The development of food crops subsector in supporting regional development in Majalengka Regency

(1)

PEMBANGUNAN SUBSEKTOR TANAMAN BAHAN

MAKANAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI

KABUPATEN MAJALENGKA

NUNIK RACHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Nunik Rachmawati


(3)

ABSTRACT

NUNIK RACHMAWATI. The Development of Food Crops Subsector in Supporting Regional Development in Majalengka Regency. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and DIDIT OKTA PRIBADI

Food crops subsector is expected to be a strategic sector for regional development in Majalengka regency in the future because it based on local resources. The purposes of this study are : (1) identifying condition and potency of food crops subsector in Majalengka regency, (2) identifying the role of food crops subsector in regional economy, (3) identifying superior commodities, (4) exploring perceptions of stakeholders regarding food crops development priorities (5) formulating the direction of food crops subsector development for regional development in Majalengka. The data analysis used are Location Quotient (LQ), Shift Share, Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), land suitability and avaibility evaluation. The result showed that food crops subsector is a basis sector with some commodities have superiority in planting area, harvesting area, production and number of trees. Food crops subsector has the highest contribution in gross regional domestic product (GDP) up to 23,80% and contributed to total output up to 16,23%. However, it has low linkages with other sectors. An analysis result in macro, meso and micro levels showed that paddy, corn, soybean, mangos, banana and melinjo are superior commodities in Majalengka regency. Based on stakeholders perception, three of the priority commodities are paddy, corn, and mangos. While, the priority of agribusiness subsystem is on farming system and supporting aspects of the priorities is improving human resources. The direction in the development of food crops subsector are to improve the performance and enhance the role and linkages with other sector.

Keywords: food crops subsector, regional economic development, sectoral linkages, Regency of Majalengka


(4)

RINGKASAN

NUNIK RACHMAWATI. Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan DIDIT OKTA PRIBADI.

Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal, mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya. Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor pertanian. Subsektor tanaman bahan makan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Majalengka sehingga diharapkan akan terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka pada masa yang akan datang. Sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial.

Untuk meningkatkan pembangunan subsektor ini sehingga mampu menjadi sektor yang strategis dalam pengembangan wilayah, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui kondisi dan potensi subsektor tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka, (2) mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka, (3) mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan, (4) mengetahui prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dan (5) merumuskan arahan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis, Analisis

Input-Output (I-O), Analytical Hierarcy Process (AHP), dan evaluasi kesesuaian dan ketersediaan lahan.

Hasil identifikasi dari kondisi dan potensi menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan sektor basis di wilayah Propinsi Jawa Barat. Dari hasil analisis LQ dan SSA komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang unggul dari aspek luas tanam adalah jagung, kacang hijau dan kembang kol, komoditas yang unggul dari aspek luas panen adalah jagung dan kacang hijau, komoditas yang unggul dari aspek produksi adalah jagung, kedelai, kacang hijau, bawang merah, alpukat, jambu biji, jeruk, mangga, melinjo dan petai, sedangkan komoditas yang unggul dari aspek jumlah pohon adalah alpukat, mangga, durian, jambu biji, pisang, nangka, pepaya, sawo, melinjo, petai, sirsak dan sukun.

Peran subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah dianalisis berdasarkan sumbangannya terhadap PDRB dan analisis input-output. Berdasarkan sumbangannya terhadap PDRB Tahun 2009, subsektor tanaman bahan makanan memiliki kontribusi sebesar Rp 1.005.886,04 juta atau sebesar 23,80% dari total PDRB Kabupaten Majalengka. Nilai tersebut menempati peringkat ke-1 dari 23 sektor perekonomian. Dari hasil analisis input-output


(5)

diketahui bahwa subsektor tanaman bahan makanan memiliki kontribusi sebesar Rp 1.206. 891,18 juta atau 16,23% terhadap total output seluruh sektor ekonomi. Nilai tersebut menempati peringkat ke-2 dari 23 sektor perekonomian. Berdasarkan indikator tersebut subsektor tanaman bahan makanan memiliki peran yang besar dalam preekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

Hasil analisis keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage

(DFL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya peranan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : padi memiliki nilai DFL sebesar 0,2561 menempati urutan ke-7, buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,0928 menempati urutan ke-15, bahan makanan lainnya memiliki nilai DFL sebesar 0,0823 menempati urutan ke-16, jagung memiliki nilai DFL sebesar 0,0627 menempati urutan ke-21, ubi kayu memiliki nilai DFL sebesar 0,0238 menempati urutan ke-24 dan sayur-sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,0085 serta menempati urutan ke-27.

Hasil analisis keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) komoditas subsektor tanaman bahan makanan menunjukkan bahwa besarnya perananan subsektor tanaman bahan makanan adalah sebagai berikut : jagung memiliki nilai DBL sebesar 0,1394 menempati urutan ke-17, padi memiliki nilai DBL sebesar 0,1106 menempati urutan ke-21, buah-buahan memiliki nilai DBL sebesar 0,0967 menempati urutan ke-24, bahan makanan lainnya memiliki nilai DBL sebesar 0,0940 menempati urutan ke-26, sayur-sayuran memiliki nilai DBL sebesar 0,0674 menempati urutan ke-27 dan ubi kayu memiliki nilai DBL sebesar 0,0639 serta menempati urutan ke-28. Hasil analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang (Direct Indirect Forward/Backward Linkage), Indeks Derajat Kepekaan (IDK) dan Indeks Daya Penyebaran (IDP) serta multiplier effec Output, NTB, Pendapatan dan pajak tak langsung menunjukkan hal yang tidak berbeda jauh dengan hasil analisis DFL dan DBL diatas. Oleh karena itu, berdasarkan parameter keterkaitan ke belakang (DBL, DIBL, dan IDP), keterkaitan ke depan (DFL, DIFL, dan IDK), serta

multiplier effect, maka subsektor tanaman masih memiliki peran yang kecil. Namun demikian, subsektor ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi sektor strategis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA pada level makro, analisis keterkaitan dan multiplier effect pada level meso dan analisis luas panen serta produksi pada level mikro maka padi, jagung, kedelai, mangga, pisang dan melinjo ditetapkan sebagai komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka.

Hasil analisis terhadap persepsi stakeholders dalam menentukan prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka menunjukkan bahwa berdasarkan jenis komoditas unggulan diperoleh urutan prioritas sebagai berikut : (1) padi dengan skor 0,332; (2) jagung dengan skor 0,260; (3) mangga dengan skor 0,177; (4) kedelai dengan skor 0,117; (5) pisang dengan skor 0,066 dan (6) melinjo dengan skor 0,048. Berdasarkan subsistem agribisnis diperoleh urutan prioritas sebagai berikut : (1) subsistem usahatani (0,307); (2) subsistem agribisnis hulu (0,282); (3) subsistem agribisnis hilir (0,257) dan subsistem jasa layanan pendukung (0,155). Berdasarkan aspek pendukung diperoleh urutan : (1) sumberdaya manusia (0,460); (2) sarana prasarana (0,300) dan (3) kelembagaan (0,240).


(6)

Berdasarkan seluruh hasil analisis, maka arahan kebijakan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka adalah meningkatkan kinerja subsektor ini dan meningkatkan keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain, baik yang memiliki keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang yang mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi terjadinya kebocoran wilayah, sehingga perannya dalam perekonomian wilayah menjadi semakin besar. Untuk mendukung hal ini maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan diupayakan fokus pada komoditas unggulan dengan melaksanakan pembangunan subsistem agribisnis secara terpadu dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, ketersediaan sarana prasarana serta dukungan kelembagaan yang kuat. Arahan wilayah untuk pengembangan padi adalah Kecamatan Ligung, Jatitujuh, Jatiwangi, Dawuan, Kertajati, Kadipaten, Palasah dan Sumberjaya. Arahan wilayah untuk pengembangan jagung adalah Kecamatan Kertajati. Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kadipaten, Kasokandel, Cigasong, Talaga, Banjaran, Cikijing dan Cingambul. Arahan wilayah untuk pengembangan mangga adalah Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Jatiwangi, Panyingkiran dan Majalengka.

