Faktor Ekologi Dan Teknik Budidaya Yang Berkaitan Dengan Epidemi Penyakit Vascular Streak Dieback (Vsd) Pada Tanaman Kakao

FAKTOR EKOLOGI DAN TEKNIK BUDIDAYA YANG
BERKAITAN DENGAN EPIDEMI PENYAKIT VASCULAR
STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

KHAERATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor Ekologi dan
Teknik Budidaya yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Vascular Streak
Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Khaerati
A352120191

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
KHAERATI. Faktor Ekologi dan Teknik Budidaya yang Berkaitan dengan
Epidemi Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao.
Dibimbing oleh SURYO WIYONO dan EFI TODING TONDOK.
Penyakit VSD (Vascular streak dieback) disebabkan oleh Oncobasidium
theobromae merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kakao di
Indonesia. Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada bagian-bagian vegetatif
tanaman kakao terutama cabang dan daun. Gejala berupa klorosis pada daun
menguning atau ada bercak-bercak hijau, jika dipetik atau disayat terdapat tiga
buah noktah cokelat kehitaman pada bekas duduk daun dan terlihat garis-garis
kecoklatan pada pembuluh xilem ranting dan batang yang dibelah membujur.
Penyakit ini sudah menyerang semua daerah sentra kakao dan adanya

kecenderungan peningkatan kejadian penyakit, sehingga pengetahuan tentang
faktor ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD
pada tanaman kakao perlu diketahui, untuk upaya pengendalian penyakit VSD.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor ekologi dan teknik
budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao.
Penelitian dilaksanakan bulan Februari 2014 hingga April 2015, di Kabupaten
Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, yaitu Kecamatan Tinondo (≥ 700 m dpl),
Kecamatan Mowewe (300-400 m dpl) dan Kecamatan Lambandia (≤ 100 m dpl).
Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data primer, analisis tanah,
data sekunder dan analisis data. Data primer meliputi teknik budidaya, faktor
lingkungan kebun dan menghitung keparahan penyakit VSD. Penelitian
dilaksanakan pada tiga kecamatan dengan 42 responden, setiap kecamatan terdiri
atas 14 responden.
Wawancara petani menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang
diajukan dalam wawancara tersebut meliputi: karakteristik petani kakao (nama,
umur, pendidikan, pengalaman berkebun, luas kebun yang diusahakan), informasi
budidaya kakao (sumber pengairan, bahan tanam, umur tanaman, jarak tanam,
pola tanam, pemangkasan, pemupukan, teknik pengendalian penyakit VSD), hama
dan penyakit tanaman kakao lainnya, dan produksi.
Penilaian tingkat keparahan penyakit VSD pada 42 kebun responden dengan

cara skoring. Kebun responden dipilih secara purposive sampling berdasarkan
kemudahan ditemui dan lokasi kebun kakao yang terjangkau. Penentuan
sampel/tanaman pertama yang diamati menggunakan metode systematic random
sampling dan tanaman selanjutnya dipilih secara zigzag. Jumlah tanaman kakao
yang diamati ialah sebanyak 5% dari total tanaman kakao pada tiap kebun
responden. Pengamatan persentase penutupan tajuk tanaman kakao dilakukan
pada setiap kebun petani (dengan kategori rapat, sedang, dan jarang).
Penghitungan keparahan penyakit VSD berdasarkan jarak dari sungai, dilakukan
terhadap 20 tanaman, dimulai pada tanaman kakao paling dekat dari sungai
hingga tanaman yang ke-20.
Analisis unsur hara tanah berdasarkan dua kategori kebun, kebun yang
terserang VSD ringan dan berat. Unsur hara yang dianalisis adalah unsur makro
(N, P, K, Ca, Mg, S) dan unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Al dan Cl), serta C
organik dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).

Data sekunder meliputi iklim makro (curah hujan, suhu dan kelembapan)
selama 10 tahun terakhir (2003-2013). Data luas serangan VSD selama 6 tahun
(2008, 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2014) dan data luas areal pertanaman kakao
Kabupaten Kolaka Timur.
Analisis data dimulai dengan mengelompokkan keparahan penyakit menjadi

dua kategori, kategori pertama kebun yang terserang penyakit VSD ringan
(keparahan penyakit kurang ≤ 30%) dan kategori kedua kebun yang terserang
penyakit VSD berat (keparahan penyakit > 30%). Data keparahan penyakit VSD
di tabulasi silang dengan teknik budidaya dan faktor ekologi di uji menggunakan
chi-kuadrat (χ2). Data keparahan penyakit VSD berdasarkan jarak dari sungai
dibuat grafik untuk melihat polanya. Data cuaca (curah hujan, suhu, dan
kelembaban) dari tahun 2003-2013 dibuat grafik disandingkan dengan luas
serangan penyakit VSD untuk mengetahui ada atau tidak adanya korelasi. Hasil
analisis tanah dari kebun kakao terserang berat dan ringan penyakit VSD
dianalisis dengan uji t menggunakan SPSS statistik 19.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekologi yang berkaitan dengan
epidemi penyakit VSD adalah penutupan tajuk, jarak tanaman kakao dari sungai,
kandungan unsur K, Mg dan Zn pada tanah. Kebun kakao yang penutupan
tajuknya rapat dan letaknya lebih dekat ke sungai kondisinya lebih lembap
sehingga tingkat keparahan VSD tinggi. Tanaman kakao yang kekurangan unsur
kalium (K), kelebihan unsur magnesium (Mg) menyebabkan terganggunya
serapan K dan kandungan Zn dari tanah dapat menyebabkan tanaman lebih rentan
terhadap serangan VSD.
Teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD adalah
pola tanam, penggunaan insektisida dan herbisida. Keparahan penyakit VSD pada

