BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis - Hematological scoring system(HSS)sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sepsis

  Sepsis menurut The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences (2002) adalah sindrom inflamasi respon sistemik (SIRS) dengan sangkaan

  15,16

  infeksi atau terbukti infeksi. Infeksi adalah tersangka atau terbukti infeksi atau sindrom klinis berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. SIRS adalah respon tubuh terhadap infeksi yang selanjutnya menjadi sepsis. Sepsis berat adalah sepsis disertai lebih dari atau sama dengan dua gangguan organ dan akan menjadi syok sepsis jika disertai gangguan kardiovaskular, apabila ditemukan penurunan fungsi organ hingga kegagalan homeostasis maka telah terjadi sindrom disfungsi organ multipel

  16

  (tabel.2.1.1). Sepsis pada neonatus adalah suatu sindrom klinis penyakit

  17,18 sistemik disertai bakterimia dalam satu bulan pertama kehidupan.

Tabel 2.1.1. The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences

  16 Infeksi Tersangka atau terbukti infeksi atau sindrom klinis berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi Sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS)

  2 dari 4 kriteria, 1 diantaranya harus suhu tubuh abnormal atau jumlah leukosit abnormal:

  1. Temperatur >38,5 C atau <36 C (rektum, kantong kemih, oral atau kateter sentral)

  2. Takikardia: rerata denyut jantung > 2SD diatas normal sesuai usainya tanpa stimuli eksternal, obat kronis atau rangsang nyeri ATAU Kenaikan denyut jantung persisten yang tidak bisa diterangkan dalam 0,5-4 jam ATAU Pada anak usia < dari 1 tahun, bradikardia persisten dalam 0,5 jam (rerata denyut jantung< persentil 10 untuk usainya tanpa rangsang vagus, obat beta-bloker atau penyakit jantung bawaan)

  3. Laju napas >2 SD diatas normal untuk usianya atau kebutuhan akut pemasangan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskular atau anestesi umum

  4. Jumlah leukosit meningkat atau menurun sesuai usianya (bukan sekunder karena kemoterapi) atau >10% neutrofil imatur Sepsis SIRS plus tersangka atau terbukti infeksi Sepsis berat Sepsis plus satu hal berikut ini :

1. Disfungsi organ kardiovaskuler, dengan definisi sebagai berikut :

   Walaupun telah mendapat cairan isotonis intravena lebih diatas

> 40 ml/ kgBB dalam 1 jam

 Hipotensi < persentil 5 untuk usianya atau tekanan darah sistol < 2 SD dibawah normal untuk usianya ATAU

   Memerlukan obat vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah ATAU

   2 dari hal berikut ini :

  • Asidosis metabolisme yang tidak bisa diterangkan : defisit basa > 5 Meq/L
  • Kadar laktat arteri meningkat diatas 2 kali batas normal
  • Oliguria, keluaran urin < 0.5 ml/kgBB/ jam
  • Beda suhu pusat dan perifer diatas 3 C

  2. Sindrom distres nafas akut (ARDS) dengan ditemukan rasio PaO2/ FiO2 ≤ 300 mmHg, infiltrat bilateral pada foto toraks dan tidak ada bukti gagal jantung kiri ATAU

  Sepsis plus ≥ 2 disfungsi organ (respirasi, ginjal, neurologi, hematologi atau hepar) Syok sepsis Sepsis plus disfungsi organ kardiovaskuler seperti tersebut diatas Sindrom disfungsi organ multipel ( MODS)

  Ditemukan penurunan fungsi organ sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi medis

2.2. Etiologi Sepsis

  Sepsis pada neonatus berdasarkan waktu terjadinya terdiri atas:

  a. Sepsis awitan dini Infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh transmisi dari ibu pada saat

  3,4,19,20

  proses kelahiran atau in utero. Mikroorganisme pada sepsis awitan dini berasal dari ibu ke bayi dan memiliki epidemiologi berbeda

  3 dengan yang didapat pada periode neonatus.

  b. Sepsis awitan lambat Infeksi yang terjadi lebih dari 72 jam. Mikroorganisme didapatkan setelah kelahiran, berasal dari lingkungan sekitar, paling sering disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi

  15,20 dirawat inap di rumah sakit.

