Pedoman operasional baku uji diagnostik molekular : Loop mediated isothermal amplification (LAMP) untuk deteksi cepat TB paru di Indonesia - [BUKU]

614.542
Ind
P

PEDOMAN OPERASIONAL BAKU
UJI DIAGNOSTIK MOLEKULAR
LOOP MEDIATED ISOTHERMAL AMPLIFICATION
(LAMP ) UNTUK DETEKSI CEPAT TB PARU DI
INDONESIA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2012

Kotalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
614.542
Ind
P

In onesia. Kementerian Kesehatan RI. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Pedoman operasional baku uji diagnostic

olekuler : loop mediated isothermal
amplification (lamp) untuk deteksi cepat TB paru
i Indonesia .-- Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
1 012
ISBN 978-602-235-172-6
1. Judul I. TUBERCULOSIS - DIAGNOSIS

KONSULTAN:
Dr.dr. Trihono, MSc.
Prof.dr. Pratiwi Pujilestari Sudarmono, Sp.MK(K), PhD.
Drs. Ondri Dwi Sampurno, MSi, Apt.

TIM PENYUSUN:
Vivi Lisdawati
Tjahjani Mirawati Sudiro
Nelly Puspandari
Triyani Sukarso
Ni Wayan Ariani

Aulia Rizki

Holy Arif Wibowo

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr.wb.

Puji syukur kepada Allah SWT kami panjatkan karena hanya
berkat rahmat dan karunia serta taufik dan hidayahNya maka tim
penyusun berhasil menyelesaikan tugas mempersiapkan buku
"Pedoman Operasional Baku Uji Diagnostik Molekular Loopmediated Isothermal A mplification (LAMP) untuk Deteksi Cepat
TB Paru di Indonesia" ini.

Telah diketahui bahwa beban penyakit TB merupakan ancaman
terbesar bagi perekonomian negara dan saat ini Indonesia masih
menduduki posisi no. 4 di dunia dalam kelompok negara dengan
masalah Tuberkulosis Paru besar (high burden countries). Oleh
karena itu penatalaksanaan TB di laboratorium juga merupakan
fokus utama Pemerintah sesuai dengan prioritas


Millenium

Development Goals (MDGs) untuk tata laksana penyakit infeksi
menular.

iii

Salah satu langkah alternatif dalam menemukan metode
terobosan untuk diagnosis TB di laboratorium adalah
pengembangan sistem deteksi cepat secara molekuler. Metode
yang diunggulkan untuk diaplikasikan pada daerah dengan
sumber daya terbatas seperti halnya Indonesia adalah
pengembangan sistem deteksi molekuler secara isothermal (suhu
tetap), yaitu metode LAMP. Penerapan metode LAMP akan
mampu mereduksi penggunaan alat PCR konvensional yang
mahal untuk amplifikasi bakteri. Pelaksanaan metode LAMP
belum banyak dilakukan di Indonesia sehingga penyusunan buku
pedoman untuk melaksanakan teknik ini di laboratorium
merupakan langkah awal agar pengembangan metode dapat

dilakukan secara lebih luas. Buku pedoman juga dapat menuntun
pekerja laboratorium untuk mengembangkan teknik secara terus
menerus dan melakukan berbagai penyesuaian sesuai
kemampuan laboratorium yang tersedia.

Terimakasih kami ucapkan kepada Tim Penyusun yang telah
bekerja bersama-sama untuk dapat menghasilkan buku pedoman
ini yang diperuntukkan sebagai sumbangsih berharga kepada
masyarakat Indonesia.

iv

Harapan kami semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat dan
berperan serta pada penatalaksanaan TB Paru di Indonesia.

Billahit taufiq walhidayah wassalamu'alaikum wr.wb.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI


Dr. dr. Trihono, MSc.

