Pengaruh Pupuk Kandang dan NPK pada Tanaman Suweg, Talas, dan Iles-Iles

PENGARUH PUPUK KANDANG DAN NPK PADA TANAMAN
SUWEG, TALAS, DAN ILES-ILES

RIRI NURDIANTI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk
Kandang dan NPK pada Tanaman Suweg, Talas, dan Iles-Iles adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Riri Nurdianti
NIM A24062719

ABSTRAK
RIRI NURDIANTI. Pengaruh Pupuk Kandang dan NPK pada Tanaman Suweg,
Talas, dan Iles-Iles. Dibimbing oleh EDI SANTOSA.
Umbi-umbian memiliki peranan penting dalam meningkatkan ketahanan
pangan di Indonesia. Guna memantapkannya, diperlukan adanya peningkatan
produktivitas dan kualitas. Produktivitas dan kualitas dapat ditingkatkan melaui
pemberian pupuk yang tepat. Tujuan penelitian ini ialah mempelajari pengaruh
pupuk kandang dan NPK pada tanaman suweg, talas, dan iles-iles. Penelitian
dilaksanakan di Kebun Cikabayan IPB mulai Desember 2009 sampai Juli 2010.
Bahan yang digunakan yaitu umbi suweg, iles-iles, dan bibit talas. Rancangan
yang digunakan ialah petak terbagi dengan dua faktor. Petak utama pupuk
kandang dengan tiga taraf yaitu 0 ton/ha, 5 ton/ha, dan 10 ton/ha. Anak petak
perbandingan dosis pupuk NPK dengan empat taraf yaitu 0:0:0 kg/ha, 100:60:80
kg/ha, 125:60:100 kg/ha, dan 150:60:120 kg/ha. Penelitian menunjukkan adanya

interaksi nyata pupuk kandang dan NPK pada suweg untuk peubah jumlah daun,
tinggi daun, diameter daun, dan bobot basah umbi. Pemberian pupuk kandang 10
ton/ha dengan tanpa NPK menghasilkan bobot basah umbi suweg tertinggi. Pada
talas dan iles-iles terdapat interaksi pupuk kandang dan NPK pada peubah jumlah
dan tinggi daun. Pada iles-iles juga terdapat interaksi pada peubah diameter daun,
dan lebar rachis.
Kata kunci : Amorphophallus, Araceae, pertumbuhan vegetatif, pupuk kotoran
kambing, tinggi tanaman

ABSTRACT
RIRI NURDIANTI. Effects of Manure and NPK Fertilizer for Suweg, Taro, and
Iles-Iles. Supervised by EDI SANTOSA.
Tuber crops play important role in food security status in Indonesia. In
order to increase productivity, study was conducted on suweg, taro, and iles-iles
treated with manure and NPK fertilizers. Research was carried out in Cikabayan,
University Farm of IPB from December 2009 to July 2010. Tubers were planted
under 50% shading net. Split plot design with two factors was used in this reseach.
Goat manure with three levels, i.e., 0 ton/ha, 5 ton/ha, dan 10 ton/ha was
determined as main plot. As subplot, NPK fertilizers, was applied at four levels,
i.e., zero, 100:60:80 kg/ha, 125:60:100 kg/ha, and 150:60:120 kg/ha. The results

showed that there was interaction between manure and NPK on leaf number,
petiole height, petiole diameter, and fresh mass of suweg. Aplication of 10 tons/ha
of manure without NPK produced the highest fresh mass of suweg corm.
Interaction was significant for leaf number and petiol height of taro and iles-iles,
and petiol diameter and rachis length of iles-iles. There was not interaction
between manure and NPK fertilizer for fresh mass corm of both taro and iles-iles.
Keywords : Amorphophallus, Araceae, goat manure, plant height, vegetative
growth

PENGARUH PUPUK KANDANG DAN NPK PADA TANAMAN
SUWEG, TALAS, DAN ILES-ILES

RIRI NURDIANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Kandang dan NPK pada Tanaman Suweg, Talas,
dan Iles-Iles
Nama
: Riri Nurdianti
NIM
: A24062719

Disetujui oleh

Dr Ir Edi Santosa, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Aspek yang
dipilih dalam penelitian ini ialah pemupukan, dengan judul Pengaruh Pupuk
Kandang dan NPK pada Tanaman Suweg, Talas, dan Iles-Iles.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Edi Santosa, MSi selaku
pembimbing, serta Bapak Dr Ir Fred Rumawas yang telah menyediakan bahan
tanam. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Winarso D
Widodo, MS selaku dosen akademik. Terima kasih kepada Bapak Yanto yang
telah banyak membantu di lahan penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, adik, dan teman-teman atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

Riri Nurdianti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN



Latar Belakang




Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian



Hipotesis



TINJAUAN PUSTAKA



BAHAN DAN METODE




Tempat dan Waktu



Alat



Prosedur Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum





Persentase Pertumbuhan

11 

Suweg

12 

Talas

17 

Iles-Iles

20 

SIMPULAN DAN SARAN

26 


Simpulan

26 

Saran

26 

DAFTAR PUSTAKA

27 

RIWAYAT HIDUP

29 

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Ciri-ciri morfologi umbi suweg dan iles-Iles
Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen vegetatif suweg
Jumlah daun tanaman suweg pada perlakuan pupuk kandang dan
NPK
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap jumlah daun tanaman
suweg pada 4 MST
Tinggi tanaman suweg pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap tinggi tanaman suweg
pada 8 MST dan 16 MST
Diameter petiol tanaman suweg pada kombinasi perlakuan pupuk
kandang dan NPK pada umur 4 MST
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap diameter petiol suweg
pada 8 MST
Lebar rachis suweg pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Bobot basah umbi suweg pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap bobot basah umbi suweg
Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen vegetatif talas
Jumlah daun talas pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap jumlah daun talas pada
12 MST
Tinggi tanaman talas pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Diameter petiol talas pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap diameter petiol talas
pada 12 MST
Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen vegetatif iles-iles
Jumlah daun iles-iles pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap jumlah daun iles-iles
pada 8 MST
Tinggi tanaman iles-iles pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Diameter petiol iles-iles pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap diameter petiol iles-iles
pada 20 MST
Lebar rachis iles-iles pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Interaksi pupuk kandang dengan NPK terhadap lebar rachis iles-iles
pada 16 MST
Bobot basah umbi iles-iles pada perlakuan pupuk kandang dan NPK


12 
13 
14 
14 
15 
15 
16 
16 
17 
17 
18 
18 
19 
19 
20 
20 
21 
22 
22 
23 
24 
24 
25 
25 
26 

