Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN EPIDEMI
PENYAKIT BLAS PADA PADI SAWAH DI KABUPATEN
PEKALONGAN

YUYUN ANDRIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang
Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas pada Padi Sawah di Kabupaten
Pekalongan” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya pada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Yuyun Andriani
NIM A34100015

ABSTRAK
YUYUN ANDRIANI. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit
Blas pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan. Dibimbing oleh SURYO
WIYONO.
Penyakit blas termasuk salah satu faktor pembatas dalam peningkatan
produksi padi di Indonesia. Penyakit blas leher pada padi telah menurunkan hasil
panen padi di Asia Tenggara dan Amerika Selatan sekitar 30-50% serta di
Indonesia penyakit blas leher dapat mencapai luas 1.285 juta hektar (Ha) atau
sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi. Kehilangan hasil pada varietas
peka di Indonesia dapat mencapai 50-90%. Penelitian ini bertujuan mengetahui
perkembangan penyakit blas lima tahun terakhir di Kabupaten Pekalongan serta

menganalisis faktor-faktor yang terkait dengan perkembangan penyakit blas pada
padi sawah. Metode yang dilakukan dengan pengambilan data sekunder yaitu data
curah hujan dan luas serangan penyakit blas lima tahun terakhir Kabupaten
Pekalongan dari Laboratorium Peramalan Hama Penyakit Tanaman (LPHPT)
Pemalang, sampling tanaman contoh pada 50 petak sawah di lima kecamatan.
Wawancara petani tentang teknik budidaya padi sawah dilakukan pada petani
yang petaknya diamati, sehingga mencakup 50 petani. Penelitian ini menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan penyakit blas pada padi
sawah adalah curah hujan, varietas, frekuensi penggunaan pestisida, penggunaan
herbisida, rendahnya unsur K dan Si dalam tanah.
Kata kunci: Serangan penyakit blas, epidemi, budidaya padi sawah.

vii

ABSTRACT

YUYUN ANDRIANI. Factors Associated with Blast Disease Epidemic of Paddy
Field Rice in Pekalongan. Supervised by SURYO WIYONO.
Blast disease is one of the limiting factors in rice production in Indonesia.
Neck blast disease of rice has reduced rice yields in Southeast Asia and South

America about 30-50 %. In Indonesia, attack could reach an area 1.285 million
hectares, or about 12 % of the total area of rice cultivation. This study aimed to
determine the development of blast disease for last five years in Pekalongan and
analyze the factors associated to blast disease of paddy field rice. The method is
carried out by obtaining secondary data a report on rainfall and disease infested
area blast for last five years in Pekalongan from Plant Protection Laboratory
Pemalang. Sampling plants for 50 plots of paddy field rice in five districts.
Interviewing farmers about cultivation techniques of paddy field rice was carry
out on farmers, whose plots were observed, includes 50 farmers. The study
showed that factors associated with blast disease epidemic of paddy field rice
were rainfall, variety, frequency of pesticide use, herbicide use, and low level K
and Si of soil.
Keywords: Blast disease, epidemics, paddy field rice cultivation.
.

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN EPIDEMI
PENYAKIT BLAS PADA PADI SAWAH DI KABUPATEN
PEKALONGAN

YUYUN ANDRIANI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

:..Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit
Blas pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan
Nama Mahasiswa :..Yuyun Andriani
NIM
:..A34100015
Judul Penelitian

Disetujui oleh

Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit
Blas Pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan”. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Peramalan Hama Penyakit Tanaman (LPHPT), Pemalang dan lima
Kecamatan di wilayah Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Penelitian ini
berlangsung mulai bulan Februari sampai Maret 2014.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua dan suami tercinta
serta keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan serta motivasi kepada
penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Suryo Wiyono,
MSc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang
memberikan banyak saran, pengetahuan, dan dukungan. Terima kasih kepada
Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. selaku dosen penguji tamu. Terima kasih
kepada kepala Laboratorium Peramalah Hama Penyakit Tanaman (LPHPT)

Pemalang beserta pegawai, koordinator Pengamat Organisme Penggaanggu
Tanaman (POPT) Kabupaten Pekalongan, POPT Kecamatan Kesesi, Kajen,
Karanganyar, Doro, Talun yang telah memberikan bimbingan dan membantu
selama proses penelitian, serta teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 47 yang
telah memberikan banyak dukungan dan motivasi selama perkuliahan hingga
penelitian.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam
skripsi ini, oleh karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat.

Bogor, September 2014
Yuyun Andriani

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode
Pengumpulan Data Sekunder
Wawancara Petani
Penentuan Petak Tanaman Contoh
Pengamatan Kejadian dan Keparahan Penyakit di Lapangan
Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Serangan Penyakit Blas di Lapangan
Pertambahan Luas Serangan Penyakit Blas di Kabupaten Pekalongan
Keparahan Penyakit Blas Berdasarkan Stadia Perkembangan
Tanaman Padi Sawah
Pengetahuan Petani terhadap Serangan Penyakit Blas di Lima
Kecamatan Kabupaten Pekalongan
Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Perkembangan Penyakit Blas

Faktor-Faktor Iklim
Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Perkembangan
Penyakit Blas
Keterkaitan Budidaya Padi Sawah dengan Penyakit Blas
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

viii
viii
viii
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2

2
3
4
4
4
6
7
7
7
9
11
13
14

DAFTAR TABEL
Skala serangan P.oryzae berdasarkan “Standar Evalution System for
Rice” pada daun padi
2 Luas serangan penyakit blas di Kabupaten Pekalongan
3 Kejadian penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014
4 Keparahan penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014

5 Rata-rata curah hujan (mm) Kabupaten Pekalongan
6 Rata-rata temperatur udara (ºC) Stasiun Klimatologi Tegal
7 Analisis unsur hara makro pada tanah dengan tanaman terserang
penyakit blas di Kecamatan Doro
8 Analisis unsur hara mikro pada tanah dengan tanaman terserang
penyakit blas di Kecamatan Doro
9 Analisis pH, bahan organik, pada tanah dengan tanaman terserang
penyakit blas asal Kecamatan Doro
10 Analisis tabulasi silang antara faktor budidaya padi sawah dengan
keparahan penyakit blas
11 Pestisida yang digunakan petani di lima kecamatan di Kabupaten
Pekalongan berdasarkan bahan aktif dan golongan
1

3
5
6
6
8
8
9
10
10
11
13

DAFTAR GAMBAR
1 Gejala blas pada fase vegetatif awal (a), Gejala blas pada fase
vegetatif akhir (b), Gejala blas pada fase generatif (blas leher) (c)
2 Luas serangan penyakit blas lima tahun terakhir di Kabupaten
Pekalongan
3 Pengetahuan petani tentang penyakit blas
4 Curah hujan (mm) dan temperatur udara (ºC) Kabupaten Pekalongan

