Hematological scoring system(HSS)sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus

(1)

TESIS

HEMATOLOGICAL SCORING SYSTEM (HSS) SEBAGAI ALAT UJI DIAGNOSTIK DINI SEPSIS PADA NEONATUS

FATHIA MEIRINA 097103007 /IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

Judul Penelitian :Hematological scoring system(HSS) sebagaialat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus

Nama : FATHIA MEIRINA

Nomor Induk Mahasiswa : 097103007

Program Magister : Magister Klinis

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. dr. Hj.Bidasari Lubis, SpA(K) Ketua

dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) Anggota

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K) Tanggal Lulus: 17 Januari 2014


(3)

Tanggal Lulus: 17 Januari 2014

PERNYATAAN

HEMATOLOGICAL SCORING SYSTEM (HSS)

SEBAGAIALAT UJI DIAGNOSTIK DINI SEPSIS PADA NEONATUS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 10 September 2013


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 17 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof. dr. Hj.Bidasari Lubis, SpA(K) ………

Anggota: 1. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ………

2. dr. Hj. Lily Irsa, SpA(K) ………

3.dr. Tina C. L. Tobing, SpA(K) ………


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) dan dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(6)

2. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) sebagai Kepala Divisi Neonatologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. dr. Hj. Lily Irsa, SpA(K), dr. Tina C. L. Tobing, SpA(K), Prof. dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, dan dr. Muhammad Ali, SpA(K) yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. dr. Nelly Rosdiana, SpA(K), dr. Selvi Nafianti, SpA(K), dr. Olga Rasiyanti Siregar, MKed(ped), SpA, dr. Emil Azlin, SpA(K), dr. Pertin Sianturi, SpA(K), dr. Bugis Mardina Lubis, SpA(K), dan dr. Beby Syofiani Hasibuan, Mked(ped), SpA yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

6. dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. 7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah


(7)

memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, dr. Rezqi Muliani, dr. Yasmin, dr. Yuli Safitri, dr. Paulina K. Bangun, Rezqi Fah Rany Nasution S.si dan teman PPDS Ilmu Kesehatan Anak yang lain terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis saya ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya dr. H. T. Bachtiar Panjaitan, SpPD dan dr. Hj. Nurhayati Hamid, SpA, mertua saya drg. H. Asmulian Dwi Djaya dan drg. Hj. Wan Fauziah, dan ayah mertua Prof.dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) atas do’a serta dukungan moril dan materil kepada saya yang tidak pernah putus. Terima kasih yang sangat besar saya sampaikan kepada suami saya tercinta dr. Fauriski Febrian Prapiska yang dengan segala pengertian dan bantuannya baik moril maupun materil membuat saya mampu menyelesaikan tesis ini, demikian juga buat anak-anak tercinta Fakhirah Izzati Fauriski dan Falihah Izzati Fauriski, juga buat kakak-kakak Maulidina, SP, MM, Dini Yulia, SKM, MARS, dr. Rachma Bachtiar, SpOG, Rahmi Yunita, Ssos, SE, Msi dan adik-adik dr. Fatwa Sitta,


(8)

Citra Dwi Fauriska, S.Psi, dan dr. Ratna Tri Riskiana yang selalu mendo’akan dan memberikan dorongan, serta membantu selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 10 September 2013


(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ii

Lembar Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi ix

Abstrak xvi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1. Tujuan Umum... 3

1.4.2. Tujuan Khusus ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sepsis ... 4

2.2 Etiologi Sepsis ... 6

2.3 Patofisiologi Sepsis ... 7

2.3.1. Hematopoesis Normal ... 7

2.3.2. Respon Imunitas Tubuh Terhadap Sepsis ... 9

2.3.3. Perubahan Sistem Hematologi Pada Keadaan Sepsis .... 11

2.4 Faktor Risiko Sepsis...12

2.5 Manifestasi Klinis Sepsis...14

2.6 Diagnosis Sepsis...15

2.6.1. Penanda Sepsis ... 16

2.6.2. Alat Uji Diagnostik Hematological Scoring System(HSS)..18

2.8 Kerangka Konseptual ... 22

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain ... 23

3.2 Tempat dan Waktu ... 23

3.3 Populasi dan Sampel ... 23

3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 23

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 24

3.5.1. Kriteria Inklusi... 24

3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 24

3.6 Persetujuan / Informed consent ... 25

3.7 Etika Penelitian ... 25


(10)

3.9 Identifikasi Variabel ... 29

3.10 Definisi Operasional ... 30

3.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 32

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 34

BAB 5. PEMBAHASAN ... 42

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

6.1. Kesimpulan ... 51

6.2. Saran ... 51

Ringkasan ... 52

Daftar Pustaka ... 56

Lampiran 1. Personil Penelitian ... 59

2. Biaya Penelitian ... 59

3. Jadwal Penelitian ... 60

4. Lembar Penjelasan kepada Orang Tua ... 61

5. Persetujuan Setelah Penjelasan ... 63

6. Data Pasien ... 64

7. Tabel skor Hematological scoring system (HSS) ... 65

8. Riwayat Hidup...66

9. Persetujuan Komite Etik ... 66


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.1. The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences 5 Tabel 2.6.2.1 Hematological Scoring System (HSS) 21

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 34

Tabel 4.2. Skor HSS pada neonatus terbukti sepsis 36

Tabel 4.3. Gambaran parameter hematologi 37

Tabel 4.4. Hematological Scoring System (HSS) 38 Tabel 4.5. Skor HSS, CRP, dan prokalsitonin terhadap kultur darah 39 Tabel.4.6. CRP dan prokalsitonin terhadap skor HSS 4 39


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3.1.1 Sistem Hematopoesis 8

Gambar 2.8.1 Kerangka Konseptual 22

Gambar 4.1. Kurva ROC skor HSS 4 40


(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

WHO : World Health Organisation PCT : Prokalsitonin

CRP : C Reaktif protein

% : Persen

HSS : Hematological scoring system

SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome ISDC : The International Sepsis Definition Conferences MRSA : Methicillin resistant Staphylococcus aureus

CSF : Colony stimulating factor

IL : Interleukin

GM-CSF : Granulocyte macrophage colony stimulating factor M-CSF : Macrophage colony stimulating factor

G-CSF : Granulocyte colony stimulating factor

TLR : Toll-like receptor

PAMP : Pathogen associated molecular patterns

LBP : Lipo binding protein

E.coli : Entamoeba Coli

INF-ɤ : Interferon gamma

TNF-α : Tumor necrosis factor-alpha


(14)

PMN : Polimorfonuklear

I:T : rasio imatur ke total

I:M : rasio imatur ke matur

RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik SGB : Streptoccocus Grup B

AUC : Area under curve

PT : Prothrombine time

aPTT : Partial Thomboplastin time

BBLR : Berat bayi lahir rendah

BBLSR : Berat bayi lahir sangat rendah

µl : mikro liter

mg/dL : milligram/desiliter mm3 : millimeter kubik

SPSS : Statistical Package for Social Science

NDN : Nilai duga negatif

NDP : Nilai duga positif

ROC : Receiver operating curve Pseudomonas sp : Pseudomonas species Klebsiella sp : Klebsiella species IK : Interval kepercayaan Enterobacter sp : Enterobacter species S. aureus : Staphylococcus aureus


(15)

S Epidermidis : Staphylococcus epidermidis n : jumlah subyek

Z : nilai baku normal

P : proporsi kejadian sepsis neonatus kDa : Kilo Dalton


(16)

ABSTRAK

Latar belakang. Sepsis penyebab kematian utama pada bayi sekitar 30% - 50% di negara berkembang. Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas, namun memerlukan waktu beberapa hari dan biaya mahal.

Hematological scoring system (HSS) yang terdiri dari parameter hematologi

(leukosit, polimorfonuklear (PMN), dan trombosit) dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis pada neonatus.

Tujuan. Untuk menentukan apakah HSS dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonates.

Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode

consecutive sampling. 40 neonatus tersangka sepsis di unit neonatologi

Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dilakukan pemeriksaan darah rutin, kultur darah dan sediaan hapusan darah tepi. Parameter hematologi dianalisa dengan HSS yang diformulasikan oleh Rodwell, dkk. Parameter hematologi terdiri dari total leukosit, total PMN, total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M, perubahan degeneratif, dan total trombosit. Nilai total menunjukkan skor HSS. Penelitian ini menggunakan tes uji diagnostik. Analisa statistik dengan menggunakan program komputer.

Hasil. Dari 40 neonatus, 10 neonatus mengalami sepsis berdasarkan hasil kultur darah. Penggunaan penilaian HSS, skor ≥ 4 mempunyai sensitivitas 80%, spesifisitas 90%, dengan nilai duga positif 73% dan nilai duga negatif 93%. dengan kurva ROC menunjukkan cut off point 0.902 (95%IK 0.803-0.1).

Kesimpulan. Skor HSS ≥ 4 dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.


(17)

ABSTRACT

Background. Sepsis was the leading cause of death in babies by 30%-50% in developing countries. Early diagnosis of neonatal sepsis was still a difficult problem because of clinical features were not specific. Blood culture was the gold standard, but it took several days and expensive. The hematological scoring system (HSS) consist of hematologic parameters (leucocyte, polymorphonuclear (PMN), degenerative changes, and platelet count) for early diagnosis of neonatal sepsis.

Objective. To determine whether HSS could be used as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.

Methods. A cross sectional study was conducted in March to Juny 2013. Samples were collected by consecutive sampling. Fourty neonates suspected sepsis in neonatology unit H. Adam Malik hospital underwent routine blood count, blood culture, peripheral blood smear. Each hematologic parameters were analysed using the HSS of Rodwell et al. The hematologic parameters were total leucocyte count, total PMN, total PMN immature, ratio PMN I:T, ratio PMN I:M, degenerative changes, and platelet count. The total value reveal score HSS. Diagnostic test was used in this study. Statistical analyses were conducted with computerized software.