DAFTAR GAMBAR
1

Bibit talas yang digunakan dalam penelitian. Bibit umbi talas
berukuran besar (A), sedang (B), dan kecil (C)
2 Bibit suweg yang digunakan dalam penelitian. Bibit umbi suweg
ukuran utuh (A), bibit umbi suweg satu per empat bagian (B),
bibit umbi suweg setengah bagian (C)
3 Bibit umbi iles-iles yang digunakan dalam penelitian berasal dari
bulbil yang telah berkecambah
4 Cara pengukuran peubah vegetative tanaman talas. Jumlah daun
(A), tinggi tanaman (B), dan diameter petiol (C) pada tanaman
talas
5 Cara pengukuran peubah vegetatif tanaman talas dan iles-iles.
Jumlah daun (A), diameter petiol (B), lebar rachis (C), dan tinggi
tanaman (D)
6 Hama yang ditemukan pada tanaman suweg. Laba-laba
penggulung daun (A), dan belalang hijau (B)
7 Hama yang umum menyerang tanaman talas. Spilostethus hospes
(A), kutu daun (B), dan ulat grayak (C)
8 Gulma yang tumbuh di lahan penelitian. Babadotan (A), dan
jabung (B)
9 Penampilan tanaman yang terserang cendawan. Hifa Sclerotium
rolfsii (A), serangan awal cendawan (B), tanaman busuk kering
(C)
10 Penyakit hawar daun pada tanaman talas
11 Grafik persentase pertumbuhan tanaman talas (
), suweg
(
), dan iles-iles (
)








10 
10 
10 
11 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Pertumbuhan iles-iles di lapang pada 2 MST (A), 4 MST (B), 8
MST (C), 10 MST (D)
Pertumbuhan talas di lapang pada 2 MST (A), 4 MST (B), 8 MST
(C), 10 MST (D)
Pertumbuhan suweg di lapang pada 2 MST (A), 4 MST (B), 8
MST (C), 10 MST (D)
Tunas suweg (A) dan daun keluar dari seludang (B)
Bulbil iles-iles
 

30 
30 
30 
31 
31 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan pangan nasional setiap tahun terus bertambah seiring dengan
pertambahan penduduk. Sumber karbohidrat masyarakat Indonesia umumnya
berasal dari tanaman pangan biji seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan.
Konsumsi pangan masyarakat Indonesia per kapita per tahun untuk beras
mencapai 130-139 kg, jagung 62 kg, dan kedelai 9.1 kg. Badan Pusat Statistik
memperkirakan penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa pada tahun 2013.
Berdasarkan data ini dapat diperkirakan kebutuhan beras, jagung, dan kedelai
Indonesia berturut-turut mencapai 34 juta ton, 15.5 juta ton, dan 2.3 juta ton.
Kemandirian bangsa terhadap ketahanan pangan perlu ditingkatkan. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia
mengimpor beras sebesar 1.8 juta ton, jagung 1.7 juta ton, dan kedelai 1.9 juta
ton. Wahyuningsih (2013) menyatakan bahwa guna mengurangi impor dan
meningkatkan ketahanan pangan, salah satunya adalah dengan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal diantaranya
umbi-umbian.
Indonesia memiliki ragam tanaman umbi-umbian yang secara turun
temurun digunakan sebagai tanaman pangan seperti talas (Colocasia esculenta),
suweg (Amorphophallus paeoniifolius Denn. Nilcolson), dan iles-iles
(Amorphophallus muelleri). Tanaman tersebut tersebar merata di Indonesia.
Menurut Sugiyama dan Santosa (2008) talas banyak dibudidayakan di
pekarangan dan pinggiran sawah sedangkan iles-iles dan suweg banyak
dikembangkan di areal hutan secara tumpangsari atau di pekarangan. Umbiumbian tersebut di atas adaptif terhadap naungan. Kesesuaian agronomi
tersebut menjadikan nilai ekonomi dari ketiga komoditas ini pun cukup tinggi.
Hartati dan Prana (2003) mengungkapkan, di Indonesia, talas cukup populer
sebagai bahan makanan dan produksinya cukup tinggi terutama di wilayah
Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang dan Malang) yang merupakan sentra-sentra
produksi talas. Widiyanti (2008) menyatakan bahwa produktivitas talas di
Kabupaten Bogor pada tahun 2006 mencapai 10 ton/ha.
Selain dikonsumsi dengan proses sederhana, umbi talas dapat diolah
menjadi tepung talas dan dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku industri
(Sunarti et al. 2004). Umbi talas mengandung pati sebesar 18.2% dan gula
sekitar 1.42% (Onwueme 1975). Umbi talas banyak dijadikan olahan makanan
seperti keripik dan biskuit di Indonesia. Menurut Greenwell (1947) dalam
Sunarti et al. 2004 tepung talas dapat menghasilkan produk yang lebih awet
karena kemampuan mengikat airnya tinggi.
Irianto (2001) melaporkan rata-rata produktifitas iles-iles di Madiun
sebesar 1.3 ton/ha. Bupati Madiun Muhtarom menuturkan bahwa produksi ilesiles di Madiun mencapai rata-rata 8100 ton per tahun dengan luas areal tanam
sekitar 1380 hektar (Perum Perhutani 2013). Indonesia sudah mengkespor ilesiles dalam bentuk gaplek atau tepung ke Jepang, Malaysia, Korea, Australia,
Pakistan, Inggris, dan Italia. Berdasarkan data BPS Indonesia mengekspor ilesiles pada tahun 2003 sebesar 267 ribu ton dengan nilai US$386 ribu.

2
Berbeda dengan talas dan suweg yang kaya akan pati, umbi iles-iles
banyak mengandung glukomannan. Syaefullah (1990) mengungkapkan
glukomannan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat makanan, bahan
baku industri, obat-obatan, kosmetik, kertas, tekstil, karet sintesis, dan
campuran pakan ternak. Setiasih (2008) menambahkan glukomannan juga
bermanfaat sebagai sumber bahan makanan diet, dapat melancarkan proses
pencernaan, dan menurunkan kadar kolesterol darah.
Produktifitas umbi segar suweg berkisar antara 30-200 ton/ha (Deptan
[tahun tidak diketahui]). Suweg masih menjadi makanan pokok beberapa
masyarakat di beberapa negara seperti Filipina, Indonesia, Banglades, dan
terutama India.
Perumusan Masalah
Umbi suweg, talas dan iles-iles merupakan umbi batang yang telah turun
temurun dimanfaatkan sebagai sumber pangan di Indonesia. Umbi suweg
banyak mengandung pati yang bisa dimanfaatkan sebagai pangan karbohidrat
non beras. Talas banyak digunakan sebagai salah satu makanan pokok di
Negara mikronesia seperti Hawai, Samoa, dan Vanuatu. Selain mengandung
pati, talas juga banyak mengandung vitamin dan mineral sehingga penduduk
lokal memanfaatkan sebagai obat-obatan. Demikian juga suweg dan iles-iles,
selain kandungan pati dan glukomanan pada umbinya, daun dan batang
semunya banyak digunakan sebagai desinfektan. Daun-daun yang masih muda
sering digunakan sebagai sayur seperti di Thailand, Jawa dan India.
Manfaat yang dimiliki suweg, talas, dan iles-iles membuat ketiga
komoditas ini sangat potensial untuk dibudidayakan. Tidak tersedia data
statistik mengenai luas areal budidaya secara komersial di Indonesia untuk
ketiga jenis tanaman tersebut, namun mengingat sebarannya yang demikian
luas dari Sabang sampai Merauke, luas aktualnya sangat besar.
Sugiyama dan Santosa (2008) mencatat bahwa luas tanam untuk talas, iles-iles,
dan suweg diperkirakan berturut-turut adalah lebih dari 10 000 ha, 4 000 ha,
dan lebih dari 10 000 ha, namun luas panen untuk ketiga komoditas tersebut
masih sangat kecil dibawah 1 %. Kesenjangan antara luas areal tanam dengan
luasan panen dikarenakan ketiga komoditas ini masih dipandang sebagai
pangan lokal sehingga umbi dibiarkan di dalam tanah sebagai food bank.
Sebagai pangan lokal, cara pembudidayaanya sangat sederhana. Bahkan
Sugiyama dan Santosa (2008) menyatakan tanpa pemberian input seperti
pupuk. Dalam rangka peningkatan produksi dan kualitas, aspek pemupukan
memegang peranan penting. Penelitian yang dilakukan Setiasih (2008)
menunjukkan bahwa pemupukan mempengaruhi produktivitas iles-iles.
Pemberian pupuk organik bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar
umbi dapat lebih maksimal. Pemberian organik dikuti dengan pupuk anorganik
seperti NPK untuk menjamin pengisian umbi secara lebih baik. Walaupun
Jansen et al. (1996) telah merekomendasikan dosis pupuk organik untuk suweg
dan iles-iles ialah sebanyak 20-25 ton/ha, dosis pupuk NPK sebanyak 100 kg
N/ha, 80 kg P2O5 /ha, dan 100 kg K2O /ha, namun dalam implementasinya
sangat bergantung pada jenis tanah dan agroekologi tanaman. Dengan

