PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI DAN JUMLAH BAHAN PEREKAT PADA PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI CANGKANG KOPI

  

PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI DAN

JUMLAH BAHAN PEREKAT PADA PEMBUATAN

BRIKET BIOARANG DARI CANGKANG KOPI

  • *

    A. Rasyidi Fachry , Maiya Aprilia Kurniasari, Sarah Safadina

  • Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

  

Abstrak

  Briket bioarang adalah bahan bakar tanpa asap yang merupakan suatu jenis bahan bakar padat yang kandungan zat terbangnya dibuat cukup rendah sehingga asap yang ditimbulkan pada pemanfaatannya tidak akan mengganggu kesehatan dari pemakai briket itu sendiri. Dalam penelitian ini briket bioarang dibuat dari limbah cangkang kopi dengan menggunakan perekat tapioka. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan briket bioarang dengan kualitas yang terbaik dengan memvariasikan temperatur karbonisasi dan komposisi perekat. Metode yang digunakan pada penelitian yang dilaksanakan ini adalah metoda o o eksperiment atau percobaan. Variasi temperatur karbonisasi yang digunakan adalah 450 o

  C, 500

  C, dan 550

  C, dengan variasi komposisi perekat yaitu : 5%, 10%,15%, 20%, dan 25%. Pembuatan briket ini melalui beberapa tahapan yaitu persiapan bahan baku, analisis awal, pembriketan dan analisis akhir. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Kondisi optimum briket cangkang kopi ini terjadi dengan suhu karbonisasi 550 °C dan komposisi perekat 5% yang memiliki nilai kalor tertinggi yaitu 5450 kal/gr. Dalam hal ini penulis menyarankan untuk Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memvariasikan variabel lain yang dapat meningkatan kualitas dan mengembangkan sumber-sumber biomassa lain yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biobriket yang tentunya dapat menghasilkan nilai kalor yang lebih baik dari briket cangkang kopi.

  Kata kunci:

  Briket Bioarang, Cangkang Kopi, Temperatur Karbonisasi

  

Abstract

  Bioarang Briquettes are smokeless fuel which is a type of solid fuel substances made flying low enough so that the smoke generated in their use will not interfere with the health of the user's own briquettes. In this study bioarang briquettes made from waste coffee shells using starch adhesives. This study aims to obtain briquettes bioarang with the best quality by varying the temperature of carbonization and the adhesive composition. The method used in this research studied the method of experiment or trial. o Carbonization temperature variation that is used is 450 ° C, 500

  C, and 550 °C, with variations in the composition of adhesive that is: 5%, 10%, 15%, 20%, and 25%. Making briquettes through several stages of preparation of raw materials, preliminary analysis, briquetting and the final analysis. From the results, optimum conditions briquettes coffee shells is the case with carbonization temperature 550 °C and 5% adhesive composition that has the highest calorific value of 5450 cal / gr. In this case the authors suggest further research should be done by varying the other variables that could improve quality and develop other biomass sources that can be utilized as raw material for making biobriket which certainly can produce a better calorific value of Briquettes shell coffee.

  Keywords: Briquette Bioarang, Shells Coffee, Temperature Carbonization I.

   PENDAHULUAN untuk dikembangkan secara massal dalam

  Briket merupakan bahan bakar padat waktu yang relatif singkat, mengingat teknologi yang terbuat dari limbah padat organik, bahan dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. bakar padat ini merupakan bahan bakar Jenis briket terbagi menjadi 2 yaitu briket alternatif atau merupakan pengganti minyak batubara (biocoal) dan briket arang (bioarang). tanah yang paling murah dan dimungkinkan Pada pembuatan briket arang umumnya menggunakan limbah biomassa seperti jerami, serbuk gergaji, atau berbagai cangkang biomassa seperti kopi, coklat maupun kemiri serta jagung, ketela, dan limbah jarak pagar. Adapun faktor - faktor penting yang dapat mempengaruhi sifat briket arang diantaranya adalah temperatur karbonisasi dan jumlah bahan perekat. Temperatur karbonisasi dan jumlah bahan pengikat ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas dari briket, terutama dalam nilai kalor yang akan dihasilkan oleh briket tersebut.