Results. Ten of fourty neonates had sepsis based on blood culture. Using the values HSS, score ≥ 4 had sensitivity 80%, specificity 90%, with positive predictive value 73%, negative predictive value 93% and P<0.001, ROC curve showed cut off point 0.902 (95% CI 0.803-0.1).

Conclusion. Score HSS ≥ 4 can be use as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.


(18)

ABSTRAK

Latar belakang. Sepsis penyebab kematian utama pada bayi sekitar 30% - 50% di negara berkembang. Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas, namun memerlukan waktu beberapa hari dan biaya mahal.

Hematological scoring system (HSS) yang terdiri dari parameter hematologi

(leukosit, polimorfonuklear (PMN), dan trombosit) dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis pada neonatus.

Tujuan. Untuk menentukan apakah HSS dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonates.

Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode

consecutive sampling. 40 neonatus tersangka sepsis di unit neonatologi

Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dilakukan pemeriksaan darah rutin, kultur darah dan sediaan hapusan darah tepi. Parameter hematologi dianalisa dengan HSS yang diformulasikan oleh Rodwell, dkk. Parameter hematologi terdiri dari total leukosit, total PMN, total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M, perubahan degeneratif, dan total trombosit. Nilai total menunjukkan skor HSS. Penelitian ini menggunakan tes uji diagnostik. Analisa statistik dengan menggunakan program komputer.

Hasil. Dari 40 neonatus, 10 neonatus mengalami sepsis berdasarkan hasil kultur darah. Penggunaan penilaian HSS, skor ≥ 4 mempunyai sensitivitas 80%, spesifisitas 90%, dengan nilai duga positif 73% dan nilai duga negatif 93%. dengan kurva ROC menunjukkan cut off point 0.902 (95%IK 0.803-0.1).

Kesimpulan. Skor HSS ≥ 4 dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.


(19)

ABSTRACT

Background. Sepsis was the leading cause of death in babies by 30%-50% in developing countries. Early diagnosis of neonatal sepsis was still a difficult problem because of clinical features were not specific. Blood culture was the gold standard, but it took several days and expensive. The hematological scoring system (HSS) consist of hematologic parameters (leucocyte, polymorphonuclear (PMN), degenerative changes, and platelet count) for early diagnosis of neonatal sepsis.

Objective. To determine whether HSS could be used as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.

Methods. A cross sectional study was conducted in March to Juny 2013. Samples were collected by consecutive sampling. Fourty neonates suspected sepsis in neonatology unit H. Adam Malik hospital underwent routine blood count, blood culture, peripheral blood smear. Each hematologic parameters were analysed using the HSS of Rodwell et al. The hematologic parameters were total leucocyte count, total PMN, total PMN immature, ratio PMN I:T, ratio PMN I:M, degenerative changes, and platelet count. The total value reveal score HSS. Diagnostic test was used in this study. Statistical analyses were conducted with computerized software.

Results. Ten of fourty neonates had sepsis based on blood culture. Using the values HSS, score ≥ 4 had sensitivity 80%, specificity 90%, with positive predictive value 73%, negative predictive value 93% and P<0.001, ROC curve showed cut off point 0.902 (95% CI 0.803-0.1).

Conclusion. Score HSS ≥ 4 can be use as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.


(20)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penegakan diagnosis dini sepsis pada neonatus masih merupakan masalah karena gambaran klinis yang tidak spesifik.1-4 Sepsis dapat muncul saat dalam kandungan atau persalinan dan bermanifestasi dalam tiga hari (kurang dari 72 jam) pertama kehidupan.5,6 Infeksi bakteri pada bayi baru lahir merupakan penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas pada bayi.3,7

The Word Health organization (WHO) memperkirakan setiap tahun sebanyak 4 juta bayi baru lahir mengalami kematian pada periode neonatus diseluruh dunia.5 Insiden kematian neonatus di Amerika 1 dari 5 setiap 1000 kelahiran oleh karena infeksi. Pada negara berkembang kematian karena sepsis antara 11 sampai 68 setiap 1000 kelahiran dan 30% sampai 50% merupakan penyebab kematian utama pada bayi.2 Kejadian sepsis di Indonesia sebagai negara berkembang sebesar 8.7% sampai 30.29% dengan angka kematian 11.56% sampai 49.9%.8

Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan sepsis, namun memerlukan waktu beberapa hari, biaya mahal dan tidak semua fasilitas kesehatan mampu melakukannya.2,4,9 Parameter hematologi dan manifestasi klinis pada neonatus dapat memprediksi sepsis pada neonatus.1,10 Penelitian di Filipina tahun 2005 didapatkan bahwa suatu sistem skoring untuk memprediksi sepsis pada neonatus dapat dilihat dari hubungan


(21)

manifestasi klinis neonatus dan ibu bersamaan dengan parameter hematologi mereka.10

Penilaian setiap parameter hematologi dengan hematological scoring system (HSS) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dini sepsis pada neonatus.1-3,5 Penelitian di Australia tahun 1988 melaporkan bahwa HSS dapat digunakan sebagai alat skrining sepsis dan telah distandarisasi secara global.1 Penelitian di India tahun 2011 menyatakan bahwa HSS merupakan alat uji diagnostik yang sederhana, cepat, dan efektif untuk skrining sepsis pada neonatus.3 Parameter hematologi yang dapat digunakan dalam diagnosa dini sepsis adalah jumlah leukosit, neutrofil absolut, rasio neutrofil imatur dan matur, trombosit, laju endap darah, C- reactive protein (CRP), granular toksik, dan vakuolisasi sitoplasma pada hapusan darah tepi.9,11-14

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan: Apakah HSS dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.

1.3. Hipotesis


(22)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum : untuk mengetahui uji diagnostik HSS sebagai alat diagnostik dini sepsis.

1.4.2. Tujuan Khusus : dapat mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif HSS sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam upaya menegakkan diagnosis sepsis secara dini pada neonatus melalui skor HSS dan pemeriksaan kultur darah.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui cara menegakkan diagnosis sepsis yang akurat secara tepat, cepat dan ekonomis dengan menggunakan HSS, maka penderita sepsis dapat segera ditangani dengan cepat dan tepat dan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan untuk mengurangi mortalitas neonatus.

3. Di bidang pengembangan penelitian : sebagai titik tolak untuk penelitian lebih lanjut dalam menegakan diagnosis sepsis pada neonatus secara cepat dan tepat.


(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sepsis

Sepsis menurut The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences (2002) adalah sindrom inflamasi respon sistemik (SIRS) dengan sangkaan infeksi atau terbukti infeksi.15,16 Infeksi adalah tersangka atau terbukti infeksi atau sindrom klinis berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. SIRS adalah respon tubuh terhadap infeksi yang selanjutnya menjadi sepsis. Sepsis berat adalah sepsis disertai lebih dari atau sama dengan dua gangguan organ dan akan menjadi syok sepsis jika disertai gangguan kardiovaskular, apabila ditemukan penurunan fungsi organ hingga kegagalan homeostasis maka telah terjadi sindrom disfungsi organ multipel (tabel.2.1.1).16 Sepsis pada neonatus adalah suatu sindrom klinis penyakit sistemik disertai bakterimia dalam satu bulan pertama kehidupan.17,18


(24)

Tabel 2.1.1. The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences 16

Infeksi Tersangka atau terbukti infeksi atau sindrom klinis berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi

Sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS)

2 dari 4 kriteria, 1 diantaranya harus suhu tubuh abnormal atau jumlah leukosit abnormal:

1. Temperatur >38,50C atau <360C (rektum, kantong kemih, oral atau kateter sentral)

2. Takikardia: rerata denyut jantung > 2SD diatas normal sesuai usainya tanpa stimuli eksternal, obat kronis atau rangsang nyeri

ATAU

Kenaikan denyut jantung persisten yang tidak bisa diterangkan dalam 0,5-4 jam

ATAU

Pada anak usia < dari 1 tahun, bradikardia persisten dalam 0,5 jam (rerata denyut jantung< persentil 10 untuk usainya tanpa rangsang vagus, obat beta-bloker atau penyakit jantung bawaan)

3. Laju napas >2 SD diatas normal untuk usianya atau kebutuhan akut pemasangan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskular atau anestesi umum

4. Jumlah leukosit meningkat atau menurun sesuai usianya (bukan sekunder karena kemoterapi) atau >10% neutrofil imatur

Sepsis SIRS plus tersangka atau terbukti infeksi Sepsis berat Sepsis plus satu hal berikut ini :

1. Disfungsi organ kardiovaskuler, dengan definisi sebagai berikut :

 Walaupun telah mendapat cairan isotonis intravena lebih diatas > 40 ml/ kgBB dalam 1 jam

 Hipotensi < persentil 5 untuk usianya atau tekanan darah sistol < 2 SD dibawah normal untuk usianya

ATAU

 Memerlukan obat vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah

ATAU

 2 dari hal berikut ini :

- Asidosis metabolisme yang tidak bisa diterangkan : defisit basa > 5 Meq/L

- Kadar laktat arteri meningkat diatas 2 kali batas normal - Oliguria, keluaran urin < 0.5 ml/kgBB/ jam

- Beda suhu pusat dan perifer diatas 30C

2. Sindrom distres nafas akut (ARDS) dengan ditemukan rasio PaO2/ FiO2 ≤ 300 mmHg, infiltrat bilateral pada foto toraks dan tidak ada bukti gagal jantung kiri

ATAU

Sepsis plus ≥ 2 disfungsi organ (respirasi, ginjal, neurologi, hematologi atau hepar)

Syok sepsis Sepsis plus disfungsi organ kardiovaskuler seperti tersebut diatas Sindrom disfungsi

organ multipel ( MODS)

Ditemukan penurunan fungsi organ sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi medis


(25)

2.2. Etiologi Sepsis

Sepsis pada neonatus berdasarkan waktu terjadinya terdiri atas: a. Sepsis awitan dini

Infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh transmisi dari ibu pada saat proses kelahiran atau in utero.3,4,19,20 Mikroorganisme pada sepsis awitan dini berasal dari ibu ke bayi dan memiliki epidemiologi berbeda dengan yang didapat pada periode neonatus.3

b. Sepsis awitan lambat

Infeksi yang terjadi lebih dari 72 jam. Mikroorganisme didapatkan setelah kelahiran, berasal dari lingkungan sekitar, paling sering disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi dirawat inap di rumah sakit.15,20

