Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 61-5
kegiatan penambangan rakyat. Conto yang dianggap mewakili rona awal ini tersebar di
bagian utara wilayah penelitian, diantaranya daerah Menguri, Sekendal, Sungapan 2 dan
Nguri.
Conto tanah 5 buah diambil dari sekitar lokasi gelundung, karena pada umumnya
proses amalgamasi dan pembuangan tailing dilakukan di halaman rumah atau di kebun
pemilik tambang, sehingga kemungkinan kontaminasi merkuri pada lahan pemukiman
cukup tinggi. Demikian juga conto tailing 9 buah diambil dari lokasi pembuangan tailing
yang umumnya berupa kolam buatan di halaman rumah atau kebun, untuk mengetahui
kandungan merkuri dan logam berat lainnya dalam tailing serta kandungan emas dan perak
untuk memperkirakan efektifitas teknik pengolahan dengan menggunakan merkuri
gelundung.
Pengambilan conto batuan 9 buah dilakukan di lokasi Tambang Nurwaji, Suwiji
dan Plampang 2 conto bijih, dan di lokasi singkapan andesit termineralisasi di S.
Plampang dan S. Menguri. Analisis unsur Au, Hg dan logam lainnya dimaksudkan untuk
mengetahui rona awal kadar logam tersebut pada batuan yang termineralisasi.
Semua conto geokimia telah dianalisis unsur Hg, Cu, Pb, Zn, Cd dan As. Untuk conto
batuan dan tailing selain unsur-unsur tersebut, juga dianalisis unsur Au dan Ag. Pola
penyebaran unsur Hg akan dipakai sebagai dasar utama dalam memberikan gambaran
kontaminasi atau penurunan kualitas lingkungan, mengingat usaha pertambangan
emas di Daerah Sangon dan sekitarnya menggunakan merkuri sebagai media untuk
pengolahan emasnya. Sedangkan unsur logam berat lainnya merupakan logam berbahaya
yang biasanya berasosiasi erat dengan mineralisasi emas sehingga dengan adanya
kegiatan pertambangan emas, unsur logam tersebut akan terbuang melalui air dan tailing
ke sungai dan lingkungan di sekitarnya. 3.3
Prakiraan Dampak Lingkungan Tambang Emas Rakyat Di Sangon
Pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi di Daerah Sangon umumnya
dilakukan di halaman rumah atau di pinggir sungai yang berdekatan dengan lokasi tambang
dengan memakai gelundung Foto 2. Satu lokasi pengolahan bijih menggunakan 1 - 10
gelundung dan setiap gelundung dapat mengolah 15 - 25 kg bijih dalam sehari. Bijih
yang telah ditumbuk dimasukkan kedalam gelundung berisi potongan besi rod,
ditambahkan air, merkuri dan semen, dan selanjutnya diputar selama 8 - 24 jam dengan
tenaga listrik generator atau kadang-kadang dengan tenaga air jika kondisi sungai
memungkinkan. Setelah proses amalgamasi selesai, amalgam dipisahkan dari tailingnya
dengan cara diperas dengan kain parasit dan tailing dialirkan ke dalam bak penampungan
tailing Foto 3 atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah Foto 4. Di beberapa lokasi,
material tailing yang telah memenuhi kolam dijual dan dibawa keluar daerah Sangon untuk
diproses ulang. Jika hal ini terjadi, maka kemungkinan kontaminasi merkuri di lokasi
pengolahan di Sangon dapat berkurang. Tetapi kadang-kadang dalam kondisi bak
penampungan yang telah penuh, proses pengolahan masih berlangsung sehingga
tailing meluap dan mengalir ke sungai, terutama jika terjadi hujan, sehingga terjadi
kontaminasi merkuri di lingkungan sekitarnya. Selain itu jika gelundung diletakkan di pinggir
sungai, biasanya tailing dibuang langsung kedalam sungai sehingga kontaminasi merkuri
di sungai akan terjadi secara langsung.