4
5
7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis tabulasi silang antara faktor budidaya padi sawah
dengan keparahan penyakit blas dengan menggunakan program
statistika SPSS 16.0
2 Kuisioner terstruktur tentang teknik budidaya padi sawah
3 Hasil analisis tanah asal Kecamatan Doro

19

24
28

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok hampir seluruh penduduk Indonesia
yang berasal dari tanaman padi. Padi yang ditanam di lahan sawah merupakan
penghasil utama beras, sehingga padi sawah mempunyai peranan sangat penting
dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut data (BPS 2012) produksi padi
tahun 2012 mencapai 71.29 juta ton. Sumbangan padi sawah untuk kebutuhan
pangan nasional 90% dari produksi tersebut.
Salah satu faktor pembatas peningkatan produksi padi disebabkan oleh
cendawan Pyricularia oryzae yaitu penyakit blas. Penyakit blas merupakan salah
satu penyakit penting pada pertanaman padi gogo di seluruh sentra produksi padi
gogo Indonesia. Namun demikian, penyakit blas mulai menjadi kendala penting
bagi pertanaman padi sawah terutama menyerang varietas-varietas unggul yang
rentan terhadap blas. Penyebaran penyakit ini sangat luas (85 negara) dan bersifat
destruktif pada kondisi lingkungan menguntungkan (Scardaci et al. 1997).
Penyakit blas leher pada padi telah menurunkan hasil panen padi di Asia
Tenggara dan Amerika Selatan sekitar 30-50%. Serangan penyakit blas di
Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1.285 juta ha atau 12% dari total luas areal
pertanaman padi dan diramalkan serangan akan meningkat pada tahun-tahun
mendatang (Ditjen Tanaman Pangan, 2008). Wilayah dominan penyebaran blas
yang telah dilaporkan di Indonesia meliputi provinsi Jabar (1.781 ha), Sumsel
(1.084 ha), Sumut (624 ha), Kalteng (395 ha), Bali dan NTB sekitar (200ha)
(Hasanuddin 2004).
Cendawan P.oryzae mempunyai perkembangan seluler dan morfologi yang
bersifat sangat adaptif pada tanaman padi yang diinfeksinya (Dean et al. 1994).
Cendawan patogen P. oryzae juga diketahui mempunyai keragaman genetika yang
tinggi (Ahn et al. 2000). Ras-ras patogen blas dapat berubah sifat virulensinya
dalam waktu singkat, bergantung pada inang dan pengaruh lingkungan.
Penyebaran penyakit blas yang menyerang padi sawah sudah menjadi
masalah penting saat ini, sehinggga perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan
dengan perkembangan penyakit blas dan tindakan pengendaliannya.

Tujuan Penelitian
Menganalisis perkembangan penyakit blas di lapangan serta faktor-faktor
iklim, teknik budidaya, dan kimia tanah yang berkaitan dengan epidemi penyakit
blas pada padi sawah.

Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan penyakit blas pada padi sawah sebagai upaya tindakan
pengendalian yang dapat dilakukan petani.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Februari sampai dengan Maret 2014 di
Laboratorium Peramalan Hama dan Penyakit (LPHP) Petarukan, Pemalang dan
lima wilayah kecamatan di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Metode Penelitian
Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diambil dari Laboratorium Peramalan Hama
dan Penyakit (LPHP) Petarukan, Pemalang. Data sekunder digunakan untuk
mendukung data primer yang akan diambil di lapangan. Data yang dikumpulkan
diantaranya luas serangan penyakit blas dan curah hujan yang dilaporkan lima
tahun terakhir dari tahun 2009 sampai 2013 dari Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah.
Wawancara Petani
Wawancara petani dilakukan secara langsung dengan menggunakan
kuisioner terstruktur tentang teknik budidaya. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan
pengetahuan petani terhadap penyakit blas serta sejak kapan penyakit blas mulai
berkembang di Kabupaten Pekalongan. Jumlah responden yang diwawancarai
berjumlah 50 orang petani dari lima kecamatan dan lima desa wilayah
pengamatan.
Pengamatan Kejadian dan Keparahan Penyakit di Lapangan
Pengamatan kejadian dan keparahan penyakit dilakukan dengan penentuan
petak tanaman contoh yang dilakukan di lima kecamatan dan masing-masing satu
desa perkecamatan. Petak amatan sesuai dengan petani yang menjadi jumlah
responden wawancara yaitu 10 petani tiap desa, sehingga jumlah lahan petak yang
diamati adalah 50 petak lahan sawah. Tanaman contoh diambil dari setiap petak
amatan sebanyak 10 tanaman secara diagonal.
Pengamatan penyakit dilakukan secara langsung dengan mengamati gejala
yang ditimbulkan dengan menghitung kejadian penyakit (KjP) (%) dan keparahan
penyakit (KpP) (%). Pengukuran dilakukan dari masing-masing luas bercak
penyakit blas pada daun padi. Kejadian penyakit blas dihitung dengan persamaan:
KjP =

x 100%

n : jumlah tanaman yang terinfeksi skor ke-i
N : jumlah seluruh tanaman yang diamati
Pengamatan intensitas penyakit (keparahan penyakit) yang disebabkan oleh
cendawan yang menyerang tanaman dihitung dengan rumus sebagai berikut:

3
KpP =

x 100%

ni : jumlah tanaman terinfeksi pada skor ke-i
vi : skor ke-i
Z : kategori serangan dengan nilai numerik tertinggi
N : jumlah seluruh tanaman yang diamati
Tabel 1 Skala serangan P.oryzae berdasarkan “Standar Evaluation System for
Rice“ pada daun padi (IRRI 1996)
Skor
Kerusakan daun
Klasifikasi
0
Tidak ada bercak
Sangat tahan
1
Bercak sebesar ujung jarum
Tahan
2
Bercak lebih besar dari ujung jarum
Cukup tahan
3
Bercak nekrotik, abu-abu, bundar, sedikit
Agak tahan
memanjang, panjang 1-2 mm, tepi coklat
4
Bercak khas blas (belah ketupat) panjang 1-2 mm,
Moderat
luas daun terserang kurang dari 2 %
5
Bercak khas blas, luas daun terserang 2-10% Moderat
6
Bercak khas blas, luas daun terserang 11-25% Moderat
7
Bercak khas blas, luas daun terserang 26-50% Agak rentan
8
Bercak khas blas, luas daun terserang 51-75%, Rentan
beberapa daun mulai mati
9
Semua daun mati
Sangat rentan

Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Office excel 2007.
Pengamatan eksploratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
statistika analisis tabulasi silang. Jika data berbeda nyata uji maka dilakukan uji
lanjut chi-squere dengan taraf 5% dan analisis data menggunakan SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Serangan Penyakit Blas di Lapangan
Penyakit blas (Pyricularia oryzae) dapat ditemukan dilapangan dengan
gejala bercak belah ketupat pada daun dan mati leher pada malai. Gejala pada
daun ditandai dengan bercak berwarna putih hingga abu-abu dengan pinggiran
hijau gelap dan bercak yang lebih tua biasanya memutih hingga keabu-abuan
dengan pinggiran menguning. Gejala pada leher malai ditandai dengan
mengeringnya bagaian leher malai biasanya dapat menyebabkan patah dan malai
menjadi kering dan hampa.
_
b
c
a

