Pemeriksaan Tersangka Pada Proses Penyidikan Dengan Menerapkan Psikologi Kriminal Dikaitkan Dengan Pasal 52 Dan 117 Kuhap

(1)

PEMERIKSAAN TERSANGKA PADA PROSES PENYIDIKAN

DENGAN MENERAPKAN PSIKOLOGI KRIMINAL

DIKAITKAN DENGAN PASAL 52 DAN 117 KUHAP

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SATRIAWAN KAROSEKALI

NIM. 070200435

DEPARTEMEN : HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMERIKSAAN TERSANGKA PADA PROSES PENYIDIKAN DENGAN

MENERAPAKAN PSIKOLOGI KRIMINAL DI KAITKAN DENGAN

PASAL 52 PASAL 117 KUHAP

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NAMA

: SATRIAWAN KAROSEKALI

NIM

: 070200435

Di Setujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, MH

NIP. 195703261986011001

PEMBIMBING I :

PEMBIMBING II :


(3)

ABSTRAK

Liza Erwina, SH, M.Hum

*41

Abdul Khair, SH, M.Hum

**

Satriawan Karosekali

***

Penggunaan psikologi dalam proses pemeriksaan tersangka merupakan

salah satu cara yang harus dilakukan oleh seorang penyidik, melalui pendekatan

kejiwaan tersangka untuk memperoleh keterangan dari tersangka tanpa unsur

paksaan. Umumnya pemeriksaan dengan penggunaan psikologi tidak diatur dalam

KUHAP, tetapi seorang penyidik dituntut untuk mengenal mental, watak dan

karakteristik tersangka yang diperiksanya. Dengan mengenal mental, watak dan

karakteristik tersebut seorang penyidik dapat mengetahui pendekatan apa yang

cocok digunakan kepada tersangka.

Pada penelitian ini penulis telah melakukan rumusan masalah. Adapun

rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : “ Bagaimana proses

pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP Dan bagaimana

peran psikologi dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan kaitannya

dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP”. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

gambaran yang jelas bagaimana proses pemeriksaan tersangka menurut KUHAP

dan penggunaan psikologi dalam proses pemeriksaan tersangka.

Penelitian ini bersumber dari data yang penulis peroleh berasal dari data

primer yang merupakan data yang diperoleh dari Polres Langkat melalui riset

langsung dilapangan, dengan wawancara dan melihat pemeriksaan tersangka.

Disamping itu penulis memperoleh data sekunder dengan membaca buku-buku

dan bacaan yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa data dalam penulisan

skripsi ini adalah metode analisa korelasi yaitu analisa untuk mencari apakah

psikologi digunakan dalam proses pemeriksaan tersangka. Teknik pengumpulan

data yang penulis gunakan yaitu teknik dokumentasi dan wawancara.

Hasil penelitian ini penulis simpulkan bahwa psikologi diterapkan proses

pemeriksaan tersangka, hal ini dimaksud untuk mempermudah memperoleh

keterangan dari tersangka yang sebenar-benarnya tanpa adanya unsur paksaan,

sesuai dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP yang memberikan hak kepada tersangka

atau saksi untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan.

* Dosen F. Hukum USU

** Dosen F. Hukum USU *** Mahasiswa F. Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan Tuhan Yang Maha Esa yang telah

mengaruniakan kesehatan dan kemampuan untuk berpikir kepada penulis

sehingga akhirnya ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul :

“PEMERIKSAAN TERSANGKA PADA

PROSES PENYIDIKAN DENGAN MENERAPKAN PSIKOLOGI

KRIMINAL DI KAITKAN DENGAN PASAL 52 PASAL 117 KUHAP

(Studi Kasus di Polres Langkat)”

penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk

memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penuli telah banyak mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1.

Bapak Prof.Dr. Runtung , SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2.

Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. MH selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum USU.

3.

Bapak Syafruddin, SH. MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

USU.

4.

Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

USU.

5.

Bapak M. Hamdan, SH,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana

pada Fakultas Hukum USU.


(5)

6.

Ibu Liza Erwina, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang juga

sudah sangat banyak membimbing dan mengarahkan penulis dengan

penuh kesabaran selama proses penulisan skripsi ini.

7.

Bapak Abul Khair, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang juga

sudah sangat banyak membimbing dan mengarahkan penulis dengan

penuh kesabaran selama proses penulisan skripsi ini.

8.

Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, M.Hum

9.

Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU

10.

Orang tua penulis tercinta : Ayahanda Pasti Karosekali dan Ibunda Riah

Ukur Perangin-angin.

11.

Rekan-rekan Stambuk ’07 kelas Polri di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan

disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki,

walaupun penulis telah berusaha untuk yang terbaik. Oleh sebab itu dengan

kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan tulisan ini.

Medan, Juni 2011


(6)

DAFTAR ISI

ABTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

a. Pengertian Psikologi Kriminal ... 9

b. Ruang lingkup Psikologi ... 14

c. Kajian Psikologi ... 15

d. Objek Psikologi ... 15

e. Sistematika psikologi ... 18

F. Metode penelitian ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II A. Sistem Penyidikan yang Dianut KUHAP dengan

Menerapkan Psikologi Kriminal ... 23

1. Penangkapan ... 23

2. Penahanan ... 38

3. Penggeledahan ... 39

4. Penyitaan ... 40

B. Hak tersangka dalam proses pemeriksana pada

Tingkat Penyidikan ... 41

BAB III A. Proses pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan

Dalam perkara No. di Polres Langkat ... 53


(7)

B. Peranan psikologi dalam kriminal pemeriksaan tersangka

Pada proses penyidikan (Hasil Penelitian Lapangan UUP :

Wawancara Tersangka, Penyidik) ... 53

BAB IV PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72


(8)

ABSTRAK

Liza Erwina, SH, M.Hum

*41

Abdul Khair, SH, M.Hum

**

Satriawan Karosekali

***

Penggunaan psikologi dalam proses pemeriksaan tersangka merupakan

salah satu cara yang harus dilakukan oleh seorang penyidik, melalui pendekatan

kejiwaan tersangka untuk memperoleh keterangan dari tersangka tanpa unsur

paksaan. Umumnya pemeriksaan dengan penggunaan psikologi tidak diatur dalam

KUHAP, tetapi seorang penyidik dituntut untuk mengenal mental, watak dan

karakteristik tersangka yang diperiksanya. Dengan mengenal mental, watak dan

karakteristik tersebut seorang penyidik dapat mengetahui pendekatan apa yang

cocok digunakan kepada tersangka.

Pada penelitian ini penulis telah melakukan rumusan masalah. Adapun

rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : “ Bagaimana proses

pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP Dan bagaimana

peran psikologi dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan kaitannya

dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP”. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

gambaran yang jelas bagaimana proses pemeriksaan tersangka menurut KUHAP

dan penggunaan psikologi dalam proses pemeriksaan tersangka.

Penelitian ini bersumber dari data yang penulis peroleh berasal dari data

primer yang merupakan data yang diperoleh dari Polres Langkat melalui riset

langsung dilapangan, dengan wawancara dan melihat pemeriksaan tersangka.

Disamping itu penulis memperoleh data sekunder dengan membaca buku-buku

dan bacaan yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa data dalam penulisan

skripsi ini adalah metode analisa korelasi yaitu analisa untuk mencari apakah

psikologi digunakan dalam proses pemeriksaan tersangka. Teknik pengumpulan

data yang penulis gunakan yaitu teknik dokumentasi dan wawancara.

Hasil penelitian ini penulis simpulkan bahwa psikologi diterapkan proses

pemeriksaan tersangka, hal ini dimaksud untuk mempermudah memperoleh

keterangan dari tersangka yang sebenar-benarnya tanpa adanya unsur paksaan,

sesuai dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP yang memberikan hak kepada tersangka

atau saksi untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan.

* Dosen F. Hukum USU

** Dosen F. Hukum USU *** Mahasiswa F. Hukum USU


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu yaitu pada tahap penyelidikan sampai dengan tingkat terpidana yaitu pada saat pelaksanaan putusan hakim dijamin hak asasinya.

Kenyataannya masih banyak hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan pembangunan dibidang hukum yang dapat ditemui baik dalam kehidupan sehari-hari maupun yang dapat kita ketahui dari berbagai pemberitahuan di surat kabar.

Salah satu hambatan itu adalah masih adanya perlakuan semena-mena dari oknum-oknum aparat penegak hukum terhadap seseorang yang berkedudukan sebagai tersangka/terdakwa dalam suatu perkara pidana. Tersangka/Terdakwa sering dilanggar hak asasinya.

Pada tahap pemeriksaan tersangka dalam proses penyelidikan, misalnya masih banyak ditemukan adanya penyidik yang memaksa tersangka dengan cara mengancam, menakut-nakuti dan sebagainya semata-mata agar bisa mendapatkan pengakuan dari tersangka tentang suatu tindak pidana yang terjadi. Ancaman tersebut bahkan seringkali diwujudkan dalam bentuk kekerasan dan penyiksaan secara fisik yang dilakukan oleh aparat penyidik. Tindakan pemaksaan yang seringkali diteruskan dengan kekerasan yang demikian itu saja sudah jauh melanggar prinsip-prinsip manusiawi mengingat penyidik telah memperlakukan sesamanya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan pihak yang diperiksanya.


(10)

Idealnya, introgasi penyidik harus dilaksanakan dalam suatu ruangan khusus berdinding kaca satu arah. Percakapan antara petugas pemeriksa dan tersangka secara teori harus disaksikan oleh petugas lain yang bertugas memelihara kesejahteraan tersangka atau saksi selama berada dikantor polisi. Petugas yang memelihara kesejahteraan tersangka atau saksi berhak mengintrupsi interogator telah membahayakan tersangka. Kondisi ideal ini sulit, kalau tidak ingin mengatakan mustahil untuk dipenuhi, karena akan semakin merepotkan polisi sendiri.42

42

Adrianus Meliala, mengkritis Polisi, Kanisius Yogyakarta, 2001, hlm. 135.

