BAB II A. Proses Pemeriksaan Tersangka pada Tahap Penyidikan Menurut KUHAP

(1)

BAB II

A. Proses Pemeriksaan Tersangka pada Tahap Penyidikan Menurut KUHAP Titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik adalah tersangka karena dari tersangka diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan tersangka tidak boleh di pandang sebagai objek pemeriksaan (inkuisator). Tersangka harus di tempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat dan martabat serta harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Perbuatan tindak pidana tersangka yang menjadi objek pemeriksaan, menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 4 tahun 2004, tersangka harus dianggap tidak bersalah sesuai dengan prinsip hukum “praduga tak bersalah” sampai

dipertoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.66

66

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Prnuntutan Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2000, Jakarta, hlm. 134.

Pada pemeriksaan tersangka, seorang penyelidik harus memperhatikan keterangan yang berlaku dan tidak boleh bertindak diluar keterangan tersebut, salah satu ketentuan tersebut mengenai hak-hak tersangka di dalam pemeriksaan.

Pada KUHAP dalam Pasak 14, 15 dan 32 di jumpai kata “tersangka”, “terdakwa” dan “terpidana” dalam setiap kedudukan tersangka pada proses pemeriksaan.

Kata “tersangka” digunakan ketika ia/tersangka sedang atau berada dalam tingkat pemeriksaan permulaan, kata-kata “terdakwa” dipakai ketika tersangka masih dalam tingkat pemeriksaan dimuka hakim dan kata-kata “terpidana” digunakan ketika terdakwa telah menerima putusan hakim telah memperoleh ketentuan hukum tetap.


(2)

Maksud dari cara pemeriksaan di sini adalah tata cara pemeriksaan secara yuridis. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka ada cara yang berlaku menurut

KUHAP, adapun tata cara tersebut adalah:67

1. Sesuai dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP bahwa jawaban atau keterangan

diberikan tersangka lepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun juga dan dalam bentuk apaun juga.

Tersangka dalam memberikan keterangan harus “bebas” dan “kesadaran” nurani. Tidak boleh dipaksa dengan cara apapun juga baik penekanan fisik dengan tindakan kekerasan dan penganiayaan, maupun dengan tekanan dari penyidik maupun dari pihak luar.

Mengenai jaminan pelaksanaan Pasal 52 dan 117 KUHAP tersebut, tidak ada sanksinya. Satu-satunya jaminan untuk tegaknya ketentuan Pasal 52 dan 117 KUHAP ialah melalui Praperadilan, berupa pengajuan gugatan ganti rugi atas alasan pemeriksaan-pemeriksaan telah dilakukan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang. Akan tetapi, hal ini kurang efektif karena sangat sulit bagi seorang tersangka membuktikan keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan adalah hasil paksaan dan tekanan.

Kontrol yang tepat untuk menghindari terjadinya penekanan atau ancaman dalam penyidikan ialah kehadiran penasehat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan.

2. Penyidik mencatat dengan teliti semua keterangan tersangka.

Semua yang diterangkan tersangka tentang apa yang sebenamya telah dilakukannya sehubungan dengan tindakan pidana yang disangkakan kepadanya dicatat oleh penyidik dengan seteliti-telitinya, sesuai dengan

67


(3)

rangkaian kata-kata yang dipergunakan tersangka. Keterangan tersangka tersebut harus di catat di tanyakan atau dimintakan persetujuan dan tersangka tentang kebenaran dan isi berita acara tersebut. Apabila tersangka telah menyetujuinya, maka tersangka dan penyidik masing-masing memberikan tanda tangannya di atas berita acara tersebut sedangkan apabila tersangka tidak mau menanda tangganinya maka penyidik membuat catatan berupa penjelasan atau keterangan tentang hal itu serta menyebutkan alasan yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau menanda tangganinya.

3. Dalam Pasal 119 KUHAP menyebutkan, jika tersangka yang akan di periksa

berlokasi di luar daerah hukum penyidik, maka penyidik yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik yang berwenang di daerah tempat tinggal tersangka.

4. Jika tersangka tidak hadir menghadap penyidik maka sesuai ketentuan pasal

113 KUHAP pemeriksaan dapat dilakukan di tempat kediaman tersangka dengan cara:

penyidik sendiri yang datang melakukan pemeriksaan ketempat kediaman tersangka tersebut. Hal ini dilakukan apabila tersangka tidak dapat hadir ke tempat pemeriksaan yang telah ditentukan oleh penyidik dengan “alasan yang patut dan wajar”. Alasan yang patut dan wajar disini maksudnya harus ada pernyataan dan tersangka bahwa bersedia diperiksa di temapat kediamannya, sebab tanpa pernyataan kesediaan timbul anggapan pemeriksaan “seolah-olah dengan paksaan”. Untuk menghindarinya baiknya ada pernyataan kesediaan, baik hal itu dinyatakan secara tertulis maupun secara lisan yang disampaikan tersangka kepada penyidik sewaktu penyidik mendatangi tersangka ditempat kediamannya.


(4)

Pada proses pemeriksaan perkara pidana yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu. Dalam KUHAP membedakan pengertian dan kewenangan penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu, antara lain sebagai berikut:

1. Pengertian penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu.

Pengertian mengenai penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu terdapat dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau dikenal dengan KUHAP.

1.1 Penyelidik

Hal ini diatur dalam Pasal 1 butir 4 yaitu: Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Pada Pasal 4 KUHAP disebutkan bahwa setiap pejabat polisi begara Indonesia adalah penyelidik.

1.2 Penyidik

Pengertian penyidik dalam KUHAP, pada ketentuan umum disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 KUHAP jo. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b KUHAP, nahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang diberi wewenag khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.68

Penjelasan Pasal 6 ayat 2 KUHAP disebutkan bahwa kedudukan dan pengangkatan penyisik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah diselaraskan dan sideimbangkan dengan kedudukan dan pengangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum.

68

Nico Ngani, dkk, Mengenal Hukum Acara Pidana Seri Satu Bagian Umum Penyidikan, Liberty 1984, Yogyakarta, hlm. 19.


(5)

Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah pengangkatan pejabat penyidik sebagaimana yang dikehendaki ketentuan Pasal 6 ayat 2 KUHAP sudah ada dan telah ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 1983 berupa PP No. 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP. Di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983 menyebutkan:

(1) Penyidik adalah:

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat pembantu Letnan Dua Polisi.

b. Pegawai negeri sipil tententu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur

Muda Tingkat I ( Golongan Il/b) atau yang disamakan dengan Pejabat itu.