Kata kunci : subsektor tanaman bahan makanan, pengembangan ekonomi wilayah, keterkaitan sektor, Kabupaten Majalengka


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

PEMBANGUNAN SUBSEKTOR TANAMAN BAHAN

MAKANAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI

KABUPATEN MAJALENGKA

NUNIK RACHMAWATI

TESIS

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

(10)

Judul Tesis : Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka

Nama : Nunik Rachmawati

NRP : A156100254

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Didit Okta Pribadi, SP. M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(11)

(12)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Majalengka dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Didit Okta Pribadi, SP., M.Si. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini 2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan

koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini

3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis

5. Pemerintah Kabupaten Majalengka yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini

6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2010 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini

Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada suamiku Dudung Abdurrohman, SP. dan anakku Aisyah Nurlathifah A. beserta seluruh keluarga,

atas segala do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan

selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.

Bogor, Februari 2012


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Majalengka pada tanggal 24 Maret 1977 dari pasangan orang tua Bapak U. Samhudi dan Ibu I. Rodiyah (Almarhumah). Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara.

Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten Majalengka. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis diterima di jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun 2000.

Pada Tahun 2005, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka pada Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka hingga saat ini. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah pascasarjana pada tahun 2010 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).


(14)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….... v

DAFTAR GAMBAR ………...……... viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 6

1.3. Tujuan Penelitian ………. 9

1.4. Manfaat Penelitian ………... 9

1.5. Kerangka Pemikiran ……… 9

1.6. Pengertian/Definisi ………... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah ………... 15

2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan ……….. 18

2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...………. 21

2.4. Keterkaitan Sektor ……….... 25

2.5. Komoditas Unggulan ………... 28

2.5. Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah ……… 29

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..… 33

3.2. Jenis Data dan Tehnik Penarikan Contoh (Sampling Tehnique)……….. 33

3.3. Bahan dan Alat………...………... 35

3.4. Bagan Alir Penelitian ………...……… 37

3.5. Teknik Analisis Data ………..………….. 40

3.5.1. Analisis Kondisi dan Potensi Sektor Pertanian…..…… 40

3.5.1.1. Analisis Location Quotient(LQ) ………..…... 40

3.5.1.2. Shift Share Analysis(SSA) ………..…… 41

3.5.2. Analisis Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan... 42

3.5.3. Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan………...………... 51

3.5.4. Analisis Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ………. 52

3.5.5. Penyusunan Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah……….. 56


(15)

ii

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4.1. Kondisi Fisik Wilayah ………..…... 59

4.1.1. Kondisi Geografi ………... 59

4.1.2. Kondisi Topografi ………... 61

4.1.3. Kondisi Tanah dan Lahan……….. 63

4.1.4. Iklim ……….. 65

4.1.5. Penggunaan Lahan ……….... 66

4.2. Sosial Kependudukan ………... 67

4.2.1. Kependudukan ……….. 67

4.2.2. Ketenagakerjaan ……… 68

4.2.3. Sosial Budaya ……… 69

4.3. Perekonomian Daerah ………...……….. 70

4.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) …………... 70

4.3.2. Potensi Sektor-Sektor Ekonomi ……….... 72

4.3.2.1. Pertanian ……….. 72

4.3.2.2. Perdagangan, Hotel dan Restoran ………... 75

4.3.2.3. Industri Pengolahan ………. 75

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi dan Potensi Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka Terkini ……… 77

5.1.1. Potensi Daya Saing Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab. Majalengka di Wilayah Propinsi Jawa Barat ……….. 77

5.1.2. Potensi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan Unggulan Kabupaten Majalengka …………. 82

5.2. Peranan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Perekonomian Kabupaten Majalengka ……… 95

5.2.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………... 96

5.2.2. Keterkaitan Sektoral ……….. 103

5.2.3. Multiplier Effect………. 116

5.2.3.1. Multiplier Effect Output ………... 117

5.2.3.2. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto…….. 118

5.2.3.3. Multiplier Effect Pendapatan ……… 120

5.2.3.4. Multiplier Effect Pajak Tak Langsung ……. 121

5.3. Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Majalengka ……….. 122

5.3.1. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Makro ……. 123

5.3.2. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Meso ..……. 128

5.3.3. Analisis Komoditas Unggulan Pada Level Mikro ..…… 130

5.3.4. Penetapan Komoditas Unggulan ……… 132

5.4. Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan ….. 134

5.4.1. Prioritas Komoditas Unggulan ………... 134

5.4.2. Prioritas Pengembangan Subsistem Agribisnis ……….. 135

5.4.3. Prioritas Pengembangan Aspek Pendukung …………... 138


(16)

iii

5.6. Pembahasan Umum ………... 149

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ……… 153

6.2. Saran ……….. 154

DAFTAR PUSTAKA ……….. 155


(17)

(18)

v

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka

Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah) ….………... 3

2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009 ………. 4

3. Rincian Data Calon Responden ………. 34

4. Tujuan, Jenis, Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan ………. 35

5. Sektor-sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 (28 sektor) ………..…………... 43

6. Struktur Dasar Tabel Input-Output ……… 45

7. Skala Perbandingan Berpasangan ……….. 54

8. Fluktuasi Iklim di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ……… 64

9. Penggunaan Lahan di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………….. 65

10. Jumlah, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 – 2009 ………….………... 66

11. Jumlah Pencari Kerja Terdaftar di Kabupaten Majalengka Tahun 2009………. 68

12. Perkembangan Angka Statistik Ketenagakerjaan ……….. 68

13. Perkembangan Nilai PDRB Kabupaten Majalengka Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dari Tahun 2006-2009 (Dalam Jutaan Rupiah)………... 71

14. Perkembangan Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Padi Sawah di Kab. Majalengka ………... 72

15. Perkembangan Produksi Palawija di Kabupaten Majalengka (dalam ton) ……… 73

16. Perkembangan Produksi Sayuran di Kabupaten Majalengka (dalam kuintal) ………... 73


(19)

vi

17. Perkembangan Produksi Buah-buahan di Kab. Majalengka (dalam

kuintal) ………... 74

18. Banyaknya Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Majalengka …… 75

19. Nilai LQ Sektor Ekonomi Kabupaten Majalengka ……… 78

20. Hasil Analisis Shift Share Sektor Perekonomian di Kabupaten Majalengka Tahun 2005 –2009 ……… 79

21. Nilai LQ dan SSA Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kab/Kota di Jawa Barat ………. 81

22. Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ………... 83

23. Nilai LQ Luas Tanam Komoditas Sayuran (>1) ……… 83

24. Nilai LQ Luas Panen Komoditas Sayuran (>1) ………. 84

25. Nilai LQ Produksi Komoditas Sayuran (>1) ……… 84

26. Nilai LQ Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85

27. Nilai LQ Produksi Komoditas Buah-buahan (>1) ……… 85

28. Hasil Analisis Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan di Kabupaten Majalengka ……….. 86

29. Differential ShiftLuas Tanam Komoditas Sayuran Yang Positif …… 87

30. Differential ShiftLuas Panen Komoditas Sayuran Yang Positif …….. 87

31. Differential ShiftProduksi Komoditas Sayuran Yang Positif ………... 88

32. Differential Shift Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan Yang Positif ……… 88

33. Differential Shift Produksi Komoditas Buah-buahan Yang Positif …. 89 34. Nomor SK Pelepasan Varietas Tanaman Buah Unggulan Kab. Majalengka ……… 94

35. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2007-2008 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam juta rupiah) ………... 96

36. Persentase Sumbangan Sektoral Terhadap PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2009 Atas Dasar Harga Konstan ……….. 97