Timbul perlakuan semena-mena ini dikarenakan oleh adanya hubungan emosional antara penyidik dengan pihak yang diperiksa. Sikap emosional ini timbul karena beberapa kemungkinan, antara lain kemungkinan tersangka yang diperiksa bersikap lamban, sulit dimintai keterangan atau informasi yang diperlukan sehubungan dengan tindak pidana yang telah terjadi. Selain pihak kemungkinan penyidik yang bertugas kurang dapat menyelami tingkah laku atau kepribadian tersangka sehingga akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keterangan yang diperlukan.

Situasi demikian membuat penyidik seringkali tidak terlibat secara mendalam pada setiap kasus yang ditangani. Hal tersebut membuat tersangka merasa tidak diperlukan lagi sebagai manusia yang mempunyai perasaan dan hati nurani. Sementara, didalam melaksanakan tugas pemeriksaan tersangka, seorang penyidik semestinya wajib memperhatikan tersangka secara manusiawi sehingga terpenuhi hak-hak tersangka sebagaimana yang tercantum dalam KUHAP. Penyidik dalam melakukan pemeriksaan tidak dibenarkan memaksa tersangka dengan cara apapun agar mau mengaku salah kalau memang tersangka bersalah.


(11)

Perlu diingat bahwa tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil dari suatu perkara pidana yang menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapa pelaku yang dapat didakwakan telah melakukan suatu pelanggaran hukum melalui pemeriksaan dan proses peradilan. Jika perlu diusahakan keterangan yang sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya dari tersangka tersebut.43

43htp:/

Sebenarnya sejak dini KUHAP sudah berusaha mencegah digunakannya kekerasan untuk memperoleh keterangan tersangka karena kekerasan tersebut baru akan digunakan sebagai tindakan terpaksa dilakukan demi kepentingan umum yang luas. Hal tersebut antara lain seperti tercantum dalam Pasal 52 dan 117 KUHAP yaitu tersangka berhak memberi keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apapun.

Meminimalisir digunakannya kekerasan fisik terhadap tersangka dalam mencari keterangan, ternyata diperlukan bantuan lain yang dapat dipelajari oleh penyidik yang meliputi antara lain psikologi, kriminologis, antropologis dan sebagainya.

Khusus dalam pemeriksaan tersangka sangat diperlukan pengetahuan psikologis yang cukup, mengingat ilmu tersebut lebih melihat latar belakang dengan cara pendekatan kejiwaan, sehingga diharapkan dapat memperlancar tugas pemeriksaan tersangka tanpa adanya suatu paksaan kekerasan. Dengan demikian apa yang menjadi tujuan dari sisi materi KUHAP yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia khususnya hak asasi tersangka dapat diwujudkan dengan baik.


(12)

KUHAP sebagai pengganti Herzen Indonesisch Reglemen (hukum acara peninggalan kolonial Belanda) pada awalnya diharapkan akan mampu untuk lebih memberi perlindungan terhadap hak asasi tersangka. Namun salah satu faktor yang melatar belakangi kekurangan dalam pelaksanaan KUHAP terutama yang berkaitan dengan tugas penyidik oleh polisi.

Sebagai contoh masih banyak Polisi yang melihat alat bukti ‘Keterangan terdakwa” sebagai “pengakuan terdakwa” sebagaimana yang dianut oleh HIR. Persepsi yang keliru tersebut mendorong Polisi untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka, yaitu apakah dia bersalah atau tidak dalam suatu tindak pidana. Polisi akan berusaha memperoleh pengakuan tersangka dengan cara menyiksa tersangka agar mau mengakui perbuatannya.44

B. Permasalahan

Polisi harus dididik untuk mencoba memahami cara berfikir seorang tersangka. Petugas penyidik harus mampu membuat tersangka merasa dihormati hak-haknya sebagai seorang manusia sekalipun penyidik sudah merasa yakin bahwa seseorang bersalah, penyidik tidak boleh memperlakukan seseorang sewenang-wenang.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka saya tertarik untuk mengangkat suatu tulisan yang judul “Pemeriksaan Tersangka pada Proses Penyidikan Dengan Menerapkan Psikologi Kriminil Dikaitkan Dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP”.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan menjadi batasan dalam pembahasan:

44 Mohammad Taufik Makaro dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam teori Praktek,


(13)

a. Bagaimana proses pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP?

b. Bagaimana peranan psikologi kriminil dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan kaitannya dengan pasal 52 dan 117 KUHAP?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tentang proses tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP.

2. Untuk mengetahui peranan ilmu psikologi dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan kaitannya dengan Pasal 52 dan 117 KIHAP.

Adapun faedah penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Secara teoritis, yaitu sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang memberi sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana pada saat ini, khususnya terhadap kajian hukum yang berhubungan pada hal-hal yang berkaitan dengan peranan ilmu psikologi dalam pemeriksaan tersangka dalam proses penyidikan.

b. Secara praktis, yakni dapat menjadi acuan bagi penyidik untuk dapat benar-benar merealisasikan ilmu psikologi dalam pemeriksaan tersangka agar dapat memperlancar pemeriksaan tersangka tanpa adanya suatu paksaan atau kekerasan, sehingga apa yang menjadi tujuan dari sisi KUHAP yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia khususnya hak asasi tersangka dapat diwujudkan dengan baik.


(14)

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Pemeriksaan tersangka Pada Penyidikan dengan Menerapkan Psikologi Kriminil Dikaitkan dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP”. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Psikologi Kriminil

Psykologi Kriminil diambil dari bahasa asing yang berlainan, yaitu terdiri dari:

1. Psikologi 2. Kriminil

Psikologi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu:”psike” yang artinya jiwa, nafas, roh, sukma dan “logos” artinya ilmu.

Kemudian di Indonesia kedua kata tersebut digabungkan terjadilah kata psikologi yang secara etimologis artinya ilmu jiwa atau studi tentang jiwa, tentang roh, tentang sukma atau tentang nafas.

Kata kriminil berasal dari bahasa Belanda yaitu”crimen” yang artinya kejam, ngeri, dan jahat seperti : pencurian, pembunuhan, penipuan dan lain-lain.

Dalam bahasa Inggris kriminil itu berasal dari kata “crime” yang artinya jahat atau kejahatan.

Dari pengertian diatas dapat kita lihat bahwa arti psikologi kriminil secra etimologis adalah : ilmu jiwa tentang kejahatan.


(15)

Chainnur Arrasjid, mengatakan bahwa pengertian psikologi kriminil adalah:

Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari psikologi sipenjahat serta semua atau golongan yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan yang dilakukannya dan keseluruhan akibat-akibatnya.45

Dahulu Hakim dalam memberi hukuman hanya melihat akibat dari perbuatan penjahat itu saja. Apabila telah sesuai dengan rumusan delik dalam Undang-undang

W.A. Bonger memberikan penggolongan terhadap psikologi kriminil dalam arti luas dan psikologi kriminil dalam arti sempit.

Yang dimaksud dengan psikologi dalam arti sempit adalah meliputi kepribadian penjahat perseorangan. Sedangkan dalam pengertian luas psikologi kriminil berarti mempelakari suatu kelompok atau massa atau orang banyak secara langsung maupun tidak langsung serta apa yang menjadi akibatnya.

Dari uraian di atas dapat simpulkan bahwa pengertian psikologi kriminil adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan psikologi penjahat serta semua atau golongan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan yang dilakukan serta keseluruhan akibat-akibat dari kejahatan yang ditimbulkan.

Psikologi kriminil merupakan suatu ilmu yang perlu sekali dipelajari oleh setiap orang, terutama penegak hukum untuk mengetahui tentang jiwa si penjahat dalam hal mencari sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan dan mempertimbangkan hukuman yang akan dijatuhkan.

45 Chainur Arrasjid, SH, Psikologi Kriminil, bagian Pertama, Penerbit fakultas Hukum USU,


(16)

yang dilanggarnya, maka hakim menjatuhkan hukumannya tanpa memperhatikan kiwa atau pribadi sipenjahat.

Kini dengan adanya ilmu yakni psikologi kriminil semuanya itu mengalami perkembangan dan perubahan sehingga Hakim tidak lagi melihat dari perbuatannya saja, tetapi dari jiwa atau sebab-sebab mengapa orang itu melakukan kejahatan.

Dalam hukum pidana bila seseorang melakukan suatu kejahatan agar dapat dituntut menurut peraturan yang berlaku haruslah memebuhi unsur-unsur daripada perbuatan itu yakni unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur subjektif yakni pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia atau badan yang menurut hukum berkuasa menjadi pendukung hak. Unsur onjektif ialah: segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok suatu perhubungan hukum karena sesuatu itu dapat diikuasai oleh subjek hukum.

Maka dalam hal ini faktor subjektif sangat diperhatikan guna meletakkan suatu keadilan yang material yaitu apakah seseorang itu mampu bertanggungjawab atas perbuatannya atau si pelaku mampu bertanggungjawab atas perbuatannya.

Demikian juga dengan remaja yang melakukan perbuatan kejahatan, kita harus melihat dari psikologi kriminil untuk mengungkapkan latar belakang dari perilaku kejahatan dan jiwa si pelaku (remaja) yang melakukan perbuatan kejahatan itu.

Dengan demikian pengetahuan tentang psikologi kriminil akan dapat menunjang pembentukan maupun penerapan hukum sedemikian rupa sehingga benar-benar berfungsi.