kebun kakao monokultur lebih tinggi dibandingkan pada kebun campur karena
jarak antar tanaman dan penutupan tajuknya lebih rapat. Penggunaan herbisida
(88.09% responden) dan insektisida (83.33% responden) yang tinggi dapat
meningkatkan keparahan penyakit VSD pada tanaman kakao.
Kata kunci: herbisida, lingkungan, penyakit, Oncobasidium theobromae, tanah.

SUMMARY
KHAERATI. Ecological Factors and Agronomical Practices related to the
Epidemics of Vascular Streak Dieback Disease of Cocoa. Supervised by SURYO
WIYONO dan EFI TODING TONDOK.
VSD (Vascular Streak Dieback) caused by Oncobasidium theobromae is
one of the important disease of cocoa in Indonesia. This disease may damage
vegetative tissue especially on the branches and leaves. Leaf symptoms, including
chlorosis of leaves with yellow or green spots, which if plucked or sliced, three
blackened vascular traces are found on the pluck/slice wound. Brown streaks are
seen on the xylem vessels of the leaf rib or branch that has been cut
longitudinally. This disease has attacked all the cocoa production center the
incidence disease is tend to increase. Because of that, the knowledge of ecological
factors and agronomical practices related to the epidemics of vascular streak
dieback disease of cocoa is important to investigate in order to formulate the best

disease management of VSD.
The objectives of this research were to investigate ecological factors and
agronomical practices related to the epidemic VSD disease of cacao and to
identify the causes of epidemic of VSD disease. The study was conducted on
February 2014 to April 2015. The location of the study was at East Kolaka
Regency, South East Sulawesi, in the three sub districts namely Tinondo (≥ 700
m asl), Mowewe (300-400 m asl) and Lambandia (≤ 100 m asl).
The study was carried out by collecting primary data, secondary data, soil
analysis and the subsequent analysis of the collected data. Primary data included
environmental factors of the plantations, and the measurement of VSD disease
severity in the field. The study was conducted in three districts with 42
respondents, 14 respondents from each district.
Structured questionnaires were used to interview farmers. The questions
raised in the interview include; the profile of the cacao farmers (name, age,
education, farming experience, size of the cocoa plantation), information on cacao
cropping system (source of irrigation water, planting materials, age of crop, crop
spacing, planting design/pattern, pruning, fertilization, VSD disease control
methods, other cacao pests and diseases, and crop yield.
VSD disease severity was measuring by scoring for the cacao plantations
of those belong to 42 respondent. The plantations were selected by purposive

sampling method, depend on the ease access of the plantation and the readiness of
the farmer/owner. The chosen first plant sample in the plantation was by
systematic random sampling method and the rest of the plants were by zigzag
method. The number of sampled plants was 5% of the total plants in the particular
cacao plantation/farm.The percentage of canopy cover of cacao plants in each
cacao plantation/farm was described either as dense, moderate, or as sparse.
Measurement of VSD disease severity based on the distance to the river was
performed on 20 plants. The observation was conducted starting from the nearest
plant to the river to the furthest 20th plant.
Soil analysis was done on the basis of two categories of disease severity of
plantations, heavily and mildly infested by VSD. Soil analysis was done for

macronutrients (N, P, K, Ca, Mg, and S) and micronutrients (Fe, Mn, B, Mo, Cu,
Zn, Al, and Cl) as well as C organic level and cation exchange capacity (CEC).
Secondary data comparised macroclimate (rainfall, temperature, and
humidity) for the last 10 years (2003-2013), the area of VSD infection over a
period of 6 years (2008, 2009, 2010, 2011, 2012, and 2014), and the area of cacao
plantation in East Kolaka Regency.
For data analysis, at the first, VSD disease severity was grouped into two
categories i.e. plantations with low VSD infection (disease severity ≤ 30%) and

plantations with heavy VSD infection (disease severity > 30%). The data were
then cross-tabulated with cultivation method and ecological factors before testing
using chi square (χ2) analysis. VSD disease severity data which is based on the
distance from the river were used to contruct graphs. Weather data (rainfall,
temperature, and humidity) from year 2003 to 2013 was also made in a form
graphs. Alignment between disease severity graph and weather graphs will give us
the information about the trend of disease severity during the specific weather
condition. Soil analysis results from different category of disease severity of cacao
plantations were compared and analyzed using the t-test of SPSS 19.
The results of this research showed that the ecological factors related to
VSD disease severity are canopy cover, distance of cacao plants to the river, and
nutrient content (K, Mg, and Zn) of soil. Higher canopy cover of cocoa and
farthest distance the river are high humidity causes the higher VSD disease
severity. Lower K content, high Mg causes disruption of absorption K and Zn
content from soil, causes increase susceptibility to disease VSD.
Agronomical practices related to VSD disease severity are cropping
system and the use of insecticides and herbicides. Higher VSD disease severity on
monoculture cropping system than agroforestry causes higher of the row planting
and canopy cover. Application of herbicides (88.09% respondents) and
insecticides (83.33% respondents) can increase the disease severity of VSD on

cacao plantations.
Keywords: herbicides, environment, disease, Oncobasidium theobromae, soil