(2) Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana di

maksud dalam ayat (1) huruf a maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik. Pasal 2 ayat 5 dan 6 PP No. 27 tahun 1983 menyebutkan, penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia diangkat oleh kepala polisi Republik Indonesia yang dapat melimpahkan kewenangannya kepada pejabat polisi lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

1.3.Penyidik Pembantu

Pasal 1 butir 3 KUHAP menentukan bahwa penyidik pembantu adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang karena wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam peraturan pemerintah. Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 KUHAP:


(6)

(1) Penyelidik pembantu adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepengangkatan dalam ayat (2) pasal ini.

(2) Syarat kepengangkatan sebagaimana yang tersebut pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan pemerintah.

Syarat kepengangkatan penyidik pembantu diatur dalam Pasal 3 ayat 1 (a dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 yang menyebutkan bahwa penyidik pembantu adalah:

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat Sersan Dua Polisi

b. Pejabat PNS tertentu dalam linkungan kepolisian negara Republik Indinesia yang

sekurang-kurangnya berpangkat pengatur (golongan II/a) atau yang disamakan dengan itu.

Kedua macam penyidik pembantu ini diangkat oleh kepolisian atas usul komandan atau pimpinan kessatuan masing-masing. Wewenang pengangkatan ini dapat dilimpahkan kepada pejabat kepolisian negara lain sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.

2. Tugas dan Wewenang Penyelidik, Penyidik dan Penyidik Pembantu 2.1. Penyelidik

Tugas penyelidik adalah melaksanakan penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk men cari dan menemukan suatu peristiwa yang adanya sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).69

69

Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana Sebuah Catatan Khusus, Mandar Maju, 1999, bandung, hlm 42.


(7)

Kaitannya dengan usaha untuk mengungkap sebuah peristiwa untuk dapat dikatakan sebagai peristiwa pidana atau sebaliknya guna kepentingan penyelidikan, penyelidik karena kewajibannya dan atas perintah penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.

Wewenang penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP menegaskan,

(I) Penyelidik sebagaimana tersebut dalam pasal 4 KUHAP:

a. Karena kewajibannya mempunyai kewenangan

1. Menerima laporan atau pengaduan dan seorang tentang adanya tindak pidana

2. Mencari keterangan dan barang bukti

3. Menyuruh berhenti seseorang dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri

4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, pengeledahan dan penyitaan.

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

4. Membawa dan dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

(2). Penyidik mambuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b kepada penyidik.


(8)

2.2 Penyidik

Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menentukan tersangkanya.

Di samping itu penyidik juga mempunyai tugas:70

1. Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya

2. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa, penyidik yang

dari pegawai negeri sipil menyerahkan dengan melalui penyidik yang dari pejabat polisi negara.

Penyerahan berkas perkara meliputi dua tahap, yaitu:

1. Penyidik hanya menyerahkan berkas perkara

2. Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung

jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

Didalam melakukan tugas tersebut seorang penyidik wajib untuk menjunjung tinggi hukum yang berlaku, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 7 ayat 3 KUHAP. Pemberian wewenang kepada penyidik bukan semata-mata didasarkan pada kekuasaan tetapi berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab. Dengan demikian kewenangan yang demikian tersebut sesuai dengan kedudukan, tingkatan, kepangkatan, pengetahuan serta berat ringannya kewajiban dan tanggung jawab penyidik.

Wewenang penyidik yang dari pejabat Kepolisian negara terdapat dalam Pasal 7 KUHAP diterangkan bahwa:

70


(9)

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dan seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditemukan kejadian;

c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bentanggungjawab.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hunuf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing dan dalam pelaksanaan tugasnya di bawah keordinasi penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.

Selanjutnya yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, penjelasab dari Pasal 7 ayat (2) KUHAP memberi penegasan bahwa


(10)

yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil misalnya pejabat bea cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan yang melakukan tugas penyidikan oleh Undang-Undang yang menjadi dasar hukum masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di

bawah koordinasi dan pengawasan penyidik dari pejabat kepolisian begara.71

2.3 Penyidik Pembantu

Tugas penyidik pembantu adalah membuat berita acara dan menyerahakn berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan cara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum, kewenangan penyidik pembantu terdapat dalam Pasal 11 KUHAP yang menyatakan bahwa penyidik pembantu mempunyai kewenangan seperti yang tersebutkan dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

Selanjutnya yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan penyidikan untuk kepentingan penyidikan dengan syarat:

a) Tidak bertentangan dengan suatu antara hukum

b) Selaras dengan kewajiban hukum yang seharusnya dilakukannya tindakan

jabatan

c) Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan

jabatannya.

d) Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa

e) Menghormati hak asasi manusia

Dilihat dari pengertian tersebut, perbedaan antara penyidik dan penyelidik adalah penyidik itu terdiri dari polisi negara Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh Undang-undang, sedangkan penyelidik

71


(11)

hanya terdiri dari polisi negara Republik Indonesia saja. Hubungan penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu dilingkungan kepolisian maupun pegawai negeri sipil sebagai

berikut:72

1. Dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP meyebutkan, tindakan penyelidik sangat berperan

dalam hal menentukan apakah sebuah perbuatan itu diduga sebagai tindakan pidana itu dapat dilanjutkan dengan penyidikan atau tidak oleh penyidik.

2. Pada Pasal 5 ayat (1) KUHAP menyebutkan, dalam hal-hal tertentu penyelidik

melakukan tindakan sebagaimana dilakukan oleh Penyidik atas perintah penyidik.

3. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan, penyelidik meyampaikan hasil penyelidikannya

kepada penyidik

4. Pasal 7 ayat (2) KUHAP menyebutkan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil

tertentu dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah kordinasi dan pengawasan penyidik polri.

5. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik memberikan petunjuk kepada penyidik

pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikann yang diperlukan

6. Pada Pasal 107 ayat (2) menyebutkan, penyidik pegawai negeri sipil tertentu

melaporkan adanya tindak pidana yang sedang disidiki kepada penyidik Polri.

7. Pada Pasal 107 (3) KUHAP menyebutkan, penyidik pegawai negeri sipil tertentu

menyerahkan hasil penyelidikan yang sudah selesai kepada penuntut umum melalui penyidik polri.

