasi (ei) kepentingan atribut teh hitam siap minum

48

Skor kepercayaan (bi) terhadap Teh Pucuk Harum dan Teh Botol
Sosro

49

Skor sikap (Ao) Teh Pucuk Harum dan Teh Botol Sosro

51

Skor maksimum sikap (Ao) maks atribut teh hitam siap minum

54

Tingkat kesukaan responden berdasarkan skor maksimum
sikap (Ao) Maks

54

DAFTAR GAMBAR
Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian .....................................................

11

Hubungan Ketiga Komponen Sikap.................................................................

15

Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................................

21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk dan pola hidup masyarakat yang semakin
meningkat mempengaruhi perubahan tingkat konsumsi. Segi kepraktisan
merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan dalam berkonsumsi. Produkproduk siap saji mulai banyak diminati konsumen, salah satunya minuman ringan.
Kecendrungan konsumen yang menyukai kepraktisan dalam mengkonsumsi
minuman mengakibatkan terjadinya persaingan antar perusahaan yang bergerak
dalam sektor industri khususnya dalam industri minuman ringan.
Persaingan dalam industri minuman yang tinggi menjadikan pasar terus
tumbuh karena produsen menjadi lebih kreatif dalam melakukan inovasi terhadap
produknya untuk mempertahankan bahkan memperluas pangsa pasarnya. Menurut
Farchad Poeradisastra sebagai ketua umum Asosiasi Minuman Ringan Indonesia,
pasar minuman ringan pada 2013 diharapkan tumbuh 10 persen sampai 11 persen
atau menjadi senilai 326.7 triliun rupiah sampai 329.6 triliun rupiah dibanding
2012. Kenaikan tersebut didukung oleh pertumbuhan penduduk dan peningkatan
pendapatan masyarakat sehingga terjadi pertumbuhan pasar minuman ringan pada
tahun 2013.1
Salah satu jenis produk minuman ringan yang cukup dikenal di Indonesia
adalah minuman teh. Menurut hasil riset MARS di lima kota besar di Indonesia
yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dan Semarang menunjukkan bahwa
minuman teh dikonsumsi oleh 79 persen penduduk Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai minuman
teh. Faktor utama yang mendukung meningkatnya konsumsi teh adalah
pemahaman masyarakat yang semakin luas tentang manfaat teh bagi kesehatan,
serta variasi penyajian dan olahan produk minuman teh itu sendiri.2
Minat masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi teh yang cukup besar
serta pangsa pasar dari produk minuman teh yang relatif masih kecil, menjadi
peluang bisnis bagi para pengusaha untuk memasuki industri minuman teh
terutama minuman teh dalam kemasan siap minum. Saat ini produk teh siap
konsumsi yang ada di pasaran di antaranya adalah Teh Pucuk Harum, Nu Green
Tea, Teh Botol Sosro, dan Teh Kotak.
Teh Pucuk Harum merupakan salah satu produk minuman teh hitam yang
diproduksi oleh PT Mayora. PT Mayora tertarik untuk memproduksi Teh Pucuk
Harum karena semakin banyak masyarakat yang sadar akan kesehatan dan hal
tersebut merupakan peluang yang ingin dimanfaatkan oleh PT Mayora. Produsen
yang pertama kali mengeluarkan produk teh hitam siap minum adalah PT Sinar
Sosro dengan produk Teh Botol Sosro. Informasi mengenai penjualan teh dalam
kemasan dapat dilihat pada Tabel 1.

_______________________________
1

Saksono. 2013. Pasar Minuman Ringan diestimasi Tumbuh 11 persen. [diunduh 2013 Sep
10]; Tersedia pada: http://m.indonesiafinancetoday.com
2
Andrew. 2010. Dinamika Produksi dan Konsumsi Teh Indonesia. [diunduh 2013 Sep 10];
Tersedia pada: http://www.majalahexcellent.com

Tabel 1 Data penjualan produk teh dalam kemasan di Indonesia
Merek
Penjualan (Rp)
Teh Botol Sosro
1.107.237.000
Teh Pucuk Harum
114.743.590
Nu Green Tea
109.470.000
Fruit Tea
100.260.600
Fresh Tea
97.503.250
Futami
91.917.000
Sumber: Swa (2012)3

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa Teh Pucuk Harum memiliki nilai
penjualan terbesar kedua setelah Teh Botol Sosro. Hal ini didukung oleh strategi
dari PT Mayora Indah yang memfokuskan pada persepsi keunggulan produk Teh
Pucuk Harum. Strategi lain yang dilakukan oleh PT Mayora Indah adalah dengan
memasuki segmen pasar hotel, restoran dan kantin. PT Mayora Indah melakukan
penjualan dengan sistem konsinyasi pada kantin dan restoran. Tabel 2 akan
menunjukkan data penjualan Teh Pucuk Harum di segmen hotel, restoran dan
kantin.
Tabel 2 Penjualan Teh Pucuk Harum di segmen hotel, restoran dan kantin
Tahun
Penjualan (Rp)
Titik distribusi (unit)
2011
87.000.000
540.000
2012
114.743.590
1.000.000
2013
109.470.000
1.000.000
Sumber: Swa (2013)4

