Development strategy for leading subsector in Cianjur Regency.

(1)

DI KABUPATEN CIANJUR

DWI HERTEDDY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Dwi Herteddy

NRP H.252100015

___________________________

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait


(3)

ABSTRACT

DWI HERTEDDY. Development strategy for leading subsector in Cianjur Regency. Supervised by NUNUNG NURYARTONO and LUKMAN M. BAGA.

Economic growth and it’s sustainable process are the main conditions for the sustainable of regional economy development. Implementation of development

with limited resources as it’s consequence should be focused onsectors that

provide a large multiplier effect onother sectors or the economy as a whole. Cianjur District Government needs to undertake regional development policy priorities in order to be able to meet the regions plan, budget and expenditure policies. Policy prioritization can be achieved either by determining the priority sectors or key sectors, as well asseeing the growth and development. This study employed methods: Scalogram, Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Quadrant analysis, Strenghts Weaknesses Opportunities and Treaths (SWOT) analysis and Road map strategy. The analysis showed that there was inequality of development between regions in Cianjur, where the northern Cianjur region is more complete in the availability of economic, social and governance than the central and southern regions, it needs to get more attention from the local government, as for the leading sub-sector is the livestock sub-sector, because it has a comparative and competitive advantage than other sectors as well as in line with the policy of both the central goverment and provincial level. Through SWOT analysis and strategy road map prepared 14 alternative strategies and development programs and activities in the livestock subsector.


(4)

RINGKASAN

DWI HERTEDDY. Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan LUKMAN M. BAGA

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten dari 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah otonom, memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, disamping untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal, yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Cianjur.Berdasarkan ranking ketersediaan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan yang ada di tiap-tiap kecamatan, maka Kecamatan Cianjur memiliki ketersediaan paling lengkap disusul peringkat kedua Kecamatan Cibeber diikuti Kecamatan Campaka , Ciranjang, dan Cilaku. Hasil perangkingan ini memperlihatkan kecamatan-kecamatan di wilayah Cianjur utara mempunyai kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan lebih baik dibanding kecamatan di wilayah Cianjur Tengah maupun Cianjur Selatan yang hanya menempatkan Kecamatan Campaka pada peringkat ketiga yang mewakili Kecamatan di wilayah Cianjur Tengah dan Kecamatan Cidaun pada peringkat ke sembilan yang mewakili wilayah Cianjur Selatan, selebihnya terdapat di urutan bawah.

Wilayah Cianjur Utara menempatkan Kecamatan Cianjur dan Cibeber yang mempunya kelengkapan fasilitas. Artinya kedua kecamatan ini potensial menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Cianjur Utara. Untuk wilayah Cianjur menempatkan Kecamatan Campaka dan Kecamatan Pagelaran yang mempunyai kelengkapan memadai dibanding kecamatan lainnya. Sedangkan untuk wilayah Cianjur Selatan menempatkan kecamatan Cidaun dan kecamatan leles yang memiliki kelengkapan memadai dibandingkan dengan kecamatan lainnya di wilayah cianjur selatan. Dari rangking kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan dapat kita ketahui bahwa kecamatan-kecamatan di wilayah cianjur utara cenderung memiliki fasilitas yang lebih lengkap


(5)

dibandingkan dengan wilayah Cianjur Tengah dan Cianjur Selatan, artinya fokus pembangunan masih terpusat pada wilayah Cianjur Utara, untuk itu Pemerintah Kabupaten Cianjur perlu juga memperhatikan pembangunan untuk kecamatan-kecamatan di wilayah Cianjur Tengah dan Cianjur Selatan

Sektor penghela merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibanding wilayah lainnya di Cianjur. Sektor yang memiliki keunggulan komparatif merupakan sektor basis yang dianalisis dengan menggunakan analisis LQ (locationt quotient), selanjutnya keunggulan kompetitif dianalisis dengan SSA (shiftShare analysis). Tahun 2007-2011 menunjukkan bahwa terdapat 6 sektor perekonomian yang menjadi basis yaitu sektor pertanian; perdagangan, hotel dan restoran; Pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Dalam waktu rentang lima tahun sektor pertanian memiliki kedudukan sangat kuat dalam basis kabupaten cianjur dengan nilai LQ masing-masing 3 , 4 4; 3 , 4 3; 3 , 23 ; 3 , 32 dan 3,44. Ini berarti sektor pertanian memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Hal ini selaras dengan kontribusi sektor pertanian yang mencapai 37,38persen pada tahun 2011.

Berdasarkan analisis Shift Share, pertumbuhan tiap-tiap subsektor dipengaruhi olehtiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen tersebut adalah pertumbuhan regional (PR), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sebagai pengaruh ketiga, menjelaskan subsektor yang memiliki keunggulan kompetitif pada subsektor perkebunan, peternakan dan kehutanan, penggalian, industri tanpa migas, listrik, air bersih, restoran, hotel, pengangkutan LSDP dan jasa pemerintahan umum dan pertahanan. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor–subsektor tersebut memiliki keunggulan untuk dikembangkan di Kabupaten Cianjur. Namun demikian analisis ini perlu dikolaborasi dengan analisis LQ sehingga kebijakan yang diambil akan lebih tepat.

Berdasarkan hasil analisis kuadran, subsektor peternakan menjadi pilihan sebagai subsektor penghela dalam pengembangan ekonomi Kabupaten Cianjur, sebab subsektor peternakan diusahakan oleh sebagian besar masyarakat di wilayah Cianjur, sedangkan untuk sektor perkebunan, masyarakat lebih banyak menjadi buruh, untuk subsektor kehutanan meskipun memiliki nilai PPW yang lebih besar dari peternakan, akan tetapi keterlibatan masyrakat sangat sedikit dan lebih banyak dikelola oleh swasta dan BUMN. Untuk restoran, hotel meskipun merupakan sektor basis dan memiliki daya saing akan tetapi lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Cianjur Utara berdasarkan analisis skalogram.


(6)

Hasil analisis SWOT menunjukkan beberapa alternatif strategi yakni empat strategi agresif, lima strategi stabilitatif/rasional, empat strategi diversifikatif dan satu strategi defensif. Dengan demikian, dalam rangka pengembangan subsektor penghela Kabupaten Cianjur lebih banyak bertumpu pada strategi

stabilitatif/rasional dan strategi diversifikatif. Salah satu alternatif strateginya yakni membangun forum kemitraan pemerintah, peternak dan dunia usaha.

Berdasarkan hasil perancangan pelaksanaan strategi dengan menggunakan

road-map strategy. Road map strategy terbagi atas tiga dimensi yaitu : 1) Hulu, 2) Budidaya dan 3) Hilir. Dimensi Hulu menekankan upaya membangun kesatuan pemahaman antara stakeholder terkait sehingga masing-masing pihak dapat berbuat sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya yang akan menjadi fondasi awal dalam pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur. Peran Pemerintah daerah diarahkan pada kewenangan sebagai regulator, dan harus mampu menjembatani antara kepentingan peternak dan dunia usaha, selain itu penyediaan sarana dan prasarana hendaknya menjadi perhatian Pemerintah daerah dalam pengembangan subsektor peternakan ini. Pada dimensi Hulu ini dijumpai strategi Kemitran yang saling menguntungkan, strategi iklim usaha yang kondusif, strategi investasi bagi pembiayaan infrastruktur (sarana dan prasarana) serta strategi penyediaan skim kredit khusus.

Dimensi Budidaya menekankan pada strategi peningkatan pembinaan dan pengembangan SDM Peternakan guna pengembangan subsektor peternakan dengan teknologi yang ramah lingkungan dengan upaya optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal melalui pemeriksanaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan, sebagai langkah pengembangan subsektor peternakan berdasarkan potensi masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Cianjur

Dimensi Hilir menekankan pada penguatan kapasitas kelembagaan penjunjang serta penguatan promosi dan penjualan guna menjamin hasil produk-produk peternakan dapat dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional yang perlu didukung dengan kerjasama lintas pemda kabupaten dan propinsi. Dengan mengacu pada strategi dan sasaran bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak dicapai dan fokus kebijakan dalam pengembangan subsektor penghela, maka dapat dirumuskan lebih lanjut program dan kegiatannya. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui 16 program dan 38 kegiatan secara bertahap dalam waktu lima tahun.


(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB.


(8)

STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PENGHELA

DI KABUPATEN CIANJUR

DWI HERTEDDY

Tugas akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

Pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(9)

(10)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur

Nama : Dwi Herteddy

NRP : H.252100015

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Ketua

Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian:

13 Desember 2013


(11)

Nama Dwi Herteddy

NRP H.2521 000 15

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R. Dr. Ir. Lukman M. Baga. MA.Ec

Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

MMMセ@

Dr. Ir. Ma'mun Sarma, MS. M.Ec

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

2 9

JAN

2014

13 Desember 2013


(12)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam karya

ilmiah ini adalah “Strategi Pengembangan Subsektor Penghela Di Kabupaten Cianjur”.