8. Dalam hal penyidik pegawai negeri sipil tertentu menghentikan penyidikan, segera

memberitahukan kepada polri dan penuntut umum.

9. Pada pasal 11 KUHAP menyebutkan, penyidik pembantu mempunyai kewenangan

sebagaimana penyidik polri kecuali melakukan penahanan.

72


(12)

10. Penyidikan membuat berita acara dan menyerahkan ke penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan cepat maka penyidik pembantu lagsung menyerahkan kepada penuntut umum.

Penyelidikan dalam hukum acara pidana, tingkat acara pidana dibagi dalam 4

tahap, yaitu:73

1. Tahap penyelidikan yang dilakukan oleh polisi negara

2. Tahap penuntutan yang dilakukan oleh jaksa atau Penuntut Umum

3. Tahap pemeriksaan di depan sidang pengadilan oleh jaksa

4. Tahap pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa dan lembaga pemasyarakatan di

bawah pengawasan ketua pengadilan yang bersangkutan.

Berdasarkan tahap tersebut, penyelidikan merupakan suatu proses atau lanhkah awal yang menentukan dari keseluruhan proses penyelesaian tindak pidana yang perlu diselidiki dan siusut secara tuntas.

Upaya untuk memyelidiki dan mengusut tindak pidana secara konkret dapat dikatakan penyelidikan dinilai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang

1. Tindakan pidana apa yang dilakukan

2. Lapan tindakan itu dilakukan

3. Dimana tindakan itu dilakukan

4. Dengan apa tindakan itu dilakukan

5. Bagaimana tindakan itu dilakukan

6. Mengapa tindakan itu dilakukan

73

Anton Freddy Susanto, Wajah Peradilan Kita Kontriksi Sosial Tentang Penyimpangan Mekanisme Kontrol dan akuntanilitas Peradilan Pidana, PT. Refika Aditama, 2004, Bandung , hlm 82.


(13)

7. Siapa pelaku tindakan tersebut

Karena penyelidikan merupaka langkah awal yang menentukan dari keseluruhan tahap acara pidana, maka dalam mencari keterangan-keterangan seperti diatas seorang penyidik harus tunsuk kepada ketentuan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 8 tahun 1981 sebab jika tahap penyelidikan tersebut sangat penting bagi proses penyelidikan tersebut sangat penting bagi proses acara pidana selanjutnya.

Apabila tahap penyelidikan saja sudah banyak melakukan pelanggaran dan kesalahan diluar ketentuan Undang-undang yang berlaku, maka secara otimatis tahap cara berikutnya akan terpengaruh yang berarti tidak mungkin akan terjadi penyesatan putusan hakim.

Betapa pentingnya penyidikan perkara dalam pelakanaan hukum acara pidana dapat dilihat dalam hubungan dengan ketentuan-ketentuan KUHAP mengenai penyidikan, penuntutan dan peradilan perkara. Seorang penyidik harus melakukan penyelidikan secara tertip dan harus selalu memperhatikan dalil-dalil yang ada dilapangan.

Seorang penyelidik harus memperhatikan dan menyidik setiap fakta yang ada dilapangan sekecil apapun karena sejalan dengan tujuan hukum acara pidana, maka tugas penyelidikan perkara adalah “mencari kebenaran materiil” memang, dalam penyelidikan perkara pidana kebenaran materiil yang mutlak tidak akan pernah dapat diperoleh 100% karena hanya Tuhanlah yang mengetahui. Walaupun demikian dengan memperhatikan setiap dalil dan fakta sekecil apapun bukti-bukti yang berkaitan dengan perkara pidana dapat dicari sebanyak-banyaknya sehingga suatu penyelidikan dapat mendekati kebenaran bahwa ada suatu tindak pidana yang dilakukan dan siapa pelàku-pelakunya.


(14)

Proses pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan dalam perkara No. K/82/IV/2011/Reskrim dalam penyidikan tindak pidana perjudian dadu kopyok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (1) ke 2 e Sub 303 Bis KUHAP yang terjadi pada hari rabu tanggal 13 April 2011 sekira pukul 17.30 WIB di Benteng Sei Wampu Dusun Selemah Kec. Wampu Kab Langkat denga tersangka atas nama Bari alias Paman Bari dan kawan-kawan, laki-laki, 54 tahun, wiraswasta, islam, Indonesia, tinggal di Ling x Puwo Sari Psr IV Kw. Bingei Kec. Stabat Kab. Langkat.

Adapun proses pemeriksaan pada tahap penyidikan ini diawali dengan menanyakan kedaan jasmani dan rohani yang diperiksa dan kesediannya untuk dimintai keterangan pda saat itu, setelah yang diperiksa menyatakan sehat jasmani dan rohani serta bersedia diperiksa saat itu kemudian ditanyakan kepada polisi yang menangkapnya dalam hal ini Briptu Supian jabatan Penyidik pembantu, kapan dan dimana dilakukan penangkapan apa yang dimainkan oleh tersangka serta siapa-siapa temannya yang ikut melakukan penangkapan kemudian dilanjutkan pertanyaan siapa tersangkanya dan barang buktinya apa saja yang didapatkan dari tersangka. Lalu dilanjutkan bagaimana penyidik mengetahui tersangka.

Pada tersangka ditanyakan apakah tersangka agar menyediakan atau menghadirkan seorang penasehat hukum pada saat pemeriksaan dan ditanyakan apakah saudara pernah dihukum. Kemudian ditanyakan apa yang menyebabkan dia menjalani pemeriksaan saat itu. Tersangka juga ditanyakan kronologis penangkapan lalu pada akhir proses penyidikan ditanyakan apakah ada saksi yang dapat meringankan jalan perkara itu. Dan ditanyakan apakah ada paksaan atau intimidasi dalam memberikan keterangan dan sudah benarkah semua keterangan tersebut.


(15)

Pada akhirnya berita acara pemeriksaan dihentikan kemudian dibacakan kembali oleh yang memeriksa, setelah diselidiki kemudian dibubuhkan tanda tangan dan ditutup serta ditandatangani pada hari dan tanggal tersebut oleh penyidik.

2. Penahanan

Menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP, penahanan adalah penempatan tersangka/terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan menetapkannya, dalam hal ini serta memenuhi cara yang diatur dalam Undang-undang.