Proses pemisahan emas dari amalgam dilakukan dengan cara penggarangan yang
sederhana tanpa mempertimbangkan kualitas kesehatan dan lingkungan kerja. Amalgam
dimasukkan kedalam mangkok keramik, ditambahkan boraks dan langsung dibakar
pada suhu 300-400 °C sampai menghasilkan bullion. Proses ini dilakukan di ruangan
terbuka sehingga merkuri akan langsung menguap dan mengkontaminasi udara di
sekitarnya.
Pengambilan conto sedimen sungai dan air dilakukan pada saat musim kemarau,
dimana banyak sungai yang sifatnya intermiten memiliki debit air yang sangat kecil atau
bahkan tidak berair. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa sedimentasi logam berat
dalam endapan sungai berlangsung lambat dan penyebarannya bersifat lokal. Meskipun
demikian pada saat musim hujan, sebagian sungai mengalami banjir dan dalam keadaan
demikian memungkinkan penyebaran merkuri dan unsur logam lainnya lebih luas, sehingga
kontaminasi merkuri dan unsur lainnya dalam air dan sedimen sungai akan membawa
dampak lebih besar, terutama jika unsur-unsur berbahaya tersebut diserap oleh makhluk hidup
sebagai bagian rantai makanan yang akhirnya menjadi konsumsi masyarakat.
3.4 Merkuri
Dalam Batuan
Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 61-6
Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni native mercury di alam dan
biasanya membentuk mineral sinabar cinnabar atau merkuri sulfida HgS. Merkuri
sulfida terbentuk dari larutan hidrothermal pada temperatur rendah dengan cara pengisian
rongga cavity filling dan penggantian replacement. Merkuri sering berasosiasi
dengan endapan logam sulfida lainnya, diantaranya Au, Ag, Sb, As, Cu, Pb dan Zn,
sehingga di daerah mineralisasi emas tipe urat biasanya kandungan merkuri dan beberapa
logam berat lainnya cukup tinggi. Kelimpahan rata-rata merkuri dan beberapa logam berat
dalam batuan yang tidak termineralisasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil analisis kimia 6 conto batuan termineralisasi di Daerah Sangon menunjukkan
kadar merkuri Hg berkisar antara 1,4 - 3,4 ppm. Conto bijih berupa urat kuarsa
mengandung emas, yang diambil dari lokasi Tambang Nurwaji di Ds. Sangon 2
mengandung 92 ppm Hg. Conto bijih tersebut mengandung 891 ppm Cu, 0,53 Pb, 18,5
Zn, 1318 ppm Cd, 1035 ppm Ag dan 0.282 ppm Au. Sedangkan contoh bijih yang diambil
dari lokasi tambang lainnya memiliki kadar 18 ppm Hg Shaft Sangon 2 dan 2,3 ppm Hg
Shaft Tambang Suwiji di Gunung Kukusan. Conto bijih dari Tambang Suwiji, selain
mengandung merkuri, juga menunjukkan konsentrasi arsen yang sangat tinggi, yaitu
2800 ppm As. Sebagai tambahan, kedua conto bijih tersebut juga mengandung kadar logam
dasar Cu, Pb, Zn, emas dan perak yang signifikan. Hasil analisis kimia tersebut diatas
menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam batuan termineralisasi cukup tinggi, sehingga
apabila batuan tersebut ditambang dan diolah dengan cara amalgamasi, maka akan
memberikan dampak lingkungan yang signifikan karena merkuri dan logam dasar
lainnya akan terbuang bersama-sama tailing.