V

UCAPAN TERIMA KASIH

Seluruh penelitian yang melatar belakangi penyusunan buku
pedomanan ini dibiayai oleh dana DIPA 2008-2009 dan DIPA
2009-2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) dan dana DIPA 2010-2011 Pusat Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dr. Endang R.
Sedyaningsih, MPH, Dr. PH., selaku pencetus ide pengembangan
diagnostik TB di Indonesia dan bertindak selaku Koordinator
Penelitian Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Mtb di
Puslitbang BMF tahun 2008; serta dr. Triono Soendoro, Ph.D.
selaku pencetus ide pemetaan bakteri Mtb yang ada di Indonesia
sekaligus bertindak selaku konsultan dalam penelitian.
Secara khusus, kami juga mengucapkan terimakasih yang sangat
besar kepada Dr. Tomohiro Oshibe dan Mr. Hidetaka Tsuji dari

Hyogo Perfectural Institute of Public Health and Consumer
Science, Public Health Science Research, Kobe - Japan yang telah
memberikan bimbingan dan membegikan ilmunya kepada kami
selama pembelajaran yang kami lakukan di laboratorium mereka.
Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Drs. Syahrial Harun, MSc. dan seluruh anggota Tim
Penelitian TB 2008-2010, para peneliti dan para pembantu
peneliti beserta staf administrasi penelitian. Terimakasih juga
kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
menyumbangkan segala bantuan moril dan materil untuk
tersusunnya buku pedoman ini.

vi

RINGKASAN
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2009 masih
menempatkan Indonesia pada urutan ketiga sebagai negara
dengan pengindap Tuberkulosis Paru (TB) terbanyak sesudah
India dan Cina. Salah satu intervensi pengendalian TB yang
direkomendasikan oleh WHO adalah penelitian untuk

pengembangan diagnostik molekular yang dapat menjadi metode
alternatif diagnostik konvensional. Oleh karena itu, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan melakukan optimasi
metode LAMP dari tahun 2008-2010 untuk diagnostik TB
molekuler cara langsung berdasarkan uji asam nukleat bakteri.
Metode Loop-Mediated Isothermal A mplification (LAMP) adalah
salah satu teknik diagnostik molekuler yang telah dikembangkan
dari tahun 1999 di Jepang. Teknik LAMP menggunakan
amplifikasi DNA pada suhu tetap, sehingga penggunaan alat
thermocycler yang mahal tidak diperlukan. Amplifikasi pada
suhu tetap dapat terjadi dengan menggunakan jumlah primer
yang lebih banyak berdasarkan prinsip
transcriptase

PCR

nested dan reverse

(Polymerase Chain Reaction).


Proses

amplifikasi pada metode LAMP menggunakan enzim yang dapat
menjadi substrat selama proses reaksi amplifikasi berlangsung.

vii

.,1

Analisis basil metode ini sangat sederhana karena dapat
dideteksi secara visual dengan melihat endapan ( pada proses
reaksi ditambahkan reagen pengendap) atau dapat berupa
perubahan

pendar warn / fluoresensi

( pada proses reaksi

ditambahkan reagen fluoresensi) dengan menggunakan bantuan
sinar UV.


viii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

i

DAFTAR KONSULTAN DAN TIM PENYUSUN

ii

KATA PENGANTAR

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

vi


RINGKASAN

vii

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

BAB I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

1

1

1.2. Tujuan Penulisan
1.3. Luaran

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

7

2.1. Mycobacterium tuberculosis

7

2.1.1 Taksonomi
2.1.2 Struktur Dinding Set dan Pewamaan Set
2.1.3 Perkembangbiakan Set

6

7
8
10

2.2. Genome Mycobacterium tuberculosis

10

2.3. Uji Diagnostik Tuberkulosis Paru

13

2.4. Uji Diagnostik Cara Langsung (Direct Methode)
2.5. Uji Diagnostik Loop-mediated isothermal
amplification (LAMP)
2.5.1. Metode amplifikasi asam nukleat

14

2.5.2. Prinsip kerja LAMP

15
15

16

ix

BAB III. METODE UJI DIAGNOSTIK LAMP TB
3.1.
3.2.
3.3.