Penelitian di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia tahun 1999 didapati perbedaan pola kuman sebagai penyebab sepsis.21 Kuman yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%)

dan E. coli (118%).22 Pada sepsis awitan dini sering ditemukan

mikroorganisme Streptococcus Group B, E. coli, Haemophilus influenzae,


(26)

Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, Streptococcus pneumonia,

dan Listeria monocytgenes. Pada sepsis awitan lambat adalah

Coagulase-negative Staphylococcus, E. Coli, Klebsiella sp, Enterobacter sp, Candida sp, Malassezia fufur, Streptococcus Group B, Staphylococcus aureus, methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan Staphylococcus epidermidis.5

Sepsis pada neonatus oleh karena infeksi nosokomial disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Proteus, dan jamur.23-25 Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus

aureus.23,24 Penelitian di Medan tahun 2012 didapatkan jumlah kuman

terbanyak berdasarkan hasil kultur darah neonatus dari tahun 2008 sampai 2010 adalah Staphylococus sp. Mikroorganisme penyebab kematian terbanyak adalah Enterobacter sp (45.5%). Penyebab sepsis pada neonatus terbanyak adalah bakteri gram negatif (60%) dengan angka penyebab kematian 81.1%.26

2.3. Patofisiologi Sepsis 2.3.1. Hematopoesis Normal

Pada keadaan normal, sistem hematopoesis mempunyai karakteristik berupa diferensiasi sel yang konstan untuk mempertahankan jumlah leukosit (sel darah putih), trombosit dan eritrosit (sel darah merah).27 Seluruh sel darah berasal dari sel punca. Diferensiasi setiap sel berbeda-beda antara sel tidak


(27)

berinti (sel darah merah) dan sel berinti (sel darah putih).28-30 Semua sel berintiterdiri dari nukleus, sitoplasma yang terdiri dari organel, granulasi, dan vakuola. Setiap tingkatan kematangan sel, dibedakan dari stuktur kromatin nukleus, dimulai dari struktur retikular (mieloblast dan promielosit) kemudian nukleus berlobus (mielosit dan metamielosit) sampai struktur kromatin batang.28,31

Leukosit adalah salah satu sel darah yang merupakan produk dari proses hematopoesis. Leukosit terdiri atas fagosit dan limfosit. Fagosit terdiri dari granulosit dan monosit. Granulosit terdiri dari tiga jenis sel yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.29 Neutrofil mengalami enam tahap identifikasi morfologis dalam proses pematangan dari sel punca ke neutrofil tersegmentasi fungsional, yaitu: (1) mieloblast (2) promielosit (3) mielosit (4) metamielosit (5) batang atau granulosit tidak bersegmen dan (6) granulosit tersegmentasi atau neutrofil polimorfonuklear (gambar 2.3.1.1).27,29


(28)

Gambar 2.3.1.1 Sistem hematopoesis27

Diferensiasi sel punca pada setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh faktor lokal (lingkungan) dan faktor humoral.28,32 Pada hematopoesis pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag membutuhkan suatu glikoprotein yaitu colony stimulating factor (CSF).27 Proliferasi dan diferensiasi neutrofil dan monosit dipengaruhi oleh interleukin 3 (IL-3) dan IL-6,

granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), macrophage

colony stimulating factor (M-CSF) dan granulocyte colony stimulating factor

(G-CSF).29,30,33

2.3.2. Respon Imunitas Tubuh Terhadap Sepsis

Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh akan menimbulkan respon terhadap imunitas tubuh berupa pengenalan terhadap antigen. Pengenalan antigen ini akan mengaktivasi toll-like receptor (TLR).33 TLR dapat mengenal antigen intraseluler dan ekstraseluler. Lipopolisakarida (endotoksin dari dinding sel bakteri) yang merupakan pathogen associated molecular patterns (PAMP) pada bakteri gram negatif akan berikatan dengan protein spesifik dalam plasma yaitu lipo binding protein (LPB).33,34 Kompleks lipopolisakarida-LPB akan berikatan dengan reseptor membran makrofag


(29)

yaitu CD14 yang mempresentasikan lipopolisakarida kepada TLR4.27,32,34 Lipotheichoic acid yang merupakan PAMP dari bakteri gram positif akan dipresentasikan pada TLR2. Pada keadaan infeksi bakteri gram negatif maupun gram positif akan terjadi peningkatan dari TLR2 dan TLR4 dan menjadi sinyal untuk mengaktivasi makrofag.33

Produksi sitokin dan kemokin merupakan respon dasar sistem imun terhadap masuknya organisme. Pada keadaan SIRS sitokin proinflamasi yang pertama kali muncul adalah IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) karena respon dari suhu tubuh yang meningkat.13 Peningkatan sitokin proinflamasi pada keadaan sepsis dalam 24 jam pertama adalah sitokin IL-1β, IL-6, IL-8, IL-12, IL-18, interferon gamma (INF-ɤ), dan TNF-α. Pada neonatus akan memproduksi lebih sedikit IL-1β, IL-12, INF-ɤ, dan TNF-α daripada dewasa. Penurunan produksi sitokin karena penurunan produksi mediator intraseluler dari sinyal TLR termasuk faktor diferensiasi mieloid.33 Sitokin proinflamasi dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator inflamasi sekunder (nitrit oksida, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen.32 Sitokin-sitokin tersebut akan mengaktifkan sel-sel stroma dan limfosit T untuk menghasilkan jumlah koloni yang merangsang faktor dan meningkatkan produksi sel mieloid.28-30 Suatu mekanisme sistem imun yang menginduksi syok sepsis dimulai dari aktivasi makrofag kemudian migrasi leukosit dan terjadi pembentukan mikrotrombin


(30)

pada endotel pembuluh darah, kemudian endotel pembuluh darah akan mengalami kerusakan dan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah.32,35 Kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan kerusakan organ ginjal, hati, paru-paru, jantung dan saraf pusat sehingga menginduksi syok sepsis.13,31

Komplemen adalah komponen imunitas bawaan yang memfasilitasi dalam membunuh bakteri melalui opsonisasi maupun secara langsung. Komplemen memiliki sifat kemotaksis atau anafilaksis yang meningkatkan agregasi leukosit dan permeabilitas pembuluh darah pada lokasi invasi bakteri. Komplemen akan mengaktifkan proses koagulasi, produksi sitokin proinflamasi, dan aktivasi leukosit.16,33 Pada neonatus terutama pada neonatus kurang bulan akan ditemukan penurunan kadar komplemen, fungsi komplemen, dan rendahnya opsonisasi complement-mediated.33 Pengaktifan komplemen juga dapat menjadi penyebab vasodilasi pembuluh darah.16

2.3.3. Perubahan Sistem Hematologi Pada Keadaan Sepsis

Perubahan pada sistem hematologi dalam keadaan sepsis meliputi perubahan jumlah eritrosit, leukosit, trombosit serta morfologi sel darah.9 Neutrofil merupakan sel pertahanan tubuh non spesifik yang pertama kali mengatasi patogen dengan memfagosit, kemotaksis, dan membunuh patogen tersebut.31 Produksi normal neutrofil matur memerlukan waktu sekitar 14 hari dan lebih cepat pada keadaan stres dan infeksi.32 Pada keadaan infeksi maupun sepsis akan terjadi pelepasan neutrofil ke sirkulasi


(31)

kemudian terjadi peningkatan jumlah neutrofil imatur dan leukosit sampai puluhan ribu dalam waktu singkat.9,19,36

Selain peningkatan jumlah leukosit, pada keadaan infeksi juga dapat terjadi penurunan jumlah leukosit. Penurunan jumlah leukosit khususnya PMN ini disebabkan karena peningkatan destruksi PMN setelah memfagositosis bakteri. Penurunan leukosit pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena sistem granulopoetik masih belum berkembang sempurna, dimana akan ditemukan defisiensi GM-CSF.37 Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yang terinfeksi akan menimbulkan respon neutrofil yang berbeda-beda. Penelitian di Michigan tahun 2006 didapati neutropenia pada BBLSR yang menderita sepsis dan neutropenia ini sering ditemukan pada infeksi bakteri gram negatif.19

Perubahan morfologi pada struktur kromatin sel neutrofil seperti granular toksik atau hipergranulasi dan vakuolisasi sitoplasma dapat terjadi pada keadaan sepsis dan berhubungan secara signifikan dengan bakteriemia, terutama bakteri gram negatif. Perubahan morfologi neutrofil terjadi karena stimulasi produksi neutrofil secara terus menerus dan waktu pematangan neutrofil yang singkat didalam sumsum tulang.9 Perubahan neutrofil yang terjadi sejak infeksi seperti peningkatan jumlah neutrofil batang atau rasio batang dengan total neutrofil, dijumpai granular toksik, vakuolisasi, dapat membantu menegakkan diagnosis sepsis.9,28


(32)

2.4. Faktor Risiko Sepsis

Sepsis pada neonatus dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain.

a. Faktor risiko ibu adalah sebagai berikut ini:

1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.8

2. Infeksi kuman, parasit, virus8 dan demam (suhu axilla lebih dari 38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis18, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.25

3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.8 4. Kehamilan multipel.25

5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.8,25 6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu26

b. Faktor risiko pada bayi adalah sebagai berikut ini: 1. Prematuritas dan berat lahir rendah25

2. Asfiksia neonatorum8

3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan25


(33)

4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal. 8

5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau asplenia 25

c. Faktor risiko lain:

Laki-laki empat kali lebih besar terinfeksi daripada perempuan, hal ini dapat terjadi kemungkinan adanya variasi pada fungsi sistem imun. Pemberian minuman yang tidak higienis merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Status sosial ekonomi yang rendah sering dilaporkan menjadi faktor risiko tambahan, hal ini mungkin dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah.25