(20)

vii

37. Struktur Perekonomian Kabupaten Majalengka Berdasarkan

Tabel I-O ………. 99

38. Total Output Tiap Sektor Berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ………. 101

39. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Tanaman Pangan .. 124

40. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Buah-Buahan …... 125

41. Hasil Analisis LQ dan Differential Shift Komoditas Sayur-sayuran ….. 126

42. Nilai Multiplier effect Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan ……….. 128

43. Luas Panen dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan ……….. 129

44. Produksi dan Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan ………. 130

45. Luas Panen dan Produksi komoditas Sayur-sayuran ……… 131


(21)

(22)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pikir penelitian ……….……… 11 2. Peta lokasi penelitian ………... 32 3. Bagan alir penelitian ………. 38 4. Tahapan metode RAS ………... 44 5. Struktur hirarki untuk penentuan prioritas pembangunan subsektor

tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka ………. 52 6. Tahapan analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk arahan

pengembangan komoditas unggulan……….. 56

7. Peta administrasi Kabupaten Majalengka ………. 59

8. Distribusi luas wilayah per kecamatan (Km2) ………... 60 9. Peta kelas ketinggian Kabupaten Majalengka ………... 62 10. Peta kedalaman efektif tanah Kabupaten Majalengka ………... 63 11. Distribusi penduduk Kabupaten Majalengka per Kecamatan Tahun

2009 ………... 67

12. Matriks daya saing sektor perekonomian Kabupaten Majalengka …... 80 13. Matriks daya saing luas tanam komoditas subsektor tanaman bahan

makanan Kabupaten Majalengka ………... 90

14. Matriks Daya Saing Luas Panen Komoditas Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Majalengka ……….. 91 15. Matriks Daya Saing Produksi Komoditas Subsektor Tanaman Bahan

Makanan Kabupaten Majalengka ………... 92 16. Matriks Daya Saing Jumlah Pohon Komoditas Buah-buahan

Kabupaten Majalengka ………. 93

17. Keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian ……… 103 18. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ……... 104 19. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor


(23)

x

20. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor

perekonomian ……… 107

21. Keterkaitan padi dengan sektor-sektor lainnya ……… 109 22. Keterkaitan jagung dengan sektor-sektor lainnya ………. 110 23. Keterkaitan buah-buahan dengan sektor-sektor lainnya ………... 111 24. Keterkaitan sayur-sayuran dengan sektor-sektor lainnya ………. 111 25. Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian ………… 113 26. Nilai Indeks Daya Kepekaan sektor-sektor perekonomian …………... 114 27. Nilai Multiplier Effect Output sektor-sektor perekonomian …………. 116 28. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto (PDRB) sektor-sektor

perekonomian ……… 118

29. Multiplier Effect pendapatan sektor-sektor perekonomian …………... 119 30. Multiplier Effect pajak tak langsung sektor-sektor perekonomian …... 121 31. Keterkaitan ke depan komoditas subsektor tanaman bahan makanan .. 127 32. Keterkaitan ke belakang komoditas subsektor tanaman bahan

makanan ……… 127

33. Proporsi Komoditas Buah-buahan dan Bahan Makanan LainTerhadap

PDRBnya ……….. 128

34 Hasil AHP dalam penentuan prioritas komoditas unggulan …………. 134

35 Nilai AHP masing-masing subsistem per komoditas ……….... 137

36 Hasil AHP penentuan prioritas aspek pendukung per subsistem …….. 138

37 Hasil AHP dalam penentuan prioritas pembangunan subsektor

tanaman bahan makanan berdasarkan persepsi seluruh stakeholder …. 139 38 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Padi ………... 145 39 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Jagung ……….. 146 40 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Mangga ……… 147


(24)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Nilai LQ Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2009 ……….... 159

2. Nilai LQ Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Tahun 2009 ………... 160

3. Nilai LQ Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun

2009 ………... 161

4. Nilai LQ Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 162 5. Nilai LQ Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2009 ……….. 163

6. Nilai Differential Shift Luas Tanam Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 164 7. Nilai Differential Shift Luas Panen Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di

Jawa Barat Tahun 2009 ………. 165 8. Nilai Differential Shift Produksi Sayur-sayuran Kabupaten/Kota di Jawa

Barat Tahun 2009 ……….. 166

9. Nilai Differential Shift Jumlah Pohon Tanaman Buah-Buahan

Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 167 10. Nilai Differential Shift Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten/Kota

di Jawa Barat Tahun 2009 ………... 168 11 Model RAS Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka Tahun 2009 169 12. Tabel Input-Output Kabupaten Majalengka 2009 (dalam juta rupiah) …... 175

13. Keterangan Kode Sektor ……….... 182

14. Nilai Koefisien Teknis (Matriks A) ………... 183

15. Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1………... 187

16. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Padi ……… 191

17. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Jagung ………... 192


(25)

(26)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta kemampuan untuk mengelola sumberdaya ekonomi daerah untuk peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Berlakunya otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi daerah (kabupaten/kota) untuk lebih kreatif dalam menggali potensi sumberdaya lokal, mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah menyebabkan setiap daerah harus mampu mengelola sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat memajukan daerahnya. Salah satu potensi lokal yang perlu dikelola secara optimal adalah sektor pertanian. Namun paradigma pembangunan di negara-negara berkembang yang lebih mengejar pertumbuhan ekonomi cenderung menyebabkan peran sektor pertanian menjadi lebih rendah dibandingkan peran sektor industri. Padahal dengan mengoptimalkan pembangunan sektor pertanian akan mendorong tumbuhnya industri-industri yang berbasis pertanian. Industri yang berbasis pertanian akan lebih banyak menggunakan input produksi dari hasil pertanian yang merupakan sumberdaya lokal sehingga dapat menghasilkan multiplier effect

yang besar bagi pertumbuhan wilayah. Berkembangnya sektor pertanian dan industri yang berbasis pertanian ini akan menghasilkan pertumbuhan wilayah yang lebih pro masyarakat dan menghindarkan terjadinya berbagai kesenjangan.

Pengembangan pertanian (tanaman pangan dan hortikultura) di Provinsi Jawa Barat salah satunya dilakukan melalui pengembangan komoditas unggulan dengan pendekatan pewilayahan melalui kawasan andalan. Kabupaten Majalengka merupakan salah satu wilayah pengembangan pertanian di Provinsi Jawa Barat yang termasuk dalam kawasan andalan Ciayumajakuning yaitu Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. (http://www.diperta.jabarprov.go.id).


(27)

2

Kabupaten Majalengka memiliki luas wilayah 120.424 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 1.206.702 jiwa. Berdasarkan ketinggian tempatnya, wilayah Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas utama yaitu dataran rendah (0 - 100 m dpl) yang berada di wilayah utara Kabupaten Majalengka, dataran sedang (>100 - 500 m dpl), umumnya berada di wilayah tengah dan dataran tinggi (> 500 m dpl). berada di wilayah selatan Kabupaten Majalengka, termasuk didalamnya wilayah yang berada pada ketinggian diatas 2.000 mdpl yaitu terletak disekitar kawasan kaki Gunung Ciremai (BPS Majalengka, 2010). Adapun bentuk topografi Kabupaten Majalengka sangat bervariasi yaitu ada daerah dengan topografi landai (dataran rendah), berbukit bergelombang, serta perbukitan terjal. Berdasarkan ketinggian dan kondisi topografi tersebut Kabupaten Majalengka memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan pertanian dengan jenis komoditas yang lebih bervariasi mulai dari komoditas untuk dataran rendah sampai komoditas dataran tinggi.

Struktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga konstan menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang masih dominan dan menjadi andalan dalam memberikan nilai tambah bagi perekonomian Kabupaten Majalengka. Dari tahun ke tahunnya, diantara sektor-sektor perekonomian yang ada, sektor pertanian memberikan kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Majalengka.

Sektor pertanian di Kabupaten Majalengka terdiri atas lima subsektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kontribusi terbesar sektor pertanian ini berasal dari subsektor tanaman bahan makanan yang besarnya pada Tahun 2009 mencapai 23,80 persen dari total nilai PDRB Kabupaten Majalengka dan 84,89 persen dari total sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa produksi terbesar di Kabupaten Majalengka berasal dari usaha budi daya tanaman bahan makanan. Tanaman bahan makanan dalam hal ini meliputi komoditas tanaman pangan dan hortikultura.