Melalui prakata ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, selaku dosen pembimbing serta segenap staf pengajar dan karyawan di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) yang dipimpin oleh Bapak Dr. Ir.

Ma’mun Sarma, MS. M.Ec sekaligus dosen penguji luar komisi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan MPD angkatan ke-12 (2010/2011) atas kekompakan dan kebersamaannya selama ini.

Hal yang sama juga penulis sampaikan kepada Istri tercinta dan anak-anak, atas pengorbanan,dukungan dan dorongan moral, semangat dan do’a yang telah diberikan selama ini selama penyelesaian studi di MPD IPB.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya, Amin Ya Rabbal Alamin.

Bogor, Desember 2014


(13)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN ... .. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Kajian ... 7

1.4. Manfaat Kajian ... 7

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pembangunan dan Pengembangan ... 8

2.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Lokal ... 9

2.3. Pengembangan Kawasan/wilayah ... 11

2.4. Teori Pusat Pertumbuhan ... 11

2.5. Teori Basis Ekonomi ... 14

2.6. Teori Shift Share ... 15

2.7. Perencanaan Strategik ... 15

2.8. Hasil Studi atau Kajian Terdahulu ... 17

3 METODELOGI KAJIAN ... 20

3.1. Kerangka Pemikiran ... 20

3.2. Lokasi Kajian ... 22

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.4. Metode Analisis Data ... 23

3.5. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program ... 31

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN ... 34

4.1. Kondisi Geografis ... 34

4.2. Kondisi Demografi ... 35

4.3. Perkembangan dan Struktur Ekonomi Kabupaten Cianjur ... 36

4.4. Pengembangan Wilayah Pembangunan Kabupaten Cianjur ... 39

4.5. Visi Misi Kabupaten Cianjur ... 43

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1. Identifikasi Status masing-masing Kecamatan di Cianjur ... 47

5.2. Analisis Locationt Quetient (LQ) ... 58

5.3. Analisis Shift Share (SSA) ... 63

5.4. Analisis Kuadran ... 67

6 STRATEGI PENGEMBANGAN ... 70

6.1. Faktor Strategi Internal ... 70


(14)

6.3. Analisis SWOT ... 79

6.4. Penyusunan Road Map Strategy dan Prioritas Program/Kegiatan ... 86

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

7.1. Kesimpulan ... 95

7.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(15)

DAFTAR TABEL

1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2007-2010

2. PDRB Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2011

3. Sumber data dan metode analisis data 4. Matriks SWOT

5. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2007-2011 6. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan

di wilayah utara Kabupaten Cianjur

7. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur

8. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas ekonomi kecamatan di wilayah Selatan Kabupaten Cianjur

9. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan di wilayah utara Kabupaten Cianjur

10. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur

11. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Sosial kecamatan di wilayah Selatan Kabupaten Cianjur

12. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan di wilayah Utara Kabupaten Cianjur

13. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan di wilayah Tengah Kabupaten Cianjur

14. Hasil Analisis Skalogram terhadap fasilitas Pemerintahan kecamatan diwilayah Selatan Kabupaten Cianjur

15. Ranking Kecamatan berdasarkan kelengkapan fasilitas ekonomi Sosial dan Pemerintahan di Kabupaten Cianjur

16. Hasil Analisis LQ berdasarkan PDRB ADHK Kabupaten Cianjur Tahun 2007-2011

17. Hasil Analisis SSA berdasarkan PDRB ADHK Kabupaten Cianjur Tahun 2007 -2011

18. Matrik SWOT Pengembangan Peternakan

19. Strategi, Program dan Kegiatan Pengembangan Peternakan di Kabupaten Cianjur


(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan Manajemen Stratejik 2 Kerangka pemikiran Kajian 3 Kerangka Formulasi Strategi

4 Hasil analisis kuadran LQ dan SSA Kabupaten Cianjur 5 Roadmap Strategi


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Kabupaten Cianjur

2. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Cianjur Tahun 2011

3. Penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kabupaten Cianjur Tahun 2011

4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2011 (Juta Rupiah)

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2011 (Juta Rupiah)

6. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2011 (persen)

7. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas ekonomi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur

8. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas sosial kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur

9. Hasil Analisis Skalogram Kelengkapan fasilitas pemerintahan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur

10.Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Cianjur 11.Sebaran populasi Ternak

12.Populasi sapi potong dan sapi perah menurut jenis kelamin di Kabupaten Cianjur Tahun 2011 (ekor)

13.Populasi kerbau dan kuda menurut jenis kelamin di Kabupaten Cianjur Tahun 2011 (ekor)

14.Jumlah rumahtangga peternakan setiap kecamatan di Kabupaten Cianjur Tahun 2011

15.Hasil analisis LQ sub sektor peternakan di Kabupaten Cianjur Tahun 2011


(18)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108). Pembangunan ekonomi daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menuntut pemerintah daerah untuk melaksanakan desentralisasi dan memacu pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan otonomi daerah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Kedua Undang-Undang tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi daerah, karena terjadinya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan yang selama ini merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.

Kewenangan yang dilimpahkan ke daerah mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaan termasuk salah satu yang dilimpahkan kepada daerah. Dengan kewenangan ini, daerah dapat menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi, serta sumber daya alamnya tanpa ada intervensi terlalu jauh dari pemerintah pusat. Hal ini akan berdampak terhadap perekonomian daerah yang pada akhirnya


(19)

tercipta peningkatan pembangunan daerah. Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut kreatif dalam mengembangkan perekonomian di daerahnya serta menentukan prioritas-prioritas pembangunannya.

Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk terus bertambah, yang berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Pertumbuhan ekonomi dapat diperoleh dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun (Tambunan, 2001:2). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia pada dasarnya terdiri atas sembilan sektor, yaitu (1) sektor pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik dan air minum; (5) bangunan dan konstruksi; 6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) jasa-jasa.

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten dari 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah otonom, memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, disamping untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal, yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Cianjur.

Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur perlu melakukan prioritas kebijakan agar pembangunan daerah dapat berjalan sesuai dengan rencana, baik kebijakan anggaran maupun pengeluaran daerah. Penentuan prioritas kebijakan tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor prioritas atau sektor unggulan, serta melihat pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB dari masing-masing sektor.


(20)

Tabel 1

Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007-2010 (persen)

No. Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 urutan

Kabupaten

1 Bogor 5,58 4,14 5,09 5,96 9

2 Sukabumi 3,90 3,65 4,02 4,07 26

3 Cianjur 4,04 3,93 4,53 4,74 22

4 Bandung 5,30 4,34 5,88 5,94 10

5 Garut 4,69 5,57 5,34 5,48 15

6 Tasikmalaya 4,02 4,15 4,27 4,32 25

7 Ciamis 4,95 4,92 5,07 5,11 18

8 Kuningan 4,28 4,39 4,99 5,43 16

9 Cirebon 4,91 5,08 4,96 5,03 19

10 Majalengka 4,57 4,73 4,59 4,67 23

11 Sumedang 4,58 4,76 4,22 4,82 21

12 Indramayu 4,55 1,44 10,59 4,89 20

13 Subang 4,33 4,62 5,01 4,45 24

14 Purwakarta 4,87 5,28 5,98 6,40 5

15 Karawang 10,84 7,40 10,43 7,39 2

16 Bekasi 6,07 5,04 6,18 6,26 7

17 Bandung Barat 6,95 5,86 5,47 5,75 13

Kota

18 Bogor 5,98 6,01 6,07 6,19 8

19 Sukabumi 5,23 7,03 6,11 6,31 6

20 Bandung 8,17 8,34 8,45 8,73 1

21 Cirebon 5,64 5,04 3,82 5,93 11

22 Bekasi 5,94 4,13 5,84 7,08 3

23 Depok 6,42 6,22 6,36 6,58 4

24 Cimahi 4,77 4,63 5,30 5,56 14

25 Tasikmalaya 5,70 5,72 5,73 5,81 12

26 Banjar 4,82 5,13 5,28 5,35 17

JAWA BARAT 6,21 4,19 6,09 6,48

Sumber: BPS Provinsi Jabar

Apabila dicermati tabel 1, maka pada tahun 2011 terlihat bahwa Kabupaten Cianjur memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten disekitarnya, dan hanya lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan Kabupaten Sukabumi. Dan apabila dibandingkan dengan


(21)

laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat tahun 2011 yakni sebesar 6,48 maka Kabupaten Cianjur dan kabupaten sekitarnya masih dibawah rata-rata pertumbuhan Jawa Barat