2.5. Manifestasi Klinis Sepsis

Pada saat mikroorganisme masuk kedalam tubuh, maka akan terjadi respon tubuh yaitu SIRS berupa suhu tubuh yang abnormal, jumlah leukosit abnormal, takikardia, dan laju napas yang cepat.15,26 Manifestasi klinis sepsis yang dijumpai pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Pada neonatus tanda SIRS berdasarkan pada suhu tubuh dan leukosit yang abnormal.15,38,39 Suhu tubuh yang tinggi ditemukan pada


(34)

10% neonatus, namun lebih banyak ditemukan dengan suhu tubuh normal atau rendah.3,26,40

Sepsis pada neonatus dengan manifestasi dan fokus infeksi yang tidak spesifik. Pada neonatus dapat ditemukan ketidakstabilan suhu, hipotensi, perfusi yang buruk (sianosis, pucat, mottled), takikardia, bradikardia, apnu, distres pernapasan, iritabilitas, letargi, kejang, intoleransi minum, kuning, dan perdarahan (petechiae atau purpura).13 Pada neonatus dapat disangkaan sepsis jika ditemukan tiga atau lebih kriteria berikut ini:5,41

a. Ketidakstabilan suhu, dimana hipotermia didefinisikan dengan pengukuran suhu pada aksila kurang dari 36oC atau hipertermia jika suhu aksila lebih dari 37.9oC.

b. Gangguan gastrointestinal, ditemukan gejala muntah, perut distensi, buang air besar berdarah, peningkatan residu diet, intoleransi minum.

c. Gangguan kardiovaskular, dijumpai takikardia persisten (denyut jantung lebih dari 180 kali per menit), bradikardia (denyut jantung kurang dari 80 kali per menit), perfusi jaringan yang buruk (capillary refill time lebih dari 3 detik), hipotensi penggunaan inotropik.

d. Gangguan pernafasan, dijumpai takipnu (frekuensi nafas lebih dari 70 kali per menit), dijumpai retraksi pernafasan dan peningkatan kebutuhan oksigen dan kemungkinan apnu.


(35)

e. Abnormalitas laboratotium dengan dijumpai metabolik asidosis, hiperglikemia atau hipoglikemia.

f. Abnormalitas laboratorium hematologi dengan nilai leukositosis, leukopenia, peningkatan neutrofil imatur, atau trombositopenia.

2.6. Diagnosis Sepsis

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan penanda inflamasi, penanda infeksi sampai dengan kultur cairan steril tubuh (darah, urin, cerebral spinal fluid) dapat menegakkan diagnosis sepsis. Baku emas menegakkan sepsis pada neonatus adalah kultur darah.5,9 Pertumbuhan 94% mikroorganisme pada kultur darah dapat ditemui dalam waktu 48 jam masa inkubasi. Sepsis dinyatakan bila ditemukan kultur darah yang positif yang berarti ditemukan bakteri pada biakan kultur darah.25

2.6.1. Penanda Sepsis

Pada keadaan tubuh yang dimasuki suatu antigen maka dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh dengan respon awal munculnya sitokin dan perubahan nilai beberapa parameter hematologi. Respon awal tubuh terhadap suatu peradangan adalah meningkatnya nilai sitokin dan TNF-α pada sirkulasi, dan dari beberapa sitokin yang terutama menjadi penanda fase akut adalah sitokin proinflamasi IL-6 dan IL-8 dan antiinflamasi IL-10.14 Penanda yang potensial suatu SIRS mengarah ke sepsis adalah nilai total leukosit, CRP, prokalsitonin dan nilai dari IL-6.14,15 Penelitian di Latvia tahun


(36)

2009 ditemukan nilai total leukosit, CRP, prokalsitonin, dan IL-6 meningkat secara signifikan pada anak dengan sepsis dibandingkan SIRS pada disaat pasien datang dengan SIRS.38

CRP adalah penanda inflamasi tidak spesifik yang diproduksi oleh hepar sebagai tanda dari suatu fase akut. CRP meningkat dalam 4 sampai 6 jam dan nilai mulai abnormal pada 24 jam setelah mikroorganisme masuk ke tubuh dan akan meningkat cepat 2 sampai 3 hari setelah infeksi kemudian tetap meningkat sampai infeksi teratasi dan perbaikan peradangan.31 Penelitian di India tahun 2010 mendapatkan bahwa CRP lebih dapat memperkirakan sepsis dini pada neonatus yang memiliki manifestasi klinis (simptomatis) daripada asimptomatis.14 Pemeriksaan CRP akan lebih sensitif terhadap infeksi bakteri jika dikombinasikan dengan penanda inflamasi lainnya. Penelitian di German mendapatkan bahwa kombinasi CRP dan IL-8 lebih dapat digunakan dalam diagnosis dini infeksi bakteri pada bayi baru lahir dibandingkan dengan leukosit dan prokalsitonin.37

Prokalsitonin adalah suatu penanda sepsis spesifik yang merupakan prohormon kalsitonin. Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam. Pengukuran prokalsitonin secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri.31


(37)

Prokalsitonin akan meningkat seiring dengan perjalanan sepsis sampai syok sepsis. Peningkatan nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan reaksi inflamasi menurun dan terjadi penyembuhan infeksi.5,31,41 Penelitian di Amerika yang menilai prokalsitonin sebagai diagnosis sepsis awitan lambat pada bayi berat lahir sangat rendah mendapatkan prokalsitonin dengan nilai 0.5 µg/ml lebih sensitif daripada CRP pada sepsis awitan lambat.41 Prokalsitonin dikombinasikan dengan penanda sepsis lainnya seperti sitokin lebih efisien. Penelitian di Denmark tahun 2008 mendapatkan kombinasi IL-6 dan prokalsitonin dapat digunakan untuk skrining sepsis dini pada neonatus tersangka sepsis.36

2.6.2. Alat Uji Diagnostik Hematological Scoring System (HSS)

Pemeriksaan penanda awal infeksi seperti CRP masih sering dilakukan, namun CRP kurang sensitif untuk diagnosis sepsis.14 Pemeriksaan sitokin dan prokalsitonin lebih sensitif untuk sepsis, namun memiliki harga yang mahal dan tidak semua fasilitas kesehatan menyediakannya.36,41 Penegakan diagnosis dini sepsis tanpa menunggu hasil kultur darah sangat diperlukan agar neonatus mendapatkan pengelolaan yang tepat, dengan alasan tersebut pada tahun 1988 Rodwell, dkk memformulasikan suatu sistem skoring sebagai alat uji diagnostik yang lebih sederhana untuk


(38)

menegakkan diagnosis dini sepsis pada neonatus secara lebih cepat dan akurat.1,2,10 Penilaian dengan sistem skoring dilakukan pada parameter hematologi melalui pemeriksaan hitung darah lengkap dan hapusan darah tepi.1 Penelitian di Filipina tahun 2005 didapatkan bahwa suatu sistem skoring pada parameter hematologi neonatus dan ibu dan manifestasi klinis mereka dapat memprediksi sepsis pada neonatus.10 Kombinasi antara skrining hematologi dan kultur darah memiliki sensitifitas yang tinggi pada skrining sepsis awitan dini.37

Pemeriksaan hitung darah lengkap dapat memprediksi sepsis dalam 72 jam pertama setelah kelahiran.42 Penilaian parameter hematologi berupa jumlah leukosit, neutrofil absolut, rasio neutrofil imatur dan matur, trombosit, granular toksik, dan vakuolisasi sitoplasma pada hapusan darah tepi dapat digunakan untuk menyederhanakan analisa darah lengkap pada diagnosis dini sepsis.10-12,14 Penilaian pada leukosit, total neutrofil, atau neutrofil imatur lebih banyak digunakan untuk diagnosis infeksi bakteri.7,11,12

Pada neonatus nilai leukosit yang rendah (kurang dari 5000/mm3), neutrofil imatur yang tinggi, dan nilai hitung total neutrofil yang rendah dapat memprediksi sepsis pada neonatus.2,5,10 Penelitian di San Fransisco tahun 2012 pada neonatus usia dibawah 72 jam ditemukan rata-rata nilai leukosit rendah, neutrofil absolut rendah, dan neutrofil imatur yang tinggi pada bayi dengan kultur darah positif, namun tidak terdapat perbedaan pada nilai trombosit.42


(39)

Parameter hematologi dengan nilai trombosit yang rendah (kurang dari 100.000) atau trombositopenia juga berhubungan dengan sepsis pada neonatus dan menunjukkan prognosis yang buruk.2,5,22 Penelitian di Durham tahun 2012 didapatkan bahwa leukosit dibawah 5000/mm3 (area under curve (AUC) 0.668), neutrofil imatur dibandingkan total neutrofil diatas atau sama dengan 0.2 (AUC 0.686), trombosit dibawah 148.000/mm3 (AUC 0.586) berhubungan signifikan dengan bakterimia.43 Penelitian di Saudi Arabia tahun 2011 mendapatkan bahwa trombositopenia, DIC, peningkatan prothrombine

time (PT) dan active partial thromboplastin time (aPTT) dapat digunakan

sebagai indikator adanya bakterimia.44

Parameter hematologi berupa perbandingan PMN imatur ke total (rasio PMN I:T), perbandingan PMN imatur ke matur (rasio PMN I:M), dan perubahan degeneratif PMN, dan rasio PMN I:M merupakan pemeriksaan yang paling diandalkan pada diagnosis dini sepsis dan dapat dinilai melalui sediaan hapusan darah tepi.1,2 Penelitian di Indonesia tahun 2003 mendapatkan rasio PMN I:T dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis pada neonatus, pada penelitian ini didapatkan nilai cut off sebesar 0.13.12

Penggunaan suatu alat uji diagnostik yaitu HSS yang meliputi tujuh parameter hematologi dapat meningkatkan keakuratan diagnostik dini sepsis.1,2,23 Penelitian di Australia tahun 1988 melaporkan bahwa HSS dapat digunakan sebagai alat skrining sepsis dan telah distandarisasi secara global.1 Penelitian di India tahun 2011 menyatakan bahwa HSS merupakan


(40)

alat uji diagnostik yang sederhana, cepat, dan efektif untuk skrining sepsis pada neonatus.3

