Rancang Bangun Dan Pengujian Evaporator Siklus Kompresi Uap Hibrid Untuk Pengkondisian Udara Ruangan 22,932 m2

(1)

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN EVAPORATOR

SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRID UNTUK PENGKONDISIAN

UDARA RUANGAN 22,932 m

2

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

CHANDRA THOMAS SARAGIH NIM . 070401046

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ...ix

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL………..xiv

DAFTAR GAMBAR………. xv

DAFTAR SIMBOL………xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan Penelitian ...2

1.2.1 Tujuan Umum ...2

1.2.2 Tujuan Khusus ...3

1.3 Manfaat Penelitian ...3

1.4 Batasan Masalah ...4

1.5 Sistematika Penulisan ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Defenisi Mesin Pendingin ...6

2.1.1 Kompressor ...6

2.1.2 Kondensor...7

2.1.3 Evaporator ...9

2.1.4 Katup Expansi ...10

2.2 Sistem Refrigerasi...11

2.2.1 Siklus Kompresi Uap ...12

2.2.2 Siklus Kompresi Uap dengan Water Heater ...18

2.3 Beban Pendingin ...22

2.3.1 Defenisi Beban Pendingin ...22

2.3.2 Sumber-Sumber Beban Pendingin ...23

2.3.3 Analisa Beban Pendingin ...24

2.4 Analisa Evaporator ...29

2.4.1 Faktor Kerak (Fouling Factor) ...38

2.4.2 Nilai Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 40


(5)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...44

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...44

3.1.1 Tempat Penelitian ...44

3.1.2 Waktu Penelitian ...44

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan ...44

3.2.1 Alat ...44

3.2.2 Bahan ...47

3.3 Variabel Riset ...47

3.4 Set-up Pengujian ...48

BAB IV ANALISA DATA ...51

4.1 Perhitungan Beban Pendingin Ruangan...51

4.1.1 Perhitungan Beban Pendingin dari Atap ... 51

4.1.2 Perhitungan Beban Pendingin dari Dinding... 51

4.1.3 Perhitungan Beban Pendingin dari Pintu ... 52

4.1.4 Perhitungan Beban Pendingin dari Jendela ... 52

4.1.5 Perhitungan Beban Pendingin dari Manusia ... 54

4.1.6 Perhitungan Beban Pendingin dari Lampu ... 55

4.1.7 Perhitungan Beban Pendingin dari Udara Infiltrasi... 55

4.2 Perancangan Evaporator ...57

4.2.1 Bilangan Reynold dan Bilangan Nusselt ... 57

4.2.2 Koefesien Perpindahan Panas dari Luar Pipa (ho) ... 58

4.2.3 Koefesien Perpindahan Panas dari Dalam Pipa (hi) ... 59

4.2.4 Koefesien Perpindahan Panas Menyeluruh (Uo) ... 59

4.2.5 Perbedaan Temperatur Logaritma Rata-Rata (LMTD) ... 60

4.2.2 Dimensi Evaporator ... 60

4.3 Titik Pengukuran (Posisi Pengukuran) ...61

4.4 Pengukuran Temperatur Ruangan Sebelum Evaporator Dipasang ....62

4.5 Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah Evaporator Dipasang dan water heater tidak diisi air ...64

4.6 Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah Evaporator Dipasang dan water heater diisi air setengah ...66

4.7 Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah Evaporator Dipasang dan water heater diisi air penuh ...68


(6)

4.8 Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah Evaporator Dipasang

dan water heater bersirkulasi ...70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...72

5.1 Kesimpulan ...72

5.2 Saran ...73

DAFTAR PUSTAKA ...74


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Temperatur netral/nyaman dari berbagai etnis di Indonesia ...2

Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa Jenis Refrigerant ...17

Tabel 2.2 Persamaan Bilangan Nu untuk Pipa ...35

Tabel 2.3 Faktor dan Koefisien Konveksi Lapisan Kerak ...39


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Siklus Kompresi Uap ... 15

Gambar 2.2 Diagram P-h Siklus Kompresi Uap ... 16

Gambar 2.3 Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Hibrid ... 20

Gambar 2.4 Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Hibrid Terhubung dengan Data Logger ... 21

Gambar 2.5 Diagram P-h Siklus Kompresi Uap Hibrid ... 21

Gambar 2.6 Jenis Beban Pendingin Pada Udara Luar ... 22

Gambar 2.7 Evaporator pada Sistem Indirect yang Digunakan Mendinginkan Air ... 29

Gambar 2.8 Evaporator yang Menggunakan Udara Secara Langsung ... 30

Gambar 2.9 Profil Temperatur pada Evaporator ... 32

Gambar 2.10 Pola Aliran Fluida Melalui Silinder ... 33

Gambar 2.11 Bidang Perpindahan Panas pada Pipa ... 36

Gambar 3.1 Hobo Micro Station Data Logger ... 45

Gambar 3.2 Agilent dengan Termokopel tipe T dan K ... 46

Gambar 3.3 Evaporator ... 47

Gambar 3.4 Termokopel di Dinding untuk Pengujian ... 49

Gambar 3.5 Diagram Alir Proses Pengerjaan Tugas Akhir ... 50

Gambar 4.1 Diagram Beban Pendingin Ruangan yang Diingnkan ... 57

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan h dengan q/A ... 59

Gambar 4.3 Titik Pengukuran pada Ruangan Saat Pengujian ... 61

Gambar 4.4 Grafik Pengukuran Temperatur Ruangan Sebelum Evaporator Dipasang ... 62

Gambar 4.5 Grafik Pengukuran Temperatur Rata-Rata Ruangan Sebelum Evaporator Dipasang... 62

Gambar 4.6 Grafik Udara Lingkungan dan Radiasi Matahari pada tanggal 1 Oktober 2011 ... 63

Gambar 4.7 Grafik Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah Evaporator dipasang dan Water Heater Diisi Air Kosong ... 64


(9)

Gambar 4.8 Grafik Pengukuran Temperatur Rata-Rata Ruangan Sesudah Evaporator Dipasang dan Water Heater

Diisi Air Kosong ... 64

Gambar 4.9 Grafik Udara Lingkungan dan Radiasi Matahari

pada tanggal 4 Oktober 2011 ... 65 Gambar 4.10 Grafik Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah

Evaporator Dipasang dan Water Heater Diisi Air Setengah ... 66 Gambar 4.11 Grafik Pengukuran Temperatur Rata-Rata Ruangan

Sesudah Evaporator Dipasang dan Water Heater

Diisi Air Setengah ... 66 Gambar 4.12 Grafik Udara Lingkungan dan Radiasi Matahari pada

tanggal 5 Oktober 2011 ... 67 Gambar 4.13 Grafik Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah

Evaporator Dipasang dan Water Heater Diisi Air Penuh ... 68 Gambar 4.14 Grafik Pengukuran Temperatur Rata-Rata Ruangan

Sesudah Evaporator Dipasang dan Water Heater

Diisi Air Penuh ... 68 Gambar 4.15 Grafik Udara Lingkungan dan Radiasi Matahari pada

tanggal 7 Oktober 2011 ... 69 Gambar 4.16 Grafik Pengukuran Temperatur Ruangan Sesudah

Evaporator Dipasang dan Water Heater Bersirkulasi ... 70 Gambar 4.17 Grafik Pengukuran Temperatur Rata-Rata Ruangan

Sesudah Evaporator Dipasang dan Water Heater

Bersirkulasi ... 70 Gambar 4.18 Grafik Udara Lingkungan dan Radiasi Matahari pada


(10)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

A Luas penampang sisi masuk pipa m2

Ao Luas penampang selubung luar pipa m2

COP Coefficient of Performance -

cp Kalor jenis air kJ/(kg.K)

do Diameter luar pipa m

di Diameter dalam pipa m

g Percepatan gravitasi m/s2

h1 Entalpi refrigeran masuk kompresor kJ/kg

h2 Entalpi refrigeran keluar kompresor kJ/kg

h3 Entalpi refrigeran keluar kondensor kJ/kg

h4 Entalpi refrigeran masuk evaporator kJ/kg

hfg Entalpi perubahan fasa refrigeran kJ/kg

hi Koefisien konveksi permukaan bagian dalam pipa W/(m2K)

ho Koefisien konveksi permukaan bagian luar pipa W/(m2K)

km Konduktifitas termal bahan pipa W/(mK)

kf Konduktifitas termal refrigeran W/(mK)

kw Konduktifitas termal air W/(mK)

L Panjang pipa m

LMTD Log Mean Temperature Difference oC

Laju aliran massa refrigeran kg/s

Laju aliran massa air kg/s

N Jumlah pipa kondensor tiap baris -

Nu Bilangan Nusselt -

Pr Bilangan Prandtl -

Re Bilangan Reynold -

Rfo Tahanan thermal akibat kerak bagian luar pipa (m2.oC)/W

Rfi Tahanan thermal akibat kerak bagian dalam pipa (m2.oC)/W

Te Temperatur evaporasi oC


(11)

Ts Temperatur permukaan pipa rata-rata oC

Tf Temperatur film oC

Tw,o Temperatur air keluar kondensor oC

Tw,i Temperatur air masuk kondensor oC

Uo Koefisien perpindahan panas menyeluruh W/(m2K)

v Kecepatan rata-rata fluida m/s

Wc Kerja kompresor Kw

Qe Panas yang diserap evaporator kW

Qk Panas dilepas di kondensor kW

Qr Laju perpindahan panas refrigeran kW

Qw Laju perpindahan panas air kW

ρf Massa jenis refrigeran kg/m3

μf Viskositas absolut refrigeran Pa.s

μw Viskositas absolut air Pa.s

ρw Massa jenis air kg/m3


(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, hikmat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini yang berjudul “RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN

EVAPORATOR SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRID UNTUK PENGKONDISIAN UDARA RUANGAN 22,932 m2”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Strata-1 (S1) pada Departemen Teknik Mesin Sub bidang Konversi Energi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, doa dan bantuan baik materiil, moril, maupun spirituil dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu sebagai manusia yang harus tahu terimakasih, dengan penuh ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita ST., MT. selaku Dosen pembimbing, yang

dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik

Mesin Universitas Sumatera.

4. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin, yang

telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama penulis kuliah.