(17)

Di Indonesia pengenalan psikologi semula melalui pemeriksaan (tes) yang banyak dilakukan oleh ahlinya. Sekitar tahun 1950 dibuka fakultas Psikologi di beberapa perguruan tinggi. Sejak itulah mulai jelas bahwa psikologi bukan sekedar untuk pemeriksaan terhadap seseorang atau hanya sekedar nekat bagi seseorang pendidik, melainkan juga untuk menambah pengetahuan tentang hal-hal yang dipelajari ilmu itu.46

Psikologi terdiri kata “psyche” yang dalam nahasa Yunani-nya berarti “jiwa” kata “logos” berarti “ilmu”, sehingga kata psikologi diterjemahkan menjadi “ilmu jiwa”. Walaupun diterjemahkan menjadi ilmu jiwa, tetapi dalam penggunaanya tidak sama. Perbedaanya terletak pada:47

a. Ilmu jiwa:

- Merupakan istilah Indonesia sehari-hari dan dikenal setiap orang

- Meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khayalan dan spekulasi mengenai jiwa

- Istilah ilmu jiwa menunjukkan kepada ilmu jiwa pada umumnya. b. Psikologi

- Merupakan istilah “ilmu pengetahuan” yang dipakai untuk menunjukkan kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah.

- Meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syarat seperti yang dimufakati sarjana-sarjana psikologi pada zaman sekarang ini.

- Istilah psikologi menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah menurut norma-norma ilmiah, modern.

46

R. Abdul Djamali, Psikologi Hukum, CV, Armico, Bandung, 1984, hlm. 15.

47 Djoko Prakoso, Peranan Psikologi Dalam pemeriksaan Tersangka Pada Tahap


(18)

Berdasarkan perbedaan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan ilmu jiwa belum tentu psikologi. Akan tetapi, setiap berbicara tentang psikologi senantiasa juga termasuk dalam ilmu jiwa. Banyak orang mengartikan psikologi dalam berbagai pengertian. Psikologi itu sendiri mengadung pengertian yang berbeda-beda sesuai perkembangan zaman. Pada awal perkembangannya, pengertian psikologi sebagai berikut:48

- Menurut Woodworth dan Marquis tahun 1957

Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungannya dengan alam sekitarnya.49

- Menurut Crow tahun 1958

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang perilaku manusia dan hubungan manusia dengan yang lainnya.50

- Menurut Morgan tahun 1961

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dengan hewan.51

- Menurut Moskowitz dan Orgel tahun 1969

Psikologi sebagai ilmu pengetahuan empirik yang berdasarkan atas observasi dan penelitian ekprimental, pokok persoalannya adalah tentang tingkah laku manusia. Tujuannya adalah untuk melengkapi terhadap pengertian mekanisme aktivitas

48 Soerjono Soekanto, Beberapa Catatan Psikologi Hukum, Alumni, 1979, Bandung . hlm

13

49

Safwan Amin, Pengantar Psikologi Umum, Yayasan Pena, 2005, Banda Aceh, hlm. 5-6

50 Ibid. 51


(19)

manusia dan penyesuaian dirinya sehingga memungkinkan manusia untuk memperbaiki dirinya.52

- Menurut Robert J. Wicks tahun 1974

Psikologi adalah suatu ilmu tentang perikelakuan.53

- Menurut Mussen dan Resenzwieg tahun 1975

Pada masa lampau diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang mind (pikiran) atau the study of mind, tetapi dalam perkembangannya, kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku), sehingga psikologi di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku.54

- Menurut Th. F. Hoult (1977)

Psikologi adalah suatu disiplin yang secara sistematis mempelajari perkembangan dan fungsinya faktor-faktor mental dan emosi manusia.55

- Menurut Garden Murphy

Psikologi mempunyai dua arti, yaitu:

- Suatu ilmu yang menguraikan masalah kemauan serta motif dalam hubungannya dengan peranannya mempengaruhi pikiran serta perbuatan manusia.

- Suatu ilmu yang mempelajari respn yang diberikan oleh hidup terhadap lingkungannya.56

- Singgih Dirgagunarsa

Psikologi adalah imu yang mempelajari tingkah laku manusia.57

52 Ibid. 53

Djoko Prakoso, Op Cit, hlm. 114

54

Safwan Amin, Op Cit, hlm 5

55 Djoko Prakoso, Loc Cit. 56


(20)

- Wilhelm Wundt

Seorang tokoh psikologi eksperimental berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan.58

- Johan Broadus Watson

Memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku nampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsangan dari jawaban (respon).59

1. Ilmu pengetahuan yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode-metode ilmiah. Psikologi disamping merupakan ilmu juga merupakan “seni” karena dalam penerapan (aplikasinya) dalam berbagai seni kehidupan diperlukan keterampilan dan kreatifitas.

Berdasarkan pengertian dapat dilihat adanya beberapa unsur-unsur sebagai berikut:

2. Tngkah laku atau perbuatan yaitu segala kegiatan yang lebih konkrit dan dapat diamati dengan pancaindera, maka perilaku lebih mudah dipelajari dari jiwa (roh). Maka lewat proses pemahaman terhadap tingkah laku, kita akan dapat mengenal seseorang. Tingkah laku disini mempunyai arti yang luas yaitu meliputi ang kelihatan maupun tidak kelihatan, yang disadari atau tidak disadari oleh individu yang bersangkutan.

3. Lingkungan yaitu tempat dimana manusia hidup, berinteraksi, berkomunikasi, menyesuaikan diri dan mengembangkan diri. Menusia selain menerima pengaruh

57

Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Rineka Cipta, 1998, Jakarta, hlm 3.

58 Ibid. 59


(21)

dari lingkungannya, juga merespon lingkungan sekitarnya. Lingkungan secara umum dapat dibedakan menjadi dua:60

a. Lingkungan dalam (internal environment) yakni suatu yang berasal dari dalam diri individu, seperti keadaan di dalam tubuh manusia, perasaan, pikiran dan sebagainya.

b. Lingkungan luar (eksternal environment) yaitu hal-hal yang datang dari luar diri individu, seperti mencontoh orang lain, belajar, berinteraksi sosial dan sebagainya.

3. Ruang Lingkup Psikologi

a. Kajian Psikologi

Secara umum ruang lingkup psikologi dapat dibagi kedalam dua golongan besar yaitu:61

(1) Psikologi yang mempelajari atau menyelidiki manusia

Ilmu ini akan mempelajari manusia secara utuh dalam lingkungan dimana manusia berada. Pengkajian lebih berfokus pada segala perbuatan, tindak tanduk, gerak-gerik dan kondisi yang dialami oleh individu di tempat mereka hidup, berkomunikasi dan berinteraksi.

(2) Psikologi yang mengkaji dan menyelidiki hewan, yang umumnya lebih dikenal dengan psikologi hewan (animal psyhology).

Hewan direalitas kehidupannya juga “mempunyai kemiripan” perilaku dengan manusia. Misalnya, beranak-pinak, merawat dan mengasihi keluarganya. Hewan

60 Safwan Amin, Op Cit, hlm 6-7. 61


(22)

juga mempunyai habitat dan komunitas yang didalamnya mereka juga berinteraksi dan penuh keakrapan satu sama lainnya.

b. Objek Psikologi

Objek psikologi, pada umumnya juga sama dengan ilmu pengetahuan lain, yakni ingin memfokuskan pada suatu hal yang hendak diselidiki atau diuji. Ketika psikologi dalam dunia filsafat (sebelum masehi) atau sebelum tahun 1900M. manusia membagi disiplin psikologi dalam dua topik yaitu:62

a. Objek material, yaitu objek yang dipandang secara komprehensif (menyeluruh). Objek ini dalam psikologi adalah manusia. Manusia disamping menjadi objek kajian psikologi juga menjadi objek disiplin ilmu lainnya, seperti; sosiologi, antropologi, sejarah, kedokteran, pendidikan, biologi, ilmu hukum dan sebagainya semua objek materialnya adalah manusia.

b. Objek formal, yaitu objek yang terfokus pada aspek mana yang hendak di utamakan dalam penyelidikan. Dalam hal ini objek formal psikologi sangat beragam sesuai dengan perkembangan zaman, minat dan pandangan masing-masing. Pada zaman Yunani sampai abad pertengahan misalnya, yang menjadi objek formal psikologi adalah hakikat jiwa. Kemudian pada era Rene Descertes tahun 1996-1650 objeknya adalah gejala-gejala kesadaran kita, seperti; perasaan, tanggapan, emosi, hasrat, kemauan dan sebagainya.

c. Sistematika Psikologi

62


(23)

Setelah sikolgi menjadi ilmu pengetahuan yang otonom (berdiri sendiri) dan diakui oleh Universitas Leipzig pada tahun 1886 atau akhir abad ke-19, maka sistematika pembahasan psikologi juga telah dimilikinya sendiri, baik keteraturan dalam pencabangannya maupun keteraturan dalam bidang-bidangnya.

Secara garis besar psikologi menuut Purwanto tahun 1991 dibagi ke dalam dua golongan utama:63

1. Psikologi Metafisika, yaitu yang menyelidiki masalah hakekat jiwa seperti yang dilakukan Plato dan Aristoteles.

2. Psikologi Empiris, yaitu psikologi yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan dan perilaku manusia dengan menggunakan obsrvasi, eksperimen dan pengumpulan berbagai macam data yang berkaitan dengan gejala-gejala kejiwaan manusia.

Menurut Ahmadi dan Supriona tahun 1991, bila diulus berdasarkan lapangan yang diselidiki, psikologi dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Psikologi umum, yaitu suatu pengkajian psikologi mengenai gejala-gejala kejiwaan manusia pada umumnya.

2. Psikologi khusus, yaitu suatu penyelidikan psikologi tentang gejala-gejala kejiwaan manusia dengan minat, pandangan dan tujuan tertentu. Psikologi khusus ini ada bermacam-macam, antara lain:64

1. Psikologi Perkembangan yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua yang mencakup:

a. Psikolgi anak (mencakup masa bayi)

b. Psikologi puber adolesensi (psikologi pemuda) c. Psikologi orang dewasa

63 Safwan Amin, Op Cit, hlm 10 64


(24)

d. Psikologi orang tua

2. Psikologi sosial yaitu psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktivitas manusia dalam hubungan dengan situasi sosial.