Tabel 2

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011

Lapangan usaha 2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian 5.823 6.170 6.563 7.031 7.690

2 Pertambangan dan Penggalian 18 22 23 23 25

3 Industri Pengolahan 398 475 558 669 774

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 148 165 183 204 223

5 Bangunan 477 557 593 639 725

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 3.276 3.873 4.288 5.037 5.568 7 Pengangkutan dan Komunikasi 1.389 1.731 1.678 1.812 1.991

8

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 673 760 768 764 818

9 Jasa-jasa 1.605 1.928 2.198 2.487 2.757

Produk Domestik Regional Bruto 13.808 15.680 16.853 18.668 20.573 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur adalah disektor pertanian, yang mampu menyerap sekitar 62,99 % dari total tenaga kerja. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar 14,60 %. Berdasarkan Tabel 2, untuk tahun 2010 kita dapat melihat bahwa Sektor Pertanian memberikan kontribusi terbesar yakni sebesar Rp. 7.031 Miliar atau 37,67%. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa, struktur ekonomi Kabupaten Cianjur ditopang oleh sektor pertanian. Namun kalau kita melihat dalam kurun waktu lima tahun terakhir hingga tahun 2010, maka kontribusi sektor pertanian terus mengalami penurunan. Tahun 2006 sebesar 43,90 persen, tahun 2007 sebesar 42,17 persen, tahun 2008 sebesar 39,35 persen dan tahun 2009 sebesar 38,94% . Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua


(22)

adalah Sektor Perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 5.037 Miliar atau 26,98% dan kontribusinya cenderung meningkat, pada tahun 2006 sebesar 23,10%, 2007 sebesar 23,73%, 2008 sebesar 24,70% dan 2009 sebesar 25,44%. Struktur ekonomi tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara sektor produksi dengan sektor perdagangan

Sedangkan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 01 Tahun 2011 tanggal 26 Januari 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Cianjur, besarnya pendapatan daerah kabupaten cianjur adalah Rp 1.504 miliar sedangkan belanja daerah sebesar Rp. 1.604 miliar sehingga defisit sebesar Rp 100 miliar lebih. Dari total belanja tersebut maka untuk belanja tidak langsung sebesar Rp.1 triliun lebih atau sekitar 62% dari total belanja dan sebagian besar atau sekitar 84% untuk belanja pegawai. Sedangkan untuk belanja langsung hanya sekitar 38% dari total belanja dan sekitar 10% untuk belanja pegawai, sehingga dari total belanja Kabupaten Cianjur sebesar Rp 1,6 triliun lebih, hanya 14% yang merupakan belanja modal dan 20% belanja barang dan jasa. Apalagi kalo melihat alokasi untuk sektor pertanian maupun sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan konstribusi paling besar pada PDRB Kabupaten Cianjur, kurang dari 4% dari total belanja, dimana dinas pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan mendapat alokasi anggaran sebesar 2,8% dari total belanja dan dinas pariwisata dan kebudayaan 0,35% dari total belanja.

Dengan kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan kontribusi sektoral yang terjadi telah didasarkan kepada strategi kebijakan pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Pelaksanaan pembangunan dengan sumber daya yang terbatas sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda yang besar terhadap sektor-sektor-sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dipikirkan Bagaimana strategi pengembangan sub sektor penghela


(23)

Kabupaten Cianjur yang dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan perekonomian di wilayah Cianjur.

1.2. Perumusan Masalah

Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur perlu melakukan prioritas kebijakan agar pembangunan daerahnya dapat berjalan sesuai rencana, baik kebijakan anggaran maupun pengeluaran daerah. Penentuan prioritas kebijakan tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor prioritas atau unggulan dan melihat pertumbuhan dan perkembangnya. Pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB dari masing-masing sektor. Pertumbuhan sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Cianjur sangat berbeda pada masing-masing sektor ekonomi berdasarkan laju pertumbuhan dan konstribusi PDRB setiap sektor tersebut. Hal ini juga diperlukan untuk pengalokasian dana sektor ekonomi dan untuk mengetahui klasifikasi/pola pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang ada sebagai pertimbangan untuk menentukan sektor unggulan yang dapat diprioritaskan di Kabupaten Cianjur, untuk itu perlu mengetahui bagaimana pola pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Cianjur berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor perekonomian.

Sumberdaya alam yang ada di setiap daerah yang berbeda-beda merupakan potensi yang dimiliki oleh setiap daerah, pemanfaatan sumberdaya yang ada membutuhkan peranan masyarakat dalam pemanfaatannya. Sehingga perlu diketahui sub sektor apa yang menjadi penghela untuk meningkatkan perekonomian wilayah di Kabupaten Cianjur.

Dalam mengembangkan subsektor unggulan tentunya diperlukan strategi yang tepat serta pentahapan dalam mengimplementasikan strategi, sehingga diperlukan roadmap strategi yang menjabarkan program dan kegiatan apa saja yang diperlukan dalam pengembangan subsektor penghela di Kabupaten Cianjur.


(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Kajian strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur ini adalah untuk merumuskan strategi dan program pengembangan produk unggulan dalam rangka meningkatkan daya saing daerah. Sementara tujuan khusus kajian adalah:

1. Menganalisis status (tingkat perkembangan) masing-masing kecamatan di Kabupaten Cianjur dilihat dari kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan.

2. Menganalisis subsektor basis dan memiliki keunggulan kompetitif di Kabupaten Cianjur;

3. Merumuskan strategi dan program pengembangan sub sektor penghela di Kabupaten Cianjur.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam penentuan kebijakan pengembangan sektor unggulan, serta pertimbangan untuk perencanaan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan dan Pengembangan

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Sedangkan Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang terencana (terorganisasikan) ke arah tersedianya alternatif-alternatif/pilihan-pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Menurut Siagian dalam Riyadi dan Bratakusumah (2003) pembangunan sebagai suatu upaya perubahan untuk mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang.

Selain itu, Bappenas (1999) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan global. Selanjutnya dikatakan bahwa pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumberdaya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan layanan masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata dan berkeadilan.

Sedangkan pengembangan mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan atau proses meningkatkan. Pengembangan berarti melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan. Jadi dalam hal pengembangan ekonomi masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat di


(26)

suatu kawasan telah memiliki kapasitas tetapi perlu ditingkatkan lagi. Meskipun demikian secara hakiki pengertian pengembangan dengan pembangunan umumnya sama dan dapat dipertukarkan. Kedua istilah tersebut diterjemahkan dari kata development (Rustiadi et al., 2007).

2.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Lokal

Pengembangan ekonomi lokal merupakan proses penjalinan kepentingan antara sektor pemerintah, swasta, produsen dan masyarakat, dengan mengoptimalkan sumber daya lokal (manusia, alam dan sosial), di dalam sebuah komunitas, dengan tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Perhatian khusus diberikan pada dampak pertumbuhan ekonomi terhadap rumah tangga miskin dan usaha kecil (Boulle et al., 2002).

Pengembangan ekonomi lokal adalah sebuah proses yang membentuk kemitraan pelaku (stakeholders) ekonomi, yakni pemerintah daerah, kelompok kelompok berbasis masyarakat dan sektor swasta dalam mengelola sumber daya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan menggiatkan ekonomi daerah. Pendekatan tersebut menekankan kewenangan lokal, menggunakan potensi sumber daya manusia, sumber daya fisik dan kelembagaan. Kemitraan pengembangan ekonomi lokal mengintegrasikan upaya mobilisasi para pelaku, organisasi dan sumber daya, serta pengembangan kelembagaan baru melalui dialog dan kegiatan-kegiatan strategik (Dendi et al., 2004)

Pengembangan ekonomi lokal merupakan sebuah pendekatan yang menghubungkan daerah pedesaan atau daerah terbelakang dengan sistem ekonomi pasar guna memacu kegiatan ekonomi daerah tersebut. Pengembangan dan integrasi tersebut dicapai dengan berfokus pada klaster yang memberikan kesempatan bagi kaum miskin untuk memainkan peranan penting dalam kegiatan ekonomi itu. Pada gilirannya, implementasi pengembangan ekonomi lokal akan meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan dan kesempatan, serta memunculkan strategi untuk menjaga agar sebagian besar kesempatan memperoleh pendapatan bertahan di daerah yang bersangkutan. Daerah akan menerima manfaat berupa peningkatan kegiatan


(27)

ekonomi sebagai akibat dari peningkatan pendapatan rumah tangga, di samping memperoleh pendapatan langsung (Boulle et al., 2002).

Pengembangan ekonomi lokal diarahkan untuk mencapai tiga tujuan yang saling berkaitan, yaitu a) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja; b) berkurangnya jumlah penduduk miskin; c) terwujudnya mata rantai kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood) (Dendi et al., 2004).