Gambar 1 Gejala blas pada fase vegetatif awal (a), gejala blas pada fase vegetatif
akhir (b), gejala blas pada fase generatif (blas leher) (c).
Gejala yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa penyakit blas
menyerang pada setiap stadia perkembangan tanaman padi mulai dari fase
vegetatif awal (0-35 hari) (Gambar 1a), vegetatif akhir (35-60 hari) (Gambar 1b),
dan generatif (60 hari-panen) (Gambar 1c), bahkan saat penyemaian. Blas
termasuk patogen terbawa benih dan inokulum mampu bertahan pada gulma,
tanah dan sisa-sisa tanaman (Sinaga 2003). P.oryzae penyebab penyakit blas
menyebar melalui udara, menempel pada daun melalui percikan air, kemudian
menginfeksi daun dan menimbulkan bercak pada daun. Satu bercak bisa mencapai
2000-6000 spora per hari. Spora dihasilkan oleh bercak 6 hari setelah inokulasi
dan dilepas umumnya dini hari sekitar pukul 02.00 – 06.00. Daerah tropis juga
bisa terjadi pelepasan spora pada siang hari (Semangun 1991).
Pertambahan Luas Serangan Penyakit Blas di Kabupaten Pekalongan
Luas serangan blas selama lima tahun terakhir di Kabupaten Pekalongan
mengalami kenaikan tiap tahunnya (Tabel 2). Kabupaten Pekalongan memiliki 19
kecamatan dan dilaporkan 11 kecamatan terserang penyakit blas dengan intensitas
serangan ringan sampai sedang. Jumlah kecamatan yang terserang penyakit blas
selama lima tahun terakhir juga mengalami peningkatan. Tahun 2009 ada 2
kecamatan yang terserang penyakit blas, tahun 2010 dilaporkan bertambah
menjadi 6 kecamatan terserang, tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 4
kecamatan, tahun 2012 luas serangan meningkat kembali menjadi 8 kecamatan
terserang dan tahun 2013 menjadi 9 kecamatan terserang.
Pengamatan dilakukan oleh POPT setiap kecamatan dan dilaporkan pada
dua periode setiap bulannya ke koordinator kabupaten untuk selanjutnya
diteruskan ke LPHPT, Pemalang.

5
Tabel 2 Luas serangan penyakit blas di Kabupaten Pekalongan a
Luas Serangan (Ha)
Kecamatan
2009
2010
2011
2012
Lebakbarang
0
0
0
0
Petungkriyono
0
0
0
0
Talun
0
0
0
2
Doro
0
8
0
20
Karanganyar
6
18
8
65
Siwalan
0
0
0
11
Kajen
4
14
8
14
Kesesi
0
295
149
163
Bojong
0
0
0
161
Karangdadap
0
2
16
20
Wiradesa
0
4
0
0
a

2013
3.6
8
75
46.5
30
21
17
65
120
0
0

Sumber: Laporan serangan penyakit blas Kabupaten Pekalongan tahun 2009 - 2013, LPHPT
Pemalang.

Gambar 2 Luas serangan penyakit blas lima tahun terakhir di Kabupaten
Pekalongan
Gambar 2 menyatakan bahwa luas serangan penyakit blas secara umum
mengalami pertambahan serangan tiap tahunnya, walaupun ada beberapa
kecamatan yang mengalami penurunan. Jumlah kecamatan terserang penyakit blas
tiap tahunnya juga mengalami peningkatan. Distribusi penyebaran penyakit blas
setiap kecamatan berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan penyakit blas. Umur tanaman padi sawah yang terserang oleh
penyakit blas ditemukan pada setiap fase tanaman, hal ini dapat dibuktikan pada
pengamatan kejadian dan keparahan penyakit di lapangan.

6
Keparahan Penyakit Blas Berdasarkan Stadia Perkembangan
Tanaman Padi Sawah
Tabel 3 Kejadian penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014
Kecamatan
Kesesi
Kajen
Karanganyar
Doro
Talun

Vegetatif awal
40.0 ± 26.4
47.5 ± 27.5
70.0 ± 20.0
60.0 ± 24.4
70.0 ± 43.5

Kejadian penyakit blas (%)
Vegetatif akhir
Generatif
60.0 ± 26.4
57.5 ± 23.6
20.0 ± 10.0
63.3 ± 25.1
63.3 ± 5.70
75.0 ± 12.9
100 ± 0.0
93.3 ± 5.70
66.6 ± 30.5
82.5 ± 12.5

Rata-rata kejadian penyakit blas di 5 kecamatan amatan diatas 50 %, hal ini
menunjukkan bahwa blas termasuk penyakit penting yang menyebabkan
kerusakan di pertanaman padi sawah. Setiap fase perkembangan tanaman padi
sawah menunjukkan nilai kejadian penyakit yang berbeda-beda. Fase vegetatif
awal kejadian penyakit tertinggi terjadi di Kecamatan Talun sedangkan fase
vegetatif akhir dan generatif terjadi di Kecamatan Doro.
Tabel 4 Keparahan penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014
Keparahan penyakit blas (%)
Kecamatan
Vegetatif awal
Vegetatif akhir
Generatif
Kesesi
5.13 ± 3.36
9.96 ± 4.85
11.72 ± 7.13
Kajen
5.80 ± 3.99
4.40 ± 1.10
12.60 ± 6.17
Karanganyar
10.66 ± 4.22
10.33 ± 1.72
11.37 ± 1.05
Doro
11.32 ± 5.69
44.76 ± 8.49
37.83 ± 3.13
Talun
12.16 ± 8.64
14.80 ± 15.5
25.25 ± 7.69
Table 4 menunjukkan bahwa blas dapat menyerang pada setiap stadia
perkembangan tanaman padi mulai dari vegetatif awal, vegatatif akhir dan
generatif dengan intensitas keparahan yang berbeda-beda. Pada fase vegatatif
awal menunjukkan intensitas keparahan sedang terjadi di kecamatan Talun
sedangkan 4 kecamatan lainnya menunjukkan intensitas ringan. Fase vegatatif
akhir dan generatif menunjukkan intensitas keparahan berat ditemukan di
Kecamatan Doro. Secara keseluruhan intensitas keparahan penyakit tertinggi
terjadi pada fase vegetatif akhir di Kecamatan Doro. Pyricularia oryzae yang
menyebabkan penyakit blas menyerang tanaman padi mulai dari fase vegetatif
sampai stadia pembentukan malai atau generatif. Serangan yang berat terjadi pada
stadia generatif, karena dapat menimbulkan puso dan atau menggagalkan panen
(Santika dan Sunaryo 2008). Serangan pada daun tidak berperan besar dalam
kehilangan hasil tetapi lebih berperan dalam penyebaran patogen (Wiyono dan
Manuwoto 2009).

