Produksi hormon asam indol-3-asetat oleh bakteri diazotrof endofitik dan aplikasinya pada tanaman kentang

PRODUKSI HORMON ASAM INDOL-3-ASETAT OLEH
BAKTERI DIAZOTROF ENDOFITIK DAN APLIKASINYA
PADA TANAMAN KENTANG

PINGKAN PATRICIA ISHWARI

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Produksi Hormon Asam Indol3-Asetat oleh Bakteri Diazotrof Endofitik dan Aplikasinya pada Tanaman
Kentang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.


Bogor, Januari 2006
Pingkan Patricia Ishwari

ABSTRAK

PINGKAN PATRICIA ISHWARI. Produksi Hormon Asam Indol-3-Asetat
oleh Bakteri Diazotrof Endofitik dan Aplikasinya pada Tanaman Kentang.
Dibimbing oleh NORMAN RAZIEF AZWAR dan RATIH DEWI HASTUTI.
Bakteri diazotrof endofitik adalah bakteri yang hidup di jaringan tanaman
dan menambat nitrogen. Inokulasi bakteri diazotrof endofitik dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melalui hormon tumbuh yang dihasilkannya, seperti asam
indol-3-asetat (AIA). Seleksi bakteri adalah dengan mengukur produksi AIA oleh
14 isolat bakteri diazotrof endofitik. Hasil seleksi didapat lima isolat dengan AIA
tertinggi (BBd1, BCr1.2, BPr2.3, KACP13, dan RIFCB2) dan satu isolat unggul
(APK2.4) yang kemudian diinokulasikan pada tanaman kentang (Solanum
tuberosum L. cv. Granola). Inokulasi dibedakan menjadi empat perlakuan: kultur
murni, supernatan, pelet, dan supernatan diotoklaf. Pembanding adalah AIA
sintetis dan blanko.
Hasil pengamatan menunjukkan AIA bakteri diazotrof endofitik dapat
memproduksi AIA dan juga meningkatkan pertumbuhan tanaman kentang.

Aplikasi supernatan BCr1.2 meningkatkan tinggi batang 23%; panjang akar 77%;
dan jumlah akar 167%. Aplikasi supernatan BPr2.3 meningkatkan tinggi batang
109% dan jumlah akar 283%. Aplikasi supernatan BBd1 meningkatkan tinggi
batang 5%; panjang akar 89% dan jumlah akar 150%. Aplikasi supernatan
KACP13 tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman. Supernatan yang diotoklaf
tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman karena AIA rusak jika dipanaskan.
Aplikasi kultur murni RIFCB2 meningkatkan tinggi batang 136%; panjang akar
69%; dan jumlah akar 33%. Aplikasi pelet isolat APK2.4 meningkatkan panjang
akar tanaman 130%. Isolat yang menunjukkan respon terbaik adalah BCr1.2
(supernatan) dan RIFCB2 (kultur murni) karena meningkatkan baik tinggi batang,
panjang, serta jumlah akar tanaman.

ABSTRACT
PINGKAN PATRICIA ISHWARI. Production of Indole-3-Acetic Acid
Hormone by Diazotroph Endophytic Bacteria and Its Application on Potato.
Under the direction of NORMAN RAZIEF AZWAR and RATIH DEWI
HASTUTI.
Diazotroph endophytic bacteria lives in plant tissues and fixes nitrogen.
Inoculation of diazotroph endophytic bacteria will increase plant growth by
producing plant growth substances, such as indole-3-acetic acid (IAA). Selection

of 14 isolate of diazotroph endophytic bacteria by measuring production of IAA.
Five isolates which produce the highest IAA (BBd1, BCr1.2, BPr2.3, KACP13,
and RIFCB2) and one prime isolate (APK2.4) were chosen to be inoculated on
potato (Solanum tuberosum L. cv. Granola). The inoculation was classified in four
treatment: pure culture, supernatant, autoclaved supernatant, and pellet. Synthetic
IAA and blank were used as reference.
The result showed that all the diazotroph endophytic bacteria produced IAA
and increased the plant growth. Application of BCr1.2 supernatant increased the
stem height 23%; length of root 77%; and number of root 167%. Application of
BPr2.3 supernatant increased the stem height 109%; and number of root 283%.
Application of BBd1 supernatant increased the stem height 5%; length of root
89%; and number of root 150%. Application of KACP13 supernatant could not
increase the growth of plant. Autoclaved supernatant could not increase the
growth of plant either because IAA is a non-autoclavable hormone. Application of
RIFCB2 pure culture increased the stem height 136%; length of root 69%; and
number of root 33%. Apliccation of APK2.4 pellet increased the length of root
130%.The best respond of potato explan was showed by BCr1.2 supernatant and
RIFCB2 pure culture because it increased the stem height, length of root, and
number of root.


PRODUKSI HORMON ASAM INDOL-3-ASETAT OLEH
BAKTERI DIAZOTROF ENDOFITIK DAN APLIKASINYA
PADA TANAMAN KENTANG

PINGKAN PATRICIA ISHWARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Skripsi : Produksi Hormon Asam Indol-3-Asetat oleh Bakteri Diazotrof
Endofitik dan Aplikasinya pada Tanaman Kentang
Nama

: Pingkan Patricia Ishwari
NIM
: G44101044

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H. Norman R. Azwar
Ketua

Ir. Ratih Dewi Hastuti, M.Sc.
Anggota

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999

Tanggal lulus :


Buat Mami dan Papi

Early bee
will produce more honey

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah hormon tumbuh tanaman dengan judul Produksi Hormon
Asam Indol-3-asetat oleh Bakteri Diazotrof Endofitik dan Aplikasinya pada
Tanaman Kentang. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2005 di
Laboratorium Mikrobiologi, Kelompok Peneliti Biologi Tanah, Balai Penelitian
Tanah, Cimanggu Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.H. Norman R.
Azwar dan Ibu Ir. Ratih Dewi Hastuti, M.Sc. selaku pembimbing; Dr. Rasti
Saraswati beserta staf Kelompok Peneliti Biologi Tanah; serta staf Laboratorium
Biologi Molekuler Tanaman Pusat Antar Universitas IPB. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Papi, Mami, Bang Hary, serta teman-teman atas

dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2006

Pingkan Patricia Ishwari

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Januari 1982 dari ayah Aloysius
Yoanes Kus Haryono dan ibu Doris Katrien Sondakh. Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor pada tahun 2001
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biokimia, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia
Dasar I pada tahun ajaran 2003/2004, asisten praktikum Kimia Organik untuk
Tingkat Persiapan Bersama pada tahun ajaran 2003/2004 dan tahun ajaran
2004/2005, asisten praktikum Kimia Dasar II pada tahun ajaran 2004/2005, serta
asisten praktikum Pendidikan Agama Kristen pada tahun ajaran 2004/2005. Pada

tahun 2004 penulis melaksanakan praktik kerja lapang di Laboratorium Penelitian
Kultur Jaringan Tanaman, Bidang Biologi Sel dan Jaringan, Pusat Penelitian
Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Penulis
juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen
(UKM PMK) IPB. Penulis dipercaya sebagai Penanggung Jawab Buletin pada
tahun 2002-2003, dan sebagai Wakil Koordinator Bidang Pelayanan Komisi
Literatur pada tahun 2003-2004. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai
kegiatan kepanitiaan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xi
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Diazotrof Endofitik .................................................................
Asam Indol-3-Asetat..............................................................................
Produksi Asam Indol-3-Asetat oleh Bakteri Diazotrof Endofitik..........
Pertumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) secara Kultur Jaringan