5. Rekan-rekan satu tim kerja, Jeffry Oliver Manondang Simanjuntak, Lambok

Manik, dan Jeffri Roy Gonzales Siburian yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik

6. Seluruh rekan mahasiswa stambuk 2007 khususnya Hotdi Siahaan, Desy

Hutagaol, Van Ryzal Purba, Rico Manurung, Jefferson Sitorus, Indra Sibuea, Juliarto Siahaan,ST., Lobeny Sinaga, Desmonth Tarigan, Christofel Tobing, Andika Tampubolon, Eddy Sijabat, Machwell Sitompul, San Herip Siagian,


(13)

Surya Siregar, Fritz Manurung, Ridho Sembiring , Ari Jaya Lestari, Januardi Simanjuntak, Janter Naibaho, Brisno Sinaga, Arya Sembiring dan Supandi Silaban (Solidarity Forever).

7. Kepada PT. Seltech Utama yang telah membantu dalam penyelesaian mesin

pendingin hibrid.

8. Terkhusus buat Gina Meninta Barus, Amd yang telah sabar menemani dan

memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Teristimewa kepada orang tuaku tercinta Bapak T. Saragih dan Ibu M. Sinaga

S.Pd yang selalu mendoakan, menyayangi, memotivasi, memberikan semangat, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kakakku Lidya Veronita Saragih, S.Pd dan Adekku Nova Winda Saragih, S.Kep,Ns yang juga telah mendoakan dan mendukung penulis.

10.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu

per satu yang telah banyak membantu penulis baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Departemen Teknik Mesin USU.

Penulis meyakini bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis akan sangat berterimakasih dan dengan senang hati menerima saran, usul, dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima kasih

Medan, Oktober 2011 Penulis

Chandra Thomas Saragih 070401046


(14)

ABSTRAK

Mesin pendingin Siklus Kompresi Uap dengan pemanas air sudah dirancang, dibuat dan diuji. Pembuatan dan pengujian mesin pendingin diatas untuk meningkatkan efisiensi dari mesin pendingin Siklus Kompresi Uap Biasa. Meningkatkan efisiensi merupakan salah satu cara untuk membantu rencana pemerintah Indonesia untuk mengurangi pemakaian energi fosil yang sumber daya nya semakin menurun. Memanfaatkan panas buangan kondensor merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi. Panas buang kondensor dapat memanaskan air tanpa mempengaruhi kerja evaporator dalam mendinginkan ruangan. Metode perhitungan analitik seperti perhitungan beban pendingin, dimensi utama evaporator, pengujian evaporator dalam mendinginkan ruangan tanpa dan dengan pemanas air dapat membuktikan kerja evaporator tidak terganggu dengan adanya pemanas air dalam siklus kompresi uap tersebut. Hasil yang diperoleh dari pembuatan dan pengujian mesin pendingin siklus kompresi uap dengan pemanas air adalah temperatur ruangan rata-rata sebelum pemanas air

dipasang adalah 28oC dan temperatur ruangan rata-rata sesudah pemanas air

dipasang adalah 22oC. Kesimpulan dari skripsi ini adalah sesudah evaporator

dipasang temperatur ruangan berhasil diturunkan dan ada atau tidak adanya pemanas air tidak mempengaruhi kerja evaporator mendinginkan ruangan.


(15)

ABSTRACT

Vapor compression refrigeration cycle integrated with the water heater has been designed, fabricated and tested. The main objective of the fabrication and testing of the evaporator is to improve the efficiency of ordinary vapor compression refrigeration cycle. Improving efficiency is one of the solutions to help the Indonesian government in reducing the uses of fossil. Utilizing waste heat from condenser is proposed to improve the efficiency.The waste heat drawn from the condenser is not affecting the work of evaporator to condition the room. Analytical calculations such as cooling load calculation and the main dimensions of the evaporator have been performed. In addition the evaporator work in the testing room with and without cool water heaters proves that the cooling workis not disrupted by the evaporator heating water in the vapor compression cycle. The results obtained from this research are as follows. The average room temperature before the vapor compression refrigeration cycle installed is about 28oC, after the installation the average room temperature is 22oC. The main conclusion of this project is that the water heater does not affect the evaporator in conditioning the room temperature.


(16)

ABSTRAK

Mesin pendingin Siklus Kompresi Uap dengan pemanas air sudah dirancang, dibuat dan diuji. Pembuatan dan pengujian mesin pendingin diatas untuk meningkatkan efisiensi dari mesin pendingin Siklus Kompresi Uap Biasa. Meningkatkan efisiensi merupakan salah satu cara untuk membantu rencana pemerintah Indonesia untuk mengurangi pemakaian energi fosil yang sumber daya nya semakin menurun. Memanfaatkan panas buangan kondensor merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi. Panas buang kondensor dapat memanaskan air tanpa mempengaruhi kerja evaporator dalam mendinginkan ruangan. Metode perhitungan analitik seperti perhitungan beban pendingin, dimensi utama evaporator, pengujian evaporator dalam mendinginkan ruangan tanpa dan dengan pemanas air dapat membuktikan kerja evaporator tidak terganggu dengan adanya pemanas air dalam siklus kompresi uap tersebut. Hasil yang diperoleh dari pembuatan dan pengujian mesin pendingin siklus kompresi uap dengan pemanas air adalah temperatur ruangan rata-rata sebelum pemanas air

dipasang adalah 28oC dan temperatur ruangan rata-rata sesudah pemanas air

dipasang adalah 22oC. Kesimpulan dari skripsi ini adalah sesudah evaporator

dipasang temperatur ruangan berhasil diturunkan dan ada atau tidak adanya pemanas air tidak mempengaruhi kerja evaporator mendinginkan ruangan.


(17)

ABSTRACT

Vapor compression refrigeration cycle integrated with the water heater has been designed, fabricated and tested. The main objective of the fabrication and testing of the evaporator is to improve the efficiency of ordinary vapor compression refrigeration cycle. Improving efficiency is one of the solutions to help the Indonesian government in reducing the uses of fossil. Utilizing waste heat from condenser is proposed to improve the efficiency.The waste heat drawn from the condenser is not affecting the work of evaporator to condition the room. Analytical calculations such as cooling load calculation and the main dimensions of the evaporator have been performed. In addition the evaporator work in the testing room with and without cool water heaters proves that the cooling workis not disrupted by the evaporator heating water in the vapor compression cycle. The results obtained from this research are as follows. The average room temperature before the vapor compression refrigeration cycle installed is about 28oC, after the installation the average room temperature is 22oC. The main conclusion of this project is that the water heater does not affect the evaporator in conditioning the room temperature.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dewasa ini, penggunaan mesin pengkondisian udara semakin marak sejak

pertama kali ditemukan. Mesin pendingin menjadi kebutuhan utama untuk

tempat-tempat umum seperti gedung perkuliahan, gedung perkantoran , hotel,

supermarket, restoran, bar, dsb yang ditempati banyak orang dimana kenyamanan

udara menjadi sangat penting. Pada beberapa tahun terakhir ini, kurang lebih

setengah dari seluruh biaya pembangunan sarana yang diperlukan suatu bangunan,

misalnya untuk system mekanikal dan elektrik dan sebagainya, kira-kira 30

sampai 50 persen dihabiskan untuk sistem penyegaran udara saja.[6]

Sejak dimulainya revolusi industri, umat manusia telah sangat tergantung

kepada penggunaan sumber energi yang berasal dari fosil. Energi fosil termasuk

minyak bumi, gas alam, dan batubara. Salah satu titik penggunan energi yang

cukup besar di Indonesia adalah penggunaan energi listrik untuk penggerak sistem

pengkondisian udara atau AC. [1]

Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia melakukan survey pada 500

bangunan komesial dan hanya 10% bangunan yang mengkonsumsi energi listrik

sesuai standard nasional untuk bangunan komersial yaitu 246 kWh/m2/tahun. Dari angka ini diperkirakan 72% digunakan untuk AC sistem sentral [9]. Menurut

Soegijanto [10], konsumsi energi listrik terbesar dalam suatu bangunan adalah

operasional untuk AC yang dapat mencapai 42,5% kebutuhan listrik. Dan dalam


(19)

gedung (termasuk AC) dibutuhkan energi listrik sebesar 55 % – 65 %. Meskipun

angkanya cukup bervariasi tetapi fakta-fakta ini menunjukkan kebutuhan listrik

untuk AC sangatlah besar. Oleh karena itu tindakan penghematan energi pada

penggunaan AC sangatlah penting untuk penghematan energi dan mengurangi

emisi karbon.

Temperatur yang nyaman bagi manusia ini cukup relatif, seperti riset yang

diadakan oleh Tri Harso Karyono [6] di Indonesia dikatehui bahwa suku bangsa

juga menyumbang perbedaan pada tingkat temperatur nyaman seseorang. Ini

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Temperatur netral/nyaman dari berbagai etnis di Indonesia

[Tri Harso Karyono (1998)]

Etnik Natural Temperatur

Ta To Teq

Aceh (n=6) 24.3 24.3 23.4

Tapanuli (n=23) 25.9 26.2 24.6

Minang (n=27) 26.9 27.4 25.7

Other Sumateran (n=16) 26.6 27.0 25.7

Betawi (n=23) 27.0 27.3 25.9

Sundanese(n=86) 26.4 26.6 25.0

Javanene (n=232) 26.4 26.4 25.2


(20)

1.2Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merancang sebuah mesin

pendingin bekeja berdasarkan siklus kompresi uap hybrid dimana panas buangan

kondensor digunakan sebagai sumber tenaga untuk memanaskan air (water

heater). Komponen-komponen utama siklus kompresi uap hybrid ini terdiri dari

evaporator, kompresor, kondensor dan water heater. Semua komponen ini akan

dirancang, dipabrikasi, dan dirakit menjadi satu unit mesin pendingin. Kemudian

melakukan penelitian terhadap masing-masing komponen mesin pendingin.

1.2.2 Tujuan khusus

Secara khusus penulis bertanggung jawab pada perancangan, pabrikasi dan

pengujian evaporator pada mesin pendingin Siklus Kompresi Uap Hibrid. Tujuan

khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan water

heater terhadap kinerja evaporator untuk mendinginkan ruangan yang dikondisikan.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Pengembangan teknologi alternatif mesin pendingin yang dapat

mendinginkan ruangan sekaligus dapat memanaskan air.


(21)

3. Mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bumi dan gas untuk

memanaskan air untuk kebutuhan sehari-hari.