Dasar hukum penahanan adalah sebagai beriku:74

a) Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik.

b) Pasal 11 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik pembantu

melakukan penahanan atas pelimpahan wewenang dari penyidik.

c) Pasal 20 ayat (1) KUHAP menyangkut tentang alasan dilakkannya

penahanan.

d) Pasal 21 KUHAP menyangkuttentang syarat-syarat dilakukannya penahanan.

e) Pasal 22 KUHAP menyangkut tentang jenis-jenis penahanan.

f) Pasal 23 KUHAP menyangkut tentang pengalihan jenis penahanan.

g) Pasal 24 KUHAP menyangkut tentang jangka waktu penahanan.

h) Pasal 29 KUHAP menyangkut tentang perpanjangan masa penahanan.

i) Pasal 30 KUHAP menyangkut tentang hak tersangka untuk meminta ganti

rugi terhadap penahanan yang tidak sah.

j) Pasal 31 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik atau penuntut

umum atau hakim untuk mengadakan penangguhan penahanan.

k) Pasal 75 menyangkut tentang perintah pembuatan berita acara setiap

tindakan penahanan

l) Pasal 123 KUHAP menyangkut tentang dasar pengajuan kebenaran tersangka

atau keluarga atau penasehat hukum dalam hal penahanan tersangka.

3. Penggeledahan

Menurut Pasal 1 butir 17 KUHAP, pengeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki pemeriksaan tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk

74


(16)

melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan atau penangkapan dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.

Menurut Pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawa serta untuk disita.

Dasar hukum penggeledahan adalah sebagai berikut:75

a) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1 KUHAP menyangkut tentang kewenangan

penyelidik untuk melakukan penggeledahan.

b) Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik

untuk melakukan penggeledahan.

c) Pasal 11 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik pembantu.

d) Pasal 32 KUHAP menyangkut tentang dasar kewenangan penyidik

melakukan penggeledahan.

e) Pasal 33 KUHAP menyangkut tentang cara melakukan penggeledahan

rumah.

f) Pasal 34 KUHAP menyangkut tentang ketentuan lain penggeledahan rumah

dalam keadaan yang sangat perlu atau mendesak.

g) Pasal 35 KUHAP menyangkut tentang larangan penyidik memasuki tempat

kecuali dalam hal tertangkap tangan.

h) Pasal 36 KUHAP menyangkut tentang penggeledahan yang dilakukan diluar

daerah hukum penyidik.

i) Pasal 37 KUHAP menyangkut tentang penggeledahan badan.

j) Pasal 125 KUHAP menyangkut tentang ketentuan penyisik memasuki rumah

dalam hal penggeledahan rumah.

k) Pasal 126 KUHAP menyangkut tentang perintah pembuatan acara terhadap

penggeledahan. 4. Penyitaan

Menurut Pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyelidikan, penuntutan dan peradilan.

Dasar hukum penyitaan adalah sebagi berikut:76

75


(17)

a) Pasal 5 ayat (1) hruf b angka 1 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyelidik melakukan penyitaan.

b) Pasal 7 ayat 1 huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik

untuk melakukan penyitaan.

c) Pasal 11 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik pembantu.

d) Pasal 38 KUHAP menyangkut tentang ketentuan penyitaan.

e) Pasal 39 KUHAP menyangkut tentang benda yang dapat disita penyidik.

f) Pasal 40 KUHAP menyangkut tentang penyitaan benda dalam hal tertangkap

tangam sebagai barang bukti.

g) Pasal 41 KUHAP menyangkut tentang penyitaan terhadap surat.

h) Pasal 42 KUHAP menyangkut tentang wewenang penyidik untuk meminta

benda kepada orang yang menguasai benda tersebut untuk disita.

i) Pasal 43 KUHAP menyangkut tentang kewajiban penyidik untuk

merahasiakan isi surat yang telah diperiksa.

j) Pasal 44 KUHAP menyangkut tentang penyimpanan benda sitaan.

k) Pasal 45 ayat (1) huruf a, ayat (2), ayat (3), ayat (4) KUHAP menyangkut

tentang jual lelang barang yang disita dalam hal benda yang lekas rusak atau membahayakan.

l) Pasal 46 ayat (1) huruf a dan b KUHAP menyangkut tentang pengembalian

benda yang disita kepada orang/kepada mereka dari siapa benda itu disita.

m) Pasal 47 KUHAP menyangkut tentang pemeriksaan dan penyitaan surat yang

dikirim.

n) Pasal 48 KUHAP menyangkut tentang ketentuan terhadap surat yang tidak

berhubungan dengan perkara yang sedang diperiksa.

o) Pasal 49 KUHAP menyangkut tentang pembuatan acara tentang tindakan

pemeriksaan.

p) Pasal 75 KUHAP menyangkut tentang pembuatan berita acara terhadap

tindakan penyidik atau penyidik pembantu.

q) Pasal 128 KUHAP menyangkut tentang penyidik menunjukkan tanda

pengenal kepada orang dari mana benda itu disita.

r) Pasal 129 KUHAP menyangkut tentang ketentuan penyidik melakukan

penyitaan.

s) Pasal 130 KUHAP menyangkut tentang pencatatan benda yang disita.

t) Pasal 131 KUHAP menyangkut tentang pengeledahan atau penyitaan

terhadap benda yang diduga dapat diperoleh keterangan tentang tindak pidana.

u) Pasal 132 ayat (2), ayat (3), ayat (4) KUHAP menyangkut tentang

pemeriksaan surat.

1. Hak Dan Kewajiban Tersangka

Sehubungan dengan pemeriksaan tersangka, undang-undang telah memnerikan beberapa hak perlindungan terhadap hak asasinya. Hak tersangka dan terdakwa selama pemeriksaan di muka penyidik dan di muka hakim tersebar dalam beberapa bab dan Pasal-pasal, antara lain dalam Bab VI Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP,

76


(18)

kemudian Pasal 144, 163, 213 KUHAP. Hak- hak tersangka ini harus dihargai dan dihormati. Diantaranya sekian banyak hak tersangka tersebut beberapa diantaranya harus terlihat secara nyata dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka bahwa hak-hak tersebut

telah terpenuhi atau dilaksanakan dalam pemeriksaan. Hak-hak tersebut antara lain77

1. Hak tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan, dalam hal tersangka

ditahan ia harus sudah diperiksa dalam batas waktu satu hari setelah ia di tahan (Pasal 50 dan Pasal 122 KUHAP).