1
2
2
3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat....................................................................................... 4
Metode ................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi Bakteri ....................................................................................... 6
Penentuan Waktu Optimum Produksi AIA............................................ 6
Aplikasi Bakteri pada Tanaman Kentang .............................................. 8
SIMPULAN ......................................................................................................... 11
SARAN ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12
LAMPIRAN......................................................................................................... 14

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1

Struktur asam indol-3-asetat ............................................................................ 2

2

Biosintesis asam indol-3-asetat/AIA (Zakharova et al. 1999) ......................... 3

3

Tanaman kentang yang ditumbuhkan secara kultur jaringan........................... 4

4

Produksi AIA oleh isolat bakteri diazotrof endofitik...................................... 6

5

Pengukuran kandungan AIA biakan pada bakteri diazotrof endofitik yang
ditunjukkan oleh warna merah muda ............................................................... 6


6

Pengukuran konsentrasi AIA dan jumlah populasi bakteri isolat BCr1.2 ....... 7

7

Pengukuran konsentrasi AIA dan jumlah populasi bakteri isolat APK2.4 ...... 7

8

Pengukuran konsentrasi AIA dan jumlah populasi bakteri isolat KACP13 .... 7

9

Pengukuran konsentrasi AIA dan jumlah populasi bakteri isolat RIFCB2...... 7

10 Pengukuran konsentrasi AIA dan jumlah populasi bakteri isolat BBd1.......... 7
11 Pengukuran konsentrasi AIA dan jumlah populasi bakteri isolat BPr2.3........ 7
12 Pembentukan pelikel oleh bakteri diazotrof endofitik dalam medium
JNFb semi padat............................................................................................... 8
13 Pengaruh inokulasi terhadap pemanjangan batang eksplan kentang ............... 9
14 Pemanjangan akar oleh perlakuan penambahan supernatan BCr1.2 (atas) dan
supernatan BBd1 (bawah) ................................................................................ 9
15 Peningkatan jumlah akar oleh perlakuan penambahan supernatan BBd1 ....... 9

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Bakteri yang memproduksi auksin................................................................... 3

2

Isolat yang digunakan dalam penelitian........................................................... 4

3 Pengaruh aplikasi isolat APK2.4, BBd1, dan BCr1.2 terhadap pertumbuhan
tanaman kentang............................................................................................... 9
4

Peningkatan pertumbuhan tanaman setelah diinokulasi .................................. 11

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram alir pengukuran AIA ......................................................................... 15

2

Diagram alir penelitian..................................................................................... 16

3

Komposisi medium .......................................................................................... 17

4

Data pengukuran konsentrasi AIA bakteri diazotrof endofitik ........................ 19

5

Data pengukuran konsentrasi AIA dan populasi bakteri.................................. 20

6

Tabel analisis varians ....................................................................................... 22

1

PENDAHULUAN
Indonesia terkenal sebagai negara agraris
dengan sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian pokok sebagai petani. Berbagai
usaha dilakukan untuk meningkatkan produksi
pertanian, salah satu di antaranya adalah
pemanfaatan lahan pertanian secara optimal
dengan
mempergunakan pupuk sebagai
penambah kesuburan tanaman. Penggunaan
pupuk sintetis bertujuan meningkatkan
kandungan hara tanah yang umumnya berupa
hara makro seperti N, P, K, C, dan lain-lain.
Akan tetapi pemberian pupuk sintetis yang
berlebih dapat menimbulkan efek samping
seperti kerusakan tanah akibat terjadi
ketidakseimbangan hara dalam tanah dan
menurunkan kualitas tanaman.
Salah satu cara mencegah terjadinya
kerusakan tanah akibat penggunaan pupuk
sintetis adalah dengan memanfaatkan pupuk
hayati. Pupuk hayati merupakan organisme
yang ditambahkan ke dalam tanah yang
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Organisme yang ditambahkan umumnya
berupa mikroba (mikroorganisme) seperti
bakteri
penyubur
tanah,
cendawan,
actinomycetes,
dan
lainnya.
Prinsip
penggunaan pupuk hayati berdasarkan
kemampuan
mikroorganisme
tersebut
menghasilkan
senyawa
yang
dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman, atau
senyawa yang dapat membunuh bakteri
patogen tanah (Tien et al. 1979, Kloepper et
al. 1980, Kloepper 1983).
Bakteri endofitik adalah bakteri yang
diketahui hidup dan berkembang biak di
dalam jaringan tanaman namun tidak bersifat
parasit terhadap tanaman. Jenis bakteri
endofitik yang telah dilaporkan mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman sering
disebut
Plant
Growth
Promoting
Rhizobacteria (PGPR) yang terdiri atas genus
Rhizobium,
Azotobacter,
Azospirillum,
Bacillus,
Arthrobacter,
Bacterium,
Mycobacterium, dan Pseudomonas (Tien et al.
1979; Kloepper et al. 1980; Kloepper 1983;
Schroth & Weinhold 1986; Biswas et al.
2000). Mekanisme PGPR meningkatkan
pertumbuhan dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan menginduksi pertumbuhan atau
sebagai kontrol biologis.
Peningkatan pertumbuhan tanaman dapat
terjadi
ketika
suatu
rhizobakterium
memproduksi metabolit yang secara langsung
meningkatkan pertumbuhan tanaman (Tien et
al. 1979; Schroth & Weinhold 1986;
Zakharova et al. 1999; Maor et al. 2004).

Metabolit yang dihasilkan dapat berupa
fitohormon, antibiotik, siderofor, sianida, dan
lain sebagainya. Fitohormon atau hormon
tumbuh yang diproduksi dapat berupa auksin,
giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
asam indol asetat (AIA) yang dihasilkan oleh
beberapa bakteri diazotrof endofitik dan
mengamati
pengaruhnya
terhadap
pertumbuhan
tanaman
kentang
yang
ditumbuhkan pada media agar.
Hipotesis penelitian ini adalah bakteri
diazotrof endofitik mampu menghasilkan
hormon asam indol asetat (AIA) yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman kentang.
Manfaat penelitian ini adalah menemukan
fungsi lain dari beberapa isolat bakteri
diazotrof endofitik penambat nitrogen dan
mencari alternatif penggunaan zat pengatur
tumbuh yang murah dan efisien.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Kelompok Peneliti Biologi
Tanah, Balai Penelitian Tanah, dimulai dari
bulan April sampai November 2005.