Parameter hematologi pada alat HSS adalah hitung total leukosit, hitung total PMN, hitung total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M, perubahan degeneratif PMN, dan hitung trombosit yang setiap parameter memiliki skor dan kemudian skor tersebut dijumlahkan dengan nilai antara 1 sampai 8.1-3 Semakin tinggi nilai skor HSS yang didapatkan maka semakin besar kemungkinan untuk terbukti sepsis.1,2,5 Penelitian di Dhaka tahun 2010 menyatakan bahwa HSS dapat digunakan untuk membedakan bayi yang terinfeksi dan tidak terinfeksi dan HSS secara signifikan berhubungan dengan sepsis.2 Penelitian di India tahun 2010 mendapatkan skor lebih atau sama dengan 4 menunjukkan lebih dapat digunakan sebagai skrining sepsis daripada parameter hematologi lainnya (Tabel.2.6.2.1).1,2

Tabel 2.6.2.1. Hematological Scoring System (HSS)1

Kriteria Abnormalitas Skor Hitung total leukosit ≤ 5000/µl 1 ≥ 25.000, saat lahir 1 ≥ 30.000, 12-24 jam


(41)

≥ 21.000, hari kedua diruangan

Hitung total PMN tidak ada PMN matur yang terlihat 2 meningkat/menurun 1 Hitung PMN imatur meningkat 1 Rasio PMN I:T meningkat 1 Rasio PMN I:M ≥ 0.3 1 Perubahan degeneratif PMN granular toksik/ vakuolisasi sitoplasma 1 Hitung trombosit ≤ 150.000/ µl 1 nilai normal

Hitung PMN : 1800-5400/µL Hitung PMN imatur : 600//µL Rasio PMN I:T : 0.12 Rasio PMN I:M : ≥ 0.3


(42)

Gambar 2.8.1 Kerangka konseptual = yang diteliti

Miroorganisme masuk ke tubuh

Faktor Risiko Ibu: Ketuban pecah dini, ketuban hijau,

infeksi, kurang bulan, kehamilan multipel, sosial ekonomi

Sepsis

Perubahan hematologi pada:Leukosit, neutrofil, granular toksik,

vakuolisasi sitoplasma, trombosit

Kultur darah

CRP, 8, IL-6, IL-10, Procalcitonin

Infeksi

Faktor Risiko lain Jenis kelamin, status ekonomi, susu botol

Faktor Risiko Bayi: Prematuritas, berat lahir rendah, diresusitasi saat lahir,asfiksia, prosedur invasif SIRS


(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan uji diagnostik untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif dari hematological scoring system (HSS) sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.

3.2. Tempat dan waktu

Penelitian ini dilakukan di unit rawat inap neonatologi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik selama 4 bulan mulai Maret sampai Juni 2013.

3.3. Populasi dan sampel

Populasi target adalah neonatus yang diduga mengalami sepsis. Populasi terjangkau adalah populasi target di unit neonatologi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik selama bulan Maret sampai Juni 2013. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan besar sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji diagnostik. Mengacu pada penelitian yang dilakukan Narasimha dan Kumar (tahun 2011) dengan sensitivitas yang diharapkan sebesar 91.6% dengan toleransi sebesar


(44)

10% maka sampel yang diperlukan adalah seperti perhitungan rumus sebagai berikut , yaitu:45

N = Z2 PQ d2 P = Sensitivitas = 0. 916 Q = 1 – P = 1 – 0.916 = 0.084

Z = nilai baku normal = 1.96 ( dengan interval kepercayaan 95% ) d = 0.916 ( 10% dari 91,6% )

Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel sebanyak 36 orang.

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Bayi usia 0 sampai 28 hari.

2. Neonatus didiagnosis dengan sangkaan sepsis berdasarkan manifestasi klinis dan faktor risiko ibu atau faktor risiko bayi.

3. Sampel darah diambil sebelum mendapat antibiotik atau mendapat antibiotik kurang dari 48 jam.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Bayi dengan anemia sebelum 24 jam. 2. Bayi dengan kelainan kongenital.


(45)

3.6. Persetujuan/informed consent

Semua sampel penelitian telah disetujui orang tua masing-masing setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemeriksaan darah.

3.7. Etika penellitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1. Sampel

1. Sampel dikumpulkan secara consecutive sampling.

2. Neonatus (usia 0 sampai 28 hari) yang didiagnosa dengan sangkaan sepsis oleh dokter spesialis anak.

3.8.2. Pengambilan sampel darah

1. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, dan hapusan darah tepi.

2. Pengambilan darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan kultur darahmelalui vena mediana cubiti atau vena femoralis dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering.

3. Pengambilan darah sebanyak 3cc dilakukan dengan menggunakan dispossible syringe 3cc untuk pemeriksaan darah lengkap.


(46)

Pengambilan darah untuk kultur darah sebanyak 1cc dengan dispossible syringe 1cc kemudian dimasukkan kedalam tabung.

4. Pengambilan darah untuk pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada saat bayi datang.

5. Pengambilan darah untuk kultur dilakukan pada pagi hari (pukul 10.00-12.00 WIB) sehingga jika bayi datang setelah pukul 10.00-12.00 WIB, maka darah akan diambil keesokan harinya.

6. Pengambilan darah untuk sediaan hapusan darah tepi dilakukan satu kali pengambilan pada waktu yang sama dengan petugas laboratorium Patologi Klinik atau Mikrobiologi atau jika pada waktu yang berbeda dilakukan dengan menusuk tumit bayi, kemudian dibuat hapusan darah di object glass.

7. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan oleh petugas laboratorium Patologi Klinik RS Haji Adam Malik Medan.

8. Pemeriksaan kultur darah dilakukan oleh petugas laboratorium Mikrobiologi RS Haji Adam Malik Medan.

9. Pengambilan hapusan darah tepi dilakukan oleh peneliti.

Cara Kerja pemeriksaan kultur darah (menurut Standart Operating Procedure. Instalasi Mikrobiologi RSUP. H.Adam malik, April 2009):

b. Darah dimasukkan ke dalam Bouillon dengan perbandingan 1 : 10, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.


(47)

c. Amati pertumbuhan kuman.

d. Jika tampak ada pertumbuhan kuman, lalu diinokulasikan pada agar darah Mc Conkey.

e. Khusus inokulasi pada agar darah, penggoresan pada media dilakukan secara menyilang di bagian tengah media agar darah, kemudian dibuat goresan sepanjang goresan pertama, dengan arah tegak lurus terhadap goresan pertama. Kemudian buat goresan tegak lurus terhadap goresan terakhir sampai media penanaman penuh. f. Inkubasi agar darah dan agar Mc Conkey pada suhu 370C selama 24

jam.

g. Hitung koloni yang tumbuh pada agar darah.

h. Koloni yang tumbuh pada agar darah (setelah hitung koloni) dan agar Mc Conkey dilakukan pewarnaan Gram.

i. Bakteri Gram (+) kokus dari koloni yang tumbuh pada agar darah dilanjutkan dengan uji katalase dan uji identifikasi dengan alat VITEK 2.

j. Bakteri Gram (-) batang dari koloni yang tumbuh pada agar Mc Conkey dilanjutkan dengan uji identifikasi bakteri dengan alat VITEK 2.

k. Hasil dapat diperoleh selama lebih kurang 1 minggu dari laboratorium Mikrobiologi RS Haji Adam malik Medan.


(48)

a. Pengambilan darah perifer yang dilakukan bersamaan dengan petugas laboratorium Patologi Klinik ataupun Mikrobilogi RSUP HAM dengan meneteskan 2-3 tetes darah dari dispossible syringe pada tiga object glass, jika pada waktu yang berbeda, pengambilan melalui tumit bayi, dengan tindakan aseptik terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Tumit bayi ditusuk dengan hemolet kecil kemudian darah diteteskan pada tiga object glass, kemudian dihapus pada object glass sehingga menjadi tipis lalu dikeringkan, kemudian difiksasi dengan metanol selama 5-10 menit, lalu dilakukan pewarnaan dengan giemsa.

b. Sediaan hapusan darah tepi yang sudah dicat dengan giemsa kemudian dibaca di bawah mikroskop binokuler dengan pembesaran 100 kali.

c. Dihitung total PMN, hitung total PMN imatur, rasio PMN imatur dan PMN total (rasio I:T), rasio PMN imatur dan PMN matur (rasio I:M), perubahan degeneratif PMN pada 3 slide kemudian dihitung rata-ratanya.

d. Pengambilan sediaan hapus darah dan pembacaan dilakukan oleh peneliti dan analis.


(49)

a. Hitung jumlah leukosit melalui hasil pemeriksaan darah lengkap. Jika Hitung total leukosit ≤ 5000/µl atau ≥ 25.000 saat lahir atau ≥ 30.000 pada 12-24 jam atau ≥ 21.000 pada hari kedua diruangan maka skor = 1.

b. Hitung total PMN jika tidak ada PMN matur yang terlihat maka skor = 2, jika meningkat/menurun maka skor = 1.

c. Hitung PMN imatur jika meningkat maka skor = 1. d. Rasio PMN I:T jika meningkat maka skor = 1. e. Rasio PMN I:M ≥ 0.3 maka skor = 1.

f. Ditemukannya perubahan degeneratif PMN berupa granular toksik atau vakuolisasi sitoplasma maka skor = 1.

g. Hitung trombosit ≤ 150.000/ µl maka skor = 1.

h. Semua skoring dijumlahkan sehingga didapatkan nilai skor mulai dari 1 sampai 8.

i. Penilaian skoring dilakukan satu kali pada setiap bayi dari hasil pemeriksaan darah lengkap dan hapusan darah tepi saat bayi datang. j. Skoring HSS dilakukan oleh peneliti.