:

2. Pada waktu pemeriksaan dimulai, tersangka berhak untuk diberitahukan

tentang apa yang disangkakan kepadanya (pasal 51 KUHAP)

3. Dalam pemeriksaan baik pada tingkat penyidikan maupun dipengadilan ia

berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52 KUHAP)

4. Sebelum pemeriksaan dimulai oleh penyidik, penyidik wajib

memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP (Pasal 114 KUHAP)

5. Dalam pemeriksaan tersangka harus ditanyakan apakah ia akan mengajukan

saksi yang dapat menguntungkan baginya, bilaman ada harus di catat dalam berita acara dan penyidik wajib memeriksa saksi tersebut (Pasal 116 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP)

6. Dalam hal dilakukan penyitaan suatu benda dari tersangka, maka dalam

pemeriksaannya itu benda tersebut harus ditujukan dan dimintakan keterangan tentang benda itu (Pasal 129 ayat 1 KUHAP)

77


(19)

7. Keterangan tersangka diberikan kepada penyidik diberikan tanpa tekanan siapapun dan dalam bentuk apapun. Dalam hal tersangka memberikan keterangan tentang apa yang sebenarnya telah dilakukannya sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata-kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri (Pasal 117 KUHAP)

Hak-hak tersangka yang dikemukakan di atas hanyalah sebagian dari pada hak-hak tersangka yang dijamin dan dilindungi undang-undang dalam proses penanganan perkara pidana. Hal ini menunjukkan bahwa KUHAP menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan memberikan perlindungan dan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (tersangka).

Diaturnya secara khusus hak-hak tersangka di dalam KUHAP maksudnya tiada lain agar dalam proses penanganan perkara, hak-hak itu dapat memberikan batas-batas yang jelas atau tegas bagi kewenangan aparat penegak hukum agar mereka terhindar dari tindakan sewenang-wenang. Ditinjau dari segi hukum acara pidana, pembelajaran jaminan dan perlindungan terhadap tersangka tersebut terutama ditujukan agar dalam penegakan hukum itu benar-benar dapat didasarkan kepada kebenaran materil. Dengan demikian diperoleh jaminan bahwa tujuan akhir dari KUHAP yakni untuk menegaskan

kebenaran dan keadilan secara konkrit dalam suatu perkara pidana.78

Berdasarkan hak-hak tersangka atau terdakwa yang telah diuraikan di atas, KUHAP mengatur secara letat agar hak-hak tersangka atau terdakwa tidak dilanggar dan bagi pejabat yang memperlakukan tersangka atau terdakwa bertentangan dengan undang-undang, maka dapat dikenakan sanksi pidana yaitu seperti yang terdapat dalam Pasal KUHP bahwa pegawai negeri yang dalam perkara pidana menjalankan paksaan baik

78


(20)

memaksa orang supaya mengaku, maupun untuk membujuk orang supaya memberikan keterangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun dan pelanggaran pasal ini dalam perkara korupsi diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda setinggi-tingginya empat juta rupiah (UU No. 20

Tahun 2001).79

Kewajiban-kewajiban tersangka atau terdakwa yang terdapat dalam KUHAP itu antara lain:

Selain mempunyai hak-hak yang diatur oleh KUHAP, seorang tersangka atau terdakwa juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakannya sesuai dengan undang-undang. Namun berlainan dengan hal-hal tersangka atau terdakwa yang peraturannya terlihat terinci dan berurutan terlihat bahwa kewajiban tersangka atau terdakwa tidak demikian. Kewajiban tersangka atau terdakwa tersebar di seluruh KUHAP dan diperlukan ketelitian untuk mencarinya.

80

1. Kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu tyang

ditentukan dalam hal yang bersangkutan menjalani penahanan kota (Pasal 22 ayat 3 KUHAP).

2. Kewajiban meminta izin keluar rumah atau kota dari penyidik, penuntut

umum atau hakim yang memberi perintah penahanan, bagi tersangka atau terdakwa yang menjalani penahanan rumah atau penahanan kota (Pasal 22 ayat 2 dan 3 KUHAP)

3. Kewajiban menaati syarat yang ditentukan bagi tersangka atau terdakwa yang

menjalani massa penangguhan misalnya wajib lapor tidak keluar rumah atau kota (penjelasan Pasal 31 KUHAP)

4. Wajib menyimpan isi berita acara (turunan berita acara pemeriksaan) untuk

kepentingan pembelaannya (pasal 72 KUHAP dan penjelasannya).

79

Yang diancam hukuman pasal ini misalnya polisi yang diwajibkan mengusut perkara pidana menggunakan paksaan terhadap tersangka atau saksi, supaya mereka itu mengaku atau memberikan keterangan tertentu. Paksaan itu misalnya dengan cara memukul atau cara-cara lain dalam yang menyakiti atau penganiayaan-penganiyaan yang banyak macamnya. Menyekap di dalam kamar istimewa dengan tidak diberi makan atau minum termasuk pula “paksaan” (dapat dilihat dalam KUHP dengan penjelasan R. Soesilo hal 286).

80

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, cet 1 (Jakarta: Sinar Grafika, 2000) hlm 40-41.


(21)

5. Lewajiban menyebut alasan-alasan apabila mengajukan permintaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan serta permintaan gabti kerugian dan atau rehabilitas (Pasal 79 dan 81 KUHAP).

6. Apabila dipanggil dengan sah dan menyebut alasan yang jelas, maka wajib

datang kepada penyidik kecuali memberi alasan yang patut dan wajar (Pasal 112 dan 113 KUHAP).

7. Wajib hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan. Kehadiran terdakwa di

sidang merupakan kewajiban bukan merupakan haknya, kadi terdakwa harus hadir di sidang pengadilan (penjelasan Pasal 154 ayat 4 KUHAP). Bahkan apabila terdakwa setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dihadirkan dengan baik, maka terdakwa dapat dihadirkan paksa (Pasal 154 ayat 6 KUHAP).

8. Meskipun tidak secara tegas disebut sebagai kewajiban, tetapi pembelaan

terdakwa atau penasehat hukum tentu merupakan suatu keharusan (Pasal 182).