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Diazotrof Endofitik
Bakteri diazotrof adalah kelompok bakteri
yang memperoleh energi dengan menambat
nitrogen, sedangkan bakteri endofitik adalah
bakteri yang hidupnya berkoloni di dalam
jaringan tanaman (Ladha & Reddy 2000).
Bakteri diazotrof endofitik dapat diartikan
sebagai bakteri yang berkoloni di dalam
jaringan tanaman dan menambat nitrogen.
Bakteri diazotrof endofitik umum dijumpai
pada akar dan batang, namun ada juga yang
ditemukan hidup di daun (Ladha & Reddy
2000). Kelompok bakteri yang hidup di
daerah perakaran dan mengkolonisasi akar
disebut sebagai rhizobakteri (Schroth &
Hancock 1982, diacu dalam Kloepper 1992).
Golongan bakteri yang mengkolonisasi akar
dan menimbulkan peningkatan pertumbuhan
tanaman disebut dengan Plant GrowthPromoting Rhizobacteria/PGPR (Kloepper et
al. 1980).
Distribusi dan jumlah populasi bakteri
pada sistem perakaran tanaman dapat
menimbulkan sejumlah perubahan dalam
komposisi mikroflora daerah perakaran.
Kehadiran bakteri tersebut dapat membantu
menurunkan populasi fungi patogen yang
disebabkan adanya kompetisi terhadap
ketersediaan nutrisi. Kehadiran bakteri

2

diazotrof endofitik di jaringan tanaman juga
memberikan keuntungan bagi pertumbuhan
tanaman dengan memproduksi hormon
tumbuh. Kondisi ini dapat terjadi jika bakteri
tersebut mampu mengkolonisasi akar ataupun
hanya sebagai mikroorganisme saprofit pada
permukaan akar (Schroth & Weinhold 1986).
Keadaan ini ditunjukkan dari beberapa
penelitian seperti kemampuan Acetobacter
diazotrophicus dan Herbaspirillum spp. yang
hidup di batang dan daun tebu untuk
menambat nitrogen dari udara (Ladha &
Reddy 2000). Azospirillum brasilense mampu
memproduksi
auksin,
giberelin,
dan
memperbanyak jumlah akar rambut di
permukaan akar pearl millet/Pennisetum
americanum L. (Tien et al. 1979).
Asam Indol-3-Asetat
Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan
senyawaan organik yang mempengaruhi
proses fisiologis pada tumbuhan dengan
konsentrasi yang sangat rendah. Jika ZPT
diproduksi secara endogen oleh tumbuhan
sering
disebut
fitohormon
(hormon
tumbuhan), sedangkan ZPT mencakup
senyawa-senyawa yang terbentuk baik secara
sintetis maupun alami. Nickell (1982) dalam
Arshad
&
Frankenberger
(1992)
mendefinisikan ZPT sebagai senyawa alami
maupun sintetis yang digunakan langsung
pada tumbuhan untuk mengubah proses
metabolisme ataupun strukturnya untuk
memperbaiki kualitas, meningkatkan hasil,
atau mempercepat panen. Fitohormon
endogen
mencakup
auksin,
giberelin,
sitokinin, etilen, dan asam absisat (Thimann
1974; Arshad & Frankenberger 1992).
Kata auksin berasal dari bahasa Yunani
auxein yang berarti tumbuh. Auksin
merupakan istilah yang mewakili segolongan
senyawa
yang
dicirikan
melalui
kemampuannya menginduksi pemanjangan
batang pada wilayah sub apikal (Weerasooriya
2005). Auksin tidak hanya mempengaruhi
proses pemanjangan batang saja, begitu juga
dengan pertumbuhan bagian tanaman lainnya,
namun pemanjangan batang adalah yang
terutama. Auksin biasanya berupa senyawa
asam dengan turunannya. Auksin alami yang
sering ditemui adalah asam indol-3asetat/AIA (Gambar 1).
AIA pertama kali ditemukan di dalam urin
manusia. Sejak itu banyak peneliti
melaporkan penemuan AIA di berbagai
tanaman (Thimann 1974; Kawaguchi &
Syōno 1996). AIA eksogen juga dapat

disintesis oleh sejumlah spesies non tumbuhan
meliputi bakteri, fungi, dan alga (Tien et al.
1979;
Hutcheson
&
Kosuge
1985;
Frankenberger & Poth 1987; Lestari 2003;
Maor et al. 2004). Walaupun terdapat
beberapa auksin alami yang sesuai untuk
menjadi ZPT, AIA merupakan auksin alami
yang paling memenuhi segala kriteria (Arshad
& Frankenberger 1992; Arteca 1996). AIA
disintesis dari triptofan di polen dan jaringanjaringan tumbuhan yang aktif bertumbuh
seperti meristem batang, primordia daun, daun
muda yang masih berkembang, benih yang
sedang berkembang, bunga, dan daun (Arteca
1996; Anonim 2005).
Jika hormon tumbuhan lainnya ditranspor
melalui xilem dan floem, AIA ditranspor
secara aktif dan lebih cepat dari difusi melalui
jaringan parenkim seperti korteks, gabus, atau
sel-sel parenkim yang berasosiasi dengan
jaringan vaskular. AIA bergerak menuruni
tumbuhan, karena itu AIA bergerak menuju
bagian pangkal batang dan menuju bagian
ujung akar (Anonim 2005).
COOH

N
H

Gambar 1 Struktur asam indol-3-asetat/AIA
(Weerasooriya 2005)

Produksi Asam Indol-3-Asetat oleh Bakteri
Diazotrof Endofitik
Azospirillum brasilense yang ditumbuhkan
dalam media yang mengandung suksinat dan
fruktosa diketahui memproduksi asam indol3-asetat/AIA (Tien et al. 1979). Selain AIA,
A. brasilense juga memproduksi asam indol3-laktat. Bukan hanya senyawa auksin saja
yang diproduksi oleh A. brasilense tetapi juga
asam giberelat dan sitokinin. Zakharova et al.
(1999) meneliti proses biosintesis AIA oleh A.
brasilense dengan metode kimia kuantum.
Produksi AIA merupakan proses detoksifikasi
triptofan oleh A. Brasilense (Gambar 2).
Terdapat tiga lintasan biosintesis AIA dari
triptofan yaitu melalui indol-3-asetonitril
(IAN), indol-3-asetamida (IAM), atau asam
indol-3-piruvat (IpyA). Lintasan yang umum
terdapat pada jaringan tanaman adalah
lintasan indol-3-asetamida dan asam indol-3piruvat. Sedangkan pada sel bakteri dan fungi
biosintesis AIA dapat berlangsung melalui
ketiga jalur.

3

Indol-3asetaldoksima

triptofan

Asam indol-3piruvat

Indol-3asetonitril

Indol-3asetamida

Asam indol-3asetat

Indol-3asetaldehida

Gambar 2 Biosintesis asam indol-3-asetat/
AIA (Zakharova et al. 1999)
Beberapa rhizobakteri dilaporkan mampu
memproduksi AIA (Schroth & Weinhold
1986) antara lain Pseudomonas sp. (Vraný et
al. 1989) dan rhizobium (Biswas et al. 2000).
Spesies
rhizobium yang dilaporkan
bermacam-macam (Tabel 1). Bakteri tersebut
diisolasi dari akar, bintil akar, batang, dan
daerah pengakaran pada tumbuhan yang
selanjutnya dikulturkan.
Tien et al .(1979) melaporkan bahwa
pemberian AIA sebesar 0,01 µg/ml dapat
meningkatkan bobot tunas daun. Sistem akar
tumbuhan lebih sensitif terhadap auksin
daripada batangnya, sedangkan kombinasi
AIA, asam giberelat, dan kinetin mampu
meningkatkan pertumbuhan jika konsentrasi
AIA dan kinetin sangat rendah (berturut-turut
0,005 dan 0,001 µg/ml). Konsentrasi AIA dan
kinetin yang lebih tinggi dapat menurunkan
kualitas pertumbuhan. Akar rambut dan akar
lateral tampak lebih padat ketika AIA, asam
giberelat, dan kinetin ditambahkan. Efek ini
sama dengan efek yang terjadi pada
pertumbuhan pearl millet yang diinokulasikan
Azospirillum brasilense.
Menurut Schroth dan Weinhold (1986)
penggunaan rhizobakteri yang efektif bagi
perkembangan tumbuhan bergantung pada
kesesuaian
mikroorganisme
terhadap
lingkungan yang mendukung aktivitas
mikroorganisme tersebut. Vraný et al. (1989)
melaporkan bahwa isolat bakteri fluoresens
mampu menurunkan jumlah patogen di sekitar
akar tanaman kentang dan juga mampu
memproduksi senyawa sejenis auksin
sehingga produksi kentang dapat meningkat.
Konsentrasi dan komposisi auksin yang
dihasilkan berbeda-beda tergantung pada jenis
isolat yang digunakan. Biswas et al. (2000)
melaporkan bahwa produksi AIA dan
penambatan nitrogen hayati dari udara oleh