  Penelitian di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia tahun 1999 didapati perbedaan pola kuman

  21

  sebagai penyebab sepsis. Kuman yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%)

  22

  dan E. coli (118%). Pada sepsis awitan dini sering ditemukan mikroorganisme Streptococcus Group B, E. coli, Haemophilus influenzae,

  

Coagulase-negative Staphylococcus, organisme yang tidak biasa seperti

  

Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, Streptococcus pneumonia,

dan Listeria monocytgenes. Pada sepsis awitan lambat adalah Coagulase-

negative Staphylococcus, E. Coli, Klebsiella sp, Enterobacter sp, Candida sp,

Malassezia fufur, Streptococcus Group B, Staphylococcus aureus, methicillin-

  5 resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan Staphylococcus epidermidis.

  Sepsis pada neonatus oleh karena infeksi nosokomial disebabkan oleh

  

Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Proteus,

23-25

  dan jamur. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus

  23,24

aureus. Penelitian di Medan tahun 2012 didapatkan jumlah kuman

  terbanyak berdasarkan hasil kultur darah neonatus dari tahun 2008 sampai 2010 adalah Staphylococus sp. Mikroorganisme penyebab kematian terbanyak adalah Enterobacter sp (45.5%). Penyebab sepsis pada neonatus terbanyak adalah bakteri gram negatif (60%) dengan angka penyebab

  26 kematian 81.1%.

2.3. Patofisiologi Sepsis

2.3.1. Hematopoesis Normal

  Pada keadaan normal, sistem hematopoesis mempunyai karakteristik berupa diferensiasi sel yang konstan untuk mempertahankan jumlah leukosit (sel

  27

  darah putih), trombosit dan eritrosit (sel darah merah). Seluruh sel darah berasal dari sel punca. Diferensiasi setiap sel berbeda-beda antara sel tidak

  28-30

  berinti (sel darah merah) dan sel berinti (sel darah putih). Semua sel berinti terdiri dari nukleus, sitoplasma yang terdiri dari organel, granulasi, dan vakuola. Setiap tingkatan kematangan sel, dibedakan dari stuktur kromatin nukleus, dimulai dari struktur retikular (mieloblast dan promielosit) kemudian nukleus berlobus (mielosit dan metamielosit) sampai struktur kromatin

  28,31 batang.

  Leukosit adalah salah satu sel darah yang merupakan produk dari proses hematopoesis. Leukosit terdiri atas fagosit dan limfosit. Fagosit terdiri dari granulosit dan monosit. Granulosit terdiri dari tiga jenis sel yaitu neutrofil,

  29

  eosinofil, dan basofil. Neutrofil mengalami enam tahap identifikasi morfologis dalam proses pematangan dari sel punca ke neutrofil tersegmentasi fungsional, yaitu: (1) mieloblast (2) promielosit (3) mielosit (4) metamielosit (5) batang atau granulosit tidak bersegmen dan (6) granulosit

  27,29 tersegmentasi atau neutrofil polimorfonuklear (gambar 2.3.1.1).

  

27

Gambar 2.3.1.1 Sistem hematopoesis

  Diferensiasi sel punca pada setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh

  28,32

  faktor lokal (lingkungan) dan faktor humoral. Pada hematopoesis pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag membutuhkan suatu

  27

  glikoprotein yaitu colony stimulating factor (CSF). Proliferasi dan diferensiasi neutrofil dan monosit dipengaruhi oleh interleukin 3 (IL-3) dan IL-6,

  

granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), macrophage

colony stimulating factor (M-CSF) dan granulocyte colony stimulating factor

29,30,33 (G-CSF).

2.3.2. Respon Imunitas Tubuh Terhadap Sepsis

  Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh akan menimbulkan respon terhadap imunitas tubuh berupa pengenalan terhadap antigen.