7
Pengetahuan Petani terhadap Serangan Penyakit Blas di Lima
Kecamatan Kabupaten Pekalongan

Gambar 3 Pengetahuan petani tentang penyakit blas
Pengetahuan petani mengenai gejala penyakit tanaman yang mereka
budidayakan menjadi suatu hal yang penting karena dengan mengenali dan
mengetahui gejala penyebab penyakit, petani akan mengetahui cara pengendalian
yang tepat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di lima kecamatan
Kabupaten Pekalongan 43 orang menyatakan mengetahui tentang penyakit blas
dengan nama lokal daerah setempat penyakit teklek dan 7 orang tidak mengetahui
penyakit blas. Gejala penyakit blas sebanyak 47 orang menyatakan tidak tahu dan
3 orang menyatakan tahu. Hal ini dapat mempengaruhi petani dalam pengambilan
keputusan tindakan pengendalian terutama penggunaaan pestisida, dan sebagian
besar petani kurang memperhatikan serangan penyakit dibandingkan serangan
hama. Ini menjadi salah satu faktor perkembangan penyakit blas selama 5 tahun
terakhir karena faktor ketidaktahuan petani.
Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Perkembangan Penyakit Blas
Perkembangan masalah penyakit tanaman tidak terlepas dari konsep segitiga
penyakit, dimana epidemik penyakit akan terjadi apabila tiga faktor tersebut saling
berhubungan, yakni faktor patogen yang virulen, faktor tanaman inang yang
rentan, serta faktor lingkungan yang menunjang perkembangan penyakit, serta
faktor manusia sebagai pelaku budidaya tanaman.
Faktor-Faktor Iklim
Perubahan iklim dapat menimbulkan dampak pergeseran pola distribusi
spatial patogen dan pola distribusi geografis inang karena adanya pergesaran zona
agroklimat (Lopez et al. 2012).

8
Tabel 5 Rata-rata curah hujan (mm) Kabupaten Pekalongana
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept
2009 545 534 177 137 169 58
26
18 238
2010
- 248 358 234 365 254 302
2011 663 473 474 373 133 94 126
7
57
2012 765 487 363 257 560 112 980 56
39
2013 822 506 252 245 693 138 1242 68
29

Okt Nop Des
301 237 325
452
168 349 452
134 198 432
124 201 360
a
Sumber: Laboratorium Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHPT), Pemalang .
Tabel 6 Rata-rata temperatur udara (ºC) Stasiun Klimatologi Tegala
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept
2009 26.7 26.3 27.6 28.2 27.8 27.9 27.2 27.1 28.4
2010 27.1 27.9 28.2 28.8 28.6 28.0 27.8 27.9 28.0
2011 27.0 26.9 27.2 27.7 27.9 27.5 26.9 26.9 27.7
2012 27.0 27.3 27.2 28.1 28.3 27.6 27.0 27.0 27.7
2013 27.0 27.8 28.1 28.3 28.3 27.9 27.3 27.3 27.7
a

Okt
28.9
28.1
28.4
28.8
28.8

Nop
28.5
28.1
28.1
28.7
28.6

Ratarata

Des
28.3
27.1
27.9
27.8
27.7

Sumber: BMKG Kemayoran

Gambar 4 Curah hujan (mm) dan temperatur udara (ºC) Kabupaten Pekalongan
Rata-rata curah hujan dan temperatur udara Kabupaten Pekalongan
berpengaruh terhadap perkembangan penyakit blas tiap tahunnya, karena salah
satu faktor perkembangan penyakit adalah lingkungan yaitu keadaan iklim. Pada
tabel 5 curah hujan selama 5 tahun terakhir dari tahun 2009 sampai 2013 rata-rata
curah hujan diatas 200 mm/tahun, jika dikaitkan dengan luas keadaan serangan
pada tabel 1 curah hujan rendah luas serangan penyakit blas juga rendah
sedangkan curah hujan tinggi maka serangan blas juga tinggi.pada tabel 6 rata-rata
suhu selama 5 tahun terakhir cenderung konstan pada 27 ºC. Menurut Shahjahan

230
316
280
359
390

Ratarata
27.7
27.9
27.5
27.7
27.9

9
et al. (1987), blas termasuk patogen yang mampu menyesuaikan diri pada
berbagai jenis tipe iklim. Cendawan P. oryzae berkembang pada kondisi
temperatur yang rendah (15-25 ºC), kelembaban yang tinggi (89%), periode
pengembunan yang lama (6 jam), curah hujan yang tinggi dan kecepatan angin
yang ringan. Faktor terpenting adalah iklim mikro yang menyebabkan
perkembangan epidemi blas.
Hasil analisis korelasi antara luas serangan penyakit blas dengan CH
hubungan korelasi yang kuat, yaitu 0.7006 mendekati angka 1 yang menunjukkan
hubungan positif, semakin tinggi CH maka serangan blas juga semakin tinggi dan
sebaliknya jika CH rendah maka serangan blas juga rendah. Curah hujan yang
tinggi dapat mempercepat perkecambahan cendawan P.oryzae penyebab penyakit
blas. Korelasi suhu 0.19 menunjukkan korelasi yang lemah, menunjukkan tidak
ada hubungan. Berdasarkan literatur blas berkembang pada suhu yang rendah (1525 ºC), sementara dari data yang ditunjukkan suhu 5 tahun terakhir menunjukkan
suhu yang sedang.
Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Perkembangan Penyakit Blas
Unsur hara yang diserap oleh tanaman memiliki hubungan dengan
timbulnya penyakit. Kadar Nitrogen yang tinggi, Kalium dan Silika yang rendah
menyebabkan tanaman lebih peka terhadap infeksi patogen ( Ismunadji 1976).
Tabel 9 Analisis unsur hara makro pada tanah dengan tanaman terserang penyakit
blas asal Kecamatan Doro
Sampel
tanaha
SB
SR
a

P
2.35 ± 0.35
1.4 ± 0.28

Unsur hara makro (ppm)
K
Ca
Mg
20 ± 1.4 1750 ± 31.1
140 ± 4.90
31.5 ± 9.1 1592 ± 120.2 127 ± 15.5

S
11.7 ± 0.9
2.45 ± 0.5

SB: Serangan berat, SR: Serangan ringan

Analisis unsur makro terhadap serangan blas dengan intensitas berat dan
intensitas ringan menunjukkan perbedaan. Serangan berat (SB) menunjukkan
posfor (P) tinggi, kalium (K) rendah, kalsium (Ca) tinggi, magnesium (Mg) tinggi
dan sulfur (S) tinggi dibandingkan dengan serangan ringan (SR). Hal ini
menunjukkan adanya hubungan unsur-unsur tersebut terhadap perkembangan
penyakit blas secara sruktural dan biokimia.
Pada agroekosistem sawah tadah hujan, kandungan unsur hara terutama
kalium umumnya sangat rendah. Hal ini menyebabkan penyakit padi seperti blas
berkembang dengan baik (Sudir et al. 2002). Penyakit-penyakit padi umumnya
berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang kekurangan unsur K
(Suparyono et al. 1992). Pemberian unsur K menyebabkan terjadinya akumulasi
fenol yang bersifat racun bagi patogen sehingga dapat meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap penyakit (Agrios 1988). Kalium satu-satunya kation monovalen
yang esensial bagi tanaman. Peran utama kalium ialah sebagai aktivator berbagai
enzim. Kalium berfungsi mengurangi efek negatif dari pupuk N, memperkuat
batang tanaman, serta meningkatkan pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat
pada buah dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Distan 2011).