bakteri diazotrofik merupakan faktor yang
mendukung pertumbuhan padi.
AIA mendukung pertumbuhan tanaman
atau
pemanjangan
batang
dengan
meningkatkan proses pembesaran ukuran sel
serta pembelahannya. AIA mengendurkan
dinding sel tumbuhan dan diikuti dengan
pemasukkan molekul air ke dalam sel
sehingga terjadi pertumbuhan. Untuk dapat
memperbesar ukuran sel, maka ukuran
dinding selnya harus diperluas. AIA memicu
perluasan dinding sel namun peranannya
dalam proses ini masih belum jelas.
Tampaknya AIA mengubah gen yang
mengkode pembentukan bahan-bahan untuk
sintesis dinding sel yang baru (Anonim 2005).
Tabel 1 Bakteri yang memproduksi auksin
Organisme
Azospirillum
brasilense

Jenis
auksin
AIA,
AIL

Referensi
Tien et al. (1979),
Zakharova et al.
(1986)
Biswas et al. (2000)
Biswas et al. (2000)

A. lipoferum
AIA
Azorhizobium
AIA
caulinodans
AIA
Biswas et al. (2000)
Acetobacter
diazotrophicus
Rhizobium sp.
AIA
Biswas et al. (2000)
Rhizobium
AIA
Biswas et al. (2000)
leguminosarum
bv. Trifolii
Bradyrhizobium
AIA
Biswas et al. (2000)
sp.
Pseudomonas sp.
Auksin
Vraný et al. (1989)
Keterangan: AIA = asam indol-3-asetat, AIL =
asam indol-3-laktat.

Pertumbuhan Kentang (Solanum
tuberosum L.) secara Kultur Jaringan
Di dataran tinggi tempat jagung dan
gandum sulit tumbuh, Solanum tuberosum
menjadi bahan pangan utama (Syariefa 2001).
Kentang pertama kali ditemukan oleh
penduduk Amerika Selatan dan Peru sejak
10.000 tahun Sebelum Masehi (SM). Kentang
tersebut masih berupa umbi liar, berukuran
kecil, keras, dan pahit. Pada 4500 SM, suku
Inca,
Mochi,
dan
Chimu
mulai
membudidayakan varietas baru, papa. Hasil
rekayasa alami umbi liar tersebut lebih besar,
enak, dan tahan udara dingin pegunungan.
Masyarakat pegunungan itu tidak sekedar
menanam tetapi juga mengembangkan teknik
produksi dan pengawetan kentang. Tumbuhan
kentang mempunyai klasifikasi sebagai
berikut: dunia Plantae; divisi Spermatophyta;
kelas Dicotyledoneae (tumbuhan berkeping
dua); ordo Tubiflorae (tumbuhan berumbi);

4

famili Solanaceae (tumbuhan berbunga
terompet); genus Solanum L.; dan spesies
Solanum tuberosum L. (Miller & Lipschutz
1984).
Kultur jaringan merupakan suatu metode
untuk mengisolasi bagian tanaman seperti
protoplasma, sel, bagian sel, jaringan, dan
organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi
aseptik, sehingga bagian-bagian tanaman
tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.
Pada mulanya orientasi kultur jaringan hanya
pada pembuktian teori totipotensi sel,
kemudian berkembang menjadi sarana
penelitian di bidang fisiologi tanaman dan
aspek-aspek biokimia tanaman (Gunawan
1992).
Eksplan batang yang lebih tebal dan lebih
pendek akan mempermudah proses subkultur
daripada batang yang lebih panjang dan lebih
kurus (Hussey & Stacey 1981).
Burr et al. (1978) melaporkan bahwa
inokulasi Pseudomonas spp. pada benih
kentang dapat meningkatkan pertumbuhan.
Strain tersebut dapat bertahan selama 1 bulan
dan merupakan bakteri yang dominan pada
daerah perakaran hingga 2 bulan setelah
penanaman. Proses bakterisasi (inokulasi
bakteri pada tanaman) meningkatkan bobot
batang sebanyak 100% dan juga sistem akar
pada periode 4 minggu. Mekanisme bakteri ini
meningkatkan
pertumbuhan
dapat
diasosiasikan dengan perubahan komposisi
flora bakteri daerah perakaran. Kloepper et al.
(1980) bahkan memperoleh peningkatan hasil
hingga 500% pada tanaman kentang yang
dikolonisasi dengan dua strain Pseudomonas
spp. Kedua strain bakteri ini diisolasi dari
peridermis kentang dan akar tumbuhan
seledri. Kloepper (1983) memperoleh bahwa
aplikasi
PGPR
sebelum
penanaman
menurunkan zona populasi patogen Erwinia
carotovora.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
empat belas isolat bakteri diazotrof endofitik
(Tabel 2), tanaman kentang (Solanum
tuberosum L. cv. Granola), medium sari
khamir manitol, medium JNFb (Jensen’s
Nitrogen Free broth), medium kaldu nutrien,
medium minimum salt, dan medium
Murashige-Skoog agar (Lampiran 3).
Alat-alat yang digunakan adalah cawan
petri, tabung reaksi, otoklaf, oven, neraca
analitik, Erlenmeyer, pipet serologi, pengaduk
magnetik, rak laminar, sentrifus, mesin
pengocok, oven gelombang mikro, kertas
alumunium, pipet mikro, pH meter, sudip,
inkubator, botol selai, spektrofotometer,
mikropipet, rak kultur, pinset, skapel, rak
tabung, dan labu semprot.
Tabel 2 Isolat yang digunakan dalam
penelitian
Kode
Isolat
APK2.4

Asal
Jaringan
Akar padi

BBd1

Batang padi

BCbd1.3

Batang padi

BCr1.2

Batang padi

BCr2.1

Batang padi

BCr2.3

Batang padi

BPr2.3

Batang padi

KACP13
RIFCB1
RIFCB2
RIFCB3

Akar kedelai
Akar kedelai
Akar kedelai
Akar kedelai

RIFCB4

Akar kedelai

RIFCB5

Akar kedelai

RIFCB6 Akar kedelai
Sumber: Lestari 2003.