  33 Pengenalan antigen ini akan mengaktivasi toll-like receptor (TLR). TLR

  dapat mengenal antigen intraseluler dan ekstraseluler. Lipopolisakarida (endotoksin dari dinding sel bakteri) yang merupakan pathogen associated

  molecular patterns (PAMP) pada bakteri gram negatif akan berikatan dengan 33,34

  protein spesifik dalam plasma yaitu lipo binding protein (LPB). Kompleks lipopolisakarida-LPB akan berikatan dengan reseptor membran makrofag

  27,32,34 yaitu CD14 yang mempresentasikan lipopolisakarida kepada TLR4.

  

Lipotheichoic acid yang merupakan PAMP dari bakteri gram positif akan

  dipresentasikan pada TLR2. Pada keadaan infeksi bakteri gram negatif maupun gram positif akan terjadi peningkatan dari TLR2 dan TLR4 dan

  33 menjadi sinyal untuk mengaktivasi makrofag.

  Produksi sitokin dan kemokin merupakan respon dasar sistem imun terhadap masuknya organisme. Pada keadaan SIRS sitokin proinflamasi yang pertama kali muncul adalah IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-

  13 Peningkatan sitokin α) karena respon dari suhu tubuh yang meningkat.

  proinflamasi pada keadaan sepsis dalam 24 jam pertama adalah sitokin IL- 1β, IL-6, IL-8, IL-12, IL-18, interferon gamma (INF-ɤ), dan TNF-α. Pada neonatus akan memproduksi lebih sedikit IL-

  1β, IL-12, INF-ɤ, dan TNF-α daripada dewasa. Penurunan produksi sitokin karena penurunan produksi

  33 mediator intraseluler dari sinyal TLR termasuk faktor diferensiasi mieloid.

  Sitokin proinflamasi dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator inflamasi sekunder (nitrit oksida, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF),

  32

  prostaglandin), dan komplemen. Sitokin-sitokin tersebut akan mengaktifkan sel-sel stroma dan limfosit T untuk menghasilkan jumlah koloni yang

  28-30

  merangsang faktor dan meningkatkan produksi sel mieloid. Suatu mekanisme sistem imun yang menginduksi syok sepsis dimulai dari aktivasi makrofag kemudian migrasi leukosit dan terjadi pembentukan mikrotrombin pada endotel pembuluh darah, kemudian endotel pembuluh darah akan

  32,35 mengalami kerusakan dan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah.

  Kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan kerusakan organ ginjal, hati, paru-paru, jantung dan saraf pusat sehingga menginduksi

  13,31 syok sepsis.

  Komplemen adalah komponen imunitas bawaan yang memfasilitasi dalam membunuh bakteri melalui opsonisasi maupun secara langsung.

  Komplemen memiliki sifat kemotaksis atau anafilaksis yang meningkatkan agregasi leukosit dan permeabilitas pembuluh darah pada lokasi invasi bakteri. Komplemen akan mengaktifkan proses koagulasi, produksi sitokin

  

16,33

  proinflamasi, dan aktivasi leukosit. Pada neonatus terutama pada neonatus kurang bulan akan ditemukan penurunan kadar komplemen, fungsi

  33

  komplemen, dan rendahnya opsonisasi complement-mediated. Pengaktifan

  16 komplemen juga dapat menjadi penyebab vasodilasi pembuluh darah.

2.3.3. Perubahan Sistem Hematologi Pada Keadaan Sepsis

  Perubahan pada sistem hematologi dalam keadaan sepsis meliputi

  9 perubahan jumlah eritrosit, leukosit, trombosit serta morfologi sel darah.

  Neutrofil merupakan sel pertahanan tubuh non spesifik yang pertama kali mengatasi patogen dengan memfagosit, kemotaksis, dan membunuh

  31

  patogen tersebut. Produksi normal neutrofil matur memerlukan waktu

  32

  sekitar 14 hari dan lebih cepat pada keadaan stres dan infeksi. Pada keadaan infeksi maupun sepsis akan terjadi pelepasan neutrofil ke sirkulasi kemudian terjadi peningkatan jumlah neutrofil imatur dan leukosit sampai

  9,19,36 puluhan ribu dalam waktu singkat.