3
demikian, penelitian ini penting dilakukan dalam rangka mencari kombinasi
dosis pupuk yang tepat dan mudah diadopsi oleh petani.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari respon tanaman suweg,
talas, dan iles-iles terhadap pemberian pupuk kandang dan NPK.
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh pupuk organik dan NPK terhadap pertumbuhan tanaman
suweg (A. paeoniifolius), talas (C. esculenta) dan iles-iles (A. muelleri).
2. Terdapat pengaruh interaksi pupuk organik dan kombinasi pupuk NPK
terhadap pertumbuhan tanaman suweg, talas dan iles-iles.
3. Terdapat dosis pupuk organik dan pupuk NPK terbaik untuk pertumbuhan
tanaman suweg, talas dan iles-iles.

TINJAUAN PUSTAKA
Suweg (Amorphophallus paeoniifolius)
Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) merupakan
tanaman herba parennial, berumbi telanjang, berbentuk globose, membesar
seiring kedewasaan dan mengandung kristal kalsium oksalat. Diameter umbi
rata-rata 8 cm dengan bobot 3 kg pada umur 3 tahun. Tanaman suweg masuk
ke dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledonae, keluarga Araceae, dan
golongan Amorphophallus (Jansen et. al 1996).
Tinggi tanaman suweg bisa mencapai lebih dari 1 m, memiliki berbatang
semu lunak berwarna hijau dengan bentuk silindris, dan membentuk umbi
dibagian bawahnya. Petiol memiliki bercak putih dan hijau membulat.
Daunnya soliter, helaian daun terbelah menjadi tiga, ditengah helaian daun
(tripartit). Perbedaan morfologi A. paeoniifolius dengan A. muelleri dapat di
lihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ciri-ciri morfologi umbi suweg dan iles-Iles
Suweg
Iles-Iles
Karakter
(A. paeoniifolius)
(A. muelleri)
Warna kulit umbi
cokelat tua
cokelat keabuan
Kadar mannan
rendah
tinggi
Warna daging umbi
orange sampai merah
kuning
Diameter pati (mikron) :
Kelompok :
20 s.d 30
22 s.d 30
Tunggal :
10 s.d 15
2 s.d 3
Bentuk Ca-oksalat
jarum
jarum
Sumber : Ohtsuki (1968)

4
Perbanyakan tanaman biasanya dilakukan menggunakan umbi, irisan
mata tunas, ataupun kultur jaringan. Perbanyakan menggunakan irisan mata
tunas adalah cara yang paling efisien dari sisi penyediaan bahan tanam (Jansen
et al. 1996). Perbanyakan menggunakan irisan mata tunas membutuhkan 9-10
bulan untuk umbi bisa di panen, namun jika ditanam menggunakan umbi,
panen sudah bisa dilakukan setelah 4-5 bulan (Sastrapradja et.al. 1977).
Talas (Colocasia esculenta)
Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) tergolong tumbuhan berbiji
(Spermatophyta) yang bijinya tertutup (Angiospermae). Talas termasuk dalam
famili Araceae yang merupakan tanaman sepanjang tahun (Prihatman 2000).
Talas dapat hidup pada lahan kering maupun basah dan dapat dijumpai mulai dari
dataran rendah hingga dataran tinggi (Rauf dan Lestari 2009).
Talas sudah banyak dimanfaatkan di Indonesia. Hartati dan Prana (2003)
menyatakan bahwa Bogor, Sumedang, dan Indonesia bagian timur merupakan
sentra tanaman talas dan pemanfaatannya sudah berkembang. Sekarang ini
selain digunakan sebagai keripik, umbi talas banyak dijadikan tepung untuk
kemudian diolah menjadi beragam jenis makanan.
Umbi talas dapat diolah menjadi tepung talas dan dimanfaatkan lebih
lanjut sebagai bahan baku industri (Sunarti et al. 2004). Karbohidrat pada umbi
talas sebagain besar merupakan komponen pati, sedangkan lainnya adalah
pentosa, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi. Umbi talas
mengandung pati sebesar 18.2% dan gula sekitar 1.42% (Onwueme 1975).
Iles-iles (Amorphophallus muelleri)
Iles-iles (Amorphophallus melleri (L.) Blume) bertangkai daun warna
hijau dan berbintik putih, tingginya dapat mencapai 40-80 cm dengan diameter
1 - 5 cm. Tanaman iles-iles termasuk ke dalam divisi Anthopyta, kelas
Monocotyledoneae, keluarga Araceae, dan kelompok Amorphophallus (Jansen
et al. 1996).
Iles-iles secara morfologi mirip suweg. Ciri khas iles-iles pada setiap
helai daun terdapat bulbil. Tanaman mulai berbunga setelah 3 tahun dan
perbungaannya keluar secara bergantian antara daun dan bunga (Sastrapradja et
al. 1977). Jansen et. al (1996) menyatakan bahwa warna umbi coklat,
sedangkan dalamnya kuning.
Iles-iles dapat tumbuh pada tanah dengan pH sedikit asam (pH 5.6-6.5)
sampai netral (pH 6.6-7.5) (Sumarwoto 2004). Naungan 50-60% diperlukan
untuk mencapai produksi umbi yang tinggi (Jansen et al. 1996). Rosman et al.
(1994) menyatakan bahwa pada musim kemarau umbi mengalami masa
dorman dengan ditandai matinya batang dan daun. Umbi iles-iles mengandung
glukomannan yang merupakan polimer dari D-mannosa dan D-glukosa
(Sunarti et. al 2004).

5

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm,
IPB, Dramaga (240 m di atas permukaan laut (dpl)) pada Desember 2009
sampai dengan Juli 2010. Penelitian di lapang menggunakan tanah asli yaitu
latosol Darmaga.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit talas, umbi iles-iles, dan
umbi suweg. Bibit talas yang digunakan untuk tiap ulangan berbeda ukuran
(Gambar 1). Ulangan pertama menggunakan bibit talas yang berukuran besar
(diameter umbi 3.5-4 cm). Ulangan kedua menggunakan bibit talas berukuran
sedang (diameter umbi 3-3.5 cm), dan pada ulangan ketiga menggunakan bibit
talas berukuran kecil (diameter umbi 2-3 cm).

