Pengkondisian Udara dengan Groundcooling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengkondisian Udara dengan Groundcooling

Pengkondisian udara dengan memanfaatkan efek dingin tanah atau lebih dikenal dengan istilah groundcooling ini sudah banyak diterapkan sejak zaman prasejarah oleh manusia-manusia gua hingga zaman modern seperti saat ini. Sudah banyak penelitian yang mengupas ide ini di berbagai belahan dunia. Temperatur tanah yang cenderung konstan sepanjang tahun berpotensi menjadi media pengkondisian udara baik sebagai pendingin pada musim panas dan penghangat di musim dingin. Metode yang digunakan pun semakin bervariasi guna memperoleh efisiensi dan COP terbaik, seperti earth-air heat exchanger EAHE, groundwater heat pump GWHP, ground air collector, dan metode lainnya. Dari beberapa jurnal internasional seperti pemelitian yang dilakukan oleh Yujin Nam dan Ryozo Ooka 2009 di Jepang diketahui bahwa pemanfaatan efek dingin tanah dengan metode groundwater heat pump GWHP dapat digunakan sebagai penghangat ruangan pada musim dingin dan mampu menjadi penyejuk ruangan pada musim panas seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut. Gambar 2.1 Sistem GWHP [13] Universitas Sumatera Utara M. K. Ghosal, dkk 2003 yang menguji efektifitas dari groundcooling EAHE yang diterapkan pada sebuah greenhouse, New Delhi, India. Diperoleh bahwa dengan sistem ini dapat menaikkan temperatur udara 6-7 o C lebih tinggi dari temperatur udara luar selama musim dingin dan menurunkan udara greenhouse sebesar 3-4 o C lebih rendah dari temperatur udara luar selama musim panas. Hasil pengujian ini EAHE memberikan efek yang cukup signifikan pada level beban thermal setiap bulannya. Dengan kata lain adanya EAHE dapat lebih banyak melayani beban thermal tanpa mengubah daya terpasang yang sudah ada. Namun dapat dilihat juga bahwa efektifitas EAHE lebih baik pada musim dingin seperti terlihat pada gambar 2.2 berikut. Gambar 2.2 Variasi Level Beban Thermal Bulanan [7] F. Al Ajmi, dkk 2005 mengetahui bahwa groundcooling dapat menurunkan temperatur udara ruangan sebesar 2,8 o C selama pertengahan Juli pada musim panas. Penelitian yang dilakukan berlokasi di Kuwait selama 5 bulan dan mengklaim dapat menghemat daya pemakaian beban pendingin sebuah rumah moderat sebesar 30 atau sekitar 1700 W. Pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 ini ditampilkan bangunan yang menjadi objek groundcooling dan temperatur yang diperoleh dengan dan tanpa groundcooling. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Objek Bangunan yang Diteliti [1] Gambar 2.4 Temperatur Ruangan Selama Musim Panas pada Bulan Mei Hingga September [1] Mustafa Inalli, dkk 2004 melakukan pengujian di Turki pada sebuah ruangan uji berkapasitas beban pendingin 3,1 kW selama bulan Juni hingga September tahun 2003 dan memperoleh COP sebesar 2,01 untuk sistem EAHE yang ditanam di tanah dengan kedalaman 2 m, seperti ada gambar 2.5 berikut. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 EAHE yang ditanam pada kedalaman 2 m [9] Senada dengan M. K. Ghosal, dkk 2003, G. N. Tiwari, dkk 2005 di New Delhi, India mengklaim bahwa groundcooling EAHE dapat menyimpan potensi energi penghangatan di kota New Delhi maksimum 11,55 MJ pada bulan Januari dan potensi energi pendinginan maksimum 18,87 MJ pada bulan Juni. Adapun jumlah waktu efektif pemakaian EAHE ini cukup bervariasi setiap bulannya seperti yang terlihat pada gambar 2.6 berikut. Gambar 2.6 Jumlah waktu efektif penggunaan EAHE [22] Universitas Sumatera Utara Selain itu di negara tetangga kita, Malaysia, telah dilakukan riset oleh G. Reinmann, dkk 2007 seorang konsultan asal Denmark. Diketahui bahwa groundcooling teknologi cooltek pada sebuah rumah dapat hampir secara kontinu mengedarkan udara bertemperatur 27,2 o C ke dalam rumah. Penelitian ini dilakukan pada sebuah rumah di daerah perbukitan sehingga mempunyai kedalaman yang cukup besar, sekitar 4,5 m di bawah permukaan tanah. Skema penginstalan EAHE ini dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut. Gambar 2.7 Skema EAHE di Daerah Perbukitan [17] Temperatur yang diperoleh ini cukup nyaman bagi orang-orang di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang panas. Temperatur yang nyaman bagi manusia ini sesungguhnya cukup relatif, sulit untuk mendefinisikan artian “nyaman” pada setiap individu. Namun ada sebuah riset yang diadakan oleh Tri Harso Karyono 1998 di Indonesia di mana dikatehui bahwa suku bangsa juga menyumbang perbedaan pada tingkat temperatur nyaman bagi seseorang. Ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Temperatur netralnyaman dari berbagai etnis di Indonesia [11] Ethnic Group Neutral Temperature T n T a o C T o o C T eq o C Aceh n = 6 24,3 24,3 23,4 Tapanuli n = 23 25,9 26,2 24,6 Minang n = 27 26,9 27,4 25,7 Other Sumatran n = 16 26,6 27,0 25,7 Betawi n = 23 27,0 27,3 25,9 Sundanese n = 86 26,4 26,6 25,0 Javanese n = 232 26,4 26,7 25,2 Other Indonesians n = 62 26,9 27,4 26,2 Walaupun angkanya cukup bervariasi namun dapat dilihat bahwa temperatur operasi yang nyaman bagi orang Indonesia berkisar dari 24 o C sd 28 o C. Apabila kita dapat memanfaatkan groundcooling ini sebagai salah satu media pengkondisian udara, khususnya pendingin ruangan tentu akan sangat menguntungkan. Selain teknologi ini ramah lingkungan sehingga ikut mengatasi efek pemanasan global yang menjadi momok saat ini juga dapat menghemat energi dan bersifat ekonomis dari segi keuangan. Namun pada skripsi ini, teknologi groundcooling tersebut tidak digunakan secara langsung sebagai pendingin ruangan namun akan dikombinasikan dengan siklus kompresi uap. Ini didasarkan pada temperatur keluaran dan COP yang diperoleh groundcooling secara langsung tidak sebesar pada siklus kompresi uap. Seperti pada review di atas yang hanya dapat mengeluarkan temperatur 27,2 o C di daerah tropis dan COP yang hanya mencapai angka 2,01. Teknologi groundcooling ini akan dikombinasikan dengan siklus kompresi uap untuk mengoptimasi kerja kompresor, laju pindahan panas dari kondensor, efek refrigerasi evaporator, dan COP dari siklus. Optimasi ini diyakini akan dapat memenuhi tujuan utama pendinginan dengan tetap menghemat energi dan uang yang dikeluarkan dengan siklus kompresi uap yang konvensional. Universitas Sumatera Utara

2.2 Sistem Refrigerasi