Preparasi Sampel Dahak
Preparasi dan Ekstraksi DNA dari Sampel
Dahak
Uji LAMP TB

22
24
28

BAB IV. DAFTAR RUJUKAN

34

LAMPIRAN

39

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

A.
B.

Gambar 2.2

Struktur dinding sel Mycobacterium
tuberculosis.
Karakteristik dinding sel bakteri
Peta sirkular kromosom Mycobacterium
tuberculosis H37Rv

9

11

Gambar 2.3

Filogenetik Mtb complex

12

Gambar 2.4

Skema pembagian metode uji
diagnostik kasus TB

14

Gambar 2.5

Mekanisme amplifikasi LAMP

18

Gambar 3.1

Proses preparasi sampel dahak

23

Gambar 3.2

Proses ekstraksi DNA dari sampel
dahak

25

Gambar 3.3

Proses mixture reagen amplification
LAMP-TB

30

Gambar 3.4

Proses Amplifikasi LAMP-TB

30

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lembar Kerja dan Evaluasi Metode LAMP

39

Lampiran 2. Prosedur Operasional Baku (POB) LAMP

40

Lampiran 3. Tahap Kerja Uji Diagnostik LAMP-TB

42

Lampiran 1.

xii

BABI

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Salah satu kendala dalam meningkatkan penemuan kasus
Tuberkulosis Paru (TB) adalah akibat keterbatasan dari metode
diagnostik konvensional yang saat ini digunakan (WHO, 2000).
Metode diagnostik yang ada pada umumnya bertujuan untuk
mendeteksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mtb)

yang

menjadi penyebab dari infeksi. Uji konvensional mikroskopik
BTA (Bakteri Tahan Asam) terhadap apusan dahak suspek TB
yang terintegrasi dalam program Directly Observed Short Course
Treatment (DOTS) merupakan baku emas untuk deteksi awal TB
selain uji biakan kultur bakteri pada media sediaan yang sesuai
(Murray, et.al., 2005).
Kelemahan uji mikroskopik BTA terletak pada keragaman
teknik pembuatan sediaan dan kemampuan interpretasi hasil yang
sangat bervariasi dari para pekerja laboratorium. Jumlah bakteri
yang dibutuhkan cukup besar, yaitu minimal 10° per ml dahak
untuk dapat teridentifikasi positif sehingga umumnya hanya
efektif terhadap pasien yang sudah memiliki manifestasi klinis
(Boehme, et.al., 2007). Sementara diketahui bahwa manisfestasi
klinis TB perlu waktu hampir satu bulan atau bahkan lebih
sebelum dapat menimbulkan respon imunitas selular dan jumlah
1

bakteri dapat di mukan dalam jumlah cukup banyak di dalam
dahak (Nester, et.al., 2007; Gantz, et.al., 2006). Hal ini
menyebabkan k terbatasan uji mikroskopis BTA di daerah
endemik sering enghambat terapi dini penangan kasus (Forbes,
et.al., 2007). Se sitivitas uji berkisar antara 67%-87% meskipun
spesifisitas dapa mencapai 99%-100% (Mathew, et.al., 2002).
Prevalensi koin ksi TB-HIV yang meningkat pada dekade
terakhir juga me ambah kesulitan pembacaan mikroskopik BTA.
Hasil negatif alsu sering muncul akibat menurunnya
kemampuan ma rofag menangkap bakteri sehingga jumlah
bakteri yang ke dian dapat berkembangbiak serta ditemukan di
dalam dahak me 'adi sangat sedikit (Achkar, et.al., 2010).
Uji konve sional baku emas lain adalah dengan cara
mengkultur bakt ri pada media biakan yang sesuai, terutama
untuk deteksi asus resistensi. Meskipun sensitivitas dapat
meningkat hingg 87-90%, terutama dengan menggunakan kultur
media cair MGI Bactec, tetapi spesifisitas hanya mencapai 90%
serta lambatnya ertumbuhan koloni (2-4 minggu) menyebabkan
deteksi cepat to hadap pasien tidak dapat dilakukan. Pasien
dengan resistensi TB positif terhambat memperoleh pengobatan
yang tepat sebe um hasil pertumbuhan koloni dapat diamati
secara jelas (J Q Palomino, et.al., 2005).