10
Tabel 10

Analisis unsur hara mikro pada tanah dengan tanaman terserang
penyakit blas asal Kecamatan Doro
Unsur hara mikro (ppm)
Sampel
tanaha
Mn
Cu
Zn
Si
SB
154.0 ± 5.65
0.25 ± 0.07
1.80 ± 0.00
16.75 ± 0.49
SR
118.5 ± 4.50
0.20 ± 0.00
1.45 ± 0.05
18.30 ± 1.30

a

SB: Serangan berat, SR: Serangan ringan

Tanaman cukup Si memiliki daun yang terlapisi silikat dengan baik,
menjadikannya lebih tahan terhadap serangan berbagai penyakit yang diakibatkan
oleh blas (Makarim et al. 2007). Konsentrasi Si pada daun berkorelasi negatif
dengan keparahan penyakit blas pada tanaman padi (Seebold et al. 2001). Hasil
analisis menunjukkan bahwa tanah serangan berat memiliki Si yang lebih rendah
dibandingkan dengan serangan ringan. Serangan ringan menunjukkan Mn, Cu,
dan Zn yang lebih rendah dari serangan berat, sehingga perlu diadakan penelitian
lanjutan.
Tabel 11 Analisis pH dan bahan organik pada tanah dengan tanaman terserang
penyakit blas di Kecamatan Doro
pH
Bahan organik (%)
Sampel
tanah
H2O
HCL
C organik
N
C/N
SB
4.3 ± 0.42 3.9 ± 0.56 2.54 ± 0.07 0.26 ± 0.007
10 ± 0
SR
4.65 ± 0.07 3.7 ± 0.14 2.29 ± 0.2
0.22 ± 0,01
10.5 ± 0.7
SB: Serangan berat, SR: Serangan ringan

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah. Konsentrasi
H yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif/aktual sedangkan
yang diekstrak dengan KCL 1 N menyatakan kemasaman cadangan/potensial
(Sulaeman et al. 2005). Dari hasil pengukuran pH kemasaman aktif dan
kemasaman cadangan pada serangan berat maupun ringan tergolong masam. Pada
tanah sawah mempunyai pH masam itu tidak menjadi masalah karena pada tanah
sawah yang tergenang akan terjadi perubahan kimia yang membuat tanah
mendekati netral.
Kandungan C-organik tergolong sedang, menurut Setyorini et al. (2006)
kandungan C-organik rendah ( 25%
Situbagendit
7
0
IR 64
12
0
Unggul
0
1
Sidenok
2
2
Varietas
Ciherang
17
4
Mikongga
2
0
Umbul
1
1
Pertiwi
1
0
Penggunaan pupuk
Ya
29
6
organik
Tidak
13
2
Pupuk nitrogen
≤ 50 kg
21
5
51-100 kg
13
3
> 100 kg
8
0
Pupuk posfor
Penggunaan pupuk
≤ 50 kg
38
6
anorganik
51-100 kg
2
1
> 100 kg
1
0
Pupuk kalium
≤ 50 kg
38
5
51-100 kg
0
0
> 100 kg
0
0
< 3 kali
17
1
Frekuensi penggunaan
3-5 kali
21
2
pestisida
> 5 kali
4
5
Mekanis
35
3
Pengendalian gulma
Herbisida
7
5

a

sawah dengan

X2

Pa

14.746 0.039

0.113

0.736

1.816

0.403

1.049

0.592

-

-

12.852 0.002
7.739

0.005

Nilai P< 0.05 menunjukkan ada hubungan asosiasi antara faktor budidaya dengan keparahan
penyakit blas.

12
Analisis tabulasi silang pada tabel 7 menunjukkan bahwa faktor budidaya
padi sawah yang dilakukan petani berkaitan nyata dengan keparahan penyakit
blas. Penelitian menunjukkan faktor budidaya yang berkaitan dengan
perkembangan penyakit blas adalah varietas, frekuensi penggunaan pestisida dan
pengendalian herbisida yang menunjukkan nilai P kurang dari 0.05. Penggunaaan
pupuk K banyak yang terlalu sedikit tidak dapat dianalisis.
Intensitas keparahan kurang dari 25% yang banyak terserang blas adalah
varietas IR 64. Varietas yang banyak terserang blas pada intensitas keparahan
lebih dari 25% adalah varietas Ciherang dan Sidenok. Berdasarkan penelitian,
Ciherang termasuk varietas yang rentan terhadap penyakit blas (Dewi et al. 2013).
Dikaitkan dengan budidaya di beberapa kecamatan Pekalongan pengguna varietas
Ciherang terbanyak di Kecamatan Doro yang memiliki intensitas keparahan
penyakit blas yang tergolong berat. Penanggulangan penyakit blas dengan cara
penggunaan varietas unggul tahan blas hanya bertahan 2-3 musim tanam, hal
tersebut disebabkan karena patogen blas mudah beradaptasi pada varietas baru
dengan membentuk ras-ras yang baru (Santoso et al. 2007).
Frekuensi penggunaan pestisida yang dilakukan petani lebih banyak
menggunakan insektisida dari pada fungisida untuk tindakan pengendalian OPT
tanpa mempertimbangkan gejala penyakit yang terlihat. Pestisida dengan merek
dagang berbeda tetapi memiliki bahan aktif dan fungsi yang sama juga masih
banyak dilakukan petani.
Tabel 8 Pestisida yang digunakan petani di lima kecamatan Kabupaten Pekalonga
berdasarkan bahan aktif dan golongan
Golongan bahan
Jumlah petani
Bahan aktif
aktif
pengguna (N=50)
Tiametoksam
Neonicotinoid
15
Dimehipo
Nerotoksin
14
Sipermetrin
Piretroid
13
Fipronil
Pyrazole
10
Permethrin
Piretroid
7
Difenokonazol
Triazol
5
Deltametrin
Piretroid
3
Klorantraniliprol
Golongan lain
3
Asam khloro bromo iso sianurik
Golongan lain
2
Fenobucarb
Carbamat
2
Heksakonazol
Golongan lain
2
Endosulfan
Organokhlorin
2
Alfametrin
Piretroid
1
Asefat
Carbamat
1
Buprofezin
Golongan lain
1
Lamdda sihalotrin
Piretroid
1
Mankozeb
Carbamat
1
Metil tiofanat
Golongan lain
1
Methomyl
Carbamat
1