Pengembangan ekonomi lokal memainkan peranan penting dalam mendorong kapasitas produsen dan membantu mereka dalam memperkuat posisi. Program penguatan yang dikembangkan difokuskan pada : a) pembentukan basis kolektif atau mendorong kemapanan organisasi, b) meningkatkan ketrampilan dan kapasitas produsen, serta c) menyiapkan wahana bagi para produsen untuk terlibat dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan. Produsen merupakan kelompok yang paling lemah dan memerlukan dukungan untuk menyuarakan kepentingan mereka maupun untuk meningkatkan ketrampilan mereka. Mengorganisir para produsen ke dalam sebuah kelompok hanyalah merupakan salah satu bagian dari upaya untuk perbaikan. Peningkatan ketrampilan dan kapasitas produsen dalam berproduksi dan menjalankan bisnis serta meningkatkan akses pasar, jauh lebih penting dari itu semua (Boulle et al., 2004).

Dalam kaitannya dengan prinsip pengembangan ekonomi lokal yang

propoor, dalam penentuan komoditas unggulan daerah, disamping kriteria-kriteria kelayakan teknis, permintaan pasar, serta efek multiplier suatu komoditi/ produk sektoral terhadap sektor usaha lainnya, faktor potensi nilai tambah langsung bagi keluarga miskin juga sebagai kriteria penting (Dendi et al., 2004).


(28)

2.3. Pengembangan Kawasan / Wilayah

Wilayah dalam pengertian ruang mengandung makna : pertama, bio-physical space yaitu tempat dimana struktur sumberdaya biofisik berada, kedua socio economic space yaitu tempat dimana interaktsi aktivitas sosial ekonomi; dan ketiga policy space yaitu tempat dimana kebijakan diberlakukan untuk memanfaatkan sumberdaya biofisik yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi. Diantara ketiga variable tersebut, hanya variable kebijaksanaan yang bersifat fleksibel dalam arti dapat dibuat mengikuti variable lainnya untuk mencapai tingkat interaksi yang harmonis dari ketiga ruang (space) tersebut untuk membentuk suatu wilayah yang unik dan berbeda dengan wilayah lainnya.

Menurut Rustiadi et al. (2007) pembangunan secara sederhana dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk melakukan perubahan sosial yang dilakukan secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan tujuan demi eksistensi dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat. Oleh karena tujuan pembangunan adalah menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat, maka tujuan pembangunan itu sendiri harus memuat 3 (tiga) hal yaitu : (1) pertumbuhan (growth), (2) keberlanjutan (sustainable) dan (3) pemerataan (equity). Perlu ditekankan bahwa pembangunan (development) mempunyai pengertian yang berbeda dengan pertumbuhan (growth). Pembangunan lebih menunjukkan pada peningkatan in well being, sedangkan pertumbuhan mengacu pada perubahan output secara fisik. Tidak mungkin dapat melakukan pemerataan tanpa adanya pertumbuhan dan tidak mungkin pula mampu mempertahankan keberlanjutan pembangunan tanpa adanya pemerataan.

Pembangunan pertanian berkelanjutan tidak terlepas dari pengembangan ekonomi secara umum. Menurut Stringer and Phingali (2004), bahwa pengembangan ekonomi secara umum dan ekonomi pertanian pada intinya adalah berfokus pada bagaimana pertanian dapat memberikan kontribusi terbaik pada pertumbuhan pertumbuhan yang menyeluruh. Kontribusi tersebut antara lain : penyerapan tenaga kerja, maupun mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang memiliki pendapatan memadai, mampu menyediakan tabungan untuk investasi selanjutnya, terjadi perluasan pasar, mampu


(29)

meningkatkan ekspor dan produksi pertanian yang mampu memproduksi material primer sebagai bahan dasar industri pertanian. Oleh karena itu dalam pembangunan pertanian harus terjadi pertumbuhan, berkelanjutan dan pemerataan untuk memperoleh kontribusi dari pembangunan pertanian yang dilaksanakan.

2.4. Teori Pusat Pertumbuhan

Perencanaan pengembangan ekonomi wilayah seharusnya dapat menentukan lokasi tertentu yang dapat menjadi pusat pengembangan. Hipotesa dasar dari pentingnya pusat pengembangan adalah (1) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah pusat-pusat pertumbuhan, (2) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi disebarkan di pusat-pusat pertumbuhan ini, secara nasional melalui hierarki kota-kota secara regional dari pusat-pusat perkotaan (urban centre) ke daerah belakang (hinterland) masing-masing. Sinkron dengan yang dikemukakan oleh Weber dalam Adisasmita (2005) bahwa faktor penentu suatu lokasi industri adalah : (1) biaya bahan baku, (2) konsentrasi tenaga kerja, (3) gejala aglomerasi.

Daerah hinterland yang umumnya memiliki sektor yang homogen juga berfungsi untuk menopang pusat pengembangan dengan menyediakan sumberdaya yang dapat digunakan oleh pusat pengembangan yang umumnya merupakan multisektor.Sumberdaya yang disediakan daerah hinterland dapat berupa bahan baku dan tenaga kerja. Suatu lokasi dapat menjadi pusat pengembangan yang berkelanjutan karena tingginya permintaan dari daerah hinterland terhadap produk yang dihasilkan oleh pusat pertumbuhan.

Sebagaimana dikatakan Losch dalam Rustiadi et al. (2007) bahwa pusat pengembangan diharapkan mampu melayani semua wilayah pasar karena jaringannya ditata sedemikian rupa sehingga dari titik pusat tersebar banyak alternatif sektor sehingga mampu meminimumkan biaya transportasi dan memaksimumkan jumlah usaha yang beroperasi di wilayah pusat. Ada dua konsekuensi penting dari model Losch tersebut yakni berhubungan dengan pengaturan sektoral pada pergerakan dan yang berimplikasi terhadap


(30)

distribusi populasi. Pusat suatu wilayah juga merupakan pusat barang dan jasa yang secara terperinci dinyatakan sebagai pusat perdagangan, perbankan, organisasi, perusahaan, jasa profesional, jasa administrasi, pelayanan pendidikan dan hiburan bagi daerah hinterland.

Sedangkan Christaller dalam Adisasmita (2005) menyatakan bahwa permintaan antar hinterland sangat bervariasi dan berbanding terbalik dengan jarak dari pusat pertumbuhan karena adanya perbedaan dalam biaya transportasi. Hal tersebut diperkuat oleh Rustiadi et al. (2007) bahwa dalam pergerakan menuju lokasi pusat untukmempertukarkan pendapatan dengan barang dan jasa, seorang konsumen harus menghabiskan sumberdaya yang langka (uang, waktu, fisik, dan energi) untuk mengatasi friksi jarak tersebut. Teori Christaller tersebut terus berkembang yang dikenal central place theory yang menyatakan bahwa jarak antara pusat-pusat kota berorde tinggi lebih jauh dan jarak tersebut akan semakin berkurang dengan semakin rendahnya orde pusat kota. Pusat–pusat pertumbuhan tersebut telah dimodifikasi dan dibedakan atas: (1) pusat pelayanan pada tingkat lokal, (2) titik pertumbuhan pada tingkat subwilayah, (3) pusat pertumbuhan pada tingkat wilayah, (4) kutub pertumbuhan pada tingkat nasional. Selanjutnya menurut Rustiadi et al. (2007) dalam menelaah pengembangan suatu lokasi menjadi pusat pertumbuhan perlu dikembangkan interaksi spread effect yang menguntungkan daerah belakang bukan sebaliknya menimbulkan fenomena backwash effect yang akan merugikan daerah hinterland.


(31)

2.5. Teori Basis Ekonomi

Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya bersifat lokal, hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang (Adisasmita, 2005).

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).

Analisis basis ekonomi berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis. Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis (Adisasmita, 2005).

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (location quotient, LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan produk domestik regional bruto (PDRB) suatu wilayah (Adisasmita, 2005).


(32)

Asumsi utama dalam analisis LQ menurut Widodo (2006) bahwa semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat daerah referensi (pola pengeluaran secara geografis adalah sama), produktifitas tenaga kerja adalah sama dan setiap industri menghasilkan barang yang sama (homogeny) pada setiap sektor.

2.6. Teori Shift-Share

Analisis Shift-Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relative terhadap struktur ekonomi wilayah administrative yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional (proportional shift), yang menunjukkan perubahan relative kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (Proportional shift) disebut juga pengaruh bauran industry (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industry-industri yang tumbuh lebih cepat dibandingkan perekonomian yang dijadikan referensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (local) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industry tersebut relative lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran diferensial ini disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif (Widodo, 2006).