Adapun perkembangan kontribusi sektoral terhadap nilai PDRB Kabupaten Majalengka atas dasar harga konstan dari Tahun 2007 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.


(28)

3

Tabel 1. Perkembangan Kontribusi sektoral terhadap PDRB Kab. Majalengka Atas Dasar Harga Konstan (dalam juta rupiah)

No. Uraian 2007 2008 2009

1. PDRB Sektoral

Pertanian 1.093.907,26 1.133.648,71 1.184.973,86 - Tanaman Bahan Makanan 929.860,01 961.993,28 1.005.886,04 - Tanaman Perkebunan 38.294,44 39.596,47 40.575,39 - Peternakan 97.494,29 103.072,99 108.488,65

- Kehutanan 6.178,61 6.351,61 5.976,59

- Perikanan 22.079,91 22.634,36 24.047,19 Pertambangan dan penggalian 159.586,22 166.138,45 162.266,80 Industri pengolahan 657.996,42 691.093,64 724.330,61 Listrik, gas dan air bersih 26.149,82 27.540,86 28.810,27

Bangunan 175.415,37 185.168,46 195.870,26

Perdagangan, hotel dan restoran 756.470,52 797.726,94 838.517.68 Pengangkutan dan komunikasi 250.435,89 260.476,07 271.937,70 Keuangan, persewaan &jasa

perusahaan 219.085,84 229.950,10 240.097,63

Jasa-jasa 526.643,19 550.497,06 579.121,25

2. PDRB per Kapita 3.253.430,66 3.377.492,37 3.502.046,13

Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010

Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kabupaten Majalengka. Hal ini dapat terlihat dari Tabel 2. yang menunjukkan bahwa persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian, jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Besarnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian ini menunjukkan bahwa ada peluang yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pembangunan di sektor pertanian. Atas peranannya tersebut, pembangunan pertanian di Kabupaten Majalengka perlu terus ditumbuhkembangkan melalui pengembangan potensi sumberdaya lokal yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.


(29)

4

Tabel 2. Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Majalengka Tahun 2005-2009

LAPANGAN USAHA

PENDUDUK YANG BEKERJA MENURUT LAPANGAN USAHA (%)

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 29,95 31,24 37,61 27,86 30,44

Pertambangan dan Penggalian 2,29 0,67 0,35 4,17 0,49 Industri Pengolahan 18,36 19,39 13,94 17,10 12,13 Listrik, gas dan air minum 0,39 0,10 0,24 0,68 0,29

Konstruksi 7,93 5,36 5,35 4,50 6,54

Perdagangan 26,15 26,65 26,61 19,51 29,40

Angkutan dan Komunikasi 5,97 5,80 5,47 6,55 7,27

Keuangan 0,68 0,51 1,19 5,59 1,04

Jasa-jasa Lainnya 8,28 10,27 9,23 13,83 12,40

Sumber : Majalengka dalam Angka Tahun 2010

Sektor pertanian sebagai sektor yang berbasis sumberdaya alam diharapkan dapat terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pembangunan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Menurut Rustiadi et al. (2009), pengertian sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial. Dengan demikian proses pembangunan wilayah diharapkan akan berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembangunan wilayah yang berimbang antara growth, equality dan tetap mempertimbangkan aspek keberlanjutan.

Pengembangan sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah pengembangan wilayah seperti kemiskinan dan pengangguran. Hal ini akan tercapai dengan mengoptimalkan pembangunan di sektor pertanian, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan pendapatan petani dan terbukanya lapangan kerja di sektor pertanian yang pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran.

Kegiatan ekonomi rakyat yang berbasis potensi lokal dan berkembang di suatu wilayah berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan menjadi motor penggerak pengembangan wilayah. Keberlangsungan sektor ekonomi tersebut perlu didukung dengan perencanaan wilayah yang efektif dan


(30)

5

efisien. Kajian seksama mengenai perkembangan sektor ini perlu dilakukan untuk menemukan dan mengenali potensi dan kondisi yang ada, dengan demikian peran dan dukungan pemerintah yang dibutuhkan juga akan teridentifikasi dengan baik.

Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka selama ini telah berjalan dengan baik, namun untuk menilai pembangunan subsektor tanaman bahan makanan ini belumlah cukup jika hanya menilai perkembangannya di dalam wilayah Kabupaten Majalengka. Oleh karena itu, sangatlah perlu untuk mengetahui bagaimana posisi dan daya saing subsektor pertanian tanaman bahan makanan ini dan apa komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan subsektor tanaman bahan makanan dan komoditasnya di Kabupaten/Kota lainnya di wilayah Jawa Barat.

Untuk meningkatkan daya saing subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka, maka pembangunan subsektor tanaman bahan makanan ini perlu diupayakan fokus pada komoditas-komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif agar dapat bersaing dengan komoditas lain di luar wilayah Kabupaten Majalengka.

Selain itu, untuk meningkatkan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka perlu juga diketahui peran subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah yang meliputi keterkaitan antar sektor serta nilai multiplier effectnya. Keterkaitan antar sektor ini penting diketahui untuk menentukan sektor-sektor mana saja yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan pembangunan sektor subsektor tanaman bahan makanan. Nilai multiplier effect dapat menunjukkan besarnya pengaruh pembangunan subsektor tanaman bahan makanan terhadap pengembangan wilayah yang dalam hal ini ditunjukkan oleh nilai output multiplier, total value added multiplier, Income multiplier dan multiplier pajak.

Berdasarkan alasan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui kondisi, potensi, keterkaitan subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain serta besarnya nilai multiplier effect subsektor tanaman bahan makanan, sehingga bisa diketahui peran subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka. Dari hasil analisis


(31)

6

tersebut kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis terhadap prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan hasil analisis dan isu-isu yang berkembang kemudian dapat disusun arahan kebijakan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka berbasis sektor pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam melaksanakan pembangunan wilayah, Kabupaten Majalengka tidak terlepas dari masalah-masalah pembangunan wilayah yang bersifat umum maupun strategis kewilayahan. Isu strategis aspek ekonomi dalam pembangunan Kabupaten Majalengka sesuai yang tercantum dalam dokumen RPJMD Kabupaten Majalengka Tahun 2009 diantaranya adalah : 1). Masih tingginya tingkat kemiskinan, 2). Masih tingginya tingkat pengangguran terbuka, 3). Masih rendahnya produksi dan produktivitas pertanian, serta 4). Masih rendahnya pengembangan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) terutama yang berbasis pengolahan hasil pertanian.

Isu strategis poin ke-3 dan ke-4 menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam pengembangan sektor pertanian. Sektor pertanian di Kabupaten Majalengka masih didominasi oleh subsektor tanaman bahan makanan sehingga hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat produksi dan produktivitas serta UKM dan IKM berbasis pengolahan hasil subsektor tanaman bahan makanan masih rendah. Beberapa permasalahan lainnya yang terjadi dalam pengembangan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka diantaranya adalah tingginya tingkat persaingan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan, rendahnya tingkat promosi, rendahnya tingkat investasi, dan belum berkembangnya nilai tambah dari komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan. Permasalahan-permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka belumlah optimal.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran adalah dengan melaksanakan kebijakan pengembangan pertanian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Diao et al. (2010)


(32)

7

mengenai peran pertanian dalam pembangunan di Afrika yang menunjukkan bahwa untuk kawasan perdesaan yang berbasis pertanian, pengembangan pertanian merupakan kebijakan yang lebih pro poor dibandingkan dengan pengembangan industri. Pengembangan sektor pertanian terbukti mampu menurunkan jumlah penduduk miskin serta menyerap tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan pengembangan industri.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka untuk mengatasi berbagai isu strategis aspek ekonomi di Kabupaten Majalengka tersebut, peran sektor pertanian yang diwakili oleh subsektor tanaman bahan makanan sangatlah penting. Subsektor tanaman bahan makanan ini merupakan subsektor pertanian yang paling berkembang dari aspek produksi di Kabupaten Majalengka. Hal ini bisa dilihat dari sumbangannya yang paling besar terhadap PDRB diantara subsektor-subsektor pertanian lainnya. Tetapi seberapa besar kekuatan subsektor-subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka mampu mengatasi isu tersebut dan meningkatkan perekonomian Kabupaten Majalengka belum diketahui. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui kondisi dan potensi subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka, peran subsektor ini terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka serta prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Upaya-upaya ini perlu dilakukan dalam rangka memacu pertumbuhan subsektor ini.