2

Metode diagnostik menggunakan prinsip molekuler
merupakan salah satu metode diagnosis TB yang diharapkan
dapat menjadi alternatif mengatasi

keterbatasan diagnostik

konvensional (WHO, 2007). Identifikasi yang ditujukan terhadap
asam nukleat atau DNA (deoxy nucleic acid) bakteri dapat
meminimalisasi kebutuhan jumlah bakteri dalam spesimen klinis
dan oleh karenanya juga dapat mengurangi kendala deteksi dini
akibat keterlambatan manifestasi klinis penyakit (Pai, et.al.,
2006). Kendala diagnostik molekuler pada umumnya adalah
teknik ini memerlukan beberapa suhu reaksi agar proses
amplifikasi dapat terjadi. Instrumen yang umum digunakan
adalah thermocycler yang harganya sangat mahal, terutama bagi
negara dengan sumber daya terbatas . Kendala lain adalah sering
terjadi kegagalan amplifikasi DNA pada saat proses reaksi
berlangsung . Hasil amplifikasi juga memerlukan sistem deteksi
yang rumit dengan penggunaan metode elektroforesis untuk
mendeteksi jumlah amplicon (produk DNA) yang teramplifikasi.
Metode Loop-Mediated Isothermal A mplification (LAMP)
adalah salah satu teknik diagnostik molekuler yang telah
dikembangkan dari tahun 1999 di Jepang sebagai alternatif untuk
mengatasi beberapa kendala penerapan uji diagnostik molekuler
sebagaimana tersebut di atas. Teknik LAMP menggunakan
amplifikasi DNA pads suhu tetap, sehingga penggunaan alat

3

thermocycler y ng mahal tidak diperlukan. Amplifikasi pada
suhu tetap dap at teijadi dengan menggunakan jumlah primer
yang lebih ba yak berdasarkan prinsip

nested dan reverse

transcriptase P R (Polymerase Chain Reaction).

Sedangkan

kegagalan prose amplifikasi pada metode LAMP diatasi dengan
menambahkan enzim yang dapat menjadi substrat selama proses
reaksi amplifik si berlangsung. Sistem deteksi pada teknik ini
juga sederhana 1 arena amplicon yang akan dideteksi dapat berupa
endapan (pada proses reaksi ditambahkan reagen pengendap) atau
dapat berupa p bahan pendar warna/ fluoresensi (pada proses
reaksi ditambah an reagen fluoresensi). Oleh karena itu, deteksi
hasil akhir dap at langsung dilakukan secara visual (Notomi,
2t.al., 2000). D gan prinsip amplifikasi DNA bakteri pada suhu
tetap serta hasil yang terdeteksi berupa presipitasi ataupun pendar
fluoresensi yang dapat diamati secara mudah maka WHO telah
merekomendasi an metode LAMP sebagai uji diagnosis rutin TB
pada laboratoriu rujukan di sejumlah negara (WHO, 2007).
Amplifi si DNA pada suhu tetap menyebabkan metode
LAMP dapat m manfaatkan instrumen sederhana seperti: water
bath

(penanga air) atau

heating block

(pelat pemanas).

Interpretasi has 1 juga dapat dilakukan secara sederhana yaitu
dengan menggu akan mata telanjang atau sinar UV sederhana.
Berdasarkan re rensi ini maka teknik LAMP merupakan suatu
4

I

metode yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan lebih
lanjut di negara-negara dengan sumber daya terbatas, seperti
halnya di Indonesia.

Optimasi metode LAMP untuk diagnostik TB telah
dilaksanakan di Badan Litbangkes dari tahun 2008-2010.
Sejumlah hasil optimasi yang diperoleh adalah:

a. Protokol kerja metode LAMP yang sudah teroptimasi
menggunakan sarana dan prasarana laboratorium di
Indonesia (Laboratorium Bakteriologi, Pusat Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan - Balitbangkes);

b. Primer LAMP-TB hasil karakterisasi sekuens highly
conserved bakteri Mtb yang bersirkulasi di wilayah Indonesia
(analisis sampel bakteri Mtb dari 16 ibukota provinsi di
Indonesia);

Berdasarkan hasil tersebut dan untuk memudahkan berbagai
pihak melaksanakan uji LAMP-TB di Indonesia, maka kemudian
disusun buku PEDOMAN OPERASIONAL BAKU UJI
DIAGNOSTIK MOLEKULER
ISOTHERMA L A MPLIFICA TION

LOOP MEDIA TED
(LAMP) UNTUK

DETEKSI CEPAT TB PARU di INDONESIA.

5

1.2. Tujuan Penulisan
Umum:
Menyediak n tenaga laboratorium yang memiliki
kemampua melaksanakan uji diagnostik molekuler
LAMP-TB di fasilitas kesehatan masyarakat di seluruh

Indonesia ne ngan menggunakan standard baku yang sesuai.