2.7. Perencanaan Strategik

Secara singkat, berdasar rangkuman dari beberapa pustaka (antara lain: Bryson, 1988; Bryson dan Einsweiler, 1988; Gordon, 1993; Djunaedi, 1995),


(33)

perencanaan strategis untuk sektor publik mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional. Rencana strategis memuat antara lain: visi, misi, dan strategi (arahan kebijakan); sedangkan rencana operasional memuat program dan rencana tindakan (aksi); (2) penyusunan rencana strategis melibatkan secara aktif semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain, pemerintah bukan satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategis); (3) tidak semua isu atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses perencanaan strategis, ditetapkan isu-isu yang dianggap paling strategis atau fokus-fokus yang paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal dan eksternal secara kontinyu dilakukan agar pemilihan strategi selalu up to date

berkaitan dengan peluang dan ancaman di lingkungan luar dan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal (Djunaedi, 2001).

Tahapan manajemen strategik diawali dengan perumusan strategi. Strategi dirumuskan melalui tahapan: 1) analisis arah, yaitu untuk menentukan visi-misi-tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, 2) analisis situasi, yaitu tahapan membaca situasi dan menentukan Kekuatan-Kelemahan-Peluang- Ancaman yang menjadi dasar perumusan strategi, 3) penetapan strategi, yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dan memilih strategi yang akan dijalankan. Tahap selanjutnya setelah perumusan strategi adalah implementasi strategi, yaitu membuat rencana pencapaian (sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang sesuai dengan visi-misi-tujuan dan strategi yang telah ditetapkan (Tripomo dan Udan, 2005).


(34)

Tahapan kegiatan dalam manajemen strategik tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Manajemen Strategik

2.8 Hasil Studi atau Kajian Terdahulu

Penelitian secara mengenai pengembangan komoditas unggulan telah banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cianjur ini, baik pengunaan alat analisis, variabel penelitian selain tempat dan waktu penelitian serta digunakannya analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).

Mintarti, nana. (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan, diperoleh hasil prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan adalah penumbuhan klaster industri kelapa dengan mengoptimalkan kegiatan ekonomi komunitas yang selama ini telah terbentuk secara turun temurun sebagai klaster alamiah. Klaster industri kelapa, diharapkan dapat mempercepat pengembangan unit-unit usaha mikro, kecil dan menengah

PERUMUSAN STRATEGI (Strategy Formulation)

PERENCANAAN STRATEGI (Strategy Planning)

PERANCANGAN PROGRAM (Programming)

Hasil : analisis lingkungan, visi-misi-tujuan, strategi

Hasil : Tahapan pencapaian tujuan dan sasaran (target)

Hasil : rencana-rencan yang akan dilakukan untuk mencapai target


(35)

produk kelapa di Kabupaten Pacitan, karena klaster merupakan aglomerasi ekonomi yang melibatkan pelaku dari hulu ke hilir, sehingga memungkinkan penggabungan skala usaha antar pelaku, yang karenanya dapat mengeliminasi beberapa kelemahan usaha mikro, kecil dan menengah yang selama ini terjadi, terutama di bidang produksi dan pemasaran.

Baskoro (2007), dalam kajiannya tentang pengembangan kawasan melalui agropolitan mengatakan bahwa melalui alat analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografi, analisis skalogram, analisis shift share, analisis

LQ dan analisis statistik non parametrik chi-square, menunjukkan hasil bahwa arahan penataan ruang kawasan agropolitan Bungakondang dapat dibagi menjadi beberapa zona, zona pertama merupakan kawasan pusat pertumbuhan dan pelayanan, sektor pertanian merupakan sektor unggulan ini dilihat dari kontribusi terhadap PDRB.

Fitri Andi, Puji (2006), dari hasil penelitiannya tentang arahan pewilayahan komoditas unggulan di Kabupaten Kotawaringin Timur didapatkan hasil Kelas Kemampuan lahan I sampai IV sebesar 91,74% cocok untuk budidaya pertanian. Potensi lahan dengan kesesuaian sangat sesuai dan cukup sesuai memiliki luasan yang besar untuk pengembangan komoditas pertanian. Dilihat dari produksi dan pemasarannya komdotas dengan tujuan ekspor ke luar negeri adalah karet sedangkan untuk ekspor antar propinsi karet,,kelapa sawit dan kelapa. Dari hasil analisis LQ didapatkan Kecamatan Antang Kalang memiliki komoditas unggulan yaitu komoditas dengan nilai LQ>1 sebanyak 20 komoditas. Dilihat dari skala prioritas komoditas unggulan masing-masing kecamatan memiliki komoditas yang berbeda-beda di mana komoditas padi (padi ladang dan padi sawah) merupakan komoditas tanaman bahan makanan dengan skala prioritas paling tinggi yang terdapat di semua kecamatan.

Arahan perwilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan memperhatikan kesesuaian lahan dan komoditas unggulan yang ada di setiap kecamatan. Komoditas pertanian tanaman pangan lahan basah diarahkan di wilayah selatan Kabupaten Kotawaringin Timur, komoditas perkebunan kelapa sawit dan karet diarahkan di wilayah utara, komoditas


(36)

perkebunan kelapa diarahkan di wilayah selatan. Hasil analisis menunjukkan adanya kesesuaian lahan yang sama bagi beberapa komoditas di suatu lahan yang sama. Untuk mencapai pemanfaatan lahan optimal diarahkan beberapa alternatif pengusahaan dengan pola komplementer dan suplementer.

Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah pertama, kajian ini untuk mengidentifikasi komoditas yang menjadi basis dan memiliki keunggulan kompetitif serta kondisi sarana dan prasarana di Kabupaten Cianjur. Kedua, dalam kajian ini akan merumuskan strategi yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka mengembangkan komoditas unggulan di wilayahnya. Ketiga, kajian ini menggunakan alat analisis SWOT dan analisis deskriptif yang akan memberikan suatu rancangan strategi kebijakan pengembangan wilayah berdasarkan pengembangan komoditas unggulan .


(37)

BAB III

METODE KAJIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Pembangunan Kabupaten Cianjur sampai saat ini belum terlalu jelas kemana arahnya.Ini terlihat dari tidak fokusnya kebijakan pembangunan terutama dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Padahal pembangunan ekonomi lokal semestinya berbasis potensi lokal pula. Salah satu caranya adalah dengan pengembangan produk unggulan yang memang menjadi basis di wilayah Kabupaten Cianjur. Pengembangan produk unggulan ini juga sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing daerah.

Pemilihan produk unggulan harus memperhatikan bahwa produk memang menjadi ciri khas daerah, diusahakan oleh sebagian besar masyarakat serta memiliki jangkauan pasar yang luas. Namun dalam pengembangan subsektor unggulan ini tidak hanya memperhatikan ketersediaan produk saja tapi juga memperhatikan fasilitas pendukung seperti transportasi, energi, jasa dan lainnya. Karena pengembangan subsektor unggulan tanpa didukung fasiltas pendukung akan menimbulkan biaya yang sangat mahal karena harus membangun fasilitas pendukung. Untuk menentukan kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dilakukan dengan analisis skalogram. Analisis ini akan menghasilkan kecamatan dengan fasilitas publik yang memadai sampai kecamatan yang minim fasilitasnya.

Tentunya tidak semua subsektor dapat dikembangkan menjadi subsektor unggulan. Yang perlu diperhatikan juga adalah apakah subsektor tersebut benar-benar menjadi subsektor basis di suatu wilayah sehingga ketersediaan bahan baku dapat terjamin dan penyerapan tenaga kerja, karena memang tujuan utama pengembangan subsektor unggulan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Identifikasi diperlukan sebagai dasar dalam penentuan produk ungggulan yang akan dikembangkan dalam suatu wilayah. Oleh karena itu perlu diketahui subsektor apa yang menjadi basis atau mempunyai keunggulan komparatif di Kabupaten Cianjur menggunakan analisis LQ, selanjutnya perlu diketahui juga pergeseran atau perubahan PDRB di Kabupaten


(38)

Cianjur, sehingga kita dapat mengetahui subsektor mana yang memiliki keunggulan kompetitif di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka disusunlah perumusan strategi dengan menggunakan analisis SWOT. Pada tahap perumusan strategi digunakan matrik SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats) guna memetakan posisi lembaga terhadap lingkungannya dan menetapkan strategi umum. Hasil analisis SWOT yang dilanjutkan dengan penyusunan

roadmap strategi, serta penyusunan program dan kegiatan. Maka diharapkan kajian mengenai strategi pengembangan subsektor unggulan ini dapat dijadikan landasan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka mengejar ketertinggalannya dari kabupaten lain. Kerangka pemikiran kajian ini tersaji dalam Gambar 2.