3. Psikologi pendidikan yaitu psikologi yang khusus menguaikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan, misalnya bagaimana cara menarik perhatian agar pelajaran mudah dietrima, bagaimana belajar dan sebagainya.

4. Psikologi keperibadian dan tipologi yaitu psikologi yang khusus menguraikan tentang struktur peribadinya manusia, mengenai tipe-tipe keperibadian manusia. 5. Psikologi psikapatologi yaitu psikologi khusus mengenai keadaan psikis yang

tidak normal (abnormal)

6. Psikologi kriminil yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan atau kriminal.

7. Psikologi perusahaan yaitu psikologi berhubungan dengan perusahaan.

Sedangkan bila ditinjau dari sudut kegunaanya, Ahmadi dan Superiono tahun 1991, menerangkan bahwa disiplin ini dapat dibedakan menjadi:65

1. Psikologi Teoritis yaitu psikologi yang mengkaji gejala-gejala kejiwaan untuk gejala-gejala itu sendiri. Jadi sebelum dihubungkan dengan praktek sehari-hari, mengembangkan teorinya saja untuk menambah wawasan tentang ilmu kejiwaan. 2. Psikologi Terapan, yakni psikologi yang mempelajari segala sesuatu tentang perilaku

untuk dipergunakan dalam praktik. Misalnya, psikologi terapi, psikologi diagnotik, psikologi pendidikan dan sebagainya.

4. Kewenangan Polri Menurut KUHAP

65


(25)

Berdasarkan KUHAP, maka kewenangan Polri sebagai aparat negara penegak hukum dapat dibedakan atas 3 yaitu:

1. Polri sebagai Penyelidik 2. Polri sebagai Penyidik

3. Polri sebagai Penyidik Pembantu

Mengenai pemberian wewenang kepada penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu bukan berdasarkan pendekatan kewajiban dan tanggungjawab yang diembankan, maka kepada masing-masing pejabat tersebut diberikan kewenangan yang disesuaikan atau diselaraskan dengan berat ringannya kewajiban dan tanggungjawab masing-masing serta kedudukan tingkat kepangkatan dan pengetahuannya. Oleh karena itu perumusannya digunakan kalimat: “… karena kewajibannya mempunyai wewenang…”

Hal ini diatur dalam buku Pedoman Pelaksanaan KUHAP, yang dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman RI, yaitu:

a. Polri Sebagai Penyidik

Pasal 1 butir 1 KUHAP memberikan perumusan tentang penyidik yaitu sebagai berikut: Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

(1) Penyidik adalah:

a. Pejabat polisis negara Republik Indonesia

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.


(26)

(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Penjelasan Pasal 6 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum.

Dalam PP No. 27/ Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab UU Hukum Acara Pidana, pada pasal 2 dinyatakan:

1. Penyidik adalah:

a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.

b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat 1 (golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu. 2. Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka komandan sektor Kepolisian yang berpangkat bintara Letnan dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik.

3. Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Wewenang penunjukkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diangkat oleh Menteri atas usul dari Departemen yang membawahi pegawai negeri tersebut, Menteri sebelum


(27)

melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Keplosian Republik Indonesia.

6. Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh data-data atau bahan-bahan dalam penelitian meliputi:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yang dilakukan dan ditujukan pada ketentuan pidana yang mengatur tentang pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi sertra menganalisis berita suara pemeriksaan di Polres Langkat.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Polres Langkat dengan mengambil berita acara pemeriksaan yang sesuai dengan permasalahan dalam skripsi ini untuk dianalisis.

3. Jenis Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:


(28)

a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang psokologi dan penyidikan seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan pokok penelitian, dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan hukum tertier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan

keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, bibliograpi, dan lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode Library Reseach (Penelitian Kepustakaan), yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, internet, wawancara, dan bahan lainnya.

5. Analisis Data

Data sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu apa yang diperoleh dari penelitian di lapangan dipelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sitematika penyusunan skripsi ini oleh penulis dimaksudkan untuk memberikan perincian secara garis besar isi dari skripsi ini. Dalam penyusunannya skripsi ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bab dengan susunan sebagai berikut:


(29)

BAB I : Dalam bab I ini terdiri dari latar belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Dalam bab II ini diuraikan tentang proses pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP dan sistem Penyidikan yang dianut KUHAP serta pengertian penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan.

BAB III: Dalam bab III ini diuraikan tentang pengertian Psikologi Kriminil di dalam Pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan Polres Langkat. Serta peran psikologi kriminil dalam pemeriksaan tersangka pada proses penyidikan.

BAB IV: Berisi tentang kesimpulan dan saran terkait dalam permasalahan dalam skripsi ini.


(30)

BAB II

A. Proses Pemeriksaan Tersangka pada Tahap Penyidikan Menurut KUHAP

Titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik adalah tersangka karena dari tersangka diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan tersangka tidak boleh di pandang sebagai objek pemeriksaan (inkuisator). Tersangka harus di tempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat dan martabat serta harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Perbuatan tindak pidana tersangka yang menjadi objek pemeriksaan, menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 4 tahun 2004, tersangka harus dianggap tidak bersalah sesuai dengan prinsip hukum “praduga tak bersalah” sampai dipertoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.66

66 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan

dan Prnuntutan Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2000, Jakarta, hlm. 134.

Pada pemeriksaan tersangka, seorang penyelidik harus memperhatikan keterangan yang berlaku dan tidak boleh bertindak diluar keterangan tersebut, salah satu ketentuan tersebut mengenai hak-hak tersangka di dalam pemeriksaan.

Pada KUHAP dalam Pasak 14, 15 dan 32 di jumpai kata “tersangka”, “terdakwa” dan “terpidana” dalam setiap kedudukan tersangka pada proses pemeriksaan.

Kata “tersangka” digunakan ketika ia/tersangka sedang atau berada dalam tingkat pemeriksaan permulaan, kata-kata “terdakwa” dipakai ketika tersangka masih dalam tingkat pemeriksaan dimuka hakim dan kata-kata “terpidana” digunakan ketika terdakwa telah menerima putusan hakim telah memperoleh ketentuan hukum tetap.


(31)

Maksud dari cara pemeriksaan di sini adalah tata cara pemeriksaan secara yuridis. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka ada cara yang berlaku menurut KUHAP, adapun tata cara tersebut adalah:67

1. Sesuai dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP bahwa jawaban atau keterangan diberikan tersangka lepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun juga dan dalam bentuk apaun juga.

Tersangka dalam memberikan keterangan harus “bebas” dan “kesadaran” nurani. Tidak boleh dipaksa dengan cara apapun juga baik penekanan fisik dengan tindakan kekerasan dan penganiayaan, maupun dengan tekanan dari penyidik maupun dari pihak luar.

Mengenai jaminan pelaksanaan Pasal 52 dan 117 KUHAP tersebut, tidak ada sanksinya. Satu-satunya jaminan untuk tegaknya ketentuan Pasal 52 dan 117 KUHAP ialah melalui Praperadilan, berupa pengajuan gugatan ganti rugi atas alasan pemeriksaan-pemeriksaan telah dilakukan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang. Akan tetapi, hal ini kurang efektif karena sangat sulit bagi seorang tersangka membuktikan keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan adalah hasil paksaan dan tekanan.

Kontrol yang tepat untuk menghindari terjadinya penekanan atau ancaman dalam penyidikan ialah kehadiran penasehat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan.

2. Penyidik mencatat dengan teliti semua keterangan tersangka.

Semua yang diterangkan tersangka tentang apa yang sebenamya telah dilakukannya sehubungan dengan tindakan pidana yang disangkakan kepadanya dicatat oleh penyidik dengan seteliti-telitinya, sesuai dengan

67


(32)

rangkaian kata-kata yang dipergunakan tersangka. Keterangan tersangka tersebut harus di catat di tanyakan atau dimintakan persetujuan dan tersangka tentang kebenaran dan isi berita acara tersebut. Apabila tersangka telah menyetujuinya, maka tersangka dan penyidik masing-masing memberikan tanda tangannya di atas berita acara tersebut sedangkan apabila tersangka tidak mau menanda tangganinya maka penyidik membuat catatan berupa penjelasan atau keterangan tentang hal itu serta menyebutkan alasan yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau menanda tangganinya.

3. Dalam Pasal 119 KUHAP menyebutkan, jika tersangka yang akan di periksa berlokasi di luar daerah hukum penyidik, maka penyidik yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik yang berwenang di daerah tempat tinggal tersangka.

4. Jika tersangka tidak hadir menghadap penyidik maka sesuai ketentuan pasal 113 KUHAP pemeriksaan dapat dilakukan di tempat kediaman tersangka dengan cara:

penyidik sendiri yang datang melakukan pemeriksaan ketempat kediaman tersangka tersebut. Hal ini dilakukan apabila tersangka tidak dapat hadir ke tempat pemeriksaan yang telah ditentukan oleh penyidik dengan “alasan yang patut dan wajar”. Alasan yang patut dan wajar disini maksudnya harus ada pernyataan dan tersangka bahwa bersedia diperiksa di temapat kediamannya, sebab tanpa pernyataan kesediaan timbul anggapan pemeriksaan “seolah-olah dengan paksaan”. Untuk menghindarinya baiknya ada pernyataan kesediaan, baik hal itu dinyatakan secara tertulis maupun secara lisan yang disampaikan tersangka kepada penyidik sewaktu penyidik mendatangi tersangka ditempat kediamannya.


(33)

Pada proses pemeriksaan perkara pidana yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu. Dalam KUHAP membedakan pengertian dan kewenangan penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu, antara lain sebagai berikut:

1. Pengertian penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu.

Pengertian mengenai penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu terdapat dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau dikenal dengan KUHAP.

1.1 Penyelidik

Hal ini diatur dalam Pasal 1 butir 4 yaitu: Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Pada Pasal 4 KUHAP disebutkan bahwa setiap pejabat polisi begara Indonesia adalah penyelidik.