Gambar 1

Bibit talas yang digunakan dalam penelitian. Bibit
umbi talas berukuran besar (A), sedang (B), dan
kecil (C)

Bibit umbi suweg yang digunakan berbeda ukuran pada tiap ulangannya
tetapi memiliki bobot yang sama yaitu sekitar 100 g (Gambar 2). Pada petak
ulangan pertama menggunakan bibit umbi suweg yang utuh. Pada petak
ulangan kedua, ukuran umbi yang digunakan merupakan setengah kali dari
ukuran umbi utuh. Sedangakan pada petak ulangan ketiga, ukuran umbi satu
per empat kali dari ukuran umbi utuh. Bibit iles-iles umumnya menggunakan
umbi yang berukuran seragam yang berasal dari bulbil dengan bobot rata-rata
20-30 g (Gambar 3).

6

Gambar 2

Bibit suweg yang digunakan dalam penelitian.
Bibit umbi suweg ukuran utuh (A), bibit umbi
suweg satu per empat bagian (B), bibit umbi suweg
setengah bagian (C)

Gambar 3

Bibit umbi iles-iles yang digunakan dalam
penelitian berasal dari bulbil yang telah
berkecambah

Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang kambing, pupuk urea
(N 46%), SP-36 (P2O5 36%), KCl (K2O 60%), Dithane M45 digunakan untuk
merendam bahan tanam sebelum ditanam di lahan, Furadan 3G, dan paranet
dengan intensitas radiasi matahari dikurangi 50% dari penyinaran.
Alat
Alat yang digunakan antara lain timbangan, meteran, cangkul, koret,
penggaris, dan ember.
Prosedur Analisis Data
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan petak
terbagi dengan dua faktor. Faktor pertama ialah adalah pupuk organik dengan
tiga taraf yaitu P0 = tanpa pupuk kandang, P1 = 5 ton/ha, dan P2 = 10 ton/ha.
Faktor kedua adalah pupuk NPK dengan empat taraf. NPK diberikan sebagai
pupuk tunggal yang diberikan dalam waktu bersamaam. Sumber N diberikan
dalam bentuk urea (N 45%), P dalam bentuk P2O5 dari SP-36 (P2O5 36%), dan

7
K dalam bentuk K2O dari KCl (K2O 60%). Kombinasi pupuk tunggal yang
digunakan A0 = tanpa pupuk, A1 = 100:60:80 kg/ha, A2 = 125:60: 100 kg/ha,
dan A3 = 150:60:120 kg/ha. Terdapat 12 kombinasi perlakuan pada setiap
petak utama dengan 3 ulangan pada setiap perlakuan. Sehingga terdapat 108
satuan percobaan.
Luas satu petak percobaan adalah 2.5 m x 1 m = 2.5 m2. Setiap petak
percobaan terdiri atas 10 tanaman sehingga total tanaman ialah 1080 tanaman
yang terdiri dari 360 talas, 360 iles-iles, dan 360 suweg. Seluruh tanaman
diamati dalam penelitian ini.
Model statistik yang digunakan untuk rancangan petak terbagi tersebut
adalah :
Yijl = µ + Ai + γil + Bj + (AB)ij + δijl
Keterangan :
Yijl
= hasil pengamatan pada ulangan ke-n, pupuk organik ke-i dan
pupuk NPK ke-j;
µ
= rataan umum
Ai
= pengaruh pupuk organik ke-i; i=1, 2, 3
= galat petak utama
γil
Bj
= pengaruh pupuk anorganik ke-j; j=1, 2, 3, 4
= pengaruh interaksi pupuk organik ke-i dan pupuk anorganik ke-j
(AB)ij
= galat anak petak
δijl
Data yang didapat dari hasil pengamatan diolah dengan uji F pada taraf
5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Jika hasil rataan setiap perlakuan
berbeda nyata akan dilakukan uji lanjut lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
selang kepercayaan 5%.
Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan lahan dan pemasangan
paranet 50%. Bibit talas yang digunakan diseragamkan dengan menyisakan
satu daun termuda saat tanam, sedangkan umbi iles-iles dan suweg yang
digunakan ialah yag sudah memiliki tunas setinggi 3-4 cm.
Sebelum ditanam umbi bibit talas, iles-iles, dan suweg dicelupkan ke
dalam larutan Dithane M45 2%. Penanaman dilakukan pada jarak tanam
segitiga sama sisi 50 cm x 50 cm x 50 cm. Kedalaman lubang tanam yang
digunakan sebesar 20 cm x 20 cm x 20 cm.
Umbi bibit ditanam pada lubang tanam dengan mata tunas menghadap ke
atas. Furadan 3G sebanyak 2 g/tanaman diberikan bersamaan dengan
penanaman. Pemberian pupuk kandang dilakukan pada saat tanam di setiap
lubang tanam. Pupuk NPK diberikan setengah bagian pada 2 minggu setelah
tanam (MST) dan sisanya diberikan pada 8 MST. Aplikasi NPK pada 2 MST
ditaburkan 10 cm sekeliling tanaman, dan pada 8 MST ditaburkan 15-20 cm
sekeliling tanaman.
Pembumbunan dilakukan setiap tiga pekan. Posisi umbi setelah
pembumbunan pertama berada sekitar 10-12 cm di bawah permukaan tanah,
pada pembumbunan kedua berada sekitar 15 cm di bawah permukaan tanah.

8
Penyiraman dilakukan setiap tiga hari sekali, kecuali jika terjadi hujan dengan
intensitas ≥ 20 mm/hari. Penyiangan gulma dilakukan setiap dua minggu
secara manual.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi dan manual
sesuai keperluan. Pengamatan vegetatif dilakukan setiap dua mingu sekali pada
lima tanaman contoh dari setiap satuan percobaan yang ditentukan secara acak
pada 2 MST. Peubah yang diamati ialah pertumbuhan tanaman, tinggi tanaman,
jumlah daun, diameter batang, lebar rachis, dan bobot panen. Untuk bobot
panen yang diamati pada semua tanaman suweg dan iles-iles. Tanaman talas
tidak dapat di panen karena pada saat akan panen telah hilang.
Pengamatan terhadap komponen vegetatif diamati sejak 2 MST. Tinggi
tanaman diukur dari permukaan tanah sampai bawah daun tertinggi untuk
tanaman talas, sedangkan untuk suweg dan iles-iles diukur dari permukaan
tanah sampai titik pecah batang. Jumlah daun dihitung dari daun yang muncul
pada setiap tanaman. Persentasi pertumbuhan dihitung dari jumlah tanaman
contoh yang tumbuh sejak 2 MST hingga 20 MST (Gambar 4 dan 5).

Gambar 4

Cara pengukuran peubah vegetative tanaman talas.
Jumlah daun (A), tinggi tanaman (B), dan diameter
petiol (C) pada tanaman talas

Gambar 5

Cara pengukuran peubah vegetatif tanaman talas
dan iles-iles. Jumlah daun (A), diameter petiol (B),
lebar rachis (C), dan tinggi tanaman (D)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Keadaan pertumbuhan di lapangan cukup baik (Lampiran 1-3). Hama
yang ditemukan diantaranya Atractomorpha crenulata (Fabricius,1793)
(belalang hijau), Phonognatha graeffei (Keyserling, 1865) (laba-laba
penggulung daun), Spodoptera sp. (ulat grayak), Aphis gossypii (Glover, 1877)
(kutu daun), dan serangga Spilostethus hospes (Fabricius, 1794) dapat dilihat
pada Gambar 6 dan 7.