Salah satu sasaran pembangunan ekonomi wilayah dalam jangka panjang adalah terjadinya pergeseran struktur ekonomi wilayah yang terjadi sebagai akibat adanya kemajuan pembangunan suatu wilayah. Tidak semua sektor dalam perekonomian wilayah memiliki kemampuan tumbuh yang sama. Kemampuan suatu sektor untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayah tersebut. Salah satu indikasi yang biasa digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengetahui keberadaan sektor basis. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan wilayah perlu memanfaatkan keberadaan sektor-sektor basis ini.

Sektor pembangunan yang strategis dapat dilihat dari besarnya peran dan sumbangannya dalam perekonomian, serta kuatnya keterkaitan secara sektoral


(33)

8

maupun spasial dalam suatu wilayah. Setiap sektor memiliki keterkaitan ke belakang maupun ke depan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sektor-sektor perekonomian lainnya. Semakin kuat keterkaitan suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya akan semakin besar pula pengaruhnya dalam perekonomian suatu wilayah. Oleh karena itu, untuk mengetahui peran dan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan analisis sehingga dapat menyusun arahan pembangunan yang akurat.

Paradigma pembangunan yang berkembang saat ini adalah pembangunan yang melibatkan partisipasi dari stakeholder dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya. Dalam kaitannya dengan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan, stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat petani, pemerintah daerah dan pihak swasta. Keterlibatan seluruh

stakeholder dalam setiap proses pembangunan diharapkan akan lebih menjamin pembangunan berjalan dengan baik, lancar dan aspiratif. Oleh karena itu, dalam menyusun rencana pembangunan subsektor tanaman bahan makanan, pendapat dan persepsi seluruh stakeholder yang terlibat harus diketahui.

Dalam rangka menjadikan subsektor tanaman bahan makanan menjadi sektor strategis di Kabupaten Majalengka sehingga dapat menjawab isu-isu pembangunan bidang ekonomi seperti yang tertuang dalam dokumen RPJMD maka perlu dilakukan kajian mengenai kondisi potensi dan daya saing subsektor tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka, peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka serta hal-hal apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Hasil analisis terhadap kondisi, potensi, daya saing, peran serta persepsi stakeholder

mengenai prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan wilayah Kabupaten Majalengka yang berbasis pertanian.


(34)

9

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan saat ini di Kabupaten Majalengka.

2. Mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan saat ini dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

3. Mengetahui komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka.

4. Mengetahui prioritas pengembangan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka.

5. Merumuskan arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Gambaran dan informasi mengenai peran subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian di Kabupaten Majalengka dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan rencana pembangunan perekonomian wilayah;

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan wilayah berbasis pertanian di Kabupaten Majalengka.

1.5. Kerangka Pemikiran

Perkembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh perkembangan aktivitas-aktivitas ekonominya. Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer

input dan output barang dan jasa antar sektor secara dinamis. Peningkatan perekonomian wilayah dapat dilakukan melalui integrasi berbagai sektor ekonomi yang ada dalam wilayah serta dengan memberdayakan sumberdaya lokal yang ada dalam wilayah itu sendiri.

Setiap wilayah mempunyai sumberdaya yang berbeda-beda, baik jenis, kualitas maupun kuantitasnya. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh suatu


(35)

10

wilayah menyebabkan diperlukan adanya skala prioritas dalam perencanaan pembangunan. Skala prioritas ditetapkan berdasarkan sifat strategis suatu sektor di suatu wilayah. Suatu sektor yang bersifat strategis ditunjukkan dengan besarnya sumbangan sektor tersebut terhadap perekonomian suatu wilayah. Perkembangan sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya (Rustiadi et al. 2009).

Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka merupakan subsektor yang strategis karena menyumbangkan 23,80% terhadap total PDRB Kabupaten Majalengka. Kondisi geografi, topografi dan iklim yang dimiliki oleh Kabupaten Majalengka sangat mendukung untuk pengembangan subsektor tanaman bahan makanan. Topografi Kabupaten Majalengka yang memiliki dataran rendah dan dataran tinggi memungkinkan untuk pengembangan berbagai jenis komoditas pertanian. Potensi sumberdaya alam ini harus dapat dimanfaatkan untuk peningkatan perekonomian wilayah sehingga diharapkan terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Peranan dan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan dalam pembangunan harus dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Dalam perencanaan pengembangannya perlu memperhatikan kondisi, potensi dan daya saing subsektor tanaman bahan makanan serta keberadaan komoditas-komoditas unggulan yang memiliki peluang untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, diperlukan pula keterkaitan antar sektor yang kuat. Keterkaitan antar sektor dapat berupa keterkaitan ke belakang dan ke depan serta efek pengganda atau

multiplier effect.

Keterkaitan antar sektor menjadi penting dalam pengembangan wilayah karena pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap kegiatan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Menurut Todaro (2000) dalam Rustiadi et al. (2009) pembangunan wilayah harus memenuhi tiga komponen dasar yaitu kecukupan memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri ( self-esteem) serta kebebasan (freedom) untuk memilih.


(36)

11

Dengan demikian pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka perlu dikaji untuk mengetahui seberapa besar dan bagaimana peranannya dalam pembangunan Kabupaten Majalengka. Hal ini penting agar upaya pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dapat diarahkan untuk mengoptimalkan potensi lokal yang dimiliki sehingga mampu meningkatkan daya saing komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan (tanaman pangan dan hortikultura) yang pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun kerangka berfikir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan

-Keterkaitan Antar Sektor

-Multiplier Effect

Persepsi Stakeholders

Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan

Makanan Sekarang Kondisi dan Potensi Daya Saing

Subsektor Tanaman Bahan Makanan

- Sektor Basis dan Shift Share

- Komoditas Basis dan Shift Share

Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan

Interpretasi

Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan Kegiatan Pembangunan

Sektor-sektor Perekonomian

Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman

Bahan Makanan

Peta Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan


(37)

12

1.6. Pengertian/Definisi

1. Komoditas Unggulan adalah komoditas yang mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain. Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam

Hendayana (2003) dari sisi penawaran, komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Dalam penelitian ini komoditas unggulan ditetapkan dengan menggunakan metode LQ dan SSA serta analisis input-output.

2. Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 pasal 1). 3. Sektor Strategis adalah sektor yang memiliki sumbangan besar dalam

perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial (Rustiadi, et al. 2009).

4. Keunggulan komparatif (comparative advantage) merupakan keunggulan suatu sektor/komoditas dalam suatu wilayah relatif terhadap sektor/komoditas yang sama pada wilayah lainnya.

5. Metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Metode LQ dapat digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu sektor.

6. Shift Share Analysis (SSA) adalah tehnik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektoral di wilayah tersebut. 7. Evaluasi Kesesuaian Lahan adalah proses untuk menduga potensi

sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya dengan membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan karakteristik lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut (Sitorus, 2004).