  Selain peningkatan jumlah leukosit, pada keadaan infeksi juga dapat terjadi penurunan jumlah leukosit. Penurunan jumlah leukosit khususnya PMN ini disebabkan karena peningkatan destruksi PMN setelah memfagositosis bakteri. Penurunan leukosit pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena sistem granulopoetik masih belum berkembang sempurna,

  37

  dimana akan ditemukan defisiensi GM-CSF. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yang terinfeksi akan menimbulkan respon neutrofil yang berbeda-beda. Penelitian di Michigan tahun 2006 didapati neutropenia pada BBLSR yang menderita sepsis dan neutropenia ini sering

  19 ditemukan pada infeksi bakteri gram negatif.

  Perubahan morfologi pada struktur kromatin sel neutrofil seperti granular toksik atau hipergranulasi dan vakuolisasi sitoplasma dapat terjadi pada keadaan sepsis dan berhubungan secara signifikan dengan bakteriemia, terutama bakteri gram negatif. Perubahan morfologi neutrofil terjadi karena stimulasi produksi neutrofil secara terus menerus dan waktu

  9

  pematangan neutrofil yang singkat didalam sumsum tulang. Perubahan neutrofil yang terjadi sejak infeksi seperti peningkatan jumlah neutrofil batang atau rasio batang dengan total neutrofil, dijumpai granular toksik, vakuolisasi,

  9,28 dapat membantu menegakkan diagnosis sepsis.

2.4. Faktor Risiko Sepsis

  Sepsis pada neonatus dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain.

  a. Faktor risiko ibu adalah sebagai berikut ini:

  1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan

  8 meningkat menjadi 4 kalinya.

  

8

  2. Infeksi kuman, parasit, virus dan demam (suhu axilla lebih dari

  18

  38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis , infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi

  25 perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

  8 3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

  25 4. Kehamilan multipel.

  8,25 5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

  26

  6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu

  b. Faktor risiko pada bayi adalah sebagai berikut ini:

  25

  1. Prematuritas dan berat lahir rendah

  8

  2. Asfiksia neonatorum

  3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang

  25

  mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan

  4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter

  8 intratorakal.

  5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli),

  25

  defek imun, atau asplenia

  c. Faktor risiko lain: Laki-laki empat kali lebih besar terinfeksi daripada perempuan, hal ini dapat terjadi kemungkinan adanya variasi pada fungsi sistem imun.

  Pemberian minuman yang tidak higienis merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Status sosial ekonomi yang rendah sering dilaporkan menjadi faktor risiko tambahan, hal ini mungkin dapat menyebabkan

  25 terjadinya berat badan lahir rendah.

2.5. Manifestasi Klinis Sepsis

  Pada saat mikroorganisme masuk kedalam tubuh, maka akan terjadi respon tubuh yaitu SIRS berupa suhu tubuh yang abnormal, jumlah leukosit

  15,26

  abnormal, takikardia, dan laju napas yang cepat. Manifestasi klinis sepsis yang dijumpai pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Pada neonatus tanda SIRS berdasarkan pada suhu tubuh

  15,38,39

  dan leukosit yang abnormal. Suhu tubuh yang tinggi ditemukan pada

  10% neonatus, namun lebih banyak ditemukan dengan suhu tubuh normal

  3,26,40 atau rendah.