  Cangkang kopi merupakan salah satu jenis limbah organik yang dapat dengan mudah dan sederhana diaplikasikan, kandungan unsur karbon 42,5% pada cangkang kopi yang cukup besar serta warna yang merah dan gelap sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket. Selama ini limbah organik cangkang kopi tersebut sampai saat ini hanya dibuang disekitar areal perkebunan, selain menurunkan higienitas dan kualitas lingkungan, keberadaan limbah senantiasa menimbulkan problematika sosial.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan pengempaan. Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga mempengaruhi sifat briket. (Anonim, 2007).

  Teknologi Pembriketan

  Tapioka adalah tepung dengan bahan baku ubi kayu dan merupakan salah satu bahan untuk keperluan industry perekat. Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama, untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama ubi harus diolah lebih dahulu menjadi bentuk lain yang lebih awet yaitu bentuk tapioka.

  Tapioka

  umumnya banyak digunakan sebagai bahan pengikat briket. Jenis-jenis lempung yang dapat dipakai untuk pembuatan briket terdiri dari jenis lempung warna kemerah-merahan, kekuning- kuningan dan abu-abu.

  1. Clay (lempung) Clay atau yang sering disebut lempung

  Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak.

  Bahan Perekat (Binder)

  Proses karbonisasi merupakan suatu proses dimana bahan-bahan berupa batang, daun, batubara, serbuk gergaji, tempurung kelapa, dan lain-lain, dipanaskan dalam ruangan tanpa kontak dengan udara selama proses pembakaran sehingga terbentuk arang.

  Proses Karboniasasi

  Briket bioarang adalah gumpalan- gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya.

  Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk memanfaatkan limbah cangkang kopi menjadi suatu produk baru berupa briket arang dengan memvariasikan temperatur karbonisasi dan jumlah bahan perekat yang tujuan untuk meningkatkan kualitas briket arang tersebut. Dan diharapkan briket arang yang dihasilkan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif.

  Sedangkan, bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, ataupun limbah pertanian lainnya. Bioarang ini dapat digunakan dengan melalui proses pengolahan, salah satunya adalah menjadi briket bioarang.

  Menurut Lubis (2007), arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pengarangan bahan yang mengandung karbon.

   (sumber : Lubis, 2007) Briket Bioarang

  Lain-lain 6,8

  Lemak 1,2 Minyak volatile 0,1

  Air 9,5 Tanin 8,6

  Karbon 42,5 Serat kasar 27,5

  Tabel 1. Komposisi Cangkang Kopi Komponen kimia Nilai (%)

  Kulit luar buah (cangkang) kopi terdiri dari satu lapisan tipis berwarna hijau tua pada buah yang masih muda, kemudian berangsur-angsur berubah menjadi hijau kekuningan, kuning dan akhirnya menjadi merah sampai merah hitam kalau telah masak sekali. Pada umumnya komponen yang terdapat pada cangkang kopi itu sendiri adalah :

  Limbah Padat Kopi

  Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan

2. METODOLOGI PENELITIAN Alat dan bahan yang digunakan Bahan yang digunakan :

  7. Selanjutnya dicetak menjadi briket arang terbentuk silinder atau bulat (onde).

   

  m m m m Kadar lembab air

  penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan.

  2 % x

  4. Karbonisasi yaitu dengan memasukkan limbah cangkang kopi ke dalam tungku pembakaran yang dilengkapi dengan cerobong serta lubang dengan komposisi 50 gram umpan limbah solid untuk setiap kali pengarangan (karbonisasi).

  5. Karbonisasi berlangsung selama ± 30 menit dengan mengontrol suhu pengarangan aliran udara ke dalam tungku, dengan variasi temperature yaitu : 450, 500, dan 550 o C.

  6. Melakukan pencampuran bahan baku dengan bahan perekat dengan komposisi perekat yaitu : 5%, 10%,15%, 20%, dan 25%

  8. Mengeringkan briket arang pada temperatur

  Briket yang kita dapatkan dari hasil pembakaran kita hancurkan sampai halus kemudian ditimbang ± 1 gram dan dipanaskan di dalam oven pada temperatur 105 o C selama 1 jam, kemudian didinginkan lalu ditimbang.

  30 o C.

  9. Melakukan karakteristik terhadap briket arang meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon tertambat, dan nilai kalor

  Analisis Percobaan

  1. Analisa Kadar Air

  Dalam menghitung kadar air yang terdapat di dalam briket dari hasil pembakaran adalah dengan menguapkan air yang terdapat di dalam briket sampai mencapai bobot yang konstan.