4. Menambah variasi siklus kompresi uap di Laboratorium Pendingin

Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

1.4.Batasan Masalah

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang

dikaji dalam penulisan skripsi, maka perlu kiranya diberikan batasan masalah

sebagai berikut :

1. Perhitungan beban pendingin pada ruangan yang dikondisikan.

2. Perancangan dimensi utama evaporator.

3. Variabel yang digunakan adalah temperatur dan waktu.

4. Asumsi yang digunakan sesuai dengan perhitungan.

1.5. Sistematika Penulisan

Hasil akhir dari penelitian ini akan dibukukan dalam bentuk buku Tugas

Akhir dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,

dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori dasar tentang mesin pendingin, siklus kompresi uap, perhitungan


(22)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Berisi tentang metode penelitian yang dilakukan, urutan proses analisis serta

pengerjaan software yang digunakan untuk pengolahan data.

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA

Berisi tentang data yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung, analisa

dan hasil analisa yang dilakukan secara teoritis dan perancangan evaporator.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa yang dilakukan secara teoritis

dan saran untuk memperbaiki kekurangan desain sebelumnya dan mencegah


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Mesin Pendingin

Mesin pendingin adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan

panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

paling banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Secara garis besar

komponen sistem pendingin siklus kompresi uap terdiri dari:

2.1.1 Kompressor

Tugas kompressor adalah “mengangkat” refrigeran dari evaporator,

mengkompres, dan “mendorongnya” ke kondensor. Kompressor ini harus

menjaga tekanan evaporator tetap rendah agar refrigerant bisa menguap dan

tekanan kondensor tetap. Untuk melakukan tugas ini kepada kompressor kita

berikan energi listrik yang akan diubahnya menjadi mekanik untuk melakukan

kompresi. Bisa dikatakan, kompresor adalah bagian utama dari suatu SKU. Jika

dibandingkan, harga kompresor mencakup 30-40% dari total harga satu unit SKU.

Di pasaran tersedia banyak jenis kompressor yang umum digunakan pada

SKU. Masing-masing tentunya akan memiliki kelebihan dan kelemahan.

Bagaimana memilih kompressor yang sesuai tergantung kepada spesifikasi yang

diinginkan. Berdasarkan prinsip kerjanya secara umum kompressor dapat

diklassifikasikan atas dua jenis, yaitu: tipe perpindahan positif (positive


(24)

lagi. Untuk lebih jelas pembagian ini ditampilkan dalam bentuk diagram pada

Gambar 2.1. Prinsip kerja kompressor jenis positive displacement, secara ringkas, adalah sebagai berikut: uap refigeran dari evaporator dihisap dan dijebak pada

suatu ruang tertentu, kemudian ditekan hingga tekanannya melebih tekanan

kondensor dan kemudian dilepas ke kondensor. Setelah langkah ini selesai, maka

proses akan diulang lagi. Sebenarnya jika melihat proses ini, aliran fluida pada

kompressor ini tidaklah kontinu tetapi terputus-putus. Tetapi karena frekuensi

terputusnya sangat tinggi, aliran akan kelihatan tidak terputus atau kontinu.

Sementara pada kompressor type roto-dynamic tekanan refigeran dihasilkan

dengan mengubah energi kinetik dengan menggunakan elemen yang berotasi.

Oleh karena ini, aliran fluida pada kompressor tipe ini termasuk kontinu.

2.1.2 Kondensor

Kondensor adalah APK (Alat Penukar Kalor) yang berfungsi mengubah

fasa refrigeran dari kondisi superheat menjadi cair, bahkan kadang sampai kondisi

subcooled. Untuk mengingatkan kembali, ingat lagi diagram Ph, tugas dari kondensor adalah mengantar refrigeran dari titik 2 (setelah melalui kompressor)

sampai ke titik 3 (sebelum masuk ke katup expansi). Proses ini adalah proses

membuang panas pada tempertur kondensasi, yang diasumsikan konstan.

Medium pendingin yang biasa digunakan untuk melakukan tugas ini

adalah udara lingkungan, air, atau gabungan keduanya. Masing-masing medium

ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pembagian kondensor berdasarkan


(25)

berpendingin udara, (2) Kondensor berpendingin air, dan (3) Kondensor

berpendingin gabungan (Evaporative Condenser). Jika medium yang digunakan

adalah udara, kelebihannya adalah tidak diperlukan pipa untuk mengalirkannya

dan tidak perlu repot untuk membuangnya karena setelah menyerap panas bisa

langsung dilepas ke udara lingkungan.

Kelemahannya, udara tidak mempunyai sifat membawa dan menghantar

panas yang baik. Oleh karena itu diperlukan usaha yang lebih untuk mengalirkan

lebih banyak udara. Bisa dipastikan kondensor dengan medium pendingin udara

umumnya digunakan pada siklus refrigerasi dengan kapasitas pendinginan yang

kecil. Sementara jika medium pendigin yang digunakan adalah air, kelebihannya

adalah air mempunyai sifat membawa dan memindahkan panas yang jauh lebih

baik daripada air. Oleh karena itu tidak dibutuhkan peralatan yang besar untuk

proses perpindahan panas. Tetapi air tidak boleh dibuang begitu saja ke

lingkungan. Misalnya setelah digunakan sebagai pendingin kondensor air akan

menjadi panas dan tidak bisa dibuang begitu saja ke sungai atau danau, bisa-bisa

terapung semua nanti ikan yang ada di situ. Untuk menghindari efek lingkungan

ini, biasanya kondensor berpendingin air dilengkapi dengan cooling tower yang fungsinya mendinginkan air panas yang berasal dari kondensor dengan

menjatuhkannya dari suatu ketinggian agar dapat didinginkan oleh udara. Oleh

karena itu biaya awal kondensor berpendingin air ini biasanya lebih besar tetapi

biaya operasionalnya kecil, oleh karena itu sistem ini biasanya digunakan pada

SKU dengan kapasitas besar. Pada evaporative kondensor air dan udara digunakan

untuk mendinginkan kondensor. Air disiramkan ke pipa-pipa kondensor dan udara


(26)

kondensor. Karena panas penguapan air sangat tinggi, dan ini diambil dari

refigeran melalui dinding pipa maka jenis ini akan mempunyai koefisien

perpindahan panas yang sangat baik. Hal-hal yang disebutkan di atas adalah salah

satu perbedaan utama dari kondensor berpendingin air dan berpendingin udara.

2.1.3 Evaporator

Pada diagram Ph dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator

mempunyai tugas merealisasikan garis 4-1. Setelah refrigeran turun dari

kondensor melalui katup expansi masuk ke evaporator dan diuapkan, dan dikirim

ke kompressor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu

sama-sama APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika pada

kondensor refrigerant berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator

berubah dari cair menjadi uap. Perbedaan berikutnya adalah, sebagai siklus

refrigerasi, pada evaporatorlah sebenarnya tujuan itu ingin dicapai. Artinya, jika

kondensor fungsinya hanya

membuang panas ke lingkungan, maka pada evaporator panas harus diserap untuk

menyesuaikan dengan beban pendingin di ruangan. Berdasarkan model

perpindahan panasnya evaporator dapat dibagi atas natural convection dan forced convection. Pada evaporator natural convection, fluida

pendingin dibiarkan mengalir sendiri karena adanya perbedaan massa jenis. Pada

jenis ini umumnya evaporator ditempatkan ditempat yang lebih tinggi. Fluida

yang bersentuhan dengan evaporator akan turun suhunya dan massa jenisnya akan

naik, sebagai akibatnya, fluida ini akan turun dan mendesak fluida di bawahnya


(27)

kapasitas-kapasitas kecil, seperti kulkas. Kebalikannya, evaporator forced convection

menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara sehingga terjadi

konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik. Pada evaporator dengan

konveksi paksa dapat juga dibedakan atas dua bagian yaitu refrigeran mengalir di

dalam pipa dan

refrigeran mengalir di luar pipa.

2.1.4 Katup Expansi

Fungsi dari katup expansi ada dua, yaitu (1) menurunkan refrigeran dari

tekanan kondensor sampai tekanan evaporator dan (2) mengatur jumlah aliran

refrigeran yang mengalir masuk ke evaporator. Pada kondisi pengaturan yang

ideal, sangat dipantangkan jika cairan referigeran dari evaporator sampai masuk

ke kompressor. Hal ini bisa saja terjadi, misalnya, karena beban pendinginan

berkurang, refrigeran yang menguap di evaporator akan berkurang. Jika pasokan

refrigeran cair dari kondensor tetap mengalir maka hal ini akan memaksa cairan

refrigeran masuk ke kompressor. Untuk menghindari hal inilah katup ekspansi

difungsikan. Jika beban berkurang, maka pasokan refrigeran akan berkurang,

sehingga menjamin hanya uap refrigeran yang masuk ke kompressor.

Jenis katup expansi dapat dibagi atas 7 jenis, yaitu:

1. Katup expansi manual

2. Tabung kapiler


(28)

4. Katup expansi automatic

5. Katup expansi thermostatik

6. Katup expansi mengapung

7. Katup expansi elektronik

2.2 Sistem Refrigerasi

Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu

benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih

rendah dari temperatur lingkungannya. Sesuai dengan konsep kekekalan energi,

panas tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat dipindahkan. Sehingga refrigerasi

selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas dan perpindahan panas.

Siklus refrigerasi memperlihatkan apa yang terjadi atas panas setelah

dikeluarkan dari udara oleh refrigeran di dalam koil (evaporator). Siklus ini

didasari oleh dua prinsip, yaitu:

1. Saat refrigeran cair berubah menjadi uap, maka refrigeran cair itu mengambil

atau menyerap sejumlah panas.

2. Titik didih suatu cairan dapat diubah dengan jalan mengubah tekanan yang

bekerja padanya. Hal ini sama artinya bahwa temperatur suatu cairan dapat

ditingkatkan dengan jalan menaikan tekanannya, begitu juga sebaliknya.

Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu:


(29)

Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau dan alat

mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem

refrigerasi mekanik di antaranya adalah:

a. Siklus Kompresi Uap (SKU)

b. Refrigerasi siklus udara

c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah

d. Siklus sterling

2. Sistem refrigerasi non mekanik

Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan

mesin-mesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang

termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik di antaranya :

a. Refrigerasi termoelektrik

b. Refrigerasi siklus absorbsi

c. Refrigerasi steam jet

d. Refrigerasi magnetic

e. Heat pipe

2.2.1. Siklus Kompresi Uap

Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum

digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap. Komponen utama dari

sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup

expansi. Berikut adalah sistem konvensional siklus kompresi uap (gambar 2.1)


(30)

Kondensor

Kompresor

Evaporator

Katup expansi

1 2 3

4

Gambar 2.1 Skema siklus kompresi uap (Himsar Ambarita,2010)

Pada siklus kompresi uap, di evaporator refrigeran akan ‘menghisap’

panas dari dalam ruangan sehingga panas tersebut akan menguapkan refrigeran.