1.2 Penyidik

Pengertian penyidik dalam KUHAP, pada ketentuan umum disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 KUHAP jo. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b KUHAP, nahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenag khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.68

Penjelasan Pasal 6 ayat 2 KUHAP disebutkan bahwa kedudukan dan pengangkatan penyisik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah diselaraskan dan sideimbangkan dengan kedudukan dan pengangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum.

68 Nico Ngani, dkk, Mengenal Hukum Acara Pidana Seri Satu Bagian Umum Penyidikan,


(34)

Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah pengangkatan pejabat penyidik sebagaimana yang dikehendaki ketentuan Pasal 6 ayat 2 KUHAP sudah ada dan telah ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 1983 berupa PP No. 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP. Di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983 menyebutkan:

(1) Penyidik adalah:

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pembantu Letnan Dua Polisi.

b. Pegawai negeri sipil tententu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I ( Golongan Il/b) atau yang disamakan dengan Pejabat itu.

(2) Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana di maksud dalam ayat (1) huruf a maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik. Pasal 2 ayat 5 dan 6 PP No. 27 tahun 1983 menyebutkan, penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia diangkat oleh kepala polisi Republik Indonesia yang dapat melimpahkan kewenangannya kepada pejabat polisi lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

1.3.Penyidik Pembantu

Pasal 1 butir 3 KUHAP menentukan bahwa penyidik pembantu adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang karena wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam peraturan pemerintah. Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 KUHAP:


(35)

(1) Penyelidik pembantu adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepengangkatan dalam ayat (2) pasal ini.

(2) Syarat kepengangkatan sebagaimana yang tersebut pada ayat (1) diatur dengan Peraturan pemerintah.

Syarat kepengangkatan penyidik pembantu diatur dalam Pasal 3 ayat 1 (a dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 yang menyebutkan bahwa penyidik pembantu adalah:

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi

b. Pejabat PNS tertentu dalam linkungan kepolisian negara Republik Indinesia yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur (golongan II/a) atau yang disamakan dengan itu.

Kedua macam penyidik pembantu ini diangkat oleh kepolisian atas usul komandan atau pimpinan kessatuan masing-masing. Wewenang pengangkatan ini dapat dilimpahkan kepada pejabat kepolisian negara lain sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.

2. Tugas dan Wewenang Penyelidik, Penyidik dan Penyidik Pembantu

2.1. Penyelidik

Tugas penyelidik adalah melaksanakan penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk men cari dan menemukan suatu peristiwa yang adanya sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).69

69 Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana Sebuah Catatan Khusus, Mandar


(36)

Kaitannya dengan usaha untuk mengungkap sebuah peristiwa untuk dapat dikatakan sebagai peristiwa pidana atau sebaliknya guna kepentingan penyelidikan, penyelidik karena kewajibannya dan atas perintah penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.

Wewenang penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP menegaskan,

(I) Penyelidik sebagaimana tersebut dalam pasal 4 KUHAP:

a. Karena kewajibannya mempunyai kewenangan

1. Menerima laporan atau pengaduan dan seorang tentang adanya tindak pidana

2. Mencari keterangan dan barang bukti

3. Menyuruh berhenti seseorang dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri

4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, pengeledahan dan penyitaan.

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

4. Membawa dan dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

(2). Penyidik mambuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b kepada penyidik.


(37)

2.2 Penyidik

Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menentukan tersangkanya.

Di samping itu penyidik juga mempunyai tugas:70

1. Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya

2. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa, penyidik yang dari pegawai negeri sipil menyerahkan dengan melalui penyidik yang dari pejabat polisi negara.

Penyerahan berkas perkara meliputi dua tahap, yaitu:

1. Penyidik hanya menyerahkan berkas perkara

2. Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

Didalam melakukan tugas tersebut seorang penyidik wajib untuk menjunjung tinggi hukum yang berlaku, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 7 ayat 3 KUHAP. Pemberian wewenang kepada penyidik bukan semata-mata didasarkan pada kekuasaan tetapi berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab. Dengan demikian kewenangan yang demikian tersebut sesuai dengan kedudukan, tingkatan, kepangkatan, pengetahuan serta berat ringannya kewajiban dan tanggung jawab penyidik.

Wewenang penyidik yang dari pejabat Kepolisian negara terdapat dalam Pasal 7 KUHAP diterangkan bahwa:

70


(38)

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dan seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditemukan kejadian;

c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bentanggungjawab.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hunuf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing dan dalam pelaksanaan tugasnya di bawah keordinasi penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.

Selanjutnya yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, penjelasab dari Pasal 7 ayat (2) KUHAP memberi penegasan bahwa


(39)

yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil misalnya pejabat bea cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan yang melakukan tugas penyidikan oleh Undang-Undang yang menjadi dasar hukum masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik dari pejabat kepolisian begara.71

2.3 Penyidik Pembantu

Tugas penyidik pembantu adalah membuat berita acara dan menyerahakn berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan cara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum, kewenangan penyidik pembantu terdapat dalam Pasal 11 KUHAP yang menyatakan bahwa penyidik pembantu mempunyai kewenangan seperti yang tersebutkan dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

Selanjutnya yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan penyidikan untuk kepentingan penyidikan dengan syarat:

a) Tidak bertentangan dengan suatu antara hukum

b) Selaras dengan kewajiban hukum yang seharusnya dilakukannya tindakan jabatan

c) Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya.

d) Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa e) Menghormati hak asasi manusia

Dilihat dari pengertian tersebut, perbedaan antara penyidik dan penyelidik adalah penyidik itu terdiri dari polisi negara Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh Undang-undang, sedangkan penyelidik

71


(40)

hanya terdiri dari polisi negara Republik Indonesia saja. Hubungan penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu dilingkungan kepolisian maupun pegawai negeri sipil sebagai berikut:72

1. Dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP meyebutkan, tindakan penyelidik sangat berperan dalam hal menentukan apakah sebuah perbuatan itu diduga sebagai tindakan pidana itu dapat dilanjutkan dengan penyidikan atau tidak oleh penyidik.

2. Pada Pasal 5 ayat (1) KUHAP menyebutkan, dalam hal-hal tertentu penyelidik melakukan tindakan sebagaimana dilakukan oleh Penyidik atas perintah penyidik. 3. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan, penyelidik meyampaikan hasil penyelidikannya

kepada penyidik

4. Pasal 7 ayat (2) KUHAP menyebutkan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah kordinasi dan pengawasan penyidik polri.

5. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikann yang diperlukan 6. Pada Pasal 107 ayat (2) menyebutkan, penyidik pegawai negeri sipil tertentu

melaporkan adanya tindak pidana yang sedang disidiki kepada penyidik Polri.

7. Pada Pasal 107 (3) KUHAP menyebutkan, penyidik pegawai negeri sipil tertentu menyerahkan hasil penyelidikan yang sudah selesai kepada penuntut umum melalui penyidik polri.

8. Dalam hal penyidik pegawai negeri sipil tertentu menghentikan penyidikan, segera memberitahukan kepada polri dan penuntut umum.

9. Pada pasal 11 KUHAP menyebutkan, penyidik pembantu mempunyai kewenangan sebagaimana penyidik polri kecuali melakukan penahanan.

72


(41)

10. Penyidikan membuat berita acara dan menyerahkan ke penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan cepat maka penyidik pembantu lagsung menyerahkan kepada penuntut umum.

Penyelidikan dalam hukum acara pidana, tingkat acara pidana dibagi dalam 4 tahap, yaitu:73

1. Tahap penyelidikan yang dilakukan oleh polisi negara

2. Tahap penuntutan yang dilakukan oleh jaksa atau Penuntut Umum 3. Tahap pemeriksaan di depan sidang pengadilan oleh jaksa

4. Tahap pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa dan lembaga pemasyarakatan di bawah pengawasan ketua pengadilan yang bersangkutan.

Berdasarkan tahap tersebut, penyelidikan merupakan suatu proses atau lanhkah awal yang menentukan dari keseluruhan proses penyelesaian tindak pidana yang perlu diselidiki dan siusut secara tuntas.

Upaya untuk memyelidiki dan mengusut tindak pidana secara konkret dapat dikatakan penyelidikan dinilai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang

1. Tindakan pidana apa yang dilakukan 2. Lapan tindakan itu dilakukan 3. Dimana tindakan itu dilakukan 4. Dengan apa tindakan itu dilakukan 5. Bagaimana tindakan itu dilakukan 6. Mengapa tindakan itu dilakukan

73

Anton Freddy Susanto, Wajah Peradilan Kita Kontriksi Sosial Tentang Penyimpangan Mekanisme Kontrol dan akuntanilitas Peradilan Pidana, PT. Refika Aditama, 2004, Bandung , hlm 82.


(42)

7. Siapa pelaku tindakan tersebut

Karena penyelidikan merupaka langkah awal yang menentukan dari keseluruhan tahap acara pidana, maka dalam mencari keterangan-keterangan seperti diatas seorang penyidik harus tunsuk kepada ketentuan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 8 tahun 1981 sebab jika tahap penyelidikan tersebut sangat penting bagi proses penyelidikan tersebut sangat penting bagi proses acara pidana selanjutnya.

Apabila tahap penyelidikan saja sudah banyak melakukan pelanggaran dan kesalahan diluar ketentuan Undang-undang yang berlaku, maka secara otimatis tahap cara berikutnya akan terpengaruh yang berarti tidak mungkin akan terjadi penyesatan putusan hakim.

Betapa pentingnya penyidikan perkara dalam pelakanaan hukum acara pidana dapat dilihat dalam hubungan dengan ketentuan-ketentuan KUHAP mengenai penyidikan, penuntutan dan peradilan perkara. Seorang penyidik harus melakukan penyelidikan secara tertip dan harus selalu memperhatikan dalil-dalil yang ada dilapangan.