  Sepsis pada neonatus dengan manifestasi dan fokus infeksi yang tidak spesifik. Pada neonatus dapat ditemukan ketidakstabilan suhu, hipotensi, perfusi yang buruk (sianosis, pucat, mottled), takikardia, bradikardia, apnu, distres pernapasan, iritabilitas, letargi, kejang, intoleransi minum, kuning, dan

  

13

  perdarahan (petechiae atau purpura). Pada neonatus dapat disangkaan

  5,41

  sepsis jika ditemukan tiga atau lebih kriteria berikut ini:

  a. Ketidakstabilan suhu, dimana hipotermia didefinisikan dengan

  o

  pengukuran suhu pada aksila kurang dari 36 C atau hipertermia

  o

  jika suhu aksila lebih dari 37.9 C.

  b. Gangguan gastrointestinal, ditemukan gejala muntah, perut distensi, buang air besar berdarah, peningkatan residu diet, intoleransi minum.

  c. Gangguan kardiovaskular, dijumpai takikardia persisten (denyut jantung lebih dari 180 kali per menit), bradikardia (denyut jantung kurang dari 80 kali per menit), perfusi jaringan yang buruk (capillary refill time lebih dari 3 detik), hipotensi penggunaan inotropik.

  d. Gangguan pernafasan, dijumpai takipnu (frekuensi nafas lebih dari 70 kali per menit), dijumpai retraksi pernafasan dan peningkatan kebutuhan oksigen dan kemungkinan apnu. e. Abnormalitas laboratotium dengan dijumpai metabolik asidosis, hiperglikemia atau hipoglikemia.

  f. Abnormalitas laboratorium hematologi dengan nilai leukositosis, leukopenia, peningkatan neutrofil imatur, atau trombositopenia.

2.6. Diagnosis Sepsis

  Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan penanda inflamasi, penanda infeksi sampai dengan kultur cairan steril tubuh (darah, urin, cerebral spinal

  

fluid) dapat menegakkan diagnosis sepsis. Baku emas menegakkan sepsis

5,9

  pada neonatus adalah kultur darah. Pertumbuhan 94% mikroorganisme pada kultur darah dapat ditemui dalam waktu 48 jam masa inkubasi. Sepsis dinyatakan bila ditemukan kultur darah yang positif yang berarti ditemukan

  25 bakteri pada biakan kultur darah.

2.6.1. Penanda Sepsis

  Pada keadaan tubuh yang dimasuki suatu antigen maka dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh dengan respon awal munculnya sitokin dan perubahan nilai beberapa parameter hematologi. Respon awal tubuh terhadap suatu peradangan adalah meningkatnya nilai sitokin dan TNF-

  α pada sirkulasi, dan dari beberapa sitokin yang terutama menjadi penanda

  14 fase akut adalah sitokin proinflamasi IL-6 dan IL-8 dan antiinflamasi IL-10.

  Penanda yang potensial suatu SIRS mengarah ke sepsis adalah nilai total

  14,15

  leukosit, CRP, prokalsitonin dan nilai dari IL-6. Penelitian di Latvia tahun

  2009 ditemukan nilai total leukosit, CRP, prokalsitonin, dan IL-6 meningkat secara signifikan pada anak dengan sepsis dibandingkan SIRS pada disaat

  38 pasien datang dengan SIRS.

  CRP adalah penanda inflamasi tidak spesifik yang diproduksi oleh hepar sebagai tanda dari suatu fase akut. CRP meningkat dalam 4 sampai 6 jam dan nilai mulai abnormal pada 24 jam setelah mikroorganisme masuk ke tubuh dan akan meningkat cepat 2 sampai 3 hari setelah infeksi kemudian

  31 tetap meningkat sampai infeksi teratasi dan perbaikan peradangan.

  Penelitian di India tahun 2010 mendapatkan bahwa CRP lebih dapat memperkirakan sepsis dini pada neonatus yang memiliki manifestasi klinis

  14

  (simptomatis) daripada asimptomatis. Pemeriksaan CRP akan lebih sensitif terhadap infeksi bakteri jika dikombinasikan dengan penanda inflamasi lainnya. Penelitian di German mendapatkan bahwa kombinasi CRP dan IL-8 lebih dapat digunakan dalam diagnosis dini infeksi bakteri pada bayi baru

  37 lahir dibandingkan dengan leukosit dan prokalsitonin.