Kemudian uap refrigeran akan dikompres oleh kompresor hingga mencapai

tekanan kondensor, dalam kondensor uap refrigeran dikondensasikan dengan cara

membuang panas dari uap refrigeran ke lingkungannya. Kemudian refrigeran akan

kembali di teruskan ke dalam evaporator. Dalam diagram T-s dan P-h siklus


(31)

Gambar 2.2 Diagram T-s dan P – h Siklus Kompresi Uap (Himsar Ambarita,2010)

Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar 2.2


(32)

a. Proses kompresi (1-2)

Proses ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropik. Kondisi

awal refrigerant pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap jenuh

bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigeranakan menjadi uap

bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka

temperatur ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan

massa refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Wk = h1– h2 ………..(2.1)

dimana : Wk= besarnya kerja kompresor (kJ/kg)

h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)

h2= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

b. Proses kondensasi (2-3)

Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan tinggi dan

bertemperatur tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang kalor sehingga

fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam kondensor terjadi

pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya (udara), sehingga panas

berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran

mengembun menjadi cair. Besar panas per satuan massa refrigeran yang

dilepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:

Qc = h2 – h3 ……..(2.2)

dimana : Qc = besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg)


(33)

h3= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

c. Proses expansi (3-4)

Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi

perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau dapat dituliskan dengan:

h3 = h4 …….(2.3)

Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi yang berbentuk pipa kapiler

atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.

d. Proses evaporasi (4-1)

Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur

konstan) di dalam evaporator. Panas dari dalam ruangan akan diserap oleh cairan

refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap

bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah

campuran cair dan uap, seperti pada titik 4 dari gambar 2.2 diatas.

Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah:

Qe = h1 – h4 ……(2.4)

dimana : Qe = besarnya panas yang diserap di evaporator (kJ/kg)

h1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg)


(34)

Selanjutnya, refrigeran kembali masuk ke dalam kompresor dan

bersirkulasi lagi.Begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.Untuk

menentukan harga entalpi pada masing-masing titik dapat dilihat dari tabel

sifat-sifat refrigeran.

Setelah melakukan perhitungan untuk beberapa jenis refrigerant yang

sering dipakai di Indonesia, didapat nilai COP(Coefficient of Performance)berikut

Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant

Temp(C)

Refrignt

40 45 50 55 60 65 70

R12 5,58 4,75 4,21 3,65 3,22 2,84 2,48

R600 5,08 4,34 3,69 3,18 2,77 2,44 2,14

R134a 4,92 5,05 3,92 3,34 2,90 2,54 2,18

R22 5,47 4,75 4,98 3,97 3,26 2,78 2,44

2.2.2 Siklus Kompresi Uap dengan Water Heater

Water heater termasuk ke dalam bagian kondensor karena proses

pemanasan air pada water heater tersebut menggunakan panas buangan dari

kondensor dimana pada umumnya suhu freon yang keluar dari kompresor AC

dibuang pada kondensor. Dengan adanya water heater, aliran panas itu


(35)

kontak perpindahan panas dari pipa AC dan air di dalam tangki. Pipa AC yang

keluar dari kompresor langsung di alirkan dahulu ke dalam heat exchanger berupa pipa spiral dalam tangki dan air yang semula dingin pun memanas, begitupula

sebaliknya suhu freon yang panas menurun, setelah melewati pipa spiral dalam

tangki barulah kemudian pipa AC kembali diarahkan ke kondensor. Untuk

memperoleh air panas AC harus menyala dulu, bila ingin mendapat air panas pagi

hari, AC dinyalakan malam sebelumnya minimal 8 jam.

Adapun manfaat dari water heater adalah:

 Hemat Biaya

 Daya Tahan lebih lama

 Aman

 Air panas yang diperoleh stabil.


(36)

Gambar 2.3 Mesin Pendingin siklus kompresi uap hybrid

Gambar 2.4 Mesin Pendigin siklus kompresi uap hybrid terhubung dengan data logger


(37)

Gambar 2.5 Diagaram P-h siklus kompresi uap hybrid

Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap hybrid seperti pada

gambar 2.5 diatas adalah sebagai berikut:

1-1’= proses berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur

konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh

cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga refrigerant berubah

fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigerant saat masuk

evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.

1’-2= proses berlangsung di antara evaporator dan compressor, dimana tekanan

konstan (isobar).

2-3= proses berlangsung dilakukan oleh compressor dan berlangsung secara

isentropik adibatik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam

compressor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami


(38)

ini berlangsung secara isentropic, maka temperature ke luar kompresor pun

meningkat.

3-4= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat. Dimana uap refrigerant dari kompressor akan di kompres hingga mencapai

tekanan kondensor.

4-.5= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat. dimana panas refrigerant yang telah di kompres oleh compressor

dibelokkan ke dalam koil pemanas di dalam tangki sebelum masuk ke

dalam kondensor.

5-6= proses berlangsung di antara water heater dan kondensor dengan tekanan konstan (isobar). Dimana panas refrigerant sudah menurun, karena sudah

diserap oleh air di dalam tangki water heater.

6-.7=Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan

tinggi dalam kondisi superheat yang berasal dari water heater akan membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti

bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran

dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran

ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun

menjadi cair.

7-8= proses berlangsung di antara kondensor ke katup expansi, dimana tekanan


(39)

8-9= proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini tidak terjadi

perubahan entalpi tetapi tejadi drop tekanan dan penurunan temperatur.

9-1= proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan,

temperature konstan) di dalam evaporator. Dimana panas dari lingkungan

akan di serap oleh cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga

refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekan rendah. Kondisi refrigerant

saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.

2.3 Beban Pendingin

2.3.1 Defenisi Beban Pendingin

Beban pendinginan adalah aliran energi dalam bentuk panas. Perlu diulang

kembali bahwa tugas unit pendingin adalah menjaga kondisi suatu ruangan agar

berada pada suhu dan kelembaban tertentu yang umumnya lebih rendah dari

temperatur dan kelembaban lingkungan luar. Jenis beban pendingin, dapat dibagi

menjadi dua, yaitu panas sensible dan panas laten. Panas sensible adalah panas

yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya.

Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi

karena perubahan fasanya. Untuk lebih menjelaskan arti masing-masing panas ini,

misalkan kita mendinginkan air dari 100oC sampai mejadi es 0oC. Panas yang diserap dari air mulai dari 100oC menjadi 0oC (masih tetap air) disebut beban


(40)

menjadi es, di sini tidak terjadi perubahan suhu, tetapi perubahan fasa. Panas yang

diserap di sini disebut panas laten.

Gambar 2. 6 Jenis beban pendingin pada udara luar (Himsar Ambarita,2010)

2.3.2 Sumber-Sumber Beban Pendingin

Beban pendingin bagi suatu ruangan yang dikondisikan bisa berasal dari

beberapa sumber. Sumber-sumber ini umumnya dibagi 2 bagian besar, yaitu

beban yang berasal dari luar ruangan dan beban yang berasal dari dalam ruangan.

Panas yang berasal dari luar ruangan antara lain: panas yang berpindah secara

konduksi dari dinding, dari kaca, dari atap, dan dari jendela. Panas radiasi sinar

matahari yang masuk dari material yang tembus pandang seperti bahan kaca dan

plastic. Panas dari masuknya udara luar, yaitu udara ventilasi dan udara infiltrasi.

Sementara sumber panas yang berasal dari dalam dapat berupa panas akibat lampu

penerangan, panas dari mesin yang ada di ruangan, panas akibat peralatan


(41)

yang ada di ruangan (manusia). Semua sumber-sumber panas ini akan dihitung

beban yang diakibatkannya pada unit pendingin.

2.3.3 Analisa Beban Pendingin

Menghitung beban pendingin pada prinsipnya adalah menghitung laju

perpindahan panas yang melibatkan semua jenis perpindahan panas, yaitu:

konduksi, konveksi, radiasi, penguapan, dan pengembunan. Adalah sangat sulit

jika harus menghitungnya satu persatu pada waktu tertentu. Oleh karena itu

dikenal banyak metode perhitungan beban pendingin. Metode yang umum

digunakan antara lain Transfer function method (TFM), Cooling Load Temperatur Difference (CLTD), dan Time-averaging (TETD/TA). Dari ketiga cara ini, hanya CLTD yang menggunakan perhitungan sederhana sehingga dapat dilakukan

secara manual. Sementara TFM dan TETD/TA adalah perhitungan yang

dirancang untuk diselesaikan dengan menggunakan komputer.

Sebelum melakukan perhitungan beban pendinginan pada suatu ruangan

yang akan dikondisikan, data-data pendukung harus dikumpulkan. Data yang

harus dimiliki sebelum melakukan perhitungan adalah sebagai berikut:

1. Lokasi bangunan dan arahnya

2. Konstruksi dari bangunan

Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan koefisien perpindahan panas

menyeluruh dari konstruksi bangunan.


(42)

bangunan tinggi yang menghindari gedung dari paparan sinar matahari.

4. Kondisi design di dalam gedung, misalnya pada temperatur dan RH berapa

gedung akan dikondisikan.

5. Jadwal penghuni di dalam gedung, misalnya jika pusat perbelanjaan pada

pukul berapa terjadi kunjungan terbanyak, dll.

6. Jumlah lampu dan peralatan listrik yang dipasang di dalam gedung

7. Jadwal masuknya/beroperasinya peralatan-peralatan di dalam gedung

8. Kebocoran udara (infiltrasi) dan penambahan udara (ventilasi).

Informasi-informasi ini akan digunakan sebagai parameter pada

perhitungan dan atau untuk mencari parameter-parameter tambahan yang akan

digunakan dalam perhitungan beban pendingin.

Prosedur perhitungan beban pendingin dengan menggunakan metode

CLTD adalah sebagai berikut:

A. Beban Pendingin dari Luar

1. Panas konduksi dari dingin, atap, dan konduksi dari dinding yang berbahan kaca.


(43)

Dimana adalah beban pendingin (Watt) dan merupakan beban sensible.