Asal Daerah
Parung Kuda,
Sukabumi, Jawa Barat
Bendo, Magetan, Jawa
Timur
Cibadak, Sukabumi,
Jawa Barat
Caringin, Sukabumi,
Jawa Barat
Caringin, Sukabumi,
Jawa Barat
Caringin, Sukabumi,
Jawa Barat
Parung, Bogor, Jawa
Barat
Ciapus, Jawa Barat
Mojosari, Jawa Timur
Ngawi, Jawa Timur
Banjaragung, Gunung
Balak, Lampung
Ganjaran, Pringsewu,
Lampung
Karang Agung,
Lampung
Nusa Tenggara Timur

Metode

Gambar 3 Tanaman kentang yang
ditumbuhkan secara kultur jaringan

Penelitian diawali dengan memurnikan
kembali 14 isolat bakteri endofit pada masingmasing media agarnya untuk digunakan
sebagai isolat kerja. Enam isolat rhizobium
ditumbuhkan pada medium Sari Khamir
Manitol (SKM). Delapan isolat lain

5

ditumbuhkan pada medium JNFb agar.
Setelah inkubasi (waktu inkubasi tergantung
dari sifat masing-masing bakteri), isolat
disimpan dalam lemari pendingin bersuhu
4oC.
Seleksi Bakteri
Seleksi
bakteri
dilakukan
dengan
mengukur kandungan AIA yang dihasilkan
oleh 14 isolat bakteri setelah diinkubasi 24
jam. Lima isolat bakteri yang menunjukkan
kandungan AIA tertinggi dan satu isolat
unggul APK2.4 dipilih untuk digunakan
dalam pengujian selanjutnya.
Penentuan Waktu Optimum Produksi AIA
Kemampuan memproduksi AIA diukur
dengan menumbuhkan bakteri pada medium
kaldu nutrien dan mengukur konsentrasi AIA
yang dihasilkan serta jumlah populasi bakteri
setiap hari selama 7 hari berturut-turut.
Konsentrasi
AIA
diukur
dengan
menggunakan metode Gordon-Weber (1951)
yang telah dimodifikasi (Lampiran 1). Bakteri
ditumbuhkan dalam medium Nutrien BrothM26 (NB-M26) selama 24 jam di atas
pengocok (150 rpm pada suhu ruang). Setelah
diinkubasi, 100 µl kultur diinkubasikan ke
dalam 10 ml medium minimum salt yang
sudah ditambahkan 5 mM L-triptofan dan
ditumbuhkan sekali lagi selama 48 jam di atas
mesin pengocok.
Kultur cair bakteri dalam medium garam
minimum sebanyak 1,5 ml disentrifus dengan
kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Satu
mililiter supernatan ditambahkan 2 ml
pereaksi FeCl3-HClO4 yang dibuat dengan
mencampurkan 1 ml FeCl3 0,5 M dengan 50
ml HClO4 35%. Setelah 25 menit, larutan
diukur
absorbansinya
dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
530 nm. Konsentrasi AIA didapat dengan
perbandingan absorbansi terhadap standar
AIA (Husen 2000).
Pada bakteri rhizobium pengukuran
jumlah populasi menggunakan metode angka
lempeng total (ALT), sedangkan untuk isolat
bakteri lainnya menggunakan metode angka
paling mungkin (APM). Metode ALT diawali
dengan mengencerkan 1 ml kultur cair
menjadi 101-109 kali pengenceran, tergantung
kekeruhan kultur cair. Kemudian masingmasing pengenceran disebar sebanyak 0,1 ml
pada cawan petri yang berisi medium SKM
yang ditambahkan 10 ml indikator merah
kongo (0,259 g/100 ml) per liter medium.
Diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari

lalu dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Satu
koloni yang tumbuh mewakili satu bakteri
yang terhitung.
Metode APM juga diawali dengan
mengencerkan 1 ml kultur cair menjadi 101109 kali pengenceran, tergantung kekeruhan
kultur cair. Kemudian tiap pengenceran
tersebut diinokulasikan sebanyak 0,1 ml ke
dalam 5 tabung (sebagai ulangan) yang berisi
5 ml medium JNFb semi padat. Diinkubasi
selama 5-7 hari pada suhu ruang. Adanya
pertumbuhan bakteri endofit ditunjukkan oleh
terbentuknya cincin (pelikel) pada medium
(positif) atau tidak terbentuknya pelikel
(negatif).
Tabung
yang
menunjukkan
pertumbuhan dihitung berdasarkan tabel APM
(Lorch et al. 1995).
Aplikasi Bakteri pada Tanaman Kentang
Untuk pengujian pada tanaman kentang
dipilih isolat bakteri yang mempunyai
konsentrasi AIA tertinggi. Setengah bagian
kultur cair dari isolat terpilih disentrifus pada
kecepatan 12000 rpm selama 5 menit untuk
digunakan sebagai inokulan. Setengah bagian
supernatan diotoklaf dan digunakan sebagai
inokulan. Medium pertumbuhan kentang
menggunakan medium Murashige-Skoog
(MS) agar.
Medium MS agar dituang ke dalam botolbotol selai lalu ditutup dengan kertas
alumunium selanjutnya disterilisasi dengan
otoklaf. Pada medium agar steril yang sudah
dibiarkan selama 2 hari ditanam enam eksplan
kentang berupa batang berukuran 1 cm lalu
ditambahkan supernatan, pelet, kultur cair,
supernatan yang sudah diotoklaf, atau AIA
murni pada konsentrasi 0,25 mg/l (Ghaffoor et
al. 2003). Kultur ditumbuhkan selama 30 hari
pada suhu 20-25oC dengan penerangan 24 jam
(Hussey & Stacey 1981). Pada akhir masa
penanaman dilakukan pengukuran jumlah dan
panjang akar lateral, serta tinggi batang.
Perancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu
aplikasi asam indol-3-asetat terhadap tanaman
(dalam bentuk kultur murni, supernatan,
supernatan diotoklaf, dan peletnya) dengan
empat ulangan (Lampiran 2).
Perlakuan
dibandingkan dengan penambahan AIA murni
sebagai kontrol positif dan sebagai blanko
berupa tanaman yang tidak diberi perlakuan.
Perlakuan yang berbeda nyata selanjutnya
diuji kembali dengan menggunakan uji
Duncan. Model rancangan percobaannya

6

menurut Torrie dan Steel (1960) adalah
sebagai berikut:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
i
= 1, 2, 3, 4
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i = µi - µ
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i
ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi Bakteri
Pengujian aktivitas produksi AIA pada
keempat belas isolat bakteri diazotrof
endofitik menunjukkan bahwa seluruh isolat
mampu memproduksi AIA. Hal ini sesuai
dengan penelitian Tien et al. 1979; Schroth
dan Weinhold 1986; Vranỳ et al. 1989; dan
Biswas et al. 2000 yang menyatakan bahwa
bakteri diazotrof endofitik dapat memproduksi
AIA. Vranỳ et al. (1989) melaporkan bahwa
produksi AIA oleh bakteri berbeda-beda
sesuai dengan spesiesnya dan hasil
pengukuran
dengan
spektrofotometer
memperlihatkan konsentrasi AIA yang
diproduksi oleh masing-masing isolat
(Gambar 4). Menurut prosedur Husen (2003),
kandungan AIA yang diproduksi oleh bakteri
ditunjukkan oleh pembentukan larutan
berwarna merah muda (Gambar 5).
[AIA],
mg/l
50
40
30
20
10
0