(50)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas skala

HSS ordinal

Variabel tergantung skala

Kultur darah nominal

3.10. Definisi Operasional

1. Neonatus adalah bayi berusia 0 sampai 28 hari.

Pemeriksaan kultur darah,dan pemeriksaan leukosit, neutrofil imatur, neutrofil matur, granular toksik/vakuolisasi sitoplasma, trombosit

Skoring HSS bernilai dari 1 sampai 8

Kultur darah Positif : bila dijumpai pertumbuhan kuman dalam darah Sampel

(neonatus dengan sangkaan sepsis)

Penilaian hasil skor HSS dan hasil kultur darah


(51)

2. Sangkaan sepsis pada neonatus apabila memenuhi 3 atau lebih manifestasi klinis dengan faktor risiko ibu atau faktor risiko bayi, ataupun tanpa manifestasi klinis namun dijumpai faktor risiko ibu atau faktor risiko bayi. Diagnosa sangkaan sepsis ditegakkan oleh dokter spesialis anak konsultan neonatologi. Manifestasi klinis yang dapat ditemui sebagai berikut ini:

a. Gangguan minum, dimana dijumpai neonatus tidak mau minum atau menyusu.

b. Ketidakstabilan suhu, dimana hipotermia didefinisikan dengan pengukuran suhu pada axilla < 36oC atau hipertermia jika suhu axilla > 37.9oC.

c. Ikterus atau hiperbilirubinemia adalah dijumpai kuning pada neonatus dan dijumpai nilai bilrubin total lebih dari 1mg/dL dan bilirubin direct antara 0-0.2.

d. Gangguan gastrointestinal, ditemukan gejala muntah, perut distensi, buang air besar berdarah, peningkatan residu diet, intoleransi minum.

e. Gangguan kardiovaskular, dijumpai takikardia persisten (denyut jantung > 180x/menit), bradikardia (denyut jantung < 80 x/menit), perfusi jaringan yang buruk (capillary refill time ≥ 3 detik), hipotensi (tekanan darah sistolik < 50 mmHg untuk bayi


(52)

usia 1 hari dan tekanan darah sistolik < 65 mmHg untuk bayi 1 bulan).

f. Gangguan pernafasan, dijumpai takipnu (frekuensi nafas lebih dari 70x/menit), dijumpai retraksi pernafasan dan peningkatan kebutuhan oksigen dan kemungkinan apnu.

g. Hiperglikemia (kadar gula darah > 250 mg/dL) atau hipoglikemia (kadar gula darah < 45 mg/dL).

h. Gangguan neurologis, dijumpai letargis, penurunan kesadaran, kejang, merintih.

3. Faktor risiko sepsis dari ibu adalah dijumpai ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam, infeksi saat kehamilan (Infeksi bakteri, infeksi parasit, infeksi virus, korioamnionitis), demam (suhu

axilla lebih dari 38°C) pada masa peripartum, infeksi saluran kemih,

cairan ketuban hijau keruh dan berbau, kehamilan multipel, dan persalinan kurang bulan.

4. Faktor risiko sepsis pada bayi adalah prematuritas dan berat lahir rendah, asfiksia neonatorum, resusitasi pada saat kelahiran, mendapatkan prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus, pembedahan, dan akses vena sentral.

5. Kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosa sepsis. Kultur darah bertujuan untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada darah. Pemeriksaan kultur darah


(53)

dilakukan dengan automatic BACTEC method dan uji identifikasi kuman menggunakan alat VITEK 2 (standar JCI 2012).

6. Sepsis pada neonatus adalah bila dijumpai manifestasi klinis dan kultur darah positif (dijumpai pertumbuhan bakteri dalam darah).

7. Pemeriksaan darah lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai parameter hematologi sepsis berupa leukosit dan trombosit. 8. Pemeriksaan hapusan darah tepi adalah pemeriksaan yang dilakukan

untuk menilai parameter hematologi sepsis berupa total PMN, PMN imatur, PMN matur, dan perubahan degeneratif PMN.

9. HSS adalah suatu alat uji diagnostik yang bertujuan untuk diagnosis sepsis secara dini dengan melihat beberapa parameter hematologi yaitu jumlah leukosit, trombosit, total PMN (neutrofil imatur dan neutrofil segmen), hitung total PMN imatur (neutrofil batang, promielosit, mielosit, metamielosit), rasio PMN imatur ke total (rasio PMN I:T), rasio PMN imatur ke matur (rasio PMN I:M), dan perubahan degeneratif PMN yang dapat dinilai pada sediaan hapusan darah tepi dalam 100 lapangan pandang.

3.11. Pengolahan dan analisis data

Perbedaan kemampuan diagnostik sediaan hapus darah tepi dibandingkan dengan kultur darah dianalisis dengan tabel 2x2 dengan menghitung sensitivitas, spesifisitas dan nilai duga positif dan nilai duga negatif dengan interval


(54)

kepercayaan 95% dan P< 0.05. Untuk menentukan titik potong terbaik hasil uji diagnostik dibuat kurva ROC. Hubungan dua variabel yaitu HSS dan kultur darah dianalisa dengan Chi square (X2) atau uji Fisher exact. Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer.


(55)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di unit rawat inap Neonatologi RSUP H. Adam Malik Medan. Pada bulan Maret sampai Juni 2013 sebanyak 109 neonatus diduga mengalami sepsis neonatorum. Pada seluruh neonatus tersebut sebanyak 69 neonatus dieksklusikan karena sebanyak 58 neonatus dengan kelainan kongenital dan 11 neonatus telah menggunakan antibiotik lebih dari 48 jam. Pada 40 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi serta menjadi sampel penelitian dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kultur darah dan pengambilan hapusan darah tepi, kemudian dilakukan perhitungan skoring HSS.

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik neonatus Kultur darah positif n= 10

Kultur darah negatif n=30 Usia Gestasi, minggu, n (%)

Kurang bulan (<37 minggu) 5(50) 17(56.7)

Cukup bulan ( ≥37 minggu) 5(50) 13(43.3)

Jenis Kelamin

Laki-laki 7 (70) 19(63.3)

Perempuan 3(30) 11(36.7)

Berat Neonatus Lahir (gram)

1000-1499 2(20) 5(16.7)

1500-2499 5(50) 14(46.7)

≥ 2500 3(30) 11(36.6)

Manifestasi Klinis

Positif 10(100) 26(86.7)

Negatif 0(0) 4(13.3)

Faktor Risiko

Ibu dan Bayi 5(50) 14(46.7)


(56)

Pada tabel 4.1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian berupa usia gestasi, jenis kelamin, berat badan lahir, manifestasi klinis, dan faktor risiko ibu atau bayi. Pada 40 neonatus, ditemukan 10 neonatus (25%) terbukti sepsis (kultur darah positif) dan 30 neonatus (75%) tidak terbukti sepsis (kultur darah negatif). Responden sebagian besar dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu yaitu 5 neonatus (50%) pada kelompok terbukti sepsis dan 17 neonatus (56.7%) pada kelompok tidak terbukti sepsis.

Jenis kelamin kedua kelompok adalah mayoritas laki-laki dengan jumlah masing-masing 7 dan 19 neonatus. Berat badan lahir neonatus terbanyak pada kedua kelompok adalah 1000 - 1499 gram, dimana 5 neonatus (50%) pada kelompok kultur darah positif dan 14 neonatus (46.7%) pada kelompok kultur darah negatif. Neonatus dengan manifestasi klinis positif sebanyak 10 neonatus (100%) pada kelompok kultur darah positif dan 26 neonatus (86.7%) pada kelompok kultur darah negatif. Faktor risiko terbanyak adalah faktor risiko dari bayi dengan 5 neonatus (50%) pada kelompok kultur darah positif dan 16 neonatus (53.3%) pada kelompok kultur darah negatif. Pada 40 neonatus tersangka sepsis didapatkan neonatus datang pada usia 0 sampai 24 jam sebanyak 26 neonatus dan kurang dari 72 jam sebanyak 34 neonatus


(57)

Tabel 4.2. Skor HSS pada neonatus terbukti sepsis No Usia /

Gestasi (minggu)

Leukosit (103)

Trombosit (skor) Total PMN PMN imatur Rasio PMN I:T Rasio PMN I:M Perubahan degeneratif PMN Skor HSS 1 1 jam/

36-38

11.700 (0)

85.000 (1)

1 0 1 1 0 4

2 3 jam/ 34-36

17.400 (0)

167.000 (0)

1 1 1 0 0 3

3 17 jam/ 34-36

12.890 (0)

272.000 (0)

1 1 1 1 0 4

4 2 jam/ 38-40

17.290 (0)

328.000 (0)

1 1 1 0 0 3

5 5 hari/ 38-40

5.920 (0)

63.000 (1)

1 1 1 0 0 4

6 0.5 jam /40-42

4.650 (1)

94.000 (1)

1 1 1 1 0 6

7 2 hari/ 34-36

9.540 (0)

150.000 (1)

1 1 1 0 0 4

8 1 hari/ 34-36

24.370 (0)

429.000 (0)

1 1 1 1 0 4

9 1 hari/ 32-34

17.950 (0)

92.000 (1)

1 1 1 0 0 4

10 2 hari/ 38-40

2.400 (1)

253.000 (0)

1 1 1 1 0 5

PMN: Leukosit Polimorfonuklear I : T : Rasio imatur ke total I : M : Rasio imatur ke matur

Pada tabel 4.2 menunjukkan nilai skor HSS pada 10 neonatus yang terbukti sepsis (kultur darah positif). Skor HSS dengan nilai diatas atau sama dengan 4 sebanyak 8 neonatus dan nilai skor HSS dibawah 4 sebanyak 2 neonatus.