Gambar 6

Hama yang ditemukan pada tanaman suweg. Labalaba penggulung daun (A), dan belalang hijau (B)

Gambar 7

Hama yang umum menyerang tanaman talas.
Spilostethus hospes (A), kutu daun (B), dan ulat
grayak (C)

Pengendalian hama dilakukan secara manual. Kutu daun dan serangga
dilakukan penyemprotan dengan menggunakan herbisida buatan. Herbisida
buatan yang dipakai terbuat dari air rebusan batang dan daun tomat.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual setiap tiga minggu sekali. Gulma
yang tumbuh antara lain Ageratum conyzoides L. (babadotan) dan Erigeron
sumatrensis Retz. (jabung) (Gambar 8).

10

Gambar 8

Gulma yang tumbuh di lahan penelitian. Babadotan
(A), dan jabung (B)

Selama penelitian, ada beberapa daun tanaman suweg dan iles-iles yang
terserang penyakit busuk kering yang disebabkan oleh cendawan Sclerotium
rolfsii Sacc. (Gambar 9). Spora dan hifa cendawan berkumpul di permukaan
tanah di sekitar pangkal petiol. Serangan cendawan tersebut menyebabkan
batang menguning kemudian menjalar ke helai daun kemudian daun menjadi
kering dan mati.

Gambar 9

Penampilan tanaman yang terserang cendawan.
Hifa Sclerotium rolfsii (A), serangan awal
cendawan (B), tanaman busuk kering (C)

Gambar 10

Penyakit hawar daun pada tanaman talas

Tanaman talas terserang hawar daun yang disebabkan oleh cendawan
Phytophthora colocasiae Racc. (Gambar 10). Gejala awal berupa bercak bulat
berwarna kuning agak melebar. Bercak tersebut kemudian berwarna cokelat tua
yang dikelilingi oleh bercak lingkaran cokelat muda. Pada kondisi lembab,

11
bagian tepi daun sering mengeluarkan cairan yang berwarna kuning. Daun
yang terinfeksi cendawan akan menjadi mudah robek.
Persentase Pertumbuhan

Persentase pertumbuhan (%)

Persentase pertumbuhan tanaman suweg, talas, dan iles-iles dilihat sejak
tanam hingga menjelang dorman. Gambar 11 menunjukkan bahwa pada 2 MST
baru sebanyak 28% tanaman suweg yang tumbuh. Tanaman talas yang tumbuh
pada minggu kedua setelah tanam ialah sebanyak 91%. Tanaman iles-iles
memiliki persentase pertumbuhan paling rendah dari pada kedua tanaman
lainnya, yakni sebanyak 22% .
Persentase pertumbuhan tanaman suweg dan iles-iles berhenti di minggu
ke-16 setelah tanam, persentase masing-masing 98% dan 94%. Persentase
pertumbuhan talas berhenti di minggu ke-10 setelah tanam dengan persentase
99%.
120
100
80
60
40
20
0
2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Waktu tumbuh (MST)

Gambar 11

Grafik persentase pertumbuhan tanaman talas
(
), suweg (
), dan iles-iles (
)

Pada awal penanaman terdapat beberapa bibit talas yang layu hingga
kemudian daun mengering. Pada beberapa minggu setelahnya daun kembali
muncul hingga tanaman berkembang dan tumbuh. Umumnya hal ini terjadi
pada talas yang menggunakan bibit berukuran kecil sampai sedang.
Pertumbuhan suweg tercepat umumnya pada ulangan pertama yakni
dengan menggunakan umbi utuh. Pada ulangan ketiga yang menggunakan
umbi irisan yang berukuran satu per empat dari ukuran umbi utuhnya,
mengalami pertumbuhan yang lambat dibandingkan pada ulangan pertama dan
kedua.
Iles-iles mengalami pertumbuhan yang relatif lambat di lapang. Hal
tersebut diduga berkaitan dengan ketersediaan air yang relatif rendah walaupun
sudah dilakukan penyiraman secara teratur. Hal tersebut ditandai dengan
adanya beberapa umbi yang masih stagnan pertumbuhannya walaupun telah
memiliki tunas.

12
Upaya yang telah dilakukan adalah dengan menyiramnya lebih sering.
Faktor lain yang diduga menyebabkan persentase pertumbuhan iles-iles lambat
ialah karena umbi terserang cendawan Sclerotium rolfsii Sacc. Mata tunas yang
terserang cendawan mati dan digantikan oleh tunas baru, sehingga terdapat
jeda waktu.
Suweg
Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa pemberian
pupuk kandang dan NPK berbeda nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan
bobot basah umbi. Interaksi antara pupuk kandang dan NPK nyata pada 4 MST
terhadap jumlah daun, 8 MST dan 16 MST terhadap tinggi tanaman, dan 8
MST terhadap diameter petiol. Interaksi juga nyata pada bobot basah umbi.
Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen vegetatif suweg
Pupuk
Pupuk
Interaksi
KK (%)
Peubah
Ulangan
Kandang
NPK
Jumlah daun
4 MST
tn
tn
tn
**
57.28
8 MST
tn
*
tn
tn
30.23
12 MST
**
**
*
tn
15.65
16 MST
**
tn
tn
tn
15.81
20 MST
*
**
**
tn
10.53
Tinggi tanaman
4 MST
**
**
*
tn
73.50
8 MST
**
**
**
**
12.32
12 MST
**
**
**
tn
4.32
16 MST
**
**
*
*
6.32
20 MST
tn
**
**
tn
8.88
Diameter petiol
4 MST
tn
**
tn
tn
84.04
8 MST
*
**
*
*
22.08
12 MST
cn
tn
tn
tn
8.59
16 MST
tn
*
*
tn
9.10
20 MST
*
**
**
tn
6.16
Lebar rachis
4 MST
tn
tn
tn
tn
144.63
8 MST
tn
tn
tn
tn
62.38
12 MST
tn
cn
cn
tn
15.93
16 MST
tn
**
*
tn
13.79
20 MST
tn
**
*
tn
12.00
Bobot basah
*
*
tn
*
35.92
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
** = berbeda nyata pada taraf 1%

* = berbeda nyata pada taraf 5%
cn = berbeda nyata pada taraf 10%

Pada 4 MST (Tabel 3) pemberian pupuk kandang dan NPK tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman suweg. Menurut
Sugiyama dan Santosa (2008) tanaman Amorphophallus seperti suweg dan

13
iles-iles menggunakan cadangan karbohidrat yang tersimpan di dalam bibit
umbi untuk menumbuhkan daun, kemudian umbi baru akan membesar
menggunakan asimilasi yang disintesis oleh daun.
Tabel 3

Jumlah daun tanaman suweg pada perlakuan pupuk kandang
dan NPK
Jumlah Daun Suweg
Perlakuan
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
0.5a
0.9b
1.5c
2.8a
2.8b
5
0.4a
0.9b
2.0b
2.7a
3.1b
10
0.4a
1.3a
2.3a
2.7a
3.6a
Pupuk NPK
(kg/ha)
Tanpa pupuk
0.4a
1.0a
1.7c
2.8a
2.7d
100 : 60 : 80
0.6a
1.0a
1.9bc
2.8a
3.0c
125 : 60 : 100
0.5a
1.0a
2.0ba
2.7a
3.3b
150 : 60 : 120
0.3a
1.2a
2.2a
2.7a
3.7a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
BNT taraf 5%