Peningkatan penjualan Teh Pucuk Harum dari tahun ke tahun didukung oleh
jumlah titik distribusi yang semakin bertambah. Pada tahun 2013, PT Mayora
Indah sudah memiliki sebanyak satu juta titik distribusi untuk mendukung
penjualan Teh Pucuk Harum. Penambahan jumlah titik distribusi dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan kepada konsumen ketika akan membeli Teh Pucuk
Harum.
Kota Bogor merupakan kota yang berada dekat dengan pabrik Teh Pucuk
Harum yang berlokasi di Caringin. Hal ini dapat memudahkan pasokan produk
karena lokasi lebih mudah diakses dibandingkan dengan kota-kota lainnya.
Apabila distributor Teh Pucuk Harum di Kota Bogor mengalami kekurangan
produk maka pemenuhan produk dapat dialokasikan langsung dari pabrik
sehingga ketersediaan produk lebih terjamin.
Kota Bogor sebagai kawasan sub urban yang memiliki penduduk dengan
mobilitas tinggi, dimana sebagian besar waktunya dihabiskan di jalan atau di luar
rumah sehingga tingkat konsumsi minuman teh dalam kemasan cukup tinggi.
sebag

_______________________________
3

Nurmayanti. 2012. Perkembangan Industri Minuman Teh dalam Kemasan. [diunduh 2013
Juli 14]; Tersedia pada: http://swa.co.id
4
Andryanto. 2013. Segmentasi Pasar Teh Pucuk Harum. [diunduh 2013 Agt 18]; Tersedia
pada: http://swa.co.id

Sebagai minuman teh hitam siap minum yang masih baru dipasaran, PT Mayora
Indah perlu mengetahui karakteristik konsumen dan mengkaji sikap konsumen
terhadap Teh Pucuk Harum untuk mendapatkan informasi mengenai sikap positif
ataupun sikap negatif konsumen terhadap Teh Pucuk Harum dibandingkan dengan
pesaing.

Perumusan Masalah
Teh Pucuk Harum hadir dengan keunggulan produk yang berbeda yaitu
dengan meluncurkan produk dalam kemasan botol plastik ukuran 350 ml dengan
harga Rp3 500 per botol. Harga Teh Pucuk Harum berada di tengah-tengah
pesaing seperti Nu Green Tea, Fruit Tea, Fresh Tea dan Futami dengan harga
diatas Rp4 000 per botol sedangkan Teh Botol Sosro berkisar antara Rp4 500
hingga Rp6 500.
Teh Pucuk Harum sebagai pendatang baru mampu menarik perhatian
konsumen dibandingkan dengan produk Nu Green Tea, Fruit Tea, Fresh Tea dan
Futami. Hal ini merupakan sikap positif yang ditunjukkan oleh konsumen Teh
Pucuk Harum. Sikap positif konsumen terhadap Teh Pucuk Harum yang
ditunjukkan pada Tabel 3 dapat dijadikan acuan oleh PT Mayora Indah untuk
meningkatkan pangsa pasarnya.
Tabel 3 Pangsa pasar teh dalam kemasan di Indonesia
Merek
Pangsa pasar (%)
Teh Botol Sosro
59.5
Teh Pucuk Harum
10.7
Nu Green Tea
7.7
Fruit Tea
5.8
Fresh Tea
4.6
Futami
4.0
Sumber: Swa (2012)5

Tabel 3 menunjukkan bahwa Teh Pucuk Harum saat ini menempati urutan
kedua dengan pangsa pasar sebesar 10.7 persen, sedangkan Teh Botol Sosro
menjadi pemimpin pasar dengan persentase sebesar 59.5 persen. Besarnya
persentase Teh Botol Sosro merupakan total kemasan Teh Botol Sosro, sedangkan
untuk produk Teh Pucuk Harum hanya produk dengan kemasan botol plastik
sehingga persentase Teh Botol Sosro lebih besar dibandingkan dengan Teh Pucuk
Harum.
Pada penelitian ini produk Teh Botol Sosro dijadikan pembanding dari Teh
Pucuk Harum. Hal ini dilakukan karena Teh Botol Sosro dan Teh Pucuk Harum
merupakan produk yang berasal dari jenis teh yang sama, yaitu teh hitam. Selain
itu, posisi pasar Teh Botol Sosro sebagai pemimpin pasar pada minuman teh
dalam

_______________________________
5

Nurmayanti. 2012. Perkembangan Industri Minuman Teh dalam Kemasan. [diunduh 2013
Juli 14]; Tersedia pada: http://swa.co.id

dalam kemasan menarik untuk dikaji mengingat Teh Pucuk Harum merupakan
produk baru di pasar minuman dalam kemasan. Produk Teh Botol Sosro yang
dijadikan pembanding adalah produk Teh Botol Sosro dalam kemasan botol
plastik, sehingga terjadi kesetaraan kemasan dengan produk Teh Pucuk Harum.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik konsumen Teh Pucuk Harum di Kota Bogor?
2. Bagaimana tahapan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen Teh
Pucuk Harum di Kota Bogor?
3. Bagaimana sikap konsumen terhadap Teh Pucuk Harum di Kota Bogor?

Tujuan
Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengkaji karakteristik konsumen Teh Pucuk Harum di Kota Bogor
2. Menganalisis tahapan keputusan pembelian konsumen Teh Pucuk Harum di
Kota Bogor
3. Menganalisis sikap konsumen Teh Pucuk Harum di Kota Bogor

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak, di antaranya:
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk melatih diri dalam menganalisis
suatu masalah berdasarkan data dan fakta yang ada, terutama yang berkaitan
dengan tema penelitian ini.
2. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan menjadi sarana untuk menambah
wawasan dan aplikasi dari teori yang didapatkan dalam perkuliahan.
Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain
untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perilaku konsumen.
3. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas produk yang dihasilkan agar sesuai
dengan harapan konsumen.
Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai
karakteristik konsumen dan menganalisis sikap konsumen produk Teh Pucuk
Harum di Kota Bogor. Penelitian mengenai perilaku konsumen ini dibatasi pada
produk teh hitam yang bertujuan untuk mempersempit ruang lingkup penelitian.
Penelitian ini hanya menganalisis sikap responden yang sudah mengkonsumsi
produk Teh Pucuk Harum di Kota Bogor. Responden adalah pria dan wanita
berusia 17 tahun ke atas karena dinilai sudah cukup dewasa dan sesuai dengan
sasaran konsumen produk Teh Pucuk Harum.

TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Teh
Pohon kecil yang tumbuh di alam bebas berdaun jorong atau bulat telur dan
pucuknya dapat dilayukan serta dikeringkan untuk dibuat minuman disebut teh.
Teh dikelompokkan berdasarkan cara pengolahan. Daun teh Camellia sinensis
akan cepat layu dan mengalami oksodasi jika tidak langsung dikeringkan setelah
dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi
pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya berupa
pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun menguap dan
proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan. Berikut
pengelompokan teh berdasarkan tingkat oksidasi:
1. Teh Putih
Teh putih merupakan jenis teh yang tidak melewati proses oksidasi dan
sewaktu belum di petik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi
pembentukan klorofil. Proses pengeringan dan penguapannya dilakukan
secara singkat. Disebut teh putih karena ketika di petik kuncup daunnya masih
diselimuti sesuatu seperti rambut berwarna putih yang halus. Proses yang
lebih singkat ini menghasilkan kandungan katekin tertinggi pada teh putih
yang bermanfaat untuk menangkal radikal bebas serta berfungsi sebagai
antioksidan dalam tubuh. Teh putih diproduksi dalam jumlah lebih sedikit
dibandingkan teh jenis lain sehingga harga menjadi lebih mahal.
2. Teh Hijau
Daun teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung di proses setelah di petik.
Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal, proses oksidasi
dihentikan dengan pemanasan atau tidak difermentasikan sama sekali. Teh
yang sudah dikeringkan bisa dijual dalam bentuk lembaran daun teh atau
digulung rapat berbentuk seperti bola-bola kecil.
3. Teh Oolong
Teh ini disebut sebagai teh semi fermentasi, dimana daun teh akan dibiarkan
mengalami oksidasi dan proses oksidasi akan dihentikan di tengah-tengah
antara teh hijau dan teh hitam yang membutuhkan waktu dua sampai tiga hari.
Nama Oolong diambil dari seorang nama pria Cina yakni Wu Long.
4. Teh Hitam
Teh hitam adalah daun teh yang mengalami proses fermentasi paling lama
diantara semua jenis teh sehingga warnanya sangat pekat dan aromanya paling
kuat. Daun teh dibiarkan teroksidasi secara penuh sekitar dua minggu hingga
satu bulan. Teh hitam terbagi dua yaitu jenis ortodoks dan jenis CTC. Jenis
ortodoks adalah jenis teh yang diolah dengan metode pengolahan tradisional,
sedangkan jenis CTC adalah jenis yang menggunakan metode Crush Tear.6

_______________________
6

Wikipedia. 2011. Pengolahan Teh dan Pengelompokan. [diunduh 2013 Feb 10]; Tersedia
pada: http://www.wikipedia/teh.com diakses 10 Februari 2013

Teh dalam Kemasan
Teh dalam kemasan awalnya tercipta karena ada seorang petani teh datang
ke pasar-pasar untuk memperkenalkan produk teh dengan cara memasak dan
menyeduh teh langsung di tempat, namun cara ini kurang berhasil karena proses
penyajiannya terlalu lama. Cara kedua yang dilakukan adalah teh yang sudah
diseduh dimasukkan kedalam panci-panci besar lalu dibawa ke pasar
menggunakan mobil bak terbuka, namun cara ini pun kurang berhasil karena
sebagian teh tumpah dalam perjalanan mengingat saat itu jalanan di kota Jakarta
masih berlubang.
Pada tahun 1969 muncul gagasan untuk menjual teh siap minum dalam
kemasan botol. Cara ini cukup menarik minat pembeli karena selain praktis juga
bisa langsung dikonsumsi tanpa harus menunggu teh nya dimasak terlebih dahulu
seperti cara sebelumnya. Pada tahun 1974 didirikan PT Sinar Sosro yang
merupakan pabrik teh siap minum dalam kemasan botol pertama di Indonesia dan
di dunia.
Teh dikemas dalam berbagai bentuk kemasan untuk menjaga teh agar tetap
awet dan memberikan kemudahan bagi konsumen dalam mengkonsumsi.
Berdasarkan kemasannya, teh terdiri dari teh celup, teh seduh, teh yang di pres,
teh stik dan teh instan.
1. Teh Celup
Teh dikemas dalam kantong kecil yang biasanya terbuat dari kertas dengan
tali. Teh celup sangat popular karena praktis dalam cara pembuatannya,
namun penikmat teh kelas berat biasanya tidak menyukai rasa teh celup.
2. Teh Saring
Teh dikemas dalam kantong kecil yang biasanya dibuat dari kertas tanpa tali.
Teh saring sangat popular karena praktis cara pembuatannya dalam jumlah
banyak dan menghasilkan teh yang lebih pekat dibandingkan dengan teh
celup.
3. Teh Seduh
Teh dikemas dalam kaleng atau di bungkus dengan pembungkus dari plastik
atau kertas. Takaran teh dapat diukur sesuai selera, namun sering dianggap
tidak praktis. Biasanya menggunakan saringan teh agar teh yang mengambang
tidak ikut terminum. Selain itu, teh juga dapat dimasukkan dalam kantong teh
sebelum diseduh.
4. Teh yang dipres
Teh dipres agar padat untuk keperluan penyimpanan dan pematangan. Teh
dijual dalam bentuk padat dan diambil sedikit demi sedikit sewaktu akan
diminum. Teh yang sudah di pres mempunyai masa simpan yang lebih lama
dibandingkan daun teh biasa.
5. Teh Stik
Teh dikemas dalam stik dari lembaran alumunium tipis yang mempunyai
lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai saringan teh.
6. Teh Instan
Teh berbentuk bubuk yang tinggal dilarutkan dalam air panas atau air dingin.
pertama kali diciptakan pada tahun 1930, namun tidak diproduksi lagi hingga
akhir tahun 1950. Teh instan ada yang mempunyai rasa vanilla, madu, buahbuahan atau di campur susu bubuk.8