Sebagai catatan panas konduksi tidak mempunyai beban latent. U koefisien

perpindahan panas untuk bahan dinding, atap dan kaca (Lihat Lampiran1 dan

Lampiran 2 pada bagian ketiga catatan ini).

CLTD adalah cooling load temperatur difference ditampilkan pada Tabel 30 dan Tabel 32 Bab 28 ASHARE (Bahan ini akan saya bagi beserta tulisan ini, disebut

sebagai bahan kedua). Data pada table tersebut adalah untuk kondisi di USA pada

400LU di bulan July, sementara untuk yang bukan lintang itu harus dikoreksi

dengan menggunakan persamaan berikut:

………(2.6)

Nilai LM dapat dilihat pada Lampiran 3 (catatan bagian 3). Dan k adalah koreksi karena pengaruh warna = 1 (Gelap), =0,83 (medium), dan =0,65 (cerah).

= temperatur ruangan yang direncanakan. = temperatur udara luar maksimum

– (beda temperatur harian/2).

2. Panas transmisi dari dinding kaca

……(2.7)

Dimana A adalah luas penampang, dan SC adalah koefisien bayang

(shading coefficient), gunakan tabel 4 pada lampiran. SCL adalah solar cooling

load factor ditampilkan pada table 36 ASHARE Bab 28. Panas ini adalah panas

sensible.


(44)

………(2.8)

Dimana U dihitung berdasarkan bahan atap dan lantai. temperatur di luar

ruangan yang dijaga pada temperatur .

B. Beban Panas dari Dalam Ruangan

1. Panas dari tubuh manusia di dalam ruangan

Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu mengeluarkan panas ke udara

sekelilingnya. Panas yang dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis,

yaitu panas sensible dan panas laten. Masing-masing panas ini dapat dihitung

sebagai berikut:

= N × (Sensible heat gain)× CLF ……(2.9)

=N×(Laten heat gain) ……(2.10)

Sensible heat gain dan Laten heat gain adalah perkiraan panas sensible dan panas laten yang dikeluarkan manusia dan sesuai umur dan aktivitasnya.

Datanya ditampilkan pada Tabel 3. Dan N adalah jumlah manusia yang ada di

ruangan. CLF adalah cooling load factor datanya ditampilkan pada Table 37.

2. Panas dari Lampu/Penerangan

Lampu atau alat penerangan mengubah energi listrik menjadi cahaya, dan

sebagian energi ini akan berubah menjadi panas. Sebagai catatan bola lampu akan

terasa panas setelah dihidupkan beberapa lama. Besar panas yang dilepaskan bola

lampu/penerangan ke lingkungan adalah panas sensible dan dapat dihitung dengan


(45)

………(2.11)

Dimana W adalah daya total lampu, lighting use (dibuat pada table),

special allowance factor, dan CLF adalah cooling load factor untuk lampu (Tabel 38).

3. Panas dari motor listrik

Di dalam ruangan yang dikondisikan juga umumnya terdapat motor listrik,

misalnya motor listrik yang membuat perputaran udara melalui evaporator.

Contoh lain misalnya motor penggerak pompa air. Data pata Tabel 4 dapat

digunakan langsung atau dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

………(2.12)

P adalah total daya motor, factor efisiensi, dan CLF adalah cooling load factor untuk motor (Tabel 37).

4. Panas dari peralatan dapur dan memasak (Appliances)

Sudah dapat dipastikan kegiatan memasak di dapur akan memberikan

beban pendingin ke dalam ruangan yang akan didinginkan. Besar beban ini dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

………(2.13)

atau

………(2.14)

CLF cooling load factor yang ditampilkan pada Tabel 37 dan Tabel 39.


(46)

Arti dari udara ventilasi dan infiltrasi telah dijelaskan di bagian atas, saat

menjelaskan jenis beban pendingin di persamaan (1) dan persamaan (2).

Persamaan yang lebih praktis yang dapat digunakan untuk menghitung panas

sensible dan panas laten dari tambahan udara ventilasi ini adalah persamaan

berikut ini :

……(2.15)

……(2.16)

Dan beban total adalah:

……(2.17)

Dimana Q adalah laju aliran udara ventilasi.

2.4 Analisa Evaporator

Defenisi dan fungsi evaporator pada siklus kompresi uap sudah dijelaskan


(47)

Gambar 2.7 Evaporator pada sistem inderect yang digunakan mendinginkan air (Himsar Ambarita, 2010)


(48)

Gambar 2.8 Evaporator yang mendinginkan udara secara langsung (Himsar


(49)

Berdasarkan bagaimana cara evaporator mengambil beban pendingin dari

ruangan yang ada beban pendinginnya, sistem pendingin dapat dibagi dua jenis,

yaitu direct cooling sistem dan indirect cooling sistem. Perbedaan ini juga akan

mempengaruhi bentuk dan jenis evaporatornya. Pada direct system, evaporator

langsung bersentuhan dengan udara yang mendinginkan ruangan. Contoh yang

termasuk ke jenis ini adalah sistem AC yang dipasang di rumah-rumah. Sistem

yang kedua, evaporator hanya mendinginkan fluida kedua (biasa disebut

refrigerant sekunder, misalnya air), lalu air dingin ini akan disirkulasikan ke

dalam ruangan yang akan didiginkan, untuk digunakan mendinginkan udara.

Sistem ini biasa digunakan untuk sistem pengkondisian udara pada

bangunan-bangunan besar seperti supermarket. Dengan kata lain, pada sistem direct,

evaporator mendinginkan udara, tetapi pada sistem indirect evaporator

mendinginkan refrigeran kedua. Contoh bentuk evaporator kedua sistem ini

ditampilkan pada gambar 2.7 dan gambar 2.8.

Analisa evaporator pada prinsipnya sama dengan analysis kondensor

karena sama-sama merupakan APK. Oleh karena itu persamaan-persamaan

koefisien konveksi pada kondensor masih dapat digunakan untuk menganalisis

evaporator.

Sebagai contoh evaporator pada gambar 2.7 koefisien perpindahan panas

pada sisi air dapat dicari pada text book perpindahan panas. Sementara pada

refrigeran di dalam pipa harus digunakan rumus-rumus konveksi pendidihan

(boiling). Sebagai catatan, jika dibandingkan, analysis sebuah evaporator adalah lebih rumit dibanding dengan kondensor. Alasannya antara lain, pada evaporator


(50)

dan beban laten dapat diambil dari ruangan. Pendinginan udara sampai di bawah

temperatur saturasi akan mengakibatkan perubahan fasa pada sisi luar evaporator.

Bahkan pada kondisi ekstreem (jika temperatur evaporasi di bawah 0oC) akanterjadi pembekuan (air menjadi es). Maka ada tiga proses perubahan fasa di

sini evaporasi refrigeran di dalam pipa, saturasi uap air di luar pipa dan (mungkin)

pembekuan air di permuakaan pipa. Hal inilah yang membuat perhitungan jadi

rumit. Sementara, pada kondensor hanya ada satu perubahan fasa, yaitu pada

refrigeran.

Profil temperatur untuk evaporator pada gambar 2.8 ditampilkan pada

gambar 2.9 berikut, dimana Te adalah temperatur evaporasi dan Tai dan Tao

adalah temperatur udara masuk dan keluar evaporator. Profil ini adalah profil

yang diidealkan.

Gambar 2.9 Profil temperatur pada Evaporator (Himsar Ambarita,2010)

Pada Gambar 2.10, ditampilkan pola aliran fluida yang melewati sebuah

pipa yang penampangnya berbenduk lingkaran dengan diameter D. Fluida yang


(51)

awalnya mempunyai kecepatan seragam U akan terbagi melalui bagian atas dan bagian bawah pipa. Aliran fluida ini akan menyatu kembali di bagian belakang

pipa. Tepat pada pertengahan bagian depan pipa ada satu titik dimana partikel

fluida diam. Titik ini dikenal dengan istilah stagnant point.

D

U

T

Gambar 2.10 Pola aliran fluida melalui silinder (Himsar Ambarita, 2011)

Jika dilakukan perbandingan dengan aliran yang sejajar dengan plat datar,

maka hal-hal berikut ini perlu dicatat.

1. Karena umumnya arah aliran adalah menyilang (bukan sejajar) terhadap

bendanya atau biasa disebut frontal, maka koefisien yang dihasilkan

benda-benda ini akan dinamakan koefisien drag dan disimbolkan CD.

2. Bilangan Reynold dan bilangan Nu akan didefenisikan dengan diagonal (D)

sebagai pengganti panjang karakteristik. Maka defenisi bilangan Reynolds dan


(52)

µ

ρ

U

max

D

Re

=

……..(2.18)

k

hD

Nu

=

……..(2.19)

3. Bilangan Re kritis sebagai dasar untuk mengkategorikan aliran fluida atas

laminar atau turbulen adalah 5

10 2

Re= × . Tetapi angka ini jarang digunakan

untuk membedakan persamaan.

Karena sangat susah menentukan nilai lokal dari masing-masing koefisien,

maka yang ditampilkan pada persamaan-persamaan hanya nilai rata-rata. Dengan

kata lain tidak akan dikenal nilai lokal. Persamaan-persamaan yang digunakan di

sini umumnya didapat dengan cara eksperimen. Rumus koefisien drag dan

bilangan Nu akan dijabarkan pada bagian berikut.

Pada umumnya, bentuk penampang pipa adalah lingkaran. Ada kalanya

penampang pipa bukan lingkaran, tetapi berbentuk lain seperti ellips, persegi 4,

dll. Untuk pipa dengan penampang seperti ini, persamaan umum berikut dapat

digunakan.

n m

CRe Pr

Nu= ………..(2.20)

Syarat menggunakan persamaan ini adalah sifat fisik fluida dianalisa pada

temperatur film.