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

FAKTOR EKOLOGI DAN TEKNIK BUDIDAYA YANG
BERKAITAN DENGAN EPIDEMI PENYAKIT VASCULAR
STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

KHAERATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Abdul Munif, MScAgr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian dan tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian berjudul faktor
ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD
(Vascular streak dieback) pada tanaman kakao merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lambandia, Mowewe dan
Tinondo, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu Dr Ir Suryo

Wiyono MScAgr sebagai ketua dan Dr Efi Toding Tondok SP MSc sebagai
anggota, yang telah memberikan arahan, perhatian, bimbingan dan ide dalam
penelitian dan penulisan tesis.
Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat
MSc selaku Ketua Program Studi Fitopatologi, Dr Ir Abdul Munif MscAgr selaku
penguji luar komisi pada ujian tesis, Prof Dr Ir Risfaheri M.Si selaku Kepala Balai
Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian penulis ucapkan terima kasih.
Rasa hormat dan ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayahanda dan
ibunda tercinta (almarhumah), suami (Hendra Hafid) dan anak-anak tersayang
(Abdullah Afiq Jahran dan Fatimah Nur Afiqah) terima kasih atas dukungan, doa
dan kasih sayangnya serta seluruh keluarga yang telah banyak membantu demi
kelancaran penelitian dan penyelesaian tesis.
Terima kasih kepada teman-teman seangkatan fitopatologi 2012 atas semua
bantuan, motivasi dan kebersamaan selama ini semoga jalinan persaudaraan akan
selalu terjaga.
Terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembang Kementerian
Pertanian Republik Indonesia yang telah memberi kesempatan dan beasiswa
dalam melanjutkan studi Program Pascasarjana di IPB kepada penulis.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan memperkaya
khasanah keilmuan.
Bogor, November 2015
Khaerati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kakao (Theobroma cacao L.)
Penyakit Vascular Streak Dieback
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

2
3
4

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengumpulan Data Primer
Analisis Tanah
Pengumpulan Data Sekunder
Analisis Data

5
5
6
6
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Pertanaman Kakao
Karakteristik Petani
Hubungan antara Teknik Budidaya dan Epidemi Penyakit VSD
Hubungan antara Kondisi Lingkungan Kebun dan Epidemi
Penyakit VSD
Hubunngan antara Iklim Makro dan Epidemi Penyakit VSD

13
15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

16
17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

34

7
9
10

DAFTAR TABEL
1 Skor gejala penyakit VSD
2 Karakteristik petani responden (N=42)
3 Hubungan antara klon dan beberapa teknik budidaya dengan epidemi
penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²)
4 Insektisida dan fungisida yang digunakan pada pertanaman kakao
Kabupaten Kolaka Timur
5 Herbisida yang digunakan pada pertanaman kakao di Kabupaten Kolaka
Timur
6 Hubungan antara faktor lingkungan kebun dan epidemi penyakit VSD
berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²)
7 Uji T hasil analisis tanah yang terserang penyakit VSD ringan dan berat

5
9
10
11
12
13
15

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
2 Gejala penyakit VSD pada pertanaman kakao
3 Rata-rata keparahan penyakit VSD di Kecamatan Lambandia, Tinondo
dan Mowewe
4 Keparahan penyakit VSD berkaitan dengan jarak kebun kakao dari
sungai
5 Suhu rata-rata Kabupaten Kolaka
6 Fluktuasi curah hujan tahunan (mm) di Kabupaten Kolaka
7 Kelembapan rata-rata di Kabupaten Kolaka
8 Luas serangan penyakit VSD di Kabupaten Kolaka

7
8
9
14
16
16
17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner
2 Hubungan antara klon dan beberapa teknik budidaya dengan epidemi
penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²)
3 Hubungan antara faktor lingkungan kebun dan epidemi penyakit VSD
berdasarkan uji Chi-kuadrat( χ²)
4 Suhu rata-rata tahun 2004-2013 Kabupaten Kolaka
5 Curah hujan tahunan (mm) tahun2004-2013 Kabupaten Kolaka
6 Kelembapan rata-rata 2004-2013 Kabupaten Kolaka
7 Luas serangan VSD (ha) di Kabupaten Kolaka
8 Hasil analisis tanah
9 Keparahan penyakit VSD (%) Kecamatan Lambandia, Tinondo dan
Mowewe
10 Keparahan penyakit VSD (%) berkaitan jarak dari sungai