13
Penggunaan pestisida dikalangan petani padi sawah di Kabupaten
Pekalongan masih sangat intensif dilihat dalam frekuensi penggunaan lebih dari
lima kali dan tidak sedikit petani melakukan aplikas seminggu sekali dalam satu
musim tanam. Penggunaaan pestisida yang intensif dapat menyebabkan dampak
ekologis yaitu hama penyakit menjadi resisten, matinya organisme berguna dan
munculnya hama sekunder (Hidayat et al. 2010).
Aplikasi insektisida dapat mempengaruhi perkembangan penyakit
tergantung pada waktu aplikasi, jenis insektisida, konsentrasi. Jenis bahan kimia
yang terdapat dalam insektisida dapat mempengaruhi fisiologi tanaman inang
menjadi rentan (Richadson 1957).
Golongan bahan aktif pestisida yang banyak digunakan petani adalah
golongan piretroid dan karbamat. Piretroid menjadi golongan bahan aktif yang
paling banyak digunakan petani padi mencapai 50% dari keseluruhan petani
pengguna pestisida pada tabel 8. Dalam Inpres No.3 tahun 1986 piretroid
termasuk jenis pestisida yang dilarang penggunaanya untuk tanaman padi. Jenis
pestisida yang boleh digunakan memiliki sifat mudah terurai (degradable) dan
berspektrum sempit (narrow spectrum). Pestisida terlarang termasuk golongan
sukar terurai, apabila digunakan terus menerus akan terakumulasi mencapai
tingkat konsentrasi yang membahayakan baik di tanah, air, maupun tanaman.
Disamping itu, berspektrum luas (wide spectrum) sehingga tidak saja membunuh
hama-hama sasaran (targeted pests) tetapi juga membunuh organisme lain yang
menguntungkan seperti predator hama, cacing tanah, dll.
Pengendalian gulma dilakukan petani dengan cara mekanis dan non
mekanis, non mekanis menggunakan herbisida. Petani menggunakan herbisida
atas pertimbangan meminimalkan biaya tenaga kerja. Herbisida yang banyak
digunakan petani berbahan aktif 2,4-D Natrium yang diaplikasikan sebelum
tanam. herbisida 2,4-D dapat bersifat fungitoksik dan fungistatik pada kelompok
cendawan yang diaplikasikan. Hal tersebut dipengaruhi oleh formulasi,
konsentrasi dan organisme yang diuji (Richardson 1958). Gulma yang banyak
ditemukan di areal pertanaman sawah yaitu rerumputan (Digitaria sp. dan
Echinocloa sp.) yang dapat menjadi sumber inokulum awal penyebaran patogen.
Aplikasi herbisida yang tidak merata dapat mempengaruhi aktivitas
metabolisme dan pertumbuhan patogen dalam tanah menjadi meningkat. Banyak
bahan kimia perlindungan tanaman, khususnya herbisida dan zat pengatur tumbuh
menghasilkan perubahan fisiologis pada tanaman yang mengakibatkan tanaman
menjadi rentan terhadap penyakit. Perubahan yang terjadi meliputi perubahan
komposisi tanaman inang yang menciptakan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangan patogen, perubahan mekanisme pertahanan
alami, dan perubahan struktur inang yang dapat mengakibatkan kerentanan lebih
besar untuk memudahkan infeksi patogen (Altman et al. 1989).

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penyakit blas (Pyricularia oryzae) di Kabupaten Pekalongan dilaporkan
mengalami peningkatan serangan pada kurun waktu lima tahun terakhir (20092013). Faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan penyakit blas
diantaranya faktor iklim yaitu curah hujan, semakin tinggi curah hujan maka luas
serangan penyakit blas semakin tinggi. Faktor budidaya padi sawah yang
berkaitan dengan epidemi penyakit blas yaitu penggunaan varietas Ciherang dan
Sidenok, frekuensi penggunaan insektisida lebih dari lima kali dalam satu musim
tanam dan penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma. Sifat kimia tanah
juga memiliki kaitan dengan tingginya penyakit blas yaitu Kalium rendah, Posfor
tinggi dan Silika rendah.

Saran
Pengendalian yang dapat dilakukan petani terhadap penyakit blas pada padi
sawah adalah penggunaan varietas tahan terhadap penyakit blas, mengurangi
frekuensi penggunaan insektisida dengan melihat gejala serangan OPT pada
tanaman. Penggunaan pupuk yang berimbang sesuai dosis pemupukan pada padi
sawah.

15

DAFTAR PUSTAKA
Ahn SN, Yeon KK, Cheol H, Seong SH, Kwon SJ, Chune H, Huhn PM, Susan R.
2000. Molecular mapping of a new gene for resistance to rice blast
(Pyricularia grisea Sacc.). J Euphyt. 116 (1):17-22.
Agrios GN. 1998. Plant Pathology. 3th edition. New York. Academic Press.
Altman J, Rovira AD. 1989. Herbicide pathogen interactions in soil borne root
diseases. Journal of Plant Pathology. 11(2):166-172. DOI:
10.1080/07060668909501133J
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi padi, jagung, dan kedelai [Internet]
[diunduh 2014 Mei 5]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Dean RA, Lee YH, Mitchell TK, Whitehead DS. 1994. Signaling system and gene
expression regulating appressorium formationin magnaporthe grisea. Di
dalam: Zeigler RS, A Sally, Teng PS, editor. Rice Blast Disease. Los Banos
(PH): IRRI. hlm 23-34
Dewi IM, Abdul L, Anton M. 2013. Hubungan karakteristik jaringan daun dengan
tingkat serangan penyakit blas daun pada beberapa genotype padi. Jurnal
HPT. 1(2):10-18
[Ditjentan] Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 2008. Pengalaman
dari 2007 dan mensukseskan MT 2007/2008 [Internet] [diunduh 2014 Mei
28]. Tersedia pada: http://ditjentan.deptan.go.id/index.php. option.
[Ditlin]. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman
Pangan. Jakarta (ID): Direkrorat Jendaral Tanaman Pangan.
[Distan] Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultural Riau. 2011. Kandungan unsur
hara pada pupuk dan manfaatnya bagi tanaman [Internet] [diunduh 2014
Agustus 30]. Tersedia pada: http://distan.riau.go.id/index.php.
Hasanuddin A. 2004. Pengendalian hama dan penyakit padi: upaya tiada henti.
Kumpulan makalah inovasi pertanian. Bogor (ID). Puslitbangtan. hlm 4561.
Hidayat F, Khamidi T, Wiyono S. 2010. Pengetahuan, sikap dan tindakan petani,
di Kabupaten Tegal dalam penggunaan pestisida dan kaitannya dengan
tingkat keracunan terhadap pestisida. J Bumi Lestari. 10 (1):1-12
[IRRI] International Rice Research Institute. 1996. Standard Evaluation System
for Rice. Ed ke-4. Los Banos (PH): IRRI.
Ismunadji, Partohardjono, Satsijati. 1976. Peranan kalium dalam peningkatan
produksi tanaman pangan: problem dan prospek. Bogor (ID). Lembaga
Pusat Penelitian Pertanian Bogor. 2:1-16.
Lopez RY, Pacheco IT, Gonzalez RG, Hernandez MI, Quijano JA, dan Garcia
ER. 2012. The effect of climate chane on plant diseases. African Journal of
Biotechnology
[Internet].
11(10):2417-1428.
Tersedia
pada:
http://www.academicjournals.org/AJB. DOI: 10.5897/AJB10.2442.
Makarim AK, Suhartatik E, Kartoharjono A. 2007. Silikon: Hara penting pada
sistem produksi padi. Jurnal Iptek Tanaman Pangan. 2(2):195-204
Manuwoto S, Adijuwana H. 1991. Mekanisme dan faktor kimia yang mendasari
resistensi beberapa varietas padi terhadap wereng batang coklat Nilaparvata
lugens. Jurnal Ilmu Pertanian. 1:5-13