Konstanta C, m, dan n pada persamaan tersebut telah disusun oleh

Zukauskas (1972) dan Jakob (1949), untuk masing-masing kasus ditampilkan


(53)

Tabel 2.2 Persamaan bilangan Nu untuk pipa ( Himsar Ambarita,2011)

Penampang Syarat Re Nu

Fluida: Gas dan Cair

0,4 – 4 0,330 13

Pr Re 989 , 0 Nu=

4 – 40 0,335 13

Pr Re 911 , 0 Nu=

40 – 4000 0,466 13

Pr Re 683 , 0 Nu=

4000 – 40000 0,618 13

Pr Re 193 , 0 Nu=

40000 – 400000 Nu=0,027Re0,805Pr13

Fluida: Gas

5000-100.000 0,675 13

Pr Re 102 , 0 Nu= D Fluida: Gas

5000 – 100.000 0,588 13

Pr Re 246 , 0 Nu= D Fluida: Gas 5000 – 100.000

3 1 638 , 0 Pr Re 153 , 0 Nu= D Fluida: Gas

5000 – 19.500

3 1 638 , 0 Pr Re 160 , 0 Nu=


(54)

19.500-100.000 0,782 13 Pr Re 0385 , 0 Nu= D Fluida: Gas

4000 – 15.000 0,731 13

Pr Re 228 , 0 Nu= D Fluida: Gas

2500 – 15.000 0,612 13

Pr Re 248 , 0 Nu=

Pada pipa bidang perpindahan panasnya pastilah berbentuk silinder, seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Di dalam pipa dengan jari-jari permukaan

dalam ri dan permukaan luar dengan ro mengalir fluida panas dengan temperatur Ti. Sementara fluida dingin berada di luar pipa dengan temperatur To. Koefisien

konveksi di permukaan dalam, permukaan luar, dan koefisien konduksi

masing-masing pipa masing-masing masing-masing adalah hi, ho, dan k.

ri ro Ti Ta Tb To k hi ho

R1 R2 R3

Ti T0

Ta Tb


(55)

Untuk bidang perpindahan panas seperti pada Gambar 2.11, masing-masing

tahanan termal dinyatakan dengan persamaan:

i iA h R1= 1 ,

Lk r r

R o i

π

2 ) ln(

2 = ,dan

o oA h

R3 = 1 ………..(2.21)

Dimana L adalah panjang silinder tegak lurus bidang gambar. Perbedaan persamaan (2.21) dengan persamaan untuk bidang datar adalah luar permukaan

bidang perpindahan panas. Pada pipa luas permukaan dalam tidak akan sama lagi

dengan luas permukaan luar. Sebagai akibatnya koefisien perpindahan panas

menyeluruh pada permukaan dalam akan berbeda dengan koefisien pada

permukaan luar.

Jika didefenisikan untuk permukaan dalam, maka persamaan yang akan

digunakan adalah: 0 0 1 2 ) ln( 1 1 A h Lk r r A h A U i o i i i i + + =

π

……..(2.22)

Dimana Ai =2πriLadalah luar bidang perpindahan panas pada permukaan

dalam pipa, dan luas bidang perpindahan panas di permukaan luar adalah

L r

Ao =2πo . Dengan menggunakan defenisi ini, maka koefisien perpindahan panas menyeluruh pada sisi dalam pipa adalah:

(

)

o i i i i i r r h k r r r h U 0 0 1 ln 1

1 = + +


(56)

Sementara jika didefenisikan pada permukaan luar, maka persamaan yang

akan digunakan adalah:

0 0 1 2 ) ln( 1 1 A h Lk r r A h A U i o i i o o + + =

π ………..(2.24)

Dengan menggunakan defenisi luas permukaan, maka koefisien

perpindahan panas menyeluruh pada sisi luar pipa adalah:

( )

0 0 1 ln 1 1 h k r r r r r h U i o i o i o + +

= ………..(2.25)

2.4.1 Faktor Kerak ( Fouling Factor)

Pada persamaan menghitung koefisien perpindahan panas menyeluruh

yang ditampilkan pada persaman untuk plat datar dan persamaan (2.23) dan (2.25)

untuk bidang yang berbentuk silinder adalah untuk kasus-kasus dimana

permukaan APK masih mulus atau kondisi baru. Pada umumnya, setelah

beroperasi beberapa lama pada permukaan APK akan terdapat lapisan. Jika

sebuah permukaan dialiri fluida secara terus-menerus, misalkan fluidanya air,

maka setelah beberapa lama di permukaan akan timbul suatu lapisan yang bisa

diistilahkan dengan kerak. Untuk memperhitungkan efek dari lapisan kerak ini

digunakan fouling factor. Lapisan kerak ini semakin lama akan semakin tebal dan akan mempengaruhi koefisien perpindahan panas diantara kedua aliran fluida.


(57)

dianggap menjadi permukaan padat tambahan yang akan memisahkan permukaan

bidang dengan aliran fluida. Yang pasti, kerak ini akan mengurangi laju

perpindahan panas antara kedua fluida.

Pada permukaan plat datar persamaan koefisien perpindahan panas

menyeluruh dengan memasukkan koefisien kerak dapat dituliskan menjadi:

o fo fi i

h

R

k

d

R

h

U

1

1

1

=

+

+

+

+

………..(2.26)

Dimana Rfidan Rfoadalah tambahan tahanan termal akibat kerak,

masing-masing pada permukaan dalam dan permukaan luar.

Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kerak pada permukaan

suatu bidang APK, beberapa yang umum disebutkan adalah kecepatan fluidanya

mengalir dan jenis fluida yang mengalir. Semakin cepat fluida mengalir akan

mengurangi kemungkinan terjadinya kerak. Semakin bersih fluida yang mengalir

dari kotoran maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kerak. Seandainya

fluida yang digunakan pada suatu APK adalah air yang tersedia di suatu daerah,

maka kandungan air tersebut akan mempengaruhi terjadinya kerak pada APK

tersebut nantinya. Pada Tabel 2.3 ditampilkan beberapa besaran faktor kerak yang


(58)

Tabel 2.3 Faktor dan koefisien konveksi lapisan kerak ( Himsar Ambarita, 2011)

No Fluida kerja

Koef. kon [W/m2 oC]

Faktor kerak, Rf

[m2 oC/W]

1 Air sungai 3000-12000 0,003-0,0001

2 Air laut 1000-3000 0,001-0,0003

3 Air pendingin (Cooling

tower)

3000-6000 0,0003-0,00017

4 Air Kota (bersih ) 3000-5000 0,0003-0,0002

5 Air Kota (sedang) 1000-2000 0,001-0,0005

6 Uap kondensasi 1500-5000 0,00067-0,0002

7 Uap bebas minyak 4000-10000 0,0025-0,00001

8 Uap mengandung minyak 2000-5000 0,0025-0,0002

9 Larutan garam dingin 3000-5000 0,0003-0,0002

10 Udara dan gas buang

industri

5000-10000 0,0002-0,00001

11 Asap (flue gas) 2000-5000 0,0005-0,0002

12 Uap organik 5000 0,0002

13 Cairan organik 5000 0,0002

14 Hidrokarbon ringan 5000 0,0002

15 Hidrokarbon berat 2000 0,0005

16 Fluida organik mendidih 2500 0,0004

17 Fluida organik

mengembun

5000 0,0002

18 Heavy transfer fluids 5000 0,0002

19 Larutan garam 3000-5000 0,0003-0,0002

Sampai saat ini belum dijumpai penelitian yang mempublikasikan berapa


(59)

Misalnya, data pada tabel menyebutkan bahwa fouling factor untuk air kota yang

bersih sekitar 3000 – 5000. Hal ini belum tentu sesuai/cocok untuk air PAM yang

ada di Indonesia. Meskipun masih diperlukan penelitian lanjutan, tetapi data pada

Tabel 2.3 tetap masih dapat digunakan untuk kondisi di Indonesia. Hal ini khusus

untuk air, sementara untuk fluida lain seperti Hidrokarbon data itu dapat langsung

digunakan.

2.4.2 Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh

Perhitungan koefisien perpindahan panas menyeluruh biasanya

menggunakan acuan salah satu sisinya, misalnya sisi dalam (i) atau sisi luar (o) saja. Atau bisa juga sisi fluida panas atau sisi fluida dingin. Pada permukaan datar

nilai ini akan sama, tetapi untuk pipa nilai ini akan berbeda. Tetapi yang umum

digunakan adalah pada permukaan luar pipa. Berikut dirumuskan koefisien

perpindahan panas menyeluruh yang menggunakan permukaan luar sebagai

acuan.

( )

0 0 0 0 0 0 0 1 ln 1 1 h R k r r r R r r h r r U f i fi i i i + + + +

= ……..(2.27)

Persamaan ini dapat dihitung jika koefisien perpindahan panas di sisi

dalam dan disisi luar diketahui atau dihitung.

Pada saat melakukan analysis pada sebuah APK, koefisien perpindahan

panas menyeluruh ini umumnya tidak diketahui. Sementara melakukan

perhitungan langsung tidak memungkinkan karena temperatur fluida belum


(60)

perhitungan. Dengan menggunakan asumsi awal ini, perhitungan dapat dilakukan

dan temperatur fluida bisa dihitung. Setelah temperatur fluida didapat dari hasil

perhitungan, maka koefisien perpindahan panas yang sebenarnya dapat dihitung

kembali dan dilakukan lagi koreksi, demikian seterusnya.

Untuk keperluan ini agar tebakan awal tidak terlalu jauh maka perlu

dikumpulkan informasi awal tentang koefisien perpindahan panas menyeluruh

dari beberapa APK. Sebagai gambaran, besar koefisien perpindahan panas

menyeluruh dari beberapa kasus ditampilkan pada Tabel 2.4. Data yang

ditampilkan pada Tabel 2.4 adalah perkiraan dan angka yang sebenarnya sangat

tergantung pada beberapa faktor antara lain bentuk permukaan, tekanan dan

temperatur kerja, jenis dan proses fisik yang terjadi pada fluidanya.