21
24
27
28
29
30
30
31
32
33

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman perkebunan yang
memiliki nilai ekonomi potensial sebagai salah satu komoditas internasional.
Produksi kakao di dunia diperkirakan mencapai 4 232 000 ton pada tahun
2014/2015 (ICCO 2015). Indonesia menyumbang sekitar 10.19% produksi kakao
secara global yaitu 440 000 ton kakao. Namun, jumlah ini masih kalah dari Pantai
Gading dengan produksi mencapai 1 511 000 ton dan Ghana mencapai 1 025 000
ton. Kedua negara asal Afrika ini merupakan penghasil utama kakao di dunia
yaitu 74.8% (ICC0 2013). Luas area kakao di Indonesia hingga tahun 2014
mencapai sekitar 1 643 338 ha, yang terbagi ke dalam beberapa daerah sentra
produksi diantaranya Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, Jawa Timur, Lampung,
Nusa Tenggara Timur dan lain-lain (Ditjenbun 2014).
Luas pertanaman kakao di Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 mencapai
244 031 ha (Ditjenbun 2014). Produktivitasnya masih rendah, yakni 830 kg/ha/thn
padahal potensinya dapat mencapai 2000 kg/ha/thn. Rendahnya produksi kakao
karena adanya kendala dalam budidaya kakao di antaranya akibat serangan hama
dan penyakit. Hama dan penyakit utama kakao di antaranya adalah penyakit
busuk buah (Phytophthora palmivora Butl.), penggerek buah kakao
(Conopomorpha cramerella), penyakit kanker batang (Phytophthora palmivora
Butl.), penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.) dan
penyakit VSD (Vascular streak dieback).
Penyakit VSD di Indonesia pertama kali ditemukan di Pulau Sebatik,
perbatasan antara Sabah dan Kalimantan Timur pada tahun 1983. Penyebarannya
telah meluas ke daerah-daerah sentra produksi kakao termasuk Jawa Timur, Jawa
Barat, Maluku Utara, Kalimantan Timur dan Sulawesi. Penyakit ini dapat
menyebabkan penurunan produksi kakao di Indonesia sekitar 30-45% pada
tanaman dewasa (Anita-Sari dan Susilo 2013), sedangkan di Asia-Oseania
kehilangan hasil akibat serangan VSD ditaksir mencapai 30 000 ton biji kering
yang setara dengan US $ 28 000 000 pada tahun 2001 (Bowers et al. 2001).
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan (BBPPTP) melaporkan
bahwa luas area serangan penyakit VSD pada tahun 2014 mencapai 951 823.30
ha dengan total kehilangan hasil diperkirakan 4 379.87 ton/ha pada 10 provinsi
wilayah kerja BBPPTP. Wilayah kerja BBPPTP terdiri atas Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku,
Maluku Utara, Papua dan Papua Barat (BBPPTP 2014).
Penyakit VSD disebabkan oleh Oncobasidium theobromae atau disebut
Ceratobasidium theobromae Comb. Nov. (Samuels et al. 2011). Cendawan ini
merupakan parasit obligat yang menyerang bagian vegetatif tanaman kakao
terutama cabang dan daun (Anita-Sari dan Susilo 2013). Menurut Guest dan
Keane (2007) gejala awal khas penyakit VSD adalah daun klorosis tampak
menguning dengan bercak berwarna hijau diameter 2-5 mm, biasanya daun
tersebut terletak pada seri daun kedua atau ketiga. Lentisel pada ranting yang sakit
membesar dan relatif tampak kasar. Bekas duduk daun bila disayat terlihat tiga

2
buah noktah berwarna coklat kehitaman. Ranting yang dibelah membujur terlihat
garis-garis coklat pada jaringan xylem. Daun kemudian gugur dan pada serangan
lebih lanjut menyebabkan kematian jaringan yang dapat menjalar sampai ke
cabang atau bahkan ke batang pokok. Diduga penyakit VSD ini akan mengalami
kecenderungan peningkatan luas serangan penyakit setiap tahun, sehingga
serangan VSD dapat menjadi permasalahan serius yang harus segera diatasi untuk
menjaga keberlanjutan produksi kakao nasional.
Pengetahuan tentang epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao sangat
penting, untuk mendukung upaya pengendalian penyakit VSD. Informasi tentang
faktor lingkungan dan teknik budidaya yang mempengaruhi epidemi penyakit
VSD belum banyak diketahui, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor ekologi dan teknik
budidaya yang berkaitan dengan epidemi penyakit VSD pada tanaman kakao.

Manfaat Penelitian
Mendapatkan informasi faktor ekologi dan teknik budidaya yang berkaitan
dengan epidemi penyakit VSD, untuk mendukung upaya pengendalian penyakit
VSD pada tanaman kakao

TINJAUAN PUSTAKA
Kakao (Theobroma cacao)
Kakao (Theobroma cacao) berasal dari lembah Amazon dan daerah tropis
lainnya di wilayah Amerika Selatan dan Tengah (Wood dan Lass 1985). Tanaman
kakao pertama masuk ke Indonesia diperkirakan dibawa oleh orang Spanyol pada
tahun 1560, yaitu ke Pulau Sulawesi (Wahyudi dan Misnawi 2015). Jenis habitat
asli tanaman kakao adalah hutan hujan tropis dengan naungan pohon-pohon yang
tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan
relatif tetap. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis
kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi Tengah. Kakao lindak (bulk cocoa) merupakan kakao
bermutu sedang, warna buah hijau, tidak ada pigmen antosianin, perikarp tebal
dan keras, mesokarp kaya lignin (Rubiyo 2013). Selain itu, diusahakan jenis
kakao lainnya adalah kakao mulia (fine flavour cocoa) oleh perkebunan besar
negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kakao mulia warna buah hijau atau agak
merah karena adanya pigmen antosianin, perikarp agak kasar, tipis dan lunak
mesokarp mengandung lignin, biji bulat dan kotiledon putih, cenderung lebih
rentan terhadap penyakit (Rubiyo 2013).
Mutu kakao rakyat ternyata masih cukup rendah, padahal dari segi jumlah
adalah yang terbesar, sehingga masalah mutu kakao pun menjadi faktor paling
menonjol dan menjadi kendala utama dalam skala nasional. Penurunan