Seorang penyelidik harus memperhatikan dan menyidik setiap fakta yang ada dilapangan sekecil apapun karena sejalan dengan tujuan hukum acara pidana, maka tugas penyelidikan perkara adalah “mencari kebenaran materiil” memang, dalam penyelidikan perkara pidana kebenaran materiil yang mutlak tidak akan pernah dapat diperoleh 100% karena hanya Tuhanlah yang mengetahui. Walaupun demikian dengan memperhatikan setiap dalil dan fakta sekecil apapun bukti-bukti yang berkaitan dengan perkara pidana dapat dicari sebanyak-banyaknya sehingga suatu penyelidikan dapat mendekati kebenaran bahwa ada suatu tindak pidana yang dilakukan dan siapa pelàku-pelakunya.


(43)

Proses pemeriksaan tersangka pada tahap penyidikan dalam perkara No. K/82/IV/2011/Reskrim dalam penyidikan tindak pidana perjudian dadu kopyok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (1) ke 2 e Sub 303 Bis KUHAP yang terjadi pada hari rabu tanggal 13 April 2011 sekira pukul 17.30 WIB di Benteng Sei Wampu Dusun Selemah Kec. Wampu Kab Langkat denga tersangka atas nama Bari alias Paman Bari dan kawan-kawan, laki-laki, 54 tahun, wiraswasta, islam, Indonesia, tinggal di Ling x Puwo Sari Psr IV Kw. Bingei Kec. Stabat Kab. Langkat.

Adapun proses pemeriksaan pada tahap penyidikan ini diawali dengan menanyakan kedaan jasmani dan rohani yang diperiksa dan kesediannya untuk dimintai keterangan pda saat itu, setelah yang diperiksa menyatakan sehat jasmani dan rohani serta bersedia diperiksa saat itu kemudian ditanyakan kepada polisi yang menangkapnya dalam hal ini Briptu Supian jabatan Penyidik pembantu, kapan dan dimana dilakukan penangkapan apa yang dimainkan oleh tersangka serta siapa-siapa temannya yang ikut melakukan penangkapan kemudian dilanjutkan pertanyaan siapa tersangkanya dan barang buktinya apa saja yang didapatkan dari tersangka. Lalu dilanjutkan bagaimana penyidik mengetahui tersangka.

Pada tersangka ditanyakan apakah tersangka agar menyediakan atau menghadirkan seorang penasehat hukum pada saat pemeriksaan dan ditanyakan apakah saudara pernah dihukum. Kemudian ditanyakan apa yang menyebabkan dia menjalani pemeriksaan saat itu. Tersangka juga ditanyakan kronologis penangkapan lalu pada akhir proses penyidikan ditanyakan apakah ada saksi yang dapat meringankan jalan perkara itu. Dan ditanyakan apakah ada paksaan atau intimidasi dalam memberikan keterangan dan sudah benarkah semua keterangan tersebut.


(44)

Pada akhirnya berita acara pemeriksaan dihentikan kemudian dibacakan kembali oleh yang memeriksa, setelah diselidiki kemudian dibubuhkan tanda tangan dan ditutup serta ditandatangani pada hari dan tanggal tersebut oleh penyidik.

2. Penahanan

Menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP, penahanan adalah penempatan tersangka/terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan menetapkannya, dalam hal ini serta memenuhi cara yang diatur dalam Undang-undang.

Dasar hukum penahanan adalah sebagai beriku:74

a) Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik. b) Pasal 11 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik pembantu

melakukan penahanan atas pelimpahan wewenang dari penyidik.

c) Pasal 20 ayat (1) KUHAP menyangkut tentang alasan dilakkannya penahanan.

d) Pasal 21 KUHAP menyangkuttentang syarat-syarat dilakukannya penahanan. e) Pasal 22 KUHAP menyangkut tentang jenis-jenis penahanan.

f) Pasal 23 KUHAP menyangkut tentang pengalihan jenis penahanan. g) Pasal 24 KUHAP menyangkut tentang jangka waktu penahanan. h) Pasal 29 KUHAP menyangkut tentang perpanjangan masa penahanan.

i) Pasal 30 KUHAP menyangkut tentang hak tersangka untuk meminta ganti rugi terhadap penahanan yang tidak sah.

j) Pasal 31 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik atau penuntut umum atau hakim untuk mengadakan penangguhan penahanan.

k) Pasal 75 menyangkut tentang perintah pembuatan berita acara setiap tindakan penahanan

l) Pasal 123 KUHAP menyangkut tentang dasar pengajuan kebenaran tersangka atau keluarga atau penasehat hukum dalam hal penahanan tersangka.

3. Penggeledahan

Menurut Pasal 1 butir 17 KUHAP, pengeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki pemeriksaan tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk

74


(45)

melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan atau penangkapan dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.

Menurut Pasal 1 butir 18 KUHAP, penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawa serta untuk disita.

Dasar hukum penggeledahan adalah sebagai berikut:75

a) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyelidik untuk melakukan penggeledahan.

b) Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik untuk melakukan penggeledahan.

c) Pasal 11 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik pembantu. d) Pasal 32 KUHAP menyangkut tentang dasar kewenangan penyidik

melakukan penggeledahan.

e) Pasal 33 KUHAP menyangkut tentang cara melakukan penggeledahan rumah.

f) Pasal 34 KUHAP menyangkut tentang ketentuan lain penggeledahan rumah dalam keadaan yang sangat perlu atau mendesak.

g) Pasal 35 KUHAP menyangkut tentang larangan penyidik memasuki tempat kecuali dalam hal tertangkap tangan.

h) Pasal 36 KUHAP menyangkut tentang penggeledahan yang dilakukan diluar daerah hukum penyidik.

i) Pasal 37 KUHAP menyangkut tentang penggeledahan badan.

j) Pasal 125 KUHAP menyangkut tentang ketentuan penyisik memasuki rumah dalam hal penggeledahan rumah.

k) Pasal 126 KUHAP menyangkut tentang perintah pembuatan acara terhadap penggeledahan.

4. Penyitaan

Menurut Pasal 1 butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyelidikan, penuntutan dan peradilan.

Dasar hukum penyitaan adalah sebagi berikut:76

75


(46)

a) Pasal 5 ayat (1) hruf b angka 1 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyelidik melakukan penyitaan.

b) Pasal 7 ayat 1 huruf d KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik untuk melakukan penyitaan.

c) Pasal 11 KUHAP menyangkut tentang kewenangan penyidik pembantu. d) Pasal 38 KUHAP menyangkut tentang ketentuan penyitaan.

e) Pasal 39 KUHAP menyangkut tentang benda yang dapat disita penyidik. f) Pasal 40 KUHAP menyangkut tentang penyitaan benda dalam hal tertangkap

tangam sebagai barang bukti.

g) Pasal 41 KUHAP menyangkut tentang penyitaan terhadap surat.

h) Pasal 42 KUHAP menyangkut tentang wewenang penyidik untuk meminta benda kepada orang yang menguasai benda tersebut untuk disita.

i) Pasal 43 KUHAP menyangkut tentang kewajiban penyidik untuk merahasiakan isi surat yang telah diperiksa.

j) Pasal 44 KUHAP menyangkut tentang penyimpanan benda sitaan.

k) Pasal 45 ayat (1) huruf a, ayat (2), ayat (3), ayat (4) KUHAP menyangkut tentang jual lelang barang yang disita dalam hal benda yang lekas rusak atau membahayakan.

l) Pasal 46 ayat (1) huruf a dan b KUHAP menyangkut tentang pengembalian benda yang disita kepada orang/kepada mereka dari siapa benda itu disita. m) Pasal 47 KUHAP menyangkut tentang pemeriksaan dan penyitaan surat yang

dikirim.

n) Pasal 48 KUHAP menyangkut tentang ketentuan terhadap surat yang tidak berhubungan dengan perkara yang sedang diperiksa.

o) Pasal 49 KUHAP menyangkut tentang pembuatan acara tentang tindakan pemeriksaan.

p) Pasal 75 KUHAP menyangkut tentang pembuatan berita acara terhadap tindakan penyidik atau penyidik pembantu.

q) Pasal 128 KUHAP menyangkut tentang penyidik menunjukkan tanda pengenal kepada orang dari mana benda itu disita.

r) Pasal 129 KUHAP menyangkut tentang ketentuan penyidik melakukan penyitaan.

s) Pasal 130 KUHAP menyangkut tentang pencatatan benda yang disita.

t) Pasal 131 KUHAP menyangkut tentang pengeledahan atau penyitaan terhadap benda yang diduga dapat diperoleh keterangan tentang tindak pidana.

u) Pasal 132 ayat (2), ayat (3), ayat (4) KUHAP menyangkut tentang pemeriksaan surat.

1. Hak Dan Kewajiban Tersangka

Sehubungan dengan pemeriksaan tersangka, undang-undang telah memnerikan beberapa hak perlindungan terhadap hak asasinya. Hak tersangka dan terdakwa selama pemeriksaan di muka penyidik dan di muka hakim tersebar dalam beberapa bab dan Pasal-pasal, antara lain dalam Bab VI Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP,

76


(47)

kemudian Pasal 144, 163, 213 KUHAP. Hak- hak tersangka ini harus dihargai dan dihormati. Diantaranya sekian banyak hak tersangka tersebut beberapa diantaranya harus terlihat secara nyata dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka bahwa hak-hak tersebut telah terpenuhi atau dilaksanakan dalam pemeriksaan. Hak-hak tersebut antara lain77

1. Hak tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan, dalam hal tersangka ditahan ia harus sudah diperiksa dalam batas waktu satu hari setelah ia di tahan (Pasal 50 dan Pasal 122 KUHAP).