3.5 Merkuri Dalam Sedimen Sungai
Kontaminasi merkuri dalam sedimen sungai terjadi karena proses alamiah
pelapukan batuan termineralisasi, proses pengolahan emas secara tradisional
amalgamasi, maupun proses industri yang menggunakan bahan baku mengandung
merkuri. Untuk mengetahui sumbernya, kontaminasi merkuri ini perlu diperhatikan
dengan cermat karena tidak adanya standar baku mutu untuk kadar merkuri dalam sedimen
sungai. Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 baku mutu zat pencemar dalam limbah untuk
parameter merkuri adalah 0,01 mgL atau 10 ppb. Nilai ambang batas ini sangat rendah jika
dipakai untuk mengevaluasi hasil analisa Hg dalam sedimen sungai. Sebagai contoh hasil
pemantauan merkuri di pertambangan emas rakyat PETI di Daerah Pongkor
menunjukkan kadar maksimum 2688 ppm. Dari 231 conto sedimen sungai, hanya 6 lokasi
yang menunjukkan konsentrasi Hg dibawah 0,01 ppm Gunradi, drr., 2000. Demikian juga
hasil pemantauan merkuri di daerah tambang emas rakyat di Cineam, Tasikmalaya yang
mana sebagian besar conto menunjukkan konsentrasi Hg lebih dari 0,01 ppm. Oleh
karenanya dalam kegiatan pendataan penyebaran merkuri di Daerah Sangon ini
perlu dipertimbangkan untuk memakai referensi data kelimpahan atau dispersi unsur
Hg dalam sedimen sungai yang sering dipakai sebagai petunjuk mineralisasi dalam kegiatan
eksplorasi mineral logam. Konsentrasi Hg dalam sedimen sungai berkisar antara 10 ppb
sampai 100 ppb Tabel 2. Untuk daerah dimana tidak terdapat pengolahan emas,
konsentrasi Hg lebih dari 100 ppb dapat menunjukkan adanya mineralisasi sulfida,
sehingga analisis Hg dalam sedimen sungai ini sangat bermanfaat untuk keperluan eksplorasi
mineral logam, khususnya endapan emas tipe epithermal. Sedangkan untuk daerah dimana
terdapat lokasi pengolahan emas, baik yang masih aktif maupun tidak, nilai anomali unsur
Hg dalam sedimen sungai harus dievaluasi secara hati-hati mengingat besar kemungkinan
terjadi pencemaran akibat pemakaian merkuri oleh pertambangan emas rakyat.
Hasil analisis kimia unsur merkuri dalam conto sedimen sungai menunjukkan nilai
minimum 0,01 ppm Hg dan maksimum 97,84 ppm Hg dengan zonasi dan pola penyebaran
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Dengan menggunakan standar nilai
kelimpahan unsur Hg dari Tabel 2 tersebut diatas, maka terdapat 7 conto sedimen sungai
yang memberikan kadar 0.1 ppm Hg atau 100 ppb Hg. Ketujuh conto sedimen sungai
tersebut berasal dari aliran sungai kecil yang berada di daerah batuan yang tidak mengalami
mineralisasi sulfida dan tidak terdapat aktifitas penambangan. Oleh karena itu nilai 0,1 ppm
Hg dapat dianggap mewakili rona awal unsur Hg di Daerah Sangon dan sekitarnya. Nilai
rona awal unsur Hg tersebut terdapat pada sedimen sungai di daerah hulu S. Kadigunung
0,012 ppm, Cabang Kiri S. Secang 0,08 ppm, S. Secang 0,012 ppm, S. Sekendal
0,049 ppm, S. Menguri 0,080 ppm; 0,086 ppm dan 0,056 ppm. Hasil analisis 90 conto
sedimen sungai lainnya menunjukkan kadar
Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 61-7
0,1 ppm Hg, termasuk diantaranya 63 conto yang memiliki kadar 0,1 - 1,0 ppm Hg, dan
sisanya sejumlah 27 conto sedimen sungai memiliki kadar 1,0 - 97,84 ppm Hg. Semua
conto sedimen sungai yang menunjukkan kadar 2 ppm Hg berasal dari daerah dimana
terdapat lokasi penambangan emas rakyat atau yang berdekatan dengan lokasi penambangan
emas rakyat Gambar 2. Termasuk diantaranya adalah conto KO-070-SS yang
mengandung 11,44 ppm Hg, diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2, yang
berada dibawah lokasi bekas Shaft dan Gelundung Sarjan. Conto KO-071-SS yang
diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2 memberikan hasil 97,84 ppm Hg juga berada
pada wilayah penambangan emas rakyat. Demikian juga lokasi conto KO-001-SS dan
KO-006-SS yang mengandung 8,46 ppm Hg dan 52,28 ppm Hg, semuanya berada di sekitar
lokasi penambangan emas rakyat yang masih aktif. Dengan kata lain, tingginya kadar
merkuri dalam conto sedimen sungai memiliki korelasi positif dengan keberadaan
penambangan emas rakyat yang mempergunakan teknik amalgamasi. Dari
analisa data tersebut diatas dapat diduga bahwa penambangan emas rakyat yang menggunakan
gelundung amalgamasi dalam pengolahannya telah menyebabkan pencemaran sungai di
sekitarnya. Meskipun standar baku mutu untuk sedimen sungai belum ditentukan, namun
kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen sungai telah menunjukkan konsentrasi yang
sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak yang negatif dan berbahaya bagi
kesehatan masyarakat di sekitar lokasi penambangan.