  % 100

  1

   Dimana : m1 = berat botol timbang + tutup (gram) m2 = berat botol timbang dan tutup + contoh sebelum pemanasan (gram) m3 = berat botol timbang dan tutup + contoh setelah pemanasan (gram)

  Parameter yang digunakan

  3

   Gelas kimia 1000 ml 1 buah  Stop watch 1 buah  Termometer 250 o

  Bahan baku yang digunakan yaitu cangkang kopi, dan tepung tapioka.

  Alat yang Digunakan

   Furnace 1 buah

   Oven 1 buah

   Krus porselen 1 buah  Gelas kimia 250 ml 2 buah

   Gelas kimia 100 ml 1 buah

   Gelas kimia 500 ml 2 buah

  C 1 buah

   Grinding 1 buah

   Spatula 1 buah

   Neraca analitik 1 buah  Gelas ukur 100 ml 1 buah  Kaca arloji 3 buah  Bomb calorimeter 1 buah

   Pipet ukur 25 ml 1 buah

   Pengaduk 1 buah  Bola karet 1 buah  Alat press 1 buah

   Penjepit 1 buah

   Desikator 1 buah

   Hot plate 1 buah

  2

  • Temperature Karbonisasi : 450 o
  • Komposisi Perekat ( Tapioka ) : 5%,10%,15%,20%,25%.

  3. Melakukan pengecilan ukuran secara manual.

  1. Persiapan bahan baku meliputi, pengelompokan, pengeringan, pengecilan ukuran sebesar 20 mesh dan karbonisasi.

  Perlakuan dan Rancangan Penelitian

  C, dan 550 o C.

  C, 500 o

  2. Analisa Kadar Abu

  Kadar abu ditentukan dengan cara menimbang residu (sisa) pembakaran sempurna dari contoh pada kondisi standar. Untuk menghitung kadar abu dari masing – masing briket arang dari hasil pembakaran menggunakan persamaan sebagai berikut :

  2. Pengeringan awal dilakukan pada temperatur 110 o C selama 2 jam.

  • Briket arang ditimbang ± 1 gram dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang telah disediakan kemudian dibakar dengan oksigen dalam bomb yang terletak didalam sistem calorimeter yang berisi air, dimana sistem calorimeter ini dijaga agar selalu adiabatic.
  • Menekan tombol ” Start ”, lalu menekan ”
  • Arang yang telah dihaluskan dikeringkan di dalam oven pada temperature 110 o
  • Selanjutnya kita abukan dalam furnace pada temperatur 900 o
  • Abu yang dihasilkan selanjutnya ditimbang dengan teliti.

  • Bahan yang digunakan tadi yang bebas air ditimbang ± 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan di tutup.
  • Memasangkan pada kaitan kawat Ni-Cr, dan memanaskan dibagian atas furnace (± 650 C ) selama 2-3 menit, kemudian pemanasan diteruskan selama 7 menit pada suhu 900 o C.
  • Mendinginkan dalam desikator dan ditimbang.

  FC = 100% - (%Kadar Air + Kadar Abu + % Kadar zat terbang)

  Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi komposisi perekat maka semakin besar kadar air briket. Hal ini dikarenakan perekat yang digunakan banyak mengandung air, dan dengan persentase perekat yang sedikit, maka ikatan antar partikel arang dan perekat yang terbentuk menjadi kurang kompak, hal ini mempermudah penguapan kandungan air yang ada pada briket sehingga kadar air berkurang.

  Dari grafik diatas, dapat dijelaskan bahwa komposisi perekat yang bervariasi dapat mempengaruhi kadar air briket, dimana semakin besar komposisi perekat akan menaikkan kadar air briket. Pada suhu karbonisasi 550 °C perubahan kadar air cenderung konstan, hal ini disebabkan karena pada saat proses karbonisasi dan pengeringan briket, kandungan air yang terkandung dalam bahan baku sudah banyak yang hilang atau menguap.

  Grafik Hubungan Antara Komposisi Perekat Terhadap Kadar Air Briket

  1 2 3 4 5 6 7 8 9 5 10 15 20 K 25 Komposisi Perekat (%) a d a r A ir ( % Suhu Karbonisasi 450 C Suhu Karbonisasi 500 C Suhu Karbonisasi 550 C Gambar 1.

  3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air (Inherent Moisture)

  Continue ”, memasukkan nama kode atau ID sample kemudian menekan enter. Kemudian secara otomatis alat akan menganalisis sample dan menghitungnya.