  Prokalsitonin adalah suatu penanda sepsis spesifik yang merupakan prohormon kalsitonin. Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam. Pengukuran prokalsitonin secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh

  31 bakteri. Prokalsitonin akan meningkat seiring dengan perjalanan sepsis sampai syok sepsis. Peningkatan nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan reaksi inflamasi menurun dan

  5,31,41

  terjadi penyembuhan infeksi. Penelitian di Amerika yang menilai prokalsitonin sebagai diagnosis sepsis awitan lambat pada bayi berat lahir sangat rendah mendapatkan prokalsitonin dengan nilai 0.5 µg/ml lebih

  41

  sensitif daripada CRP pada sepsis awitan lambat. Prokalsitonin dikombinasikan dengan penanda sepsis lainnya seperti sitokin lebih efisien.

  Penelitian di Denmark tahun 2008 mendapatkan kombinasi IL-6 dan prokalsitonin dapat digunakan untuk skrining sepsis dini pada neonatus

  36 tersangka sepsis.

2.6.2. Alat Uji Diagnostik Hematological Scoring System (HSS)

  Pemeriksaan penanda awal infeksi seperti CRP masih sering

  14

  dilakukan, namun CRP kurang sensitif untuk diagnosis sepsis. Pemeriksaan sitokin dan prokalsitonin lebih sensitif untuk sepsis, namun memiliki harga

  36,41 yang mahal dan tidak semua fasilitas kesehatan menyediakannya.

  Penegakan diagnosis dini sepsis tanpa menunggu hasil kultur darah sangat diperlukan agar neonatus mendapatkan pengelolaan yang tepat, dengan alasan tersebut pada tahun 1988 Rodwell, dkk memformulasikan suatu sistem skoring sebagai alat uji diagnostik yang lebih sederhana untuk menegakkan diagnosis dini sepsis pada neonatus secara lebih cepat dan

  1,2,10

  akurat. Penilaian dengan sistem skoring dilakukan pada parameter hematologi melalui pemeriksaan hitung darah lengkap dan hapusan darah

  1

  tepi. Penelitian di Filipina tahun 2005 didapatkan bahwa suatu sistem skoring pada parameter hematologi neonatus dan ibu dan manifestasi klinis

  10

  mereka dapat memprediksi sepsis pada neonatus. Kombinasi antara skrining hematologi dan kultur darah memiliki sensitifitas yang tinggi pada

  37 skrining sepsis awitan dini.

  Pemeriksaan hitung darah lengkap dapat memprediksi sepsis dalam

  42

  72 jam pertama setelah kelahiran. Penilaian parameter hematologi berupa jumlah leukosit, neutrofil absolut, rasio neutrofil imatur dan matur, trombosit, granular toksik, dan vakuolisasi sitoplasma pada hapusan darah tepi dapat digunakan untuk menyederhanakan analisa darah lengkap pada diagnosis

  10-12,14

  dini sepsis. Penilaian pada leukosit, total neutrofil, atau neutrofil imatur

  7,11,12 lebih banyak digunakan untuk diagnosis infeksi bakteri.

  3 Pada neonatus nilai leukosit yang rendah (kurang dari 5000/mm ),

  neutrofil imatur yang tinggi, dan nilai hitung total neutrofil yang rendah dapat

  

2,5,10

  memprediksi sepsis pada neonatus. Penelitian di San Fransisco tahun 2012 pada neonatus usia dibawah 72 jam ditemukan rata-rata nilai leukosit rendah, neutrofil absolut rendah, dan neutrofil imatur yang tinggi pada bayi dengan kultur darah positif, namun tidak terdapat perbedaan pada nilai

  42 trombosit. Parameter hematologi dengan nilai trombosit yang rendah (kurang dari 100.000) atau trombositopenia juga berhubungan dengan sepsis pada

  2,5,22

  neonatus dan menunjukkan prognosis yang buruk. Penelitian di Durham

  3

  tahun 2012 didapatkan bahwa leukosit dibawah 5000/mm (area under curve (AUC) 0.668), neutrofil imatur dibandingkan total neutrofil diatas atau sama dengan 0.2 (AUC 0.686), trombosit dibawah 148.000/mm3 (AUC 0.586)

  43

  berhubungan signifikan dengan bakterimia. Penelitian di Saudi Arabia tahun 2011 mendapatkan bahwa trombositopenia, DIC, peningkatan prothrombine

  

time (PT) dan active partial thromboplastin time (aPTT) dapat digunakan

  44 sebagai indikator adanya bakterimia.