Konsentrasi unsur logam dasar Cu, Pb dan Zn menunjukkan nilai yang bervariasi,
terutama di daerah dimana terdapat kegiatan pertambangan emas rakyat. Nilai konsentrasi
logam dasar berkisar 12 - 252 ppm Cu, 10 - 4439 ppm Pb dan 37 - 3980 ppm Zn. Untuk
unsur Cu dan Pb, konsentrasi 80 ppm dianggap sebagai kisaran nilai yang
menunjukkan kelimpahan normal. Sedangkan konsentrasi 80 ppm dianggap sebagai kisaran
nilai yang menunjukkan anomali unsur Cu dan Pb dalam sedimen sungai. Kenaikkan
konsentrasi Cu dan Pb ini dapat disebabkan oleh adanya mineralisasi sulfida tembaga dan
timah hitam maupun oleh adanya kegiatan penambangan. Sedangkan untuk unsur Zn,
nilai 200 ppm dapat dianggap sebagai nilai konsentrasi normal dalam sedimen sungai.
Kenaikan kadar merkuri dalam conto sedimen sungai dari lokasi di sekitar daerah
tambang emas rakyat juga memiliki korelasi positif dengan kenaikan kadar logam dasar,
khususnya Pb dan Zn Tabel 3. Kadar logam Pb dan Zn yang sangat tinggi tersebut
berhubungan langsung dengan proses pengolahan emas dengan cara amalgamasi
dimana mineral sulfida logam, khususnya Cu, Pb dan Zn, bersama dengan merkuri terbuang
sebagai material tailing.
Konsentrasi unsur Arsen dalam sedimen sungai berkisar 2 ppm - 40 ppm. Berdasarkan
nilai kelimpahan unsur As dalam sedimen sungai, nilai konsentrasi As tersebut masih
dapat dianggap sebagai konsentrasi yang normal. Meskipun demikian konsentrasi As
menunjukkan kenaikan yang signifikan pada conto sedimen sungai di sekitar lokasi
penambangan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mineral mengandung arsen yang
berasal dari tailing pengolahan emas yang terakumulasi dalam sedimen sungai.
Konsentrasi unsur Kadmium Cd dalam sedimen sungai berkisar 1 - 3 ppm, dengan
nilai rata-rata 1,38 ppm. Conto sedimen sungai yang berasal dari bagian utara wilayah
penelitian rona awal menunjukkan kadar 1 ppm, sedangkan conto sedimen di sekitar
wilayah pertambangan menunjukkan nilai 2 - 3 ppm. Diantara 97 conto sedimen, terdapat 1
conto yang mengandung 11 ppm Cd yang berasal dari sungai di sekitar lokasi
penambangan emas di Sangon 2. Seperti yang terjadi pada unsur lainnya, kenaikan
konsentrasi Cd kemungkinan disebabkan oleh adanya mineral mengandung Cd dalam
material tailing pengolahan emas yang terakumulasi dalam sedimen sungai.
3.6 Merkuri Dalam Tanah