9. Kewajiban menghormati dan menaati tata tertib persidangan.

10. Kewajiban membayar biaya perkara yang telah diputus pidana (Pasal 22 ayat

1)

11. Meskipun tidak secara tegas merupakan keharusan, sangat logis jika memori

banding perlu dibuat terdakwa yang mengajukan permintaan banding. Pasal 237 KUHAP mengatakan selama pengadilan tinggi, belum memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.

12. Apabila sebagai pemohon kasasi maka terdakwa wajib mengajukan memori

kasasinya, dan dalam waktu 14 hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkan kepada panitera (Pasal 248 ayat 1 KUHAP)

13. Apabila terdakwa mengajukan permintaan peninjauan kembali (PK) maka

harus menyebutkan secara jelas alasannya (Pasal 264 ayat 1 KUHAP).

2. Hak Asasi Tersangka Dalam pasal 52 dan 117 KUHAP

Pasal 52 KUHAP menyatakan bahwa:81

Pasal 52 KUHAP yang tersebut di atas mempunyai maksud sebagaimana yang tercantum dalam penjelasan Pasal 52 KUHAP itu, yaitu:

“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim”.

82

81

Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana, cet 1 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986_, hlm 35.

82 Ibid.


(22)

“Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang dari pada yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa”.

Dari penjelasan Pasal 52 KUHAP tersebut jelas terlihat bahwa tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk memberikan keterangan secara bebas dan kewajiban penyidik untuk memberikan rasa aman ketika tersangka atau terdakwa itu diperiksa pada tahap penyidikan dengan kata lain tersangka atau terdakwa tidak boleh dipaksa ditekan.

Ketentuan ini dulu tidak diatur dalam HIR. Karena di dalam HIR dianut sistem inquisitoir dimana tersangka atau terdakwa dijadikan sebagai objekl dari pemeriksaan dan dikenal istilah “Pengakuan Tersangka/Terdakwa”. Mengacu dari istilah pengakuan tersangka tersebut, maka pada masa berlakunya HIR yang dikejar oleh penyidik dalam melakukan suatu tindak pidana. Mungkin dahulu telah terjadi pemeriksaan-pemeriksaan yang bersifat menekan perasaan tersangka atau terdakwa hingga terpaksa mengakui atau memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dipahaminya.

Atas dasar Pasal 53 KUHAP tersebut diatur lebih lanjut tentang hal-hal yang

harus diperhatikan dalam pemeriksaan tersangka, yaitu83

1. Keterangan tersangka dan saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari

siapapun dan atau dalam bentuk apapun.

:

2. Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya telah ia

lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersiapkan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata-kata yang dipergunakan tersangka sendiri.

83


(23)

Jika dilihat dari Pasal 117 KUHAP tesebut, tersangka dalam memberikan keterangan tidak boleh dipaksa dengan cara apapun dengan tekanan fisik yaitu melalui penyiksaan dan penganiayaan ataupun dengan tekanan mental baik dari pihak penyidik maupun dari pihak luar.

Walaupun demikian terhadap pelanggaran-pelanggaran dari Pasal 117 KUHAP tersebut tidak ada sanksinya. Satu-satunya jalan adalah dengan cara melakukan gugatan praperadilan. Namun hal ini dirasa kurang efektif karena sangat sulit bagi tersangka untuk dapat membuktikan bahwa dalam memberikan keterangan ia berada di bawah tekanan atau paksaan.

3. Hak Dan Kedudukan Tersangka Pada Tingkat Penyidikan Menurut KUHAP

Didalam beberapa proses pemeriksaan terhada tersangka masih ada dilakukan ancaman kekerasan, tekanan fisik, maupun pengrekayasaan perkara serta menipulasi hak-hal tersangka. Dimana kadang-kadang terhadap tersangka masih di anggap sebagai objek yaitu terhadap penyidik dalam memeriksa perkara menggunakan dengan cara apapun untuk mendapatkan keterangan.

Sedangkan kita ketahui didalam KUHAP atau setelah berlakunya menggunakan azas Inquisatoir yang diperlunak dimana tersangka tidak dianggap lagi sebagai objek akan tetapi di anggap sebagai subjek, yang berarti pemeriksaan yang di lakukan penyidik, tersangka boleh di dampingi oleh penasehat hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif yaitu bantuan hukum diperkenankan melihat dan mendengar pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka selama dalam proses pemeriksaan tetapi belum dapat mencampuri pemeriksaan tersebut.


(24)

Dalam pemeriksaan tingkat penyidikan masih adanya ancaman, paksaan, bahkan tekanan fisik berupa pemukulan terhadap tersangka yang terpaksa harus menyatakan benar tentang apa yang di sangkakan, yang pada akhirnya saat di muka hakim menjadi bertolak belakang dengan apa yang di buat oleh penyidik. Seperti didalam Pasal 117, 118 KUHAP yang diinginkan bukanlah suatu pengakuan salah dari tersangka, tetapi adalah keterangannya, yaitu keterangan dari tersangka tidak dengan paksaan dan ancaman, jika dalam memberikan keterangan tersangka mengakui perbuatan kejahatan yaitu mengakui tentang kesalahannya bukan berarti keterangan tersebut harus di peroleh dengan cara paksaan atau ancaman. Terhadap tersangka yang menyangkal keterangannya pada tingkat penyidikan dan tidak mau membubuhi tanda tangan dalam berkas perkara maka dalam hal ini penyidik dapat mencatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.

Memang pada dasarnya pihak POLRI (penyidik) melakukan tugasnya sebagai penyidik berdasarkan dari pada laporan maupun aduan yang diterima namun bukan berarti laporan maupun aduan tersebut adalah benar walaupun laporan maupun aduan yang diterima tersebut adalah benar namun bagi tersangka tetap mempunyai hal dan kedudukannya. Sebab benar salah bukan urusan dari pihak penyidik karena penyidik hanya memeriksa perkara permulaan yang berdasarkan hukum dalam menjalankan tugasnya, yang menentukan apakah tersangka bersalah atau tidak adalah hakim setelah mendapat keputusan yang tetap.

Sesuai dengan azas didalam hukum acara pidana yaitu azas praduga tak bersalah yang termuat pada Pasal 8 Undang-undang No 4 Tahun 2004 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, berdasarkan azas praduga tak bersalah maka jelas dan sesungguhnya bahwa tersangka dalam proses peradilan pidana wajib mendapat hak-haknya yang berarti.