8. Evaluasi Ketersediaan Lahan : proses evaluasi untuk menentukan luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk suatu penggunaan lahan yang akan diterapkan. Evaluasi ketersediaan dilakukan dengan mengurangi luas keseluruhan lahan


(38)

13

yang sesuai dengan luas lahan yang sesuai tetapi tidak dapat digunakan karena telah dialokasikan untuk penggunaan lahan yang lain berdasarkan data penggunaan lahan (landuse) serta tidak sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Majalengka.


(39)

(40)

15

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berhubungan dengan program-program pembangunan yang terkait dengan pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada pengembangan kawasan. Pengembangan wilayah mencakup penelaahan keterkaitan antar kawasan. Sementara itu, pengembangaan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan keamanan. (Rustiadi et al., 2009).

Menurut Riyadi (2002), pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antar wilayah dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan karena setiap wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya dan keadaan geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.

Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output

industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis (Rustiadi et al., 2009).


(41)

16

Menurut Tarigan (2008), perencanaan pembangunan wilayah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral dilakukan dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di suatu wilayah. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang dianggap seragam. Pendekatan regional dilakukan dengan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Dalam prakteknya, pengembangan wilayah perlu memadukan kedua pendekatan tersebut untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pengembangan wilayah merupakan suatu bentuk intervensi positif terhadap pembangunan di suatu wilayah. Strategi pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu supply side strategy dan demand side strategy. Strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan pasokan dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya lokal. Strategi demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal. Tujuan strategi ini adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peningkatan taraf hidup masyarakat ini diharapkan akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang non pertanian sehingga dapat mendorong berkembangnya sektor industri dan jasa yang pada akhirnya akan lebih mendorong berkembangnya suatu wilayah (Rustiadi et al., 2009).

Pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2009), karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap daerah maka setiap daerah perlu menetapkan skala prioritas dalam perencanaan pembangunannya. Skala prioritas tersebut didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dll); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak


(42)

17

merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan dan sosial yang ada. Atas dasar pemikiran tersebut maka di setiap wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis karena besarnya sumbangan yang diberikan sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dimana dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak bagi berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di seluruh wilayah sasaran.

Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain : mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward dan backward linkages) yang kuat, mampu bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain (complementary), mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal (Alkadri dan Djajadiningrat, 2002).

Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah seharusnya mengarahkan pengeluaran anggaran kepada sektor-sektor unggulan yang memiliki nilai keterkaitan dan multiplier effect yang besar. Selain itu, investasi pun diharapkan agar diarahkan kepada sektor ungulan sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri antara lain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan wilayah dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana, 2006)

Pengembangan wilayah berbasis pertanian merupakan suatu upaya pengembangan wilayah dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Pengembangan wilayah berbasis pertanian ini diarahkan untuk mengembangkan wilayah-wilayah yang memiliki potensi di bidang pertanian sehingga diharapkan dapat memacu kemajuan pembangunan wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang sebagian besar memiliki mata pencaharian dari kegiatan


(43)

18

pertanian. Strategi pengembangan wilayah berbasis pertanian lebih diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat petani sebagai pelaku pembangunan, bukan hanya mengandalkan investor asing. Hal ini karena investasi asing tersebut kurang bisa memberikan multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat. Salah satu strategi yang yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan konsep agropolitan (Hastuti, 2001).

2.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan

Sektor pertanian sejak tahap awal pembangunan selalu menjadi sektor yang penting dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada kemampuan sektor pertanian dalam berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang cukup besar dan sebagai sumber pendapatan sebagian besar penduduk serta menyediakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi sektor input bagi sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri dan perdagangan. Di samping itu, selama krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997, ternyata sektor tradisional ini yang paling mampu bertahan dan dapat terus memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil kajian Zaini (2005), selama masa krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai nilai netto ekspor positif, yang berarti nilai impornya lebih rendah dibandingkan nilai ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki rasio ketergantungan impor yang rendah sehingga mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang berbasis pada potensi lokal. Hal ini menyebabkan sektor pertanian merupakan sektor yang paling mampu bertahan selama masa krisis ekonomi.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu wilayah serta mampu berperan baik dalam mengurangi terjadinya disparitas ekonomi antar wilayah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Purnamadewi et al. (2010) yang menyebutkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri berbasis pertanian yang didukung dengan pembangunan infrastruktur atau implementasi strategi pembangunan ADLI (Agricultural Development


(44)

Led-19

Industrialisation) menghasilkan dampak terbaik terhadap pertumbuhan ekonomi dan disparitas ekonomi antar wilayah.

Menurut Hermanto (2009), pada dasarnya sektor pertanian dapat menjadi basis pembangunan perekonomian wilayah karena memiliki keterkaitan yang baik dengan sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan (forward linkage) maupun kaitan ke belakang (backward linkage). Besarnya keterkaitan tergantung pada beberapa faktor diantaranya sumberdaya manusia, akses modal, infrastruktur, iklim usaha, sarana prasarana produksi, dll. Semakin kuat keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lain maka posisi sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian suatu wilayah antara lain : (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan; (2) menyediakan bahan baku industri; (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk industri; (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi sektor lain; (5) sumber perolehan devisa; (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan; (7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup (Harianto, 2007).

Sektor pertanian memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan ketahanan pangan, kesejahteraan petani dan menjaga kelestarian hidup. Menurut Sudaryanto dan Rusastra (2006), kemampuan sektor pertanian dalam peningkatan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan ditentukan oleh tiga faktor yaitu : (1) kemampuan mengatasi kedala pengembangan produksi, (2) kapasitas dalam melakukan reorientasi dan implementasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis, (3) keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi usahatani di lahan sawah dengan mempertimbangkan komoditas alternatif non padi seperti palawija dan hortikultura.

Pembangunan yang selama ini hanya mengejar pertumbuhan ekonomi cenderung mengabaikan peran sektor pertanian. Pembangunan pertanian saat ini belum berhasil mengangkat pertanian dan petani pada posisi yang lebih baik. Kesenjangan kesejahteraan antara petani dengan pekerja lain di luar sektor pertanian semakin melebar. Hal ini menyebabkan para generasi muda cenderung


(45)

20

memilih untuk berkerja di luar sektor pertanian sehingga lama kelamaan sektor pertanian ini akan ditinggalkan dan semakin terpuruk. Selain itu, peningkatan produktivitas usahatani dan kualitas produk belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Produk-produk pertanian lokal menjadi kurang memiliki daya saing dengan produk-produk pertanian dari luar.

Sejauh ini peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja, masih menerima beban yang besar dan tidak berimbang dengan alokasi anggaran, sehingga produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif masih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja sektor pertanian akan mempengaruhi adopsi teknologi yang pada akhirnya akan berdampak pada rendahnya produktivitas sektor pertanian.

Dampak negatif lain dari terpuruknya sektor pertanian ini adalah menurunnya tingkat ketahanan pangan, meningkatnya kemiskinan, ketergantungan pada pangan luar menjadi tinggi, industrialisasi yang terjadi input

produksinya sangat tergantung dari bahan baku impor dan meningkatnya pengangguran di perdesaan (Harianto, 2007). Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan tersebut perlu perhatian besar dari pemerintah dalam upaya pembangunan sektor pertanian.

Revitalisasi pertanian yang digalakkan oleh Kementerian Pertanian menitikberatkan pada program ketahanan pangan untuk menjamin adanya ketersediaan pangan yang cukup, mudah diperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat adalah subsektor tanaman bahan makanan. Oleh karena itu pembangunan pertanian subsektor tanaman bahan makanan menjadi sangat penting dalam menunjang program ketahanan pangan. Selain itu, pangan merupakan salah satu hak dasar bagi rakyat (basic entitlement).

Pembangunan subsektor tanaman bahan makanan memiliki potensi yang besar dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari potensinya sebagai penyumbang terbesar terrhadap nilai PDRB suatu wilayah dan subsektor ini merupakan subsektor pertanian yang paling banyak digeluti oleh sebagian besar masyarakat terutama masyarakat pedesaan.


