Densifikasi Biomassa Emisi Pembakaran

Yogyakarta, 24 November 2007 B ‐ 4 dengan E = energi aktivasi, R = konstanta gas universal, T p = temperatur partikel briket, pyr adalah pirolisis, m v = massa volatile matter, m p = massa partikel bahan bakar, m c = massa char, dan m a = massa abu.

2.1.3 Pembakaran Arang

Proses pengeringan dan devolatilisasi menyisakan arang. Laju pembakaran arang tergantung pada konsentrasi oksigen, temperatur gas, bilangan Reynolds, ukuran, dan porositas arang. Arang mempunyai porositas yang tinggi. Porositas arang kayu berkisar 0,9 Borman dan Ragland, 1998. Untuk kebutuhan keteknikan, adalah lebih tepat menggunakan laju reaksi global global reaction rate untuk menunjukkan laju pembakaran partikel arang char. Laju reaksi global dirumuskan dalam istilah laju reaksi massa arang per satuan luas permukaan luar dan per satuan konsentrasi oksigen di luar lapis batas partikel. Sehingga reaksi global bisa dituliskan sebagai berikut : C + ½ O 2 → CO a dimana permukaan karbon juga bereaksi dengan karbondioksida dan uap air dengan reaksi reduksi sebagai berikut : C + CO 2 → 2CO b C + H 2 O → CO + H 2 c Reaksi reduksi b dan c secara umum lebih lambat daripada reaksi oksidasi a, dan untuk pembakaran biasanya hanya reaksi a yang diperhitungkan. Untuk laju reaksi global dengan orde n pada oksigen, laju pembakaran arang adalah : n O c p o c c s k A M M i dt dm 2 2 ρ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = 3 dimana i adalah rasio stoikiometri mol karbon M c per mol oksigen 2 O M yaitu 2 untuk reaksi a, A p adalah luas permukaan luar partikel, k c adalah konstanta laju kinetik, 2 O ρ adalah densitas parsial oksigen pada permukaan partikel, dan n adalah orde reaksi.

2.2 Densifikasi Biomassa

Biomassa pada umumnya mempunyai densitas yang cukup rendah, sehingga akan mengalami kesulitan dalam penanganannya. Densifikasi biomassa menjadi briket bertujuan untuk meningkatkan densitas dan menurunkan persoalan penanganan seperti penyimpanan dan pengangkutan. Densifikasi menjadi sangat penting dikembangkan di negara-negara berkembang sebagai salah satu cara untuk peningkatan kualitas biomassa sebagai sumber energi. Secara umum densifikasi biomassa mempunyai beberapa keuntungan Bhattacharya dkk, 1996 : ™ Menaikkan nilai kalori per unit volume. ™ Mudah disimpan dan diangkut. ™ Mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam. Yogyakarta, 24 November 2007 B ‐ 5 Biomassa mempunyai energi kira-kira 13 energi batubara per unit massa dan 14 energi batubara per unit volume. Densifikasi dapat mengubahnya menjadi masing-masing 23 dan 34 Bungay, 1981. Secara umum teknologi pembriketan dapat dibagi menjadi tiga Grover dan Mishra, 1996 : ™ Pembriketan tekanan tinggi. ™ Pembriketan tekanan medium dengan pemanas. ™ Pembriketan tekanan rendah dengan bahan pengikat binder. Beberapa jenis bahan dapat digunakan sebagai pengikat diantaranya amilumtepung kanji, tetes, dan aspal. Karakteristik pembriketan dievaluasi diantaranya dengan melihat durabilitas, kekuatan mekanis, dan perilaku relaksasi. Wamukonya dan Jenkins 1995 meneliti durabilitas dan relaksasi pada serbuk kayu dan jerami. Chin dan Siddiqui 2000 telah meneliti perilaku relaksasi briket dari berbagai macam biomassa. Relaksasi sangat dipengaruhi oleh tekanan pembriketan. Semakin tinggi tekanan maka relaksasi akan semakin bertambah.

2.3 Emisi Pembakaran

Emisi yang dihasilkan dari pembakaran biomassa adalah CO 2 , CO, NOx, SOx, dan partikulat. Kwong dkk 2004 meneliti campuran serbuk batubara dan sekam padi untuk berbagai komposisi dan udara lebih excess air. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan emisi CO lebih dari 40 untuk campuran sekam padi 50. Hal ini berarti sekam padi dapat menyempurnakan proses pembakaran. Konsentrasi CO juga menurun dengan penambahan excess air. Hasil optimal terjadi pada 30 excess air dan 10-20 campuran sekam padi. Emisi CO campuran biomassa ampas tebu-sekam padi telah diteliti Jamradloedluk dkk 2004 dengan hasil emisi CO rata-rata terendah untuk rasio 40:60 yaitu sebesar 3,3 ppm dan tertinggi untuk rasio 20:80 sebesar 14,4 ppm. Moerman dan Prasad 1995 meneliti rasio COCO 2 dari pembakaran kayu dalam tungku tipe downdraft. Rasio COCO 2 untuk range pembakaran bersih clean combustion dapat diprediksi dengan simulasi dengan kesalahan 10 dibandingkan dengan data eksperimen. Pada pembakaran dengan excess air factor rendah diperoleh rasio yang tinggi. Kenaikan excess air factor akan menurunkan rasio, tetapi pada kenaikan sampai di atas 2 akan menaikkan kembali rasio COCO 2 . Bhattacharya dkk 2002 meneliti emisi yang dihasilkan dari pembakaran kayu dan arang kayu pada berbagai macam tungku. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor emisi CO berkisar antara 19-136 gkg. Emisi terendah dihasilkan oleh tungku jenis RTFD Thailand dan tertinggi tungku jenis Nepal. Pratoto 2004 telah meneliti emisi dari pembakaran empty fruit bunch EFB. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor emisi CO berkisar antara 12-67 gkg.

3. Metode Penelitian