Khusus:
Memperol tenaga laboratorium yang memahami prinsip
kerja LAMP -TB pada saat melaksanakan uji diagnostik TB
secara mol kuler;

1.3. Luaran
Pencapai Tujuan Penulisan:
Dengan lah disusurmya buku pedoman, maka akan
diperoleh tenaga laboratorium yang akan mampu
memaha i seluruh prinsip kerja metode LAMP untuk
deteksi ce at TB di Indonesia.

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mycobacterium tuberkulosis (Mtb)
2.1.1. Taksonomi
Penentuan taksonomi pada organisma dimulai dari taksa
terbesar sampai taksa terkecil, yaitu: domain-kingdom-phylumorder-class-family-genus-species
Mandell,

et.al.,

2005).

(Alberts,

et.al.,

2002;

Mycobacterium tuberculosis (Mtb)

berdasarkan aturan taksonomi memiliki urutan taksa sebagai
berikut, yaitu Domain: Bacteria, Phylum: A ctinobacteria, Kelas:
A ctinobacteridae,

Ordo:

Mycobacteriaceae,

Genus:

Mycobacterium tuberculosis

A ctinomycetales,

Famili:

Mycobacterium,

Species:

complex dan Subspesies:

Mycobacterium tuberculosis (Driscoll, et.al., 2002; Nester, et.al.,
2007).
Merujuk pada taksonomi bakteria dari NCBI (National
Center for Biotechnology Information),

yang menggunakan

phylogenetic tree berdasarkan 16S ribosomal RNA, maka Mtb
dikelompokkan kedalam

Actinobacteria

karena berkaitan

langsung dengan kandungan (G + C)nya yang tinggi , berada
dalam kelompok yang sama dengan Bacillus/ Clostridium pada
taksa Firmicutes, dan termasuk bakteri Gram-positive.

7

Beberap penelitian terakhir kemudian menunjukkan
bahwa Mtb seb tulnya lebih memiliki sifat bakteri Gram-negatif
dibandingkan ram-positif (Conville, et.al., 2007). Observasi
klinis yang dil kukan menggambarkan suseptibilitas Mtb lebih
tinggi terhada antibiotik Gram-negatif seperti streptomicin,
siprofloksasin n amikasin dibandingkan antibiotik Gram-positif
spesifik seperti beta-laktam. Hal ini menyebabkan kelompok
A ctinomycetes

ang merupakan ordo Mtb diusulkan ditempatkan

tersendiri ant a bakteri Gram-positif dan Gram-negatif
(Lefe'vre, et.al. 2004). Kekhususan sifat Mtb ini terkait dengan
karakteristik da struktur dan dinding sel bakteri.

2.1.2. Struktur linding sel dan pewarnaan sel
Bakteri

tb berbentuk batang ramping dengan struktur

dinding sel yang kaya akan lipid dan protein, terdiri dari
peptidoglikan d an sejumlah besar glikolipid seperti asam mikolat,
phosphatidyinos tol mannosides (PIM), kompleks
arabinogalactan dan lipoarabinomannan (Murray, et.al., 2005).
Dinding sel t' ak dilapisi eksotoksin maupun endotoksin.
Struktur dasar inding sel meski tipikal untuk bakteri gram
positif, yaitu b gian dalam membran plasma memiliki lapisan
peptidoglikan s rta tidak memiliki membran luar, strukturnya
jauh lebih komp eks dibanding bakteri gram positif lainnya. Oleh

8

karena itu Mtb sering dikatakan bersifat gram positif lemah
(Nester, et.al., 2007; Park, et.al., 2008). Kekhususan struktur
serta karakteristik dari dinding sel bakteri Mtb dapat dilihat pada
gambar 2.1. berikut:
B

A

GRAM,

I GRAM -)

Gambar 2.1. A. Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis.
B.Karakteristik dinding sel bakteri (htpp//Doc
Kaiser's Microbiology Hoare Page, 2010).
Struktur unik dari dinding sel menyebabkan bakteri dapat
menyerap pewarnaan merah (karbol fukhsin) dengan kuat dan
tidak luntur meski dicuci oleh asam alkohol dan diwarnai dengan
biru metilen. Hanya sedikit bakteri yang memiliki karakteristik
tahan asam seperti ini, misalnya: Nocardia, sementara bakteri
lain akan menjadi biru. Sifat ini dimanfaatkan untuk
membedakan Mycobacterium dari bakteri lain dengan pewarnaan

9

yang disebut p warnaan Bakteri Tahan Asam (BTA), misalnya
dengan pewa aan Ziehl Neelsen (ZN) atau auramin (Nester,
et.al., 2007; A ab, et. al., 2009).