Jenis isolat

Gambar 4 Produksi AIA oleh isolat bakteri
diazotrof endofitik

Gambar 5 Pengukuran kandungan AIA pada
biakan bakteri diazotrof endofitik
yang ditunjukkan oleh warna merah
muda
Dari keempat belas isolat selanjutnya
dipilih lima isolat yang mampu memproduksi
AIA dengan konsentrasi tertinggi (RIFCB2,
BPr2.3, BBd1, KACP13, dan BCr1.2) dan
satu isolat unggul APK2.4 yang mampu
meningkatkan fiksasi nitrogen pada tanaman
padi dan jagung serta bersifat anti patogen.
Keenam isolat ini kemudian diukur produksi
AIA dan jumlah populasi bakteri setiap hari
selama 7 hari berturut-turut.
Penentuan Waktu Optimum Produksi AIA
Hasil pengukuran AIA yang diproduksi
oleh keenam isolat terpilih memperlihatkan
kurva yang berbeda-beda untuk masingmasing isolat. Konsentrasi AIA tertinggi
umumnya diproduksi pada saat usia kultur
mencapai tiga hari. Pada isolat Bcr1.2
(Gambar 6) AIA diproduksi maksimum pada
hari kedua, isolat APK2.4 (Gambar 7),
KACP13 (Gambar 8), dan RIFCB2 (Gambar
9) pada hari ketiga, isolat BBd1 (Gambar 10)
pada hari keempat, sedangkan isolat BPr2.3
(Gambar 11) pada hari keenam. Waktu
produksi AIA maksimum ini selanjutnya
digunakan sebagai waktu produksi AIA yang
akan diaplikasikan ke tanaman kentang.

7

20

20

16

16

populasi
bakteri 12
(log n),
8
koloni/ml

12 [AIA],
8

4

ppm

30

30

25

25

populasi 20
bakteri
(log n), 15
koloni/ml 10

20
[AIA],

15 ppm
10

5

4

5

0
0

0

0
0

1

2

3

4

hari ke-

5

6

0 1 2 3

hari ke-

7

populasi bakteri

populasi bakteri

20

20

16

16

populasi 12
bakteri
8
(log n),
koloni/ml 4

12

[AIA],
8 ppm

0
3

4

5

6

25

25

20

20
15 [AIA],
ppm

10
5

0

0
0

1

2

3

4

5

6

7

hari kepopulasi bakteri

[AIA]

Gambar 8 Pengukuran konsentrasi AIA dan
jumlah populasi bakteri isolat
KACP13
16

16

12

12

populasi
bakteri
8
(log n),
koloni/ml

8 [AIA],
ppm

4

4

0

0
0

1

2

3

4

5

6

7

hari kepopulasi bakteri

20
[AIA],

15 ppm
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7

hari ke-

Gambar 7 Pengukuran konsentrasi AIA dan
jumlah populasi bakteri isolat
APK2.4

5

25

populasi 20
bakteri
15
(log n),
koloni/ml 10

populasi bakteri

[AIA]

populasi
bakteri 15
(log n),
10
koloni/ml

30

25

0

7

hari kepopulasi bakteri

30

0

0
2

Gambar 10 Pengukuran konsentrasi AIA dan
jumlah populasi bakteri isolat
BBd1

5

4
1

[AIA]

[AIA]

Gambar 6 Pengukuran konsentrasi AIA dan
jumlah populasi bakteri isolat
BCr1.2

0

4 5 6 7

[AIA]

Gambar 9 Pengukuran konsentrasi AIA dan
jumlah populasi bakteri isolat
RIFCB2

[AIA]

Gambar 11 Pengukuran konsentrasi AIA dan
jumlah populasi bakteri isolat
BPr2.3
Grafik juga memperlihatkan produksi AIA
yang tidak selalu stabil. Peningkatan dan
penurunan konsentrasi AIA berbeda-beda
pada masing-masing isolat. Pada isolat
APK2.4 dan KACP13 konsentrasi AIA
tertinggi sebenarnya terjadi pada hari keenam.
Namun usia ini tidak dipergunakan dalam
memproduksi AIA di tahap aplikasi karena
telah terjadi penurunan konsentrasi AIA pada
hari sebelumnya yaitu pada hari keempat dan
kelima. Penurunan ini mengindikasikan
kondisi kultur yang sudah tidak stabil. Karena
itu pada isolat APK2.4 dan KACP13 produksi
AIA dilakukan pada usia kultur tiga hari.
Kurva pertumbuhan tiap-tiap isolat
memperlihatkan grafik yang meningkat dan
mencapai pertumbuhan yang stabil/stasioner
pada hari kedua. Dalam kondisi stasioner
kandungan nutrien dan oksigen dalam
medium menurun drastis dan kondisi ini
memicu sel bakteri memproduksi AIA lebih
banyak (Prescott et al. 1993). Jika
dihubungkan dengan produksi AIA maka
pertumbuhan bakteri tidak sebanding dengan
produksi AIA. Pertumbuhan bakteri yang
meningkat tidak selalu diikuti dengan
peningkatan produksi AIA, begitu juga
sebaliknya. Pada awal masa pertumbuhan
jumlah bakteri masih sedikit namun mampu
memproduksi AIA dalam jumlah besar.

8

Jika diamati hubungan antara jumlah
populasi bakteri dengan produksi AIA dapat
dilihat pada isolat APK2.4, BCr1.2, BPr2.3,
dan KACP13 produksi AIA maksimum
dicapai saat jumlah populasi bakteri menurun.
Pada saat tersebut jumlah sel yang mati lebih
besar daripada jumlah sel yang hidup. Kondisi
yang tidak stabil ini mendorong sel bakteri
memproduksi AIA lebih banyak, karena AIA
merupakan
metabolit
sekunder
yang
produksinya dapat meningkat pada kondisi
yang kurang menguntungkan.
Isolat-isolat APK2.4, KACP13, BBd1,
BCr1.2, dan BPr2.3
yang
dihitung
menggunakan metode Angka Paling Mungkin
(APM) memperlihatkan perubahan warna
JNFb semi padat dari kuning menjadi biru.
Perubahan warna menunjukkan peningkatan
pH medium menjadi lebih basa, akibat
oksidasi malat. Beberapa milimeter di bawah
permukaan medium juga terdapat pelikel yang
berbentuk seperti kabut tipis (Gambar 12).
Pembentukan pelikel ini menunjukkan
pertumbuhan bakteri penambat nitrogen
(Saraswati et al. 2002).
Pada isolat APK2.4, KACP13, BBd1, dan
BPr2.3 terjadi penurunan konsentrasi AIA
pada hari kedua pengkulturan. Penurunan ini
disebabkan oleh produksi yang terlalu tinggi
pada hari pertama. Pada saat isolat mulai
ditanam dalam medium yang baru, sel-sel
bakteri beradaptasi dalam lingkungannya yang
baru. Dalam proses adaptasi tersebut, bakteri
mengeluarkan metabolit sekunder, seperti
AIA, dalam jumlah besar. Pada hari kedua
pengkulturan, sel-sel bakteri sudah terbiasa
dengan lingkungannya sehingga produksi
metabolit sekunder kembali normal.