16
Richadson L. 1957. Effect of insecticides and herbicides applied to soil on the
development of plant diseases I the seedling disease of barley caused by
Helminthosporium sativum P. K. Dan B. Canadian Journal of Plant Science
[Internet]. 37(3):196-204. Tersedia pada: http://www.pubs.aic.ca DOI:
10.4141/cjps57-024.
Richadson L. 1959. Effect of insecticides and herbicides applied to soil on the
development of plant diseases II early blight and fusarium wilt of tomato.
Canadian Journal of Plant Science [Internet]. 39(1):30-38. Tersedia pada:
http://www.pubs.aic.ca DOI: 10.4141/cjps59-004.
Santika A, Sunaryo. 2008. Teknik pengujian galur padi gogo terhadap penyakit
blas (Pyricularia grisea). Buletin Teknik Pertanian 13(1):1-8.
Santoso, Nasution A, Toha HM, Suwarno. Diversifikasi kultivar padi untuk
pengendalian penyakit blas. Apresiasi hasil penelitian padi 2007. Balai
Besar Penelitian Padi.
Scardaci SC, Webster RK, Greer CA, Hill JE, William JF, Mutters DM, Brandon
RG, Kenzi KS, dan Oster JJ. 1997. Rice blast: A new diseases in California.
J Agric Fact Sheet Ser. 2:1-2.
Seebold KW, Kucharek TA, Datnoff LE, Victoria FJ, Marchetti MA. 2001. The
influence of silicon on components of resistance to blast in susceptible,
partially resistant and resistant cultivars of rice. Phytopathology. 91:63-69.
Semangun H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Setyorini D. Widowati L, Kasno A. 2006. Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji
Tanah Sawah (PUTS). Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.
Shahjahan AK, Duve T, Bonman JM.1987. Climate and rice diseases. Di dalam:
IRRI, editor. Weather and Rice. Proceedings of the international workshop
on The Impact of Weather Parameters on Growth and Yield of Rice;1986
Apr 7-10; Los Banos. Los Banos (PH): IRRI. hlm 125-137.
Sinaga MS. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Sudir, Suprihanto dan Pirngadi K. 2002. Pengaruh cara pengolahan tanah dan
pemupukan terhadap intensitas penyakit dan hasil analisi padi di lahan
sawah tadah hujan. Penelitian Tanaman Pangan. 21(2):30-36.
Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk teknis analisis kimia tanah,
tanaman, air dan pupuk. Ed ke - 1. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah
Suparyono, Kartaatmadja S, Fagi AM. 1992. Relationship between potassium and
development of several major rice diseases. Proseding Seminar Nasional
Kalium. 1992 Agustus 4; Jakarta (ID).
Wiyono S, Manuwoto S. 2009. Penyakit Antraknosa pada Pepaya dan Potensi
Pengendaliannya. Bogor (ID): Pusat Kajian Buah Tropika, LPPM-IPB.

17

LAMPIRAN

18

19
Lampiran 1 Hasil analisis tabulasi silang antara faktor budidaya padi sawah
dengan keparahan penyakit blas dengan menggunakan program
statistika SPSS 16.0
Varietas * Keparahan
Crosstab

B1

Total

Keparahan
< = 25%
> 25%
7
0
14,0%
0,0%
12
0
24,0%
0,0%
0
1
0,0%
2,0%
2
2
4,0%
4,0%
17
4
34,0%
8,0%
2
0
4,0%
0,0%
1
1
2,0%
2,0%
1
0
2,0%
0,0%
42
8
84,0%
16,0%

Situbagen Count
dit
% of Total
IR64
Count
% of Total
Unggul
Count
% of Total
Sidenok
Count
% of Total
Ciherang Count
% of Total
Mikongga Count
% of Total
Umbul
Count
% of Total
Pertiwi
Count
% of Total
Count
% of Total

Chi-Square Tests
Value
14,746a
15,199

df

Asymp. Sig.
(2-sided)
,039
,034

Pearson Chi-Square
7
Likelihood Ratio
7
Linear-by-Linear
2,311
1
,128
Association
N of Valid Cases
50
a. 13 cells (81,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,16.

Total
7
14,0%
12
24,0%
1
2,0%
4
8,0%
21
42,0%
2
4,0%
2
4,0%
1
2,0%
50
100,0%

20
Penggunaan pupuk organik* Keparahan

B9

tidak
Ya

Total

Crosstab
Keparahan
< = 25%
> 25%
Count
29
6
% of Total
58,0%
12,0%
Count
13
2
% of Total
26,0%
4,0%
Count
42
8
% of Total
84,0%
16,0%

Total
35
70,0%
15
30,0%
50
100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value
df
(2-sided)
(2-sided)
(1-sided)
a
,113
1
,736
,000
1
1,000
,117
1
,733
1,000
,549

Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
,111
1
,739
Association
N of Valid Cases
50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2,40.
b. Computed only for a 2x2 table
Nitrogen * Keparahan
Crosstab

Nitrogen

100 kg

Total

Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total

Keparahan
< = 25%
> 25%
21
5
42,0%
10,0%
13
3
26,0%
6,0%
8
0
16,0%
0,0%
42
8
84,0%
16,0%

Total
26
52,0%
16
32,0%
8
16,0%
50
100,0%

21
Chi-Square Tests
Value
1,816a
3,068

Asymp. Sig.
(2-sided)
,403
,216

df

Pearson Chi-Square
2
Likelihood Ratio
2
Linear-by-Linear
1,191
1
,275
Association
N of Valid Cases
50
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,28.
Phospor * Keparahan
Crosstab

Phospor

100 kg

Total

Keparahan
< = 25%
> 25%
38
2
1
41

Total
6
1
0
7

44
3
1
48

Chi-Square Tests
Value
1,049a
1,010

df

Asymp. Sig.
(2-sided)
,592
,604

Pearson Chi-Square
2
Likelihood Ratio
2
Linear-by-Linear
,089
1
,765
Association
N of Valid Cases
48
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,15.
Kalium * Keparahan
Crosstab