Arah pengembangan subsektor penghela kab. Cianjur belum jelas

Fasilitas Ekonomi, Jumlah Komoditas Produksi

Sosial dan Penduduk Kecamatan kecamatan

Pemerintahan dan kabupaten &

Kabupaten

Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan Analisa

Skalogram

subsektor unggulan dan potensi daerah

Analisa LQ & SSA

prioritas pengembangan subsektor penghela

Strategi pengembangan subsektor penghela

Analisa SWOT

Daya Saing Daerah


(39)

Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Cianjur, yang merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi Jawa Barat. Dengan batasan waktu data dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Pertimbangan penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur antara lain adalah dengan kondisi wilayah yang strategis dekat dengan Ibukota akan tetapi laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cianjur masih rendah, sehingga harapannya hasil penelitian ini berupa Strategi pengembangan subsektor penghela perekonomian dapat digunakan sebagai informasi dan dapat diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Cianjur.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Dalam kajian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan gambaran umum hal -hal yang berhubungan dengan kajian ini, serta untuk mendapatkan informasi faktor-faktor internal dan faktor-faktor-faktor-faktor eksternal dalam rangka penyusunan strategi pengembangan subsektor penghela di Kabupaten Cianjur.

Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari publikasi yang diterbitkan oleh badan, dinas dan instansi yang terkait. Data tersebut berupa perkembangan PDRB, fasilitas ekonomi, fasiltas sosial, fasilitas pemerintahan.

Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cianjur, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah(Bappeda), Dinas Lingkup Pertanian, monografi masing-masing kecamatan di Kabupaten Cianjur. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat langsung data yang telah tersedia sebagai data sekunder di tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur.

Data untuk analisis SWOT dilakukan dengan wawancara narasumber sebanyak 6 orang yakni berasal dari anggota DPRD Kabupaten Cianjur,


(40)

Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur, Bapeda, Dinas Pertanian dan Hortikultura, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan.Untuk mendapatkan landasan teori yang kuat dalam mendukung kajian ini dilakukan studi pustaka baik dalam bentuk buku literatur maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Pada kajian strategi pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur digunakan analisis deskriptif, kuantitatif, dan kualitatif. Analisis deskriptif dan kualitatif digunakan untuk mengetahui fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan apa saja yang dimiliki dan untuk mengetahui keunggulan kompetitif serta subsektor basis. Sementara Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan subsektor unggulan serta penyusunan roadmap serta program dan kegiatan dalam pengembangan subsektor unggulan. Sumber data dan metode analisis data serta keterkaitan antara tujuan penelitian dengan jenis dan sumber data tersaji pada Tabel. 3


(41)

Tabel 3. Sumber data dan metode analisis data serta keterkaitan antara tujuan kajian dengan jenis dan sumber data

No Tujuan

penelitian

Data dan pengumpulan data

Hasil yang diharapkan

Metode analisis Jenis

data sumber 1 Mengindentifik

asi status (tingkat

perkembangan) masing-masing kecamatan di Kabupaten Cianjur dilihat dari

kelengkapan fasilitas

ekonomi, sosial dan

pemerintahan

Data Sekunder

Podes 2011, Dinas/instansi,B PS (Cianjur dalam angka

2012 dan

publikasi dinas instansi,2012)

Terindentifikas i status (tingkat pertumbuhan) masing-masing kecamatan di Kabupaten Cianjur dilihat dari kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan Skalogra m

2 Mengidentifikas i komoditas unggulan dan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur Data Sekunder Bappeda, Dinas/Instansi, BPS (Cianjur dalam angka

2012 dan

publikasi dinas/instansi, 2012) Teridentifikasi komoditas unggulan dan potensi yang dimiliki di Kabupaten Cianjur

LQ dan Shift Share Analisis

3 Merumuskan strategi dan program pengembangan komoditas unggulan di kabupaten Cianjur Data Sekunder, Hasil Pembahasa n dan Data Primer Bappeda, Dinas/Instansi Strategi dan program pengembangan subsektor unggulan SWOT


(42)

3.4.1 Analisis Skalogram

Untuk mencapai tujuan penelitian yang pertama yaitu mengindentifikasi status (tingkat perkembangan) masing-masing kecamatan di Kabupaten Cianjur dilihat dari kelengkapan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan.maka digunakan alat analisis metode skalogram. Metode ini membahas mengenai kelengkapan fasilitas yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator pusat pertumbuhan. Apabila suatu daerah memiliki berbagai fasilitas yang lebih lengkap dari daerah lain maka kota tersebut mampu berperan sebagai pusat pertumbuhan (Blakely, 1994). Analisis skalogram merupakan analisis s t r u k t u r a l y a n g m e n g g u n a k a n s k a l a h i r a r k i G u t t m a n d e n g a n mengelompokkannya berdasarkan pada tiga komponen fasilitas utama. Ketiga komponen fasilitas utama tersebut, yaitu:

1. Differentiation adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas

ekonomi. Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, jumlah dan tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat ekonomi kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat tinggal dan bekerja;

2. solidarity adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas sosial.

Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan sosial dari kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungki nkan tidak 100 % merupakan kegi at an sosi al namun pengelompokan tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relatif lebih besar dibandingkan sebagai kegiatan usaha yang berorientasi pada keuntungan (benefit oriented);

3. centrality adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan

pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan bagaimana hubungan dari masyarakat dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini diukur melalui perkembangan hirarki dari institusi sipil, misalnya


(43)

sekolahan, kantor pemerintahan dan sejenisnya.

Pada penelitian ini analisis skalogram menggunakan sistem skoring. Adapun penilaian kelengkapan fasilitas-fasilitas tersebut dilakukan dengan cara: (Haerudin dalam Harimadhona, 2003): 1. Fasilitas perkotaan (ekonomi, sosial, pemerintahan) yang ada

terdiri dari komponen-komponen fasilitas. Misalnya, fasilitas ekonomi terdiri dari: komponen fasilitas perbankan, pasar, toko/kios, koperasi, industri, hotel, rumah makan, perusahaan bus, SPBU, PLN, Telkom, dan PDAM. Kemudian tiap komponen dibagi lagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan kebutuhan. Pembagian tersebut didasarkan pada skala pelayanan atau tolok ukur lain, sesuai dengan komponen yang bersangkutan. Contoh: komponen fasilitas perbankan, nilai yang diberikan berdasarkan skala pelayanan kepada masyarakat. Untuk komponen fasilitas Toko/kios, SPBU, hotel, rumah makan didasarkan pada banyaknya fasilitas tersebut. Untuk komponen fasilitas pendidikan dari TK, SLTP, SMU, dan perguruan tinggi didasarkan pada tingkat lembaga pendidikan.

2. Tiap komponen fasilitas berdiri sendiri, sehingga skor yang dihasilkan tidak bergantung antara komponen fasilitas yang satu dengan komponen fasilitas yang lain. Masing-masing komponen memiliki skor tersendiri.

3. Nilai dari tiap komponen fasilitas merupakan penjumlahan dari nilai-nilai kelas dari komponen fasilitas. Untuk komponen fasilitas nilai-nilai yang terkecil adalah 10, sedangkan untuk kelas dari komponen nilai yang terkecil adalah 1.

4. Nilai yang diberikan berlaku sama bagi komponen fasilitas yang tersebar di masing-masing kecamatan yang diteliti. Hal ini yang menyebabkan penetapan nilai tidak akan berpengaruh terhadap perolehan skor di tiap kecamatan, melainkan akan dipengaruhi oleh banyaknya fasilitas perkotaan yang dimiliki.


(44)

Tahapan analisis penilaian fasilitas dilakukan dengan cara:

1. Menginventarisir berbagai fasilitas perkotaan pada tiap kecamatan dan disusun sesuai dengan kelompoknya, yaitu ekonomi, sosial, dan pemerintahan.

2. Tiap kelompok tersebut dihitung nilainya dengan menggunakan skor melalui tahapan sebagai berikut.

a) Menyusun urutan-urutan komponen fasilitas (misalnya: perbankan, pasar, toko, koperasi, dan lain-lain) yang terdapat di kecamatan berdasarkan pada urgensinya komponen fasilitas tersebut bagi fungsi pelayanan perkotaan. Sebagai contoh, untuk fasilitas ekonomi perkotaan, perbankan ditempatkan pada urutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertokoan. Alasannya adalah komponen fasilitas perbankan mempunyai korelasi yang positif dengan besarnya kota, sesuai dengan skala ekonominya.

b) Tiap komponen fasilitas dibagi dalam beberapa kelas yang disesuaikan dengan skala pelayanan. Contoh: Telkom sebagai salah satu komponen fasilitas ekonomi perkotaan dibagi dalam 3 kelas yang memiliki skor berbeda. 1). Sentral Telepon Otomat memiliki skor 5. 2). Wartel memiliki skor 3. 3). Telepon Umum memiliki skor 2

3. Penilaian terhadap tingkat kelengkapan fasilitas suatu kecamatan merupakan penjumlahan nilai dari tiap fasilitas.

3.4.2. Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Cianjur digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satupendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Cianjur yang menjadi pemacu pertumbuhan.