Pada 8 MST pengaruh pupuk kandang terhadap jumlah daun sudah
terlihat. Pengaruh pupuk NPK baru terlihat pada 12 MST. Sugiyama dan
Santosa (2008) menjelaskan ketika daun tumbuh di dalam seludang dari umbi
suweg berumur satu tahun, massa kering dari umbi lama secara bertahap akan
berkurang hingga akhirnya terdekomposisi setelah 15 MST. Lebih lanjut
dijelaskan umbi baru terbentuk di antara petiol dan umbi lama sebelum
akhirnya daun tumbuh keluar dari seludang.
Pada penelitian ini daun suweg pada ulangan pertama ± 80% sudah
keluar dari seludang pada minggu ke-4 setelah tanam. Pada minggu yang sama,
tanaman suweg ulangan kedua dan ketiga baru bertunas. Pada 10 MST
tanaman pada ulangan kedua dan ketiga baru tumbuh ± 85% dan ± 70%,
sedangkan pada ulangan pertama sudah tumbuh semuanya.
Menurut Santosa dan Sugiyama (2007) semakin besar ukuran umbi yang
digunakan, jumlah daun akan semakin sedikit. Sebaliknya, umbi yang dibelah
menghasilkan daun yang lebih banyak dibandingkan dengan bibit dari umbi
utuh. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa ulangan berpengaruh nyata pada
minggu ke-12, 16, dan 20 setelah tanam.
Interaksi antara perlakuan berdasarkan data yang diperoleh berpengaruh
nyata pada 4 MST untuk jumlah daun. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa
interaski pupuk kandang 5 ton/ha dengan pupuk NPK 125:60:100 kg/ha, pupuk
kandang 10 ton/ha dengan 100:60:80 kg/ha NPK, dan pemberian 150:60:120
kg/ha tidak berbeda nyata dengan kontrol.

14
Tabel 4 Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap jumlah daun
tanaman suweg pada 4 MST
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10

0
1.0d
0.3b
0.0a

Pupuk NPK (kg/ha)
100:60:80
125:60:100
0.0a
0.0a
0.0a
1.0d
1.0d
0.7c

150:60:120
1.0d
0.3b
0.0a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
BNT taraf 5%

Tinggi tanaman merupakan tinggi batang semu atau biasa disebut petiol.
Hasil uji lanjut menunjukkan pengaruh pupuk kandang dan NPK berpengaruh
nyata mempengaruhi tinggi tanaman sejak 4 MST (Tabel 5). Ulangan
memberikan pengaruh nyata pada tinggi tanaman suweg sejak 4 MST hingga
16 MST. Santosa dan Sugiyama (2007) menyatakan bibit umbi yang besar
menghasilkan petiol (tinggi dan diameter) yang besar juga, dan umbi yang
dibelah menghasilkan daun yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan
umbi utuh.
Tabel 5

Tinggi tanaman suweg pada perlakuan pupuk kandang dan
NPK
Tinggi Petiol Suweg
Perlakuan
4 MST 8 MST
12 MST
16 MST 20 MST
Pupuk Kandang
----------------------------- cm ----------------------------(ton/ha)
Tanpa pupuk
2.39b
26.24b
37.93c
43.76c
44.10b
5
4.70b
28.94b
46.49b
47.03b
47.72b
10
17.63a
36.75a
50.35a
54.03a
55.70a
Pupuk NPK (kg/ha)
Tanpa pupuk
2.11b
26.78c
48.64a
45.69c
42.88c
100 : 60 : 80
8.67a
29.31bc
47.02a
47.00bc
48.57b
125 : 60 : 100
8.69a
32.59ba
42.60b
49.50ba
50.28b
150 : 60 : 120
13.5a
33.90a
41.42b
50.90a
54.98a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

Interaksi antar perlakuan terjadi pada 8 dan 16 MST. Pada Tabel 6
terlihat bahwa kombinasi pupuk terbaik untuk tinggi tanaman suweg ialah 10
ton/ha pupuk kandang dengan 125:60:100 kg/ha pupuk NPK. Misra (2000)
merekomendasikan 20-25 ton/ha pupuk kandang, 100 kg/ha N, 80 kg/ha P2O5,
dan 100 kg/ha K2O untuk tanaman Amorphophallus.
Sen et.al (1996) menyatakan dengan menambah N dari 100 kg/ha
menjadi 200 kg/ha atau P2O5 dari 75 kg/ha menjadi 150 kg/ha dapat
meningkatkan panjang petiol (tinggi tanaman) dan hasil tanaman suweg.
Kabeerathumma et.al. (1987) melaporkan bahwa 100 kg/ha N, 38 kg/ha P2O5,
dan 267 kg/ha K2O hilang terangkut sebagai panen setiap tahunnya pada saat
panen suweg sebanyak 33 ton/ha.

15
Tabel 6 Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap tinggi tanaman
suweg pada 8 MST dan 16 MST
Umur

8 MST

16 MST

Pupuk
Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Tanpa pupuk
5
10

Pupuk NPK (kg/ha)
Tanpa
pupuk
20.63a
30.10bc
29.60bc
41.70a
46.93b-d
48.43cd

100:60:80 125:60:100 150:60:120
26.90b
30.90c
30.13bc
43.43ab
48.47cd
49.10d

28.07bc
27.27b
42.43d
44.23ab
45.80bc
58.47e

29.37bc
27.50b
44.83d
45.67b
46.93b-d
60.10e

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
BNT taraf 5%

Pengaruh perlakuan pupuk kandang terhadap diameter petiol sudah
terlihat sejak 4 MST (Tabel 7). Pada 8 MST pemberian pupuk NPK dan
interaksi antara faktor petak utama dan anak petak sudah terlihat. Pada Tabel 8
dapat dilihat bahwa kombinasi pupuk terbaik ialah pemberian 10 ton/ha pupuk
kandang dengan 100:60:80 kg/ha pupuk NPK, atau 5 ton/ha pupuk kandang
dengan 125:60:100 kg/ha.
Tabel 7

Diameter petiol tanaman suweg pada kombinasi perlakuan
pupuk kandang dan NPK pada umur 4 MST

Perlakuan
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Pupuk NPK
(kg/ha)
Tanpa pupuk
100 : 60 : 80
125 : 60 : 100
150 : 60 : 120

4 MST

Diameter Petiol Suweg
8 MST
12 MST
16 MST

20 MST

----------------------------- cm ----------------------------0.00b
0.87a
1.37a

1.53b
2.08a
2.28a

2.65a
2.72a
2.80a

3.39b
3.50ba
3.76a

2.53c
3.06b
3.41a

0.66a
0.76a
0.78a
0.78a

1.82b
1.72b
2.30a
2.01ba

2.60b
2.70ba
2.91a
2.68b

3.49b
3.40b
3.85a
3.46b

2.72c
2.99b
3.09ba
3.19a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

Penelitian Soemono (1984) menyatakan bahwa bobot bibit memberikan
pengaruh sangat nyata pada lingkar batang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada
tinggi tanaman maksimum ternyata lingkar batang juga mencapai maksimum.
Pertumbuhan vegetatif suweg selain dipengaruhi oleh pemupukan juga
dipengaruhi oleh bibit yang digunakan.