  Parameter hematologi berupa perbandingan PMN imatur ke total (rasio PMN I:T), perbandingan PMN imatur ke matur (rasio PMN I:M), dan perubahan degeneratif PMN, dan rasio PMN I:M merupakan pemeriksaan yang paling diandalkan pada diagnosis dini sepsis dan dapat dinilai melalui

  1,2

  sediaan hapusan darah tepi. Penelitian di Indonesia tahun 2003 mendapatkan rasio PMN I:T dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis

  12 pada neonatus, pada penelitian ini didapatkan nilai cut off sebesar 0.13.

  Penggunaan suatu alat uji diagnostik yaitu HSS yang meliputi tujuh parameter hematologi dapat meningkatkan keakuratan diagnostik dini

  1,2,23

  sepsis. Penelitian di Australia tahun 1988 melaporkan bahwa HSS dapat digunakan sebagai alat skrining sepsis dan telah distandarisasi secara

  1

  global. Penelitian di India tahun 2011 menyatakan bahwa HSS merupakan alat uji diagnostik yang sederhana, cepat, dan efektif untuk skrining sepsis

  3 pada neonatus.

  Parameter hematologi pada alat HSS adalah hitung total leukosit, hitung total PMN, hitung total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M, perubahan degeneratif PMN, dan hitung trombosit yang setiap parameter memiliki skor dan kemudian skor tersebut dijumlahkan dengan nilai antara 1

  1-3

  sampai 8. Semakin tinggi nilai skor HSS yang didapatkan maka semakin

  1,2,5

  besar kemungkinan untuk terbukti sepsis. Penelitian di Dhaka tahun 2010 menyatakan bahwa HSS dapat digunakan untuk membedakan bayi yang terinfeksi dan tidak terinfeksi dan HSS secara signifikan berhubungan dengan

  2

  sepsis. Penelitian di India tahun 2010 mendapatkan skor lebih atau sama dengan 4 menunjukkan lebih dapat digunakan sebagai skrining sepsis

  1,2 daripada parameter hematologi lainnya (Tabel.2.6.2.1).

  1 Tabel 2.6.2.1. Hematological Scoring System (HSS)

  Kriteria Abnormalitas Skor Hitung total leukosit ≤ 5000/µl 1

  ≥ 25.000, saat lahir 1 ≥ 30.000, 12-24 jam

  ≥ 21.000, hari kedua diruangan Hitung total PMN tidak ada PMN matur yang terlihat 2 meningkat/menurun 1 Hitung PMN imatur meningkat 1 Rasio PMN I:T meningkat 1 Rasio PMN I:M

  ≥ 0.3 1 Perubahan degeneratif PMN granular toksik/ vakuolisasi sitoplasma 1 Hitung trombosit ≤ 150.000/ µl 1

  nilai normal Hitung PMN : 1800-5400/µL Hitung PMN imatur : 600//µL Rasio PMN I:T : 0.12 Rasio PMN I:M : ≥ 0.3

2.8. Kerangka Konseptual

  

Miroorganisme

masuk ke tubuh

  Infeksi SIRS

  Faktor Risiko Ibu: Faktor Risiko Bayi: Ketuban pecah dini, Prematuritas, berat ketuban hijau, lahir rendah, infeksi, kurang bulan,

  Sepsis diresusitasi saat

  kehamilan multipel, lahir, asfiksia, sosial ekonomi prosedur invasif Faktor Risiko lain Jenis kelamin, status ekonomi, susu botol

  Perubahan hematologi CRP, IL-8, IL- Kultur darah

pada:Leukosit, neutrofil,

  6, IL-10, granular toksik, Procalcitonin vakuolisasi sitoplasma, trombosit

Gambar 2.8.1 Kerangka konseptual

  = yang diteliti