2.1.3. Perkem angbiakan Sel
Hal lain yang menjadi kekhususan bakteri Mtb adalah
perkembangbi an sel yang lambat, dimana memerlukan waktu
24-32 jam un k dapat berlipat dua (Watson, et.al., 2004).
Pembelahan yang lambat terkait dengan lapisan lemak pada
dinding sel yang tebal sehingga menghambat nutrisi masuk ke
dalam sel (M ndel, et.al., 2005; Nester, et.al., 2007). Meski
membutuhkan kondisi aerob untuk berkembang biak, tetapi
bakteri memili ' potensi genetik dan kemampuan biokimiawi
untuk membe tuk enzim yang berperan dalam metabolisme
anaerob. Hal i menyebabkan bakteri mudah beradaptasi dengan
lingkungan dan mampu bertahan hidup dalam jangka waktu yang
sangat lama intuk menunggu kondisi optimum tercapai.
Perkembangbia an sel bakteri Mtb menghasilkan koloni dengan
reaksi biokimia khas (Hett; et.al., 2008).

2.2. Genome

ycobacterium tuberculosis

Dalam i tilah molekuler, definisi gen menjadi penting
karena karakte istik struktur molekuler spesies ditentukan oleh
10

gen. Secara umum, gen adalah sekuens asam nukleat yang
berperan untuk mengkode satu atau lebih produk protein. Terkait
dengan daerah coding yang biasa disebut ekson, definisi gen juga
termasuk daerah kontrol dan intron. Spesies bakteri (prokariot)
umumnya tidak memiliki daerah intron, dimana ekson tersusun
rapat sepanjang DNA genome sebagai daerah coding (Lodish,
etal., 2005; Watson, etal., 2002).
Studi genomik menyeluruh telah berhasil memetakan
secara komplit genome Mtb H37Rv yang terdiri dari 4.411.529
bp (NCBI Reference Sequence: NC_000962.2) dengan tipe
kromosom berbentuk sirkular yang dapat dilihat pada gambar 2.2.

DR

Gambar 2.2.Peta sirkular kromosom Mycobacterium tuberculosis
H37Rv dimana terlihat daerah conserved pada gen
tipe RNA (tRNA berwarna biru dan merah muda)
dan di daerah Direct Repeat ( kubus merah muda)
(Cole, et.al., 1998).

Penyusunan peta sirkular mampu menjelaskan keragaman
dari berbagai tipe Mtb yang ada. Istilah complex kemudian

11

muncul merujuk pada sejumlah galur dari genus Mycobacterium
yang memiliki arakteristik specimen klinis yang sulit untuk
dibedakan den an galur

Mtb.

Seluruh galur kemudian

dimasukkan dal m satu kelompok spesies yang disebut Mtb
complex (March tti, et.al., 1997).
Mtb comp ex pada awalnya terdiri dari sub spesies: M.
tuberculosis, M bovis, M bovis Bacille Calmette-Guerin (BCG),
M. africanum, M.microti

dan

Mtuberculosis subsp.caprae

subsp.nov. seper i terlihat pada gambar 2.3 (Costello, et.al., 1999;
van Der Zanden, 2002).
"Ancestor'
M. tuberculosis ( n = 10), M. africanum (n = 4)
Principal genetic group 1, 2, 3
R09
M. africanum (n = 1)
Principal group I
RD7, RD8 genetic
, _^^