16

Tabel 8

Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap diameter petiol
suweg pada 8 MST

Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10

Tanpa pupuk
1.77b
1.87bc
1.83bc

Pupuk NPK (kg/ha)
100:60:80
125:60:100
0.60a
1.90bc
1.97bc
2.47de
2.60e
2.53e

150:60:120
1.87bc
2.00bc
2.17cd

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
BNT taraf 5%

Interaksi pupuk kandang dan NPK tidak terjadi pada lebar rachis
tanaman suweg. Pengaruh pupuk kandang dan NPK terhadap lebar rachis baru
terlihat pada 16 dan 20 MST. Hasil uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9

Lebar rachis suweg pada perlakuan pupuk kandang dan NPK

Perlakuan
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Pupuk NPK
(kg/ha)
Tanpa pupuk
100 : 60 : 80
125 : 60 : 100
150 : 60 : 120

4 MST

8 MST

Lebar Rachis Suweg
12 MST
16 MST

20 MST

----------------------------- cm ----------------------------7.73a
5.34a
4.81a

27.38a
21.41a
18.73a

32.05b
33.90ba
37.21a

32.74b
36.14b
41.21a

30.68b
34.08b
38.81a

5.98a
5.56a
7.11a
5.20a

21.19a
24.26a
19.53a
25.06a

30.10b
37.18a
34.97ba
35.29ba

31.52b
38.83a
38.47a
37.97a

30.62c
33.36bc
36.08ba
38.03a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

Santosa dan Sugiyama (2007) melaporkan rachis dari umbi yang
dibelah umumnya memiliki lebar rachis yang lebih pendek dari pada rachis
dari umbi utuh. Pada penelitian ini meski penampakan di lapang sesuai dengan
pernyataan tersebut, akan tetapi dari hasil pengolahan data ulangan tidak
menunjukkan adanya pengaruh nyata dari bentuk umbi.
Pupuk kandang 10 ton/ha berpengaruh nyata peningkatan bobot basah
umbi suweg (Tabel 10). Pemberian pupuk NPK tidak berpengaruh nyata
terhadap bobot basah umbi. Santosa dan Sugiyama (2007) menyatakan
semakin besar bibit umbi maka semakin besar pula umbi yang dihasilkan.

17
Tabel 10

Bobot basah umbi suweg pada perlakuan pupuk kandang dan
NPK

Perlakuan
Pupuk Kandang (ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Pupuk NPK (kg/ha)
Tanpa pupuk
100 : 60 : 80
125 : 60 : 100
150 : 60 : 120

Bobot Basah Umbi Suweg (g)
143.88b
205.32b
321.05a
194.04a
223.61a
228.02a
248.00a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

Terdapat interaksi pupuk kandang dan NPK. Pada Tabel 11 terlihat
kombinasi pupuk kandang 10 ton/ha dengan tanpa pupuk NPK memberikan
hasil terbaik. Pathel dan Mehta (1984) menyatakan pemberian pupuk kandang
30 ton/ha untuk suweg dapat meningkatkan bobot basah umbi sebesar 15%,
sementara pemberian 150 kg/ha N dapat meningkatkan produksi sebesar 6.5%.
Tabel 11 Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap bobot basah umbi
suweg
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10

Tanpa pupuk
84.30a
185.92bc
413.85g

Pupuk NPK (kg/ha)
100:60:80
125:60:100
1333.43h
231.60c-e
225.15cd
140.17ab
223.54cd
299.05d-f

150:60:120
126.20ab
270.05de
347.743fg

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
BNT taraf 5%

Talas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dan
NPK berbeda nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman talas (Tabel 12).
Interaksi antara pupuk kandang dan NPK terhadap jumlah daun dan diameter
petiol nyata pada 12 MST.
Ulangan (ukuran umbi awal saat penanaman) berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun tanaman talas pada 4 MST dan 16 MST. Pada awal penanaman
terlihat tanaman yang mengunakan bibit talas berukuran besar memiliki jumlah
daun yang lebih banyak. Setelah 4 MST jumlah daun setiap ulangan tidak
berbeda nyata. Pada 16 MST jumlah daun pada ulangan pertama lebih banyak
dibandingkan kedua ulangan lainnya. Pada 20 MST kembali tidak berbeda
nyata.

18
Tabel 12
Peubah
Jumlah daun
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Tinggi tanaman
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Diameter petiol
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen vegetatif talas
Ulangan

Pupuk
Kandang

Pupuk
NPK

Interaksi

KK (%)

*
tn
tn
*
tn

**
**
**
tn
*

**
*
**
tn
tn

tn
tn
*
tn
cn

16.06
8.91
10.57
11.04
5.27

**
**
**
**
**

tn
tn
**
**
*

*
tn
**
**
**

tn
tn
tn
tn
tn

13.08
18.95
6.43
5.19
5.65

*
*
**
**
**

tn
cn
**
tn
tn

tn
tn
**
tn
tn

tn
tn
*
tn
tn

22.64
19.33
6.03
10.43
9.22

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
** = berbeda nyata pada taraf 1%
KK = Koefisien Keragaman

* = berbeda nyata pada taraf 5%
cn = berbeda nyata pada taraf 10%

Pemberian pupuk kandang dan NPK berpengaruh nyata terhadap jumlah
daun sudah terlihat sejak 4 MST hingga 16 MST (Tabel 13). Interaksi antara
pupuk kandang dan NPK (Tabel 14) menunjukkan kombinasi terbaik ialah
pada pemberian 10 ton/ha pupuk kandang dengan 125:60:100 kg/ha NPK, atau
pemberian 5 ton/ha pupuk kandang dengan 150:60:120 kg/ha NPK.
Tabel 13
Perlakuan
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Pupuk NPK
(kg/ha)
Tanpa pupuk
100 : 60 : 80
125 : 60 : 100
150 : 60 : 120

Jumlah daun talas pada perlakuan pupuk kandang dan NPK
Jumlah Daun Talas
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST

1.42b
1.75a
1.92a

3.08b
3.92a
3.75a

3.17b
4.08a
4.33a

4.58a
4.42a
4.58a

4.00b
4.00b
4.25a

1.22b
1.78a
1.89a
1.89a

3.33b
3.36ba
3.67a
3.78a

3.33c
3.56c
4.00b
4.56a

4.33a
4.56a
4.67a
4.56a

4.00b
4.00b
4.11ba
4.22a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

19

Tabel 14
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10

Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap jumlah daun
talas pada 12 MST
Tanpa pupuk
3.00a
3.67bc
3.33ba

Pupuk NPK (kg/ha)
100:60:80
125:60:100
3.00a
3.00a
4.00c
4.00c
3.67bc
5.00de

150:60:120
3.00a
4.67d
5.33e

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
BNT taraf 5%

Pertumbuhan daun tanaman talas selama periode pemantapan yang
sebelum 6 MST cenderung lambat. Pertumbuhan daun mulai lebih cepat pada
6-8 MST dan pertumbuhan daun tercepat terjadi antara 12 MST dan 20 MST
(Wirawati 2002). Wilson (1992) menyatakan bahwa selama 16-24 MST ukuran
daun, bobot kering daun, Indeks Luas Daun (ILD), dan tinggi tanaman
mencapai maksimum.
Interaksi pupuk kandang dengan NPK tidak terjadi pada tinggi tanaman
talas. Pengaruh pupuk kandang terhadap tinggi tanaman terlihat pada 16 MST,
sedangkan pengaruh pupuk NPK sudah terlihat sejak 4 MST (Tabel 15).
Tabel 15
Perlakuan
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Pupuk NPK
(kg/ha)
Tanpa pupuk
100 : 60 : 80
125 : 60 : 100
150 : 60 : 120