(25)

“setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan

hukum tetap.”84

Adanya manipulasi hak-hak tersangka yang dilakukan oleh pihak penyidik, yaitu tidak ditunjukkannya penasehat hukum untuk mendampingi tersangka selama

Terhadap tersangka yang pada dirinya akan di lakukan penangkapan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagian dari tersangka menyatakan bahwa penangkapan terhadap dirinya tersebut kurang memenuhi prosedur hukum yang berlaku, kendatipun tersangka adalah pelaku utama namun bagi tersangka berhak melihat surat perintah penangkapan terhadap dirinya memuat indentitas, alasan penangkapan dan uraian singkat mengenai kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa, surat perintah penangkapan tersebut dibuat oleh pejabat kepolisisan negara yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya sesuai dengan pasal 18 KUHAP.

Bagi tersangka yang masih dalam pemeriksaan penyidikan yang sudah berada di Rutan, adanya kunjungan Rohaniawan bagi tersangka selama berada di RUTAN tersebut, khususnya bagi yang beragama Islam adanya kunjungan dari Ustad dan bagi yang beragama Kristen dari Pendeta.

Pada tingkat pemeriksaan penyidikan dimana tersangka yang berdasarkan dari hasil penelitian, mereka menerima kunjungan dari pihak keluarga bahkan sampai tersangka sudah dipindahkan ke Rutan kelas I Medan hubungan maupun kunjungan dari pihak keluarga tidak terputus.

84

Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Departemen Kehakiman Republik Indonesia. hlm 6.


(26)

pemeriksaan ditingkat penyidikan (di kantor polisi) yang mana sebagian dari tersangka menyatakan mereka dikabur-kaburkan dalam hal bantuan hukum, akibat tidak ditunjukkannya penasehat hukum bagi tersangka dapat menyebabkan semua pemeriksaan yang di buat oleh penyidik tidak sah karna surat dakwaan jaksa penuntut umum yang diajukan kepersidangan didasarkan hasil penyidikan yang tidak sah maka surat dakwaan itu juga dapat dinyatakan tidak dapat di terima.

Pada dasarnya pasal 56 KUHAP memang mewajibkan kepada pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan supaya menunjuk penasehat hukum bagi tersangka. Ketentuan ini demi untuk melindungi hak-hak azasi tersangka. Tersangka tersebut kurang memahami tentang peranan bantuan hukum sehingga tersangka sering beranggapan bantuan hukum/pengacara itu hanya untuk orang-orang elite (kaya) saja, sehingga tersangka pasrah dengan pemeriksaan yang diterimanya tanpa ingin didampingi oleh penasehat hukumnya.

B. Sistem Penyelidikan Yang Dianut Oleh KUHAP

Sistem penyelidikan yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah penangkapan, pengeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat, dimana kewenangan untuk melakukan penyelidikan adalah Kepala Kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik pembantu atas pelimpahan wewenang dari penyidik, pengertian dan dasar hukum penyisikan tersebut adalah sebagai berikut:


(27)

Menurut Pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa, apabila terdakwa cukup bukti guna kepentingan penyidik atau penuntut dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.

Dasar hukum penangkapan adalah sebagai berikut:85

a) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1 KUHAP menyangkut tentang kewenangan

penyidik.

b) Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik.

c) Pasal 16 KUHAP menyangkut tentang kewenangan alasan penangkapan.

d) Pasal 17 KUHAP menyangkut tentang alasan penangkapan.

e) Pasal 18 KUHAP menyangkut tentang cara penangkapan.

f) Pasal 19 KUHAP menyangkut tentang batas waktu penangkapan.

g) Pasal 75 KUHAP menyangkut tentang perintah pembuatan berita acara untuk

setiap tindakan penangkapan.

h) Pasal 111 KUHAP menyangkut tentang tindak pidana yang dilakukan

tersangka dalam hal tertangkap tangan.

85

Tentara Nasional Indonesia (UU No. 34 Tahun 2004), Himpunan Juklak dan Juknis Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Direktorat Reserse 1987, Jakarta, hlm 10.


(1)

“Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang dari pada yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa”.

Dari penjelasan Pasal 52 KUHAP tersebut jelas terlihat bahwa tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk memberikan keterangan secara bebas dan kewajiban penyidik untuk memberikan rasa aman ketika tersangka atau terdakwa itu diperiksa pada tahap penyidikan dengan kata lain tersangka atau terdakwa tidak boleh dipaksa ditekan.

Ketentuan ini dulu tidak diatur dalam HIR. Karena di dalam HIR dianut sistem inquisitoir dimana tersangka atau terdakwa dijadikan sebagai objekl dari pemeriksaan dan dikenal istilah “Pengakuan Tersangka/Terdakwa”. Mengacu dari istilah pengakuan tersangka tersebut, maka pada masa berlakunya HIR yang dikejar oleh penyidik dalam melakukan suatu tindak pidana. Mungkin dahulu telah terjadi pemeriksaan-pemeriksaan yang bersifat menekan perasaan tersangka atau terdakwa hingga terpaksa mengakui atau memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dipahaminya.

Atas dasar Pasal 53 KUHAP tersebut diatur lebih lanjut tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan tersangka, yaitu83

1. Keterangan tersangka dan saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.

:

2. Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya telah ia lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersiapkan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata-kata yang dipergunakan tersangka sendiri.

83


(2)

Jika dilihat dari Pasal 117 KUHAP tesebut, tersangka dalam memberikan keterangan tidak boleh dipaksa dengan cara apapun dengan tekanan fisik yaitu melalui penyiksaan dan penganiayaan ataupun dengan tekanan mental baik dari pihak penyidik maupun dari pihak luar.

Walaupun demikian terhadap pelanggaran-pelanggaran dari Pasal 117 KUHAP tersebut tidak ada sanksinya. Satu-satunya jalan adalah dengan cara melakukan gugatan praperadilan. Namun hal ini dirasa kurang efektif karena sangat sulit bagi tersangka untuk dapat membuktikan bahwa dalam memberikan keterangan ia berada di bawah tekanan atau paksaan.

3. Hak Dan Kedudukan Tersangka Pada Tingkat Penyidikan Menurut KUHAP

Didalam beberapa proses pemeriksaan terhada tersangka masih ada dilakukan ancaman kekerasan, tekanan fisik, maupun pengrekayasaan perkara serta menipulasi hak-hal tersangka. Dimana kadang-kadang terhadap tersangka masih di anggap sebagai objek yaitu terhadap penyidik dalam memeriksa perkara menggunakan dengan cara apapun untuk mendapatkan keterangan.