(46)

21

2.3. Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Berlakunya otonomi daerah membawa implikasi bagi setiap pemerintah daerah untuk mampu melihat sektor-sektor yang memiliki keunggulan ataupun kelemahan di wilayahnya. Oleh karena itu setelah berlakunya otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan sektor atau komoditas yang akan menjadi prioritas pengembangan. Sektor atau komoditas yang memiliki keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2008).

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah adalah keberadaan sektor unggulan. Sektor unggulan merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan ini maka diharapkan terdapat efek positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah (Syahidin, 2006). Salah satu alat analisis yang bisa digunakan untuk mengetahui keberadaan sektor unggulan ini adalah teori basis ekonomi.

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Teori ini menyatakan bahwa sektor basis dapat membangun dan memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal sehingga diidentifikasi sebagai mesin ekonomi lokal.

Menurut Rustiadi et al. (2009), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum berkembang. Metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis adalah metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam


(1)

Lampiran 15. (Lanjutan)

Kode

Sektor

9

10

11

12

13

14

15

1

0,00163 0,02627 0,00024 0,20365 0,00330 0,00228 0,02629

2

0,00005 0,01435 0,00001 0,00451 0,00008 0,00005 0,00060

3

0,00004 0,00092 0,00000 0,00217 0,00004 0,00003 0,00031

4

0,00021 0,00205 0,00003 0,01562 0,00031 0,00025 0,00215

5

0,00001 0,00011 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00001

6

0,00012 0,00139 0,00001 0,00631 0,00012 0,00009 0,00090

7

0,00024 0,00355 0,00003 0,02746 0,00045 0,00031 0,00361

8

0,00044 0,00547 0,00005 0,02847 0,00054 0,00040 0,00393

9

1,00944 0,00119 0,00001 0,00215 0,00005 0,00005 0,00455

10

0,00027 1,03419 0,00003 0,01361 0,00027 0,00019 0,00196

11

0,00034 0,00147 1,07080 0,00888 0,12513 0,00441 0,00336

12

0,00840 0,13520 0,00125 1,04824 0,01699 0,01172 0,13531

13

0,00185 0,00321 0,00066 0,00632 1,01000 0,03483 0,00365

14

0,00003 0,00008 0,00003 0,00020 0,00009 1,01145 0,00023

15

0,02684 0,01477 0,00205 0,00350 0,00174 0,00578 1,00283

16

0,01970 0,11165 0,03956 0,15092 0,14421 0,02600 0,16938

17

0,00075 0,00022 0,00007 0,00034 0,00031 0,00034 0,00061

18

0,00943 0,00277 0,00060 0,00376 0,00227 0,00126 0,01209

19

0,00884 0,00896 0,01162 0,01524 0,00664 0,00605 0,01513

20

0,00031 0,00072 0,00029 0,00170 0,00070 0,00148 0,00185

21

0,00056 0,00144 0,00048 0,00216 0,00245 0,00125 0,00346

22

0,00672 0,01694 0,00200 0,01291 0,01059 0,00980 0,01257

23

0,00150 0,00730 0,00240 0,00952 0,00895 0,00274 0,01182

24

0,00773 0,00329 0,00092 0,00335 0,00319 0,01489 0,00659

25

0,00031 0,00037 0,00012 0,00051 0,00065 0,00052 0,00074

26

0,00036 0,00072 0,00015 0,00081 0,00140 0,00273 0,00170

27

0,00002 0,00002 0,00001 0,00002 0,00002 0,00002 0,00003

28

0,01643 0,00450 0,00224 0,00748 0,01551 0,00534 0,01123

Total

1,12257 1,40311 1,13567 1,57981 1,35600 1,14425 1,43689


(2)

Lampiran 15. (Lanjutan)

Kode

Sektor

16

17

18

19

20

21

22

1

0,00173 0,02435 0,02083 0,00446 0,00286 0,00080 0,00102

2

0,00006 0,00114 0,00207 0,00012 0,00008 0,00003 0,00004

3

0,00005 0,00045 0,00279 0,00008 0,00006 0,00002 0,00003

4

0,00031 0,00280 0,00973 0,00050 0,00035 0,00022 0,00028

5

0,00001 0,00052 0,00061 0,00001 0,00001 0,00001 0,00001

6

0,00015 0,00633 0,00718 0,00023 0,00016 0,00006 0,00010

7

0,00025 0,00335 0,00430 0,00063 0,00040 0,00012 0,00016

8

0,00059 0,06287 0,02005 0,00088 0,00062 0,00026 0,00036

9

0,00006 0,00043 0,00027 0,00009 0,00004 0,00002 0,00004

10

0,00034 0,01278 0,01798 0,00052 0,00036 0,00014 0,00022

11

0,00206 0,00310 0,00141 0,00059 0,00037 0,00188 0,00090

12

0,00888 0,12437 0,10693 0,02297 0,01472 0,00409 0,00527

13

0,01600 0,01714 0,00470 0,00324 0,00201 0,01492 0,00689

14

0,00057 0,00087 0,00068 0,00028 0,00024 0,00066 0,00016

15

0,00781 0,00759 0,00250 0,00412 0,00158 0,00076 0,00178

16

1,01828 0,11398 0,09313 0,05016 0,02835 0,00993 0,01330

17

0,00182 1,00043 0,00018 0,00029 0,00051 0,00043 0,00040

18

0,01155 0,00365 1,00172 0,01268 0,00957 0,00360 0,00725

19

0,03218 0,00766 0,00567 1,02801 0,00212 0,00539 0,01752

20

0,00424 0,00193 0,00066 0,01170 1,01665 0,00928 0,00368

21

0,01162 0,00969 0,00167 0,00234 0,00329 1,02865 0,00595

22

0,02936 0,01006 0,00550 0,03424 0,01227 0,04304 1,11121

23

0,06034 0,00751 0,00707 0,00724 0,00292 0,00285 0,00368

24

0,00716 0,01648 0,00314 0,00753 0,01986 0,03131 0,03394

25

0,00162 0,00465 0,00088 0,00409 0,00105 0,00165 0,00762

26

0,00308 0,00336 0,00086 0,00144 0,00181 0,00422 0,00457

27

0,00007 0,00205 0,00054 0,00089 0,00013 0,00198 0,00027

28

0,01823 0,00582 0,00522 0,10376 0,00667 0,02040 0,07570

Total

1,23843 1,45535 1,32829 1,30309 1,12904 1,18669 1,30234


(3)

Lampiran 15. (Lanjutan)

Kode

Sektor

23

24

25

26

27

28

1

0,00428 0,00182 0,00419 0,00954 0,01486 0,00307

2

0,00010 0,00008 0,00027 0,00073 0,00078 0,00008

3

0,00006 0,00006 0,00014 0,00034 0,00145 0,00005

4

0,00048 0,00095 0,00391 0,02611 0,01429 0,00040

5

0,00001 0,00004 0,00013 0,00116 0,00039 0,00001

6

0,00017 0,00023 0,00072 0,00299 0,00118 0,00016

7

0,00059 0,00027 0,00063 0,00138 0,00191 0,00055

8

0,00073 0,00092 0,00195 0,01577 0,00432 0,00064

9

0,00059 0,00005 0,00020 0,00014 0,00016 0,00028

10

0,00037 0,00050 0,00116 0,00547 0,00130 0,00036

11

0,00074 0,00084 0,00138 0,00087 0,00119 0,00086

12

0,02201 0,00936 0,02156 0,04883 0,07071 0,01580

13

0,00268 0,00610 0,00933 0,00386 0,00519 0,00590

14

0,00037 0,00038 0,00048 0,00048 0,00061 0,00025

15

0,12685 0,00587 0,03297 0,00816 0,00223 0,00297

16

0,02937 0,02046 0,04176 0,07281 0,05852 0,05815

17

0,00041 0,00068 0,00180 0,00023 0,00018 0,00023

18

0,00398 0,01540 0,03793 0,00591 0,00774 0,00816

19

0,01034 0,01190 0,01689 0,00569 0,00642 0,00791

20

0,00330 0,00899 0,00970 0,00118 0,00251 0,00189

21

0,00503 0,00817 0,00373 0,00640 0,00251 0,00180

22

0,04947 0,07178 0,01474 0,01346 0,02009 0,00899

23

1,01045 0,00573 0,00470 0,00616 0,00687 0,01671

24

0,03024 1,02026 0,00878 0,01704 0,01423 0,00913

25

0,01631 0,02586 1,00387 0,00461 0,00274 0,00100

26

0,00266 0,02486 0,00639 1,03518 0,05664 0,00410

27

0,00004 0,00009 0,00006 0,00166 1,04938 0,00002

28

0,02934 0,03261 0,04400 0,01088 0,00945 1,00526

Total

1,35097 1,27428 1,27339 1,30703 1,35785 1,15476


(4)