Gambar 12 Pembentukan pelikel oleh bakteri
diazotrof endofitik dalam medium
JNFb semi padat (ditunjukkan
oleh anak panah)

Konsentrasi AIA yang menurun juga
disebabkan oleh degradasi AIA oleh bakteri
menjadi senyawa lain (Arteca 1996).
Penurunan ini tidak terjadi pada isolat
RIFCB2 dan BCr1.2 karena proses adaptasi
yang dialami oleh bakteri ini tidak sampai
menimbulkan
pembentukan
metabolit
sekunder dalam jumlah besar.
Aplikasi Bakteri pada Tanaman Kentang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.
cv. Granola) yang ditumbuhkan secara kultur
jaringan dan diberi perlakuan penambahan
pelet, supernatan, kultur murni, ataupun
supernatan
yang
diotoklaf
ternyata
menunjukkan respon yang berbeda-beda
(Tabel 3). Parameter yang dibandingkan
adalah panjang batang (Gambar 13), panjang
akar, serta jumlah akar (Gambar 14 dan 15).
Standar yang digunakan sebagai pembanding
adalah penambahan AIA sebagai kontrol
positif dan tanpa perlakuan hormon sebagai
blanko.
Aplikasi isolat APK2.4 memperlihatkan
penambahan pelet berpengaruh nyata terhadap
panjang akar (4,9100 cm). Hasil ini lebih
besar nilainya dibandingkan AIA sintetis
(2,9150 cm) maupun blanko (2,1350 cm).
Maka dapat diketahui bahwa pelet isolat
APK2.4 yang di dalamnya terdapat sel-sel
bakteri
isolat
APK2.4
dapat
juga
memproduksi zat-zat lain yang juga
mendukung peningkatan panjang akar.
Demikian juga halnya dengan penambahan
supernatan yang mampu meningkatkan tinggi
batang (2,950 cm) melebihi AIA sintetis
(2,150 cm) namun tidak lebih baik dari blanko
(3,100 cm). Di dalam supernatan APK2.4 juga
terkandung zat yang membantu meningkatkan
pemanjangan batang. Perlakuan kultur murni
tidak menunjukkan respon tanaman yang lebih
baik dari AIA sintetis dan blanko karena
medium yang masih terbawa dalam kultur
murni menyebabkan pertumbuhan bakteri
lebih cepat dibanding eksplan kentang. Hal ini
tampak dari tidak terbentuknya akar tanaman.
Namun isolat APK2.4 tidak bersifat patogen
terhadap tanaman karena pada perlakuan pelet
ternyata kehadiran isolat APK2.4 menunjang
pemanjangan akar. Jadi penggunaan isolat
APK2.4 akan optimum hanya dengan
menginokulasikan selnya saja tanpa diikuti
penambahan medium pertumbuhan bakteri.

9

Tabel 3 Pengaruh aplikasi isolat bakteri
diazotrof endofitik terhadap
pertumbuhan tanaman kentang
Perlakuan

Tinggi
batang (cm)

Panjang
akar (cm)

Jumlah
akar

APK2.4
Kultur
0,975abc
0,0000a
0,00a
murni
Pelet
1,775abc
4,9100b
2,50bcd
Supernatan
2,950cd
0,8750a
2,00bc
a
a
0,750
0,9500
1,00ab
Supernatan
diotoklaf
AIA
2,150bcd
2,9150ab
4,00d
d
ab
3,00cd
Blanko
3,100
2,1350
BBd1
Kultur
3,425a
0,4750ab
1,00ab
murni
Pelet
2,950a
1,8750bc
2,00abc
a
d
4,0400
7,50d
Supernatan
3,250
Supernatan
2,000a
0,0000a
0,00a
diotoklaf
AIA
2,150a
2,9150cd
4,00c
2,1350c
3,00bc
Blanko
3,100a
BCr1.2
Kultur
0,850a
0,0000a
0,00a
murni
Pelet
0,950a
0,0000a
0,00a
3,7750c
8,00d
Supernatan
3,800a
Supernatan
0,750a
0,5750a
1,50b
diotoklaf
AIA
2,150a
2,9150bc
4,00c
a
b
2,1350
3,00c
Blanko
3,100
BPr2.3
Kultur
1,975a
0,2500ab
3,00a
murni
Pelet
2,350a
0,1000a
2,50a
b
bc
1,7950
11,50b
Supernatan
6,475
a
bc
Supernatan
1,825
1,9000
3,50a
diotoklaf
AIA
2,150a
2,9150c
4,00a
2,1350c
3,00a
Blanko
3,100a
KACP13
Kultur
0,500a
0,0000a
0,00a
murni
Pelet
2,125ab
0,1500a
1,00ab
Supernatan
2,500ab
0,1000a
1,00ab
0,8300ab
2,50bc
Supernatan
1,025a
diotoklaf
AIA
2,150ab
2,9150c
4,00c
b
bc
Blanko
3,100
2,1350
3,00bc
RIFCB2
Kultur
7,325c
3,6150d
4,00b
murni
Pelet
3,475b
1,3400abc
3,50b
b
ab
Supernatan
2,825
0,4900
2,00ab
a
a
0,0000
0,00a
Supernatan
0,000
diotoklaf
AIA
2,150ab
2,9150cd
4,00b
2,1350bcd
3,00b
Blanko
3,100b
Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang
sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji Duncan (α=0,05).

Gambar 13 Pengaruh isolat diazotrof endofitik
terhadap pemanjangan batang
eksplan kentang

Gambar 14 Pemanjangan akar oleh perlakuan
penambahan supernatan BCr1.2
(atas) dan supernatan BBd1
(bawah)

Gambar 15 Peningkatan jumlah akar oleh
perlakuan penambahan supernatan
BBd1.

10

Perlakuan supernatan diotoklaf isolat
APK2.4 juga tidak memberikan respon
tanaman yang lebih baik daripada AIA sintetis
dan blanko. Hal ini disebabkan oleh rusaknya
zat pemacu tumbuh yang terkandung di dalam
supernatan setelah dipanaskan. Terlihat juga
bahwa respon tanaman oleh perlakuan
supernatan lebih baik daripada supernatan
diotoklaf. Karena itu, pemberian pelet
APK2.4 dapat menunjukkan pertumbuhan
eksplan yang terbaik.
Aplikasi isolat BBd1 menunjukkan
perlakuan supernatan memberikan hasil yang
lebih baik terhadap panjang akar (4,0400 cm)
serta jumlah akar (7,50) eksplan kentang
dibanding perlakuan lainnya. Aplikasi
supernatan juga meningkatkan tinggi batang
(3,250 cm). Respon yang ditunjukkan juga
lebih baik dibandingkan AIA sintetis dan
blanko. Batang tertinggi dihasilkan oleh
perlakuan kultur murni (3,425 cm). Namun
perlakuan ini tidak meningkatkan kualitas
pengakaran pada tanaman. Jika dibandingkan
dengan perlakuan pelet, perakaran dalam
perlakuan kultur murni masih kurang baik
daripada pelet. Seperti dalam isolat APK2.4,
penambahan kultur murni yang masih
membawa medium pertumbuhan bakteri
membuat proses pertumbuhan bakteri lebih
cepat daripada tanaman sehingga menghambat
pengakaran tanaman. Tetapi kondisi ini tidak
mempengaruhi proses pemanjangan batang
karena penyebaran bakteri terbatas pada
permukaan medium pertumbuhan eksplan.
Secara keseluruhan pertumbuhan eksplan
terbaik
dihasilkan
oleh
penambahan
supernatan BBd1.
Aplikasi isolat BCr1.2 memperlihatkan
perlakuan supernatan berpengaruh nyata
terhadap jumlah akar (8,00), dan juga
meningkatkan tinggi batang (3,800 cm) serta
panjang akar (3,7750 cm). Respon ini lebih
baik dibandingkan AIA sintetis maupun
blanko. Perlakuan lainnya berupa kultur
murni, pelet, dan supernatan diotoklaf tidak
dapat meningkatkan pertumbuhan eksplan
kentang. Diduga isolat BCr1.2 bersifat
patogen terhadap tanaman karena perlakuan
kultur murni dan pelet yang masih membawa
sel bakteri hidup menurunkan kualitas
pertumbuhan. Pertumbuhan eksplan kentang
terbaik ditunjukkan oleh penambahan
supernatan BCr1.2 (Gambar 14).
Aplikasi isolat BPr2.3 memperlihatkan
penambahan supernatan berpengaruh nyata
terhadap tinggi batang (6,475 cm) dan jumlah
akar (11,50) eksplan kentang. Respon ini juga
melebihi AIA sintetis dan blanko. Namun