  Untuk menghitung nilai kalor dari briket arang dari masing

  Nilai Kalor

  4. Analisa Kadar Karbon Tetap (fixed carbon)

  Kadar karbon tetap yang terdapat di dalam briket arang dapat dihitung dengan mengguanakan persamaan sebagai berikut :

  (gram) Untuk menghitung kadar zat terbang yang terdapat di dalam briket arang dari campuran sekam padi, serbuk gergaji, dan cangkang kopi adalah sebagai berikut :

  IM = Kadar air A = Berat arang mula – mula B =Berat arang setelah dipanaskan

  VM = Kadar zat terbang

  Untuk menghitung kadar zat terbang dari masing – masing arang dari hasil pembakaran menggunakan persamaan sebagai berikut : Dimana :

  3. Analisa Kadar Zat Terbang

  C sampai semua arang terabukan.

  C selama 3 jam, kemudian didinginkan lalu ditimbang ± 1 gram.

  Untuk menghitung analisa kadar abu dari masing – masing briket arang dari hasil pembakaran dilakukan dengan cara :

  Semakin lama waktu karbonisasi maka akan menurunkan kadar inherent moisture (IM), karena kandungan uap air pada saat karbonisasi banyak yang hilang akibat penguapan pada

  • – masing bahan tersebut dapat digunakan alat bomb calorimeter, dan dihitung secara otomatis oleh alat Prinsip kerja dari alat ini adalah :
temperatur karbonisasi. Ini menyebabkan kadar air terikat pada briket semakin sedikit.

  Analisa Kadar Abu (Ash Content)

  Dari hasil analisa, kadar abu briket bioarang cangkang kopi yaitu berkisar antara 7 – 15 %. Kadar abu terendah terdapat pada briket dengan temperatur 550 o C dan jumlah bahan pengikat 20% yaitu 7,5%, sedangkan kadar abu tertinggi sebesar 15,1% terdapat pada briket dengan temperatur karbonisasi 450 o C dengan jumlah pengikat 5%. Pengaruh temperatur karbonisasi dan jumlah bahan pengikat terhadap kadar abu briket juga dapat dilihat pada gambar 4.2. Dari gambar terlihat jelas bahwa semakin tinggi temperatur karbonisasi maka semakin rendah pula kadar abunya. Hal ini dikarenakan pada temperatur 450, 500, dan 550 o C tidak terjadi pengabuan, tetapi hanya terjadi proses pengkarbonan berupa karbon padat dan karbon mudah terbakar.

  Sementara itu juga terlihat bahwa semakin besar jumlah bahan perekat yang ditambahkan maka akan semakin rendah kandungan abu di dalam briket. Hal ini disebabkan karena penambahan jumlah bahan perekat akan mengurangi jumlah arang pada adonan briket. Jumlah arang ini akan mempengaruhi kadar abu briket. Semakin sedikit jumlah arang maka semakin sedikit kandungan mineral pada briket yang terabukan pada proses pembakaran.

  2 4 6 8 10 12 14 16 5 10 15 20 K 25 Komposisi Perekat (%) a d a r A b u ( % Suhu Karbonisasi 450 C Suhu Karbonisasi 500 C Suhu Karbonisasi 550 C Gambar 2.

  Grafik Hubungan Antara Komposisi Perekat Terhadap Kadar Abu Briket

  Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)

  Hubungan antara suhu karbonisasi pada briket dari cangkang kopi dan komposisi perekat terhadap zat terbang dapat dilihat pada grafik beikut :

  5 10 15 20 25 5 10 15 20 25 Komposisi Perekat (%) V M ( % ) Suhu Karbonisasi 450 C Suhu Karbonisasi 500 C Suhu Karbonisasi 550 C Gambar 3.

  Grafik Hubungan Antara Komposisi Perekat Terhadap Kadar Zat Terbang Briket

  Zat terbang adalah komponen arang briket yang mudah menguap apabila dipanaskan tanpa udara (proses karbonisasi). Zat terbang dapat berupa gas-gas combustable seperti metana, hidokarbon ringan, hidrogen dan karbon monoksida serta sebagian kecil

  non combustable gas seperti uap air dan

  hidrokarbon. Briket arang yang mempunyai kadar zat terbang yang tinggi akan mempercepat proses pembakaran karbon padatnya dan sebaliknya, sehingga pada briket yang mengandung kadar zat terbang yang lebih tinggi akan mempermudah dalam proses pembakarannya.