(58)

Tabel 4.3. Gambaran parameter hematologi Parameter Hematologi Kultur positif Kultur negatif Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) NDP (%) NDN (%) Total leukosit

skor = 0 8 27 20 90 40 77

skor = 1 2 3

Total PMN

skor = 0 0 5 100 20 29 100

skor = 1 10 25

PMN imatur

skor = 0 1 15 90 50 38 94

skor = 1 9 15

Rasio PMN I:T

skor = 0 0 17 100 57 43 100

skor = 1 10 13

Rasio PMN I:M

skor = 0 5 27 50 90 63 84

skor = 1 5 3

Perubahan degeneratif PMN

skor = 0 10 30 0 100 0 75

skor = 1 0 0

Trombosit

skor = 0 5 17 50 57 28 77

skor = 1 5 13

NDP: Nilai duga positif PMN: Leukosit Polimorfonuklear I : M : Rasio imatur ke matur NDN: Nilai duga negatif I : T : Rasio imatur ke total

Pada tabel 4.3 menunjukkan sensitivitas dan spesifitas pada setiap parameter hematologi. Nilai total PMN dan rasio PMN I:T memiliki sensitivitas tinggi yaitu 100%, sementara itu leukosit dan rasio PMN I:M memiliki spesifisitas tinggi yaitu 90%. Pada hasil tersebut, parameter yang paling baik dan rasional adalah rasio PMN I:T dimana memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 57% dengan nilai duga positif (NDP) 43% dan nilai duga negatif (NDN) 100%. Perubahan degeneratif PMN tidak ditemukan pada 40 neonatus.


(59)

Tabel 4.4. Hematology scoring system (HSS) Skor

HSS

Sensitivitas (%)

Spesifisitas (%)

NDP (%)

NDN (%)

Nilai P

≥2 100 20 29 100 0.307

≥3 100 53.3 42 100 0.003

≥4 80 90 73 93 0.001

≥5 20 96.7 67 78 0.149

≥6 10 100 100 77 0. 250

Pada tabel 4.4 adalah gambaran skor hematologi pada setiap penilaian parameter hematologi dengan menggunakan uji Chi square (X2) dan uji

Fisher exact untuk menentukan nilai cut off yang paling sesuai dengan

kepentingan klinis. Skor lebih atau sama dengan 4 pada HSS memiliki sensitivitas 80% (95% Interval kepercayaan (IK) 55%-100%), spesifisitas 90% (95%IK 79%-100%), NDP 73% (95%IK 46%-99%), NDN 93% (95%IK 84%-100%), dan nilai P < 0.001 (P< 0.05), sehingga skor lebih atau sama dengan 4 adalah nilai yang lebih rasional dan dapat dipercaya dalam diagnosa dini sepsis, namun nilai yang terbaik adalah skor HSS 4.


(60)

Tabel 4.5. Skor HSS 4, CRP, dan prokalsitonin terhadap kultur darah

Variabel Kultur darah Total Nilai

Positif Negatif P

Skor HSS

≥ 4 8 3 11 0.001

< 4 2 27 29

CRP

Positif 7 13 20 0.144

Negatif 3 17 20

Prokalsitonin

Positif 10 26 36 0.556

Negatif 0 4 4

Prokalsitonin positif : >0.05 µg/ml

Pada tabel 4.5 merupakan perbandingan antara hasil uji skor HSS 4, CRP, dan prokalsitonin terhadap kultur darah dengan menggunakan uji Chi square (X2) dan uji Fisher exact. Pada hasil tersebut menunjukkan bahwa skor HSS ≥ 4 lebih signifikan dalam diagnosa dini sepsis dibandingkan dengan CRP dan prokalsitonin dengan nilai P yang bermakna yaitu P < 0.001 (P < 0.05). Tabel 4.6. CRP dan prokalsitonin terhadap skor HSS 4

Variabel Skor HSS Total Nilai

≥ 4 <4 P

CRP

Positif 8 12 20 0.077

Negatif 3 17 20

Prokalsitonin

Positif 11 25 36 0.560

Negatif 0 4 4

Pada tabel 4.6. merupakan perbandingan hasil uji antara CRP dan prokalsitonin terhadap skor HSS 4 dengan menggunakan uji Chi square (X2) dan uji Fisher exact. Pada hasil tersebut menunjukkan bahwa CRP positif


(61)

dan prokalsitonin positif tidak signifikan untuk memperkirakan neonatus yang disangkakan sepsis memiliki skor HSS ≥ 4, dimana pada CRP terhadap skor HSS 4 memiliki nilai P < 0.077 dan pada prokalsitonin terhadap skor HSS 4 memiliki nilai P < 0.560.

Gambar 4.1. Kurva ROC skor HSS 4

Pada gambar 4.1 memperlihatkan kurva receiver operating characteristics (ROC) pada skor HSS 4 yang merupakan nilai tawar menawar antara


(62)

sensitivitas dan spesifisitas untuk mencari cut off point terbaik untuk suatu pemeriksaan. Luas area di bawah kurva (area under curve) (AUC)) pada skor HSS 4 di penelitian ini adalah 0.902 (95%IK 0.803-0.1 dan p < 0.001) dengan signifikansi 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa akurasi uji diagnostik ini sangat baik.


(63)

BBAB 5. PEMBAHASAN

Sepsis pada neonatus adalah sepsis yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis pada neonatus masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi sampai saat ini, terutama pada negara berkembang.2,7,8 Pada tahun 2008 sampai 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan ditemukan mortalitas sepsis pada neonatus sebesar 20%.26 Angka Mortalitas masih tinggi karena penegakan diagnosis dini sepsis pada neonatus masih menjadi masalah. Manifestasi klinis tidak spesifik pada neonatus dan memiliki diagnosis banding yang luas. Kultur darah merupakan baku emas dalam diagnosis sepsis pada neonatus, namun hasilnya didapatkan dalam beberapa hari, sementara itu sepsis dapat terjadi progresif dalam 24 jam dan pengelolaan yang terlambat akan memperburuk keadaan.4,9

Sejak tahun 1974 sampai saat ini dilakukan berbagai penelitian untuk menilai uji diagnostik pada berbagai parameter hematologi agar dapat digunakan sebagai alat bantu menegakkan diagnosis dini sepsis pada neonatus tanpa menunggu hasil kultur sehingga pengelolaan dan pengobatan yang kurang tepat dapat dihindari dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.1,10,16 Parameter hematologi seperti jumlah leukosit, trombosit, neutrofil absolut, rasio PMN I:M, rasio PMN I:T, trombosit, laju


(64)

endap darah, CRP, granular toksik, dan vakuolisasi sitoplasma pada hapusan darah tepi dapat digunakan dalam diagnosis dini sepsis pada neonatus.9-14

Pada penelitian ini dari 40 neonatus yang disangkakan sepsis didapatkan 10 neonatus terbukti sepsis berdasarkan hasil kultur darah yang positif. Neonatus yang terbukti sepsis lebih banyak ditemukan pada neonatus dengan berat lahir rendah yaitu sebanyak 7 neonatus (70%). Bakteri penyebab sepsis pada neonatus terbanyak adalah bakteri gram negatif (60%) dengan angka penyebab kematian sebesar 81.1%.26 Pada penelitian ini pertumbuhan bakteri pada 10 neonatus terdiri dari bakteri gram positif (Staphylococcus epidermidis, Enterococcus sp, dan Micrococcus) pada 3 neonatus (30%) dan bakteri gram negatif (E. Coli, Sphingomonas paucimobilis, Achromobacter denitrificans, Salmonella sp, Staphylococcus

haemolyticus, Ochrobactrum anthropi, dan Ralstonia mannitolilytica) pada 7

neonatus (70%).

Pada 40 neonatus sebanyak 36 neonatus datang dengan manifestasi klinis. Manifestasi klinis yang ditemukan adalah ketidakstabilan suhu (hipotermia atau hipertermia) sebanyak 36 neonatus (90%), gangguan neurologis (kejang dan letargi) sebanyak 27 neonatus (67%), gangguan pernafasan sebanyak 22 neonatus (55%), gangguan kardiovaskular sebanyak 16 neonatus (40%), hiperglikemia atau hipoglikemia sebanyak 9 neonatus (22.5%), dan ikterus atau hiperbilirubinemia sebanyak 3 neonatus (7.5%). Perbandingan antara hasil kultur terbukti sepsis hanya ditemukan


(65)

pada 10 neonatus sementara manifestasi klinis ditemukan pada hampir semua neonatus, sehingga tidak dapat disingkirkan kemungkinan terdapat kesulitan dalam pengambilan darah neonatus untuk pemeriksaan kultur darah.

Faktor risiko ibu dan bayi dijumpai pada semua neonatus yang terbukti sepsis. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa neonatus yang disangkakan sepsis adalah neonatus yang dijumpai manifestasi klinis dengan faktor risiko ibu atau bayi, ataupun tanpa manifestasi klinis namun dengan faktor risiko ibu atau bayi.25 Faktor risiko ibu tersebut adalah ketuban pecah dini, demam pada masa peripartum, cairan ketuban hijau keruh dan berbau, kehamilan multipel, persalinan kurang bulan. Faktor risiko bayi tersebut adalah prematuritas, berat lahir rendah, asfiksia neonatorum, resusitasi pada saat kelahiran, dan prosedur invasif kepada bayi.1,8

Faktor risiko lain yang berhubungan dengan sepsis pada neonatus adalah jenis kelamin laki-laki empat kali lebih besar terinfeksi daripada perempuan, pemberian minuman yang tidak higienis, dan status sosial ekonomi yang rendah karena dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah.25 Pada penelitian ini neonatus yang terbukti sepsis dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 7 neonatus (70%) dan perempuan sebanyak 3 neonatus (30%). Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko sepsis lainnya adalah jenis kelamin laki-laki.25


(66)

Pada penelitian ini neonatus datang pada usia 0 sampai 24 jam sebanyak 26 neonatus dan usia kurang dari 72 jam sebanyak 34 neonatus. Pada data tersebut menunjukkan bahwa neonatus dengan tersangka sepsis terbanyak datang kerumah sakit pada saat usia kurang dari 72 jam. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sepsis dapat terjadi segera dibawah 72 jam dengan yang disebut dengan sepsis awitan dini. Sepsis awitan dini terjadi saat perinatal atau saat proses kelahiran atau in utero (transmisi dari ibu).3,4,19,20 Pada penelitian ini sebanyak 6 neonatus disangkakan sepsis datang pada usia lebih dari 72 jam yang menandakan bahwa kemungkinan bayi tersebut mengalami sepsis awitan lambat, dimana pada teori menyatakan bahwa sepsis awitan lambat terjadi lebih dari 72 jam dengan penyebab yang didapat setelah kelahiran atau berasal dari lingkungan sekitar.15,16