tidak demikian halnya dengan pemanjangan
akar. Tidak ada perlakuan yang dapat
meningkatkan panjang akar eksplan kentang.
Pertumbuhan eksplan terbaik ditunjukkan oleh
perlakuan supernatan BPr2.3.
Aplikasi isolat KACP13 menunjukkan
tidak ada satu perlakuan pun yang
berpengaruh nyata dalam meningkatkan
pertumbuhan eksplan kentang. Perlakuan
supernatan dapat meningkatkan tinggi batang
(2,500 cm) lebih baik daripada penambahan
AIA sintetis (2,150 cm), namun masih kurang
baik dibandingkan blanko (3,100 cm). Karena
itu
penambahan
supernatan
KACP13
memberikan pertumbuhan eksplan yang
terbaik.
Aplikasi isolat RIFCB2 menunjukkan
perlakuan kultur murni menghasilkan
pengaruh nyata pada tinggi batang (7,325 cm)
eksplan kentang. Perlakuan ini juga dapat
meningkatkan panjang akar (3,6150 cm) serta
jumlah akar (4,00). Perlakuan pelet juga
meningkatkan tinggi batang (3,475 cm) dan
jumlah akar (3,50). Peningkatan pertumbuhan
eksplan oleh penambahan pelet dan kultur
murni menunjukkan respon yang lebih baik
daripada AIA sintetis maupun blanko. Tetapi
pertumbuhan eksplan yang terbaik adalah
pada penambahan kultur murni RIFCB2
karena dapat meningkatkan baik tinggi
batang, panjang akar, maupun jumlah
akarnya.
Peningkatan pertumbuhan tanaman oleh
perlakuan berbagai bentuk isolat bakteri ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan
Tien et al. 1979; Biswas et al. 2000; Maor et
al. 2004; dan Lestari (2003). Lestari (2003)
juga menyebutkan bahwa inokulasi isolat
bakteri
diazotrof
endofitik
dapat
mempengaruhi keseimbangan fitohormon
sehingga terbentuk suatu keadaan yang lebih
produktif kemudian menghasilkan tinggi
tanaman terbaik.
Penambahan AIA 0,25 mg/l sebagai
kontrol positif menghasilkan panjang akar dan
jumlah akar yang lebih tinggi dari blanko
tetapi tidak terjadi peningkatan tinggi batang
dikarenakan sistem akar tumbuhan lebih
sensitif terhadap auksin daripada batangnya
(Tien et al. 1979). Selain itu, pertumbuhan
dapat ditingkatkan jika konsentrasi AIA
sangat rendah.
Pada umumnya penambahan supernatan
memberikan
hasil
yang
lebih
baik
dibandingkan bentuk perlakuan lainnya.
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi
AIA keenam isolat selama tujuh hari berturutturut didapat bahwa isolat BBd1, BCr1.2,

11

BPr2.3, serta KACP13 memproduksi AIA
maksimum yang lebih tinggi dan dibanding
isolat APK2.4 dan RIFCB2 memberikan
respon tanaman yang lebih baik. Menurut
Biswas et al. (2000) produksi AIA oleh
bakteri diazotrof merupakan faktor pemicu
pertumbuhan tanaman.
Perlakuan supernatan yang diotoklaf
bertujuan untuk mengetahui sifat hormon
tumbuh yang diproduksi oleh tiap-tiap isolat.
Penambahan supernatan yang diotoklaf ratarata memberikan hasil dengan kualitas lebih
rendah daripada penambahan supernatan,
karena AIA merupakan hormon yang rusak
jika dipanaskan.
Jika dibandingkan dengan blanko tampak
bahwa tiap isolat dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman hanya pada bagian
tertentu saja (Tabel 4). Seperti pada
supernatan BPr2.3 yang dapat meningkatkan
jumlah akar hingga 283% namun tidak
meningkatkan panjang akar. Begitu juga
dengan pelet APK2.4 yang mampu
meningkatkan panjang akar hingga 130%,
tetapi tidak demikian halnya dengan tinggi
batang dan jumlah akar. Hal ini dapat terjadi
karena diduga kandungan zat pemacu tumbuh
yang diproduksi oleh bakteri diazotrof
endofitik bukan hanya auksin saja, tetapi
dapat juga terkandung golongan zat pemacu
tumbuh lainnya. Peningkatan pertumbuhan
akan optimal jika komposisi campuran zat
pemacu tumbuh yang diserap tanaman sesuai.
Jika tidak demikian maka pertumbuhan
tanaman akan lebih rendah kualitasnya
dibandingkan dengan tanaman yang tidak
diberi zat pemacu tumbuh (Tien et al. 1979).
Tabel 4 Peningkatan pertumbuhan tanaman
setelah diinokulasi
Inokulan

Peningkatan pertumbuhan
(%)
Tinggi Panjang
Jumlah
batang
akar
akar
0
130
0

APK2.4
(pelet)
BBd1
5
89
150
(supernatan)
BCr1.2
23
77
167
(supernatan)
BPr2.3
109
0
283
(supernatan)
KACP13
0
0
0
(supernatan)
RIFCB2
136
69
33
(kultur murni)
Keterangan: 0% menunjukkan pertumbuhan yang
lebih rendah dari blanko.

Inokulan berbentuk pelet dan kultur murni
yang masih membawa sel bakteri hidup
kurang memberikan hasil yang positif pada
tanaman karena medium kultur jaringan
tanaman juga dapat menjadi medium yang
baik bagi pertumbuhan bakteri. Pada isolat
APK2.4, BCr1.2, dan KACP13 penambahan
kultur murni menimbulkan kompetisi antara
sel bakteri dengan tanaman, sehingga tanaman
kekurangan
nutrisi
dan
terhambat
pertumbuhannya. Tetapi isolat RIFCB2
menunjukkan pertumbuhan terbaik karena
pengaruh perlakuan kultur murni. Jadi
pertumbuhan bakteri isolat RIFCB2 tidak
menghambat pertumbuhan tanaman. Pada
isolat BCr1.2 tampak tidak ada pertumbuhan
pada tanaman karena penambahan pelet dan
supernatan.
Perlakuan penambahan pelet
yang terbaik diperlihatkan oleh isolat APK2.4.
Seperti pada penambahan kultur murni,
perlakuan pelet juga dapat menimbulkan
kompetisi antara sel bakteri dengan tanaman.
Namun keadaan ini tidak berlaku bagi isolat
RIFCB2.
Isolat yang menunjukkan respon terbaik
adalah BCr1.2 (supernatan) dan RIFCB2
(kultur murni) karena dapat meningkatkan
baik tinggi batang, panjang, serta jumlah
akarnya
hingga
melebihi
pengaruh
penambahan AIA sintetis. Walaupun BPr 2.3
dapat meningkatkan tinggi batang serta
jumlah akar namun bukan isolat terbaik
kare