Kalium
Total

25%
38
5
88,4%
11,6%
38
5
88,4%
11,6%

Total
43
100,0%
43
100,0%

22

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
.a
N of Valid Cases
43
a. No statistics are computed
because Kalium is a constant.
Penggunaan pestisida* Keparahan
Crosstab
Keparahan
< = 25%
> 25%
Total
C4
< 3 kali
Count
17
1
18
% of Total
34,0%
2,0%
36,0%
3 - 5 kali Count
21
2
23
% of Total
42,0%
4,0%
46,0%
> 5 kali
Count
4
5
9
% of Total
8,0%
10,0%
18,0%
Total
Count
42
8
50
% of Total
84,0%
16,0%
100,0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
df
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square
12,852
2
,002
Likelihood Ratio
10,287
2
,006
Linear-by-Linear
8,502
1
,004
Association
N of Valid Cases
50
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,44.
Perlakuan gulma * Keparahan
Crosstab

B12

Mekanis
Non mekanis

Total

Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total

Keparahan
< = 25%
> 25%
35
3
70,0%
6,0%
7
5
14,0%
10,0%
42
8
84,0%
16,0%

Total
38
76,0%
12
24,0%
50
100,0%

23

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
df
(2-sided)
a
7,739
1
,005
5,431
1
,020
6,676
1
,010

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig. (1sided)

Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
,014
,014
Linear-by-Linear
7,585
1
,006
Association
N of Valid Cases
50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1,92.
b. Computed only for a 2x2 table

24
Lampiran 2 Kuisioner terstruktur tentang teknik budidaya padi sawah
Kabupaten : …………………………
Kecamatan : …………………………
Desa
: …………………………

Pewawancara : …………………..
Tanggal wawancara : …………….
Tempat wawancara : Kebun/Rumah

Karakteristik Petani
1. Nama
: ………………………………….
2. Umur
: …………………………………. tahun
3. Pendidikan tertinggi : …………………………………..
[ ] Tidak sekolah
[ ] SD
[ ] SMP
[ ] SMU
[ ] Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan utama
: ……………………………………
5. Pengalaman berusahatani padi:
[ ]  2 tahun
[ ] 2-5 tahun
[ ]  5-10 tahun
[ ] 10 tahun
6. Luas sawah yang diusahakan:
[ ]  500 m2
[ ] 500 –2000 m2
[ ]  2000-5000 m2
[ ]  5000-10.000 m2
[ ]  10.000 m2
7. Status kepemilikan lahan:
[ ] pemilik dan penggarap
[ ] penyewa
[ ] penggarap
[ ] lainnya ……………….
Budidaya Padi
8. Varietas padi yang ditanam:
[ ] setahun terakhir
[ ] 2 tahun terakhir
[ ] 5 tahun terakhir
9. Asal benih:
[ ] membuat benih sendiri
[ ] membeli di toko pertanian/kios
[ ] membeli dari petani lain
[ ] lainnya ……………………………
10. Umur tanaman saat ini:
[ ] Vegetatif awal (0-36 hari)
[ ] Vegetatif akhir(36-60 hari)
[ ] Generatif

25
11. Jarak tanam :
[ ] 30 x 30 cm
[ ] 30 x 40 cm
[ ] 40 x 40 cm
[ ] lainnya: …. ................
12. Pola tanam:
[ ] monokultur
[ ] tumpang sari dengan tanaman ……………
[ ] lainnya ………………
13. Apakah Bapak melakukan rotasi tanaman?
[ ] ya, dengan pola ………………………..
[ ] tidak
14. Apakah Bapak membuat sistem ”legowo”?
[ ] ya, lebar ....... cm dan panjang ............cm
[ ] tidak
15. Setelah paanen jerami di sawah
[ ] dibiarkan saja setelah panen
[ ] dibakar
[ ] dibenamkan ke tanah
[ ] lainnya...........................
17. Apakah Bapak menggunakan pupuk kandang?
[ ] ya, jenis pupuk kandang ........... dosis ................kg/ha.
[ ] tidak
18. Pemupukan awal tanam
N
Jenis pupuk
Intensitas
Waktu
Dosis/Ha
No
pemupukan
1
2
3
4
19. pemupukan pada masa pemeliharaan
N
Jenis pupuk
Intensitas
No

Waktu
pemupukan

1
2
3
4
20. Penyiangan gulma
N
Penyiangan
No
gulma
1
2
3
4

Intensitas

Waktu
penyiangan

Dosis/Ha

26
21. Kondisi pengairan:
[ ] cukup
[ ] kurang
[ ] lebih
Hama dan Penyakit Tanaman Padi
22. Hama apa saja yang sering menyerang tanaman padi?
23. Bagaimana Bapak mengendalikan hama tersebut?
[ ] disemprot menggunakan insektisida .......................
[ ] lainnya ………………….
24. Penyakit apa yang sering menyerang padi ?
26. Bagaimana Bapak mengendalikan penyakit tersebut?
[ ] disemprot menggunakan .......................
[ ] lainnya ………………….
27. Berapa kali Bapak melakukan penyemprotan pestisida dalam satu musim
tanam?
[ ]  3 kali
[ ] 3-5 kali
[ ] 5-10 kali
[ ]  10 kali
[ ] lainnya ...................
28. Dari mana Bapak mendapat informasi mengenai jenis pestisida yang
digunakan pada padi ?
[ ] dari petugas pertanian
[ ] kios pertanian
[ ] petani lain
[ ] mencoba sendiri
[ ] lainnya ………………………..
29. Pada saat Bapak memutuskan untuk menyemprot, apa yang menjadi dasar
pertimbangan?
[ ] banyak bibit mati
[ ] tampak ada gejala serangan hama/penyakit pada daun
[ ] serangan hama/penyakit meningkat
[ ] petani sekitarnya menyemprot
[ ] sudah waktunya menyemprot (berjadwal)
30. Pada saat menyemprot apakah Bapak mencampur lebih dari satu jenis
pestisida?
[ ] ya
[ ] tidak
31. Bila ya, apa alasan Bapak mencampur pestisida tersebut?
[ ] menghemat waktu
[ ] menghemat tenaga
[ ] agar dapat membunuh hama/penyakit sekaligus
[ ] lainnya.................................

27
Pengetahuan petani terhadap penyakit blas
32. Apakah Bapak mengetahui tentang penyakit blas (nama lainnya)?
[ ] ya, penyebabnya……
[ ] tidak
33. Termasuk penyakit penting
[ ] ya, luas serangan….
[ ] tidak
34. Perkembangan blas 2 tahun terakhir……

28

Lampiran 3 Hasil analisis tanah asal Kecamatan Doro

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 14 Juni 1992, anak bungsu dari
pasangan Bapak Suladi dan Rubiyah.