3
produktivitas dan kualitas kakao di Sulawesi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu adanya hama dan penyakit, penurunan kesuburan tanah, bahan tanaman
yang kualitas rendah dan kurang penanganan pasca panen (Saxbol 2014).

Penyakit Vascular Streak Dieback
Penyakit VSD pertama kali ditemukan di perkebunan kakao Papua Nugini
pada tahun 1960-an dan menjadi epidemi setelah 10 tahun menyerang tanaman
kakao (Keane 1992). Penyakit VSD telah menyerang di kawasan Asia Tenggara
sampai Melanesia (Samuels et al. 2011). Sejauh ini, penyakit VSD belum
ditemukan di Afrika Barat, Kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Amerika
Selatan yang juga merupakan sentra produksi kakao dunia (Keane 2001).
Penyakit VSD disebabkan oleh cendawan O. theobromae. Menurut Talbot
dan Keane (1971), cendawan O. theobromae dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Dunia : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Agaricomycetes
Ordo
: Cantharellales
Famili : Ceratobasidiaceae
Spesies : Oncobasidium theobromae, Ceratobasidium theobromae comb.
nov. (Samuels et al. 2011).
Penyakit (VSD) yang disebabkan oleh infeksi O. theobromae merupakan
penyakit penting tanaman kakao yang menyebabkan kerusakan pada bagianbagian vegetatif tanaman (Guest dan Keane 2007).
Cendawan O. theobromae menginfeksi tanaman kakao hanya melalui daun
muda. Spora yang jatuh pada daun muda kemudian berkecambah dan
mengkolonisasi pembuluh xilem sehingga menyebabkan jaringan pembuluh
menjadi kecoklatan. Setelah menginfeksi bagian lamina, pelepah dan tangkai
daun, akhirnya mencapai cabang (Samuels et al. 2011). Cendawan O. theobromae
berada dalam berkas pembuluh (xilem) sehingga mengakibatkan kerusakan
(Keane 1992). Menurut Guest dan Keane (2007) pada bekas daun gugur dapat
muncul hifa cendawan O. theobromae dari berkas pembuluh yang telah terinfeksi
jika berada dalam kondisi lembab, kemudian berkembang membentuk
basidiocarp berwarna putih. Pembentukan basiodiospora terjadi setelah tengah
malam sampai pagi. Ukuran panjang basidiospora O. theobromae 15-25 µm dan
lebar 6.5-8.5 µm (Talbot dan Keane 1971).
Penularan penyakit VSD ke tanaman lain melalui basidiospora yang dapat
diterbangkan dengan perkiraan jarak 200 m. Spora tidak tahan sinar ultraviolet,
sehingga apabila terkena sinar matahari selama 30 menit menjadi tidak infektif.
Penyakit ini umumnya menginfeksi tanaman kakao dan juga di laporkan di
temukan pada tanaman alpukat (Samuels et al. 2011).
Infeksi penyakit VSD pada fase bibit dapat menimbulkan kematian tanaman
hingga 50% setelah bibit dipindah ke lapang (Keane 2000). Penyakit ini paling
merusak pada bibit berumur kurang dari 10 bulan (Keane 1992).
Penyakit VSD merupakan penyakit yang upaya pengendaliannya masih
sangat susah untuk dilakukan. Hal tersebut dikarenakan masih sedikit informasi