:

2. Pada waktu pemeriksaan dimulai, tersangka berhak untuk diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya (pasal 51 KUHAP)

3. Dalam pemeriksaan baik pada tingkat penyidikan maupun dipengadilan ia berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52 KUHAP)

4. Sebelum pemeriksaan dimulai oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP (Pasal 114 KUHAP)

5. Dalam pemeriksaan tersangka harus ditanyakan apakah ia akan mengajukan saksi yang dapat menguntungkan baginya, bilaman ada harus di catat dalam berita acara dan penyidik wajib memeriksa saksi tersebut (Pasal 116 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP)

6. Dalam hal dilakukan penyitaan suatu benda dari tersangka, maka dalam pemeriksaannya itu benda tersebut harus ditujukan dan dimintakan keterangan tentang benda itu (Pasal 129 ayat 1 KUHAP)

77


(48)

7. Keterangan tersangka diberikan kepada penyidik diberikan tanpa tekanan siapapun dan dalam bentuk apapun. Dalam hal tersangka memberikan keterangan tentang apa yang sebenarnya telah dilakukannya sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata-kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri (Pasal 117 KUHAP)

Hak-hak tersangka yang dikemukakan di atas hanyalah sebagian dari pada hak-hak tersangka yang dijamin dan dilindungi undang-undang dalam proses penanganan perkara pidana. Hal ini menunjukkan bahwa KUHAP menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan memberikan perlindungan dan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (tersangka).

Diaturnya secara khusus hak-hak tersangka di dalam KUHAP maksudnya tiada lain agar dalam proses penanganan perkara, hak-hak itu dapat memberikan batas-batas yang jelas atau tegas bagi kewenangan aparat penegak hukum agar mereka terhindar dari tindakan sewenang-wenang. Ditinjau dari segi hukum acara pidana, pembelajaran jaminan dan perlindungan terhadap tersangka tersebut terutama ditujukan agar dalam penegakan hukum itu benar-benar dapat didasarkan kepada kebenaran materil. Dengan demikian diperoleh jaminan bahwa tujuan akhir dari KUHAP yakni untuk menegaskan kebenaran dan keadilan secara konkrit dalam suatu perkara pidana.78

Berdasarkan hak-hak tersangka atau terdakwa yang telah diuraikan di atas, KUHAP mengatur secara letat agar hak-hak tersangka atau terdakwa tidak dilanggar dan bagi pejabat yang memperlakukan tersangka atau terdakwa bertentangan dengan undang-undang, maka dapat dikenakan sanksi pidana yaitu seperti yang terdapat dalam Pasal KUHP bahwa pegawai negeri yang dalam perkara pidana menjalankan paksaan baik

78


(49)

memaksa orang supaya mengaku, maupun untuk membujuk orang supaya memberikan keterangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun dan pelanggaran pasal ini dalam perkara korupsi diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda setinggi-tingginya empat juta rupiah (UU No. 20 Tahun 2001).79

Kewajiban-kewajiban tersangka atau terdakwa yang terdapat dalam KUHAP itu antara lain:

Selain mempunyai hak-hak yang diatur oleh KUHAP, seorang tersangka atau terdakwa juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakannya sesuai dengan undang-undang. Namun berlainan dengan hal-hal tersangka atau terdakwa yang peraturannya terlihat terinci dan berurutan terlihat bahwa kewajiban tersangka atau terdakwa tidak demikian. Kewajiban tersangka atau terdakwa tersebar di seluruh KUHAP dan diperlukan ketelitian untuk mencarinya.

80

1. Kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu tyang ditentukan dalam hal yang bersangkutan menjalani penahanan kota (Pasal 22 ayat 3 KUHAP).

2. Kewajiban meminta izin keluar rumah atau kota dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah penahanan, bagi tersangka atau terdakwa yang menjalani penahanan rumah atau penahanan kota (Pasal 22 ayat 2 dan 3 KUHAP)

3. Kewajiban menaati syarat yang ditentukan bagi tersangka atau terdakwa yang menjalani massa penangguhan misalnya wajib lapor tidak keluar rumah atau kota (penjelasan Pasal 31 KUHAP)

4. Wajib menyimpan isi berita acara (turunan berita acara pemeriksaan) untuk kepentingan pembelaannya (pasal 72 KUHAP dan penjelasannya).

79 Yang diancam hukuman pasal ini misalnya polisi yang diwajibkan mengusut perkara

pidana menggunakan paksaan terhadap tersangka atau saksi, supaya mereka itu mengaku atau memberikan keterangan tertentu. Paksaan itu misalnya dengan cara memukul atau cara-cara lain dalam yang menyakiti atau penganiayaan-penganiyaan yang banyak macamnya. Menyekap di dalam kamar istimewa dengan tidak diberi makan atau minum termasuk pula “paksaan” (dapat dilihat dalam KUHP dengan penjelasan R. Soesilo hal 286).

80 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, cet 1 (Jakarta: Sinar Grafika, 2000) hlm


(50)

5. Lewajiban menyebut alasan-alasan apabila mengajukan permintaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan serta permintaan gabti kerugian dan atau rehabilitas (Pasal 79 dan 81 KUHAP).

6. Apabila dipanggil dengan sah dan menyebut alasan yang jelas, maka wajib datang kepada penyidik kecuali memberi alasan yang patut dan wajar (Pasal 112 dan 113 KUHAP).

7. Wajib hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan. Kehadiran terdakwa di sidang merupakan kewajiban bukan merupakan haknya, kadi terdakwa harus hadir di sidang pengadilan (penjelasan Pasal 154 ayat 4 KUHAP). Bahkan apabila terdakwa setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dihadirkan dengan baik, maka terdakwa dapat dihadirkan paksa (Pasal 154 ayat 6 KUHAP).

8. Meskipun tidak secara tegas disebut sebagai kewajiban, tetapi pembelaan terdakwa atau penasehat hukum tentu merupakan suatu keharusan (Pasal 182).

9. Kewajiban menghormati dan menaati tata tertib persidangan.

10. Kewajiban membayar biaya perkara yang telah diputus pidana (Pasal 22 ayat 1)

11. Meskipun tidak secara tegas merupakan keharusan, sangat logis jika memori banding perlu dibuat terdakwa yang mengajukan permintaan banding. Pasal 237 KUHAP mengatakan selama pengadilan tinggi, belum memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.

12. Apabila sebagai pemohon kasasi maka terdakwa wajib mengajukan memori kasasinya, dan dalam waktu 14 hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkan kepada panitera (Pasal 248 ayat 1 KUHAP)

13. Apabila terdakwa mengajukan permintaan peninjauan kembali (PK) maka harus menyebutkan secara jelas alasannya (Pasal 264 ayat 1 KUHAP).

2. Hak Asasi Tersangka Dalam pasal 52 dan 117 KUHAP

Pasal 52 KUHAP menyatakan bahwa:81

Pasal 52 KUHAP yang tersebut di atas mempunyai maksud sebagaimana yang tercantum dalam penjelasan Pasal 52 KUHAP itu, yaitu:

“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim”.

82

81

Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana, cet 1 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986_, hlm 35.

82


(51)

“Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang dari pada yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa”.

Dari penjelasan Pasal 52 KUHAP tersebut jelas terlihat bahwa tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk memberikan keterangan secara bebas dan kewajiban penyidik untuk memberikan rasa aman ketika tersangka atau terdakwa itu diperiksa pada tahap penyidikan dengan kata lain tersangka atau terdakwa tidak boleh dipaksa ditekan.

Ketentuan ini dulu tidak diatur dalam HIR. Karena di dalam HIR dianut sistem inquisitoir dimana tersangka atau terdakwa dijadikan sebagai objekl dari pemeriksaan dan dikenal istilah “Pengakuan Tersangka/Terdakwa”. Mengacu dari istilah pengakuan tersangka tersebut, maka pada masa berlakunya HIR yang dikejar oleh penyidik dalam melakukan suatu tindak pidana. Mungkin dahulu telah terjadi pemeriksaan-pemeriksaan yang bersifat menekan perasaan tersangka atau terdakwa hingga terpaksa mengakui atau memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dipahaminya.

Atas dasar Pasal 53 KUHAP tersebut diatur lebih lanjut tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan tersangka, yaitu83

1. Keterangan tersangka dan saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.

:

2. Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya telah ia lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersiapkan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata-kata yang dipergunakan tersangka sendiri.

83


(52)

Jika dilihat dari Pasal 117 KUHAP tesebut, tersangka dalam memberikan keterangan tidak boleh dipaksa dengan cara apapun dengan tekanan fisik yaitu melalui penyiksaan dan penganiayaan ataupun dengan tekanan mental baik dari pihak penyidik maupun dari pihak luar.

Walaupun demikian terhadap pelanggaran-pelanggaran dari Pasal 117 KUHAP tersebut tidak ada sanksinya. Satu-satunya jalan adalah dengan cara melakukan gugatan praperadilan. Namun hal ini dirasa kurang efektif karena sangat sulit bagi tersangka untuk dapat membuktikan bahwa dalam memberikan keterangan ia berada di bawah tekanan atau paksaan.

3. Hak Dan Kedudukan Tersangka Pada Tingkat Penyidikan Menurut KUHAP

Didalam beberapa proses pemeriksaan terhada tersangka masih ada dilakukan ancaman kekerasan, tekanan fisik, maupun pengrekayasaan perkara serta menipulasi hak-hal tersangka. Dimana kadang-kadang terhadap tersangka masih di anggap sebagai objek yaitu terhadap penyidik dalam memeriksa perkara menggunakan dengan cara apapun untuk mendapatkan keterangan.

Sedangkan kita ketahui didalam KUHAP atau setelah berlakunya menggunakan azas Inquisatoir yang diperlunak dimana tersangka tidak dianggap lagi sebagai objek akan tetapi di anggap sebagai subjek, yang berarti pemeriksaan yang di lakukan penyidik, tersangka boleh di dampingi oleh penasehat hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif yaitu bantuan hukum diperkenankan melihat dan mendengar pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka selama dalam proses pemeriksaan tetapi belum dapat mencampuri pemeriksaan tersebut.