Penelitian Terdahulu
Pada kajian terdahulu terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan
topik penelitian sikap konsumen produk minuman teh dalam kemasan Teh Pucuk
Harum. Kajian penelitian terdahulu yang diambil adalah penelitian dengan topik
sikap dan kepuasan konsumen terhadap produk minuman yang menggunakan alat
analisis Fishbein.
Ayuningtyas (2009) menganalisis sikap dan kepuasan konsumen teh hijau
siap minum merek Nu Green Tea di Kota Jakarta menggunakan alat analisis
multiatribut Angka Ideal dan analisis IPA dengan responden sebanyak 100 orang.
Hasil analisis Angka Ideal menunjukkan bahwa Nu Green Tea memiliki skor
sikap sebesar 19.02 kemudian diikuti dengan merek Frestea Green sebesar 32.97,
Zestea sebesar 48.48 dan Joy Tea Green sebesar 54.88. nilai sikap yang paling
kecil adalah nilai sikap yang diperoleh Nu Green Tea, artinya Nu Green Tea
merupakan produk teh hijau siap minum yang paling mendekati harapan
konsumen. Pada analisis kinerja atribut dengan menggunakan Importance
Performance Analysis (IPA), atribut Nu Green Tea tidak ada yang terdapat dalam
kuadran I. Pada kuadran II terdapat atribut kejelasan kadaluarsa, kesegaran,
kejelasan izin Depkes, kemudahan mendapatkan, ketersediaan kondisi dingin dan
rasa manis. Persamaan dengan penelitian ini adalah alat analisis yang digunakan
yaitu Fishbein dan produk yang dikaji.
Dewi (2009) menganalisis sikap konsumen terhadap produk susu kedelai
cair murni tanpa merek di kota Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah
responden sebanyak 100 orang dengan menggunakan teknik convienience
sampling. Alat analisis yang digunakan adalah Fishbein. Analisis sikap (Ao)
dilakukan pada produk susu cair sebagai produk utama penelitian dan susu sapi
cair sebagai pembanding. Hasil analisis skor sikap (Ao) terhadap susu kedelai cair
sebesar 14.05 sedangkan susu sapi 8.18. Kategori tingkat kesukaan responden
terhadap susu kedelai cair dinilai sangat baik dan susu sapi dinilai baik oleh
responden. Persamaan dengan penelitian ini adalah alat analisis yang digunakan
yaitu Fishbein, sedangkan perbedaannya adalah produk yang diteliti.
Harnasari (2009) menganalisis proses keputusan pembelian dan kepuasan
konsumen Cimory yoghurt drink di Cimory Bogor. Penelitian ini menggunakan
teknik convinience sampling dengan 50 responden. Metode penelitian ini adalah
analisis Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index
(CSI). Hasil kuadran IPA menunjukkan bahwa atribut yang memiliki peringkat
kinerja tertinggi adalah pilihan rasa (3.20), sedangkan atribut yang memiliki
peringkat terendah adalah volume (2.76). Hasil CSI menunjukkan nilai kepuasan
pelanggan 74.23 persen dan berada pada kriteria puas. Kepuasan atribut tertinggi
dimiliki oleh atribut informasi pada produk (8.5%) dan kepuasan atribut terendah
yaitu volume (6.62%). Persamaan dengan penelitian ini adalah produk minuman,
sedangkan perbedaannya adalah alat analisis yang digunakan.
Putri (2009) menganalisis sikap dan kepuasan konsumen tehadap minuman
susu fermentasi probiotik Vitacharm. Alat analisis yang digunakan adalah
Multiatribut Fishbein, Importante Performance Analysis dan Customer
Satisfaction Index. Teknik sampling dalam metode ini menggunakan convienience
sampling pada 100 orang responden. Hasil dari analisis multiatribut Fishbein
didapatkan total sikap responden terhadap merek Vitacharm sebesar 250.37