4
mengenai karakter cendawan tersebut, dan kesulitan mengembangbiakannya pada
media buatan. Samuels et al. (2011) menyatakan bahwa O. theobromae tidak
menghasilkan spora seksual dan aseksual pada media buatan, patogen ini hanya
dapat bertahan selama satu minggu pada media corticium.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Faktor penyebab dalam epidemi penyakit yang berpengaruh diantaranya
adalah konsep timbulnya penyakit dinyatakan bahwa ada interaksi antara inang,
patogen, lingkungan, dan manusia yang saling mendukung dalam waktu yang
cukup untuk terjadinya penyakit. Pengaruh tanaman inang terhadap epidemi
penyakit tanaman meliputi faktor internal dan eksternal (ketahanan genetik
tanaman, keseragaman genetik tanaman, tipe tanaman dan umur tanaman).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit paling
utama adalah suhu dan kelembapan di permukaan tanaman, nutrisi tanah,
cahaya dan pH (Agrios 2005). Kelembapan mempengaruhi perkembangan
penyakit dalam proses infeksi/penetrasi germinasi spora dan dispersi/penyebaran
spora, sumber kelembapan dapat berasal dari air hujan, irigasi, dan kelembaban
relatif udara. Hujan mempunyai peranan penting dalam epidemi penyakit, dimana
pada umumnya epidemi penyakit timbul pada awal musim hujan karena patogen
memerlukan kelembaban tinggi dan kebasahan daun untuk perkembangannya.
Suhu mempengaruhi penyakit tanaman karena penyakit akan mengalami
perkembangan yang cepat terjadi pada saat suhu optimal, tetapi dibawah atau
diatas suhu tersebut perkembangannya menjadi terhambat. Angin berpengaruh
terhadap perkembangan penyakit melalui peranannya dalam penyebaran
inokulum, derajat keasaman (pH) tanah, nutrisi tanaman dan pestisida.
Cendawan O. theobromae dapat bersporulasi jika suhu pada malam hari
dibawah 26 °C, dengan kelembapan diatas 95% dan kondisi basah selama 6 jam
(Dennis dan Holderness 1992). Sporulasi terjadi terutama di malam hari jika hujan
pada sore hari. Curah hujan menyediakan kondisi basah lebih awal sehingga
memudahkan patogen O. theobromae dalam proses pembentuk spora. Menurut
Keane (1981) mengatakan bahwa ada korelasi antara kejadian penyakit VSD
dengan curah hujan bulanan total, namun tidak ada korelasi antara volume curah
hujan dan jumlah spora yang terbentuk pada malam (Dennis dan Holderness
1992). Laju perkembangan penyakit berkorelasi erat dengan adanya curah hujan
selama beberapa bulan sebelumnya. Di Papua Nugini dan Malaysia Barat
penyakit VSD paling tinggi terjadi di daerah basah dengan curah hujan tahunan
melebihi 2.500 mm (Guest dan Keane 2007).Tingkat kenaikan penyakit 0,3 per
unit per bulan (Keane 1981). Penyakit ini paling merusak jika menginfeksi pada
bibit kakao berumur kurang dari 10 bulan (sebelum jorquetting dari tunas apikal).
Penyakit VSD di Indonesia banyak terdapat pada kakao lindak (bulk), dan
kurang terdapat pada kakao mulia (edel, trinitario). Tipe Amelonado lebih rentan
dari pada kakao Upper Amazon dan Trinitario (Keane dan Prior 1992). Terjadinya
epidemi penyakit salah satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor lingkungan.
Menurut Cunniffe et al. (2015) kondisi lingkungan dapat mempengaruhi tingkat
infeksi patogen, dan inang menjadi rentan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan epidemi penyakit tanaman yaitu : kelembaban, suhu, dan aktivitas
manusia bercocok tanam. Berkembangnya penyakit disebabkan interaksi beberapa
faktor antara lain: klon yang ditanam, iklim yang lebih basah, sistem budidaya

5
tanaman yang tidak tepat (jarak tanam, pohon penaung, terasering, drainase), dan
pemeliharaan tanaman yang minim (pemangkasan tanaman dan penaung,
pemupukan, sanitasi kebun dan pengendalian hama dan penyakit).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan Februari 2014 hingga April 2015 di
Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian terdiri atas tiga
wilayah yang berbeda ketinggian yaitu Kecamatan Tinondo (≥ 700 m dpl,
Kecamatan Mowewe (± 300-400 m dpl), dan Kecamatan Lambandia (≤ 100 m
dpl).
Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan mewawancarai 42 petani dan
dilanjutkan mengukur keparahan penyakit VSD pada kebun petani, dimana setiap
kecamatan terdiri atas 14 petani yang dipilih secara sengaja (purposive sampling)
berdasarkan kemudahan ditemui dan lokasi kebun kakao yang terjangkau.
Wawancara petani kakao dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner
terstruktur. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara tersebut meliputi :
karakteristik petani kakao (nama, umur, pendidikan, pengalaman berkebun, luas
kebun yang diusahakan, status kepemilikan lahan), informasi budidaya kakao
(sumber pengairan, bahan tanam yang digunakan, umur tanaman, jarak tanam,
pola tanam, pemangkasan, pemupukan, teknik pengendalian penyakit VSD), hama
dan penyakit tanaman kakao lainnya, hasil produksi.
Pengamatan langsung persentase penutupan tajuk tanaman kakao pada
setiap kebun petani (berdasarkan kategori rapat, sedang, dan jarang) dan
menghitung keparahan penyakit VSD berdasarkan jarak dari sungai (jika kebun
yang dijadikan sampel penelitian berada di dekat sungai). Pengamatan dilakukan
terhadap 20 tanaman, dimulai pada tanaman kakao paling dekat dari sungai
hingga tanaman yang ke-20 dari sungai.
Keparahan penyakit VSD pada masing-masing kebun petani dinilai
dengan metode systematic random sampling yaitu penarikan contoh secara acak
tanaman kakao yang pertama, dan kemudian tanaman selanjutnya dipilih secara
zigzag. Jumlah tanaman kakao yang diamati adalah sebanyak 5% dari total
tanaman kakao pada kebun yang menjadi lokasi penelitian. Penilaian keparahan
penyakit dengan skoring sebagai berikut:

Skor
0
1
2
3
4

Tabel 1 Skor gejala penyakit VSD
% ranting bergejala penyakit VSD
Tanaman sehat, tidak ada gejala penyakit VSD
0% < x ≤ 5% ranting yang bergejala penyakit VSD
5% < x ≤ 20% ranting yang bergejala penyakit VSD
20% < x ≤ 50% ranting yang bergejala penyakit VSD
x > 50% ranting yang bergejala penyakit VSD