Tinggi tanaman talas pada perlakuan pupuk kandang dan
NPK
Tinggi Petiol Talas
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
----------------------------- cm ----------------------------17.48a
18.89a
18.08a

26.27a
22.45a
23.61a

27.70c
35.61b
41.90a

43.76c
47.03b
54.03a

51.71b
54.95a
55.42a

16.06c
17.77bc
18.46ba
20.33a

21.97a
24.26a
24.72a
25.59a

33,02c
35.03bc
37.10ba
37.79a

45.69c
47.00bc
49.50ba
50.90a

49.07c
52.97b
56.18a
57.90a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

Hasil penelitian Pambudi dan Bintoro (2010) menyatakan pengaruh
jerami dengan pupuk N memiliki interaksi yang nyata terhadap jumlah daun
tanaman talas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nitrogen dibutuhkan tanaman
talas untuk pertumbuhan daun.
Pengaruh pupuk kandang dan NPK serta interaski antara keduanya
berpengaruh nyata pada 12 MST terhadap diameter petiol. Hasil uji lanjut
terhadap diameter petiol talas dapat dilihat pada Tabel 16. Pada Tabel 17
pemberian pupuk kandang sebesar 10 ton/ha dengan pupuk NPK 150:60:120
kg/ha adalah kombinasi terbaik.

20
Tabel 16

Diameter petiol talas pada perlakuan pupuk kandang dan
NPK

Perlakuan

4 MST

Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Pupuk NPK
(kg/ha)
Tanpa pupuk
100 : 60 : 80
125 : 60 : 100
150 : 60 : 120

8 MST

Diameter Petiol Talas
12 MST
16 MST

20 MST

----------------------------- cm ----------------------------1.21a
1.34a
1.29a

1.84b
2.05ba
2.22a

2.38c
3.20b
3.73a

3.66a
3.74a
4.07a

5.28b
5.69ba
5.72a

1.12b
1.46a
1.24ba
1.31ba

2.12a
2.14a
1.88a
2.01a

2.63c
3.09b
3.23b
3.46a

3.73a
3.96a
3.67a
3.93a

5.71a
5.34a
5.54a
5.67a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

Tabel 17
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10

Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap diameter petiol
talas pada 12 MST
Tanpa pupuk
1.90a
2.93b
3.07b

Pupuk NPK (kg/ha)
100:60:80
125:60:100
2.20a
2.47a
3.27c
3.33c
3.80d
3.90d

150:60:120
2.93b
3.27c
4.17e

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut
BNT taraf 5%

Pupuk kandang telah diketahui secara umum merupakan sumber hara
makro dan mikro. Menurut Tan (1994) pupuk kandang kambing mengandung
1.28% N, 0.19% P2O5, dan 0.93% K2O dan kandungan N pada kotoran
kambing cukup tinggi dibandingkan dengan kotoran sapi, kuda, dan babi.
Iles-Iles
Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 18) menunjukkan bahwa pupuk kandang
dan NPK memberikan pengaruh nyata terhadap komponen vegetatif tanaman,
namun tidak pada bobot basah umbi. Interaksi pupuk kandang dengan NPK
nyata pada 8 MST terhadap jumlah daun, 20 MST pada diameter petiol, dan 16
MST pada lebar rachis. Hasil uji lanjut jumlah daun iles-iles dapat dilihat pada
Tabel 19.

21
Tabel 18

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen vegetatif iles-iles

Peubah
Jumlah daun
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Tinggi tanaman
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Diameter petiol
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Lebar rachis
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Bobot basah umbi

Ulangan

Pupuk
Kandang

Pupuk
NPK

Interaksi

KK (%)

*
**
*
*
*

*
**
**
**
**

*
*
*
*
*

tn
*
tn
cn
tn

43.82
13.04
10.42
11.26
9.53

tn
tn
tn
**
**

cn
*
*
tn
**

tn
tn
tn
*
*

tn
tn
tn
tn
cn

76.51
27.01
24.93
13.08
10.38

tn
tn
cn
*
tn

tn
tn
tn
tn
*

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
*

80.68
9.84
7.56
9.74
6.99

tn
tn
tn
tn
tn
**

tn
tn
tn
*
**
cn

tn
tn
tn
tn
**
tn

tn
tn
tn
*
tn
tn

95.81
15.48
16.20
10.45
4.56
33.65

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%
** = berbeda nyata pada taraf 1%
KK = Koefisien Keragaman

* = berbeda nyata pada taraf 5%
cn = berbeda nyata pada taraf 10%

Desiana et al. (2013) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik dapat
menggemburkan lapisan tanah, meningkatkan populasi mikroorganisme, dan
mempertinggi daya simpan air sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Ispandi et al. (2006) dalam Saleh et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian
pupuk kandang sebesar 3-6 ton/ha pada tanah yang kandungan organiknya
rendah dapat meningkatkan hasil ubi kayu.
Sumarwoto (2004) menjelaskan dalam budidaya iles-iles pemberian
pupuk organik dan anorganik nyata meningkatkan produksi. Hal senada
disampaikan oleh Sugiyama dan Santosa (2008) bahwa tanaman
Amorphophallus tumbuh baik jika memperoleh cukup bahan organik.

22
Tabel 19
Perlakuan
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10
Pupuk NPK
(kg/ha)
Tanpa pupuk
100 : 60 : 80
125 : 60 : 100
150 : 60 : 120

Jumlah daun iles-iles pada perlakuan pupuk kandang dan
NPK
Jumlah Daun Iles-Iles
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST

0.50b
0.83a
0.75ba

1.00c
1.33b
1.50a

2.00c
2.50b
2.83a

2.75a
2.42b
2.75a

2.00c
2.50b
2.92a

0.44b
0.67ba
0.78a
0.89a

1.44a
1.22b
1.22b
1.22b

2.33b
2.33b
2.24ba
2.67a

2.00b
2.44a
2.56a
2.67a

2.22b
2.56a
2.56a
2.56a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap faktor
perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut BNT taraf 5%

Interaksi pupuk kandang dengan pupuk NPK (Tabel 20) nyata pada 8
MST terhadap jumlah daun iles-iles. Kombinasi terbaik ialah pada pemberian
pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha dengan pemberian pupuk NPK sebesar
150:60:120 kg/ha. Selain pemberian bahan organik, pupuk anorganik juga
perlu ditambahkan agar tanah bisa menyediakan unsur hara yang bisa
memenuhi kebutuhan tanaman.
Tabel 20
Pupuk Kandang
(ton/ha)
Tanpa pupuk
5
10

Interaksi pupuk kandang dan NPK terhadap jumlah daun ilesiles pada 8 MST
Tanpa pupuk
1.00a
1.33b
1.33b

Pupuk NPK (kg/ha)
100:60:80
125:60:100
1.00a
1.00a
1.33b
1.33b
1.33b
1.33b

150:60:120
1.00a
1.33b
2.00c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nya