Sedangkan kita ketahui didalam KUHAP atau setelah berlakunya menggunakan azas Inquisatoir yang diperlunak dimana tersangka tidak dianggap lagi sebagai objek akan tetapi di anggap sebagai subjek, yang berarti pemeriksaan yang di lakukan penyidik, tersangka boleh di dampingi oleh penasehat hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif yaitu bantuan hukum diperkenankan melihat dan mendengar pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka selama dalam proses pemeriksaan tetapi belum dapat mencampuri pemeriksaan tersebut.


(3)

Dalam pemeriksaan tingkat penyidikan masih adanya ancaman, paksaan, bahkan tekanan fisik berupa pemukulan terhadap tersangka yang terpaksa harus menyatakan benar tentang apa yang di sangkakan, yang pada akhirnya saat di muka hakim menjadi bertolak belakang dengan apa yang di buat oleh penyidik. Seperti didalam Pasal 117, 118 KUHAP yang diinginkan bukanlah suatu pengakuan salah dari tersangka, tetapi adalah keterangannya, yaitu keterangan dari tersangka tidak dengan paksaan dan ancaman, jika dalam memberikan keterangan tersangka mengakui perbuatan kejahatan yaitu mengakui tentang kesalahannya bukan berarti keterangan tersebut harus di peroleh dengan cara paksaan atau ancaman. Terhadap tersangka yang menyangkal keterangannya pada tingkat penyidikan dan tidak mau membubuhi tanda tangan dalam berkas perkara maka dalam hal ini penyidik dapat mencatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.

Memang pada dasarnya pihak POLRI (penyidik) melakukan tugasnya sebagai penyidik berdasarkan dari pada laporan maupun aduan yang diterima namun bukan berarti laporan maupun aduan tersebut adalah benar walaupun laporan maupun aduan yang diterima tersebut adalah benar namun bagi tersangka tetap mempunyai hal dan kedudukannya. Sebab benar salah bukan urusan dari pihak penyidik karena penyidik hanya memeriksa perkara permulaan yang berdasarkan hukum dalam menjalankan tugasnya, yang menentukan apakah tersangka bersalah atau tidak adalah hakim setelah mendapat keputusan yang tetap.

Sesuai dengan azas didalam hukum acara pidana yaitu azas praduga tak bersalah yang termuat pada Pasal 8 Undang-undang No 4 Tahun 2004 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, berdasarkan azas praduga tak bersalah maka jelas dan sesungguhnya bahwa tersangka dalam proses peradilan pidana wajib mendapat hak-haknya yang berarti.


(4)

“setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”84

Adanya manipulasi hak-hak tersangka yang dilakukan oleh pihak penyidik, yaitu tidak ditunjukkannya penasehat hukum untuk mendampingi tersangka selama

Terhadap tersangka yang pada dirinya akan di lakukan penangkapan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagian dari tersangka menyatakan bahwa penangkapan terhadap dirinya tersebut kurang memenuhi prosedur hukum yang berlaku, kendatipun tersangka adalah pelaku utama namun bagi tersangka berhak melihat surat perintah penangkapan terhadap dirinya memuat indentitas, alasan penangkapan dan uraian singkat mengenai kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa, surat perintah penangkapan tersebut dibuat oleh pejabat kepolisisan negara yang berwenang dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya sesuai dengan pasal 18 KUHAP.

Bagi tersangka yang masih dalam pemeriksaan penyidikan yang sudah berada di Rutan, adanya kunjungan Rohaniawan bagi tersangka selama berada di RUTAN tersebut, khususnya bagi yang beragama Islam adanya kunjungan dari Ustad dan bagi yang beragama Kristen dari Pendeta.

Pada tingkat pemeriksaan penyidikan dimana tersangka yang berdasarkan dari hasil penelitian, mereka menerima kunjungan dari pihak keluarga bahkan sampai tersangka sudah dipindahkan ke Rutan kelas I Medan hubungan maupun kunjungan dari pihak keluarga tidak terputus.

84


(5)

pemeriksaan ditingkat penyidikan (di kantor polisi) yang mana sebagian dari tersangka menyatakan mereka dikabur-kaburkan dalam hal bantuan hukum, akibat tidak ditunjukkannya penasehat hukum bagi tersangka dapat menyebabkan semua pemeriksaan yang di buat oleh penyidik tidak sah karna surat dakwaan jaksa penuntut umum yang diajukan kepersidangan didasarkan hasil penyidikan yang tidak sah maka surat dakwaan itu juga dapat dinyatakan tidak dapat di terima.

Pada dasarnya pasal 56 KUHAP memang mewajibkan kepada pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan supaya menunjuk penasehat hukum bagi tersangka. Ketentuan ini demi untuk melindungi hak-hak azasi tersangka. Tersangka tersebut kurang memahami tentang peranan bantuan hukum sehingga tersangka sering beranggapan bantuan hukum/pengacara itu hanya untuk orang-orang elite (kaya) saja, sehingga tersangka pasrah dengan pemeriksaan yang diterimanya tanpa ingin didampingi oleh penasehat hukumnya.

B. Sistem Penyelidikan Yang Dianut Oleh KUHAP

Sistem penyelidikan yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah penangkapan, pengeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat, dimana kewenangan untuk melakukan penyelidikan adalah Kepala Kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik pembantu atas pelimpahan wewenang dari penyidik, pengertian dan dasar hukum penyisikan tersebut adalah sebagai berikut:


(6)

Menurut Pasal 1 butir 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa, apabila terdakwa cukup bukti guna kepentingan penyidik atau penuntut dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.

Dasar hukum penangkapan adalah sebagai berikut:85

a) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik.

b) Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik. c) Pasal 16 KUHAP menyangkut tentang kewenangan alasan penangkapan. d) Pasal 17 KUHAP menyangkut tentang alasan penangkapan.

e) Pasal 18 KUHAP menyangkut tentang cara penangkapan.

f) Pasal 19 KUHAP menyangkut tentang batas waktu penangkapan.

g) Pasal 75 KUHAP menyangkut tentang perintah pembuatan berita acara untuk setiap tindakan penangkapan.

h) Pasal 111 KUHAP menyangkut tentang tindak pidana yang dilakukan tersangka dalam hal tertangkap tangan.

85