6

Nilai skoring yang diperoleh digunakan untuk menghitung keparahan
penyakit dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
KP= Keparahan penyakit
ni= Jumlah tanaman yang bergejala skala ke-i
vi= Nilai skala dari tiap kategori serangan dari i = 0,1,2,3,4
Z= Nilai skala tertinggi
N= Jumlah tanaman yang diamati
Analisis tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap sepuluh sampel yang telah
dikompositkan, lima sampel tanah dari kebun kakao terserang penyakit VSD
ringan (≤ 30%) dan lima sampel tanah dari kebun terserang penyakit VSD berat (>
30%). Analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Unsur hara yang dianalisis adalah unsur makro (N, P,
K, Ca, Mg, S) dan unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Al dan Cl), serta C
organik dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).
Pengumpulan data sekunder
Atlas Zona Agroekologi Indonesia, Sulawesi dan Maluku diperoleh dari
BPTP (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian) Kendari, Sulawesi
Tenggara. Data suhu, curah hujan dan kelembapan 10 tahun terakhir (2003-2013)
diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara. Data luas serangan VSD selama 6 tahun (2008, 2009, 2010, 2011, 2012
dan 2014) diperoleh dari UPTD BPTP (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura) Dinas Perkebunan Powatu Kendari, Sulawesi Tenggara. Data luas
areal pertanaman kakao Kabupaten Kolaka Timur didapatkan dari Dinas
Perkebunan Kabupaten Kolaka.
Analisis Data
Keparahan penyakit VSD dikelompokkan menjadi dua kategori, kategori
pertama kebun yang terserang penyakit VSD ringan (keparahan penyakit kurang ≤
30%) dan kategori kedua kebun yang terserang penyakit VSD berat (keparahan
penyakit > 30%).
Data keparahan penyakit VSD di tabulasi silang dengan teknik budidaya
dan faktor ekologi di uji menggunakan chi-kuadrat (χ2). Data keparahan penyakit
VSD yang berdasarkan jarak dari sungai dibuat grafik untuk membentuk polanya.
Data cuaca (curah hujan, suhu, dan kelembaban) dari tahun 2003-2013 dibuat
grafik disandingkan dengan luas serangan penyakit VSD untuk mengetahui ada
atau tidak adanya korelasi. Hasil analisis tanah dari kebun kakao terserang berat
dan ringan penyakit VSD dianalisis dengan uji t menggunakan SPSS statistik 19.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Pertanaman Kakao
Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan luas wilayah
sekitar 3 634.74 km2, dengan letak 2’00-5’00 LS dan 120’45-124’06 LT. Luas
pertanaman kakao 66 082.65 ha dengan hasil produksi 320 232.50 kg/ha.
Keseluruhan areal tanaman terdiri atas 14 707.10 ha tanaman belum menghasilkan
(TBM), tanaman menghasilkan (TM) 41 406.70 ha dan 10 650.85 ha tanaman tua
dan rusak (Disbun Kab. Kolaka 2014). Luas pertanaman kakao pada tiga
kecamatan yang menjadi lokasi penelitian adalah 36 369.5 ha, terdiri dari
Kecamatan Tinondo 2 498 ha, Kecamatan Mowewe 2 233 ha dan Kecamatan
Lambandia 31 638.50 ha (Disbun Kab. Kolaka 2014).
Sifat agroekologi Kecamatan Tinondo dengan elevasi ≥ 700 m dpl, suhu
sejuk, lembap, fisiografi berupa pegunungan dan perbukitan, lereng > 40%,
klafisikasi tanah : hapluduits, hapludalfs, dystrudelps, eutrudepts, hapludands,
udorthents. Kecamatan Mowewe dengan elevasi: ± 300-400 m dpl, suhu panas,
kelembapan agak kering, fisiografi berupa perbukitan. Lereng > 15-40%,
klasifikasi tanah : haplustepts, haplutalfs, haplustults, haplustoxs, haplustolls.
Kecamatan Lambandia elevasi < 100 m dpl, suhu panas, kelembapan agak
kering, fisiografi dataran lereng < 8%, Klasifikasi tanah: haplustepts, haplustalfs,
haplustults, haplusterts, haplustolls, ustipsamments (Puslitbangtanak 2002).

Sulawesi Tenggara

Kec. Tinondo

Kolaka

Kec. Mowewe

Kec. Lambandia

Gambar 1

Peta lokasi penelitiaan di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi
Tenggara