  Pada gambar di atas didapatkan bahwa briket dengan komposisi perekat 25% mengalami peningkatan kadar zat terbang yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan komposisi perekat yang 5%, 10%, 15% dan 20%. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya penambahan bahan perekat maka akan didapatkan struktur briket yang lebih kompak sehingga semakin besar persentase jumlah perekat menyebabkan semakin tinggi kadar zat terbang. Dari grafik diatas ditunjukkan bahwa dengan suhu karbonisasi yang semakin tinggi maka kadar zat terbang briket mengalami penurunan, hal ini dikarenakan banyaknya senyawa-senyawa

  volatile

  (mudah menguap) yang telah teruapkan pada saat karbonisasi, sehingga kadar zat terbang yang tersisa dalam briket berada dalam jumlah kecil. Kadar zat terbang tertinggi pada briket cangkang kopi didapat pada saat suhu karbonisasi 450 °C dengan komposisi perekat 25% yaitu sebesar 23,54%. Sedangkan kadar zat terbang yang terendah didapatkan pada saat suhu karbonisasi 550 °C dengan komposisi perekat 5% yaitu sebesar 17,29%. Dari data hasil penelitian dapat diketahui bahwa kadar zat terbang dari briket berbahan baku cangkang kopi ini cukup tinggi. Diharapkan kadar zat terbang pada briket tidak terlalu tinggi karena akan lebih disenangi dalam pemakaiannya karena asap yang dihasilkan sedikit. Briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap.

  Analisa Karbon Tertambat (Fixed Carbon)

  Hubungan antara temperatur karbonisasi dan jumlah bahan perekat terhadap nilai kalor dapat ditunjukkan pada gambar 4.5. Dari

  Perbandingan Nilai Kalor Briket Arang Cangkang Kopi dengan Biobriket Lainnya

  Perekat Terhadap Nilai Kalor Briket

  6000 5000 4000 3000 1000 2000 5 10 15 20 C 25 Komposisi Perekat (%) V ( k a l/ g r ) Suhu Karbonisasi 450 C Suhu Karbonisasi 500 C Suhu Karbonisasi 550 C Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Komposisi

  Sedangkan untuk variasi jumlah perekat. Semakin banyak perekat yang digunakan, maka semakin turun nilai kalor dari briket cangkang kopi. Hal ini disebabkan karena banyaknya bahan perekat akan mengurangi jumlah arang dalam briket. Berkurangnya jumlah arang juga akan mengurangi kandungan karbon padat briket sehingga nilai kalor pada saat pembakaran briket pun semakin menurun.

  meningkat pula nilai kalor briket. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur karbonisasi maka kadar air, kadar abu, dan zat terbang briket semakin berkurang sehingga kadar karbon padat dalam briket semakin bertambah. Bertambahnya nilai karbon padat mengakibatkan nilai kalor briket semakin naik.

gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin besar temperatur karbonisasi maka semakin

  Kalor adalah panas yang dihasilkan pada saat pembakaran briket. Nilai kalor briket berkaitan dengan nilai dari karbon padat briket. Semakin banyak karbon padat, maka nilai kalor briket akan semakin tinggi pula. Besarnya nilai kalor pada briket ditentukan oleh bahan baku yang digunakan, selain itu nilai kalor pada briket dipengaruhi pula oleh jumlah bahan perekatnya.

  Karbon tertambat (fixed carbon) disebut juga karbon padat. Karbon tertambat dalam briket merupakan unsur karbon (C) yang terbakar pada saat oksidasi oleh oksigen dari udara. Banyaknya karbon padat tergantung dari kadar air, kadar abu, dan kadar zat terbang pada briket karena persentase karbon padat diperoleh dengan mengurangi 100 dari jumlah persentase kadar air, kadar abu, dan kadar zat terbang tersebut.

  Analisa Nilai Kalor ( Calorific value )

  Sedangkan kadar fixed carbon terendah sebesar 57,38% terdapat pada briket dengan suhu karbonisasi 450 o C dan jumlah perekat 25%. Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin besar jumlah bahan pengikat maka kadar karbon tertambat briket akan semakin rendah. Hal ini terkait dengan kadar air, kadar abu, dan zat terbang. Dari analisa sebelumnya, semakin banyak jumlah bahan perekat maka kadar air dan zat terbang semakin naik sedangkan kadar abu menurun. Meningkatnya kadar air, dan kadar zat terbang akan menurunkan kadar karbon padat pada briket dan sebaliknya.