(53)

Dalam pemeriksaan tingkat penyidikan masih adanya ancaman, paksaan, bahkan tekanan fisik berupa pemukulan terhadap tersangka yang terpaksa harus menyatakan benar tentang apa yang di sangkakan, yang pada akhirnya saat di muka hakim menjadi bertolak belakang dengan apa yang di buat oleh penyidik. Seperti didalam Pasal 117, 118 KUHAP yang diinginkan bukanlah suatu pengakuan salah dari tersangka, tetapi adalah keterangannya, yaitu keterangan dari tersangka tidak dengan paksaan dan ancaman, jika dalam memberikan keterangan tersangka mengakui perbuatan kejahatan yaitu mengakui tentang kesalahannya bukan berarti keterangan tersebut harus di peroleh dengan cara paksaan atau ancaman. Terhadap tersangka yang menyangkal keterangannya pada tingkat penyidikan dan tidak mau membubuhi tanda tangan dalam berkas perkara maka dalam hal ini penyidik dapat mencatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.

Memang pada dasarnya pihak POLRI (penyidik) melakukan tugasnya sebagai penyidik berdasarkan dari pada laporan maupun aduan yang diterima namun bukan berarti laporan maupun aduan tersebut adalah benar walaupun laporan maupun aduan yang diterima tersebut adalah benar namun bagi tersangka tetap mempunyai hal dan kedudukannya. Sebab benar salah bukan urusan dari pihak penyidik karena penyidik hanya memeriksa perkara permulaan yang berdasarkan hukum dalam menjalankan tugasnya, yang menentukan apakah tersangka bersalah atau tidak adalah hakim setelah mendapat keputusan yang tetap.

Sesuai dengan azas didalam hukum acara pidana yaitu azas praduga tak bersalah yang termuat pada Pasal 8 Undang-undang No 4 Tahun 2004 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, berdasarkan azas praduga tak bersalah maka jelas dan sesungguhnya bahwa tersangka dalam proses peradilan pidana wajib mendapat hak-haknya yang berarti.


(1)

Pada akhir penutup BAP baik saksi atau tersangka tetap ditanyakan apakah

dalam pemeriksaan ada di paksa atau dibujuk atau rayu dalam memberikan

keterangan tersebut yang dikemudian BAP dibacakan dan ditanda tangani.

Dalam hal ini penyidik tidak mengejar pengakuan terdakwa atau saksi

namun lebih kepada alat bukti atau barang bukti pada objek perakra,

sehingga apabila tersangka atua saksi tidak mengakui tentang adanya suatu

tindak pidana yang dilakukannya maka penyidik tidak perlu memaksa

kepada yang diperiksa tersebut untuk mengakui perbuatan pidana tersebut.

5.

Keterangan mengenap apa saja yang ingin dicari dalam proses

pemeriksaan tersangka?

Jawab :

Keterangan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepada tersangka,

sehingga nantinya unsur-unsur Pasal yang dipersangkakan kepada

tersangka dapat dipenuhi.

6.

Dalam pemeriksaan tersangka metode untuk pengumpulan data merupakan

wawancara, bagaimana pendekatan terhadap tersangka melalui

wawancara?

Jawab :

Wawancara dapat dilakukan sebelum dilakukannya pemeriksaan secara

verbal, hal tersebut dilakukan agar hubungan emosional antara tersangka

dengan penyidik menjadi lebih dekat.

7.

Bagaimana peranan ilmu psikologi dalam proses pemeriksaan tersangka?

Jawab :


(2)

Saya mendukung

8.

Apakah proses pemeriksaan tersangka telah sesuai dengan ketentuan

menurut KUHAP

Jawab :

Bahwa pemikiran penyidik diatur dalam KUHAP Pasal 106 dan Pasal 107

yang berisi :

Pasal 106

“Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang

terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana

wajib segera melakukan tindak penyidik yang diperlukan”.

Pasal 107

(1)

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1)

huruf a memberikan petunjuk penyidik tersebut kepada Pasal 6 ayat (1)

huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan.

(2)

Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana

sedang dalam penyidikan oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1)

huruf b dan kemudian ditentukan bukti yang kuat untuk diajukan

kepada penuntut umum, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b

melaporkan hal itu kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1)

huruf a.

(3)

Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik tersebut

pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil

penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada

Pasal 6 ayat (1) huruf a.

9.

Apa kendala yang dihadapi dalam menerapkan ilmu psikologi pada proses

pemeriksaan tersangka?

Jawab :

Bahwa faktor penyebab seseorang melakukan tindak pidana di pengaruhi

oleh bermacam sebab yang mana perbuatan tersebut tidak dapat dicegah

oleh petugas kepolisian tetapi jgua meliputi instansi pemerintah yang lain.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses pemcriksaan tersangka pada tahap penyidikan menurut KUHAP ialah bakwa jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka kepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dan siapapun juga dan dalarn bentuk apapun juga, hal mi sesuai dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP dan penyidik mencatat dengan teliti semua keterangan tersangka. Pasal 119 menyebutkan, jika tersangka yang akan diperiksa berlokasi diluar daerah hukum penyidik, maka penyidik yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik yang berwenang di daerah tempat tinggal tersangka dan Pasal 113 KUHAP meyebutkan, jika tersangka tidak hadir menghadap penyidik, maka pemeriksaan dapat dilakukan di tempat kediaman tersangka.

2. Psikologi kriminil dalam pemeriksaan tersangka merupakan ilmu bantu yang digunakan oleh penyidik untuk mempermudah memperoleh keterangan dari tersangka yang sebenar-benarnya tanpa adanya unsur paksaan, ketentuan mi sesuai dengan Pasal 52 dan 117 KUHAP yang memberikan hak kepada tersangka atau saksi untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan beberapa saran yang rnengkin dapat berguna bagi perkembangan penyelldikan tindak pidana dalam penerapan ilmu psikologi pada proses penyidikan. Adapun saran tersebut adalah:


(4)

1. Hendaknya pihak penyidik menguasai ilmu psikologi dalam pemeriksaan tersangka agar dapat memperlancar tugas penyidik dalam memperoleh pengakuan tersangka.

2. Hendaknya penyidik memperlakukan tersangka dengan baik sekalipun penyidik sudah merasa yakin tersangka bersalah melakukan tindak pidana.

3. Hendaknya terdapat pengaturan sanksi bagi penyidik yang melanggar ketentuan Pasal 52 dan 117 KUHAP agar tesangka terlindungi dan tindakan sewenang-wenang penyidik yang menganggap tersangka sebagai objek pemeriksaan.

4. Handaknya ruang interogasi tersangka dilakukan di ruangan khusus yang diawasi oleh petugas lain yang bertugas memelihara kesejahteraan tersangka.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, 1984, Pengusutan Perkara Krirninal Melalul Sarana Teknik Dan S’arana Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Markas Besar Kepolisian Negara Republik

Indonesia. 1987, Himpunan Jukiak Dan Juknis Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Direktorat

Reserse, Jakarta.

Abu Ahmadi, 1998, Psikologi Umum, Rineka Cipta, Jakarta. Adnanus Meliala, 2001, Mengkritis Polisi, Kanisius, Yokyakarta.

Anton F. Susanto, 2004. Wajah Peradilan Kila, Konstruksi Sosial Tentang

Penyimpangan, Mekanisme Kontrol Dan Akuntabilitas Peradilan Pidana, PT.

Refika Aditama, Bandung.

Bambang Sunggono,1998, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Djoko Prakoso,1986, Peranan Psikologi Dalarn Pemeriksaan Tersangka Pada Tahap Penyidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan (Edisi Kedua), Sinar Grafika, Jakarta.

Mohammad Tautik Makarao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta.


(6)

Nico Ngani, dkk, 1984, Mengenal Hukum Acara Pidana Sen Satu Bagian Umurn Dan Penyidikan, Liberty, Yogyakarta.

R. Abdul Djamali, 1984, Psikologi Dalam Hukum, CV,Armico. Bandung.

Soerjono Soekanto, 1979, Beberapa Culalun Tentang Psikologi Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Safwan Amin, 2005, Pengantar Psikologi Umum, Yayasan Pena, Banda Aceh.

Waluyadi, 1999, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Piduna (Sebuah catalan Khusus,), Mandar Maju, Bandung.

PERUNDANG-UNDANGAN

UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. UU No. 4 Tahun 2004 tentang Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Perendaman Dengan larutan Cuka 5% dan Air Panas Terhadap Perlepasan Kadar Formalin Pada Cumi-cumi, Ikan Gembung, Udang dan Ikan Dencis Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

6 57 132

Penerapan Pasal 52 Jo Pasal 117 Ayat (1) KUHAP Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Harkat dan Martabat Tersangka Dalam Proses Penyidikan Di Kepolisian (Studi Di Polres Batu)

0 5 37

Peranan penasehat hukum dalam proses penyidikan di kepolisian resor boyolali ( studi implementasi pasal 115 kuhap )

0 7 70

BAB II A. Proses Pemeriksaan Tersangka pada Tahap Penyidikan Menurut KUHAP

0 3 27

Tinjauan mengenai pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan pelaku anak di bawah umur dikaitkan dengan hak hak tersangka dalam KUHAP

0 10 79

PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN.

0 2 11

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN Perlindungan Hukum Bagi Tersangka Dalam Proses Penyidikan.

0 3 21

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN Perlindungan Hukum Bagi Tersangka Dalam Proses Penyidikan.

0 0 11

PERANAN PENASEHAT HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi Kasus Implementasi Pasal 115 KUHAP Peranan Penasehat Hukum Dalam Proses Penyidikan (Studi Kasus Implementasi Pasal 115 KUHAP Di Polres Karanganyar ).

0 1 10

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP SAKSI YANG MEMBERIKAN KETERANGAN PALSU DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DIKAITKAN DENGAN PASAL 242 KUHP DAN KUHAP.

0 0 1