8

a

c

b

d

Gambar 2 Gejala Penyakit VSD pada tanaman kakao, daun klorosis berwarna
kuning kecoklatan (a), tiga buah noktah cokelat kehitaman pada bekas
duduk daun (b, c), dan jaringan xilem yang kecoklatan (d)
Petani kakao di Kabupaten Kolaka Timur umumnya belum mengetahui
tentang adanya serangan penyakit VSD (90% responden), sehingga upaya untuk
mengendalikan penyakit VSD tidak dilakukan. Bahkan responden yang 10%
sudah mengetahui tentang adanya penyakit VSD juga tidak melakukan upaya
pengendalian penyakit VSD. Hal ini diduga karena kurangnya sosialisasi tentang
penyakit VSD dan cara pengendalian. Penyebab lainnya karena cendawan O.
theobromae menyerang sistem pembuluh tanaman sehingga gejalanya tidak
nampak secara kasat mata, kecuali jika serangan sudah berat.
Gejala penyakit VSD sangat mudah dikenali yaitu daun menguning atau ada
bercak-bercak hijau atau kuning kecoklatan, jika dipetik atau disayat terdapat tiga
buah noktah cokelat kehitaman pada bekas duduk daun. Ranting dan batang yang
dibelah membujur akan terlihat garis-garis cokelat pada jaringan xilem yang
bermuara pada bekas duduk daun (Gambar 2).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyakit VSD ditemukan di semua
kebun kakao petani responden. Rata-rata keparahan penyakit dari tiga lokasi
penelitian adalah tertinggi pada Kecamatan Lambandia 57.84%, diikuti
Kecamatan Mowewe 41.63% dan terendah di Kecamatan Tinondo 39.72%
(Gambar 3).

Rata-rata keparahan penyakit
(%)

9
70
60

50
40

30
20
10
0
Lambandia

Mowewe
Kecamatan

Tinondo

Gambar 3 Rata-rata keparahan penyakit VSD di Kecamatan Lambandia,
Tinondo dan Mowewe (bulan Maret hingga Juni 2014)
Karakteristik Petani
Responden umumnya berumur antara 30 hingga lebih 60 tahun. Populasi
umur responden yang tergolong umur produktif tertinggi pada umur 45 sampai 60
tahun (38.10%), diikuti umur 30 sampai 45 tahun (30.95%). Petani dalam kategori
umur produktif memiliki kemampuan fisik yang memadai sehingga memiliki
tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Persentase kelompok umur diatas 60 tahun
sebanyak 21.43%.
Tabel 2 Karakteristik petani responden (N = 42)
Karakteristik
Jumlah responden (%)
1. Kelompok Umur
< 30
9.52
30-45
30.95
46-60
38.10
>60
21.43
2. Tingkat Pendidikan
SD
61.90
SMP
23.81
SMU
9.52
PT
4.76
3. Pengalaman Berusahatani Kakao (tahun)
10
90.48

10
Data tingkat pendidikan formal responden adalah sebagian besar tingkat
pendidikan SD (61.90%) selebihnya SMP (23.81 %), SMA (9.52 %) bahkan ada
perguruan tinggi (4.76%). Pengalaman responden berusahatani tanaman kakao
umumnya sudah lebih 10 tahun (90.48 %) dengan rata-rata 18 tahun (Tabel 1).
Pengalaman petani dalam berusahatani berpengaruh terhadap cara
mengadopsi suatu inovasi, seharusnya semakin lama pengalaman usahatani maka
tingkat mengadopsi suatu teknologi akan semakin tinggi. Namun petani kakao di
lokasi penelitian 59.53% berumur 45 tahun keatas dan 61.90 % pendidikan SD.
Petani kakao umumnya sudah tua dan pendidikan rendah, hal ini sangat
mempengaruhi kemampuan petani dalam mendapatkan informasi dan adopsi
teknologi. Dampaknya pengetahuan petani tentang penyakit VSD sangat rendah
dan tidak adanya upaya pengendalian penyakit VSD, sehingga epidemi penyakit
VSD pada tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur semakin meningkat.
Petani kakao di Kabupaten Kolaka Timur yang telah mengetahui tentang
penyakit VSD (10%) merupakan petani yang aktif mengikuti kegiatan dan
pelatihan sosialisasi tentang budidaya tanaman kakao, umur responden 45-50
tahun, tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA pengalaman berkebun sudah lebih
dari 15 tahun.
Hubungan antara Teknik Budidaya dan Epidemi Penyakit VSD
Berdasarkan analisis Chi-kuadrat, faktor teknik budidaya yang berkaitan
dengan epidemi penyakit VSD adalah pola tanam, penggunaan insektisida dan
herbisida (P< 0.05;) (Tabel 2; Lampiran2).
Pola tanam perkebunan kakao berasosiasi sangat nyata dengan epidemi
penyakit VSD. Budidaya tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur umumnya
menggunakan pola tanam sistem monokultur. Pola tanam sistem monokultur
menyebabkan jarak antar kakao lebih dekat dibanding sistem agroforestri
sehingga memudahkan penularan penyakit, kesuburan tanah cepat menurun dan
rentan terhadap serangan hama dan penyakit (Mahrizal et al. 2013). Pola tanam
Tabel 3 Hubungan antara bahan tanam dan beberapa teknik budidaya dengan
epidemi penyakit VSD berdasarkan uji Chi-kuadrat (χ²)
Uji χ²
Faktor
Nilai χ²
P
1. Bahan tanam
2.289
0.318
2. Teknik budidaya
Pola tanam
8.076
0.004*
Penggunaan herbisida
4.666
0.030*
Penggunaan insektisida
11.656
0.008*
Sambung samping
0.224
0.635
Penggunaan pupuk organik
3.78
0.051
Pemupukan N
0.188
0.910
Pemupukan P
0.591
0.744
Pemupukan K
0.805
0.668
Pemangkasan
1.167
0.558
*=berassosiasi nyata (P