sedangkan untuk merek Yakult total sikap responden sebesar 253.05. Responden
memberikan nilai kepercayaan yang tinggi secara berurutan pada atribut kejelasan
tanggal kadaluarsa, atribut konsumen, izin Depkes, dan atribut rasa. Merek Yakult
dinilai lebih baik daripada merek Vitacharm. Persamaan dengan penelitian ini
adalah alat analisis yang digunakan yaitu Fishbein, sedangkan perbedaannya
adalah produk yang diteliti.
Wasini (2009) menganalisis perilaku konsumen dalam pembelian minuman
bandrek serbuk merek Starbandrek PT Liza Herbal International di wilayah
Bogor. Penelitian ini menggunakan teknik convinience sampling dengan 100
responden. Metode penelitian ini adalah analisis Importance Performance
Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil analisis IPA
menunjukkan bahwa atribut yang harus diperhatikan adalah harga dan
ketersediaan produk. Atribut yang dinilai baik dan harus dipertahankan adalah
rasa, aroma, manfaat, kandungan bahan alami, komposisi kejelasan tanggal
kadaluarsa, izin Depkes, label halal MUI dan kualitas produk. Hasil CSI yang
didapatkan 73.87 persen berada pada selang 0.66 sampai dengan 0.80 sehingga
dapat dikatakan secara umum indeks kepuasan konsumen berada dalam kriteria
puas. Persamaan dengan penelitian ini adalah produk minuman, sedangkan
perbedaannya adalah alat analisis yang digunakan.
Afrilia (2010) menganalisis sikap dan kepuasan terhadap teh celup hitam
Walini di Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 60
orang dengan menggunakan teknik convienience sampling. Alat analisis yang
digunakan adalah Multiatribut Fishbein, Importante Performance Analysis dan
Customer Satisfaction Index. Hasil analisis Fishbein menunjukkan bahwa
responden lebih menyukai teh celup Walini (80.8 persen) dibandingkan dengan
teh celup Sariwangi (77,3 persen). Persamaan dengan penelitian ini adalah alat
analisis yang digunakan yaitu Fishbein dan produk yang diteliti.
Putri (2010) menganalisis sikap dan keputusan pembelian konsumen
terhadap produk minuman teh dalam kemasan cup siap saji merek Teh Upet di
kota Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 100
orang dengan menggunakan teknik convienience sampling. Hasil penelitian
dengan menggunakan analisis Fishbein menjelaskan bahwa Teh Upet memperoleh
nilai total sikap yang lebih baik dibandingkan dengan teh dalam kemasan lainnya.
Nilai Teh Upet sebesar 11.52, diikuti Teh Poci 11.38, Teh Tong Tji 5.58 dan Teh
2 Tang sebesar 5.87. Hal ini menunjukkan bahwa Teh Upet merupakan produk
minuman teh dalam kemasan yang paling mendekati harapan konsumen.
Persamaan dengan penelitian ini adalah alat analisis yang digunakan yaitu
Fishbein dan produk yang diteliti.
Haryono (2011) menganalisis proses keputusan pembelian dan kepuasan
konsumen minuman isotonik Fatigon Hydro di Bogor. Peneltian ini menggunakan
analisis Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index
(CSI). Hasil analisis CSI menunjukkan bahwa responden sudah merasa puas
dengan nilai CSI 79.53 persen. Atribut yang menjadi prioritas utama dan
kinerjanya harus ditingkatkan berdasarkan analisis IPA yaitu atribut ukuran saji
atau volume dan harga. Atribut yang harus dipertahankan yaitu rasa, kandungan
air kelapa, komposisi produk, kandungan elektrolit dan informasi pada kemasan.
Persamaan dengan penelitian ini adalah produk minuman, sedangkan
perbedaannya adalah alat analisis yang digunakan.

Lisiadi (2011) menganalisis sikap konsumen terhadap minuman sari buah
Nutrisari ready to drink studi kasus mahasiswa Program Keahlian Manajemen
Agribisnis Program Diploma IPB. Penelitian ini menggunakan teknik propotional
random sampling dengan menggunakan analisis Fishbein dan analisis
kesenjangan (GAP). Hasil penelitian dengan menggunakan analisis Fishbein
menjelaskan bahwa minuman sari buah Nutrisari ready to drink memiliki skor
sikap tertinggi yaitu sebesar 15.57 dibandingkan dengan Buavita dan ABC Juice
sebesar 15.37 dan 12.02. Hal ini menunjukkan bahwa Nutrisari lebih disukai
responden secara keseluruhan dibandingkan dengan kedua produk pembanding.
Lima tingkat kepercayaan tertinggi Nutrisari dan Buavita yaitu kejelasan tanggal
kadaluarsa, izin Depkes, rasa keseluruhan, label halal MUI dan merek dengan
skor 1.80, 1.74, 1.64, 1.52 dan 1.19, sedangkan tingkat kepercayaan tertinggi
ABC juice terdapat pada atribut kejelasan tanggal kadaluarsa, izin Depkes, label
halal MUI dan rasa dengan skor 1.68, 1.62, 1.37 dan 1.06. Persamaan dengan
penelitian ini adalah produk minuman, sedangkan perbedaannya adalah alat
analisis yang digunakan.
Atmojo (2012) menganalisis sikap dan kepuasan konsumen terhadap teh
celup merek Sarimurni studi kasus Giant Hypermart Bogor. Penelitian ini
menggunakan teknik accidental sampling dengan responden sebanyak 100 orang.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis Fishbein, Importance Performance
Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil analisis Fisbein
menunjukkan bahwa responden lebih menyukai Sarimurni dibandingkan dengan
Sosro. Kenggulan merek Sarimurni pada atribut warna, aroma, kejelasan
informasi komposisi, kejelasan tanggal kadaluarsa, desain kemasan, khasiat, iklan
dan tidak unggul pada atribut pilihan rasa, harga, merek dan kemudahan
mendapatkan dibandingkan dengan Sosro. Atribut yang menjadi prioritas utama
berdasarkan analisis IPA yaitu khasiat dan kemudahan mendapatkan, sedangkan
atribut yang perlu dipertahankan adalah atribut rasa, aroma teh dan kejelasan
kadaluarsa. Hasil analisis CSI menunjukkan bahwa atribut teh celup Sarimurni
dikategorikan puas (78%) dan teh celup Sosro (77%). Persamaan dengan
penelitian ini adalah alat analisis yang digunakan yaitu Fishbein dan produk yang
diteliti.
Berdasarkan hasil kajian penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa responden
produk minuman menunjukkan sikap positif, artinya responden dapat menerima
produk minuman dengan baik. Kajian penelitian terdahulu juga dapat dijadikan
acuan dalam menentukan atribut-atribut penting yang menjadi pertimbangan
responden, seperti atribut rasa, harga, aroma, kejelasan kadaluarsa, izin Depkes,
kemasan dan ketersediaan produk. Dari hasil penelitian terdahulu dapat diperoleh
informasi mengenai alat analisis yang digunakan dalam penelitian tentang sikap
konsumen yaitu analisis Fishbein untuk mengetahui respon positif ataupun negatif
dari produk yang diteliti.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Beberapa
teori yang digunakan sebagai bahan acuan meliputi teori konsumen dan perilaku
konsumen, karakteristik konsumen, proses keputusan pembelian serta teori sikap.
Adapun kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini, akan dijelaskan pada sub
bab-sub bab berikut:
Konsumen dan Perilaku Konsumen
Konsumen dapat didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dalam kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
(Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
Konsumen). Menurut Kotler (2000), konsumen adalah orang yang melakukan
tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah
biaya. Tujuan utama dari mengkonsumsi barang dan jasa adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan diukur sebagai kepuasan yang diperoleh. Besarnya kepuasan
konsumen diukur dari sejumlah nilai yang diperoleh dari mengkonsumsi suatu
barang dan jasa terhadap biaya yang dikeluarkan.
Perilaku konsumen merupakan suatu aspek penting yang harus diperhatikan
oleh perusahaan yang menganut konsep pemasaran dengan tujuan memberikan
kepuasan kepada konsumen. Mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari
bagaimana konsumen membuat keputusan. Konsumen menggunakan sumber daya
yang dimilikinya yakni waktu, uang, dan usaha, untuk memperoleh produk atau
jasa yang mereka inginkan. Didalamnya tercakup pembahasan mengenai jenis,
alasan, waktu, tempat, dan frekuensi pembelian yang dilakukan serta frekuensi
pemakaian suatu produk atau jasa.