RD10
RD5, RD6
RDI2, RD13
N-RD25

M. microti (n=7), seal bacillus (n=10), U. africanum(n=S)
Principal genetic group 1

1-* M. caprae (n = 10)
Principal genetic group 1

R D4
M. bovis (n= 16)
Principal genetic group t

Gambar 2.3. F' ogenetik Mtb complex yang diusulkan pertamakali
di ana setiap anggota spesies berasal dari nenek
m yang (ancestor) yang sama, dengan daerah di
se elah kiri menunjukkan wilayah delesi berulang
p a genome yang menjadi penanda untuk
m mbedakan setiap subspesies. http://bioweb.
u lax.edu/ bio203/s2007/millard ashl/ classification.
ht

12

Perkembangan penelitian kemudian menunjukkan adanya
subspesies barn yang memiliki sekuens gen yang berasal dari gen
nenek moyang (common ancestor) yang sama dengan Mtb
complex, yaitu M canettii, dan M pinnipedii (Somoskovi, et.al.,
2007) serta yang terbaru M smegmatis (Coros, et.al., 2008; Jain,
et. al; 2002). Pengenalan terhadap gen yang conserved terhadap
spesies Mtb complex yang akan diidentifikasi menjadi penting
dalam langkah pengembangan suatu metode diagnostik
molekuler untuk deteksi TB.

2.3. Uji Diagnostik Tuberkulosis Paru
Secara garis besar, WHO sudah menetapkan uji diagnostik
untuk kasus TB menggunakan pendekatan dua metode, yaitu
metode cara tidak langsung dan cara langsung (WHO, 2007).
Uji diagnostik cara tidak langsung

(Indirect Method)

ditujukan untuk mendeteksi reaksi antibodi serta reaksi biokimia
dari hospes terhadap infeksi bakteri Mtb

(Pratt, et.al., 2007;

Kobashi, et.al., 2009). Sedangkan uji diagnostik cara langsung
merupakan uji diagnostik yang ditujukan untuk mengidentifikasi
bakteri Mtb berikut komponen penyusunnya yang terdapat di
dalam tubuh hospes (Pai, et.al., 2006). Skema pada gambar 2.4.

13

dapat menggam rkan prinsip yang digunakan dalam penetapan
uji diagnostik ka is TB.

Diagnostik
Molekuler TB

Metode Lan sung

Metode tidak Langsung

Deteksi bak eri dan
komponenn a

Deteksi antibodi hospes

Konfirmasi PCR

Gambar 2 . 4. Ske a pembagian metode uji diagnostik molekuler
TB Modifikasi :
WH ,2007;http//new_diagnostik_modalities.TB.II
415 224.pdf.)

2.4. Uji Diagno ik Cara Langsung (Direct Method)
Beberapa c ntoh uji diagnostik cara langsung yang umum
digunakan untuk mendeteksi kasus TB adalah uji mikroskopis
BTA menggunak pewamaan spesifik, uji pertumbuhan bakteri
pads media kul r, uji phage dan uji identifikasi asam nukleat
oakteri.

14

2.5. Uji diagnostik molekuler

Loop-mediated isothermal

amplification (LAMP)

2.5.1. Metode amplifikasi asam nukleat
Metode

Loop-mediated Isothermal A mplification

(LAMP) merupakan metode uji diagnostik molekuler cara
langsung berdasarkan uji identifikasi asam nukleat bakteri yang
mulai dikembangkan pada tahun 1999 oleh Notomi,

et.al.

Pengembangan metode mengacu pada beberapa metode
amplifikasi asam nukleat sebelumnya yang efisien dan memiliki
kemudahan teknologi, yaitu dari metode: nucleic acid sequencebased amplification

(NASBA),

self-sustained sequence

replication (3SR), dan strand displacement amplification (SDA).
Metode NASBA dan 3SR menerapkan amplikasi asam nukleat
pada suhu tetap dengan teknik pemanfaatan set primer
transcription dan reverse transcription sementara metode SDA
juga meniadakan siklus denaturasi dengan memanfaatkan
penyediaan enzim restriksi dan substrat DNA. Ketiga metode
memungkinkan proses amplifikasi berlangsung tanpa perlu
menunggu suhu denaturasi serta dapat meniadakan instrument
thermocycler dalam pelaksanaan reaksi. Gabungan dari ketiga
mekanisme kerja ini kemudian menjadi prinsip kerja dari metode
LAMP.