(61)

Tabel 2.4 Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh ( Himsar Ambarita,2011)

No Fluida Panas Fluida dingin U [W/m2 oC]

Heat Exchanger

1 Air Air 800-1500

2 Pelarut organik Pelarut Organik 100-300

3 Minyak ringan Minyak ringan 100-400

4 Minyak berat Minyak berat 50-300

5 Gas Gas 10-50

Cooler

6 Pelarut organik Air 250-750

7 Minyak ringan Air 350-900

8 Minyak berat Air 60-900

9 Gas Air 20-300

10 Pelarut organik Garam 150-500

11 Air Garam 600-1200

12 Gas Garam 15-250

Heater

13 Uap air Air 1500-4000

14 Uap air Pelarut organik 500-1000

15 Uap air Minyak ringan 300-900

16 Uap air Minyak berat 60-450

17 Uap air Gas 30-300

18 Dowtherm (larutan

organic)

Minyak berat 50-300

19 Dowtherm Gas 20-200

20 Gas Asap (Flue gas) Uap 30-100

21 Gas Asap Uap Hidrokarbon 30-100


(62)

22 Uap air Air 1000-1500

23 Uap organik Air 700-1000

24 Organic (Some non

condensable gases)

Air 500-700

2.4.3 Metode LMTD

LMTD adalah perbedaan temperatur rata-rata logaritmik (Log MeanTemperatur Difference). Untuk kasus evaporator yang profil temperaturnya diidealkan seperti pada Gambar 2. 8 dapat dihitung dengan persamaan:

LMTD = ………(2.28)

Dan Laju perpindahan panas dari udara ke refrigeran jika dihitung

berdasarkan luas bidang perpindahan panas sebesar di sisi luar pipa Ao, adalah:

………(2.29)

Nilai tengah beda temperatur, ∆Tmsering disebut Mean Temperatur

Difference (MTD). Parameter ini merupakan fungsi dari temperatur masuk, temperatur keluar, dan arah aliran dari kedua fluidanya. Karena persamaannya

merupakan bentuk logaritmic, maka persamaan nilai tengah ini akan disebut

LMTD (Log Mean Temperatur Difference). Perhitungan LMTD akan tergantung


(63)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

 Hotel Sapadia Siantar

 Hotel Danau Toba International Medan

 Rumah Sakit Columbia Asia Medan

 Laboratorium Pendingin Departemen Teknik Mesin, FT USU

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai 01 Juli – 08 Oktober 2011

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan

Penelitian ini akan menggunakan bahan-bahan untuk pengukuran dan

beberapa alat seperti alat produksi dan alat ukur.

3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Alat ukur temperatur udara, kecepatan angin, intensitas cahaya dan


(64)

Gambar 3.1 Hobo Micro Station Data Logger

Dengan spesifikasi :

a. Skala Pengoperasian : 200 – 500C dengan baterai alkalin 400 – 700C dengan baterai litium

b. Input Sensor : 3 buah sensor pintar multi channel monitoring

c. Ukuran : 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm

d. Berat : 0,36 kg

e. Memori : 512Kb Penyimpanan data nonvolatile flash.

f. Interval Pengukuran : 1 detik – 18 jam (tergantung pengguna)


(65)

2. Alat ukur temperatur / termokopel (AGILENT )

Gambar 3.2 Agilent dengan termokopel tipe T dan K

Spesifikasi :

a. Daya 35 Watt

b. Jumlah saluran termokopel 20 buah

c. Tegangan 250 volt

d. Mempunyai 3 saluran utama

e. Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik

f. Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol

g. Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, RTD dan termistor,


(66)

3. Satu unit evaporator

Gambar 3.3 Evaporator

3.2.2 Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Kabel termokopel

b. Perekat

c. Dll

3.3 Variabel Riset

Adapun variabel input dari pengujian yang akan dianalisa antara lain adalah


(67)

a. Temperatur ruangan sebelum dipasang evaporator

b. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater tidak

diisi air

c. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air setengah

d. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air penuh

e. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater

bersirkulasi

Di mana akan dihasilkan data berupa variabel output yang diharapkan,

yaitu:

a. Beban pendingin ruangan sebelum evaporator dipasang.

b. Dimensi utama evaporator.

3.4 Set-Up Pengujian

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan tanggung

jawab penulis adalah bidang perhitungan beban pendingin ruangan dan

perancangan evaporator. Penulis menghitung secara analitik pengaruh perubahan

temperatur ruangan sebelum dan sesudah didinginkan oleh evaporator, disini juga

penulis ingin menunjukan kerja evaporator mendinginkan runagan pada siklus

kompresi uap hibrid.

Penulis memulai skripsi ini dengan mencari referensi yang sesuai. Lalu

dilakukan proses pengumpulan data yang berkaitan seperti temperatur udara


(68)

alat Station data logger HOBO Micro Station selama 1 bulan. Setelah itu diambil juga data temperatur ruangan selama 1 minggu menggunakan alat ukur temperatur

dan termokopel Agilent. Proses dilanjutkan dengan perhitungan analitik dengan

berbagai variasi pengujian. Variasi tersebut digunakan untuk mengetahui

performansi evaporator dalam mendinginkan ruangan pada saat bekerja

bersamaan denagan water heater ataupun tidak.


(69)

Gambar 3.5 Diagram Alir Proses Pengerjaan Tugas Akhir Kesimpulan

Selesai

Tidak

Ya

Mulai Studi literatur

Pengambilan data temperatur udara harian,

intensitas cahaya, kecepatan angin, dan kelembaban udara

Pengambilan data dimensi ruangan dan temperatur ruangan

Perhitungan beban pendingin ruangan sebelum didinginkan

Perancangan evaporator

Perlu Modifikasi ?

Analisa data

Buku referensi,paper,dll

Pengukuran temperatur ruangan saat water heater tidak diisi air (kosong)

Pengukuran temperatur ruangan saat water heater diisi air setengah

Pengukuran temperatur ruangan saat water heater diisi air penuh

Pengukuran temperatur ruangan saat water heater bersirkulasi


(70)

BAB IV

ANALISA DATA

4.1 Perhitungan beban pendingin ruangan

4.1.1 Perhitungan beban pendingin dari atap

Qs = U A.ΔT

U = 0,51 W/m2.K

A = 7.28 x 3.15 = 22.932 m2

Dari tabel 31, mass inside, without suspended ceiling, R=1,96, atap NO: 4

CLTD dari Tabel 30 (Lampiran A)

Roof

Hour

9 10 11 12 13 14 15 16 17

T 27,2 28,8 30,7 32,4 33,8 34,7 35 34,7 33,9

ΔT 7.2 8.8 10.7 12.4 13.8 14.7 15 14.7 11.9

Qs 84.20630 4 102.9188 2 125.1399 2 145.0219 7 161.395 4 171.9

2 175.4 171.9 139.17

4.1.2 Perhitungan beban pendingin dari dinding

Dinding A ( Kopel) (N)

Qs = U.A. ΔT


(71)

U = 2,73 W/m2K (Lampiran A)

wall face

Hour

9 10 11 12 13 14 15 16 17

T 27,2 28,8 30,7 32,4 33,8 34,7 35 34,7 33,9

ΔT 7.2 8.8 10.7 12.4 13.8 14.7 15 14.7 11.9

Qs 506.41 618.95 752.59 872.16 970.63 1033.93 1055.0 1033.9 836.9

Dinding B (E)

U = 2,73 W/m2.K

Koreksi CLTD = (25,5 -20) + [(35- 11/2) – 29,4] = 5.6 oC CLTD corr = CLTD + 5.6 oC

A = 3.15 x 4.05 = 12.75 m2

Hour

wall face 9 10 11 12 13 14 15 16 17

E 6 7 8 11 12 14 16 17 17

CLTDcorr 11.6 12.6 13.6 16.6 17.6 19.6 21.6 22.6 22.6

Qs 403.767 438.5745 473.38 577.804 612.61 682.22 751.84 786.649 786.649

Dinding C (S)

U= 2,73 W/m2.K

A = (7.28 x 4.05) – (3 x 1.2) – ( 2.07 x 0.9 ) = 20.421 m2

wall face

Hour

9 10 11 12 13 14 15 16 17

S 5 4 4 4 5 6 8 9 11

CLTD


(72)

Qs 590.942 535.1935 535.1935 535.193 590.94 646.692 758.190 813.94 925.43

Dinding D (W)

U = 2.73 W/m2.K

A = 3.15 x 4.05 = 12.75 m2

wall face

Hour

9 10 11 12 13 14 15 16 17

W 8 7 7 6 6 6 7 8 9

CLTDcorr 13.6 12.6 12.6 11.6 11.6 11.6 12.6 13.6 14.6

Qs 473.382 438.5745 438.5745 403.76 403.76 403.76 438.574 473.38 508.18

4.1.3 Perhitungan beban pendingin dari pintu

Pintu A,C

U = 1,08 (R = 0,926) A = 2.07 x 0.9 = 1.86 m2

Dari tabel 32 untuk wall no.2 (Lampiran A)

wall face

Hour

9 10 11 12 13 14 15 16 17

Pintu

A (N) 4 5 6 8 10 12 13 14 15

CLTD

corr 9,6 10,6 12,6 13,6 15,6 17,6 18,6 19,6 20,6

Qs 19.28 21.29 25.3 27.31 31.33 35.35 37.36 39.37 41.38

Pintu

C (S) 1 4 8 13 18 23 26 27 26

CLTD

corr 6,6 9,6 13,6 18,6 23,6 28,6 31,6 32,6 31,6


(73)

4.1.4 Perhitungan beban pendingin dari jendela

Beban konduksi melalui jendela

Atotal = (3 x 1,2) = 3.6 m2

U = 4,6 W/m2.K

Dari Tabel 34 diperoleh CLTD (Lampiran A)

Solar

time 9 10 11 12 13 14 15 16 17

CLTD 1 2 4 5 7 7 8 8 7

CLTD

corr 6,6 7,6 9,6 10,6 12,6 12,6 13,6 13,6 12,6

Qs 109.29 125.85 158.97 175.53 208.65 208.65 225.21 225.21 208.65

Panas transmisi dari jendela

Q = A . SC . SCL

Dimana: SC = 0,55 untuk jendela gelas yang bening dengan tirai jenis

venetian

blinds.

SCL = solar cooling load factor. AW = (3 x 1,2) = 3.6 m2

Jendela dikategorikan dalam zona B, maka dari Tabel 36 Zona Type B (Lampiran A)

Glass Face

Hour

9 10 11 12 13 14 15 16 17

Dinding

C(S) 113 176 233 271 274 249 198 145 117


(74)

4.1.5 Perhitungan beban pendingin dari manusia

Dari Tabel 3 Bab 28 ASHRAE untuk kategori aktivitas di kantor jumlah panas per orang adalah 75 W untuk panas sensibel dan 55 W untuk panas laten.

Maka panas sensibel dan panas laten dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Qs= N ×75×CLF Ql= N ×55

CLF = cooling load factor untuk beban sensibel yang dapat dilihat pada Tabel 37 Bab 8 ASHRAE untuk kategori C (Lampiran A).

Jam masuk adalah jam 9 pagi s/d jam 5 sore, berdasarkan kriteria ini lama pekerja di ruangan adalah sekitar 9 jam, pukul 9 pagi dianggap pekerja sudah berada 1 jam di ruangan.