Karakteristik Konsumen
Menurut Sumarwan (2011), konsumen terdiri atas dua jenis yaitu konsumen
individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa
untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi
bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya.
Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen,
kepribadian konsumen, serta karakteristik demografi konsumen.
Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih banyak
mengenal produk akan memiliki informasi yang besar terhadap produk tersebut,
sehingga konsumen cenderung tidak termotivasi untuk mencari informasi karena
konsumen merasa cukup terhadap pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
dalam mengambil keputusan. Kepribadian konsumen akan berpengaruh pada
motivasi konsumen dalam mencari informasi terhadap produk. Konsumen yang
memiliki kepribadian pencari informasi akan meluangkan waktu untuk mencari

informasi yang lebih banyak. Karakteristik demografi konsumen meliputi
beberapa variabel seperti usia, pendidikan, agama, suku bangsa, warga negara,
keturunan, pendapatan, jenis kelamin dan kelas sosial.
Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap
barang dan jasa maupun merek yang akan dibeli. Pendidikan merupakan salah
satu karakteristik demografi yang penting. Konsumen yang memiliki pendidikan
akan lebih responsif terhadap informasi. Pendidikan juga mempengaruhi
konsumen dalam pemilihan produk atau merek. Konsumen yang berpendidikan
tinggi cenderung mencari informasi yang banyak sebelum memutuskan untuk
membelinya (Sumarwan 2011).

Proses Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan merupakan hal yang paling penting dalam
memahami bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan pembelian.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994), proses yang dilakukan konsumen
dalam mengambil keputusan meliputi lima tahapan yang terdiri atas : pengenalan
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil. Adapun
tahapan yang dilakukan konsumen yaitu:

Pengenalan
kebutuhan

Pencarian
Informasi

Evaluasi
Alternatif

Pembelian

Hasil

Gambar 1 Tahap-Tahap Proses Keputusan Pembelian
Sumber: Engel, Blackwell dan Miniard (1994)

Pengenalan Kebutuhan
Kebutuhan dapat terjadi karena adanya rangsangan internal dan eksternal.
Rangsangan internal yaitu kebutuhan dasar yang timbul dari dalam diri seseorang
yang mencapai titik tertentu sehingga menjadi dorongan untuk memenuhi
keinginan tersebut. Adapun rangsangan eksternal yaitu kebutuhan yang
ditimbulkan oleh dorongan eksternal.
Menurut Kotler (2007), proses pembelian produk oleh konsumen dimulai
ketika konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat
timbul karena adanya rangsangan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar.
Pengenalan kebutuhan mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang
diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan
mengaktifkan proses keputusan. Ketika ketidaksesuaian melebihi tingkat atau
ambang tertentu, kebutuhan baru dikenali. Jika seandainya ketidaksesuaian
tersebut berada dibawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan tidak
terjadi.

Pencarian Informasi
Pencarian informasi didefinisikan sebagai aktivitas termotivasi dari
pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan pemerolehan informasi dari
lingkungan. Hal tersebut terjadi bila konsumen melakukan pencarian terhadap
pemuas kebutuhan yang potensial. Pencarian informasi ini dapat bersifat internal
dan eksternal.
Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari
ingatan, sementara pencarian eksternal merupakan pencarian informasi di pasar.
Pencarian internal terjadi terlebih dahulu, yaitu sesudah pengenalan kebutuhan.
Jika pencarian internal memberikan informasi yang memadai, maka pencarian
eksternal tidak dibutuhkan. Apabila pengetahuan internal dirasakan kurang, maka
konsumen mulai melakukan pencarian eksternal. Pencarian eksternal merupakan
pengumpulan informasi tambahan dari lingkungan. Pencarian dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu situasi, ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen
(Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Menurut Sumarwan (2011), seorang konsumen yang terdorong
kebutuhannya mungkin atau mungkin juga tidak terdorong mencari informasi
lebih lanjut. Jika dorongan konsumen itu kuat dan produk itu berada di dekatnya,
mungkin konsumen akan langsung membelinya. Jika tidak, kebutuhan konsumen
ini hanya akan menjadi ingatan saja. Pencarian informasi terdiri atas dua jenis
menurut tingkatannya. Pertama adalah perhatian yang meningkat, yang ditandai
dengan pencarian informasi yang sedang-sedang saja. Kedua, pencarian informasi
secara aktif yang dilakukan dengan mencari informasi dari segala sumber.