15

2.5.2 Prinsip Ke 'a LAMP
Metode AMP merupakan metode modifikasi amplifikasi
PCR pada suhu etap dengan menggunakan empat sampai enam
pasang primer ari gen dengan sekuens highly conserved pada
spesies target. 1 rimer yang digunakan terdiri dari inner primer
(FIP = F1, F2), backward primer (BIP = B 1, B2), outer primer
(F3 dan B3) da untuk mempercepat reaksi dapat pula dengan
cara menamba an sekuens loop primer (loop F & B) (Notomi,
et.al., 2000; Na amine, et.al., Iwamoto, et.al., 2003; Poon, et.al.,
2005).
Primer AMP mencakup Forward Inner Primer (FIP),
yang terdiri dari aerah F2 (di bagian 3' ujung) yang merupakan
komplementer erah F2c serta daerah Flc di bagian 5' ujung
dari sekuens ya g sama, disebut primer FIP dan merupakan
gabungan dari p 'mer F2 dan F1. Forward Outer Primer, terdiri
dari daerah F3 yang merupakan komplementer daerah F3c,
dikenal juga de gan primer F3. Backward Inner Primer (BIP),
terdiri dari dae ah B2 (di bagian 3' ujung) yang merupakan
komplementer d erah B2c serta daerah B 1 c di bagian 5' ujung
dari sekuens yar g sama, disebut primer BIP. Backward Outer
Primer, terdiri ari daerah B3 yang merupakan komplementer

16

daerah B3c, disebut primer B3. Untuk mempercepat reaksi dapat
ditambahkan untai komplementari dari BIP-linked dan FIP-linked
untuk membentuk struktur stem-loops ( Loop-B dan Loop-F).
Struktur primer ini akan menjadi struktur awal pembentukan
siklus amplifikasi pada metode LAMP (Hase, et.al.,

2007;

EIKEN, 2007; Liang, et.al., 2009).
Teknik LAMP mengidentifikasi sekuens bakteri dengan
mekanisme rolling circle amplification (RCA) yang merupakan
metode gabungan dari multiplex PCR dan nested PCR, dimana
menggunakan minimal 2 set primer (multi primer) serta outer
primer (standard primer) dan inner primer (nested primer) serta
reagen amplifikasi yang sesuai (Kuboki, et.al., 2003; Rovira,
et.al., 2009; Thekisoe, et.al., 2009).
Prinsip untuk mendesain primer LAMP adalah memastikan
jarak daerah primer dari Ujung 5' di F2 ke daerah B2 sekitar 120180bp, dan jarak antara F2 dan F3 sebagaimana B2 dan B3
adalah 0-20bp. Jarak untuk daerah pembentuk loop (Ujung 5' di
F2 ke Ujung 3' di F1, dan Ujung 5' di B2 ke Ujung 3' di B1)
sebesar 40-60bp (EIKEN, 2007). Tahap-tahap pada prinsip kerja
LAMP dapat dilihat pada gambar 2.5.

17

F F, N, 1 1,

n I u: I I

15 F1 II

q I, a:, 11I'

IA

F!r l1c l'Ic III 112 11!
.I^ I U `1

I!, IN IIc BI B: B!
^ ^^ .ter. .^
,VirV. FI BI3N}

Dokumen yang terkait

Hematological scoring system(HSS)sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus

4 96 89

Pengaruh Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat untuk mencegah TB paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014

4 117 119

Proses Perencanaan Program Penanggulangan Penyakit TB paru di Kabupaten Langkat Tahun 2004

0 36 119

Hubungan antara karakteristik penderita dengan kepatuhan berobat pasien rawat jalan TB Paru di rumah sakit paru Jember Tahun 2005

0 5 102

Analisis performasi algoritma winnowing dan algoritma manber untuk deteksi kesamaan dokumen teks berbahasa Indonesia

27 75 99

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan TB paru dan MDR TB di Indonesia - Perbandingan Nilai Neutrofil Limfosit Rasio (NLR) pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Multi-Drug Resistant (MDR) TB di RSUP H. Adam Malik Medan

1 4 56

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis - Hematological scoring system(HSS)sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus

0 1 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan - Pengaruh Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat untuk mencegah TB paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014

0 0 33

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat untuk mencegah TB paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014

0 0 8

Menutup hidung dan mulut bila batuk dan bersin dapat mencegah penularan penyakit TB paru

0 0 16