Nilai dari CLF ditampilkan di bawah:

Hour in Space

No of hours after Entry into space or Equipment turned on

1 2 3 4 5 6 7 8 9

9 0.615 0.695 0.75 0.795 0.83 0.86 0.89 0.91 0.62


(75)

N = jumlah penghuni ruangan = 8 orang

Untuk panas laten

Ql = 8 x 55 = 440 W

4.1.6 Perhitungan beban pendingin dari lampu

Beban dari lampu Wtungsten : 150 W

4.1.7 Perhitungan beban pendingin dari udara infiltrasi

Infiltrasi yang mungkin di sini adalah pembukaan pintu. Standard yang biasa digunakan adalah 2,8 m3 akan masuk udara tiap kali terjadi pembukaan pintu. Pada soal ini diasumsikan pintu luar akan digunakan 2 orang/jam. Dengan menggunakan angka ini, laju udara infiltrasi dapat dihitung:

V = 2× 2,8 ×1000/ 3600 = 1.55 L/s.

Maka panas sensibel dan panas laten udara infiltrasi adalah

Qs = 1,23 x 1.55 x (To – Ti)

Pukul 9 10 11 12 13 14 15 16 17

T 27,2 28,8 30,7 32,4 33,8 34,7 35 34,7 33,9

∆T 7,2 8,8 10,7 12,4 13,8 14,7 15 14,7 13,9

QS 13.72 16.77 20.39 23.64 26.3 28.02 28.58 28.02 26.5

Ql =3010 (1.55) x (0,0159 – 0,0088) = 33.12 W


(76)

 Manusia :440 W

 Infiltrasi :33,12 W

TOTAL = 473.12 W

Total Beban Pendingin Sensibel + Laten

Hour

Qs

(Watt) 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Roof 84.20 102.91 125.13 145.02 161.39 171.92 175.42 171.92 139.17

Dinding

A 506.41 618.95 752.59 872.16 970.63 1033.93 1055.03 1033.93 836.99

Dinding

B 403.76 438.57 473.38 577.80 612.61 682.22 751.84 786.64 786.64

Dinding

C 590.94 535.19 535.19 535.19 590.94 646.69 758.19 813.94 925.43

Dinding

D 473.38 438.57 438.57 403.76 403.76 403.76 438.57 473.38 508.18

Pintu A 19.28 21.29 25.3 27.31 31.33 35.35 37.36 39.37 41.38

Pintu C 13.25 19.28 27.31 37.36 47.4 57.45 63.47 65.48 63.47

Kond

Jendela 109.29 125.85 158.97 175.53 208.65 208.65 225.21 225.21 208.65

Trans

Jndla B 223.74 348.48 461.34 536.58 542.52 493.02 392.04 287.1 231.66

Manusia 369 417 450 477 498 516 534 546 372

L.tngsten 150 150 150 150 150 150 150 150 150 Infiltrasi 13.72 16.77 20.39 23.64 26.3 28.02 28.58 28.02 26.5

Qlaten 473.12 473.12 473.12 473.12 473.12 473.12 473.12 473.12 473.12


(77)

Maka Beban Pendingin Total dihitung pada pukul 16.00 WIB.

Beban Total Pendingin :5.094,12 W = 5,09 kW

84,206304

506,417184

403,767

590,942898 473,382

19,28 13,25

109,29 223,74 369 150 13,72

473,12

Roof Dinding A Dinding B Dinding C Dinding D Pintu A Pintu C Kond Jendela Trans Jndla B Manusia L.tungsten Infiltrasi Qlaten


(78)

Gambar 4.1 Diagram beban pendingin ruangan yang dikondisikan

4.2 Perancangan dimensi utama evaporator

Dari data beban pendingin yang diperoleh dalam perancangan kapasitas

pendingin di ruangan yang terdapat di Gedung Pascasarjana Departemen Teknik

Mesin,FT-USU lantai 2 sebesar 5,09 kW dan daya kompresor yang digunakan

sebesar 0,746 kW, maka dirancang dimensi utama dari evaporator yang akan

digunakan sebagai pendingin refrigeran.

4.2.1 Bilangan Reynold dan Nusselt

Persamaan untuk mencari Bilangan Reynold adalah:

µ

ρ

U

max

D

Re

=

Diamana sifat-sifat udara dianalsia pada temperatur rata-rata 18.5oC adalah:

• ρu = 1,1926 kg/m3

• µu = 1,263E-05 Ns/m2

• ku = 0.0256E-02 W/mK

• Pru = 0,7091

• U = 2 m/s (direncanakan)

• Umax = 7 m/s

Maka:


(79)

= 4240.356

Untuk mencari bilangan Nussel dapat dilihat dari table 2.2 dimana

bilangan Re diantata 4.000 – 40.000 adalah Nu=0,193Re0,618Pr13

maka:

Nu = 0.193 x x

= 29,85421

4.2.2 Koefisien perpindahan panas di luar pipa (ho)

Koefisien perpindahan panas diluar dapat dihitung dengan persamaan:

K hD

Nu= sehingga ho =

ho =

ho = 119.4168

4.2.3 Koefisien perpindahan panas di dalam pipa (hi)

Menurut grafik dari lampiran G (Dongsoo Jun,Kwangyong An,Jinseon

Park,2003), cara untuk memperoleh nilai hi, dapat diperoleh dengan menggunakan

grafik plain tube dimana nilai dari hi diperoleh dari perbandingan Qeva dengan luas


(80)

Gambar 4.2 Grafik perbandingan h dengan q/A

4.2.4 Koefisien perpindahan panas menyeluruh (Uo)

Koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat dihitung dengan rumus:

( )

0 0 0 0 0 0 0 1 ln 1 1 h R k r r r R r r h r r U f i fi i i i + + + + =

Asumsi dalam perancangan ini pipa yang digunakan sangat tipis sehingga

perbandingan antara ro dan ri dapat diabaikan,maka diperoleh nilai Uo = 111,1574 4.2.5 Perbedaan Temperatur Logaritma Rata – Rata (LMTD)

Untuk mencari nilai LMTD dapat digunakan persamaan:


(1)

LAMPIRAN E1

TABEL PENGUKURAN TEMPERATUR UDARA LINGKUNGAN DAN

RADIASI MATAHARI PADA TANGGAL 5 OKTOBER 2011

No Date Time, GMT+07:00 Temp, °C Solar Radiation, W/m²

1 10/5/2011 0:00 23.978 0.6

2 10/5/2011 1:00 23.881 0.6

3 10/5/2011 2:00 23.881 0.6

4 10/5/2011 3:00 23.954 0.6

5 10/5/2011 4:00 23.954 0.6

6 10/5/2011 5:00 23.809 0.6

7 10/5/2011 6:00 23.785 0.6

8 10/5/2011 7:00 24.098 30.6

9 10/5/2011 8:00 24.508 61.9

10 10/5/2011 9:00 25.234 119.4

11 10/5/2011 10:00 26.549 219.4

12 10/5/2011 11:00 27.505 391.9

13 10/5/2011 13:00 29.515 354.4

14 10/5/2011 14:00 29.414 219.4

15 10/5/2011 15:00 29.54 293.1

16 10/5/2011 16:00 29.59 191.9

17 10/5/2011 17:00 29.49 95.6

18 10/5/2011 18:00 28.27 10.6

19 10/5/2011 19:00 27.653 0.6


(2)

21 10/5/2011 21:00 26.5 0.6

22 10/5/2011 22:00 26.182 0.6

23 10/5/2011 23:00 25.817 0.6


(3)

LAMPIRAN

F1

TABEL PENGUKURAN TEMPERATUR UDARA LINGKUNGAN DAN

RADIASI MATAHARI PADA TANGGAL 7 OKTOBER 2011

No Date Time, GMT+07:00 Temp, °C Solar Radiation, W/m²

1 10/7/2011 0:00 25.768 0.6

2 10/7/2011 1:00 25.744 0.6

3 10/7/2011 2:00 25.598 0.6

4 10/7/2011 3:00 25.428 0.6

5 10/7/2011 4:00 25.04 0.6

6 10/7/2011 5:00 24.823 0.6

7 10/7/2011 6:00 24.944 0.6

8 10/7/2011 7:00 24.823 46.9

9 10/7/2011 8:00 26.207 149.4

10 10/7/2011 9:00 27.974 264.4

11 10/7/2011 10:00 30.318 614.4

12 10/7/2011 11:00 31.919 686.9

13 10/7/2011 12:00 31.765 958.1

14 10/7/2011 13:00 29.815 156.9

15 10/7/2011 14:00 29.84 306.9

16 10/7/2011 15:00 29.765 369.4

17 10/7/2011 16:00 28.965 120.6

18 10/7/2011 17:00 28.419 51.9

19 10/7/2011 18:00 28.048 6.9


(4)

21 10/7/2011 20:00 23.4 0.6

22 10/7/2011 21:00 22.896 0.6

23 10/7/2011 22:00 23.256 0.6

24 10/7/2011 23:00 23.761 0.6


(5)

LAMPIRAN G1

TABEL PENGUKURAN TEMPERATUR UDARA LINGKUNGAN DAN

RADIASI MATAHARI PADA TANGGAL 8 OKTOBER 2011

No

Date Time,

GMT+07:00 Temp, °C

Solar Radiation, W/m²

1 10/8/2011 0:00 23.833 0.6

2 10/8/2011 1:00 23.713 0.6

3 10/8/2011 2:00 23.761 0.6

4 10/8/2011 3:00 23.809 0.6

5 10/8/2011 4:00 23.761 0.6

6 10/8/2011 5:00 23.689 0.6

7 10/8/2011 6:00 23.545 0.6

8 10/8/2011 7:00 23.761 39.4

9 10/8/2011 8:00 24.629 124.4

10 10/8/2011 9:00 26.965 284.4

11 10/8/2011 10:00 28.617 370.6

12 10/8/2011 11:00 29.615 478.1

13 10/8/2011 12:00 31.077 529.4

14 10/8/2011 13:00 31.996 443.1

15 10/8/2011 14:00 31.357 426.9

16 10/8/2011 15:00 31.408 276.9

17 10/8/2011 16:00 25.768 6.9

18 10/8/2011 17:00 23.665 10.6

19 10/8/2011 18:00 24.195 1.9

20 10/8/2011 19:00 24.002 0.6


(6)

22 10/8/2011 21:00 24.436 0.6

23 10/8/2011 22:00 24.195 0.6

24 10/8/2011 23:00 24.098 0.6