(45)

perekonomian,mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metodeyang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro(2004:183) sebagai berikut:

PDRBc,i LQ = ΣPDRBC

PDRBJABAR,i ΣPDRBJABAR

Di mana:

PDRBC,i = PDRB sektor i di Kabupaten Cianjur pada tahun

tertentu.

ΣPDRBC = Total PDRB di Kabupaten Cianjur pada tahun tertentu.

PDRBJABAR,i = PDRB sektor i di Provinsi Jawa Barat pada tahun

tertentu.

ΣPDRBJABAR = Total PDRB di Provinsi Jawa Barat pada tahun

tertentu.

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka adatiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro,2004:183), yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Cianjur adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat


(46)

2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Cianjur lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalamperekonomian Provinsi Jawa Barat.

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kabupaten Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat

Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Cianjur.Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Cianjur.

Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB Kabupaten Cianjur dan Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2011 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.

3.4.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis)

Analisis shift share melihat perubahan PDRB yang terjadi pada dua titik waktu. Tahun analisis yang digunakan adalah tahun 2007 sampai tahun 2011. Perubahan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut

∆ Yij = Y’ij– Yij...(4.1) Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu Pertumbuhan Nasional (PN), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Ketiga Komponen tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:


(47)

Pnij = (Ra) Yij...(4.2) PPij = (Ri-Ra) Yij...(4.3) PPWij = (ri – Ri) Yij... (4.4) Dimana :

Ra = (Y’..-Y..)/Y.. Ri = (Y’i.-Yi)/Yi. ri = (Y’ij-Yij)/Yij Dimana :

Y’.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2011 Y.. = PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007

Y’i = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2011 Yi. = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2007 Yij = PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2011

Y’ij = PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2007

∆ Yij = Pnij + Ppij + PPWij...(4.5) Apabila persamaan (4.1), (4.2),(4.3), dan (4.4) disubtitusikan ke persamaan (4.5) maka didapat :

Y’ij-Yij = (Ra) Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri) Yij...(4.6) Apabila Ppij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya melambat, sedangkan apabila Ppij > 0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah tersebut laju pertumbuhannya cepat. Apabila PPW < 0, sektor i tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, sedangkan apabila PPW > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk perkembangan sektor i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.


(48)

3.4.4. Analisis Kuadran

Setelah melakukan analisis LQ dan SSA, selanjutnya melakukan analisis kuadran dengan mengelompokkan sektor-sektor ekonomi tersebut ke dalam 4 kuadran dengan sumbu LQ sebagai absis dan PPW sebagai ordinatyang dimaksudkan untuk mengetahui sektor-sektor yang merupakan sektor basis dan memiliki daya saing (kompetitif) (kuadran II); sektor non basis namun memiliki daya saing yang tinggi (kuadran I), sektor basis namun memiliki daya saing yang tinggi (kuadaran III); sektor-sektor non basis dan daya saingnya rendah (kuadran IV). Pemahaman terhadap pengelompokan sektor-sektor ke dalam 4 kuadran tersebut akan memudahkan dalam menentukan arah kebijakan dalam pengembangan sektor-sektor tersebut

3.5. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program

Berdasarkan pada hasil analisis Skalogram, LQ, SSA, maka dalam penyusunan strategi pengembangan komoditas unggulan Kabupaten cianjur, dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Setelah dilakukan penetapan strategi, selanjutnya menyusun perancangan program sesuai dengan visi-misi-tujuan Kabupaten Cianjur.

3.5.1. Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing – masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Dalam analisis SWOT ini, Pemerintah daerah dan agribisnis subsektor unggulan dilihat sebagai pihak internal, sehingga


(49)

diluar pemerintah daerah dan agribisnis subsektor unggulan sebagai pihak eksternal

Secara lengkap matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6. Menurut David (2002) langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut:

1. Daftar peluang eskternal 2. Daftar ancaman ekternal 3. Daftar kekuatan internal 4. Daftar kelemahan internal

5. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya Strategi SO.

6. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil Strategi WO.

7. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil Strategi ST.

8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil WT.

Tabel 4. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats)

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekauatan (S) 1. Daftar kekuatan 2.

Kelemahan (W) 1. Daftar kelemahan 2.

Peluang (O) 1. Daftar peluang 2.

STRATEGI S-O Menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI W-O Mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang

Ancaman (T) 1. Daftar ancaman 2.

STRATEGI S-T Menggunakan

kekuatan untuk menhindari ancaman

STRATEGI W-T Meminimalkan

kelemahan dan menghindari ancaman


(50)

3.5.2 Road Map Strategy

Strategi yang telah dirumuskan berdasarkan analisis SWOT diatas, selanjutnya dipetakan ke dalam bentuk road map strategy. Menurut Baga (2009) pendekatan ini dapat menjelaskan beberapa hal yang mendasar, yaitu :

1. Road map menunjukkan adanya prioritas penanganan suatu strategi dibandingkan strategi lainnya. Pendekatan road map tetap menganggap penting ke semua strategi yang berhasil dirumuskan pada tahapan sebelumnya. Adapun prioritas akan terlihat pada urgensi penanganan yang lebih dahulu.

2. Road map menunjukkan adanya hubungan sekuensial antara satu strategi dengan lainnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas strategi tersebut.

3. Dalam hal-hal tertentu hubungan sekuensial antara satu strategi dapat mengarah pada hubungan resiprokal, dimana implementasi satu strategi sangat tergantung dan juga sangat mempengaruhi implementasi strategi lainnya.

4. Satu hal yang tidak kalah pentingnya, bahwa pembuatan road map akan menjelaskan time-frame implementasi masing-masing strategi dalam periode waktu tertentu.


(51)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KABUPATEN C IANJUR

4.1. Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Propinsi Jawa Barat, dengan jarak 65 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 km Ibu Kota Negara (Jakarta) serta terletak diantara 6021’ - 7025’ Lintang selatan dan 1060-107025’ Bujur Timur. Terletak antara 7-2.962 meter diatas permukaanlaut. Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 350.148 hektar dengan luas tanah sawah 65.483 hektar dan luas lahan darat 284.665 hektar.

Batas wilayah Kabupaten Cianjur sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.

Secara topografis Kabupaten terbagi kedalam 3 (tiga) bagian yaitu Cianjur bagian Utara, Tengah dan Selatan dengan jumlah kecamatan sebanyak 32 kecamatan, 342 desa dan 6 kelurahan di wilayah kota Cianjur. Cianjur bagian Utara merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.963 meter diatas permukaan laut, wilayahnya meliputi daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1.450 m, Kota Cipanas (kecamatan Cipanas dan Kecamatan Pacet) dengan ketinggian sekitar 1.110 m, serta kota cianjur dengan ketinggian sekirat 450 m diatas permukaan laut. Sebagian besar wilayah ini merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang digunakan untuk areal perkebunan dan pesawahan. Cianjur bagian tengah merupakan daerah perbukitan, tetapi juga terdapat dataran rendah persawahan, perkebunan yang dikelilingi oleh bukit-bukit kecil dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga rentan terhadap pergeseran tanah


(52)

dan longsor. Sedangkan Cianjur bagian Selatan merupakan daerah dataran rendah yang terdiri dari bukit-bukit kecil dan diselingi oleh pegunungan-pegunungan yang melebar ke Samudra Indonesia, diantara bukit-bukit dan pegunungan tersebut terdapat pula persawahan dan ladang huma.

Kabupaten Cianjur memiliki curah hujan pertahun rata-rata antara 1000 sampai 4000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 pertahun. Keadaan ini menjadikan sebagian besar lahan sangat subur. Sungai-sungai besar dan kecil terdapat cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan bagi pertanian. Secara geografis posisi Kabupaten Cianjur cukup strategis karena dilalui jalur lalu lintas antara Bandung dan Jakarta sehingga berpotensi menumbuhkan kegiatan perdagangan, industri dan pariwisata.

4.2 Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,75 persen pertahunnya. Jumlah Penduduk Kabupaten Cianjur Pada Tahun 2011 adalah sebesar 2.740.779 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.412.454 orang dan perempuan sebanyak 1.328.325 orang (BPS Kabupaten Cianjur, 2012). Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Cianjur sebanyak 205.414 orang, Kecamatan Karang Tengah 158.450 orang, Kecamatan Cibeber 156.315 orang, dan Kecamatan Cipanas sebanyak 142.735 orang. Jumlah penduduk per kecamatan 2011 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2011 penduduk usia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja yaitu 960.544 jiwa yang terbagi dalam dua yaitu yang bekerja sebanyak 833.036 jiwa dan yang berstatus


(1)

Lampiran 13.