Lampiran 16. Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Padi Sawah Irigasi (

Oryza sativa

)

S1

S2

S3

S4

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (

0

C)

24 - 29

22 - 24

18 - 22

< 18

29 - 32

32 - 35

> 35

Ketersediaan air (wa)

Kelembapan (%)

33 - 90

30 - 33

< 30 ; <90

Media perakaran (rc)

Drainase

agak terhambat,

terhambat,

sangat terham-

cepat

sedang

baik

bat agak cepat

Tekstur

halus, agak halus

sedang

agak kasar

kasar

Bahan kasar (%)

< 3

3 - 15

15 - 35

> 35

Kedalaman tanah (cm)

> 50

40 - 50

25 - 40

< 25

Gambut :

Ketebalan (cm)

< 60

60 - 140

140 - 200

> 200

Ketebalan (cm) Jika ada

< 140

140 - 200

200 - 400

> 200

sisipan bahan mineral/

pengkayaan

Kematangan

saprik

+

saprik,

hemik,

fibrik

hemik

+

fibrik

+

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol)

> 16

≤ 16

Kejenuhan basa (%)

> 50

35 - 50

< 35

pH H

2

O

5,5 - 8,2

4,5 - 5,5

< 4,5

8,2 - 8,5

> 8,5

C-organik (%)

0,8 - 1,5

< 0,8

Tosisitas (xc)

Salinitas (dS/m)

< 2

2 - 4

4 - 6

> 6

Sodisitas (xn)

Alkalinitas /ESP (%)

< 20

20 - 30

30 - 40

> 40

Bahaya sulfidik (xs)

Kedalaman sulfidik (cm)

> 100

75 - 100

40 - 75

< 40

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)

< 3

3 - 5

5 - 8

> 8

Bahaya erosi

sangat rendah

rendah

sedang

berat

Bahaya banjir (fh)

Genangan

F0,F11,F12 F13,F22,33 F14,F24,F34 F15,F25

F21,F23,F31,F32 F41,F42,43 F44 F35,F45

Penyiapan lahan (lp)

Batuan dipermukaan (%)

< 5

5 - 15

15 - 40

> 40

Singkapan batuan (%)

< 5

5 - 15

15 - 25

> 25

keterangan :

Saprik+ , hemik

+

,fibrik

+

= saprik, hemik, fibrik dengan sisipan bahan mineral/pengkayaan

Persyaratan penggunaan lahan/

karateristik lahan


(5)

Lampiran 17. Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Jagung (

zea mays

)

S1

S2

S3

S4

Temperatur (tc)

20 - 26

-

16 - 20

< 16

Temperatur rerata (

0

C)

26 - 30

30 - 32

> 32

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan tahunan (mm)

500 - 1.200

1.200 - 1.600

> 1.600

400 - 500

300 - 400

< 300

Kelembaban (%)

> 42

36 - 42

30 - 36

< 30

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase

baik, agak

agak cpat,

terhambat

hangat

terham-terhambat

sedang

bat, cepat

Media perakaran (rc)

Tekstur

halus, agak

-

agak kasar

kasar

halus, sedang

Bahan kasar (%)

< 15

15 - 35

35 - 55

> 55

Kedalaman tanah (cm)

> 60

40 - 60

25 - 44

< 25

Gambut :

Ketebalan (cm)

< 60

60 - 140

140 - 200

> 200

Ketebalan (cm) Jika ada

< 140

140 - 200

200 - 400

> 400

sisipan bahan mineral/

pengkayaan

Kematangan

saprik

+

saprik,

hemik

fibrik

hemik

+

fibrik

+

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol)

> 16

≤ 16

Kejenuhan basa (%)

> 50

35 - 50

<3 5

pH H

2

O

5,8 - 7,8

5,5 - 5,8

< 5,5

7,8 - 8,2

> 8,2

C-organik (%)

> 0,4

≤ 0,4

Tosisitas (xc)

Salinitas (dS/m)

< 4

4 - 6

4 - 8

> 8

Sodisitas (xn)

Alkalinitas /ESP (%)

<15

15 - 20

20 - 25

> 25

Bahaya sulfidik (xs)

Kedalaman sulfidik (cm)

>100

75 - 100

40 - 75

< 40

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)

<8

8 - 16

16 - 30

> 30

Bahaya erosi

sangat rendah rendah-sedang

berat

sangat berat

Bahaya banjir (fh)

Genangan

F0

-

F1

> F2

Penyiapan lahan (lp)

Batuan dipermukaan (%)

< 5

5 - 15

15 - 40

> 40

Singkapan batuan (%)

< 5

5 - 15

15 - 25

> 25

Persyaratan penggunaan

lahan/ karateristik lahan


(6)

Lampiran 18. Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Mangga (

Mangifera indica L

.)

S1

S2

S3

N

Te mperatur (tc)

22 - 28

28 - 34

34 - 40

> 40

Temperatur rerata (

0

C)

18 - 22

15 - 18

< 15

Kete rsediaan air (wa)

Curah hujan tahunan (mm)

1.250 - 1.750

1.750 - 2.000

2.000 - 2.500

>2.500

1.000 - 1.250

750 - 1.000

<750

Kelembaban (%)

36 - 42

30 - 36

<30

Kete rsediaan oksigen (oa)

Drainase

baik, sedang

agak terhambat

terhambat,

sangat

terham-agak terhambat

bat, sepat

Media perakaran (rc)

Tekstur

sedang, agak

-

agak kasar

kasar

halus, halus

Bahan kasar (%)

< 15

15 - 35

35 - 55

> 55

Kedalaman tanah (cm)

> 100

75 - 100

50 - 75

<50

Gambut :

Ketebalan (cm)

< 60

60 - 140

140 - 200

> 200

Ketebalan (cm) Jika ada

<140

140 - 200

200 - 400

> 400

sisipan bahan mineral/

pengkayaan

Kematangan

saprik

+

saprik

hemik

fibrik

hemik

+

fibrik

+

Rete nsi hara (nr)

KTK liat (cmol)

> 16

≤ 16

Kejenuhan basa (%)

> 35

20 - 35

< 20

pH H

2

O

5,5 - 7,8

5,0 - 5,5

< 5,0

7,8 - 8,0

> 8,0

C-organik (%)

> 1,2

0,8 - 1,3

< 0,8

Tosisitas (xc)

Salinitas (dS/m)

< 4

4 - 6

6 - 8

> 8

Sodisitas (xn)

Alkalinitas /ESP (%)

< 15

15 - 20

20 - 25

> 5

Bahaya sulfidik (xs)

Kedalaman sulfidik (cm)

> 125

100 - 125

60 - 100

<60

Bahaya erosi (e h)

Lereng (%)

< 8

8 - 16

16 - 30

>30

Bahaya erosi

Sr

rendah - sedang

berat

sangat berat

Bahaya banjir (fh)

Genangan

F0

-

-

> F0

Penyiapan lahan (lp)

Batuan dipermukaan (%)

< 5

5 - 15

15 - 40

> 40

Singkapan batuan (%)

< 5

5 - 15

15 - 25

> 25

Persyaratan penggunaan

lahan/ karateristik lahan