Keadaan infeksi sampai sepsis dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh dengan respon awal berupa munculnya interleukin, sitokin, dan perubahan nilai beberapa parameter hematologi. Penanda laboratorium untuk peradangan adalah ditemukan nilai yang tinggi pada IL-6, IL-8 dan TNF-α pada sirkulasi.45 Penelitiaan di Latvia pada anak dengan SIRS didapatkan bahwa leukositosis atau leukopenia, CRP, prokalsitonin, dan IL-6 merupakan penanda sepsis pada pasien dengan SIRS.38 Pada penelitian ini dari 10 neonatus terbukti sepsis, 1 neonatus leukositosis (24.370/mm3) dan 1


(67)

neonatus leukopenia (2400/ mm3), dimana keduanya memiliki diagnosis neonatal pneumonia dengan sepsis.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa CRP tidak signifikan untuk menegakkan diagnosis dini sepsis dan memperkirakan neonatus memiliki skor HSS ≤ 4, hal ini dapat terjadi karena sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa CRP merupakan penanda awal peradangan karena meningkat dalam 4 sampai 6 jam dan nilai terus meningkat pada 24 jam setelah mikroorganisme masuk ke tubuh, namun CRP tidak spesifik terhadap infeksi karena CRP akan meningkat cepat 2 sampai 3 hari setelah antigen masuk dan tetap meningkat sampai infeksi teratasi dan perbaikan peradangan.31 Pemeriksaan CRP akan lebih sensitif terhadap infeksi bakteri jika dikombinasikan dengan pemeriksaan lainnya. Penelitian di German mendapatkan bahwa kombinasi CRP dan IL-8 lebih dapat digunakan dalam diagnosis dini infeksi bakteri pada bayi baru lahir dibandingkan dengan leukosit dan prokalsitonin.37

Pada penelitian ini penanda dini sepsis yaitu prokalsitonin positif dijumpai pada 36 neonatus (nilai > 0.05 µg/ml dianggap positif), tetapi memiliki nilai yang tidak signifikan terhadap neonatus terbukti sepsis, hal ini dapat terjadi karena prokalsitonin sudah mulai meningkat pada 2 jam pertama setelah rangsangan dari antigen, sehingga prokalsitonin positif pada neonatus yang masih mengalami infeksi namun belum mengalami sepsis. Prokalsitonin positif ditemukan pada neonatus dengan manifestasi klinis, hal


(68)

ini sesuai dengan teori yang menyebutkan prokalsitonin merupakan tanda awal mulai terjadi infeksi, SIRS, sepsis, sampai syok sepsis. Peningkatan nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan reaksi inflamasi menurun dan terjadi penyembuhan infeksi.5,31,41

Pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan pada 72 jam pertama setelah kelahiran dapat memprediksi sepsis pada bayi baru lahir karena respon awal tubuh terhadap infeksi.42 Parameter hematologi dengan sistem skoring dapat menyederhanakan analisa darah lengkap.1 Perubahan pada parameter hematologi seperti jumlah leukosit, total neutrofil, atau neutrofil imatur lebih sering digunakan untuk diagnosis infeksi bakteri.7,11,12 Pada neonatus apabila nilai leukosit kurang dari 5000/mm3, neutrofil imatur tinggi, dan nilai hitung total neutrofil yang rendah maka dapat diprediksi sepsis pada neonatus tersebut.2,5,10 Pada penelitian ini ditemukan pada 10 neonatus yang terbukti kultur positif dengan nilai total PMN tinggi, PMN imatur tinggi, dan rasio PMN I:T lebih dari 0.12. Hasil ini sesuai dengan penelitian di San Fransisco pada neonatus usia dibawah 72 jam ditemukan neutrofil imatur yang tinggi pada neonatus dengan kutur darah positif.42

Suatu alat uji diagnostik sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus secara lebih cepat, karena hasil kultur darah memerlukan waktu 3 sampai 5 hari.1,4 Pada penelitian ini menggunakan suatu alat uji diagnostik yang diformulasikan oleh Rodwell, dkk


(69)

pada tahun 1988 yaitu hematological scoring system (HSS) untuk menegakkan diagnosis dini sepsis pada neonatus.1 Parameter hematologi dalam HSS adalah jumlah leukosit, trombosit, total PMN, PMN imatur, rasio I:M, rasio I:T, dan perubahan degeneratif PMN (granular toksik dan vakuolisasi sitoplasma) pada hapusan darah tepi. Penilaian terhadap alat tersebut berdasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya di Australia,1 India,2,3 dan Filipina,10 yang mendapatkan bahwa HSS dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis pada neonatus.1-3,10

Penilaian skoring HSS yang terdiri dari tujuh parameter hematologi yaitu hitung total leukosit, hitung total PMN, hitung total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M, perubahan degeneratif PMN, dan hitung trombosit yang memiliki nilai skor 1 sampai 8. Pada penelitian ini didapatkan parameter hematologi berupa rasio PMN I:T memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 57% dengan NDP 43% dan NDN 100%, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Australia dan Durham yang mendapatkan nilai rasio I:T diatas sama dengan 0.2 dengan sensitivitas 100%,1,24 spesifisitas 50%, dan NDN 100%.1,43 Perubahan degeneratif PMN adalah ditemukan granular toksik atau vakuolisasi sitoplasma pada pemeriksaan hapusan darah tepi yang dapat dijumpai sejak terjadinya infeksi dan berhubungan signifikan dengan sepsis (bakteriemia). Perubahan degeneratif terjadi karena stimulasi produksi neutrofil secara terus menerus dan waktu pematangan neutrofil yang singkat didalam sumsum tulang.9 Pada penelitian ini perubahan degeneratif PMN


(1)

samping, kemungkinan yang terjadi adalah rasa nyeri pada saat pengambilan darah, bekas kemerahan pada daerah tusukan, dan infeksi, namun pemberian kapas alkohol sebelum dan sesudah pengambilan darah dapat mencegah infeksi dan mengurangi rasa nyeri, kemerahan akan menghilang dalam waktu 1 hari. Data akan dirahasiakan oleh peneliti. Segala komlikasi yang terjadi pada bayi serta biaya penelitian dan laboratorium ditanggung oleh saya sepenuhnya.

Jika Bapak / Ibu bersedia bayinya diambil darah, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. Apabila ada yang kurang jelas dapat menghubungi saya pada alamat dan nomor telepon yang tertera dibawah.

Hormat saya Peneliti,

Dr. Fathia Meirina

( Alamat: Jl. Beo no.70, Medan) (No. HP: 085260995199)


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Pekerjaan : ...

Alamat : ... Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan oleh dokter dan menyetujui bayi saya ikut serta dalam penelitian ini. Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan siapapun. Apabila dikemudian hari saya ingin mengundurkan diri, saya tidak akan dituntut apapun

Saksi Medan, 2013

__________________ _____________________


(3)

5. Data Pasien

Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK USU – RSHAM Medan Data pasien

Tanggal :

1. Nama Anak : BBL : Kg BBS: Kg 2. Tanggal Lahir : Umur : Jam/hari

3. Jenis Kelamin :

4. Urutan Anak dalam Keluarga :

5. Jumlah Saudara : orang 6. Alamat / Telp :

7. Orang tua : Ayah Ibu

Nama :

Umur :

Agama :

10. Pendidikan Terakhir : 11. Pekerjaan :

12. Keluhan utama saat masuk RS: 13. Gejala klinis :

14. Faktor risiko :

15. Hasil Laboratorium : Hb: Ht: Leu: Tromb: KGD: CRP: PCT:

Total PMN: PMN imatur: PMN matur Rasio I:T: Rasio I:M:

perubahan degeneratif PMN: 16. Kultur Darah :

17. Skoring HSS :


(4)

Hematological Scoring System (HSS)

Kriteria Abnormalitas Skor

Hitung total leukosit ≤ 5000/µl 1

≥ 25.000, saat lahir 1

≥ 30.000, 12-24 jam ≥ 21.000, hari kedua diruangan Hitung total PMN tidak ada PMN matur yang terlihat 2

meningkat/menurun 1

Hitung PMN imatur meningkat 1

Rasio PMN I:T meningkat 1

Rasio PMN I:M ≥ 0.3 1

Perubahan degeneratif PMN granular toksik/ vakuolisasi sitoplasma 1

Hitung trombosit ≤ 150.000/ µl 1 nilai normal

Hitung PMN : 1800-5400 Hitung PMN imatur : 600 Rasio PMN I:T : 0.12 Rasio PMN I:M : ≥ 0.3


(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : dr. Fathia Meirina

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 28 Mei 1984

Alamat : Jln. Beo no.70, Sei Sikambing B, Medan

Nama Orang Tua :

Ayah : dr. H. Bachtiar Panjaitan, SpPD Ibu : dr. Hj. Nurhayati Hamid, SpA Nama Suami : dr. Fauriski Febrian Prapiska

Nama Anak : Fakhirah Izzati Fauriski, Falihah Izzati Fauriski

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Swasta Harapan 2 Medan, tamat 1996 Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Medan, tamat tahun 1999 Sekolah Menengah Umum : SMU Plus Muhammadiyah, tamat tahun 2002 Dokter Umum : Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2008 Dokter Spesialis Anak : Fakultas Kedokteran USU Medan, masuk

Januari 2009

RIWAYAT PEKERJAAN : -

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. Lunch Symposia “Pentingnya Kenyamanan Saluran Cerna Bagi Bayi” di Medan, 18 Januari 2008, sebagai peserta.

2. Malam Klinik “The Role of Ganglioside in Brain Cell Connection & Memory Learning” di Medan, 9 Februari 2008, sebagai peserta.

3. Evidence-based Medicine Workshop di Medan, 14 – 16 Maret 2008, sebagai peserta.


(6)

4. Simposium “The Role of Probiotic and Antibiotic For Children” di Medan, 13 Juni 2009, sebagai peserta.

5. 4th Indonesian Pediatrics Society Annual Meeting di Medan, 22 – 24 Februari 2010, sebagai peserta.

6. PICU NICU Update di Medan, 15-17 Juni 2013, sebagai peserta