Populasi Kerbau Dan Kuda Menurut Jenis Kelamin

Di Kabupaten Cianjur Tahun 2011

[1]

[8] [9] [10] [11] [12] [13]

01. Agrabinta 52 133 185 3 2 5

02. Leles 24 58 82 - - -

03. Sindangbarang 109 183 292 - - -

04. Cidaun 491 1.132 1.623 - - -

05. Naringgul 396 1.354 1.750 - - -

06. Cibinong 113 388 501 - - -

07. Cikadu 150 607 757 - - -

08. Tanggeung 41 94 135 - - -

09. Pasirkuda 94 362 456 - - -

10. Kadupandak 83 202 285 - - -

11. Cijati 41 66 107 - - -

12. Takokak 47 104 151 - - -

13. Sukanagara 14 22 36 - - -

14. Pagelaran 188 321 509 - - -

15. Campaka 113 256 369 9 9 18

16. Campakamulya 76 167 243 - - -

17. Cibeber 121 184 305 88 72 160

18. Warungkondang 36 15 51 6 11 17

19. Gekbrong 23 6 29 - - -

20. Cilaku 53 25 78 - - -

21. Sukaluyu 10 4 14 10 8 18

22. Bojongpicung 37 52 89 5 9 14

23. Haurwangi 12 14 26 - - -

24. Ciranjang 5 11 16 17 4 21

25. Mande 76 108 184 27 25 52

26. Karangtengah 23 21 44 20 17 37

27. Cianjur 70 28 98 95 77 172

28. Cugenang 112 30 142 6 7 13

29. Pacet 24 24 48 176 146 322

30. Cipanas 28 8 36 - - -

31. Sukaresmi 293 616 909 4 5 9

32. Cikalongkulon 219 695 914 338 285 623

Jumlah 3.174 7.290 10.464 804 677 1.481

Kecamatan Kerbau Kuda


(2)

Lampiran 14.

Jumlah Rumahtangga Peternakan (RTP) Setiap Kecamatan Di Kabupaten Cianjur Tahun 2011

No Kecamatan Sapi Potong Sapi Perah K e r b a u K a m b i n g D o m b a

[1] [2] [3] [4] [5] [6]

01. Agrabinta 1490 - 60 958 3187

02. Leles 908 - 29 728 2125

03. Sindangbarang 316 - 122 657 1608

04. Cidaun 622 - 1284 1033 2766

05. Naringgul 177 - 1259 366 1249

06. Cibinong 321 5 310 367 689

07. Cikadu 265 2 474 290 355

08. Tanggeung 123 - 109 1075 2075

09. Pasirkuda 11 2 344 328 740

10. Kadupandak 333 - 147 373 1043

11. Cijati 268 - 62 306 793

12. Takokak 157 1 84 582 1900

13. Sukanagara 161 74 21 419 2083

14. Pagelaran 103 7 293 375 723

15. Campaka 69 3 199 184 923

16. Campakamulya 34 1 98 173 319

17. Cibeber 55 11 193 199 757

18. Warungkondang 50 14 28 346 968

19. Gekbrong 73 13 16 283 646

20. Cilaku 50 2 48 148 2161

21. Sukaluyu 40 - 11 158 2734

22. Bojongpicung 2 - 63 283 641

23. Haurwangi 12 - 16 252 737

24. Ciranjang 8 - 12 244 817

25. Mande 153 - 102 684 679

26. Karangtengah 21 - 24 174 964

27. Cianjur 34 - 57 42 245

28. Cugenang 21 10 95 285 912

29. Pacet 49 125 16 145 564

30. Cipanas 106 19 18 119 411

31. Sukaresmi 416 124 442 306 1067

32. Cikalongkulon 159 - 440 567 838


(3)

Hasil Analisis LQ sub sektor Peternakan Kabupaten Cianjur Tahun 2011

No Kecamatan sapi Komoditas

potong

sapi

perah kerbau kuda kambing domba ayam ayam telur

ayam daging itik 1 Agrabinta 3,35 0,00 0,33 0,06 1,49 1,65 0,34 0,00 0,00 0,20 2 Leles 2,50 0,00 0,09 0,00 0,83 3,27 0,51 0,00 0,00 0,04 3 Sindangbarang 1,02 0,00 0,34 0,00 0,80 2,61 2,30 0,00 0,00 0,17 4 Cidaun 1,22 0,00 1,22 0,00 0,82 2,92 0,98 0,00 0,00 0,07 5 Naringgul 0,41 0,00 2,03 0,00 0,45 2,06 2,24 0,00 0,00 0,04 6 Cibinong 1,49 0,05 1,06 0,00 0,80 2,06 1,64 0,00 0,00 0,14 7 Cikadu 1,47 0,01 1,78 0,00 0,71 1,16 2,02 0,00 0,00 0,08 8 Tanggeung 0,34 0,00 0,21 0,00 1,44 3,51 1,55 0,00 0,00 0,19 9 Pasirkuda 0,08 0,01 1,46 0,00 1,22 2,42 1,87 0,00 0,00 0,17 10 Kadupandak 1,43 0,00 0,53 0,00 0,72 2,74 1,63 0,00 0,00 0,18 11 Cijati 1,63 0,00 0,27 0,00 0,80 2,86 1,48 0,00 0,00 0,19 12 Takokak 0,56 0,02 0,22 0,00 0,90 3,95 1,56 0,00 0,00 0,03 13 Sukanagara 0,58 0,34 0,05 0,00 0,59 3,95 1,65 0,00 0,00 0,06 14 Pagelaran 0,45 0,02 1,12 0,00 0,75 2,18 2,57 0,00 0,00 0,14 15 Campaka 0,16 0,02 0,44 0,02 0,23 1,53 2,24 0,00 2,54 0,06 16 Campakamulya 0,19 0,01 1,00 0,00 0,75 1,82 3,36 0,00 0,00 0,11 17 Cibeber 0,06 0,02 0,17 0,09 0,12 0,60 0,57 3,11 2,40 0,09 18 Warungkondang 0,13 0,15 0,06 0,02 0,40 1,52 0,75 0,22 3,74 0,24 19 Gekbrong 0,08 0,05 0,01 0,00 0,11 0,35 0,18 0,05 6,33 0,06 20 Cilaku 0,37 0,01 0,02 0,00 0,04 0,86 0,39 0,00 5,49 0,05 21 Sukaluyu 0,24 0,00 0,01 0,02 0,18 4,00 1,92 0,42 0,00 0,46 22 Bojongpicung 0,01 0,00 0,28 0,04 0,80 2,28 3,15 0,00 0,00 0,67 23 Haurwangi 0,21 0,00 0,11 0,00 0,72 2,53 2,28 0,94 0,00 0,45 24 Ciranjang 0,09 0,00 0,03 0,03 0,31 1,23 0,81 0,69 3,91 0,15 25 Mande 0,20 0,00 0,11 0,03 0,44 0,58 0,92 2,42 2,38 0,14 26 Karangtengah 0,23 0,00 0,08 0,07 0,32 2,42 2,82 0,59 0,00 0,72 27 Cianjur 1,26 0,00 0,48 0,85 0,22 1,68 2,33 0,00 0,00 0,42 28 Cugenang 0,12 0,09 0,18 0,02 0,39 1,66 1,62 1,28 1,82 0,06 29 Pacet 0,21 1,06 0,05 0,31 0,15 0,76 0,81 0,30 3,50 0,10 30 Cipanas 0,81 2,02 0,10 0,00 0,34 1,58 1,89 0,30 0,00 0,20 31 Sukaresmi 1,07 1,06 0,84 0,01 0,30 1,39 1,13 0,09 1,28 0,05 32 Cikalongkulon 4,16 0,00 0,34 0,23 0,22 0,43 1,25 0,34 0,00 0,26


(4)

Peta sebaran basis peternakan berdasarkan hasil analisis LQ Tahun 2011

Lampiran 16.

Sapi Potong

Domba

Sapi Perah

Ayam Petelur


(5)

(6)

Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional. PT Bumi Aksara. Jakarta

Tumenggung, S. 1996. Gagasan dan Kebijaksanaan Pembangunan EkonomiTerpadu

(Kawasan Timur Indonesia). Direktorat Bina Tata Perkotaan dan Pedesaan Dirjen

Cipta Karya Departemen PU. Jakarta.

Tripomo, Tedjo dan Udan. 2005. Manajemen Strategi. Rekayasa Sains. Bandung

Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan, Aplikasi Komputer (Era Otonomi

Daerah). UPP STIM YKPN, Yogyakarta