Evaluasi Alternatif
Pada tahap ini merupakan proses mengevaluasi pilihan produk dan merek
dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi
alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya. Proses evaluasi alternatif dan proses pembentukan
kepercayaan dan sikap adalah proses yang sangat terkait erat. Evaluasi alternatif
muncul karena banyaknya alternatif pilihan (Sumarwan, 2011).
Kriteria evaluasi merupakan dimensi atau atribut yang digunakan dalam
menilai alternatif-alternatif pilihan akhir. Konsep dasar yang dapat membantu
untuk memahami proses evaluasi alternatif, yaitu konsumen berusaha memuaskan
suatu kebutuhan, konsumen mencari manfaat, konsumen memandang setiap
produk sebagai rangkaian atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam
memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan (Kotler, 2007).
Kriteria alternatif yang digunakan konsumen, yaitu : harga, kepercayaan
konsumen atas merek, Negara asal, dan kriteria evaluasi yang bersifat hedonik
(bersifat kesenangan). Penentuan evaluasi tertentu yang akan digunakan oleh
konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor,
di antaranya adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif pilihan, motivasi,
keterlibatan, dan pengetahuan (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1994).

Pembelian dan Hasil Pembelian
Tindakan hasil pembelian adalah tahap besar terakhir dari proses keputusan.
Pada tahap ini konsumen harus mengambil keputusan kapan membeli, dimana
membeli dan bagaimana membeli suatu barang atau jasa. Pembelian merupakan
fungsi dari dua determinan yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan (Engel,
Blackwell, dan Miniard, 1994).
Niat pembelian konsumen dapat digolongkan menjadi dua kategori. Kedua
kategori tersebut antara lain (a) produk dan merek, dan (b) kelas produk. Niat
pembelian kategori utama umumnya disebut sebagai pembelian yang terencana
penuh, dimana pembelian yang terjadi merupakan hasil dari keterlibatan tinggi
dan pemecahan masalah yang diperluas. Kategori yang kedua dapat juga disebut
sebagai pembelian yang terencana jika pilihan merek di buat di tempat pembelian.
Kotler (2007) mengatakan terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi
maksud pembelian dan keputusan membeli. Faktor pertama adalah sikap atau
pendirian orang lain, sampai dimana pendirian orang lain dapat mempengaruhi
alternatif yang disukai seseorang. Faktor kedua, yang dapat mempengaruhi
maksud pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak
diantisipasi.

Evaluasi Hasil Pembelian
Evaluasi terhadap barang atau jasa akan dilakukan oleh konsumen pasca
pembelian. Evaluasi lebih jauh terjadi dalam bentuk perbandingan kinerja barang
atau jasa berdasarkan harapan. Hasil dari evaluasi pasca pembelian ini berupa
kepuasan atau ketidakpuasan. Keyakinan dan sikap yang terbentuk pada tahap ini
akan langsung mempengaruhi niat pembelian masa datang. Hal ini berarti bahwa
upaya mempertahankan pelanggan menjadi bagian yang penting dalam strategi
pemasaran.
Kotler (2007) juga mengembangkan model perilaku konsumen. Kotler
menjelaskan bahwa konsumen akan tiba pada tahap keputusan pembelian setelah
mengalami 4P yaitu Product, Promotion, Price dan Place. 4P ini selanjutnya
disebut sebagai stimuli pemasaran. Selain itu juga terdapat stimuli lain yaitu
stimuli dari ekonomi, teknologi, politik dan budaya.

Kepuasan Konsumen
Kepuasan yang timbul dari dalam hati konsumen menurut Kotler (2007)
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu
produk dan harapan-harapannya. Kepuasan ini berfungsi mengukuhkan loyalitas
konsumen sebagai pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan
keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi
melalui saran hukum (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994).
Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut
seharusnya berfungsi. Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan
dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnnya dirasakan

konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen sebenarnya
adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut (Sumarwan, 2011).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen
sebelum konsumen memutuskan untuk membeli dan mengkonsumsi produk.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994) setidaknya ada tiga faktor yang
mempengaruhi konsumen dalam memutuskan untuk membeli serta
mengkonsumsi produk. Adapun ketiga faktor tersebut antara lain:
1. Pengaruh Lingkungan
a. Budaya: mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan simbol
bermakna lainnya yang membantu individu dalam berkomunikasi,
membuat tafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat.
Oleh karena itu penting bagi pemasar untuk melihat pergeseran budaya
tersebut untuk dapat menyediakan produk-produk baru yang diinginkan
konsumen.
b. Kelas Sosial: mengacu pada pengelompokkan orang yang sama dalam
perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar.
c. Keluarga: adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih
dihubungkan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan yang tinggal
bersama. Keluarga adalah pengaruh utama pada sikap dan perilaku
individu.
d. Situasi : perilaku berubah ketika situasi berubah. Situasi konsumen dapat
dipisahkan ke dalam tiga jenis utama yaitu situasi komunikasi, situasi
pembelian serta situasi pemakaian.
2. Perbedaan Individu
a. Sumber daya Konsumen: setiap orang membawa tiga sumber daya
kedalam setiap situasi pengambilan keputusan yaitu sumber daya waktu,
uang dan perhatian. Keputusan konsumen untuk membeli dan
mengkonsumsi produk dan merek sangat dipengaruhi oleh jumlah sumber
daya yang mereka punya atau mungkin mereka punya di masa yang akan
datang.
b. Motivasi dan Keterlibatan: keterlibatan adalah faktor yang penting di
dalam mengerti motivasi. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi
yang disadari dalam tindakan dan konsumsi.
c. Pengetahuan: pengetahuan konsumen mencakup susunan luas informasi
seperti ketersediaan dan karakteristik produk dan jasa, dimana dan kapan
untuk membeli serta bagaimana menggunakan produk dan jasa tersebut.
Informasi yang dipegang oleh konsumen mengenai produk akan sangat
mempengaruhi pola pembelian mereka.
d. Sikap: melalui tindakan dan proses pembelajaran orang akan mendapatkan
kepercayaan dan sikap yang kemudian akan mempengaruhi perilaku
pembeli. Lebih lanjut sikap adalah cara kita berpikir, merasa dan bertindak
melalui aspek lingkungan.
e. Kepribadian dan Gaya Hidup: kepribadian didefinisikan sebagai respon
yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Keputusan pembelian

seorang konsumen bervariasi antar individu karena karakteristik yang
dimiliki oleh masing-masing konsumen, sedangkan gaya hidup adalah
pola dimana orang hidup dan mengahabiskan waktu serta uang.
f. Demografis: pendeskripsian pangsa konsumen dalam istilah seperti usia,
pekerjaan dan pendapatan. Usia merupakan orang yang akan membeli
barang atau jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Pekerjaan seseorang
akan mempengaruhi pola konsumsinya. Pendapatan akan mempengaruhi
pilihan produk seseorang.
3. Proses Psikologi
a. Pemrosesan Informasi: mengacu pada proses yang dengannya suatu
stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan di dalam ingatan dan belakangan
diambil kembali.
b. Pembelajaran: dipandang sebagai proses dimana pengalaman
menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap dan atau perilaku.
Kebanyakan perilaku konsumen adalah hasil dari proses pembelajaran.
c. Perubahan Sikap dan Perilaku: sikap adalah evaluasi, perasaan emosional
dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek atau gagasan.

Sikap
Sumarwan (2011) mendefinisikan sikap sebagai evaluasi dari seseorang.
Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting digunakan
pemasaran untuk memahami konsumen. Sikap terhadap merek yaitu mempelajari
kecenderungan konsumen untuk mengevaluasi merek baik disenangi maupun
tidak disenangi secara sengaja secara konsisten.
Setiadi (2003) merumuskan tiga komponen sikap, yaitu komponen kognitif,
komponen afektif, dan komponen konatif. Kepercayaan merek merupakan
komponen dari sikap, evaluasi merek adalah bagian dari komponen afektif,
sedangkan maksud untuk membeli merupakan komponen konatif atau tindakan.
Hubungan antara ketiga komponen ini dijelaskan pada Gambar 2.
Komponen Kognitif
Kepercayaan terhadap Merek

Komponen Afektif
Evaluasi Merek

Komponen Konatif
Maksud untuk Membeli

Gambar 2 Hubungan Ketiga Komponen Sikap
Sumber: Setiadi (2003)

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan antara tiga komponen sikap
tersebut mengilustrasikan pengaruh keterlibatan tinggi, yaitu kepercayaan merek
yang mempengaruhi maksud untuk membeli. Dari tiga komponen sikap, evaluasi
merek adalah pusat dari telaah sikap karena evaluasi merek merupakan ringkasan
dari kecendrungan konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi merek
tertentu.

Karakteristik Sikap
Karakteristik sikap konsumen menurut Sumarwan (2011) terdiri atas:
1. Sikap memiliki Objek
Di dalam konteks pemasaran, sikap konsumen harus terkait dengan objek.
Objek tersebut bisa terkait dengan berbagai konsep konsumsi dan pemasaran
seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan, dan media.
2. Konsistensi Sikap
Sikap adalah gambaran perasaan dari seorang konsumen, dan perasaan
tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Oleh karena itu sikap memiliki
konsistensi dengan perilaku. Perilaku seorang konsumen merupakan gambaran
dari sikapnya. Seseorang menggunakan suatu produk dengan merek tertentu
karena orang tersebut memang menyukai produk itu. Inilah konsistensi antara
sikap dan perilaku, namun faktor situasi sering menyebabkan inkonsistensi
antara sikap dengan perilaku. Seseorang menyukai suatu produk tertentu,
namun ia tidak memiliki produk tersebut. Faktor daya beli menyebabkan tidak
konsistennya sikap dengan perilaku.
3. Sikap Positif, Negatif, dan Netral
Seseorang mungkin menyukai makanan tertentu (sikap positif), tidak
menyukai minuman tertentu (sikap negatif), atau bahkan tidak memiliki sikap
(sikap netral). Sikap memiliki dimensi positif, negatif, dan netral yang disebut
sebagai karakteristik valance dari sikap.
4. Intensitas Sikap
Sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi
tingkatannya, ada yang sangat menyukainya atau bahkan ada yang begitu
sangat tidak menyukainya. Ketika konsumen menyatakan derajat tingkat
kesukaan terhadap suatu produk, maka ia mengungkapkan intensitas sikapnya.
Intensitas sikap disebut sebagai karakte