  Kadar barbon tertambat tertinggi terdapat pada briket dengan temperatur 550 o C dengan jumlah bahan perekat 5% yaitu sebesar 67,20%.

  carbon briket berkisar antara 57,38 – 67,20%.

  Pada data menunjukkan, kandungan fixed

  Grafik Hubungan Antara Komposisi Perekat Terhadap Kadar Karbon Tertambat Briket

  52 54 56 58 60 62 64 66 68 5 10 15 20 F 25 Komposisi Perekat (%) C ( % ) Suhu Karbonisasi 450 C Suhu Karbonisasi 500 C Suhu Karbonisasi 550 C Gambar 4.

  Berdasarkan hasil analisa nilai kalor briket arang cangkang kopi yang kami lakukan, maka kami dapat membandingkannya dengan data literatur serta hasil penelitian beberapa biobriket yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu sebagai berikut : Tabel 2. Perbandingan Nilai Kalor Briket Arang Cangkang Kopi dengan Biobriket Lainnya

  Jenis Biobriket Variabel Nilai Kalor (kal/gr) Suhu Karbonisasi (°C) Komposisi Perekat (%) Briket Arang Cangkang Kopi

  ” Bahan Energi Alternatif ”.

  Subang.

  Tri Radiyati, dan Agusto W.M. 1990. ”Tepung Tapioka”. BPTTG Puslitbang Fisika.

  http://www.BriketBatubara.com. Diakses tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.15 WIB.

  ”Standar Nilai Briket”.

  Lubis, Safwan. 2007. ”Briket Arang Sebuah Energi Alternatif”. http://www.BriketArang.com. Diakses tanggal 12 April 2010 pukul 09.00 WIB. Media Indonesia. 2008.

  Palembang. Kompas. 2003. ”Briket Batubara sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah”. http://www.beritaiptek.com. Diakses tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.00 WIB.

  ”Pengaruh Temperatur Karbonisasi dan Jumlah Bahan Pengikat pada Pembuatan Briket Bioarang dari Ijuk Pohon Aren”. Universitas Sriwijaya.

  Palembang. Khairiah Nikmah, dan Deby Dwi Fauzi. 2009.

  ”Pengaruh Perekat Sagu dan Ukuran Partikel serta Waktu Karbonisasi Terhadap Kualitas Biobriket Arang Bambu”. Universitas Sriwijaya.

  Lembaga Pendidikan Perkebuanan. Yogyakarta. Catrunniza Fabiola, dan Danti Aprilia. 2009.

  2006. ”Pembuatan Briket Bioarang dari Arang Sebuk Gergaji Kayu Jati”. Universitas Diponegoro. Semarang. Anonim. 2007.

  5 5246 10 5077 450 15 4958 20 4888

  Angga Yudanto, dan Kartika Kusumaningrum.

  Palembang.

  Enceng Gondok dengan Sagu Sebagai Pengi kat”. Universitas Sriwijaya.

  Adi Candra Brades, dan Febrina Setyawati Tobing . 2005. ”Pembuatan Briket dari

  Jadi, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa cangkang kopi merupakan biomassa yang juga memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku biobriket sebagai bahan bakar alternatif mengingat nilai kalor yang dihasilkan cukup baik.

  Batok Kelapa 6728 Tabel di atas menunjukkan nilai kalor yang dihasilkan briket cangkang kopi rata-rata di atas 4500 kal/gr. Briket cangkang kopi yang mempunyai nilai kalor maksimum yaitu briket dengan suhu karbonisasi 550 °C dan 5% perekat. Dibandingkan dengan biobriket lainnya nilai kalor briket ini 5450 kal/gr terbilang cukup tinggi, yang nilainya lebih tinggi dibandingkan nilai kalor biobriket eceng gondok berukuran partikel 20 mesh dan komposisi perekat 5% yaitu 5101,333 kal/gr (Adi dan Febrina, 2008). Sementara itu untuk briket cangkang kopi jika dibandingkan dengan briket bahan baku ijuk pohon aren pada komposisi perekat 10% suhu 450 o C yang memiliki 5162 kal/gr memang agak sedikit rendah nilai kalornya tetapi perbedaan nilainya tidak terlalu besar.

  Eceng gondok 5101,333 Ijuk Pohon Aren 5162

  Briket Arang Lainnya

  550 15 5204 20 4692 25 4527

  500 15 4769,5 20 4716,5 25 4503 5 5450 10 5339

  25 3556 5 5402 10 4795,5